PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur makro yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Fosfor terlibat dalam berbagai aktivitas biokimia dalam tumbuhan seperti sintesis asam nukleat, fotosintesis, dan sebagai komponen ATP. Kebutuhan P untuk tanaman umumnya dipenuhi melalui aplikasi pemupukan. Namun upaya tersebut menjadi kurang efisien karena mineral P yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan hanya kurang dari 10% (Panhwar et al. 2011). Hal ini disebabkan oleh adanya pengikatan P oleh unsur lain di dalam tanah sehingga ketersediaan unsur tersebut pada tanah menjadi terbatas. Umumnya, P akan terikat pada unsur lain seperti besi (Fe), alumunium (Al), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) (Widawati & Suliasih 2006). Mineral P dalam bentuk terikat ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan. Sejumlah bakteri tertentu di dalam tanah mampu memecahkan ikatan antara P dalam bentuk fosfat dengan kation pengikatnya. Bakteri ini berkoloni di wilayah perakaran (rizosfer) sehingga dikelompokkan dalam rizobakteria. Kelompok bakteri rizosfer ini telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman terkait dengan kemampuannya dalam melarutkan unsur-unsur mineral seperti fosfat (Lucas Garcia et al. 2004). Bakteri yang diketahui memiliki kemampuan melarutkan fosfat diantaranya Bacillus megaterium, Pseudomonas sp. (Widawati & Suliasih 2006), Flavobacterium sp., dan Klebsiella aerogenes (Suliasih & Rahmat 2007). Bakteri-bakteri tersebut akan melepaskan ikatan persenyawaan fosfat tersebut melalui mekanisme pembentukan kelat, reaksi pertukaran, dan produksi asam organik (Chen et al. 2006). Dengan demikian, bakteri-bakteri tersebut dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Di Indonesia, kedelai dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis komoditi pangan seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, dan sebagai suplemen karena kandungan 2 proteinnya yang tinggi dan kandungan bahan lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Kebutuhan nasional terhadap kedelai telah mencapai 2.2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 3540% sehingga kekurangannya dicukupi melalui impor kedelai dari negara lain (BPPP 2008). Salah satu kendala yang menyebabkan kurangnya produksi kedelai di Indonesia ialah rendahnya produktivitas kedelai (Ghulamahdi et al. 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya agar produktivitas kedelai meningkat, diantaranya ialah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan menyediakan P yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai. Pemanfaatan bakteri-bakteri yang memiliki kemampuan melarutkan unsur mineral sebagai pupuk hayati (biofertilizer) mulai diterapkan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian pupuk kimia. Dibandingkan pupuk kimia, pupuk hayati dari rizobakteria tidak meninggalkan residu dan mampu meningkatkan efisiensi bioremediasi (Wu et al. 2006) sehingga ramah lingkungan. Selain ramah lingkungan, penggunaan pupuk hayati juga relatif murah (Jilani et.al 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya, kombinasi bakteri pelarut fosfat Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat nitrogen Bradyrhizobium japoncum diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai pada skala rumah kaca (Sari 2011). Pada penelitian ini bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang telah diketahui dapat melarutkan fosfat dalam media agar dan media cair Pikovskaya, selanjutnya diformulasikan dan diaplikasikan pada tanaman kedelai pada skala lapang untuk melihat respon pertumbuhan dan produktivitasnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji konsorsium rizobakteria pelarut fosfat (Bacillus sp dan Pseudomonas sp) dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai pupuk hayati serta aplikasinya pada tanaman kedelai yang ditanam di lahan pertanian.