praktik hidup sehat dan persepsi tubuh ideal

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
SMA Negeri 1 kota Bogor terletak di jalan Ir. H. Juanda nomor 16 Bogor.
SMAN 1 terletak dipusat keramaian, letaknya sangat strategis sehingga banyak
kendaraan umum yang melaluinya. Sekolah ini didirikan pada tahun 1946 oleh
Prof. Garnadi Prawiro Sudirdjo (Bapak Biologi Nasional).
SMAN 1 kota Bogor memiliki bangunan sekolah seluas 1619 m2,
lapangan olahraga dan upacara yang digunakan bergiliran dengan Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bogor seluas 480 m2. Total luas tanah
yang dimiliki adalah 3135 m2 yang terdiri dari ruang kepala sekolah, satu ruang
guru dan tata usaha, 27 ruang kelas, satu ruang bimbingan dan konseling, satu
ruang penjaga sekolah, satu ruang hotspot, satu ruang perpustakaan, satu
laboratorium komputer, satu laboratorium bahasa, satu laboratorium IPA, satu
aula, satu mushola, ruang koperasi, ruang OSIS, satu ruang unit kesehatan
sekolah, dan satu kantin.
SMAN 1 merupakan sekolah favorit dan bertaraf internasional di kota
Bogor. Hal ini sesuai dengan visinya “Menjunjung budaya berprestasi dan
berbudi pekerti luhur berlandaskan imtaq dan iptek menuju sekolah internasional.
SMAN 1 telah berhasil memperoleh peringkat akreditasi A (amat baik) dengan
nilai akhir akreditasi 95,10. Hingga saat ini SMAN 1 memiliki motto “Melangkah
lebih maju” tetap bertahan menjadi salah satu SMA terbaik yang berhasil
membuktikan keberadaannya dengan berbagai prestasi akademik maupun nonakademik, baik tingkat kota, provinsi, nasional, bahkan hingga tingkat
internasional.
Saat ini SMAN 1 dikepalai oleh Drs. H. Agus Suherman, M.Pd. Tahun
ajaran 2010/2011, jumlah seluruh siswa/siswi SMAN 1 Bogor adalah 907 orang
dengan rincian 288 siswa/siswi kelas X, 318 siswa/siswi kelas XI, dan 301
siswa/siswi kelas XII. Selain kegiatan intrakurikuler, SMAN 1 juga mendukung
kegiatan
ekstrakurikuler
akademik
dan
ekstrakurikuler
nonakademik.
Ekstrakurikuler akademik antara lain kegiatan komputer, kelompok ilmiah remaja,
kelompok bahasa inggris, dan praktikum IPA. Sedangkan ekstrakurikuler
nonakademik terdiri dari organisasi siswa intra sekolah (OSIS), dewan kegiatan
mesjid, pramuka, PMR, pandawa, beladiri, kesenian dan olahraga.
25
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah siswa remaja putri Sekolah Menengah
Atas (SMA) N 1 Bogor kelas XI. Karakteristik contoh yang diteliti adalah usia,
uang saku perbulan, dan alokasi pengeluaran. Contoh dalam penelitian ini
berjenis kelamin perempuan, dengan jumlah contoh sebanyak 80 orang yang
terdiri dari 40 contoh berstatus gizi kurus dan 40 contoh berstatus gizi normal.
Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan usia (tahun) dan uang saku perbulan (Rp)
Status Gizi
Peubah
No
1
2
Total
Kurus
Normal
n
%
n
15
11
27.5
13
16
28
70.0
17
1
2.5
Rata-rata±SD
16±0.5
%
n
%
32.5
24
30.0
27
67.5
55
68.8
0
0.0
1
1.2
Usia contoh (tahun)
16±0.5
16±1.7
Uang saku perbulan (Rp)
240.000-659.999 (rendah)
34
85.0
35
87.5
69
86.3
660.000-107.999 (sedang)
5
12.5
5
12.5
10
12.5
108.000-1.500.000 (tinggi)
1
2.5
0
0.0
1
1.2
Rata-rata ± SD
535.425±179.875
512.750± 218724
524.087±132.044
Usia contoh
Contoh dalam penelitian ini berusia 15-17 tahun dan persentase terbesar
pada usia 16 tahun (68.8%). Monks, Knoers dan Haditono (2001) dalam Mar’at
(2009) membedakan masa remaja atas empat bagian yaitu masa pra remaja
berada pada umur 10-12 tahun, masa remaja awal umur 12-15 tahun, masa
remaja pertengahan umur 15-18 tahun, dan masa remaja akhir umur 18-21
tahun. Oleh karena itu, semua contoh dalam penelitian ini termasuk dalam
kategori remaja pertengahan.
Uang saku contoh
Uang saku merupakan jumlah uang yang diterima oleh contoh perbulan
untuk pengeluaran makanan, minuman, obat-obatan, pendidikan (buku, fotokopi,
alat tulis), transportasi, biaya pulsa, hiburan, perawatan pribadi (perlengkapan
mandi, kosmetik), lainnya. Pemberian uang saku diharapkan dapat dikelola
dengan baik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan (Napitu
1994). Pada penelitian ini, jumlah uang saku contoh dilihat perbulan, uang saku
26
contoh dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan sebaran uang saku
tertinggi dikurangi uang saku terendah dibagi interval. Nilai uang saku berkisar
antara Rp 240.000 sampai Rp 1.500.000 perbulan.
Rata-rata uang saku perbulan contoh adalah Rp.524.087±132.044. Ratarata uang saku contoh berstatus gizi kurus (Rp.535.425±179.875) lebih tinggi
dibandingkan contoh berstatus gizi normal (Rp. 512.750± 218.724). Sebagian
besar contoh (86.3%) memiliki uang saku Rp.240.000-Rp 659.999. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) besar uang saku perbulan yang
diperoleh contoh berstatus gizi kurus dan normal. Uang saku dan status gizi
dapat mempengaruhi perilaku, apabila uang saku contoh tinggi maka diharapkan
pembelian untuk makanan dan minuman juga akan tinggi. Semakin besar uang
saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di
kantin maupun diluar sekolah (Andarwulan et al. 2008).
Alokasi Pengeluaran Per Bulan
Pengeluaran per bulan contoh terdiri dari pengeluaran untuk makanan,
minuman, obat-obatan, pendidikan (buku, fotokopi, alat tulis), transportasi, biaya
pulsa, hiburan, perawatan pribadi (perlengkapan mandi, kosmetik), iuran
organisasi, pakaian. Pada penelitian ini, pengeluaran per bulan contoh
dibedakan menjadi pengeluaran untuk makanan, minuman, transportasi, biaya
pulsa, perawatan pribadi (perlengkapan mandi, kosmetik), hiburan, pendidikan
(buku, fotokopi, alat tulis), obat-obatan, lainnya yang terdiri dari iuran organisasi,
dan pakaian.
Rata-rata pengeluaran per bulan contoh adalah Rp.584.850±158.739.
Rata-rata
pengeluaran
per
bulan
contoh
berstatus
gizi
kurus
(Rp.584.850±158.739) lebih tinggi dibandingkan dengan contoh berstatus gizi
normal (Rp.573.925±183.494). Besar uang saku dan pengeluaran contoh
berstatus gizi kurus lebih tinggi
dibandingkan dengan contoh berstatus gizi
normal. Perbedaan besar uang saku dapat dilihat dari penghasilan orangtua
contoh berstatus gizi kurus yang lebih besar (Rp>5.000.000), dibandingkan
dengan orangtua contoh berstatus gizi normal yang memiliki penghasilan
≤Rp.1.500.000 per bulan.
27
Tabel 2 Alokasi pengeluaran per bulan contoh (Rp)
Status Gizi
Kategori pengeluaran perbulan (Rp)
Total
Kurus
Normal
Rata-rata±SD
Rata-rata±SD
Rata-rata±SD
Makanan
169.650±62.032
173.600±46.865
171.625±54.661
Minuman
905.00±108.016
78.700±32.197
84.600±79.416
8097±5108
12.515±20.129
10.375±14.940
Pendidikan (buku, fotokopi, alat tulis)
38.550±27.405
38.050±18.732
38.300±23.325
Transportasi
154.811±83.858
148.118±52.427
151.606±70.168
Biaya pulsa
50.800±18.948
59.925±33.608
55.363±27.494
Hiburan
Perawatan pribadi (perlengkapan
mandi,kosmetik)
43.050±24.031
39.250±25.053
41.150±24.466
44.500±24.879
48.784±25.911
46.558±25.304
Lainnya iuran organisasi organisasi
60.000±56.569
80.000±40.000
73.333±41.312
Pakaian
55.000±63.640
50.000±14.142
70.000±51.962
584.850±158.739
573.925±183.494
584.850±158.739
Obat-obatan
Rata-rata±SD
Rata-rata contoh berstatus gizi kurus dan normal, alokasi pengeluarannya
digunakan untuk membeli makanan (Rp.171.625±54.661), namun pengeluaran
contoh berstatus gizi kurus lebih rendah (Rp.169.650±62.032) dibandingkan
contoh berstatus gizi normal (Rp.173.600±46.865). Contoh berstatus gizi kurus
lebih banyak mengeluarkan uang saku Rp.55.000±63.640 untuk membeli
pakaian
dibandingkan
contoh
berstatus
gizi
normal
yang
rata-rata
Rp.50.000±14.142 (Tabel 2). Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian
pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu
seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan (Napitu 1994). Besar uang
saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga.
Karakteristik Keluarga
Besar Keluarga
Menurut Suhardjo (1989) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga pada
penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah anggota keluarga yang tinggal di
dalam satu rumah. Hurlock (1999) membagi besar keluarga menjadi tiga kategori
yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang). Data sebaran
besar keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 3.
Keluarga contoh yang diteliti memiliki persentase yang hampir sama
antara kategori keluarga kecil dan kategori keluarga sedang. Separuh dari
28
contoh memiliki persentase keluarga kecil (51.3) lebih besar dari pada contoh
yang memiliki keluarga sedang (47.5%). Kategori keluarga kecil (≤4 orang)
sebesar 50.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 52.5% pada contoh
berstatus gizi normal. Hanya 2.5% contoh yang memiliki keluarga besar (≥ 7
orang) yaitu pada contoh berstatus gizi normal, sedangkan contoh berstatus gizi
kurus tidak memiliki keluarga besar yaitu 0.0%.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Status Gizi
Variabel
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
≤4 orang
20
50.0
21
52.5
41
51.2
5-6 orang
20
50.0
18
45.0
38
47.5
≥ 7 orang
0
0.0
1
2.5
1
1.3
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Besar keluarga (orang)
Penghasilan orangtua
Penghasilan orangtua merupakan jumlah penghasilan kedua orangtua
yaitu ayah dan ibu selama 1 bulan. Penghasilan orangtua diisi oleh contoh
menurut kisaran penghasilan yaitu Rp≤1.500.000, Rp1.500.000-Rp 3.000.000,
Rp3.000.000-Rp5.000.000, dan Rp>5.000.000.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan orangtua
Status Gizi
Variabel
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Rp ≤ 1500000
0
0.0
2
5.0
2
2.5
Rp 1500000-Rp 3000000
7
17.5
2
5.0
9
11.3
Rp 3000000-Rp 5000000
8
20.0
9
22.5
17
21.2
>5000000
25
62.5
27
67.5
52
65.0
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Penghasilan orangtua (Rp/bulan)
Hasil penelitian, lebih dari separuh orangtua contoh (65.0%) memiliki
penghasilan perbulan Rp>5.000.000, yaitu 62.5% pada contoh berstatus gizi
kurus dan 67.5% contoh berstatus gizi normal (Tabel 4). Terdapat 2.5% contoh
yang memiliki orangtua dengan penghasilan perbulan Rp≤1.500.000, yaitu hanya
pada contoh berstatus gizi normal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
29
sebagian besar penghasilan orangtua contoh adalah Rp>5.000.000. Pendapatan
orangtua dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, ini berarti
sosial ekonomi keluarga contoh di SMAN 1 Bogor adalah menengah keatas.
Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan orangtua contoh terdiri dari PNS, TNI, swasta, wiraswasta,
IRT. Pekerjaan orangtua contoh meliputi pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu
(Tabel 5). Berdasrkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar ayah contoh
bekerja sebagai PNS sebanyak 55.0%, yaitu 50.0% pada ayah contoh berstatus
gizi kurus dan 60.0% pada ayah contoh berstatus gizi normal. Hanya 2.5% ayah
contoh berstatus gizi kurus dan normal bekerja sebagai TNI. Tidak terdapat
perbedaan yang nyata p>0.05 pekerjaan ayah contoh berstatus gizi kurus dan
contoh berstatus gizi normal. Hasil analisis korelasi pearson juga menunjukkan
tidak adanya hubungan antara pekerjaan ayah dengan status gizi contoh p>0.05
(p=0.448).
Sebagaian besar ibu contoh berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT)
yang merawat dan mendidik anaknya sebesar 41.3%, yaitu 55.0% pada ibu dari
contoh berstatus gizi kurus dan 27.5% ibu dari contoh berstatus gizi normal.
Hanya 2.5% ibu dari contoh berstatus gizi normal bekerja sebagai TNI,
sedangkan contoh berstatus gizi kurus tidak ada (0.0%) ibunya yang bekerja
sebagai TNI. Tidak terdapat perbedaan yang nyata p>0.05 pekerjaan ibu contoh
berstatus gizi kurus dan contoh berstatus gizi normal. Hasil analisis korelasi
pearson menunjukkan adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi
contoh p<0.05 (p=0.008).
Hubungan antara orangtua dengan anak merupakan hubungan yang
paling dekat, dengan demikian orangtua sangat berperan dalam mempengaruhi
persepsi remaja. Oragtua terutama ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak
bekerja akan berbeda dalam mendidik anak. Ibu yang bekerja sebagai model,
maka anak-anaknya akan mengikuti ibunya, dan akan sangat memperhatikan
bentuk tubuh. Berbeda dengan ibu rumah tangga yang lebih banyak di rumah,
sehingga lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak. Ibu
rumah tangga lebih banyak berkominikasi dengan anak, sehingga persepsi anak
terhadap tubuh dapat lebih diarahkan menjadi persepsi positif. Hal ini sejalan
dengan penelitian Dewi (2010) yang menyatakan bahwa, faktor yang paling
dominan mempengaruhi persepsi tubuh adalah orangtua contoh, yaitu sebesar
90.0%.
30
Pendidikan orangtua
Pendidikan orangtua contoh meliiputi pendidikan ayah dan pendidikan
ibu.
Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan
seseorang,
maka
diasumsikan
kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi
serta menerima suatu inovasi. Pendidikan orangtua dikategorikan menjadi tujuh,
yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA,
perguruan tinggi (PT). Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua
dibagi dua yaitu sebaran berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan sebaran
berdasarkan tingkat pendidikan ibu (Tabel 5).
Tingkat pendidikan ayah maupun ibu tidak ada yang tidak sekolah, tidak
tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA. Tabel 4 menunjukkan sebagian
besar contoh di SMA N 1 Bogor memiliki ayah dengan pendidikan terakhir
perguruan tinggi (PT), yaitu 92.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 82.5%
contoh berstatus gizi normal. Sebanyak 12.5% pendidikan ayah contoh adalah
tamat SLTA, baik pada contoh berstatus gizi kurus (7.5%) maupun contoh
berstatus gizi normal (17.5%). Menurut Suhardjo et al. (1988) tingkat pendidikan
yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh
seseorang. Ayah sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi.
Sebagian besar tingkat pendidikan terakhir ibu contoh adalah perguruan
tinggi (PT). Sebesar 82.5% pada ibu contoh berstatus gizi kurus dan 85.0% ibu
contoh berstatus gizi normal. Sebanyak 16.3% contoh yang memiliki ibu dengan
tingkat pendidikan terakhir adalah SLTA, yaitu 17.5% contoh berstatus gizi kurus
dan 15.0% contoh berstatus gizi normal.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata pendidikan ayah dan ibu contoh
berstatus gizi kurus dan contoh berstatus gizi normal (p>0.05). Hasil analisis
korelasi pearson juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara pendidikan
ayah dan ibu contoh dengan status gizi kurus dan normal (p>0.05). Menurut
Rahmawati (2006), tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk status gizi, praktik
hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya pendidikan seseorang akan
mempengaruhi praktik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan ibu sangat
penting karena ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga.
31
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan pendidikan orangtua
Status Gizi
No
1
2
3
4
Variabel
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
PNS
20
50.0
24
60.0
44
55.0
TNI
1
2.5
1
2.5
2
2.5
Swasta
14
35.0
10
25.0
24
30.0
Wiraswasta
5
12.5
5
12.5
10
12.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
IRT
22
55.0
11
27.5
33
41.3
PNS
14
35.0
16
40.0
30
37.5
TNI
0
0.0
1
2.5
1
1.3
Swasta
1
2.5
5
12.5
6
7.5
Pekerjaan ayah
Pekerjaan ibu
Wiraswasta
3
7.5
7
17.5
10
12.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Tamat SLTA
3
7.5
7
17.5
10
12.5
PT
37
92.5
33
82.5
70
87.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Tamat SLTA
7
17.5
6
15.0
13
16.30
PT
33
82.5
34
85.0
67
83.70
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
Status Gizi
Almatsier (2004) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Ada
beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi,
diantaranya berat badan (BB), tinggi badan (TB), rasio lingkar pinggang dan
pinggul (LPA/LPU), umur, lingkar lengan atas (LLA), lingkar kepala, lingkar dada
(Supariasa et al. 2002).
Menurut Supariasa et al. 2002, berat badan memberikan gambaran
status gizi sekarang dan jika dilakukan secara periodik memberikan gambaran
yang baik mngenai pertumbuhan. Tinggi badan merupakan ukuran kedua yang
terpenting dalam antropometri dan merupakan parameter penting bagi gambaran
keadaan saat ini dan masa lalu.
32
Berdasarkan International Obesity Task Force (IOTF) yang dikeluarkan
oleh WHO (2002), status gizi penduduk Asia yang termasuk dalam kategori
kurus adalah (IMT<18.5 kg/m2), dan kategori normal (IMT=18.5-22.9 kg/m2).
Menurut WHO (2007) yang termasuk kategori kurus adalah -3SD≤ Z<-2SD dan
normal -2 SD≤ Z≤+1SD. Dengan demikian pengukuran status gizi perlu dilihat
dengan indikator lain, terutama kelompok Asia berdasarkan rasio lingkar
pinggang pinggul (LPA/LPU).
Banyaknya
lemak
dalam
perut
menunjukkan
adanya
perubahan
metabolisme dalam tubuh sehingga perubahan ini memberikan gambaran
tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi
lemak tubuh, ukuran yang umum digunakan untuk menggambarkan lemak dalam
perut adalah rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul. Menurut Hakim (2010)
lingkar pinggang disebut sebagai barometer kesehatan. Lingkar pinggang juga
bisa dijadikan patokan terjadinya penumpukan kolesterol, yang merupakan
sumber penyebab munculnya beragam penyakit berbahaya seperti penyakit
jantung, ginjal, hipertensi, gangguan pernapasan, strok. Selain sebagai aspek
kesehatan, rasio lingkar pinggang dan pinggul juga dapat digunakan sebagai
aspek kecantikan. Pada penelitian ini status gizi contoh diukur melalui
perhitungan IMT/U, berat badan (kg), tinggi badan (cm), rasio lingkar pinggang
dan pinggul (LPA/LPU). Rata-rata ukuran antropometri contoh ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran rata-rata ukuran antropometri contoh
Status gizi
No
Ukuran tubuh
Total
Kurus
Normal
Rata-rata ± SD
Rata-rata ± SD
Rata-rata ± SD
44.8 ± 5.4
47.45 ± 4.9
46.1±5.3
157.34 ± 6.1
152.53 ± 5.4
154.9±6.2
1
Berat badan (kg)
2
Tinggi badan (cm)
3
Lingkar pinggang (cm)
66.23 ± 3.2
77.78 ± 1.9
72±6.4
4
Lingkar pinggul (cm)
81.38 ± 3.8
91.18 ± 0.0
86.3±6.2
Berat badan contoh berkisar antara 34 - 58 kg dan tinggi badan contoh
berkisar antara 141.5 - 68 cm. Rata-rata berat badan contoh adalah 46.1±5.3 kg
dan rata-rata tinggi badan contoh 154.9±6.2 cm. Rata-rata berat badan dan tinggi
badan contoh bervariasi pada masing-masing status gizi, contoh dengan status
gizi kurus mempunyai rata-rata berat badan 44.8±5.4 kg dan tinggi badan
157.34±6.1 cm. Contoh berstatus gizi normal mempunyai rata-rata berat badan
33
47.45±4.9 kg dan tinggi badan 152.53±5.4 cm. Hasil uji t-Test menunjukkan
terdapat perbedaan yang nyata antara berat badan dengan tinggi badan (p<0.05)
contoh yang berstatus gizi kurus dan normal. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi badan contoh, maka belum tentu diikuti dengan bertambahnya
massa tubuh.
Rata-rata lingkar pinggang contoh adalah 72±6.4 cm, sedangkan ratarata lingkar pinggul contoh adalah 86.3±6.2. Contoh berstatus gizi kurus memiliki
rata-rata lingkar pinggang 66.23±3.2 cm dan rata-rata lingkar pinggul 81.38±3.8
cm, sedangkan rata-rata lingkar pinggang contoh dengan berstatus gizi normal
adalah 77.78±1.9 cm dan rata-rata lingkar pinggul 91.18±0.0 cm. Hasil uji t-Test
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara lingkar pinggang dengan
lingkar pinggul (p<0.05) contoh berstatus gizi kurus dan normal. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin berat massa tubuh, maka semakin besar pula
lingkar pinggang dan pinggul contoh.
Berdasrkan uji t-Test terdapat perbedaan yang nyata antara berat badan,
lingkar pinggang, dan lingkar pinggul (p<0.05) contoh berstatus gizi kurus dan
normal. Hasil Uji korelasi pearson menunjukkan hubungan nyata yang positif
antara berat badan dengan lingkar pinggang (r=0.461, p=0.000), lingkar pinggul
(r=0.472, p=0.000), namun jika dilihat dari nilai koefisien korelasinya, berat badan
lebih berpengaruh terhadap lingkar pinggul dibandingkan dengan lingkar
pinggang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berat badan contoh maka
semakin besar lingkar pinggang dan lingkar pinggul yang diikuti dengan status
gizi yang makin meningkat pula.
Rata-rata rasio lingkar pinggang dan pinggul contoh adalah sebesar
0.83±0.03. Rata-rata rasio lingkar pinggang dan pinggul contoh berstatus gizi
kurus lebih rendah (0.81±0.04) dibandingkan dengan rata-rata rasio
lingkar
pinggang dan pinggul contoh berstatus gizi normal (0.85±0.01). Sebagian besar
contoh (83.8%) memiliki rasio lingkar pinggang dan pinggul yang kurang dari
0.85, yaitu 100.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 67.5% pada contoh
berstatus gizi normal (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
contoh tidak memiliki resiko terhadap penyakit metabolik. Menurut WHO (1999),
rasio lingkar pinggang dan pinggul (LPA/LPU) yang melebihi 0.85 cm untuk
wanita menunjukkan bahwa seseorang memiliki resiko penyakit metabolik.
Semakin besar nilai rasio yang didapat menandakan semakin besar pula resiko
penyakit metabolik yang dimilikinya. Hasil uji t-Test menunjukkan terdapat
34
perbedaan yang nyata antara LPA/LPU (p<0.05) contoh berstatus gizi kurus dan
normal. Hal ini berarti bahwa semakin besar IMT contoh, maka semakin besar
Jumlah (%)
nilai rasio LPA/LPU.
100.0
90.0
80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
83.8
100.0
67.5
< 0.85
32.5
16.3
≥ 0.85
0.0
Kurus
Normal
Total
Status gizi
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan rasio lingkar pinggang dan pinggul
Praktik Hidup Sehat
Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna, baik
secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Hidup sehat merupakan kalimat sangat sederhana, tapi sulit
mewujudkannya, karena hidup sehat harus dari dalam diri kita sendiri untuk
menyadari arti hidup sehat itu sendiri. Sedangkan menurut UU Kesehatan No.23
tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi
(Notoatmodjo 2007).
Praktik hidup sehat merupakan semua kegiatan atau aktivitas orang
dalam rangka memelihara kesehatan.
kesehatan. Hidup sehat berkaitan dengan gaya hidup,
karena gaya hidup dapat diartikan sebagai cara seseorang menghabiskan waktu
dan uangnya. Maka gaya hidup yang sehat akan memberikan
memberikan dampak pada
kesehatan.
Kebersihan Diri
Menurut
United
Nations
Children’s
Fund
(UNICEF),
kebersihan
perorangan merupakan kebersihan dari semua bagian-bagian badan yang
meliputi wajah, rambut, kaki, tangan, kulit, telinga, gigi dan mulut yang harus
35
dibersihkan secara menyeluruh dan dengan baik. Kebersihan diri dapat
mencerminkan bahwa seseorang menghargai dirinya sendiri. Sebaran contoh
berdasarkan praktek kebersihan diri dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori praktik kebersihan diri
Status gizi
Kategori praktik kebersihan diri
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Buruk (<60%)
0
0.0
0
0.0
0
0.0
Sedang (60%-80%)
9
22.5
14
35.0
23
28.8
Baik (>80%)
31
77.5
26
65.0
57
71.2
Praktik kebersihan diri contoh sudah termasuk dalam kategori baik
(71.2%), yaitu 77.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 65.0% pada contoh
berstatus gizi normal. Praktik kebersihan contoh yang baik menunjukkan bahwa
pemahaman contoh akan hidup sehat sudah cukup baik. Praktik hidup yang
bersih akan mengurangi resiko terserang penyakit. Praktik kebersihan contoh
dapat dilihat dari kebiasaan kebersihan diri contoh (Tabel 7). Kebersihan diri
contoh dapat dilihat dari kebiasaan mandi, menggosok gigi, keramas, mengganti
pakaian dalam, mencuci tangan.
Praktik kebersihan diri contoh yang sudah baik dapat dilihat dari
kebiasaan kebersihan diri. Sebagian besar contoh mempunyai kebiasaan
menggosok gigi dua kali sehari, yaitu 39 orang contoh berstatus gizi kurus dan
40 orang contoh berstatus gizi normal. Keramas tiga kali seminggu, yaitu 36
orang contoh berstatus gizi kurus dan juga normal. Ganti pembalut tiga kali
sehari, yaitu 33 orang pada contoh berstatus gizi kurus dan 14 orang contoh
berstatus gizi normal. Mencuci tangan setelah buang air besar, 35 orang pada
contoh berstatus gizi kurus dan 37 orang contoh berstatus gizi normal.
Kebiasaan ini telah menunjukkan bahwa contoh telah berupaya agar badannya
bersih, karena badan yang bersih dapat menghindarkan dari penyakit, terutama
penyakit kulit.
36
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan kebersihan diri
Status gizi
Kebiasaan kebersihan diri
Tidak
pernah
Kurus
Kadangkadang
Selalu
Tidak
pernah
Normal
Kadangkadang
Selalu
Mencuci tangan sebelum makan
Mencuci tangan setelah buang air
besar
0
22
18
0
22
18
0
5
35
0
3
37
Mencuci tangan dengan sabun
0
25
15
0
25
15
Mandi 2 kali/hari
Memakai sabun pembersih untuk
daerah kewanitaan
0
40
0
0
39
1
12
15
13
20
6
14
Ganti pakaian dalam 2 kali/hari
0
1
39
0
1
39
Ganti pembalut 3 kali/hari
0
7
33
0
14
26
Gosok gigi 2 kali/hari
0
1
39
0
0
40
Keramas 3 kali/minggu
0
4
36
0
4
36
Berdasarkan hasil uji t-Test tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05)
praktik kebersihan diri contoh berstatus gizi kurus dan normal, analisis dengan
korelasi pearson (p.0.05) juga menunjukkan tidak adanya hubungan antara
praktik kebersihan diri dengan status gizi contoh. Hal ini menunjukkan bahwa
kebersihan diri merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu supaya
memelihara dan menjaga kesehatan agar tidak sakit. Menurut Soetjiningsih
(1995), kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya
penyakit-penyakit dan saluran pencernaan.
Tidak Merokok
Di seluruh dunia kematian tiap tahun akibat merokok sekitar 3 juta orang.
ini sama dengan satu orang mati setiap 10 detik. Semua kematian ini tidak akan
terjadi kalau setiap orang mengadakan pilihan yang benar bagi kehidupan dan
kesehatan. Berdasarkan hasil Riskesdas (2007), perokok kadang-kadang
proporsi tinggi dimulai pada kelompok umur 15-24 tahun, yaitu (1.4%) penduduk
perempuan. Sebaran contoh berdasarkan nilai skor praktek merokok, kebiasaan
merokok, dan pengetahuan dampak merokok dapat dilihat pada Tabel 9.
Hampir seluruh contoh (96.4%) tidak pernah merokok sama sekali, baik
pada contoh berstatus gizi kurus (95.0%) maupun contoh berstatus gizi normal
(97.5%). Sebanyak 3.8% contoh sebelumnya pernah merokok, yaitu 5.0% pada
contoh bersatus gizi kurus dan 2.5% contoh berstatus gizi normal (Tabel 9).
Contoh merokok karena pengaruh teman dan keinginan untuk mencoba-coba,
dan contoh berhenti merokok karena adanya dampak negatif yang ditimbulkan
37
yaitu batuk-batuk dan sesak nafas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Koalisi
Untuk Indonesia Sehat (KUIS) tahun 2007, rata-rata remaja putri mulai merokok
pada usia 15 tahun dan 20.33 % remaja putri mengaku pernah merokok meski
hanya satu isapan.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan nilai skor praktik merokok, kebiasaan
merokok, dan pengetahuan dampak merokok
Status gizi
No
1
2
3
Kategori
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Buruk
0
0.0
1
2.5
1
1.2
Sedang
0
0.0
0
0.0
0
0.0
Baik
40
100.0
39
97.5
79
98.8
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Sebelumnya pernah
2
5.0
1
2.5
3
3.8
Tidak pernah sama sekali
38
95.0
39
97.5
77
96.3
Masih merokok
0
0.0
0
0.0
0
0.0
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Gangguan jantung dan pernafasan
22
55.0
21
52.5
43
53.8
Merusak paru-paru
15
37.5
16
40.0
31
38.8
Memperpendek umur
2
5.0
1
2.5
3
3.8
Merusak saraf
1
2.5
2
5.0
3
3.8
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Nilai skor praktik merokok
Kebiasaan merokok
Pengetahuan dampak merokok
Seluruh contoh sudah mengetahui bahwa merokok dapat memberikan
dampak yang tidak bagus terhadap kesehatan. Dampak merokok menurut
contoh berbeda-beda, yaitu sebagian besar contoh (53.8%) mengartikan dampak
merokok dapat menimbulkan penyakit ganguan jantung dan pernapasan.
Sebanyak 38.8% contoh menyebutkan bahwa merokok dapat merusak paruparu, 3.8% contoh mengatakan bahwa merokok dapat memperpendek umur, dan
3.8% merokok dapat merusak saraf (Tabel 9).
Berdasarkan hasil uji Independent sample t-Test dapat diketahui tidak
terdapat perbedaan yang nyata p>0.05 praktik merokok contoh berstatus gizi
kurus dan normal, hasil analisis korelasi pearson
juga menunjukkan tidak
adanya hubungan antara praktik merokok dengan status gizi contoh p>0.05.
Penelitian yang berlangsung di AS (1994) menemukan hubungan langsung
antara keinginan menjadi langsing dan merokok di kalangan gadis remaja.
38
Sebanyak 93.)% gadis remaja yang akhirnya menjadi perokok karena ingin
menjadi langsing, dan percaya bahwa merokok dapat membantu menjaga berat
badan (Admin 2011).
Olahraga Teratur
Olahraga teratur dengan cara yang tepat akan menjaga postur tubuh
tetap langsing dan terhindar dari tumpukan lemak sumber penyakit. Orang yang
gemar berolahraga akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik, sehingga
jarang terkena serangan penyakit. Sebaran contoh berdasarkan praktik olahraga
dapat dilihat pada Tabel 10.
Praktik olahraga contoh termasuk dalam kategori buruk (61.2%), yaitu
62.5.% pada contoh berstatus gizi kurus dan 60.0.% pada contoh berstatus gizi
normal. Contoh yang memiliki praktik olahraga dalam kategori baik masih sedikit,
yaitu masing-masing pada contoh berstatus gizi kurus dan normal (12.5%) (Tabel
10).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan praktik olahraga, kebiasaan olahraga
Status gizi
Kategori
No
1
2
Kurus
Normal
Total
n
%
n
%
n
%
Buruk
25
62.5
24
60.0
49
61.2
Sedang
10
25.0
11
27.5
21
26.3
Baik
5
12.5
5
12.5
10
12.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Praktik olahraga
Kebiasaan olahraga (30 menit/sehari)
Tidak pernah
Kadang-kadang (1 kali dalam
seminggu)
2
5.0
3
7.5
5
6.3
22
55.0
22
55.0
44
55.0
Sering (2 kali dalam seminggu)
11
27.5
10
25.0
21
26.3
Selalu (3 kali dalam seminggu)
5
12.5
5
12.5
10
12.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Olahraga sangat besar manfaatnya termasuk dalam program penurunan
berat badan. Dalam menjalankan olahraga sebaiknya mengikuti tahapan
berolahraga, yaitu mulai dari pemanasan, latihan utama, pendinginan. Energi
yang dibakar untuk berbagai jenis olahraga berbeda-beda, tergantung dari lama
dan jenis olahraga itu sendiri (Sumanto 2009). Selanjutnya Khomsan (2005)
mengatakan bahwa kegiatan exercise harus dilakukan dengan prinsip FIT:
39
frequency, intensity, and time. Frekuensi artinya melakukan latihan fisik secara
teratur dengan jeda waktu yang tetap. Umumnya pakar olahraga menyarankan
frekuensi 3 kali seminggu berolahraga adalah cukup untuk menjaga kesehatan.
Intensitas latihan yang tepat penting untuk mencapai kebugaran yang optimal,
dan meluangkan waktu selama 30 menit.
Sebanyak 55.0% contoh memiliki kebiasaan kadang-kadang (1 kali dalam
seminggu) melakukan olahraga selama 30 menit dalam sehari, yaitu pada jam
olahraga sekolah, baik pada contoh berstatus gizi kurus maupun normal (55.0%).
Sebanyak 26.3% contoh sering melakukan olahraga (2 kali dalam seminggu)
selama 30 menit, dan hanya 12.5% yang selalu (3 kali dalam seminggu)
melakukan olahraga selama 30 menit. Hal ini berarti masih banyak contoh yang
belum melakukan olahraga selama 30 menit, karena menurut Sumanto (2009),
olahraga paling sedikit dilakukan selama 30 menit, 3-5 kali setiap minggu.
Olahraga atau aktivitas fisik penting untuk meningkatkan kebugaran,
mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi organ-organ seperti
jantung dan paru-paru serta mendukung petumbuhan. Olahraga tidak hanya
basket, renang, futsal, sepak bola, bulu tangkis, untuk sehat beberapa aktivitas
fisik bisa dilakukan seperti dance, breakdance, sepeda keliling kompleks (Freitag
dan Oktaviani 2010). Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan menurut contoh berstatus
gizi kurus dan normal untuk pencapaian tubuh ideal adalah jogging (67.5%), lari
(62.5%), renang (47.5%), hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Dewi
(2010) yang menyatakan bahwa jenis olahraga yang paling banyak dilakukan
oleh remaja putri dalam upaya pencapaian tubuh ideal adalah jogging, sit-up dan
renang. Berdasarkan hasil uji statistik (Independent sample t-Test), tidak terdapat
perbedaan yang nyata p>0.05 kebiasaan olahraga contoh berstatus gizi kurus
dan normal, dan hasil analisis korelasi pearson juga menunjukkan tidak adanya
hubungan antara praktik olahraga dengan status gizi contoh (p>0.05).
Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa jogging, jalan cepat, renang, senam
aerobik, dan bersepeda merupakan beberapa jenis olahraga yang dapat
dijadikan pilihan untuk menurunkan berat badan. Menurut Utomo (2005),
olahraga secara teratur yang bersifat aerobik 3-5 kali seminggu selama 15-20
menit dapat menghindari penyakit jantung koroner dan menjaga tekanan darah
tidak tinggi.
40
Suplemen
Suplemen dikonsumsi sebagai zat tambahan. Suplemen boleh dijual
secara bebas, tetapi tidak boleh dengan klaim untuk mengobati penyakit seperti
obat (Karyadi 1998). Sebaran contoh berdasarkan pengertian suplemen dapat
dilihat pada Tabel 11.
Sebagian besar (87.5%) contoh memiliki persepsi pengertian suplemen
adalah asupan gizi diluar makanan untuk kesehatan. Terdapat sebanyak 4 orang
(10.0%) contoh status gizi kurus yang tidak tahu pengertian suplemen, dan 1
orang (2.5%) contoh status gizi normal (Tabel 11).
Sebanyak 49.5% contoh selalu, baik pada contoh berstatus gizi kurus
maupun contoh berstatus gizi normal (57.5%) mengonsumsi suplemen setiap
harinya (Tabel 10). Pada dasarnya food supplement hanya menjadi kebtuhan
bagi orang yang pola makannya tidak teratur, nafsu makan kurang baik, baru
sembuh dari penyakit (Khomsan & Anwar 2008).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengertian suplemen, dan frekuensi
konsumsi suplemen
Status gizi
No
1
2
Kategori
Kurus
Normal
Total
n
%
n
%
n
%
Pengertian suplemen
Asupan gizi diluar makanan untuk
kesehatan
Obat-obatan untuk memperkuat daya
tahan tubuh
34
85.0
36
90.0
70
87.5
2
5.0
3
7.5
5
6.3
Tidak tahu
4
10.0
1
2.5
5
6.3
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Jarang (1-3 kali/mingggu)
5
12.5
11
27.5
16
20.0
Sering (4-6 kali/minggu)
12
30.0
14
35.0
26
32.5
Selalu (≥ 7 kali/minggu)
23
57.5
23
57.5
46
57.5
Frekuensi konsumsi suplemen
Dalam hasil penelitian Hayati (2002) sebesar 88.3% contoh berpendapat
bahwa
alasan
contoh
mengonsumsi
suplemen
adalah
jika
tubuh
memerlukannya. Hasil dari penelitian ini, alasan sebagian besar contoh (50.0%)
mengonsumsi suplemen adalah untuk kesehatan tubuh, sebanyak 37.5% contoh
mempunyai alasan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, masing-masing
(6.3%) contoh menngonsumsi suplemen karena disuruh orangtua, untuk
menambah nafsu makan, membantu daya ingat, dan supaya tinggi. Hal ini
41
sejalan dengan penelitian Bender et al. (1992) dan Moss et al. (1989) yang
menunjukkan bahwa individu dengan status kesehatan yang lebih baik lebih
cenderung untuk mengonsumsi suplemen dibandingkan individu dengan status
kesehatan kurang baik (Greger 2001).
Pada penelitian ini ditemukan 26 merek suplemen yang dikonsumsi oleh
contoh. Jenis dari suplemen tersebut diantaranya suplemen vitamin C, suplemen
kaya vitamin E, suplemen penambah darah, suplemen penambah nafsu makan,
suplemen peningkat stamina, serta beberapa jenis merek suplemen lainnya.
Banyaknya merek suplemen yang dikonsumsi oleh contoh disebabkan oleh
faktor promosi dan distribusi, karena Bogor berbatasan secara langsung dengan
ibukota Jakarta, sehingga mempermudah akses pemasaran produk suplemen.
Menurut Hardinsyah dan Sumarwan (2001) pemasaran produk suplemen
cenderung meningkat pesat terutama di daerah perkotaan, selain itu Kasali 1993
dalam Hayati (2002) menyatakan bahwa media cetak, diantaranya majalah
umumnya diterbitkan memuat iklan termasuk didalamnya produk suplemen.
Merek suplemen yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah
vitacimin (18.3%), enervon C (15.1%), scott emultion (9.7%), Natur E (7.5%),
CDR (6.5%), curcuma (4.3%), zevit grow (3.2%). Suplemen selain dikonsumsi
dalam satu merek, ada juga contoh yang mengkonsumsi dalam dua merek
(2.2%), diantaranya adalah cerebrovit exel, propolis, cerebrovit, ester C, klorofil,
vitalong C, habatussauda, imboost, omega 3. Terdapat 9 merek suplemen yang
masing-masing hanya dikonsumsi oleh satu orang (1.1%) contoh yaitu seven
seas, sakatonik, sari kurma, pharmaton, k-link, stimuno, bion 3, imunos,
sangobion (Lampiran 2). Hasil penelitian Stewart et al. 1985 dalam Hayati (2002)
menunjukkan bahwa sebanyak 52.4% contoh menyatakan mengonsumsi
suplemen jenis tunggal setiap hari.
Konsumsi suplemen dengan kandungan kaya vitamin C maupun kaya
vitamin E terlihat cukup tinggi, kedua jenis vitamin tersebut merupakan
antioksidan. Menurut Subarnas (2001) antioksidan adalah suatu zat yang dapat
memperlambat atau menghambat terjadinya proses oksidasi. Suplemen dengan
kandungan antioksidan umumnya mengklaim diri sebagai pil anti tua.
Makanan Sehat
Praktik makan sehat contoh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori
kurang, sedang, dan baik. Sebaran contoh berdasarkan praktek makanan sehat
dapat dilihat pada Tabel 12.
42
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan skor praktik makanan sehat
Status gizi
Skor praktik
makanan sehat
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Buruk
18
45.0
14
35.0
32
40.0
Sedang
20
50.0
18
45.0
38
47.5
Baik
2
5.0
8
20.0
10
12.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Sebanyak 47.5% contoh memiliki skor praktik makan sehat termasuk
dalam kategori sedang, yaitu 50.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 45.0%
contoh berstatus gizi normal. Skor praktik makan sehat contoh terlihat dari
jawaban yang diberikan contoh terhadap 7 pertanyaan berkaitan dengan praktik
makanan sehat (Lampiran 3).
Skor praktik makanan sehat contoh dalam kategori sedang (47.5%),
karena contoh melakukan praktik makan sehat dalam kategori sering (dilakukan
4-6 kali dalam seminggu) bukan selalu (dilakukan setiap hari dalam seminggu).
Contoh melakukan sarapan pagi 4-6 kali dalam seminggu (26.3%), yaitu 30.0%
pada contoh berstatus gizi kurus dan 22.5% berstatus gizi normal. Konsumsi
sayuran (36.2%), yaitu 32.5% contoh berstatus gizi kurus dan 40.0% berstatus
gizi normal. Konsumsi buahan (40.0%), yaitu 42.5% contoh berstatus gizi kurus
dan 37.5% berstatus gizi normal. Konsumsi daging atau ikan (45.0%), yaitu
47.5% dan 42.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan berstatus gizi normal.
Konsumsi tempe atau tahu (30.0%), yaitu 35.0% pada contoh berstatus gizi
kurus dan 25.0% berstatus gizi normal. Contoh yang minum susu 4-6 kali dalam
seminggu sebanyak 27.5%, yaitu 32.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan
22.5% berstatus gizi normal. Sebanyak 45.0% contoh tidak minum air putih 6-8
gelas tiap hari, tetapi dilakukan 4-6 kali dalam seminggu, yaitu 37.5% pada
contoh berstatus gizi kurus dan 52.5% contoh berstatus gizi normal. Praktik
makanan sehat termasuk dalam kategori sedang lebih banyak dilakukan oleh
contoh berstatus gizi kurus dibandingkan contoh berstatus gizi normal.
Berdasarkan hasil uji statistik (Independent Sample t-Test), dapat
diketahui tidak terdapat perbedaan yang nyata p>0.05 praktik makanan sehat
contoh berstatus gizi kurus dan normal. Hasil analisis korelasi pearson
menunjukkan tidak adanya hubungan antara praktik makanan sehat dengan
status gizi contoh p>0.05 (p=0.408). Skor praktik makanan sehat yang baik
43
menunjukkan bahwa pemahaman akan konsumsi makanan sehat contoh cukup
baik, akan tetapi hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik makanan
sehat contoh dalam kategori sedang. Praktik makanan sehat akan mengurangi
resiko contoh terserang penyakit. Akan tetapi, praktik makanan sehat saja tidak
cukup jika tidak didukung oleh lingkungan yang sehat. Hidup sehat tidak lepas
dari pola makan yang sehat pula. Dengan asupan gizi yang seimbang, tidak
kurang dan tidak lebih, seseorang akan memiliki tubuh yang ideal. Gizi seimbang
selain dibutuhkan untuk kesehatan, juga dapat digunakan untuk mengatasi
kekurangan dan kelebihan berat badan sehingga membentuk badan yang ideal.
Makanan yang baik dan tidak baik untuk tubuh ideal
Makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Apa yang
dimakan, itulah gambaran kesehatan tubuh. Bentuk tubuh proporsional
merupakan hal yang diinginkan oleh remaja, karena masa remaja merupakan
masa mencari identitas diri. Remaja merasa takut gemuk sehingga remaja
cenderung untuk memilih-milih makanan yang akan dikonsumsi. Pada penelitian
ini contoh diminta untuk menyebutkan lima macam makanan yang baik (good
food) dan 5 macam makanan yang tidak baik (bad food) untuk tubuh ideal.
Makanan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan
sumber zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur bagi kehidupan gizi seseorang
(Departemen Kesehatan RI 2005). Secara keseluruhan, makanan yang baik
dikonsumsi untuk tubuh ideal menurut contoh sesuai dengan Pedoman Umum
Gizi Seimbang (PUGS). Jenis makanan yang baik (good food) terdiri dari
sayuran, buahan, nasi, daging atau ikan, tempe atau tahu (Lampiran 4).
Persentase terbesar jenis sayuran yang baik (good food) untuk tubuh
ideal menurut contoh adalah wortel (37.5%) dan brokoli (25.0%), sedangkan
tauge memiliki persentase terendah (7.5%). Buahannya meliputi apel (32.5%),
dan semangka (1.3%). Menurut Garwati dan Wijayanti (2010) sayuran dan
buahan merupakan makanan utama yang dibutuhkan oleh tubuh. Serat dan
vitamin
yang
terkandung
dalam
sayuran
dan
buah-buahan
membantu
melancarkan metabolisme tubuh dan memberikan asupan vitamin secara alami.
Hal ini sesuai dengan Sumanto (2009) bahwa pada dasarnya semua sayuran
baik untuk dikonsumsi, namun ada beberapa jenis sayur yang efektif dalam
mengurangi lemak tubuh, yaitu lobak, asparagus, terung, sayuran berwarna
hijau, brokoli, bit, kentang, wortel, kubis, kembang kol, labu, selada, seledri, dan
toge.
44
Menurut Sumanto (2009) untuk menurunkan berat badan kuncinya
adalah makanan, yaitu usahakan untuk mengkonsumsi makanan yang rendah
lemak dan kandungan seratnya tinggi. Jenis makanan lainnya yang bagus untuk
tubuh ideal menurut contoh adalah nasi yang terdiri dari nasi merah (53.8%) dan
nasi putih (46.2%). Daging sapi (56.25%), ikan (26.25.25%), ayam (15.0%),
tempe (63.75%).
Secara umum pengetahuan contoh terhadap makanan yang tidak baik
untuk tubuh ideal adalah makanan cepat saji (Tabel 13). Wirakusumah (1994)
makanan cepat saji mengandung kalori tinggi (padat energi) seperti pizza,
hamburger, fried chicken, spageti, dan sebagainya yang mengandung lemak
tnggi dan gula berlebihan.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang diikuti oleh 6212 anak dan
remaja yang berumur antara 4 hingga 19 tahun, menunjukkan bahwa terdapat
30% lebih yang mengkonsumsi makanan fastfood. Berdasarkan penelitian ini,
anak yang mengonsumsi fastfood ternyata juga memperoleh energi 187 kkal
lebih tinggi, lemak 9 gram lebih tinggi, karbohidrat 24 gram lebih tinggi, gula 26
gram lebih tinggi, minuman dengan gula 228 gram lebih banyak, serat 26 gram
lebih sedikit, susu 65 gram lebih sedikit, sayur dan buah 45 gram lebih sedikit
(Freitag 2010). Penelitian ini telah membuktikan bahwa orang yang sering
mengonsumsi fastfood akan lebih banyak mendapatkan energi tetapi tidak
mendapatkan zat gizi lainnya. Hal ini menjadi alasan fastfood sering dikatakan
makanan yang tidak bergizi dan sering dikatakan sebagai junkfood atau
makanan tidak bermutu. Di dalam fastfood, terdapat kalori dalam jumlah tinggi,
lemak dan gula sederhana yang mampu meningkatkan risiko untuk menjadi
gemuk bahkan obesitas. Selain itu, kandungan vitamin yang seharusnya ada di
dalam sayur dan buah menjadi lebih jarang dikonsumsi oleh penikmat.
Menurut contoh jenis makanan tidak baik untuk tubuh ideal adalah coklat
(92.5%) dan mie instant (90.0%). Sedangkan persentase terkecil menurut contoh
adalah santan pekat yaitu 3.8%. Coklat memang merupakan makanan yang
banyak disukai. Walaupun, kandungan gula yang terdapat dalam coklat dapat
meningkatkan berat badan, merusak gigi, atau dapat menyebabkan diabetes.
Mie instan itu sendiri merupakan mie mentah yang telah mengalami pengukusan
dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan yang siap di hidangkan dengan
pengolahan yang relative singkat (Winarno 1993). Menurut Sumanto (2009) mie
45
instan merupakan makanan yang instan dan umumnya mengandung gula, garam
lemak tinggi sehingga mudah diserap oleh usus.
Tabel 13 Sebaran jenis makanan yang tidak baik untuk tubuh ideal menurut
contoh
Status gizi
Makanan yang tidak baik
Kurus
n
Total
Normal
%
n
%
n
%
1. Coklat
38
95.0
36
90.0
74
92.5
2. Mie instant
38
95.0
34
85.0
72
90.0
3. Keju
28
70.0
32
80.0
60
75.0
4. Pizza
21
52.5
25
62.5
46
57.5
5. Hamburger
18
45.0
16
40.0
34
42.5
6. Jeroan
11
27.5
9
22.5
20
25.0
7. Kentang goring
14
35.0
2
5.0
16
20.0
8. Alpukat
3
7.5
13
32.5
16
20.0
9. Sosis
2
5.0
12
30.0
14
17.5
10. Kacang-kacangan
1
2.5
7
17.5
8
10.0
11. Sarden kaleng
3
7.5
4
10.0
7
8.8
12. Spagetti
5
12.5
1
2.5
6
7.5
13. Santan pekat
2
5.0
1
2.5
3
3.8
Menurut Sumanto (2009) makanan yang baik untuk diet adalah makanan
yang menyediakan kebutuhan tubuh dengan perbandingan yang seimbang,
tetapi dengan lemak dan gula yang tinggi. Pada pelaksanaan sehari-hari
dianjurkan membatasi konsumsi makanan yang banyak memakai minyak, santan
kental, gula, dan karbohidrat. Agar tubuh seseorang ideal, lemak didalam
tubuhnya harus dalam keadaan normal. Lemak harus ada di dalam tubuh, tetapi
jangan sampai kekurangan atau berlebihan, perbanyak makan sayuran dan
buah-buahan, serta hindari cemilan yang digoreng, berasa gurih, dan manis.
Minuman yang baik dan tidak baik untuk tubuh ideal
Tubuh sehat dan bugar menjadi nilai tambah bagi penampilan setiap
remaja. Kebugaran ternyata bisa didapatkan dengan cara sederhana, salah
satunya adalah cukup mengkonsumsi cairan. Sumber asupan cairan tubuh bisa
berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi. Menurut contoh, minuman
yang baik dan yang tidak baik untuk tubuh ideal bervariasi, masing-masing
contoh menyebutkan 5 macam minuman yang baik dan 5 macam minuman yang
tidak baik untuk tubuh ideal. Jenis minuman tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.
46
Tabel 14 Sebaran jenis minuman yang baik untuk tubuh ideal menurut contoh
Status gizi
Minuman yang baik
Kurus
Normal
Total
n
%
n
%
n
%
38
95.0
38
95.0
76
95.0
a. Susu rendah lemak
31
77.5
30
75.0
61
76.3
b. Susu kedelai
11
27.5
6
15.0
17
21.3
20
50.0
22
55.0
42
52.5
a. Jus melon
9
22.5
4
10.0
13
16.2
b. Jus jeruk
11
27.5
16
40.0
27
33.8
c. Jus jambu
5
12.5
5
12.5
10
12.5
d. Jus mangga
10
25.0
6
15.0
16
20.0
e. Jus apel
4
10.0
7
17.5
11
13.8
f. Jus belimbing
1
2.5
2
5.0
3
3.8
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
5. Teh hijau
29
72.5
24
60.0
53
66.3
6. Minuman rumput laut
14
35.0
7
17.5
21
26.3
7. Minuman jahe
1
2.5
3
7.5
4
5.0
8. Beras kencur
3
7.5
0
0.0
3
3.8
9. Air kelapa
1
2.5
6
15.0
7
8.8
10. Jamu
4
10.0
6
15.0
10
12.5
11. Kunyit
5
12.5
4
10.0
9
11.3
12. Minuman lidah buaya
1
2.5
2
5.0
3
3.8
13. Jus brokoli
1
2.5
9
22.5
10
12.5
14. Minuman isotonik
1
2.5
3
7.5
4
5.0
1. Air putih
2. Susu :
3. Yoghurt
4. Jus Buahan :
Persentase terbesar minuman yang baik untuk tubuh ideal menurut
contoh adalah jus buah yaitu 100% (jus mangga, jus apel, jus melon, jus jeruk,
jus belimbing, jus jambu merah) dan air putih (95.0%). Persentase terkecil
minuman yang baik untuk tubuh ideal adalah beras kencur, minuman lidah
buaya, dan jus belimbing, masing-masing 3.8%. Jus adalah cairan dan ini
menunjukkan bahwa minum makanan ini memungkinkan tubuh untuk menyerap
nutrisi pada potensi aslinya, proses ini membantu kecepatan pencernaan dan
meningkatkan metabolisme yang sangat ideal untuk menurunkan berat badan.
Sebanyak 97.6% contoh menyebutkan bahwa susu, yang terdiri dari susu
rendah lemak (76.3%) dan susu kedelai (21.3%) merupakan minuman yang baik
untuk tubuh ideal. Minum susu sebaiknya dilakukan dipagi hari sebelum
beraktivitas. Menurut Khomsan (2003), minum susu dipagi hari sangat baik,
47
karena susu selain sebagai sumber vitamin dan mineral juga kaya akan lemak
sehingga akan relatif lebih tahan lapar.
Sebanyak 95.0% contoh mengatakan air putih merupakan minuman yang
bagus untuk tubuh ideal. Air putih merupakan jenis minuman utama yang selalu
dikonsumsi setiap hari. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
menegaskan bahwa meminum air putih bersih adalah salah satu dari menu gizi
seimbang dan menunjang kesehatan. Konsumsi air mineral disarankan minimal
setara dengan delapan gelas atau dua liter sehari (Sulistyo 2010).
Persentase tertinggi minuman yang tidak baik untuk tubuh ideal adalah
kopi (92.5%), eskrim (86.3%), dan soft drink (85.0%) (Tabel 15). Istilah soft
drink digunakan untuk menyebut minuman berkarbonasi dalam kemasan (kaleng
atau gelas), produk minuman seperti ini sudah tak asing lagi di kalangan remaja.
Soda umumnya tidak mengandung vitamin, mineral, serat, maupun protein.
Widodo (2008) menyatakan bahwa minuman ringan (soft drink) adalah minuman
yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk
bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan
lainnya, baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk
dikonsumsi. Soft drink merupakan salah satu penyebab obesitas, penyebab
kerusakan gigi bahkan diabetes. Jumlah kalori gula pada soft drink dengan
volum 300 ml setara dengan 7 sendok makan. Minuman soda bisa mengganggu
proses penyerapan dan mengacaukan rasa lapar, karena itu hindari atau kurangi
minuman yang mengandung soda, ganti dengan air biasa atau jus segar, jus
sayur atau buah segar (Sumanto 2009).
Selain itu alkohol (7.5%) juga merupakan minuman yang tidak bagus
untuk tubuh ideal. Mengkonsumsi minuman beralkohol bisa berdampak pada
fungsi hati dan organ tubuh, serta apabila dikonsumsi dalam waktu lama, akan
menyebabkan sirosis hati.
48
Tabel 15 Sebaran persepsi contoh terhadap minuman yang tidak baik untuk
tubuh ideal
Status gizi
Minuman yang tidak baik
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
a). Fanta
9
22.5
18
45.0
27
33.8
b). Coca cola
c). Sprite
19
47.5
14
35.0
33
41.3
1
2.5
7
17.5
8
10.0
Total
29
72.5
39
97.5
68
85.0
a). M-150
13
32.5
21
52.5
34
42.5
b). Extra joss
3
7.5
0
0.0
3
3.8
Total
16
40.0
21
52.5
37
46.3
40
100.0
34
85.0
74
92.5
10
25.0
11
27.5
21
26.3
1. Soft drink :
2. Minuman berenergi :
3. Kopi
4. Es blender :
- Pop ice
5. Minuman kemasan :
8
20.0
7
17.5
15
18.8
6. Sirup
- Fruitang
24
60.0
24
60.0
48
60.0
7. Es krim
33
82.5
36
90.0
69
86.3
8. Jus alpukat
36
90.0
25
62.5
61
76.3
9. alcohol
4
10.0
3
7.5
7
8.8
Persepsi Tubuh Ideal
Wirakusumah
(1994)
mengatakan
bahwa
seseorang
dikatakan
mempunyai tubuh ideal apabila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus maupun
terlalu gemuk dan terlihat serasi anatar berat badan dan tinggi badan. Pada
penelitian ini contoh mempersepsikan bentuk tubuhnya melalui gambar dengan
metode Figure Rating Scale (FRS) (Gambar 1).
Contoh berstatus gizi kurus dan normal memiliki persepsi yang sama
mengenai pengertian tubuh ideal, yaitu sebagian besar contoh (97.5%) memiliki
persepsi tentang pengertian tubuh ideal yaitu berat badan dan tinggi badan
seimbang. Selain itu contoh berstatus gizi kurus dan normal juga memiliki
pengertian tubuh ideal yaitu tinggi semampai, kurus, kulit putih dan bersih
(2.5%). Menurut Khor et al 2009 dalam Dewi (2010), persepsi tubuh adalah suatu
perasaan atau pemikiran seseorang mengenai tubuhnya serta pandangan orang
lain. Persepsi tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu perasaan dan pikiran subjektif
49
tentang tubuh, serta perasaan cemas terhadap tubuh dan perilaku atas
ketidaknyamanan terhadap tubuh (Abramson 2005 dalam Dewi 2010).
Menurut Sumanto (2009), umumnya setiap wanita ingin memiliki tubuh
yang langsing dengan bagian perut, paha, dan pinggul yang kencang. Memiliki
pinggul yang indah, berpakaian apapun akan menjadi lebih pas. Bagian tubuh
yang paling ideal menurut remaja putri dapat dilihat pada Lampiran 5. Bagian
tubuh yang paling ideal menurut remaja putri adalah perut yaitu 88.8%, pinggang
(57.5%), dan persentase terendah bagian tubuh yang paling ideal adalah pundak
(1.3%), ini berarti perut merupakan bagian yang paling banyak diperhatikan oleh
contoh untuk bisa mencapai ukuran tubuh ideal. Hal ini sejalan dengan penelitian
Bani (2002), sebanyak 67.8% contoh memilih perut sebagai bagian tubuh yang
harus lebih diperhatikan.
Gambar nomor 1-7 merupakan gambar yang dipilih contoh dalam
mempersepsikan bentuk tubuhnya saat ini (Tabel 16). Persentase terbesar
gambar yang dipilih contoh dalam mempersepsikan tubuhnya saat ini adalah
gambar nomor 4 (28.8%) dan gambar nomor 5 (26.3%). Contoh berstatus gizi
kurus (35.0%) dan normal (22.5%) memiliki persentase hampir sama dalam
memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuhnya saat ini. Begitu juga dengan pilihan
terhadap gambar nomor 5, yaitu 27.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan
25.0% berstatus gizi normal.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tubuh remaja putri saat ini
Status gizi
Kategori
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Gambar 1
0
0.0
2
5.0
2
2.5
Gambar 2
4
10.0
5
12.5
9
11.2
Gambar 3
6
15.0
10
25.0
16
20.0
Gambar 4
14
35.0
9
22.5
23
28.8
Gambar 5
11
27.5
10
25.0
21
26.3
Gambar 6
4
10.0
4
10.0
8
10.0
Gambar 7
1
2.5
0
0.0
1
1.2
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Total
Berdasarkan nilai median, persepsi contoh terhadap tubuhnya saat ini
adalah gambar nomor 4, baik pada contoh berstatus gizi kurus maupun contoh
berstatus gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi contoh terhadap
bentuk tubuhnya adalah cenderung kearah persepsi tubuh yang gemuk. Briawan
50
et al. (2008), kebanyakan remaja merasa gemuk, meskipun kenyataan ukuran
tubuhnya tidak termasuk kategori gemuk.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tubuh sehat dan kurang sehat
Status gizi
No
Kategori
Kurus
n
1
2
%
Total
Normal
n
%
n
%
Persepsi tubuh sehat
a. Gambar 2
0
0.0
1
2.5
1
1.3
b. Gambar 3
4
10.0
7
17.5
11
13.8
c. Gambar 4
27
67.5
24
60.0
51
63.8
d. Gambar 5
13
32.5
18
45.0
31
38.8
d. Gambar 6
0
0.0
1
2.5
1
1.3
a. Gambar 1
32
80.0
32
80.0
64
80.0
b. Gambar 2
10
25.0
5
12.5
15
18.8
c. Gambar 8
6
15.0
7
17.5
13
16.3
d. Gambar 9
25
62.5
25
62.5
50
62.5
Persepsi tubuh kurang sehat
Persepsi tubuh sehat menurut contoh adalah gambar dari nomor 2-6
(Tabel 17). Sebagian besar contoh memilih gambar nomor 4 (63.8%), yaitu
67.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 60.0% contoh berstatus gizi normal.
Selain itu contoh memilih gambar nomor 5 (38.8%), yaitu 32.5% lebih rendah
dibandingkan dengan contoh berstatus gizi normal (45.0%) sebagai bentuk tubuh
sehat. Hal yang sama juga ditunjukkan dengan hasil penelitian Siswanti (2007)
yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memilih gambar 3 (45%)
dan 4 (43.8%) sebagai bentuk gambar tubuh sehat. Hal ini berarti bahwa contoh
memiliki persepsi yang sama antara bentuk tubuh ideal dengan bentuk tubuh
yang sehat.
Persepsi contoh terhadap tubuh kurus, sama antara contoh berstatus gizi
kurus dan contoh berstatus gizi normal. Contoh berstatus gizi kurus dan contoh
berstatus gizi normal memilih gambar nomor 1 (80.0%). Hal ini berarti contoh
memilih bentuk tubuh sangat kurus sebagai tubuh tidak sehat.
Nilai median persepsi contoh terhadap tubuh sehat adalah gambar nomor
4 dan tubuh kurang sehat adalah gambar nomor 2, baik pada contoh berstatus
gizi kurus maupun contoh berstatus gizi normal. Persepsi contoh terhadap tubuh
saat ini sama dengan persepsi contoh terhadap tubuh sehat, baik pada contoh
berstatus gizi kurus maupun contoh berstatus gizi normal, yaitu gambar nomor 4.
51
Contoh memilih gambar bentuk tubuh ideal bagi remaja putri pada
gambar nomor 2, 3, 4, dan 5 (Tabel 18). Gambar yang paling banyak dipilih
contoh dalam mempersepsikan bentuk tubuh ideal adalah gambar nomor 4
(51.3%), yaitu 50.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 52.5% contoh
berstatus gizi normal. Selain itu contoh memilih gambar nomor 3 (31.3%)
sebagai bentuk tubuh ideal, yaitu 30.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan
32.5% contoh berstatus gizi normal. Hal yang sama juga ditunjukkan pada
penelitian Dewi (2010) yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri
memilih gambar 3 (50.6%) dan gambar nomor 4 (44.2%) sebagai gambar bentuk
tubuh ideal. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi tubuh ideal bagi contoh adalah
persepsi tubuh yang cenderung kearah kurus.
Gambar yang paling banyak dipilih contoh dalam mempersepsikan
bentuk tubuh kurus adalah gambar nomor 1 (67.4%), yaitu 77.5% pada contoh
berstatus gizi kurus dan normal, serta memilih gambar nomor 2 (27.2%) sebagai
bentuk tubuh kurus, 37.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 25.0% contoh
berstatus gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh
memilih bentuk tubuh sangat kurus sebagai bentuk tubuh tidak sehat.
Gambar yang paling banyak dipilih contoh dalam mempersepsikan
bentuk tubuh tubuh gemuk adalah semua nomor kecuali gambar nomor 2 dan 3
(Tabel 17). Persentase terbesar pada gambar yang dipilih contoh adalah gambar
nomor 6 (40.0%), yaitu 42.5% contoh berstatus gizi kurus dan 37.5% contoh
berstatus gizi normal (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi contoh
terhadap tubuh gemuk cenderung kearah persepsi tubuh yang normal.
Nilai median persepsi contoh berstatus gizi kurus maupun contoh
berstatus gizi normal terhadap tubuh kurus, gemuk, dan ideal berbeda-beda.
Nilai median persepsi contoh terhadap tubuh kurus adalah gambar nomor 1, baik
pada contoh kurus maupun pada contoh berstatus gizi normal. Persepsi contoh
terhadap tubuh gemuk adalah gambar nomor 7, baik contoh berstatus gizi kurus
maupun pada contoh berstatus gizi normal. Persepsi contoh berstatus gizi kurus
dan contoh berstatus gizi normal terhadap tubuh ideal adalah gambar nomor 4.
Persepsi contoh terhadap tubuh saat ini, tubuh sehat, dan tubuh ideal sama
antara contoh berstatus gizi kurus dan contoh berstatus gizi normal, yaitu
gambar nomor 4.
52
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan persepsi bentuk tubuh ideal, kurus, dan
gemuk
Status gizi
Kategori
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
a. Gambar 2
2
5.0
2
5.0
4
5.0
b. Gambar 3
12
30.0
13
32.5
25
31.3
c. Gambar 4
20
50.0
21
52.5
41
51.3
d. Gambar 5
6
15.0
4
10.0
10
12.5
a. Gambar 1
31
77.5
31
77.5
62
77.5
b. Gambar 2
15
37.5
10
25.0
25
31.3
c. Gambar 3
1
2.5
3
7.5
4
5.0
d. Gambar 4
0
0.0
1
2.5
1
1.3
a. Gambar 1
0
0.0
1
2.5
1
1.3
b. Gambar 4
1
2.5
0
0.0
1
1.3
c. Gambar 5
2
5.0
4
10.0
6
7.5
d. Gambar 6
17
42.5
15
37.5
32
40.0
e. Gambar 7
7
17.5
7
17.5
14
17.5
f. Gambar 8
4
10.0
8
20.0
12
15.0
g. Gambar 9
16
40.0
9
22.5
25
31.3
Ideal :
Kurus :
Gemuk :
Persepsi tubuh yang paling menarik bagi contoh dari sembilan gambar
adalah gambar nomor 2-6 (Tabel 19). Persepsi terhadap tubuh contoh saat ini
berbeda antara contoh berstatus gizi kurus dengan contoh berstatus gizi normal.
Contoh berstatus gizi kurus lebih banyak memilih gambar nomor 4 dan 5,
sedangkan contoh berstatus gizi normal memilih gambar nomor 3 dan 5.
Persepsi bentuk tubuh paling menarik bagi sebagian besar contoh adalah
pada gambar nomor 4 (61.3%) dan gambar nomor 3 (25.0%). Contoh berstatus
gizi kurus memilih nomor 4 (65.0%) dan contoh berstatus gizi normal (57.5%).
Pilihan contoh berstatus gizi kurus (20.0%) dan contoh berstatus gizi normal
(30.0%) bentuk tubuh paling menarik adalah nomor 3. Selain itu, terdapat sedikit
contoh yang memilih gambar nomor 5, 2, dan 6 yaitu sebanyak 7.5%, 5.0%, dan
1.3%. Hal ini berarti bentuk tubuh yang paling menarik bagi sebagian besar
contoh adalah bentuk tubuh yang cenderung kearah kurus.
53
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan persepsi bentuk tubuh paling menarik
dan bentuk tubuh yang menarik lawan jenis
Status gizi
No
Kategori
Kurus
n
1
2
Total
Normal
%
n
%
n
%
Persepsi bentuk tubuh paling menarik
Gambar 2
1
2.5
3
7.5
4
5.0
Gambar 3
8
20.0
12
30.0
20
25.0
Gambar 4
26
65.0
23
57.5
49
61.3
Gambar 5
4
10.0
2
5.0
6
7.5
Gambar 6
1
2.5
0
0.0
1
1.3
Persepsi bentuk tubuh yang menarik lawan jenis
Gambar 2
2
5.0
3
7.5
5
6.3
Gambar 3
10
25.0
15
37.5
25
31.3
Gambar 4
23
57.5
17
42.5
40
50.0
Gambar 5
5
12.5
5
12.5
10
12.5
Tubuh yang paling menarik lawan jenis menurut persepsi contoh adalah
adalah gambar nomor 2-5 (Tabel 19). Menurut sebagian besar contoh gambar
nomor 4 (50.0%), yaitu 57.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 42.5%
contoh berstatus gizi normal. Selain itu tubuh paling menarik lawan jenis adalah
nomor 3 (31.3%), yaitu 25.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 37.5%
contoh berstatus gizi normal. Sedangkan sisanya sebanyak 12.5% dan 6.3%
contoh memilih gambar nomor 5 dan 2. Dengan demikian persepsi bentuk tubuh
paling menarik lawan jenis juga merupakan bentuk tubuh yang cenderung kearah
kurus.
Nilai median persepsi contoh terhadap tubuh yang paling menarik dan
tubuh yang menarik lawan jenis sama antara contoh berstatus gizi kurus dan
contoh berstatus gizi normal, yaitu gambar nomor 4. Persepsi contoh terhadap
tubuh yang paling menarik, tubuh yang menarik lawan jenis sama dengan
persepsi contoh terhadap tubuh saat ini, tubuh sehat, dan tubuh ideal, yaitu
gambar nomor 4.
Tabel 19 menunjukkan jenis persepsi tubuh contoh yang diukur dengan
cara
membandingkan kategori status gizi contoh saat ini yang diukur
berdasarkan IMT/U dengan persepsi tubuh contoh saat ini. Contoh dikatakan
memiliki persepsi negatif apabila persepsi contoh terhadap tubuhnya saat ini
berbeda dengan status gizi contoh saat ini berdasarkan kategori IMT/U, dan
contoh memiliki persepsi tubuh positif apabila persepsi contoh terhadap
54
tubuhnya saat ini sama dengan hasil dari kategori status gizi contoh saat ini
berdasarkan kategori IMT/U.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis persepsi terhadap tubuh
Status gizi
Persepsi tubuh
Kurus
Total
Normal
n
%
n
%
n
%
Positif
10
25.0
16
40.0
26
32.5
Negatif
30
75.0
24
60.0
54
67.5
Total
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Sebagian besar contoh (75.0%) memiliki jenis persepsi tubuh negatif,
yaitu pada contoh berstatus gizi kurus (Tabel 20). Sisanya adalah contoh
berstatus gizi normal (60.0%). Sedangkan contoh yang memiliki persepsi tubuh
positif yaitu 25.0% pada contoh berstatus gizi kurus dan 40.0% contoh berstatus
gizi normal. Menurut Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa pada masa remaja
hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya terutama pada remaja
putri, sehingga hal ini menyebabkan adanya persepsi negatif terhadap bentuk
tubuhnya.
Contoh lebih banyak memiliki persepsi tubuh
negatif dibandingkan
dengan contoh yang memiliki persepsi tubuh positif terhadap bentuk ukuran
tubuhnya saat ini. Contoh merasa gemuk dan ideal, meskipun kenyataannnya
ukuran tubuhnya tidak pada kategori gemuk dan ideal. Sebaliknya contoh
merasa kurus, dan gemuk, meskipun kenyataannya ukuruan tubuh contoh tidak
pada kategori kurus dan gemuk tetapi sudah normal.
Persepsi tubuh negatif terlihat dari hampir sebagian besar contoh (76.3%)
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan tubuhnya saat ini. Dengan demikian,
sebagian besar contoh merasa tidak puas terhadap bentuk tubuhnya saat ini dan
mengingginkan bentuk tubuh yang lebih kurus, serta ingin memiliki tubuh yang
lebih tinggi dari tubuhnya saat ini. Menurut Willet (2007) dalam Dewi (2010),
masalah persepsi tubuh banyak terjadi terutama pada masa remaja. Remaja
merupakan suatu periode dimana terjadi perubahan yang cepat pada tubuh.
Perubahan yang terjadi secara alami dapat membuat remaja merasa tidak puas
terhadap bentuk tubuhnya.
Contoh memilih gambar nomor 2-5 untuk mempersepsikan bentuk tubuh
yang diharapkan oleh dirinya sendiri (Tabel 21). Gambar yang paling banyak
dipilih contoh adalah gambar nomor 3 (42.5%) dan gambar nomor 4 (41.3%).
55
Gambar nomor 3 sebagai bentuk yang diharapkan oleh diri sendiri oleh contoh
berstatus gizi kurus (35.0%) lebih sedikit dibandingkan contoh berstatus gizi
normal (50.0%). Sebaliknya, contoh berstatus gizi kurus (50.0%) lebih banyak
dibandingkan contoh berstatus gizi normal (32.5%) memilih nomor 4 sebagai
bentuk tubuh yang diharapkan oleh diri sendiri.
Bentuk tubuh yang diharapkan dari keluarga contoh sendiri adalah
gambar nomor 4 (47.5%), dan gambar nomor 3 (23.8%). Gambar nomor 4
sebagai bentuk tubuh yang diharapkan oleh keluarga lebih banyak dipilih oleh
contoh berstatus gizi kurus (57.5%) dibandingkan contoh berstatus gizi normal
(37.5%). Sedangkan gambar nomor 3, lebih banyak dipilih oleh contoh berstatus
gizi normal (30.0%) dibandingkan contoh berstatus gizi kurus (17.5%).
Bentuk tubuh yang diharapkan oleh teman-teman contoh adalah gambar
nomor 4 (46.3%) dan gambar nomor 3 (35.0%). Contoh berstatus gizi kurus dan
normal memiliki persepsi yang berbeda, yaitu contoh berstatus gizi kurus (55.0%)
memilih gambar nomor 3 dan contoh berstatus gizi normal (37.5%) memilih
gambar nomor 4 sebagai bentuk tubuh yang diharapkan oleh teman-teman. Hal
ini menunjukkan bahwa antara bentuk tubuh yang diharapkan oleh contoh,
keluarga contoh, dan teman-teman contoh sama yaitu gambar nomor 3 dan
gambar nomor 4.
Nilai median persepsi terhadap tubuh yang diharapkan oleh contoh
berstatus gizi kurus adalah gambar nomor 4, sedangkan tubuh yang diharapkan
oleh contoh berstatus gizi normal adalah gambar nomor 3. Persepsi contoh
terhadap tubuh yang diharapkan oleh keluarga adalah gambar nomor 4, baik
contoh berstatus gizi kurus maupun contoh berstatus gizi normal. Persepsi
contoh berstatus gizi kurus dan contoh berstatus gizi normal sama terhadap
tubuh yang diharapkan oleh teman-teman, yaitu gambar nomor 4. Ini berarti
contoh berstatus gizi normal memiliki persepsi yang berbeda dengan keluarga
dan teman-teman terhadap tubuh yang diharapkannya.
56
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tubuh yang diharapkan oleh
contoh, keluarga contoh, dan teman-teman contoh
Status gizi
No
1
2
Kategori
Total
Normal
N
%
n
%
n
%
a. gambar 2
1
2.5
2
5.0
3
3.7
b. gambar 3
14
35.0
20
50.0
34
42.5
c. gambar 4
20
50.0
13
32.5
33
41.3
d. gambar 5
Total
5
12.5
5
12.5
10
12.5
40
100.0
40
100.0
80
100.0
0
0.0
2
5.0
2
2.5
Contoh :
Keluarga contoh :
a. gambar 2
3
Kurus
b. gambar 3
7
17.5
12
30.0
19
23.8
c. gambar 4
23
57.5
15
37.5
38
47.5
d. gambar 5
8
20.0
9
22.5
17
21.2
e. gambar 6
Total
2
5.0
2
5.0
4
5.0
40
100.0
40
100.0
80
100.0
0
0.0
1
2.5
1
1.3
Teman-teman contoh :
a. gambar 1
b. gambar 2
0
0.0
1
2.5
1
1.3
c. gambar 3
12
30.0
16
40.0
28
35.0
d. gambar 4
22
55.0
15
37.5
37
46.3
e. gambar 5
Total
6
15.0
7
17.5
13
16.3
40
100.0
40
100.0
80
100.0
Berdasarkan hasil penelitian ini persepsi tubuh contoh dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, diantaranya adalah dari dalam diri sendiri (ukuran tubuh
yang meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang dan pinggul) dan faktor
eksternal yaitu keluarga, teman, lawan jenis. Selain itu berdasarkan hasil
penelitian Dewi (2010), media massa merupakan salah satu faktor yang juga
mempengaruhi persepsi tubuh remaja.
Menurut Andea (2010), adanya
hubungan dengan orang lain membuat seseorang cenderung membandingkan
diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi persepsi diri
termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik.
Dengan demikian interaksi dengan orang lain juga merupakan salah satu hal
yang berperan penting dalam pembentukan persepsi tubuh.
57
Upaya Pencapaian Tubuh Ideal
Wirakusumah (1994), pada dasarnya berat badan secara alami dapat
diturunkan antara lain membatasi atau mengurangi pemasukan energi melalui
makanan yang termasuk kedalam tubuh, meningkatkan pengeluaran energi dari
tubuh dengan jalan meningkatkan aktifitas fisik, atau dengan mengkombinasikan
keduanya. Cara tersebut sangat sederhana dan kelihatan mudah, namun pada
kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan karena dibutuhkan motivasi dan
pengendalian diri yang kuat.
Upaya pencapaian tubuh ideal yang dilakukan untuk menurut contoh
dibagi menjadi 9 kelompok kategori, yaitu melalalui makanan, olahraga,
suplemen, makanan + olahraga, makanan + suplemen, olahraga + suplemen,
minum susu + olahraga, minum susu + suplemen + olahraga, makanan + minum
susu + suplemen. Pada Gambar 4 dapat diketahui upaya pencapaian tubuh ideal
yang paling banyak dilakukan oleh contoh adalah melakukan melalui makanan
(41.3%), yaitu 42.5% pada contoh berstatus gizi kurus dan 40.0% contoh
Jumlah (%)
berstatus gizi normal.
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
42.5
40.0
32.5
22.5
20.0
15.0
7.5
2.5
2.5
0.0
2.5
0.0
5.0
0.0
5.0
0.0
2.5
0.0
minum
makanan
makanan
minum
makanan
olahraga+
susu+supl +minum
+supleme
susu+olah
+olahraga
suplemen
emen+ola susu+supl
n
raga
hraga
emen
makanan
olahraga
suplemen
Kurus
42.5
22.5
2.5
20.0
2.5
2.5
5.0
0.0
2.5
Normal
40.0
15.0
7.5
32.5
0.0
0.0
0.0
5.0
0.0
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan upaya pencapaian tubuh ideal
Upaya pencapaian tubuh ideal (Tabel 22) yang dilakukan menrut contoh
melalui makanan adalah dengan melakukan diet (48.1%), baik pada contoh
berstatus gizi kurus (66.6%) maupun pada contoh berstatus gizi normal (33.3%).
Hawks dalam Andea (2010) menyatakan bahwa perilaku diet adalah usaha sadar
seseorang dalam membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan
58
dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan. Selain itu,
upaya pencapaian tubuh ideal lainnya melalui makanan adalah dengan makan
makanan bergizi (26.2%), makan teratur (25.9%), dan membatasi porsi makan
(20.4%).
Sejauh ini hasil penelitian menunjukkan semua contoh melakukan upayaupaya pencapaian tubuh ideal dengan benar, tidak terdapat contoh yang
melakukan upaya-upaya pencapaian tubuh ideal dengan cara yang salah seperti
meminum obat pencuci perut, obat pelangsing, memintahkan makanan yang
sudah dimakan (bulimia), sedot lemak. Bulimia cenderung mengkonsumsi
makanan yang disukai dan membatasi makanan yang dimakan. Makanan yang
dikonsumsi tidak dibatasi, namun makanan yang telah dimakan akan
dimuntahkan. Sehingga terhindar dari gemuk dan menjadi kurus tanpa menahan
keinginan untuk makan. Metode penurunan berat badan melalui sedot lemak
tidak menimbulkan bekas operasi dan tidak merusak pembuluh darah, namun
tindakan pembedahan memiliki dampak bagi kesehatan yaitu terjadinya
komplikasi setelah pembedahan, seperti penyakit dalam pembuluh darah,
penyakit infeksi, batu empedu, kegagalan ginjal, serta kemungkinan terjadi
malnutrisi dan kekurangan serat (Wirakusumah 1994).
Tabel 22 Upaya pencapaian tubuh ideal melalui makanan
Status gizi
Upaya pencapain tubuh ideal
melalui makanan
Kurus
n
Total
Normal
%
n
%
n
%
Diet
16
66.7
10
33.3
26
48.1
Makan makanan bergizi
7
29.2
14
46.7
21
26.2
Makan teratur
7
29.2
7
23.3
14
25.9
Membatasi porsi makan
Mengurangi makanan berlemak dan
berminyak
6
25.0
5
16.7
11
20.4
4
16.7
2
6.7
6
11.1
Tidak makan malam dan mengurangi ngemil
0
0.0
2
6.7
2
3.7
Total
24
100.0
30
100.0
54
87.3
Makanan yang bagus menurut contoh untuk tubuh ideal adalah jenis
sayuran dan buah-buahan (Lampiran 4). Sayuran terdiri dari wortel (37.5%) dan
brokoli (25.0%), buah-buahan terdiri dari apel (32.5%) dan jeruk (26.3%).
Upaya pencapaian tubuh ideal melalui makanan+olahraga (26.3%), yaitu
20.0% dilakukan oleh contoh berstatus gizi kurus dan 32.5% oleh contoh
berstatus gizi normal. Olahraga yang paling baik dilakukan untuk pencapaian
59
tubuh ideal menurut contoh adalah adalah jogging, lari, renang (Lampiran 1).
Tidak jauh berbeda dengan penelitian Marasabessy (2006) yang menyatakan
bahwa jenis olahraga yang paling banyak dilakukan oleh remaja dalam hal upaya
pencapaian tubuh ideal adalah jogging, skipping, dan sit-up. Hal ini sejalan
dengan
Wirakusumah
(1994)
yang
menyatakan
bahwa
jogging,
jalan
cepat,renang, senam aerobik, bersepeda merupakan beberapa jenis olahraga
yang dapat dijadikan pilihan untuk menurunkan berat badan. Menurut Sumanto
(2009), melakukan olahraga secara rutin dan sesuai dengan kemampuan tubuh
dapat membantu program diet, mengurangi rasa lapar, dan membentuk tubuh
ideal.
Download