KAJIAN I MANAJEMEN KONFLIK A. Pengertian Istilah konflik

advertisement
KAJIAN I
MANAJEMEN KONFLIK
A. Pengertian
Istilah konflik berasal dari kata kerja Latin, confligere, yang berarti saling
berbenturan
atau
semua
bentuk
benturan,
tabrakan,
ketidaksesuaian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang
antagonistis atau saling bertentangan (Kartono, 2012: 245). Kata tersebut diserap
ke dalam bahasa Inggris menjadi conflict, yang berarti a fight, a collision, a
struggle, a controversy, an opposition of interest, opinions of purposes (Umam,
2012: 261). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwodarminto,1976:519),
kata konflik berarti pertentangan atau percecokan. Sedangkan dalam organisasi
istilah konflik menjadi konflik organisasi. (Umam, 2012: 261).
Para pakar telah mengemukakan berbagai definisi mengenai konflik dengan
perspektif yang berbeda. Stoner (dalam Sujito, 2012) mendefinisikan konflik
sebagai:"Organizational conflict is a desagrement between two or more
organization members or groups arising the fact that they must share scare
resources or work activities and / or from the fact that they hove defferent statuses,
goals, values, or perceptions". Senada dengan pendapat tersebut DiGirolamo
(dalam Wirawan, 2010: 5), mendefinisikan konflik sebagai:“Conflict is a process
that begins when an individual or group perceives differences and oposition
between itself and another individual or group about interest and resources,
beliefs, values, or practice that matter to them”.
Selanjutnya Deutsch (1973), Gaski (1984), Stern, El-Ansary, and
Coughlan (1996) in Bradford (2003) merumuskan konflik: Conflict is defined as
the behaviors or feelings of interdependent parties in response to potential or
actual obstructions that impede one or more osf the parties achieving their goals.
Luthans (1985) dalam Umam (2012: 262) mendefinisikan konflik: the
condition of objective compatibility between values or goals, as the behavior or
deliberately interfering with another’s goal achievement, and emotional in terms
of hostility. Swamstrom and Weismann,(2005)mengemukakan: Conflict is the
result of opposing interests involving scarce resources, goal divergence and
frustration.
Menurut Soetopo (2012: 267) Konflik adalah suatu pertentangan dan
ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, social,
dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen dan emosional.
Winardi (2012: 384) merumuskan konflik sebagai situasi dimana terdapat
adanya tujuan-tujuan, kognisi-kognisi atau emosi-emosi yang tidak sesuai satu
sama lain, pada diri individu-individu atau antara individu-individu yang
kemungkinan menyebabkan timbulnya pertentangan atau interaksi yang bersifat
antogonistik. Sejalan dengan itu Kurniadin dan Machali (2012: 263)
mengemukakan konflik dapat diartikan sebagai suasana batin yang berisi
kegelisahan karena pertentangan dua kepentingan atau lebih, yang mendorong
seseorang berbuat suatu kegiatan yang saling bertentangan atau antagonistic
antara dua pihak atau lebih.
Hardjana dalam Wahyudi (2011:18) konflik adalah perselisishan,
pertentangan antara dua orang/dua kelompok dimana perbuatan yang satu
berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau kedunya saling
terganggu. Sedangkan Aldag dalam Wahyudi (2011:18) mengartikan konflik
adalah ketidak sepahaman antara dua atau lebih individu/kelompok sebagai akibat
dari usaha kelompok lainnya mengganggu pencapaian tujuan.
International Encyclopaedia of The Social Sciences Vol. 3 dalam
Unwanullah (2012) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi,
yakni ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak; di
mana tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan,
satu komunitas, atau mungkin satu lapisan kelas sosial pendukung ideologi
tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa, atau satupemeluk agama
tertentu.
Selanjutnya, Rahim (2002, p. 208) dalam Wikipedia mendefinisikan
manajemen konflik sebagai: Conflict management is the process of limiting the
negative aspects of conflict while increasing the positive aspects of conflict, dan
Azem, (2005) merumuskan Conflict management covers every action taken by the
parties to the conflict to handle the situation.
Khayati (2013) mengemukakan bahwa manjemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) dalam William (2001: 247), manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama
dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau
pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk
perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan
penafsiran terhadap konflik.
Wirawan (2010: 129) mendefinisikan manajemen konflik sebagai proses
pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan
menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang di
inginkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
manajemen konflik adalah penerapan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik maupun pihak lain yang tidak terlibat, dalam
menghadapi/mengendalikan suatu konflik yang timbul dalam suatu organisasi
dalam rangka mengarahkan perselisihan untuk menghasilkan resolusi yang
diinginkan sehingga tercapai tujuan organisasi.
Selanjutnya dari definisi-definisi tersebut, terdapat sejumlah kata kunci
dalam manajemen konflik yang perlu digarisbawahi, yaitu: a) Pihak yang terlibat
konflik. Manajemen konflik dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik atau pihak
lain, b) Strategi konflik. Manajemen konflik merupakan proses penyususnan
strategi
konflik
sebagai
rencana
untuk
memanajemi
konflik,
c)
Menghadapi/mengendalikan konflik. Pihak yang menghadapi konflik, manajemen
konflik merupakan aktivitas mengendalikan konflik, demi menciptakan keluaran
konflik yang menguntungkan, d) Resolusi konflik, jika manajemen konflik
bertujuan untuk mencari solusi yang diterima oleh masing-masing pihak. e)
Kemampuan beradaptasi. Organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkunagn eksternal maupun lingkungan internalnya,
dan f) Memfokuskan pada tujuan. Aktivitas dan anggota organisasi yang sehat
akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan.
Persepsi seseorang terhadap konflik dilatarbelakangi oleh pengalaman
dalam mengelola organisasi, tingkat pendidikan, dan pengaruh lingkungan social.
Stoner dan Freeman(1989:392) dalam Umam (2012:264) membagi pandangan
konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan
pandangan modern (Current View). Perbedaan pandangan tersebut disajikan
dalam table di bawah ini.
Table pandangan tradisional dan modern tentang konflik
Pandangan tradisional
Pandangan Modern
Konflik dapat dihindari
Konflik tidak dapat dihindari
Konflik disebabkan oleh kesalahan Konflik
disebakan
manajemen dalam merancang dan factor,seperti
memimpin organisasi
oleh
struktur
banyak
organisasi,
perbedaan tujuan, persepsi, dan nilainilai
Konflik mengacaukan organisasi
Konflik mengurangi kinerja organisasi
dalam pelbagai tingkatan
Manajemen bertugas mengeliminasi Manajemen bertugas mengelola dan
konflik
mengatasi konflik sehingga tercapai
kinerja yang optimal
Untuk mencapai kinerja yang optimal Untuk mencapai kinerja yang optimal
konflik harus dihilangkan
membutuhkan tingkat konflik yang
moderat
Robbin (1996: 431) dalam Wahyudi (2011:15) membagi transisi pemikiran
tentang konflik ke dalam tiga fase, yaitu: 1)Pandangan tradisional (The
Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu
hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap
terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan; 2)Pandangan hubungan manusia (The
Human Relation
View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi.
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam
kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang
bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain,
konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan
di dalam tubuh kelompok atau organisasi; dan 3) Pandangan interaksionis (The
Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau
organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif,
tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota
di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Sedangkan jika dilihat dari faktor penyebab konflik, menurut Robins
dalam
Umam
(2012:267),
konflik
muncul
karena
ada
kondisi
yang
melatarbelakanginya (antecedens condition). Kondisi tersebut yang juga disebut
sumber terjadinya konflik, terdiri atas tiga kategori, yaitu: komunikasi, struktur,
dan variabel pribadi.
B. Tujuan
Walton, R.E. 1987:79; Owens,R.G.,1991dalam Wahab (2011: 356),
mengemukakan: Tujuan manajemen konflik untuk mencapai kinerja yang optimal
dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat
konflik yang merugikan.
Fisher (2000) dalam Thontowi mengemukakan Pengelolaan konflik
bertujuan untuk mengembangkan dan memberikan serangkaian pendekatan,
alternatif untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong
perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
Wikipedia (2012) merumuskan tujuan manajemen konflik sebagai: The
aim of conflict management is to enhance learning and group outcomes, including
effectiveness or performance in organizational setting.
Wirawan (2010:132) menyatakan, tujuan manajemen konflik adalah
sebagai berikut:
1. Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan diri pada
visi,misi dan tujuan organisasi.Organisasi yang mapan memiliki visi, misi, dan
tujuan yang strategis.Ketiganya harus dicapai atau direalisasikan dengan cara
yang sistematis dan dalam suatu kurun waktu yang direncanakan. Konflik
dapat mengganggu perhatian serta mengalihkan energy dan kemampuan
anggota organisasi untuk mencapai, visi,misi, dan tujuan. Jika tidak
dimanajemeni dengan baik, konflik dapat berkembang menjadi konflik
destruktif.
2. Memahami orang lain dan mneghormati keberagaman.Dalam menjalankan
tugasnya, seorang anggota organisasi tidak mungkin bekerja sendiri, tetapi
memerlukan bantuan rekan lainnya.Ia harus berkomunikasi dengan baik pada
rekannya.Untuk itu ia harus memahami karakteristik rekan kerjanya yang
memiliki berbagai perbedaan, seperti suku, agama, bahasa, pribadi, perilaku,
pola pikir, dan sebagainya.
3. Meningkatkan kreativitas
Konflik di tempat kerja
dapat dimanajemi untuk menciptakan
kreatifitas dan inovasi, serta mengembangkan produktivitas.
4. Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran
berbagai informasi dan sudut pandang. Seringkali konflik yang terjadi
berkaitan dengan keputusan yang harus diambil oleh organisasi. Keputusan
yang diambil kemungkinan besar akan salah atau tidak bijak bagi organisasi
jika tidak berdasarkan pengembangan dan pemilihan alternative berdasarkan
informasi yang akurat. Konflik atau perbedaan pendapat memfasilitasi
terciptanya berbagai alternative keputusan dan penggunaan informasi yang
akurat untuk memilih salah satu alternative yang terbaik.
5. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama,
dan kerja sama.
Konflik harus mampu mengooptasi dan menciptakan pygmallion effect
bagi anggota organisasi. Mengooptosasi adalah mengikutsertakan anggota
organisasi dalam perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi aktivitas organisasi,
dan pygmallion effect adalah membesarkan hati para anggota organisasi bahwa
mereka mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk ikut serta dalam
pencapaian tujuan organisasi.
6. Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
Organisasi yang mapan dapat belajar dari berbagai situasi konflik yang
dihadapi. Dari pembelajaran tersebut, prosedur dan mekanisme penyelesaian
konflik
dikembangkan,
dan
jika
prosedur
tersebut
dapat
berhasil
menyelesaikan konflik , maka akan digunakan secara berulang, sehingga akan
menjadi norma budaya organisasi.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan tujuan manajemen
konflik adalah sebagai berikut:
1. Memelihara konflik agar berkembang menjadi konflik fungsional
2. menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif
bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Meningkatkan efektivitas organisasi
4. Mencegah adanya gangguan dalam mencapai tujuan organisasi
5. Memahami orang lain dan menghormati keberagaman
6. Meningkatkan kreatifitas
7. Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran
berbagai informasi dan sudut pandang
8. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman
bersama, dan kerja sama.
9. Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
C. Fungsi
Harjana (1994) dalam wahab (2011:356) mengemukakan
manajemen
konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga
hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik.
Rahim (2011) dalam Setabasri (2011) merumuskan fungsi konflik adalah
sebagai berikut :
1. Konflik merangsang inovasi, kreativitas, dan perubahan
2. Proses pembuatan keputusan dalam organisasi akan terimprovisasi
3. Solusi alternatif atas satu masalah akan ditemukan
4. Konflik membawa solusi sinergis bagi masalah bersama
5. Kinerja individu dan kelompok akan lebih kuat
6. Individu dan kelompok dipaksa untuk mencari pendekatan baru
atas masalah
7. Individu dan kelompok perlu lebih mengartikulasi dan
menjelaskan posisi mereka.
D. Prinsip-prinsip
Sutopo (2010:282) mengemukakan ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan para manajer, organisator, atau pemimpin dalam melaksanakan
manajemen konflik, antara lain:
1. Perlakukanlah secara wajar dan alamiah
Konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah
sebagai sesuatu yang wajar dan alamiah. Konflik kini menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari organisasi, tak perlu dihindari tetapi harus dihadapi pimpinan
melalui manajemen konflik.Oleh karena itu pelaksanaan manajemen konflik perlu
dilakukan secara wajar dan alamiah sebagaimana pelaksanaan manajemen bidang
lainnya.
2. Konflik merupakan dinamisator organisasi.
Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik berarti diam, statis, dan tidak
mencapai kemajuan yang diharapkan. Namun demikian konflik harus ditata
sedemikian rupa agar dinamika yang terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu
yang positif untuk menghsilkan perubahan sekaligus mendukung perkembangan
dan pencapaian tujuan pendidikan.
3. Media pengujian kepemimpinan
Kepemimpinan tidak hanya diuji ketika membawa anggota mencapai
tujuan
berdasarkan
rutinitas
tugas
formal
belaka.Kepemimpinan
yang
bersangkutan akan lebih teruji apabila menghadapi konflik.
4. Fleksibilitas strategi
Strategi manajemen konflik yang digunakan oleh pemimpin adalah
fleksibel, artinya pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung
,pada: (1) jenis materi koflik dan sumber penyebabnya, (2) karakteristik pihakpihak yang berkonflik, (3)sumber daya yang dimiliki, (4) kultur masyarakat dan
iklim organisasi, (5) antisipasi dampak konflik, dan (6) intensitas dan keluasan
konflik
KAJIAN II
JENIS-JENIS KONFLIK
Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya
pihak-pihak yang berkonflik,
posisi seseorang dalam organisasi, dan
sebagainya.Dari segi fungsi Robins (1996) dalam Umam (2012: 265) dan Gibson,
Ivance vich,dan Donelly (1996:439) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
a) konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan dan
memperbaiki kinerja kelompok, b) konflik disfungsional adalah konflik yang
merintangi pencapaian tujuan kelompok. Konflik fungsional adalah sebuah
konfrontasi diantara kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi.
Sebagai contoh, dua departemen di sebuah rumah sakit berselisih tentang metode
yang paling efisian dalam pemberian perawatan kesehatan kepada keluargakeluarga kurang mampu. Kedua belah pihak setuju pada tujuannya tetapi tidak
pada cara-caranya, tetapi apapun hasilnya keluarga kurang mampu mendapat
perawatan kesehatan yang lebih baik.Konflik disfungsional adalah setiap
konfrontasi atau interaksi diantara kelompok yang merugikan organisasi atau
merintangi jalannya organisasi. Manajemen harus berusaha untuk menghilangkan
konflik jenis ini.
Kriteria yang menunjukkan apakah konflik tergolong konflik fungsional
atau konflik disfungsional dilihat dari dampak konflik terhadap kinerja kelompok.
Jika dampak konflik dapat meningkatkan kinerja kelompok,meskipun kurang
memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut tergolong fungsional. Sebaliknya
bila konflik hanya memuaskan individu maka tergolong konflik disfungsional.
Soetopo (2012:274) membagi konflik juga menjadi dua, yaitu: 1) konflik
konstruktif dan konflik destruktif. Konflik konstruktif adalah konflik yang
memiliki
nilai
positif
bagi
pengembangan
organisasi,
misalnya
dapat
meningkatkan kinerja organisasi.dengan kata lain adanya konflik justru
mendatangkan manfaat. Sedangkan konflik destruktif adalah konflik yang
memiliki nilai negative bagi organisasi. Dengan konflik mendatangkan kerusakan
bagi organisasi.
Berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi, Kurniadin dan
Machali (2009:269) membagi jenis konflik
menjadi empat macam, yaitu:
a)Konflik verikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi; b) Konflik horizontal, yaitu konflik
yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan sama; c) Konflik garis-staf,
yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi
komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasihat dalam
organisasi; d) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang
mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
Berdasarkan pihak yang berkonflik Stoner dan Freeman (1989:393) dalam
Umam (2012:266) membagi konflik menjadi enam, yaitu:1) konflik dalam diri
individu.Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuan, 2)
konflik antar individu. Konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian antara
individu yang satu dengan individu yang lain; 3) konflik antar idividu dalam
kelompok. Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok tempat ia bekerja; 4) konflik antar kelompok dalam organisasi.Konflik
ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya; 5) konflik antar organisasi. Konflik
ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak
negative bagi organisasi lainnya: dan 6) konflik antar individu dalam organisasi
yang berbeda. Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota
suatu organisasi yang berdampak negative bagi anggota organisasi lain.
Soekanto (1981) dalam Wahab (2006: 347) membagi konflik menjadi
lima, yaitu: 1) konflik pribadi, 2) konflik rasial, 3) konflik antar kelas-kelas social,
4) konflik politik antar golongan-golongan dalam masyarakat, dan 5) konflik
berskala internasional antar Negara.
Senada dengan pendapat tersebut Wankel yang dikutip oleh Winardi
(2004:37) membagi tipe-tipe konflik menjadi lima, yaitu: 1) konflik dalam diri
individu, 2) konflik antar individu-individu dalam organisasi, 3) konflik antar
individu-individu dan kelompok, 4) konflik antar kelompok-kelompok dalam
organisasi, dan 5) konflik antara organisasi-organisasi dalam ruang lingkup
ekonomi di Amerika Serikat dan banyak Negara lain.
Mastenbroek (1987) dalam Soetopo (2012:275) membagi konflik menjadi
empat
jenis,
yaitu:1)
instrumental
conflict.
Terjadi
karena
adanya
ketidaksepakatan komponen organisasi dan proses pengoperasiannya; 2) socioemotional conflict.Konflik ini berkaitan dengan identitas, emosi, citra diri,
prasangka, kepercayaan, rasa terikat dan identifikasi kelompok; 3) negotiating
conflicts.
Konflik
ini
merupakan
ketegangan-ketegangan
yang
muncul
saatterjadinya
proses
negosiasi,
misalnya
saat
membagi
uang,barang
dansebagainya; dan 4) power and dependency conflict. Konflik ini merupakan
konflik kekuasaan dan kebergantungan berkaitan dengan persaingan dalam
organisasi, misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis,
tanggung jawab, peranan, control, dan sebagainya.
Wirawan (2006:55) mengelompokkan konflik berdasarkan jumlah orang
yang terlibat konflik, yaitu konflik personal dan konflik interpersonal. Konflik
personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang individu, karena harus
memilih sejumlah alternative pilihan yang ada atau karena mempunyai
kepribadian ganda. Konflik ini dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) konflik
pendekatan ke pendekatan (approach to approach conflict). Konflik yang terjadi
karena harus memilih dua alternative yang berbeda, tetapi sama-sama menarik
atau sama baik kualitasnya, sebagia contoh seorang lulusan SMA harus memilih
dua universitas negeri yang sama kualitasnya ; b) Konflik menghindar ke
menghindar (avoidance to avoidance conflict ). Konflik yang terjadi karena harus
memilih alternative yang sama-sama harus dihindari.Sebagi contoh, seseorang
harus memilih apakah harus menjual mobil untuk dapat kuliah atau tidak menjual
mobil tetapi tidak bias kuliah; c) Konflik pendekatan ke menghindar (approach to
avoidance conflict). Konflik yang trejadi karena seseorang mempunyai perasaan
positip dan negative terhadap sesuatu hal yang sama. Sebagai conyoh, Amin
mengambil telpon untuk menyatakan cinta kepada Aminah, tetapi ia takut
cintanya ditolak. Oleh karena itu ia tutup kembali telponnya.
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi dalam suatu organisasi
atau konflik di tempat kerja. Konflik interpersonal adalah konflik pada suatu
organisasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling tergantung dalam
melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.Konflik interpersonal
terdapat dalam tujuah macam bentuk. Berikut adalah ketujuah macam bentuk
tersebut: a) Konflik antar manajer, b) konflik antara pegawai dan manajer, c)
konflik hubungan industrial, d) konflik antar kelompok kerja, e) konflik antara
anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya, f) konflik interes (conflict of
onterest), dan h) konflik antara organisasi dan pihak diluar organisasi.
Wirawan (2009:62) juga membagi konflik berdasarkan bidang kehidupan
yang menjadi obyek konflik. Namun sering kali, suatu jenis konflik tidak berdiri
sendiri, melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah aspek kehidupan
lain.Berikut adalah contoh-contoh konlfik multidimensi yang dialami Indonesia,
yaitu: 1) konflik ekonomi. Konflik ekonomi adalah perebutan sumber-sumber
ekonomi yang terbatas, misalnya senketa lahan pertanian antara anggota
masyarakat dan perusahaan perkebunan; 2) Konflik bisnis. Konflik bisnis terjadi
karena keinginan setiap pengusaha untuk menguasai bagian pasar seluas mungkin,
sehingga dapat menimbulkan monopoli; 3) Konflik potitik. Konflik politik adalah
konflik yang terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya
mendapatkan dan mengumpulkan kekuasaan yang sama pada jumlah yang
terbatas dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan atau ideologinya;
konflik agama; 4) Konflik agama bisa terjadi diantara dua pemeluk agama yang
berbeda atau diantara pemeluk agama yang sama. Konflik agama adalah konflik
diantara pemeluk/penganutnya, bukan konflik dengan ajaran agama; 5) konflik
social.Konflik social timbul karena masyarakat terdiri atas sejumlah kelompok
social yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, karena kemiskinan,atau
karena terjadinya migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lain; 6) Konflik
budaya. Masyarakat beragam jenisnya oleh karena itu budayanya beragam.
Kergaman budaya menimbulkan keragaman sikap dan perilaku yang dapat
memunculkan konflik.
Ghaffar (2012:215)) membagi tipe konflik menjadi lima, berdasarkan
sumber penyebab terjadinya konflik,yaitu : 1) Affective Conflict, suatu kondisi di
mana anggota kelompok memiliki bentrokan ditandai dengan kemarahan, frustrasi
, dan lainnya 2) Substantive Conflict. konflik jenis ini ditandau
ditandai
perbedaan pendapat, gagasan antar anggota kelompok tentang tugas yang sedang
dilakukan , seperti ketidaksepakatan tentang posisi strategis saat organisasi atau
menentukan data yang benar untuk disertakan dalam laporan 3) Conflict of
Interest, Jenis konflik ini terjadi ketika masing-masing pihak , berbagi
pemahaman yang sama dari situasi , lebih memilih solusi yang berbeda dan agak
bertentangan dengan masalah yang melibatkan baik distribusi sumber daya yang
langka diantara mereka atau keputusan untuk berbagi pekerjaan, 4) Conflict of
Values, Hal ini terjadi ketika dua entitas sosial berbeda dalam nilai-nilai atau
ideologi mereka pada issu tertentu. Ini juga disebut konflik ideologi .
dan 5) Goal Conflict. Hal ini terjadi ketika hasil pilihan akhir dua kelompok sosial
tidak konsisten. Johns, 1988; Hellriegel et al, 1992 dalam Afful-Broni (2012)
mengelompokkan konflik menjadi empat tipe, yaitu:
conflicts about goals,
conflicts about facts or opinions, interpersonal conflicts, and procedural conflicts.
KAJIAN III
TEKNIK PENYELESAIAN KONFLIK
Konflik dalam sebuah organisasi bisa menguntungkan bisa pula merugikan
(Soetopo, 2012: 269), tergantung bagaimana sumberdaya manusia dalam
organisasi mengelolanya.
Konflik perlu dikelola dengan benar agar menjadi
potensi untuk efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Gordon (1990) dan Miftah
thoha (1995) dalam Sutopo (2012: 276) mengemukakan strategi mananjemen
konflik secara umum yaitu, strategi menang-kalah, strategi kalah-kalah, dan
strategi menang-menang.
The Thomas Killman in (A.D. Slabbert, 2012)mengemukakan: “Conflict
Mode Instrument is widely used to assess conflict management styles. The
instrument uses two parameters, i.e., assertiveness and cooperation, resulting in
five distinct styles: avoiding, competing, collaborating, accommodating and
compromising”
Blake and Mouton (1964) in Saylor (2013)” were among the first to
present a conceptual scheme for classifying the modes (styles) for handling
interpersonal conflicts into five types: forcing, withdrawing, smoothing,
compromising, and problem solving”.
Senada dengan Thomas kilman, model penyelesaian konflik yang
dikemukan oleh Megginson, Mosley, dan Pietri (1996) dalam Soetopo (2012:
278) juga
mendasarkan pada dua dimensi utama, yaitu Kebekerjasamaan
(Cooperativeness) dan Kegigihan (Assertiveness).
Megginson
menggambarkan
paduan
kerjasama
dan
kegigihan
penyelesaian konflik itu dalam bentuk Grid (kisi-kisi) sebagaimana gambar di
bawah ini
Tinggi
Kompetisi atau
Pemaksaan
(II)
Kolaborasi atau
Pemecahan Masalah
(V)
Kompromi
(IV)
KEGIGIHAN
Penghindaran Diri
(I)
Rendah
Penyesuaian Diri
(III)
KEBEKERJASAMAAN
Tinggi
Gambar 2.1
Model Penyelesaian Konflik,
diadopsi dari Megginson, et al. (1986: 459)
Menurut gambar di atas, terdapat lima model penyelesaian konflik, yaitu:
1) Penghindaran.
Penyelesaian model ini dengan kegigihan rendah dan kebekerjasamaan
rendah (Kuadran I).Dalam model ini konflik cenderung didiamkan, masingmasing pihak menghindarkan diri seperti tidak terjadi apa-apa.
2) Kompetisi atau pemaksaan.
Penyelesaian model ini dengan kegigihan tinggi dan kebekerjamaan
rendah( kuadran II). Dalam model ini ada salah satu pihak yang menggunakan
wewenang untuk memaksa pihak lain menerima apa yang telah diputuskan
oleh yang berwenang.
3) Penyesuaian diri.
Penyelesaian model ini dengan kegigihan rendah, kebekerjasamaan
yang tinggi (kuadran III). Penyelesaian model ini yang terpenting hubungan
antar anggota organisasi terbina dengan baik, sehingga pihak yang satu
menyesuaikan pihak yang lain.
4) Kompromi.
Penyelesaian model ini dengen kegigihan sedang dan keberkejasaam
sedang (kuadran IV). Dalam model ini terjadi adanya tawar menawar antara
kedua belah pihak. Pihak ketiga tidak jarang masuk dalam penyelesaian konflik
sebagai penengah.
5) Kolaborasi.
Terdapat kegigihan yang tinggi dan kebekerrsamaan yang tinggi pula
(kuadran V).Pihak-pihak yang berkonflik berusaha menemukan solusi yang
terbaik atas konflik yang dialami.
Sejalan dengan Megginson, Marshall (1995) dalam (Suprayitno, 2012)
juga mengkategorikan gaya penanganan konflik bersandar pada dua variabel,
yaitu cooperativeness (derajat upaya satu pihak untuk memuaskan kepentingan
pihak lain dan assertiveness (derajat upaya satu pihak untuk memuaskan
kepentingannya sendiri).
Perpaduan dua variabel tersebut menghasilkan lima gaya tanggapan
konflik sebagai berikut:
1) Pengabaian (Penghindaran), yaitu suatu tindakan untuk menghindari konflik
yang dinilai akan menindas atau menciptakan konflik yang berkepanjangan.
Cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah
yang timbul. Penghindaran/pengabaian bisanya dilakukan oleh pihak yang
memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan menilai bahwa pihak lain memiliki
kekuatan yang tidak signifikan.
2) Akomodasi, yaitu suatu tindakan untuk meredakan tekanan pihak lain dengan
cara menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri.
Tindakan ini lazim diambil oleh pihak yang lebih lemah dalam situasi konflik.
Dengan kata lain pihak yang bersangkutan kalah sedangkan pihak lain menang.
Ini berarti pihak yang bersangkutan berada dalam posisi mengalah atau
mengakomodasi kepentingan pihak lain.
3) Kompetisi (Menang/Kalah), yaitu tindakan yang dilakukan oleh seseorang
untuk memuaskan kepentingannya tanpa mempertimbangkan pengaruhnya
terhadap kepentingan pihak lain, dengan kata lain satu pihak memastikan
bahwa dia yang memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Keputusan
berkompetisi ini lazimnya muncul jika: (a) pihak yang bersangkutan menilai
bahwa dirinya memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan kompetisi. (b)
pihak yang bersangkutan menilai bahwa pihak lain akan bersikap sama dengan
dirinya.
4) Kompromi, yaitu tindakan bersama yang bersifat mencari jalan tengah yang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dalam tindakan ini, tidak
jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dalam tindakan kompromi
kepuasan yang sejati biasanya tidak tercapai.
5) Kolaborasi (Penyelesaian Masalah). Tindakan yang diambil oleh semua pihak
yang berkonflik untuk menghasilkan tindakan yang memuaskan semua pihak
yang terlibat. Tindakan kolaborasi dilakukan melalui proses klarifikasi
perbedaan dan bukan sekedar mengakomodasi kepentingan. Kolaborasi
merupakan tindakan: “menang-menang”. Dengan demikian, tujuannya adalah
mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini
biasanya
yang
paling
lama
memakan
waktu
karena
harus
dapat
mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung
ekstrim satu sama lainnya.
Lebih lanjut, menurut Wahyudi (2009:50) Secara umum ada tiga cara
dalam menyikapi konflik yaitu: 1) Stimulasi konflik, 2) Pengurangan (reduce)
atau penekanan konflik, dan 3) Penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik
merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi
pihak-pihak yang sedang berkonflik.
Sejalan dengan beberapa pendapat tersebut, Prijosaksono dan Sembel
(2003) dalam (Tonthowi, 2012) mengemukakan berbagai alternatif penyelesaian
konflik dipandang dari sudut menang-kalah masing-masing pihak, ada empat
kuadran manajemen konflik yaitu: 1) Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi). K
uadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau
bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat
semuapihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu
karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di
kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang
besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan
hubungan jangka panjang yang kokoh. Secara sederhana proses ini dapat
dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnyakeinginan
atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari
titik temu terhadap kedua kepentingan tersebut; 2) Kuadran Menang-Kalah
(Persaingan). Kuadran kedua ini memastikan bahwa ada pihak yang
memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya menggunakan kekuasaan
atau pengaruh untuk mencapai kemenangan. Biasanya pihak yang kalah akan
lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu
suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian
konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa
harus berada dalam posisi kalah, sehingga hanya digunakan dalam keadaa
terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas; 3) Kuadran
Kalah-Menang (Mengakomodasi). Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran
ketiga yaitu kalah-menang ini berarti ada pihak berkonflik yang berada dalam
posisi mengalah atau mengakomodasikepentingan pihak lain. Gaya digunakan
untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga
merupakan upaya untuk mengurangitingkat ketegangan akibat dari konflik
tersebut atau menciptakan perdamaianyang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini
bukan berarti kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan
penyelesaian terhadap konflik yangtimbul antara kedua pihak; 4) Kuadran KalahKalah (Menghindari konflik). Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi
konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Bisa
berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau
menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Cara ini sebenarnya
hanya bisadilakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting.
Flippo (1994) dalam Sudjito (2012) mengemukakan bahwa untuk
menyelesaikan konflik dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1) Cara
menang kalah dimana satu pihak memaksa pihak lain untuk mengalah, 2) Menarik
diri dan mundur dari perbedaan pendapa, 3) Memperhalus perbedaan-perbedaan
atau membuat perbedaan itu kelihatan kurang penting, 4) Mengutamakan tujuan,
dimana kedua pihak untuk sementara diminta menghentikan perselisihan
perselisihan demi kerjasama dalam hal-hal yang lebih bernilai dan lebih penting,
5) Mengkompromikan, memisahkan perbedaan dan berunding untuk mencapai
posisi - posisi antara yang dapat diterima, 6) Penyerahan kepada suatu pihak
ketiga dari luar untuk mengambil keputusan seorang wasit dan, 7) Mengundang
pihak ketiga dari luar untuk menengahi dan membantu dua pihak utama mencapai
suatu penyelesaian.
Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut
Winardi (1994) dalam (Wahyudi, 2011:50) adalah dominansi, kompromi, dan
pemecahan problem secara integratif. Dominansi adalah teknik penyelesaian
konflik dengan yang cocok digunakan apabila: a) suatu keputusan harus segera
diambil atau jika persoalan kurang penting, b) keadaan terpaksa dan tidak
mempunyai pengetahuan atau keahlian tentang isu yang menjadi konflik, c) untuk
menaruh perhatian pada seperangkat kebutuhan yang spesifik, d) berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang bersifat vital, e) bawahan bekerja tidak sesuai dengan
performansi yang ditetapkan oleh organisasi.Kompromis tepat dijadikan teknik
pengelolaan konflik apabila: a) pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai
kekutan seimbang, b) sebagai alternative penyelesaian konflik jika metode
konptisis tidak berhasil, c) isu-isu yang dijadikan konflik sangan komplek, d)
untuk mencapai penyelesaian sementara atas maslah yang komplek, dan e)
masing-masing pihak tidak ingin dirugikan. Adapun pemecahan masalah adalah
teknik penyelesaian konflik yang tepat dipilih apabila tidak terdapat kepercayaan
antar kelompok ayng terlibat konflik, cara dominansi tidak mungkin dilaksanakan
karena keduabelah pihak sulit dipaksa atau tidak ada kewenangan untuk menekan
konflik, masing-masing pihak mempunyai perspektif yang berbeda dalam
membuat keputusanfinal.
Thoha
(2013:109)
menyebutkan
beberapa
strategi
dasar
dalam
memecahkan persoalan-persoalan konflik antar pribadi ada tiga, yaitu: 1) samasama merugi (lose-lose), kalah menang (win-lose), dan menang-menang (winwin). Strategi sama-sama rugi (lose-lose) dapat dilakukan dengan pendekatan y
adalah kompromi, memberikan perhatian pada salah satu pihak yang berkonflik,
menggunakan pihak ketiga (mediasi), dan menggunakan peraturan yang ada untuk
memecahkan persoalan. Startegi. Strategi kalah menang (win-lose) adalah suatu
cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan memaksakan kekuatan
untuk mengalahkan pihak lain. sedangkan strategi menang-menang (win-win)
menyelesaikan konflik dengan mengambil asepek-asepek kebaikan dari strategi
kalah menang dan membuang aspek negative dari yang tidak fungsional.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa teknikteknik penyelesaian konflik guru ada 5 macam, yaitu: (1) penghindaran
(avoiding). Dalam gaya manjemen konflik ini, kedua belah pihak yang terlibat
konflik berusaha menghindari konflik. Menurut Thomas dan Kilmann bentuk
menghindar tersebut bias berupa: a) menjauhkan diri dari pokok masalah, b)
menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat, atau c) menarik diri dari
konflik yang mengancam atau merugikan; (2)
kompetisi atau pemaksaan
(competiting). Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan, di
mana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk
memenangkan konflik dengan lawannya; (3) akomodasi (accommodating). Gaya
manajemne konflik dengan dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat
kerjasama tinggi. Seseorang mengabaikan kepentingannya sendiri dan berupaya
memuasakan kepentingan lawan konfliknya; (4) kompromi (compromising).Gaya
ini disebut gaya manajemen konflik tengah atau menengah. Dengan menggunakan
strategi member dan mengambil, kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari
alternative titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka; (5)
kolaborasi (colaborating). Gaya manjemen konflik ini bertujuan mencari
alternative, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan semua pihak yang
terlibat konflik.gaya kolaborasi merupakan gaya negosiasi untuk menemukan
solusi yang sepenuhnya memuaskan kedua belah pihak yang berkonflik.
Wirawan (2009:142) menjelaskan ketrampilan yang digunakan utuk
menggunakan berbagai gaya manajemen konflik ke dalam bentuk table
sebagaiberikut:
Kompetisi
 Berdebat dan
membantah
 Berpegang
teguh
pada
pendirian
 Menilai
pendapat dan
perasaan
sendiri
dan
lawan konflik
 Menyatakan
posisi
diri
secara jelas
 Kemampuan
memperbesar
kekuasaan diri
 Kemampuan
memperkecil
kekuasaan
lawan
 Menggunakan
berbagai
taktik
mempengaruh
i
Kolaboratif
 Mendengarkan
dengan
baik
yang dikemuk
konflik
 Kemampuan
bernegosiasi
 Mengidentifikas
i pendapat lawan
 Konfrontasi
tidak
mengancam
 Menganalisa
masukan
 Memberikan
konsesi
Kompromi
Menghindar
Akomodasi
 Kemampuan  Kemampua  Kemampua
bernegosiasi
n menarik n
melupakan
 Mendengark diri
an lawan
 Kemampua keinginan
diri sendiri
 Mengevaluas n
meninggalk  Kemampua
i nilai
 Menemukan an sesuatu n melayani
tanpa
lawan
jalan tengah
terselesaika
konflik
 Memberikan
n
 Kemampua
konsesi
 Kemampua n
n
untuk mematuhi
mengesamp perintah.
ingkan
masalah
 Kemampua
n
untuk
menerima
kekalahan
 Kemampua
n meupakan
sesuatu
yang
menyakitka
n
KAJIAN IV
IMPLIKASI KONFLIK
A. Implikasi Positip
Konflik mempunyai pengaruh besar terhadap umat manusia. Baik
pengaruh positif maupun negative. Winardi (2009: 106) menjabarkan pengaruh
positif konflik, anta lain: a) menciptakan perubahan. Konflik dapat mengubah dan
mengembangkan kehidupan manusia. Misalnya konflik antara penjajah dan
bangsa yang dijajah menghasilkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah; b)
membawa objek konflik ke permeukaan. Tanpa terjadinya konflik, obyek konflikpokok masalah yang trependam- dinatara pihak-pihak yang terlibat konflik tidak
akan muncul ke permukaan. Tanpa muncul ke permukaan konflik tidak akan
terselesaikan; c) memahami orang lain lebih baik. Konflik membuat orang
memahami adanya orang lain yaitu lawan konflik yang berbeda pendapat, berbeda
pola pikir, dan berbeda karakter; d) menstimulus cara berpikir yang kritis dan
meningkatkan kreatifitas . konflik akan menstimulasi orang untuk berpikir kritis
terhadap lawan konfliknya dan posisi dirinya sendiri. Orang harus memahami
mengapa lawan konfliknya mempunyai pendapat berbeda dan mempertahankan
pendapatnya; e) manajemen konflik dalam menciptakan solusi terbaik. Jika
dimanajemeni dengan baik, konflik dapat menghasilkan solusi yang memuaskan
kedua belah pihak yang terlibat koflik; dan f) konflik menciptakan revitalisasi
norma. Perubahan norma yang terjadi dimasyarakat sering terjadi karena adanya
perbedaan pendapat mengenai norma yang berlaku antara pihak yang ingin
mempertahankannya dan anggota masyarakat yang ingin mengubahnya.apabila
konflik tersebut dimanajemnei dengan baik, akan menghasilakn norma baru yang
merupakan revitalisasi norma yang sudah ada akan berkembang.
Robert J. Edelmann dalam Basriseta (2011) membagi efek konflik ke dalam
dua kategori yaitu efek negatif dan efek positif. Efek positif konflik bisa antara
lain sebagaiberikut: 1) Memperkuat hubungan. Dua orang yang mampu mengenali
perbedaan akibat konflik, kenapa perbedaan muncul, dapat melakukan diskusi
guna menyelesaikannya sehingga satu sama lain dapat mengenal lebih dalam; 2)
Meningkatnya kepercayaan. Jika dua orang bisa menyelesaikan konflik, mereka
akan lebih mempercayai masing-masing pihak di masa datang dengan mengetahui
bahwa perbedaan di antara mereka bisa diselesaikan; 3) Peningkatan harga diri.
Hasil produktif dari konflik adalah peningkatan harga diri dari tiap pihak yang
bertikai; 4) Penguatan kreativitas dan produktivitas. Konflik jika dimanajemen
secara baik merupakan kondisi yang memungkinkan kreativitas dan diskusi antar
orang dengan kepentingan berbeda, dan ujungnya peningkatan produktivitas; 4)
Kepuasan kerja. Orang butuh sejumlah perangsang dan menggunakan pengalaman
dalam hal penaikan dan penurunan ketegangan, dalam rangka meraih kepuasan
kerja.
B. Implikasi Negatif
Winardi (2009: 108) menjabarkan pengaruh negtif dari konflik antara lain:
a) biaya konflik.Konflik memerlukan biaya untuk melakukan transaksi interaksi
konflik dalam bentuk sumber-sumber, seperti energy fisik, energy psikologi,
uang, waktu, dan peralatan. Makin tinggi intensitas konflik, makin tinggi sumber
yang digunakan; b) merusak hubungan dan komunikasi diantara pihak-pihak yang
berkonflik. Konflik, terutama konflik destruktif menurunkan kualitas dan
internsitas hubungan dinatar pihak-pihak yang terlibat konflik. Konflik dapat
menimbulkan rasa tidak senang, marah, benci, antapati, dan agresi kepada lawan
politiknya; c) merusak system organisasi. Organisasi merupakan struktur social
yang unit-unit kerja (subsistem) dan para anggotanya saling berhubungan, saling
membantu, dan saling tergantung satu sama lain dalam mencapai tujuan
organisasi. Konflik dapat merusak system dan menciptakn sinergi negative; d)
menurunkan mutu pengambilan keputusan. Konflik yang konstruktif atau sehat
membantu dalam pengambilan keputusan dengan menyediakan alternative yang
diperlukan, akan tetapi jika konflik berkemabnga menjadi konflik derstruktif dan
tidak sehat akan mengahsilkan kebuntuan diskusi, fitnah, agresi dan sabotase,
serta menghilangkan sikap asling percaya. Situasi seperti ini tidak mungkin
mengembangkan sumber alternative dalam keputusan; e) kehilangan waktu kerja,
jika konflik berkembang menjadi konflik destruktif, 10-30 % waktu manajer dan
bawahanya digunakan untuk menyelesaikan konflik; f) sikap dan perilaku
negative. Konflik antar manajer dan para pegawai akan menurunkan motivasi
kerja, komitmen berorganisasi, absentisme, kepuasan kerja, rasa saling percaya,
serta sabotase dan pencurian; g) kesehatan. Konflik menyebabkan pihak yang
terlibat konflik marah, stress, kecewa, emosional, dan irasional. Keadaan ini
meningkatkan kemungkinan meningkatkna tekanan darah, kolesterol, stroke, dan
serangan jantung, yang dapat menyebakan orang meninggal dunia.
Robert J. Edelmann dalam Basriseta (2011) mengemukakan Efek negatif
dari konflik bisa berlingkup baik pada level individu ataupun organisasi. Pada
level organisasi, konflik merusak kinerja organisasi sekaligus unit-unit yang ada
di dalamnya. Pada level individu, konflik merusak dalam bentuk tertekannya
pekerja (job stress).
Berikut adalah rincian efek negatif konflik organisasi: 1) Reaksi umum
atas konflik seperti ketidakmampuan konsentrasi dan berpikir secara jelas, dengan
peningkatan gangguan dan kemampuan untuk santai; 2) Penyakit kecil yang tidak
bisa diremehkan seperti sakit kepala, sulit tidur dan mual merupakan peringatan
awal, yang jika tidak disikapi serius, akan berujung pada peningkatan tekanan
darah (hipertensi). Apalagi pekerja tersebut punya pola makan tidak sehat, bisa
meningkatkan kadar kolesterol; 3) Tanda perilaku yang meliputi menjauhkan diri
dari pergaulan, penggunaan alkohol yang berlebih, merokok yang berlebih, yang
semuanya dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan; 4) Lingkaran setan
konflik berujung pada stress, yang kemudian mendorong terbitnya sinisme baik
terhadap klien ataupun kolega kerja.
Soemarman (2013) menjelaskan pengaruh konflik dapat menurunkan
produktivitas kerja, semangat kerja rendah, kekecewaan yang berlipat ganda, dan
meningkatnya ketegangan serta stress. Soemarman (2013:80) juga mengutip
pendapat Daniel Damara yang mengemukakan bahwa akibat-akibat konflik yang
merugikan pekerjaan(2001:17-36), antar lain: 1) wasted time (pemborosan
waktu);2) Bad decisions (pembuatan keputusan yang buruk); 3) los employees
(kehilangan karyawan yang baik); 4) unnecessary restructuring (restrukturisasi
pekerjaan yang tak perlu); 5) sabotage, theft, damage (sabotase, pencurian,
perusakan); 6) Lowered job motivation (motivasi kerja rendah); 7) lost work time
(kehilangan waktu kerja; dan 8) health costs ( biaya kesehatan karyawan
meningkat). Daniel Damara (2001, 31-37) juga berpendapat resiko yang
ditimbulkan oleh konflik dapat berupa: workplace violence (tindakan kekerasan di
tempat kerja), unionization, labor strike (pemogokan pekerjaan), vandalism (
coretan-coretan), malicious whistle blowing (kasak-kusuk, gossip), dan retaliatory
lawsuits (perlawanan hukum)
Pendapat adanya pengaruh positif dan penagruh negative dari konflik
diperkuat oleh Bahtijarević, (1993, 57) in Spaho, K (2013) mengemukakan bahwa
:”Conflict can have positive and negative effects on the organization.Positive
effects initiate necessary social changes, developing of creative ideas and
innovations, presenting important problems, making quality decisions and solving
problems,
organization
re-engineering,developing
solidarity
and
group
cohesion.Negative effects are similar to bad cooperation, as they waste time that
can be used in a more productive manner”.
Dampak konflik menurut Wahab (2006:336) jika tidak dikelola secara
baik, konflik menyebabkan kedua belah pihak yang terlibat konflik menjadi tidak
harmonis dalam hubungan kerja, kurang termotivasi dalam bekerja, dan berakibat
menurunnya produktivitas kerja. Sebaliknya bila konflik dikelola secara baik,
suasana kerja menjadi dinamis, setiap anggota lebih kritis terhadap perkembangan
organisasi, setiap kelompok berusaha melakukan kerja yang terbaik untuk
kepentingan bersama.
Konflik dapat mempengaruhi performance kerja. Hubungan konflik
dengan performansi kerja dijelaskan oleh Aldag (1987) sebagai berikut: bahwa
dalam satu organisasi apabila tingkat konflik optimal yaitu tingkat konflik
fungsional berdampak pada performansi organisasi menjadi maksimal, bila
konflik terlalu rendah performansi organisasi mengalami stagnasi atau rendah,
tetapi jika tingkat konflik terlalu tinggi, maka akan timbul kekacauan, tidak
kooperatif, dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Robins,S.P.(1996)
dalam Wahyudi (2011:88) menjabarkan hubungan konflik dengan keefektifan
organisasi ke dalam table sebagai berikut:
Tabel. Hubungan Konflik dengan Efektifitas Organisasi
Situasi Tingkat
Konflik
A
Rendah
B
C
Dampak
Karakteristik internal
Konflik
organisasi
Disfungsional -Apatis
-Stagnasi
-Lambat beradaptasi
-Kurang ide/gagasan
-sedikit perubahan
Optimal Fungsional
Tinggi
- Inovatif
- Kritis terhadap
organisasi
- Tanggapterhadap
perubahan
- Kreatif
dan
beradaptasi
Efektifitas
organisasi
Rendah
Tinggi
intern
cepat
Disfungsional - Saling
menghambat Rendah
pekerjaan
- Tidak kooperatif
- Ego kelompok tinggi
- Sikap otoritarian
- Agresivitas tinggi
Table di atas menunjukkan bahwa pada sebuah organisasi, tingkat konflik
optimal (posisi B) merupakan jenis konflik fungsional sehingga organisasi
menjadi efEktif dan mempunyai karakteristik: inovatif, kritis terhadap intern
organisasi, tanggap terhadap perubahan, kreatif dan cepat beradaptasi.
Berdasarkan uraian tentang implikasi konflik yang terjadi pada sebuah
organisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pimpinan suatu organisasi harus
dapat menjaga konflik dalam posisi optimal, sehingga organisasi dapat berjalan
efektif. Dapat disimpulkan pula bahwa konflik dapat berimplikasi negative jika
tidak dikelola secara baik. Implikasi negative tersebut antara lain: 1) menurunnya
kemampuan berkosentrasi dalam berfikir, menurunnya rasa percaya diri,
menurunnya semangat kerja, meningkatnya stress, dan menurunnya performance
kerja atau produktifitas kerja. Sebaliknya konflik dapat berimplikasi positif bila
dikelola secara baik. Implikasi positif tersebut antara lain: 1) meningkatkan
kemampuan berkonsentrasi dalam berfikir, 2) meningkatnya kepercayaan, 3)
meningkatnya semangat dan motivasi kerja, memperkuat hubungan, dan
meningkatkan performance kerja atau produktifitas kerja.
Diantara kata kunci dalam implikasi positif dari konflik adalah
meningkatnya semangat kerja, meningkatnya kepercayaan, memperkuat hubungan
dan meningkatnya performance kerja merupakan hal-hal yang menunjukkan sikap
semangat kebersamaan antar anggota suatu organisasi.
Kata kebersamaan memiliki makna sebuah ikatan yang terbentuk karena
rasa kekeluargaan/persaudaraan, lebih dari sekedar bekerja sama atau hubungan
profesional biasa. Anggota organisasi yang memiliki sikap kebersamaan akan
merasa sehati dan sepikir, tidak egois, memiliki sifat rendah hati, dan rela
berkorban untuk kepentingan bersama. Sikap sehati dan sepikir bukan
dimaksudkan bahwa isi hati dan pikiran semua anggota harus sama, tetapi
dimaksudkan untuk lebih mengutamakan kepentingan bersama, mengutamakan
untuk melakukan hal-hal yang telah diputuskan atau ditetapkan oleh organisasi
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Meskipun tidak dipungkiri bahwa setiap
orang memiliki berbagai perbedaan baik, visi, misi, tujuan, norma, persepsi, ide,
sifat dan kepentingan lain, tetapi hendaknya tidak egois untuk mengutamakan
kepentingan sendiri,melainkan mengutamakan kepentingan organisasi. Untuk
dapat mengutamakan kepentingan organisasi, diperlukan sikap rendah hati dan
rela berkorban. Seorang yang rendah hati dan rela berkorban, tidak akan merasa
bahwa ide dan pemikirannya yang paling benar dan harus selalu digunakan dalam
menjalankan organisasi, tetapi lebih mengutamakan keputusan atau ketetapan
organisasi yang diperoleh melalui musyawarah.
Semangat kebersamaan juga menunjukkan
suatu kondisi yang
memperlihatkan bahwa seluruh anggota organisasi merasa memiliki identitas,
komitmen, sikap, ide
dan tindakan yang sama untuk mewujudkan tujuan
organisasi. Anggota organisasi yang memiliki semangat kebersamaan akan merasa
bangga dengan identitas organisasinya, menjaga komitmennya, memiliki ide-ide
dan tindakan untuk membesarkan nama organisasi yang mewadahinya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bila konflik dikelola secara
baik, maka akan berimplikasi positif yaitu
dapat menciptkan semangat
kebersamaan diantara anggota organisasi yang ditandai dengan beberapa sikap,
yaitu: merasa memiliki identitas bersama, seide dan sepikiran, saling percaya,
rendah hati, rela berkorban, memilik semangat kerja tinggi, dan produktifitas kerja
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Azem,H,A, 2005. “The Reconceptualisation of Conflict Management”, Peace,
Conflict and Development: An Interdisciplinary Journal, Vol. 7, July
2005, available from http://www.peacestudiesjournal.org.uk. Diunduh
pada 23-11-2013
A.D. Slabbert, 2004 Conflict management styles in traditional organisations./The
Social Science Journal 41 (2004) 83-92.Diunduh pada 23-11-2013
Afful-Broni (2012). Conflict Management in Ghanaian Schools: A Case Study of
the Role of Leadership of Winneba Senior High School. International
Journal of Educational Planning & Administration.ISSN 2249-3093
Volume 2, Number 2 (2012), pp. 65-76© Research India
Publications.http://www.ribuplication. com/ijepa.html. Di unduh tgl 1101-2014
Bradfort. 2003,managing conflict to improve the effectiveness of retail networks
warrington.ufl.edu/departments/mkt/docs/weitz/Retail_Networks.pdf.
Diunduh pada 24-11-2013
Fatimah, 2013. Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan
Kecerdasan Spiritual Guru Bimbingan dan Konseling Terhadap
Pengelolaan
Konflik.Program
Pascasarjana
UNG,
Prodi
ManajemenPendidikan: Gorontalo
Gibson, Ivancevich, Donelly, 1996. Organisasi. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Ghaffar Abdul . Conflict in Schools: Its Causes & Management Strategies.
Journal of Managerial Sciences Volume III, Number 1I. Diunduh tanggal
11-01-14
Hendriks, William. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, Iqbal, 2006. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara
Kartono Kartini, 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa
Kurniadin, D dan Machali,I, 2012. Manajemen Pendidikan, Cetakan Ke satu.
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Khayati
E, 2013. Manajemen Konflik (http://pengertian management
.blogspot.com/2013/03/manejemen
konflik-definisi-ciri-sumber.html)
Diunduh pada 24-10-2013
Pace R. Wayne and Faules. 2000. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Purwodarminta, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Riduwan, 2012, Belajar Mudah Penelitian, Bandung: Alfabeta
Sutopo Hendiyat, 2012, Perilaku Organisasi, Cetakan Ke dua. Bandung:
Rosdakarya
Sujito, manajemen Konflik Dalam Organisasi. I-SSN: 1412-5331 vol 3. (http;//
Journal.usm.ac.id/elibs/usm:838c2 jito manajemen konflik Pdf ) Diunduh
pada 24/10/2013
Soemarman, 2013. Conflict Management and Capacty Buliding. Elex Media
Kompotindo Kompas Gramedia: Jakarta
Suprayitno,A, 2012 (http://arsury.blogspot.com/2012/04/manajemen-konflik3.html).Diunduh pada 24/10/2013
Spaho, 2013,Management, Vol. 18, 2013, 1, pp. 103-118 K. Spaho:
Organizational communication and conflict management. Diunduh pada
24-11-1013
Seta
Basri, 2011. (http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/konflik-dalamorganisasi.html) Diunduh pada 30-11-2013
Thoha Miftah (20120. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja
Grafindo Perkasa
Umam Khaerul, 2012, Mnajemen Organisasi, cetakan ke satu. Bandung; CV
Pustaka Setia
Uwannullah, 2012. (http://Journal.uny.ac.id/Index php/ppfn/article/..../852 th
2012/ diunduh pada 4/11/2013
Wahyudi, 2011.Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Cet. Keempat.Bandung:
Alfabeta
Wahyudi, 2012.Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar,
Cetakan ke tiga. Bandung: alfabeta
Winardi, 2009, Manajemen Perilaku Organisasi, Cetakan ke tiga. Bandung:
Kencana Prenada Media Group
Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik , Jakarta: Salemba Humanika
Wikipedia, 2012.(http://en.wikipedia.org/wiki/Conflict_management) Diunduh
pada 23-11-2013
Download