BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Slameto (2010:2-3) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya diungkapkan bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku tersebut diantaranya: 1) perubahan terjadi secara sadar; 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional; 3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; 4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; 5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah; 6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut Sadiman,dkk (2008:2), “belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti.” Menurut Slameto dalam Hamdani (2011:20) secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu. Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku manusia yang relatif tetap untuk memperoleh kepandaian dari hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 7 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Slameto (2010:54), faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis, faktor kelelahan. Slameto (2010:60), faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar diri individu. Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Menurut Purwanto (1996:107), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang terdiri dari faktor luar dan faktor dari dalam seseorang. Faktor dari luar terdiri dari lingkungan dan instrumental. Lingkungan terdiri dari alam dan sosial sedangkan instrumental terdiri dari kurikulum, guru, sarana dan falisitas, dan administrasi. Faktor dari dalam terdiri dari fisiologi dan psikologi. Fisiologi terdiri dari kondisi fisik dan kondisi panca indra sedangkan psikologi terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Winanto (2011:162), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Abdulrahman dalam Winanto (2011:163), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar mengajar. Menurut Sudjana (2010:22), “hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.” Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan; (b) Pengetahuan dan pengertian; (c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil 9 belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Sudjana (2010:23), dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; 3) Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA adalah perubahan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari sebelumnya akibat dari proses pembelajaran yang diukur dengan pemberian evaluasi oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru pada pembelajaran IPA. Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan berupa metode demonstrasi berbantuan media audio visual (CD interaktif) dan metode demonstrasi berbantuan media visual (gambar). 10 2.1.2 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. 11 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. 2.1.2.1 Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.2.2 Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2) Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas; 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan 12 pesawat sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA di SD/MI. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas 5 SD Negeri Lamper Kidul 01 Semarang disajikan melalui Tabel 2.1. berikut ini. Tabel 2.1 SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat melalui kegiatan membuat cahaya suatu karya/ model (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 2.1.2.4 Sifat-sifat Cahaya Semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Contoh sumber cahaya adalah matahari, lampu, senter, dan bintang. Cahaya mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat cahaya banyak manfaatnya bagi kehidupan. Sifat-sifat cahaya terdiri dari cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan. Cahaya ada 2 macam, yaitu (1) cahaya yang berasal dari benda itu sendiri, seperti matahari, senter, lilin, dan lampu (2) cahaya yang memancar dari benda akibat memantulnya cahaya pada permukaan benda tersebut dari sumber cahaya misalnya, jika kamu melihat benda berwarna biru, artinya benda tersebut memantulkan cahaya berwarna biru. 1) Cahaya Merambat Lurus 13 Saat berjalan di kegelapan, maka kita memerlukan senter. Ketika senter dinyalakan, cahaya dari lampu senter arah rambatannya menurut garis lurus. Selain itu cahaya matahari yang melalui celah-celah sempit atau jendela juga akan tampak seperti garis-garis lurus. Hal ini membuktikan bahwa arah rambat cahaya menurut garis lurus sehingga disebut dengan cahaya merambat lurus. Sifat cahaya yang merambat lurus ini dimanfaatkan manusia pada lampu senter dan lampu kendaraan bermotor. 2) Cahaya Menembus Benda Bening Berdasarkan dapat tidaknya meneruskan cahaya, benda dibedakan menjadi benda tidak tembus cahaya dan benda tembus cahaya. Benda tidak tembus cahaya tidak dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Apabila dikenai cahaya, benda ini akan membentuk bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya yaitu kertas, karton, tripleks, kayu, dan tembok. Sementara itu, benda tembus cahaya dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Contoh benda tembus cahaya yaitu kaca, air jernih, dan plastik bening. Ketika kita berjalan di bawah cahaya matahari, kemanapun kita berjalan selalu diikuti oleh bayangan kita sendiri. Bayang-bayang tubuh itu akan hilang ketika kita masuk ke dalam rumah atau berlindung di balik pohon yang besar. Bayangan terbentuk karena cahaya tidak dapat menembus suatu benda. Ketika cahaya mengenai tubuh, cahaya tidak dapat menembus tubuh sehingga terbentuklah bayangan. Begitu pula ketika cahaya mengenai rumah dan pohon yang besar. Cahaya juga berpengaruh terhadap kehidupan di dalam air. Kolam yang airnya jernih dapat ditembus cahaya. Dengan bantuan cahaya ini, tumbuhan yag ada di dalam air dapat melakukan fotosintesis. Fotosisntesis menyebabkan air menjadi kaya oksigen karena fotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen diperlukan bagi kelangsungan mahkluk hidup lain di dalam air. Kolam yang airnya keruh sulit dilalui cahaya. Oleh karena itu, tumbuhan yang ada di dalamnya tidak dapat melakukan 14 fotosintesis. Akibatnya air sedikit sekali mengandung oksigen. Hal ini tentu akan mengganggu kelangsungan hidup mahkluk yang ada di dalamnya. 3) Cahaya dapat Dipantulkan Walaupun arah rambat cahaya adalah merambat lurus, akan tetapi cahaya dapat diubah arahnya yaitu dengan menggunakan benda yang permukaannya mengkilap. Perubahan arah rambat cahaya disebut pemantulan cahaya. Benda yang dapat memantulkan cahaya disebut cermin. Cahaya yang mengenai permukaan mengkilap akan dipantulkan. Besarnya sudut pantulan cahaya sama dengan sudut datangnya cahaya. Pemantulan cahaya ada yang teratur dan ada yang tidak teratur (baur). Pemantulan teratur terjadi bila cahaya mengenai benda yang permukaannya sangat rata dan mengkilap. Sebaliknya, pemantulan tidak teratur (pemantulan baur) terjadi bila cahaya mengenai benda yang permukaannya tidak rata (bergelombang). Contoh pemantulan baur yang sering kita lihat adalah cahaya yang dipantulkan dari permukaan jalan. Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung. a) Cermin Datar Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung. Cermin datar biasa digunakan untuk bercermin. Pada saat bercermin, bayangan akan terlihat di dalam cermin. Sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar yaitu (1) ukuran bayangan sama dengan ukuran benda, (2) jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin, (3) kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu, (4) bayangan tegak seperti 15 bendanya, (5) bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar. b) Cermin Cembung Cermin cembung yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya. c) Cermin Cekung Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah dalam. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan lampu senter. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat bergantung pada letak benda terhadap cermin. Sifat-sifat bayangan pada cermin cekung yaitu (1) jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya), (2) jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik. 4) Cahaya dapat Dibiaskan Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Dasar kolam yang airnya jernih terlihat lebih dangkal dari sebenarnya. Peristiwa ini merupakan salah satu bentuk pembiasan cahaya yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa pembiasan lainnya teradi pada saat kita berenang. Ketika kita berenang di kolam yang jernih, maka kaki terlihat lebih pendek. Contoh lain, amatilah ketika pensil dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut terlihat seperti patah dan lebih pendek. Kaki yang terlihat lebih pendek dan sedotan yang terlihat patah menunjukkan salah satu sifat cahaya dapat dibiaskan. 16 Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara. Contoh lain peristiwa pembiasan yaitu ikan di kolam yang jernih kelihatan lebih besar dari aslinya, dasar kolam kelihatan lebih dangkal dan jalan beraspal pada siang hari yang panas kelihatan seperti berair (fatamorgana). 5) Cahaya dapat Diuraikan Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi merupakan penguraian cahaya putih menjadi berbagai cahaya berwarna. Cahaya matahari yang kita lihat berwarna putih. Namun, sebenarnya cahaya matahari tersusun atas banyak cahaya berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik air di awan sehingga terbentuk warna-warna pelangi. Peristiwa dispersi cahaya juga dapat diamati pada balon air. Kita dapat menggunakan air sabun untuk membuat balon air. Jika air sabun ditiup di bawah sinar matahari, maka kita akan melihat berbagai macam warna berkilauan pada permukaan balon air tersebut. Pelangi merupakan salah satu peristiwa dalam kehidupan seharihari yang berhubungan dengan penguraian cahaya. Pelangi biasanya dapat kita lihat pada saat hujan turun rintik-rintik. Warna pelangi sama halnya seperti warna spektrum cahaya. Spektrum warna merupakan warna-warna cahaya yang membentuk cahaya putih. Warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu pada pelangi berasal dari pembiasan dan penguraian cahaya putih matahari oleh bintik-bintik air hujan. 17 2.1.2.5 Karakteristik Anak Usia SD Pembelajaran IPA di SD akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD. Usia anak SD berkisar antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Oleh karena itu, pada tahap ini pembelajaran sangat perlu dibantu oleh benda-benda konkret yang dapat membantu siswa untuk memahami konsep materi yang diajarkan. Menurut Jean Piaget dalam Winataputra, dkk (2008:3.40-3.41) perkembangan kognitif anak (kecerdasan) dibagi menjadi empat tahap yaitu: 1) Tahap Sensori Motorik (0-2 tahun). Kemampuan berfikir peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indera sangat berpengaruh pada diri mereka. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh atau memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini anak belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah menangis; 2) Tahap Pra Operasional (2-7 tahun). Kemampuan kognitifnya masih terbatas. Suka meniru perilaku orang lain. Terutama meniru perilaku orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang itu merespon terhadap perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang terjadi di masa lampau. Mulai mampu menngunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif; 3) Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun). Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang tingkatnya bervariasi. Sudah mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwaperistiwa konkret; 4) Tahap Operasional Formal (12-14). Telah memiliki kemampuan mengkoordinasi dua ragam kemampuan kognitif secara serentak maupun berurutan. Sudah memiliki kemampuan merumuskan hipotesis sehingga menggunakan mampu anggapan berfikir dasar yang Menggunakan prinsip-prinsip abstrak. memecahkan relevan masalah dengan dengan lingkungan. 18 2.1.3 Metode Eksperimen 2.1.3.1 Pengertian Metode Eksperimen Hasan Alwi (2005: 290) menyatakan bahwa eksperimen adalah percobaan yang bersistem dan berencana (untuk membuktikan kebenaran suatu teori dan sebagainya). Syaiful Bahri Djamarah (2005: 234) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Dengan metode eksperimen diharapkan anak didik tidak menelan begitu saja sejumlah fakta yang ditemukan dalam percobaan yang dilakukan. Dengan metode ini sekaligus dapat dikembangkan berbagai keterampilan. Menurut Winarno (Moedjiono dan Moh. Dimyati 1992: 77) menyatakan bahwa metode eksperimen dimaksudkan sebagai kegiatan guru atau siswa untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil percobaan itu. Hal ini ditandai bahwa metode eksperimen berpusat pada pengamatan terhadap proses dan hasil eksperimen. Metode eksperimen merupakan format interaksi belajar mengajar yang melibatkan logika induksi untuk menyimpulkan pengamatan terhadap proses dan hasil percobaan yang dilakukan. Eksperimen yang dilakukan dalam metode eksperimen dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998: 157) menyatakan bahwa eksperimen atau percobaan adalah suatu tuntutan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat dinikmati masyarakat secara aman. Eksperimen dilakukan orang agar diketahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan 19 mengembangkannya menjadi suatu teori. Kegiatan eksperimen yang dilakukan peserta didik usia sekolah dasar merupakan kesempatan mereka melakukan suatu eksplorasi. Mereka akan memperoleh pengalaman meneliti yang dapat mendorong mereka mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri, berfikir ilmiah dan rasioanal serta lebih lanjut pengalamannya itu bisa berkembang di masa datang. Metode eksperimen atau percobaan diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibataktifkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah kegiatan belajar mengajar yang materinya diajarkan melalui percobaan, siswa mengalami dan membuktikan sendiri proses serta hasil percobaan yang dilakukan. 2.1.3.2 Tujuan Penggunaan Metode Eksperimen Moedjiono dan Moh. Dimyati (1992: 77-78) menyatakan bahwa penggunaan metode eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar bertujuan untuk: a. Mengajar bagaimana menarik simpulan dari berbagai fakta, informasi atau data yang berhasil dikumpulkan melalui pengamatan terhadap proses eksperimen. b. Melatih siswa merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. c. Melatih siswa menggunakan logika induktif untuk menarik simpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998: 158) mengungkapkan tiga tujuan eksperimen yaitu: a. Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. 20 b. Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik simpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan. 2.1.3.3 Keunggulan Metode Eksperimen Moedjiono dan Moh. Dimyati (1992: 78) menyatakan bahwa keunggulan-keunggulan dari metode eksperimen yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut. a. Siswa secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan. b. Siswa memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran teoretis secara empiris melalui eksperimen, sehingga siswa terlatih membuktikan ilmu secara ilmiah. c. Siswa berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah, dalam rangka menguji kebenaran hipotesis-hipotesis. Syaiful Bahri Djamarah (2005: 235) menyatakan bahwa metode eksperimen mempunyai beberapa keunggulan yaitu: a. Metode ini dapat membuat anak didik untuk lebih percaya atas kebenaran atau simpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku. b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan. c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. 21 2.1.3.4 Alasan Penggunaan Metode Eksperimen Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998: 158) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan penggunaan metode eksperimen alasan tersebut adalah sebagai berikut. a. Metode eksperimen diberikan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik simpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. b. Metode eksperimen dapat menumbuhkan cara berpikir rasional dan ilmiah. 2.1.3.5 Kekuatan dan Keterbatasan Metode Eksperimen Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998: 158-159) menyatakan bahwa terdapat kekuatan dari metode eksperimen yaitu sebagai berikut. a. Membuat peserta didik percaya pada kebenaran simpulan percobaanya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau bukti. b. Peserta didik aktif terlibat dalam mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya. c. Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif, realistis dan menghilangkan verbalisme. Selain kekuatan dalam penggunaan metode eksperimen, Mulyani Sumantri dan Johar Permana (1998: 159) juga menyatakan bahwa ada keterbatasan dalam penggunaan metode eksperimen. Keterbatasan tersebut meliputi: a. Memerlukan peralatan dan percobaan yang komplit. b. Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. c. Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan. 22 2.1.4 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Metode Eksperimen Moedjiono dan Moh. Dimyati (1992: 78-79) meyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penggunaan metode eksperimen, langkah-langkah berikut ini dapat diikuti yaitu: a. Mempersiapkan penggunaan metode eksperimen, yang mencakup kegiatan-kegiatan: 1) Menetapkan kesesuaian metode eksperimen terhadap tujuan-tujuan yang hendak dicapai. 2) Menetapkan kebutuhan peralatan, bahan, dan sasaran lain yang dibutuhkan dalam eksperimen sekaligus memeriksa ketersediaannya di sekolah. 3) Mengadakan uji eksperimen (guru mengadakan eksperimen sendiri untuk menguji ketepatan proses dan hasilnya) sebelumnya menugaskan kepada siswa, sehingga dapat diketahui secara pasti kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. 4) Menyediakan peralatan, bahan, dan sarana lain yang dibutuhkan untuk eksperimen yang akan dilakukan. 5) Menyediakan lembaran kerja (bila dirasa perlu). b. Melaksanakan penggunaan metode eksperimen, dengan kegiatankegiatan: 1) Mendiskusikan bersama seluruh siswa mengenai prosedur, peralatan, dan bahan untuk eksperimen serta hal-hal yang perlu diamati dan dicatat selama eksperimen. 2) Membantu, membimbing, dan mengawasi eksperimen yang dilakukan oleh para siswa, di mana para siswa mengamati serta mencatat hal-hal yang dieksperimenkan. 3) Para siswa membuat simpulan dan laporan tentang eksperimennya. c. Tindak lanjut penggunaan metode eksperimen, melalui kegiatan: 1) Mendiskusikan hambatan dan hasil eksperimen. 2) Membersihkan dan menyimpan peralatan, bahan atau sarana lainnya. 3) Evaluasi akhir eksperimen oleh guru. 23 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Anteng Tunggal Purwati, 2011 dalam penelitianya “Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Penggunaan Metode Eksperimen Pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 SD Negeri 4 Lemahjaya Wanadadi Banjarnegara”, dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa diperoleh bahwa keaktifan siswa ketika proses pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I sebanyak 66,67% dan pada siklus II sebanyak 77,78%. Keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebanyak 11,11% yaitu dari 66,67% meningkat menjadi 77,78%. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 66,11 dan pada siklus II sebesar 75,92. Adapun nilai ratarata kelas mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 9,81 yaitu dari 66,11 meningkat menjadi 75,92. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan metode eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas 5 SD Negeri 4 Lemahjaya Wanadadi Banjarnegara pada mata pelajaran IPA. 2.3 Kerangka Berpikir Proses pembelajaran diharapkan dapat berhasil sesuai dengan tujuan pembelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor tujuan pembelajaran, materi, metode, guru dan siswa, serta lingkungan belajar. Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, faktor metode merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada hasil pembelajaran. Penggunaan metode dalam pembelajaran akan menumbuhkan rasa ingin tahu pada diri siswa, karena pembelajaran akan lebih bervariasi dan tidak membosankan. Selain itu, penggunaan metode dalam pembelajaran dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Suatu kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran setiap siswa mempunyai perbedaan, baik perbedaan kemampuan memahami masalah maupun perbedaan kecepatan memecahkan masalah sehingga untuk 24 mencapai tujuan belajar tertentu, siswa memerlukan kondisi belajar yang berbeda. Pembelajaran IPA SD menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA telah mengembangkan metode eksperimen dengan hasil yang memuaskan. Sebagai suatu metode pengembangan ilmu, metode eksperimen patut diterapkan di SD. Hal ini dimaksudkan agar siswa SD sejak dini mengenal dan mampu melaksanakan eksperimen sederhana. Mengingat betapa pentingnya metode eksperimen untuk mengembangkan ilmu, sudah sepantasnya guru menggunakannya dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran akan memberikan pengalaman pada guru tentang adanya potensi yang dapat dikembangkan dalam diri siswa. Untuk dapat menggunakan metode eksperimen dengan efektif, maka seorang guru harus dapat menjawab apa dan bagaimana metode eksperimen dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode eksprimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan aktivitas, kemampuan berfikir dan kreativitas siswa secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Pengunaan metode eksperimen merupakan salah satu solusi untuk meningkat hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD. Proses pembelajaran merupakan salah satu segi yang perlu diperhatikan karena banyak sekali kegiatan yang terjadi didalamnya. Satu di antaranya adalah penyampaian materi pelajaran dapat menentukan berhasil tidaknya proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Penyampaian materi pelajaran akan lebih mudah dimengerti oleh siswa apabila disertai penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Menggunakan metode eksperimen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD yang selama ini masih rendah, karena metode eksperimen melibatkan siswa dalam proses 25 pembelajaran, siswa dapat menghayati dengan sepenuh hati mengenai pelajaran yang diberikan, memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan kemauan siswa. Selain itu perhatian siswa akan terpusat kepada apa yang dieksperimenkan. Melalui penggunaan metode eksperimen, maka masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati siswa dapat langsung terjawab dan akan mengurangi kesalahan dalam mengambil simpulan, karena siswa mengamati langsung terhadap suatu proses. Berdasarkan berbagai hal tersebut di atas, maka penggunaan metode eksperimen efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena dapat membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru sehingga mempertinggi mutu pembelajaran. Dengan demikian, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat sehingga hasil belajar siswa bertambah meningkat. Melalui penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran, maka diharapkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Lamper Kidul 01 Semarang dapat meningkat. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan yang dapat diajukan adalah adanya peningkatan hasil belajar IPA melalui penggunaan metode eksperimen pada siswa kelas 5 SD Negeri Lamper Kidul 01 Semarang semester genap Tahun Ajaran 2012/2013.