Potensi Tumbuhan Berbunga Sebagai Sumber

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Plutella xylostella Linn.
P. xylostella dikenal dengan nama Diamondback Moth karena pada sayapnya
terdapat pola gambaran menyerupai bentuk berlian dengan pinggiran berenda.
Seringkali disebut pula sebagai hama putih karena saat makan daun kubis, larva
hanya meninggalkan serpihan epidermis berwarna putih pada bagian daun yang
diserangnya. Pada pustaka terdahulu dinamakan P. maculipennis Curtis. Larva
memakan daun famili Brassicaceae (Kalshoven 198 1).
P. xylostella merupakan herbivora penting karena menyerang tanaman
sayuran : kubis, sawi, lobak, mustard dan berbagai jenis Brassicaceae lainnya. Selain
sayuran yang telah disebutkan sebelurnnya, larva P. xylostella juga menyerang selada
air (Nasturtium officinale) dan tumbuhan liar Alyssum sp. Tanaman hias seperti
Mathiola sp juga disukai oleh P. xylostella (Sastrosiswoyo 1987).
Penyebaran serangga P. xylostella cukup luas dan dapat ditemukan pada
pertanaman kubis di Amerika, Eropa, Australia dan Selandia Baru. Untuk Afrika
Selatan, Inggris dan Belanda, P. xylostella dikendalikan dengan sejurnlah parasitoid.
Selain daerah-daerah yang telah disebutkan, penyebaran P. xylostella ditemukan di
Fiji, Jamaika, Hawai dan Indonesia. Khusus di Indonesia penyebarannya meliputi :
Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera (Sastrosiswoyo 1987). Untuk wilayah Indonesia,
hama P. xylostella dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman kubis
terutama yang berada di daerah pegunungan atau pertanaman kubis dataran tinggi
(Vos 1953).
6
Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna putih kekuningan dengan
panjang berkisar 0,25 mm sampai 0,50 mm. Umumnya telur ini berada pada bagian
bawah daun sepanjang tulang daun dan tepi dam. Peletakan telur dapat secara
tunggal maupun berkelompok Warna telur menjadi bertambah gelap saat akan
menetas (Kalshoven 1981). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago selama hidupnya
adalah 92 hingga 130 butir (Vos 1953). Jumlah telur yang diletakkan oleh imago
betina P. xylostella berbeda jurnlahnya dan sangat tergantung pada kandungan nutrisi
pakan. Saat imago betina P. xylostella meletakkan telur pada tanaman sawi maka
jumlah telurnya 160 butir per betina dan mengalami penurunan saat bertelur pada
tanaman kubis. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan alil-isotiosianat yang berada pada
tanaman (Gupta & Thorsteinson 1960). Serangga P. xyIostella akan memilih
meletakkan telur pada permukaan daun yang kasar dibandingkan dengan permukaan
daun yang halus dan pengaruh perbedaan kandungan sinigrin pada jenis daun
tersebut. Sinigrin merupakan rnetabolit sekunder yang bersifat racun pada beberapa
spesies serangga. Adapun serangga hama yang mampu beradaptasi pada famili
Brassicaceae karena mempunyai enzim glukosinolase yang bersifat detoksifikasi
terhadap sinigrin. Manfaat sinigrin adalah mengtundari kolonisasi serangga polifag
pada tanaman famili Brassicaceae (Sastrosiswoyo 1987).
Larva P. xylostella terdiri dari empat instar. Biasanya larva yang baru menetas
dari telur akan masuk ke dalam jaringan daun dan meninggalkan epidermis daun
yang dimakannya, Larva berwarna hijau muda lalu menjadi hijau tua saat mencapai
instar ke empat. Ciri khas larva P.xyIostella adalah menjatuhkan diri dengan benang
sutera apabila mendapat gangguan.
7
Lebar kapsul kepala untuk tiap instar berbeda dan biasanya lebar kapsul
kepala ini akan tetap bertahan selama satu instar. Hasil penelitian Vos (1953)
menunjukkan bahwa lebar kapsul kepala rata-rata 0,16 mm untuk larva instar
pertama, 0,24 mm untuk larva instar kedua, 0,37 mm untuk larva instar ketiga dan
0,59 mm untuk larva instar keempat. Stadium larva pada masing-masing instar
tersebut berturut-turut adalah 4 hari, 2 hari, 3 hari dan 3 hari. Kalshoven (1981)
mengemukakan bahwa larva instar terakhir sebelum berkepompong terlebih dahulu
memintal benang yang akan dibuat kokon yang urnumnya terdapat pada sisi bawah
daun. Kokon tersebut dibuat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Imago berupa ngengat kecil yang benvarna cokelat keabu-abuan. Ciri khas
ngengat P. xylostella adalah sayapnya mempunyai pola gambaran menyerupai bentuk
berlian dan terlihat sangat jelas saat beristirahat. Pola tersebut ditemukan lebih gelap
pada ngengat betina dibandingkan dengan ngengat jantan. Panjang ngengat kurang
lebih 8 mm. Sifat lain ngengat adalah aktif pada senja dan malam hari untuk mencari
makan dan bertelur. Pada siang hari ngengat hinggap pada permukaan daun sebelah
bawah (Sastrosiswoyo 1987). Pakan ngengat adalah nektar bunga dan bertelur pada
dam bagian bawah tanaman Brassicaceae (Kalshoven 1981).
Suhu udara sangat berpengaruh bagi perkembangan P. xylostella.
Sastrosiswoyo (1987) mengemukakan bahwa batas suhu udara maksimal untuk
perkembangan P. xylostella adalah 40°C dan batas minimal 10°C. Kelembaban nisbi
(RH) kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan serangga P.
xylostella. Keperidian imago P. xylostella sangat tergantung pada kondisi suhu
lingkungan saat telur berkembang menjadi imago. Telur yang diletakkan berkurang
pada tempat yang bersuhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi mempengaruhi
kondisi fisik serangga sehingga perkembangannya sering terharnbat pada dataran
rendah (Vos 1953). Faktor lain yang cukup berperan adalah curah hujan. Curah hujan
dapat berpengaruh terhadap jarak terbang imago dan oviposisi betina P. xylostella.
Biasanya curah hujan yang deras membuat jarak terbang imago lebih pendek dan
mencuci larva dari permukaan daun serta meningkatkan kelembaban nisbi udara di
atmosfir (Sastrosiswoyo 1987).
Bioekologi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen
Musuh alarni P. xylostella yang cukup terkenal adalah parasitoid larva D.
semiclausum Hellen yang berkembang baik di daerah dataran tinggi. Menurut Borror
et al. (1992) D. semiclausum diklasifikasikan dalam Kelas : Insekta, Ordo :
Hymenoptera, Sub ordo : Apocrita, Super famili : Ichneumonoidea, Famili :
Ichneumonidae.
Penggunaan parasitoid dalam pengendalian P. xylostella dimulai tahun 1928
dengan menggunakan Diadegma (Angitia) fenestralis Holmg. (Hymenoptera :
Ichneumonidae) dari Belanda, tapi gaga1 dibiakkan dalarn laboratorium karena
perbedaan iMim yang terlalu besar (Kalshoven 1981). Tahun 1938 spesies lain
parasitoid yaitu D. eucerophaga Horstm. (Angitia cerophaga Grav.) yang berasaldari
Inggris dimasukkan ke Selandia Baru bagian selatan yang beriklim subtropis dan
berkembang dengan baik pada tempat tersebut. Kemudian parasitoid menyebar dan
berkembang di bagian utara yang beriklim hangat. Dari bagian utara Selandia Baru
9
tahun 1950 oleh Vos (1953) dimasukkan spesies D. eucerophaga (D. semiclausum
Hellen) sebagai usaha kedua yang ternyata berhasil. Pada tahun yang sama parasitoid
tersebut yang berhasil dikembangkan di Pacet (Jawa Barat) dilepaskan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera (Kalshoven 1981). Sifat parasitoid ini
spesifik karena hanya menyerang larva P.xylostella. Parasitoid tersebut sampai luni
ternyata dapat menekan populasi P. xylostella dan telah berkembang baik terutama di
Jawa Barat dengan tingkat parasitisasi antara 5 hingga 86 %. Khusus di daerah Tanah
Karo (Sumatera Utara) parasitoid D. semiclausum tidak dapat berkembang dengan
baik akibat tingginya pemakaian pestisida (Sastrosiswoyo 1987). Ooi (1992)
melaporkan di Malaysia D. semiclausum dapat berkembang secara memuaskan dan di
Taiwan persentase parasitisasinya mencapai di atas 50 %.
Parasitoid D. semiclausum bersifat endoparasit dan dapat bertelur pada semua
instar larva P. xylostella. Walaupun larva inang telah terparasit, ia tetap hidup karena
larva parasitoid mengikuti perkembangan inangnya. Akhirnya larva yang terparasit
tidak dapat membentuk pupa karena mati oleh larva parasitoid yang langsung
membentuk kokon di dalam kokon inangnya (Kalshoven 1981).
Kartosuwondo (1987) mengemukakan bahwa telur parasitoid yang diletakkan
di dalam tubuh inang berbentuk hymenopterifonn seperti umumnya bentuk telur
Hymenoptera dan berwarna putih transparan. Setelah diletakkan dalam tubuh inang,
telur mengalami perkembangan. Dari saat peletakan telur sampai 30 jam kemudian,
telur bertambah besar ukurannya karena menyerap cairan tubuh inangnya. Selain itu
larva parasitoid terdiri dari instar pertama, instar pertengahan dan instar terakhir
10
sebelum memintal kokon. Seperti kebanyakan serangga Hymenoptera lainnya imago
parasitoid D. semiclausum mengisap nektar dari tumbuhan berbunga sebagai sumber
makanannya (Tooker & Hanks 2000).
Pengendalian secara biologi dengan parasitoid D. semiclausum merupakan
komponen utama dari PHT hama kubis P. xylostella. Telah diketahui bahwa dalam
pengendalian P. xylostella, tanaman kubis tidak pernah lepas dari penggunaan
insektisida. Penggunaan insektisida yang sangat intensif pada pertanaman kubis
dataran tinggi dapat memusnahkan populasi parasitoid D. semiclausum. Berdasarkan
survei pada beberapa daerah pertanaman sayuran dataran tinggi, parasitoid D.
semiclausum berkurang populasinya dan jarang ditemukan bila tanaman kubis
diperlakukan insektisida dengan sangat intensif (Sastrosiswoyo 1987).
Pemanfaatan tumbuhan berbunga oleh parasitoid Hymenoptera
Tumbuhan liar (wild plant) yang tumbuh di sekitar lahan yang ditanami
dengan tanaman budidaya dapat berstatus gulma jika secara langsung atau tidak
langsung mengganggu tanaman utama. Gulma mempunyai beberapa pengertian yaitu
(1) tumbuhan yang tidak tumbuh pada tempatnya, (2) tumbuhan yang belum
diketahui kegunaan atau manfaatnya dan (3) tumbuhan yang mempunyai nilai negatif
(Deptan 1983). Tumbuhan berbunga yang menghasilkan produk berupa tepung sari
dan nektar sebagai sumber nutrisi bagi kebanyakan imago Hymenoptera (Tooker &
Hanks 2000). Nektar bunga dapat meningkatkan lama hidup, keperidian dan
persentase parasitisasi serangga parasitoid Hymenoptera (Idris & Grafius 1995).
11
Tumbuhan berbunga di sekitar lahan tanaman budidaya berperan sebagai
sumber nektar, tepung sari dan menjadi tempat tinggal inang alternatif bagi parasitoid
yang hidup pada tempat tersebut. Jika beberapa jenis tanaman pertanian menyediakan
nektar dan tepung sari, biasanya ketersediaannya dalam waktu yang sangat terbatas.
Alternatif lain, adanya kutu daun pada tanaman tertentu dapat menjadi sumber pakan
tambahan parasitoid karena ia menghasilkan produk berupa embun madu. Hal ini
dijumpai pada famili Aphididae dimana imago parasitoid Lysiphlebus testaceipes
Cress (Hym : Braconidae) mendapatkan sumber pakan tambahan dari inangnya
(Sandlan 1979 dalam Godfray 1994). Jika tidak terdapat tumbuhan berbunga pada
suatu lahan, parasitoid yang berada pada daerah tersebut dapat berpindah ke tempat
lain. Perpindahan ini menurunkan efektivitas parasitisasi karena energi dan waktu
banyak terbuang (Powell 1986). Secara tidak langsung ketiadaan tumbuhan berbunga
menurunkan populasi parasitoid Hymenoptera pada suatu tempat. Contoh yang
menarik adalah tumbuhan Nasturtium spp. (Brassicaceae) dapat menjadi reservoir
bagi larva P. xylostella bila lahan belum ditanami dengan kubis atau famili
Brassicaceae lainnya. Hal ini dikarenakan Brassicaceae liar daunnya menjadi pakan
P. xylostella dan bunganya menjadi sumber nektar bagi imago P. xylostella dan D.
semiclausum. Kondisi ini memungkinkan parasitoid D. semiclausum yang ada pada
tempat tersebut dapat tetap hidup dan memarasit inangnya. Upaya ini menunjang
tindakan konservasi musuh alami pada lahan pertanian (Kartosuwondo 1987).
Lama hidup serangga parasitoid sangat menentukan dalam pengendalian
serangga hama. Saat pelepasan diharapkan imago betina parasitoid dapat hidup lama.
Parasitoid telur Copidosoma koehleri (Hym:Encyrtidae) lama hidup betina 7 hari bila
12
mengkonsumsi nektar buckwheatflower dan imago jantan hanya bertahan sehari. Saat
diberikan campuran madu-air 20 % (honey-water) maka parasitoid betina dapat
bertahan hingga 12 hari dan parasitoid jantan 3 hari (Baggen & Gurr 1998). Hal ini
terjadi karena nektar bunga banyak mengandung glukosa dan asam amino yang dapat
meningkatkan metabolisme serangga parasitoid (Idris & Grafius 1995).
Selain lama hidup, nektar bunga dapat meningkatkan keperidian imago
parasitoid betina. Peningkatan tersebut tidak hanya berasal dari tumbuhan berbunga
sebagai sumber nektar tapi juga berasal dari kutu daun yang menyediakan embun
madu sebagai sumber pakan tambahan. Berdasarkan hasil penelitian Idris dan Grafius
(1995) tanaman Chenopodia album (Chenopodiaceae) dan Sonchus awensis
(Asteraceae) yang dihuni oleh kutu dam sebagai penghasil embun madu dapat
meningkatkan keperidian D. insulare (Hym : Ichneumonidae). Telur D. insulare
betina berjurnlah 70 butir bila memakan embun madu dari tanaman C. album dan 60
butir saat makan embun madu dari tanaman S. awensis. Dalam ha1 ini kehadiran kutu
daun pada tanaman memberikan dampak positif terhadap peningkatan keperidian
imago parasitoid Hymenoptera.
Beberapa imago parasitoid dari famili Ichneumonidae pergerakannya selalu
aktif dalam mencari nektar dan larvanya hidup pada larva inang Lepidoptera yang
merupakan hama perusak tanaman pertanian (DeLima 1980 dalam Pickett & Bugg
1998). Idris dan Grafius (1995) melaporkan bahwa persentase parasitisasi D. insulare
pada P. xylostella meningkat akibat mengkonsumsi nektar yang dihasilkan dari bunga
tanaman brokoli yang dikenal sebagai tanaman budidaya. Secara urnum tanaman
budidaya tidak dapat menghasilkan nektar karena biasanya di panen pada masa
13
vegetatif, kecuali saat panen disisakan beberapa tanaman untuk menjadi sumber
benih untuk musim tanam berikutnya. Sebelum menghasilkan benih biasanya
tanaman menghasilkan bunga yang dimanfaatkan kehadirannya sebagai sumber
pakan tambahan. Baggen dan Gurr (1998) melaporkan bahwa persentase parasitisasi
C. koehleri berkorelasi positif dengan jarak sumber pakan tambahan. Pada jarak 1
meter persentase parasitisasi C. koehleri terhadap larva P. operculella (Lepidoptera :
Gelechiidae) sebesar 55 % dan pada jarak 16 meter sebesar 39 %. Persentase
parasitisasi serangga Hymenoptera meningkat pada lahan yang ditanami dengan plot
tumbuhan berbunga (Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa kehadiran tumbuhan berbunga
di pertanaman memberikan manfaat yang nyata dalam usaha konservasi musuh alami.
Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah tumbuhan liar penghasil bunga yang
bermanfaat untuk musuh alami dapat ditanam di pinggiran lahan tanaman budidaya
(Nentwig 1991 dalam Pickett & Bugg 1998).
Tumbuhan berbunga yang ditemui di sekitar lahan kubis
Famili Asteraceae
Galinsoga pamiflora Cav.
Sinonim dengan Wollastana zollingeriana auct.non Sch.-Bip yang berasal dari
Peru lalu menyebar ke daerah tropis. Pertama kali ditemukan di Jawa sebelum 1890
lalu menyebar ke seluruh Indonesia kecuali Kalimantan dan Maluku. Hidup pada tepi
sawah, hutan, taman, tepi jalan dan perkebunan dengan ketinggian 300-2500 meter
dpl (Soerjani et al. 1987). Tanaman tegak dengan tinggi 20-60 cm dan mempunyai
percabangan yang kuat. Batang berbulu, dam bersilangan berbentuk lonjong dengan
14
panjang 1,5-5,O rnrn dengan kedua permukaan tertutup bulu. Bunga berkelamin dua,
mempunyai tabung mahkota dengan panjang 1-2 mm dan berwarna kuning. Bijinya
pipih dan akan diterbangkan oleh angin saat kering (Everaarst 1981).
Famili Brassicaceae (Cruciferae)
Brassica juncea (L.) Cosson
Berasal dari Asia Selatan lalu menyebar ke Indonesia dan negara Asia
lainnya. Dikenal sebagai sawi hijau (caisin) yang biasa dibudidayakan sebagai
tanaman sayur pada pekarangan, sela-sela pertanaman kubis, bawang daun dan jenisjenis sayuran lainnya. Hidup pada ketinggian 0-1000 meter dpl. Daunnya berbentuk
roset dan membentuk kanopi yang menutupi permukaan tanah. Panjang dam 15-30
cm dengan permukaan halus dan ujungnya tajam. Bunga berwarna kuning,
bergerombol dan berada pada ujung batang. Menghasilkan polong berukuran 7 cm
dan lebarnya 3-5 rnm. Satu polong menghasilkan biji sebanyak 10-25 butir. Biji akan
terlempar keluar saat polong masak (Opena 1988).
Cardamine hirsuta L.
Menyebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada ketinggian 700 2600 meter dpl. Hidup pada tepi selokan dan tempat lembab lainnya. Tanaman tegak
dengan tinggi 5-35 cm. Daun tersebar 5-11 helai tiap cabang. Bunga berada pada
puncak tanaman. Mahkota bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang akan
melontarkan bijinya saat masak. Biji berwarna cokelat kemerahan berbentuk lonjong
dan memipih (Everaarst 1981).
Nasturtium indicum (L.)DC
Sinonirn dengan Rorippa indica (L.) Hiern.; R. atrovirens (Hornem.) Ohwi &
Hara.; R. sinapsis (Burm.f.) Ohwi & Hara. Berasal dari Asia menyebar ke Afiika dan
Indonesia. Hidup pada tanah lembab sepanjang aliran air dengan ketinggian 0-2000
meter dpl. Tanaman setahun yang tegak dengan tinggi 10-50 cm, batang seringkali
bercabang dari dasarnya. Daun bersilangan bentuk lonjong dengan ukuran 4-10 cm.
Menghasilkan banyak bunga pada ujung tanaman dengan panjang 5-10 cm. Mahkota
bunga warna kuning. Menghasilkan polong yang ramping dengan panjang 15-25 mm.
Biji warna cokelat kemerahan dan akan menyebar saat polong masak atau lewat
aliran air (Soerjani et al. 1987).
Farnili Capparidaceae
Cleome rutidosperma DC
Sinonim dengan C. czliata Schurn. & Thonn. Berasal dari Afrika Barat
menyebar ke Angola lalu diintroduksi ke Karibia. Pertama kali dilaporkan tahun 1920
di Medan (Sumatera Utara) dan Jawa (Jakarta) tahun 1958. Ditemukan di Singapura
dan Thailand tahun 1946 d m Burma tahun 1948. Hidup pada dataran rendah,
pekarangan dan persawahan pada ketinggian 0-1000 meter dpl. Tanamannya tegak,
seringkali bercabang dengan tinggi 15-100 cm. Batangnya bentuk persegi. Daunnya
berjari tiga, berbentuk oval atau lonjong. Bunga berkelarnin dua berada pada ketiak
daun dan menyebar secara tunggal. Mahkota bunga warna ungu muda sering
bercampur warna merah muda. Buah bentuk polong dengan panjang 4-10 rnrn. Biji
berwarna cokelat atau hitam d m akan terlempar keluar saat polong masak (Soerjani
et al. 1987).
Famili Lythraceae
Cuphea microphylla H.B.& K.
Berasal dari Arnerika tropis dan menyebar ke Indonesia kecuali Irian Jaya.
Tumbuh di tarnan, tepi jalan dengan ketinggian 0-1000 meter dpl. Biasa dijadikan
sebagai tanaman hias. Merupakan tanaman tegak, banyak percabangan dengan tinggi
10-40 cm. Batang segiempat dengan daun bersilangan berbentuk lonjong. Bunga
berkelamin dua turnbuh pada ketiak daun, kadang menyebar tunggal atau
bergerombol. Mahkota bunga berwarna ungu atau putih. Berkembang biak dengan
potongan bagian tanaman (Steenis 1988).
Famili Oxalidaeeae
Oxalis barrelieri L.
Sinonim dengan 0.sepium A. St.-Hill. var. picta Prog. Berasal dari Arnerika
Selatan dan menyebar ke negara-negara tropis seperti Indonesia. Khusus Indonesia
ditemukan di sekitar Bogor (Jawa Barat) untuk pertama kali pada tahun 1888. Saat
ini penyebarannya telah sampai ke Sumatera, Jawa dan Irian Jaya. Ditemukan di
sekitar taman, sepanjang jalan, tepi sungai d m padang rumput dengan ketinggian 01500 meter dpl. Herba tegak dengan tinggi diatas 0,5 meter tanpa stolon. Batangnya
bercabang, daun bersilangan dan satu tangkai terdiri dari 3 helai daun. Bunga
berkelamin dua, mahkota bunga wama merah muda, sebagian kehijauan dengan
bintik kuning. Menghasilkan buah dengan bentuk segilima dengan biji 3-4 butir per
bilik. Biji menyebar lewat angin dan semut (Soerjani et al. 1987).
17
Oxalis corniculata L.
Daerah asalnya tidak diketahui dengan pasti tapi bersifat kosmopolitan di
daerah tropis dan sub tropis. Khusus Indonesia ditemukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan ketinggian di bawah 3000 meter dpl. Ditemukan
pada semua jenis tanah, tepi selokan, padang rumput, tembok rumah dan tepi sawah
(Everaarst 1981). Tanaman tahunan dengan panjang 5-35 cm, bercabang banyak,
ramping dan berakar pada tiap mas. Batang bulat dan berambut. Daunnya terdiri 3
helai. Bunga berada pada ketiak daun, berkelamin dua dengan mahkota berwama
kuning dan gelap pada dasar bunga. Buah terdiri dari 5 bilik berbentuk segilima
dengan biji wama cokelat kemerahan saat masak. Penyebaran biji lewat serangga dan
terlempar saat masak (Soerjani et al. 1987).
Famili Scrophulariaceae
Linderrtia crustacea (L.) F.v.M.
Sinonim dengan L. rninuta Koord. ;Mimulus javanicus Bl.; Torenia crustacea
Hassk.; T. minuta Bl.; Vandellia crustacea Benth.; V. minuta Miq. Berasal dari Asia
tropis lalu menyebar ke Indonesia. Turnbuh pada tanah lembab, lapangan, taman,
bebatuan sumur dan tanah keras. Kebanyakan pada ketinggian dibawah 1500 meter
dpl. Tanaman tahunan yang tegak dengan banyak percabangan pada dasar perakaran.
Batangnya berukuran panjang 4-20 cm dengan tinggi di bawah 8 cm. Batang
segiempat dengan daun bersilangan, lonjong dan mempunyai banyak gerigi. Bunga
tunggal, berkelamin dua, terletak pada ketiak daun atau diujung tanaman. Warna
18
mahkota bunga putih atau ungu pucat, dasar bunganya ungu tua dengan bintik
kuning. Biji bentuk lonjong warna kuning kecokelatan. Penyebaran biji lewat aliran
air (Soejani et al. 1987).
Download