5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama yang Berasosiasi dengan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis
Hama-hama yang menyerang tanaman kubis dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu hama utama atau penting dan hama sekunder. Hama utama
pada tanaman kubis yaitu ulat daun kubis (Plutella xylosíella L.) dan ulat krop
kubis (Crocidolomia pavonan F.). Hama sekunder pada tanaman kubis yaitu
ulat tanah (Agrotis ípsilon .), ulat jengkal kubis (Chrysodeixis orichalcea L.),
ulat bawang (Spodoptera exigua Hbn.), ulat grayak (Spodoptera litura F.),
kutu daun persik (Myzus persicae Sulz.) dan ulat buah tomat (Helicoverpa
armígera Hbn.) (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993)
2.1.1 Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L.) (Lepidoptera : Plutellidae)
Klasifikasi Plutella xylostella L (Kalshoven, 1981) yaitu sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Plutellidae
Genus
: Plutella
Spesies
: Plutella xylostella L.
P. xylostella L. merupakan hama utama pada tanaman kubis dataran tinggi
di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi dan banyak daerah lainnya di Indonesia.
Serangga ini bersifat kosmopolitan yang mana hidup di daerah yang beriklim
5
6
tropis maupun subtropis (Kalshoven, 1981). Serangga dewasa P. xylostella
merupakan ngengat kecil berwarna coklat kelabu yang dikenal dengan sebutan
“Diamondback Moth (DBM)”, ini dikarenakan serangga dewasa P. xylostella
pada sayap depan terdapat tiga buah “titik” (undulasi) seperti intan
(Sastrosiswojo, 1987).
Telur dari P. xylostella berukuran sangat kecil atau berbentuk oval dengan
wama putih kekuningan, panjang berkisar 0,25 mm sampai 0,50 mm. Ngengat
umumnya meletakkan telurnya di sekitar tulang daun dari permukaan bawah daun
yang mana pada permukaan bawah daun lebih kasar dibandingkan dengan
permukaan daun yang halus (Ngatimin, 2002). Telur diletakkan secara tunggal
ataupun dalam kelompok kecil (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Jumlah telur
yang dihasilkan oleh imago betina P. xylostlla selama hidupnya adalah 92 hingga
130 butir.
Larva P. xylostella berbentuk silindris, relatife tidak berbulu. Larva terdiri
dari empat instar. Larva mempunyai pertumbuhan maksimum dengan ukuran
panjang tubuh mencapai 10-12 mm. Larva instar pertama berwarna hijau muda
hingga wama hijau tua pada saat mencapai larva instar keempat. Ukuran larva
relatif kecil dan bersifat lincah apabila larva tersentuh ataupun mendapat
gangguan maka larva P. xylostella akan menjatuhkan diri dengan benang sutera,
ini merupakan ciri khas dari larva P. xylostella. Stadium larva pada instar pertama
hingga instar keempat memiliki periode waktu yang berbeda dimana berturutturut yaitu : 4 hari, 2 hari, 3 hari, dan 3 hari. Pada musim panas dan hujan periode
larva berkisar 10 hari dan di musim dingin dengan periode larva berkisar 1 2 - 1 5
hari (Shaila, 2007).
7
Larva instar keempat merupakan larva instar akhir. Larva instar terakhir
akan memintal benang yang akan dibuat menjadi kokon dimana pada umumnya
kokon P. xylostella terdapat pada sisi bawah daun dan waktu yang diperlukan
untuk membuat kokonnya kurang dari 24 jam (Kalshoven, 1981). Kepompong
yang baru dibentuk akan memiliki wama hijau kekuningan kemudian setelah satu
atau dua hari akan berubah menjadi wama coklat dan secara bertahap akan
berubah menjadi coklat tua hingga muncul serangga dewasa (Abraham dan
Padmanabhan, 1968 dalam Shaila, 2007).
Umur P. xylostella di daerah dingin lebih panjang daripada di daerah
panas. Daur hidup serangga P. xylostella di daerah panas dengan ketinggian
hingga 250 m dpl, yaitu : stadium telur selama 2 hari, larva selama 9 hari, pupa
selama 4 hari dan imagonya selama 7 hari. Sementara itu, di dataran tinggi dengan
ketinggian tempat sekitar 1.100 - 1.200 mdpl, stadium telur sekitar 3-4 hari, larva
12 hari, pupa 6-7 hari dan imago 20 hari (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Gambar 2.1 Siklus hidup Plutella xylostella (foto Hiperindah Nunilahwati, 2011)
8
2.1.2 Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana Fabricius) (Lepidoptera :
Pyralidae)
Crocidolomia pavonana merupakan hama yang menyerang pertanaman
kubis dari munculnya krop hingga panen. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi
C. pavonana yaitu sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Pyralidae
Genus
: Crocidolomia
Spesies
: Crocidolomia pavonana
Penyebaran serangga ini di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan
Kepulauan Pasifik (Kalshoven, 1981). Hama ini dapat menyerang tanaman dari
famili Cruciferae seperti kubis, kubis bunga, petsai, sawi, brokoli, lobak, sawi
jabung dan selada air. Serangga C. pavonana terkadang saling bergantian sebagai
hama utama dengan P. xylostella (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Gambar 2.2 Larva Crocidolomia pavonana. (Dokumen Nia, 2013)
9
Gambar 2.3 Pupa Crocidolomia pavonana.(Sumber : Dokumen Nia 2013)
Imago C. pavonana meletakkan telur secara berkelompok dan saling
tumpang tindih pada permukaan bawah daun dimana menyerupai deretan genting
rumah. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina bervariasi antara
55 hingga 285 butir. Sari (2002) melaporkan bahwa persentase penetasan telur
adalah 62,2-100% dan persentase individu yang dapat bertahan hidup sampai
menjadi imago adalah 44,0-88,6% dengan rata-rata 67,8%. Lama stadium telur 46 hari, telur yang baru diletakkan berwarna hijau kemudian akan berubah selama 2
hari menjadi kuning kehijauan setelah itu berwarna coklat kemerahan dan akan
berwarna hitam kelabu sebelum menetas (Korinus, 1995).
Larva C. pavonana berwarna hijau muda kecoklatan. Larva tersebut
memiliki lima instar. Sepanjang tubuh larva terdapat garis-garis putih pada bagian
sisi dan bagian atas larva ini. Larva muda (instar ke-1 sampai instar ke-2) pada
umumnya hidup bergerombol pada permukaan bawah daun kubis kemudian pada
larva instar ke-3 akan menyebar menuju ke titik tumbuh. Sedangkan larva instar
ke- 4 dan instar ke-5 akan bersifat malas dan selalu menghindari cahaya matahari
(Sastrosiswojo dkk., 2005).
10
Larva instar I memiliki panjang yaitu mencapai 1,08-4,5 mm, instar II
dengan panjang mencapai 3,0-7,0 mm, instar III yaitu 7-12 mm, kemudian instar
IV 12,0-16,0 mm sedangkan larva instar V berukuran 13,0-21,0 mm (Suharti,
2000). Masing-masing larva instar I sampai instar V berbeda yaitu pada larva
instar I dan instar II berwarna hijau muda kemudian pada instar III sampai instar
V berwarna hijau muda namun pada tubuhnya akan terlihat garis hijau membujur
pada ventral dan akan semakin terlihat jelas terdapat bintik-bintik kecokelatan
pada bagian ventral. Stadium larva pada masing-masing instar tersebut dengan
rata-rata periode berturut-turut yaitu 2,6 hari; 2,4 hari; 2 hari; 2,3 hari, dan 4,7
hari. Menurut Sastrosiswojo dkk.(2005) bahwa periode larva pada instar I sampai
instar V adalah 11-17 hari dengan rata-rata 14 hari pada suhu 26-33,2 °C. Larva
akan bergerak lamban dan tidak aktif makan pada saat larva tersebut mendekati
masa prapupa.
Serangga dewasa C. pavonana aktif pada malam hari (nokturnal). Ngengat
akan bersembunyi pada siang hari di celah-celah antara daun kubis karena ngengat
tidak tertarik pada cahaya (Kalshoven, 1981). Imago betina berwarna coklat
dengan sayap depan berwarna sedikit gelap, sedangkan imago jantan berwarna
coklat lebih gelap dengan sayap depan bercorak lebih jelas (Sari, 2002).
Perbedaan yang lainnya yaitu ngengat betina memiliki abdomen yang lebih besar
namun abdomen ngengat jantan lebih pendek dimana ujung abdomen lebih
tumpul dan lebih banyak ditumbuhi rambut-rambut halus (Suharti, 2000). Ukuran
panjang tubuh ngengat jantan berkisar 10,4 mm dan ngengat betina 9,6 mm
(Sastrosiswojo dkk., 2005). Lama hidup imago ngengat C. pavonana yaitu 9,4 hari
11
(Sari, 2002). Siklus hidup C. pavonana berkisar antara 22 sampai 30 hari
(Kalshoven, 1981).
2.1.3 Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) (Lepidoptera : Noctuidae)
Ulat grayak tersebar luas di Asia, Pasifik, dan Australia. Di Indonesia,
hama ini terutama menyebar di Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Pertumbuhan populasi
ulat grayak sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni: salah satunya
cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama
meningkat sehingga memperpendek siklus hidup (Marwoto dan Suharsono, 2008).
S. litura bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas
atau banyak inang, sehingga agak sulit dikendalikan. Ulat grayak (Kalshoven,
1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Noctuidae
Genus
: Spodoptera
Spesies
: Spodoptera litura.
12
Gambar 2.4 Larva Spodoptera litura
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2015)
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat
pada malam hari mencapai 5 km. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian
dasar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat
kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25-500 butir. Telur
diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman
inang maupun pada inang alternatif. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur
tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung
ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Larva mempunyai wama yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit)
berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh (Gambar 2.4)
Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Pada sisi lateral dorsal terdapat
garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua
atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas
(tergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan benang
sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau
tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada
13
intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain
secara bergerombol dalam jumlah besar (Marwoto dan Suharsono, 2008). Warna
dan perilaku larva instar terakhir mirip larva tanah Agrothis Ípsilon, namun
terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda
bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang.
Larva berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus
hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2-4 hari). Stadium larva
terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari. Lama stadium pupa 8-11
hari. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000-3.000 telur (Marwoto dan
Suharsono, 2008).
2.1.4 Ulat Buah Tomat (Helicoverpa armigera Hubner) (Lepidoptera :
Noitudea)
Serangga ini lebih dikenal sebagai ulat buah tomat (Permadi dan
Sastrosiswojo, 1993). H. armígera termasuk serangga yang bersifat polifag,
sehingga menimbulkan kerugian pada beberapa jenis tanaman seperti : tomat,
tembakau, kacang-kacangan, jagung, sorgum, kapas, kentang, tanaman hias, dan
sayuran lainnya (Setiawati, 1991). Klasifikasi dari ulat buah tomat (Kalshoven,
1981) Adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
14
Famili
: Noctuidae
Genus
: Helicoverpa
Spesies
: Helicoverpa armigera
Ngengat betina H. armígera umumnya meletakkan telur pada bagian
tanaman yang banyak rambut-rambutnya dan kasar. Telur yang baru diletakkan
berwarna kuning muda dan berbentuk bulat (Setiawati, 1991). Telur yang akan
menetas berubah warna menjadi abu-abu dan akhirnya hitam (Herlinda, 2005).
Lama masa peneluran mencapai 10 hari. Jumlah telur yang diletakkan oleh seekor
betina rata-rata 263,12 butir. Selama hidupnya, ngengat mampu meletakkan telur
setiap hari hingga mati. Lama stadium telur berkisar antara 2-4 hari dan rata-rata
adalah 2,12 hari. Fertilitas telur cukup tinggi (rata-rata 76,52%), namun serangga
memiliki kemampuan kompetisi yang tinggi karena bersifat kanibal (Herlinda,
2005).
Larva yang baru keluar dari telur berbentuk silindcr dan tubuhnya
berwarna kuning pucat (Setiawati, 1991). Larva H. armígera mempunyai enam
instar, itu terlihat berdasarkan bekas mandibelnya yang mengelupas. Larva yang
memakan buah tomat umumnya berwarna hijau kekuningan. Perbedaan warna
larva dipengaruhi oleh pakannya. Effendy dan Herlinda (2001) menyatakan larva
H. armígera yang diberi polong kedelai yang berwarna hijau menyebabkan
tubuhnya berwarna hijau. Stadia larva membutuhkan waktu berkisar antara 29-46
hari dengan rata-rata 36,25 hari.
Pupa yang baru terbentuk berwarna hijau dan kuning kemudian berwarna
coklat. Rata-rata stadium pupa 10 hari. Pupa yang baru terbentuk biasanya mudah
bergerak apabila disentuh. Setelah beberapa hari pupa berwarna coklat muda dan
15
kemudian berwarna coklat tua.
Ngengat H. armígera memiliki sayap depan berwarna coklat dengan satu
bintik hitam pada sayap tersebut, Sayap belakangnya memiliki tepi berwarna
hitam, sedangkan pangkal sayap tersebut berwarna putih kecoklatan. Ngengat
jantan dapat dibedakan dengan ngengat betina karena pola bercak pirang tua
(merah) pada ngengat betina. Pada ngengat jantan terdapat pola bercak yang
berwarna kehijauan pada ujung sayapnya (Herlinda, 2005)
Daur hidup H. armigera dari telur hingga imago meletakkan telur 50-52
hari. Lama hidup ngengat berkisar antara 2-18 hari dengan rata-rata 11,2 hari.
Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat metabolisme yang akhimya dapat
mempercepat perkembangan (Herlinda, 2005).
2.1.5 Ulat Jengkal (Chrysodeixis orichalcea L) (Lepidoptera : Noctuidea)
Klasifikasi dari ulat jengkal (Kalshoven, 1981) yaitu sebagai barikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Noctuidae
Genus
: Chrysodeixis
Spesies
: Chrysodeixis orichalcea L.
Imago berwarna gelap dan terdapat bintik-bintik keemasan pada sayap
depan menyerupai huruf “Y”. Telurnya kecil berwarna agak putih dimana
diletakkan secara tunggal diatas daun (Rukmana, 2004).
Telur menetas setelah
16
3-10 hari. Larva yang baru menetas mulai memakan daun pada bagian bawahnya,
kemudian akan bergerak ke bagian dalam tanaman dan mulai memakan daun yang
muda maupun tunas yang masih muda (Pracaya, 1999). Larva berwarna hijau
dengan garis-garis putih disisinya. Ciri khas larva ini bila berjalan seperti
menjengkal. Pupa dibentuk pada bagian bawah daun.
Daur hidup C. orichalcea dari telur sampai imago berlangsung selama 1824 hari (Rukmana, 2004). Ukuran tubuh ulat jengkal agak besar dan panjang
tubuh ulat dewasa mencapai 4 cm. Stadium larva terdiri atas lima instar, umur
larva berlangsung selama 14-19 hari dengan rerata 16,2 hari. Gejala serangan
yang disebabkan oleh larva C. orichalcea adalah larva akan merusak dan memakan
daun, sehingga daun yang diserang menjadi berlubang-lubang, mulai dari tepi
daun bagian atas atau bawah (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
2.1.6 Kutu Daun (Aphis brassicae L.) (Homoptera : Aphidoidae)
Klasifikasi dari kutu daun (Kalshoven, 1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Homoptera
Famili
: Aphidoidae
Genus
: Aphis
Spesies
: Aphis brassicae L.
Panjang telur Kutu daun berukuran 0,7 mm dan tebal 0,15 mm, berwarna
hijau muda atau hijau kuning diliputi semacam tepung berlilin, namun setelah
17
beberapa hari berubah menjadi hitam mengkilat. Kutu daun yang baru menetas
tidak mempunyai sayap dan berwarna hijau. Panjang aphis berkisar 1,8 — 2,3
mm. Kutu daun hidup berkelompok di bawah daun dan daur hidup aphis 40
sampai 50 hari (Pracaya, 1999). Tingkat kesuburan dari satu betina kutu daun bisa
menghasilkan 40 nimpha. Periode nimpha berlangsung selama 7 — 1 2 hari.
Kutu daun menyerang tanaman kubis dengan menusukkan alat mulut yang
runcing dan menghisap cairan selnya, sehingga menyebabkan daun menguning
dan krop berbintik-bintik tampak kotor. Kutu daun lebih memilih untuk makan
pada sisi bawah daun atau pada sisi bawah daun dekat titik tumbuh.
2.2 Musuh Alami yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis
Ekosistem pertanian tanaman pangan umumnya bersifat kurang stabil yang
dicirikan oleh diversitas struktur komunitas yang rendah. Susunan jala makanan
(food web) pada ekosistem ini bersifat sederhana sehingga populasi suatu jenis
organisme (khususnya yang berstatus hama) berada dalam keadaan tidak
seimbang, bahkan dapat mengalami eksplosi. Biodiversitas ekosistem tanaman
pangan dapat dipertahankan pada taraf tinggi dengan cara memanipulasi
lingkungan, sehingga tercipta kondisi yang menguntungkan bagi spesies-spesies
untuk saling berinteraksi dalam ekosistem.
Musuh alami sebagai salah satu komponen ekosistem berperan penting
dalam proses interaksi intra dan inter spesies. Tingkat pemangsaannya berubahubah menurut kepadatan populasi hama, maka musuh alami digolongkan ke
dalam faktor ekosistem yang tergantung kepadatan (density dependent factors).
18
Ketika populasi hama meningkat, mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami
semakin meningkat, demikian pula sebaliknya (Stehr, 1975).
Musuh alami dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan dan mengatur
populasi hama pada tingkat keseimbangan umum (general equilibrium position),
baik secara alamiah maupun buatan. Pemanfaatannya secara alamiah dapat
dilakukan melalui konservasi dan peningkatan efektivitas musuh alami, antara lain
dengan menerapkan teknik budi daya yang baik, dan menggunakan pestisida
secara bijaksana, sehingga tidak mengganggu kehidupan musuh alami.
Pemanfaatan musuh alami secara buatan dapat dilakukan dengan cara pelepasan
(augmentation) setelah dibiakkan/diperbanyak di laboratorium, introduksi, dan
kolonisasi musuh alami (Watson et al. 1976).
2.2.1 Parasitoid yang Berasosiasi dengan Hama Kubis
Menurut Karindah dkk. (2003) yang dilakukan di Daerah Batu Kabupaten
Malang setidaknya ada 7 parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella xylostella
yakni : Trichogrammatoidae bactrae (Hymenoptera), Diadegma semiclausum
(Hymenoptera : Ichneumonidae), Cotesia plutellae (Kurdj.) (Hymenoptera :
Braconidae), Diadromus collaris, Oomyzus sokolowskii (Kurdj.) (Hymenoptera :
Eulopidae), Thyraella collaris, Tetrastichinae (Hymenoptera : Eulopidae).
Herlinda (2004) mengatakan pada pertanaman sayuran di Sumatra Selatan
ditemukan lima parasitoid yang berasosiasi dengan P. xylostella, yaitu : Diadegma
semiclausum, Trichogrammatoidea cojuangcoi Nagaraja (Hymenoptera), Cotesia
(Apanteles) plutellae
(Kurdj.),
Diadegma
semiclausum
(Hymenoptera
:
19
Ichneumonidae), Oomyzus sokolowskii (Kurdj.) (Hymenoptera : Eulopidae),
Tetrastichinae (Hymenoptera : Eulopidae).
2.2.1.1 Trichogrammatoidea cojuangcoi
Trichogrammatoidea cojuangcoi merupakan endoparasitoid telur soliter.
Imago T. cojuangcoi yang muncul dari telur P. xylostella berwarna hitam
kekuningan dengan panjang tubuh 0.5-1.0 mm. Telur P. xylostella yang terparasit
berwarna hitam, sedangkan yang sehat berwarna kuning kehijauan.
2.2.1.2 Cotesia plutellae
Cotesia plutellae adalah endoparasitoid larva soliter. Betina C. plutellae
meletakkan telur di dalam tubuh instar dua P xylostella. Setelah mencapai larva C.
plutellae memasuki instar akhir (ketiga). Larva C. plutellae keluar dari tubuh
larva P. xylostella melalui ruas abdomen ketiga dari sebelah samping atau bawah
dan langsung memintal kokon untuk fase pupanya. Kokon C. plutellae berwarna
putih bersih, keras, dan panjangnya antara 3-4 mm. Imago C. plutellae yang
muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan panjang tubuh berkisar 3
mm. Larva P. xylostella yang terparasit berwarna hijau kekuningan, sedangkan
larva sehat berwarna hijau. Abdomen posterior larva yang sakit ini lebih besar
dibandingkan dengan larva sehat.
2.2.1.3 Diadegma semiclausum
Diadegma semiclausum adalah endoparasitoid larva soliter. Parasitoid ini
meletakkan telur di dalam tubuh larva P. xylostella, terutama pada instar ketiga.
20
Imago D. semiclausum muncul dari tubuh inang saat inang berada masih dalam
fase larva. Setelah larva D. semiclausum memasuki instar akhir (keempat), larva
D. semiclausum keluar dari tubuh larva P xylostella dan memintal kokon di dalam
kokon P xylostella. Kokon D. semiclausum berwarna abu-abu kecokelatan. Imago
D. semiclausum yang muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan
panjang tubuh berkisar 4.5-5.5 mm. D. semiclausum adalah parasitoid larva tetapi
di laboratorium pernah juga ditemukan larva D. semiclausum berada di dalam
tubuh pupa P. xylostella. Larva P. xylostella yang terparasit oleh D. semiclausum
terlihat hijau kekuningan.
2.2.1.4 Oomyzus sokolowskii
Oomyzus sokolowskii adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini
meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul
saat inang berada pada fase pupa. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit
oleh O. sokolowskii terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah gemuk. O.
sokolowskii memiliki kepala dan toraks berwarna hitam kehijauan dan berkilau
dengan panjang tubuh antara 1.5-2.0 mm. Imago betina memiliki ovipositor yang
pendek.
2.2.1.5 Tetrastichus
Tetrastichus adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini
meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul
saat inang berada pada fase pupa. Imago Tetrastichus yang muncul dari pupa
P.xylostella berwarna hitam kehijauan dan berkilau. Panjang tubuh berkisar 1,4-
21
1,7 mm dengan rata-tata 1,5 mm. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit
oleh Tetrastichus terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah membesar.
2.2.2 Predator yang Berasosiasi dengan Hama Penting pada Tanaman Kubis
Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama
atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga
predator sudah dikenal sebelum tahun 1888 dengan suksesnya pengendalian hama
cottony-cushion scale pada jeruk dengan menggunakan musuh alami Rodolia
cardinalis di Los Angeles pada tahun 1876.
Menurut Untung (1993), hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang
menjadi predator, tetapi selama ini hanya beberapa ordo yang anggotanya
merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo
tersebut adalah Coleoptera famili Carabidae dan Coccinellidae; Orthoptera famili
Mantidae; Diptera famili Asilidae dan Syrphidae; Odonata famili Coenagrionidae
dan Aeshnidae; Hemiptera famili Miridae, Reduviidae, Pentatomidae dan
Mesoveliidae; Neuroptera famili Chrysopidae; Hymenoptera famili Formicidae.
Dari sekian banyak entomofaga, baru sekitar 15-16% yang telah teridentifikasi
sebagai agen pengendali hayati (Thacker 2002; Norris et al. 2003).
2.2.2.1 Menochilus sexmaculatus
Menurut (Kalshoven, 1981) klasifikasi kumbang M. sexmaculatus adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
22
Kelas
: Insekta
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Coccinellidae
Genus
: Menochilus (Cheilomenes)
Species
: Menochilus sexmaculatus Fabricius.
M. sexmaculatus merupakan serangga predator dari ordo Coleoptera.
Serangga ini biasa disebut kumbang predator warna kuning mempunyai bercak
hitam dan bergerak lambat dalam menangkap mangsa. M. sexmaculatus mampu
memangsa hama penting Bemisia. tabaci dan Myzus persicae pada pertanaman
cabai, sehingga secara hayati serangga predator M. sexmaculatus sangat potensial
untuk menekan penggunaan insektisida sintetis (Muharam & Setiawati 2007).
M. sexmaculatus merupakan salah satu predator yang sangat potensial.
Serangga tersebut merupakan jenis predator yang mempunyai kisaran mangsa
yang agak luas, selain dapat memangsa berbagai jenis kutu daun, juga dapat
memangsa coccicids dan psyllids. M. sexmaculatus juga merupakan salah satu
predator yang mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan
reproduksi yang tinggi dan tingkat pemangsaannya tinggi (Setiawati et al. 2005).
Daur hidup predator M. sexmacrpulatus berkisar antara 56 hingga 78 hari
dengan rincian telur 4-5 hari, larva 20-25 hari, pupa 4-6 hari dan imago 28-42
hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir. M. sexmaculatus
membunuh dengan cara mengunyah semua bagian-bagian tubuh mangsanya (Oka,
2005).
23
2.2.2.2 Lalat Syrphidae ( Ischiodon scutellaris)
Serangga ini biasanya disebut Hover fly karena kemampuannya melayanglayang menunggu dekat mangsa. Syrphidae termasuk family yang besar, terdapat
870 spesies di America Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies
di Eropa daratan. Anggota Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam
peran sebagai saprofag, mikofag, herbivore dan predator. Subfamily yang
anggotanya sebagian besar menjadi predator terutama kutu daun.
Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di
agroekosistem adalah Ischiodon scutellaris. Larva Ischiodon scutellaris bertindak
sebagai predator dan dewasa hidup mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama
hidupnya mampu menghasilkan 1900 butir telur, dan setiap harinya betina mampu
meletakkan sampai 100 butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat
koloni kutu daun yang berguna sebagai sumber makanan, saat telur menetas
menjadi larva. Larva syrphidae tidak bermata dan tidak bertungkai (Hidayat, dkk,
2009).
2.2.2.3 Kumbang Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera ; Staphylinidae)
Paederus merupakan salah satu predator polifag yang memangsa antara
lain wereng batang coklat, wereng punggung putih dan wereng hijau. Kumbang
ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili Staphylinidea, famili
Staphylinidae dan genus Paederus (Kalshoven 1981). Kumbang paederus dewasa
berukuran panjang berkisar 6,0-8,0 mm. tubuhnya berwarna hitam atau biru
kecoklatan dan merah kecoklatan. Predator ini banyak ditemukan di pertanaman
padi yang sudah tua. Disamping itu kumbang ini juga dapat ditemukan pada
24
pertanaman palawija seperti jagung, kubis dan kedelai. Kumbang dewasa dapat
ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah kulit
pohon. Siklus hidup kumbang ini berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago
berkisar antar 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari.
Serangga folifag yang sudah diketahui sebagai mangsa Paederus adalah larva H.
armigera, larva S. litura. Paederus juga dapat tumbuh dan berkembangbiak
dengan mangsa Collembola (Lubis, 2005).
2.2.2.4 Dolichoderus bituberculatus
Semut ini berguna sekali untuk mengusir hama dari pohon kakao, terutama
Helopeltis. Semut hitam bersimbiose dengan kutu putih karena memakan kotoran
kutu yang mengandung banyak gula. Kutu mengisap getah dari tanaman yang
mengandung gula dan sebagian gula yang dihisap keluar bersama kotorannya.
karena bermanfaat bagi semut, maka semut melindungi kutu putih dari serangan
serangga lain, misalnya Helopeltis.
2.2.2.5 Oecophylla smaragdina,
Semut rang-rang berwarna coklat ke merah-merahan, panjang 5 -10 mm.
Biasanya membuat sarang di antara daun pohon yang ditempelkan dengan selaput
lilin. Semut ini sangat ganas, semut angkrang dapat diajak menempati kebun
kakao dengan meletakkan bangkai binatang pada pohon. Setelah semut menetap,
bisa disebar ke pohon lain dengan meletakkan sepotong bambu/kayu sebagai
jembatan di antara dua pohon tersebut.
Download