BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi Tanaman Jagung
Menurut Subekti et al. (2007) Tanaman jagung termasuk famili rumputrumputan (graminae) dari subfamili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan
jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman
jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di
daerah pertanaman jagung.
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar
seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah
akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan
melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar
seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif
berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku,
semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut
akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar
adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri
atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga
adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan
tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan
mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air.
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi
tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).
Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles
yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Sesudah
koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka. Setiap
daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada
batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya
berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna
adalah 3-4 hari setiap daun.
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga
jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul
dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh
apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga
biseksual.
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas.
Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada
bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang
terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang
jumlahnya selalu genap. Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol,
tergantung varietas. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp
menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri
atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi
mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm,
sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90%
pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga),
sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan
koleoptil (Hardman and Gunsolus, 1998 dalam Subekti 2007)
2.2. Ekologi Tanaman Jagung
Menurut Pramono (2008) tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak
menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai
macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk
pertumbuhan optimal, jagung menghendaki beberapa persyaratan. Iklim yang
dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim
sedang hingga daerah beriklim sub tropis atau tropis basah. Jagung dapat tumbuh
di daerah yang terletak antara 0-50o LU hingga 0-40o LS. Curah hujan ideal
sekitar 85-200 mm/bulan dan merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji
perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau
menjelang musim kemarau. Tanaman jagung membutuhkan sinar matahari, jika
tanaman jagung ternaungi, maka pertumbuhannya akan terhambat dan
memberikan hasil biji yang tidak optimal.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27oC.
Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar
30oC. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang
gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal dengan pH tanah antara
5.6-7.5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8%.
Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8%, sebaiknya dilakukan
pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian
optimum antara 50-600 m dpl. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau
akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu
pemasakan biji dan pengeringan hasil.
Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktorfaktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Beberapa keuntungan tanaman sebagai
tanaman C4 seperti titik kompensasi CO2 mendekati 0, fotorespirasi sangat
rendah, suhu optimum 30 – 35oC, bundle sheath cells mengandung kloroplas dan
dapat mengikat CO2 hasil metabolisme dan efisien dalam penggunaan air,
fotosintesa, translokasi asimilat, penyerapan Ca, laju pertumbuhan relatif serta
ratio biji/jerami (Koswara, 1982 dalam Sofiana, 2008)
2.3. Kebutuhan Hara untuk Tanaman Jagung
Hara N, P dan K merupakan hara yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Setiap ton hasil biji, tanaman jagung
membutuhkan 27,4 kg N; 4,8 kg P, dan 18,4 kg K (Cooke, 1985 dalam Akil,
2010). (Sutoro et al. 1998 dalam Tabri, 2010) melaporkan bahwa pupuk N sangat
dibutuhkan jagung pada tanah dengan kadar N total kurang dari 0,4%. Selanjutnya
jagung memberikan respons terhadap pupuk apabila kadar P tersedia dalam tanah
kurang dari 87,32 mg.kg, sehingga diperlukan pengelolaan hara yang tepat agar
kebutuhan tanaman akan hara dapat terpenuhi secara optimal.
Tanah-tanah di daerah tropika basah umumnya kekurangan hara terutama N,
P dan K, sehingga untuk mendapatkan hasil jagung mendekati poten-sinya
diperlukan tambahan pupuk yang jumlahnya sangat tergantung lingkungan dan
pengelolaan tanaman (Akil, 2010). Sekitar 80% areal perta-naman jagung dipupuk
dengan takaran sekitar 85 kg N, 25 kg P2O5, dan 8 kg K2O/ha tiap musim tanam
(IFA, 2002 dalam Akil, 2010).
Menurut Syafruddin et al. (2007) Sedikit N, P, dan K diserap tanaman pada
pertumbuhan fase 2, dan serapan hara sangat cepat terjadi selama fase vegetatif
dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-menerus diserap tanaman sampai
mendekati matang, sedangkan K terutama diperlukan saat silking. Sebagian besar
N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga jantan, lalu dialihkan ke
biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K tertinggal di batang. Dengan demikian, N dan P
terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K tidak.
2.4. Pupuk Urea
Urea [(CO (NH2)2] merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4+
(ammonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan
merupakan ikatan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara
45-46%. Dalam proses pembuatan Urea sering terbentuk senyawa biuret yang
merupakan racun bagi tanaman kalau terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar
tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea harus kurang 1,5-2,0%. Kandungan N
yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman
(Ruskandi, 1996 dalam Basriman, 2011).
2.5. Pupuk TSP
Ca(H2PO4)2 Pembuatannya dibuat dari apatit dan asam fosfat dengan jalan
mencampurkan kedua bahan baku dalam suatu mixer dari baja, kemudian
mengeras dan selanjutnya dibentuk menjadi tepung, pelet atau butiran.
Reaksi inti :
[ Ca(PO4)2]3. CaF2 + 14H3PO4 + 10H2O → 10Ca(H2PO4)2 H2O + 2HF
Dibuat dengan wet-proses phosphoric acid. Persamaan phosphoric acid,
dimana rockfhosphate direaksikan dengan H2SO4
[ Ca(PO4)2]3. + 10H2SO4 + 20H2O → 10CaSO4.2H2O + 6H3PO4 + 2HF
Sama baik dengan OSP, hanya kurang lengkap tidak mengandung S yang
cukup untuk tanaman. Kadar S : 0 - 2% Mengandung 48% P2O5,
sedangkan OSP 16% P2O5 dan kadar Ca 12 – 16% Berwarna kelabu sampai agak
putih atau coklat berbau asam (Anonim, 2011).
2.6. Pupuk KCl
Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K)
yang kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk
menghasilkan pupuk KCl. Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis
pupuk kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. Kalium satu-satunya kation
monovalen yang esensial bagi tanaman. Peran utama kalium ialah sebagai
aktivator berbagai enzim. Kandungan utama dari endapan tambang kalsium
adalah KCl dan sedikit K2SO4. Hal ini disebabkan karena umumnya tercampur
dengan bahan lain seperti kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu.
Hasil pemurniannya mengandung K2O sampai 60%. Pupuk Kalium (KCl)
berfungsi mengurangi efek negatif dari pupuk N, memperkuat batang tanaman,
serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium menyebabkan
tanaman kerdil, lemah (tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan
fotosintesis terganggu yang pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan
kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar Magnesium
daun dapat menurun. Kadang-kadang menjadi tingkat terendah sehingga aktivitas
fotosintesa terganggu (Basriman, 2011).
2.7. Nitrogen dalam Tanah dan Tanaman
Menurut Amanda (2009), Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi
tanaman dan dapat dapat disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Nitrogen
dibutuhkan tanaman dalam fase vegetatif maupun fase generatif tanaman dan
bersifat mobil dalam tanaman. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Sofiana
(2008) bahwa Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman jagung sepanjang hidupnya,
tetapi penggunaan yang terbesar adalah sekitar tiga minggu sebelum tanaman
berbunga. Pada saat tanaman berbunga (± 60 hari) sekitar 60% nitrogen telah
diserap tanaman. Di dalam tanah nitrogen berasal dari air hujan, bahan organik
dari tumbuhan, dan fiksasi oleh mikroorganisme (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004). Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-). Kadar N di dalam larutan tanah jarang melebihi 2% dari kadar totalnya.
Jumlah N (NH4+ dan NO3-) yang dapat diserap tanaman dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya (1) sifat perakaran tanaman, (2) kehilangan N melalui
penguapan dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penguapan, (3)
pergerakan vertikal dan pencucian NO3- dan (4) ada tidaknya sisa-sisa tanaman
yang dapat mengimobilisasikan nitrogen (Leiwakabessy et al. 2003). Sebagaian
besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan
negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah
tercuci oleh aliran air. Arah pencucian menuju lapisan di bawah perakaran
sehingga tidak dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion amonium bermuatan
positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dimanfaatkan oleh tanaman
setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan positif, ion amonium
tidak mudah hilang oleh proses pencucian. Kekurangan nitrogen pada fase
vegetatif dicirikan dengan lambatnya pemunculan malai, pengisian tongkol tidak
sempurna, tanaman mudah rebah dan mempercepat umur panen. Menurut
Seopardi (1983) dalam Amanda (2009) jika kekurangan nitrogen, tanaman akan
tumbuh kerdil dan perakarannya terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau
kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok (seneses) yang terjadi pada daun
yang tua. Hal ini menunjukkan mobilitas nitrogen dalam tanaman.
Nitrogen berperan dalam hal: (1) mempertinggi pertumbuhan vegetatif
terutama daun, (2) pengisian biji berjalan lebih baik pada tanaman biji-bijian, (3)
mempertinggi kandungan protein, (4) mempertinggi kemampuan tanaman untuk
menyerap unsur lain seperti fosfor, kalium dan lainnya, (5) merangsang
pertunasan, (6) menambah tinggi tanaman dan (7) mengaktifkan pertumbuhan
mikroba agar proses penghancuran organik berjalan lancar (Jumin, 2005).
2.8. Fosfor dalam Tanah dan Tanaman
Menurut Amanda (2009) Fosfor merupakan unsur yang tergolong ke dalam
unsur makro esensial bagi tanaman. Retensi tanah yang tinggi terhadap fosfor
menyebabkan konsentrasi dalam tanah cepat berkurang. Fosfor dalam tanah
berasal dari pelapukan mineral-mineral yang mengandung fosfor seperti golongan
apatit. Fosfor termasuk unsur yang mobil di dalam tanah dan tanaman. Tanaman
menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4- dan HPO42- Tanaman mengabsorbsi fosfor
dalam jumlah relatif lebih sedikit dibandingkan nitrogen dan kalium.
Pola akumulasi fosfor tanaman juga hampir sama dengan akumulasi hara
nitrogen. Fungsi fosfor bagi tanaman antara lain adalah sebagai komponen enzim
dan protein tertentu seperti ATP, RNA, DNA dan Fitin serta fosfor berperan
dalam reaksi transfer energi dan penurunan sifat genetik lewat DNA dan RNA.
Gejala tanaman yang mengalami defisiensi fosfor antara lain tanaman tumbuh
lambat, lemah, dan kerdil, daun berwarna hijau kotor dengan daun tua
mengeluarkan pigmen ungu (antosianin) serta gejala defisiensi dimulai pada daun
tua. Sedangkan tanaman yang kelebihan fosfor akan menampakan gejala seperti
kekurangan Fe dan Zn dengan kekurangan Zn muncul terlebih dahulu
(Leiwakabessy et al. 1998 dalam Amanda, 2009). Gejala kekurangan Fe daundaun berwarna putih kekuningan sedangkan gejala kekurangan Zn pertumbuhan
tanaman tertekan dan terjadi pemendekan ruas.
Pengambilan P oleh tanaman tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar
dan sifat tanah dalam menyediakan P. Sebaran akar di dalam tanah sangat penting
dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan
P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005 dalam Pangaribuan, 2012)
2.9. Kalium dalam Tanah dan Tanaman
Menurut Ginting (2010) bahwa dari ketiga unsur hara yang banyak di serap
oleh tanaman (N, P, K), kaliumlah yang jumlahnya paling melimpah di
permukaan bumi. Tanah, sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak
dapat terserap oleh tanaman. Sekitar 1-10% terjebak dalam koloid tanah karena
kalium nya bermuatan positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini
agak lambat. Sisanya, sekitar 1-2% terdapat di dalam larutan tanah dan mudah
tersedia bagi tanaman. Kandungan kalium sangat tergantung pada jenis mineral
pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam tanah
dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh tanaman,
pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah. Biasanya tanaman menyerap kalium
lebih banyak dari pada unsur lain, kecuali nitrogen.
Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan
organik. Kalium di serap dalam bentuk K+ (terutama pada tanaman muda).
Menurut penelitian, kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian
tanaman yang banyak mengandung protein, inti-inti sel tidak mengandung kalium.
Pada sel-sel zat ini terdapat sebagai ion di dalam cairan sel dan keadaan demikian
akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang sebabkan
tekanan osmotik. Selain itu ion kalium mempunyai fungsi fisiologis yang khusus
pada asimilasi zat arang, yang berarti apabila tanaman sama sekali tidak di beri
kalium, maka asimilasi akan terhenti (Ginting, 2010).
Kalium ditemui pada cairan sel tanaman. Ia tidak terikat secara kuat dan
tidak merupakan bagian dari senyawa organik tanaman. Kalium sangat mudah di
serap oleh tanaman dan bersifat sangat mobil. Ia akan bergerak dari jaringanjaringan tua ke titik-titik pertumbuhan akar dan tajuk. Kalium selalu di serap lebih
awal dari pada nitrogen dan fosfor. Hal ini berarti akumulasi kalium di periode
pertumbuhan dan selanjutnya ditranslokasikan kebagian-bagian tanaman lainnya.
Karena itu, gejala defesiensi K pertama kali pada daun-daun tua. Peranan kalium
di dalam tanaman sangat berhubungan dengan kualitas hasil dan resistensi
tanaman terhadap patogen-patogen tanaman (Ginting, 2010).
Pada jaringan tanaman tinggi, kalium menyusun 1,7-2,7% bahan kering
daun nomal. Kebutuhan tanaman terhadap ion K+ tidak dapat di ganti secara
lengkap oleh kation alkali lain, walaupun sejumlah spesies tanaman pengaruh
menguntungkan ion Na+ akan muncul jika pasokan K terbatas. Tanpa kalium
tanaman tidak mampu mencapai pertumbuhan dan hasil maksimal. (Ginting,
2010)
Menurut Ginting (2010) dalam jaringan tanaman kalium tetap berbentuk ion
+
K . Tidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mobil
(mudah bergerak) sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang
membutuhkan. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses
metabolisme, seperti fotosintesis dan respirasi. Beberapa peran kalium yang perlu
diketahui sebagai berikut:
a) Translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein.
b) Membantu proses membuka dan menutup stomata (mulut daun).
c) Efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan).
d) Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit
Memperkuat tubuh tanaman supaya daun, bunga, dan buah tidak gampang
rontok.
e) Memperbaiki ukuran dan kualitas buah pada masa generatif. Menambah
rasa manis pada buah.
f)
Dibutuhkan oleh tanaman buah dan sayuran yang memproduksi karbohidrat
dalam jumlah banyak, misalnya kentang.
2.10. Analisis Jaringan Tanaman
Dalam arti sempit, analisis tanaman diartikan sebagai penetapan konsentrasi
suatu unsur dalam contoh dari bagian tertentu yaitu pada bagian daun yang
diambil contohnya pada waktu atau tingkat perkembangan morfologi tertentu dari
tanaman tersebut. Konsentrasi unsur biasanya dinyatakan berdasarkan berat
kering. Sedangkan dalam arti luas, analisis tanaman mencakup analisis komponen
organik, seperti asam amino atau asam-asam organik lainnya, yang menentukan
kualitas tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh dari bagian tanaman
tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu atau tingkat
perkembangan morfologi tertentu dapat diartikan sebagai analisis tanaman secara
sederhana. Konsentrasi suatu unsur hara umumnya dinyatakan berdasarkan berat
kering. Tujuannya adalah untuk mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala
yang terlihat, mengidentifikasi gejala yang terselubung, mengetahui kekurangan
hara sedini mungkin, menunjukkan bagaimana hara diserap tanaman, mengetahui
interaksi atau antagonisme diantara hara, membantu pemahaman fungsi hara
dalam tanaman dan sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah
(Leiwakabessy, 1979 dalam Amanda, 2009).
Leiwakabessy (1979) dalam Amanda (2009),
analisis tanaman dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu analisis total atau analisis kuantitatif (analisis
kimia total atau analisis spektografik) dan analisis semi kuantitatif (uji cepat
jaringan tanaman). Masing-masing analisis menggunakan beberapa fase
pertumbuhan tanaman dan bagian tanaman tertentu atau seluruh bagian tanaman.
Komposisi hara dalam tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya adalah bagian morfologi tanaman
yang di analisis, umur tanaman, iklim, sifat tanah, dan faktor pengelolaan seperti
pemupukan, pemberian bahan amelioran dan lain sebagainya.
Download