3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik

advertisement
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Latosol
Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan
pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral
primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya relatif
rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat
tinggi, terjadi akumulasi
seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah- merahan
atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk,
umur tanah, iklim dan elevasi.
Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa
volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal
1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut dengan
topografi bergelombang,
berbukit
atau
bergunung,
mempunyai
horison
terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai
gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975).
Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan
terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi
sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase
dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan
setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fisik yang berat.
Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan
Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk
senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang
tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah.
Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian
oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983).
2.2.
Pupuk
a. Pupuk Majemuk
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur,
biasanya disebut pupuk campuran (Sabiham et al., 1989). Menurut Hardjowigeno
3
4
(1985) pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara
misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya. Pupuk ini dapat
mengandung dua atau lebih unsur makro atau campuran makro dan mikro.
Pengelompokan biasanya dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis unsur hara
dalam pupuk majemuk: (1) pupuk majemuk 2 unsur hara, (2) pupuk majemuk 3
unsur hara. Pupuk majemuk 2 unsur hara seperti NP, NK, NMg, NS, NCa dan
CaS. Sedangkan pupuk majemuk 3 unsur hara yang paling banyak dikenal adalah
pupuk NPK (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Pembuatan pupuk majemuk dapat dilakukan melalui proses blending (bulk
blending) yaitu pencampuran butiran pupuk dalam keadaan kering secara
mekanik, bahannya dapat berupa pupuk tunggal maupun majemuk. Bulk blending
mengurangi biaya tenaga kerja, penyimpanan, produksi, transportasi, dan
penyebaran pupuk. Di samping itu, bulk blending umumnya memiliki analisis
tinggi dan mengandung unsur mikro karena dibutuhkan dalam kondisi lahan yang
spesifik. Bahan pupuk yang biasa digunakan dalam proses bulk blending adalah
urea, amonium nitrat, amonium sulfat, TSP dan kalsium klrorida (Brady, 1990).
Keuntungan dari segi agronomik diperolah dengan cara menyesuaikan
campuran pupuk dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Selanjutnya
petani memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak
memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat
dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Selain keuntungan, penggunaan pupuk majemuk juga mempunyai
beberapa keterbatasan yaitu: (1) tidak memungkinkan untuk menyimpang dari
formula pupuk (2) biaya tiap satuan unsur hara umumnya lebih tinggi dalam
pupuk majemuk dibandingkan pupuk tunggal (Jacob dan Uexkull, 1958).
Pemakaian pupuk majemuk saat ini sudah sangat luas. Berbagai merek,
kualitas dan kadar telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal,
pupuk majemuk dipilih karena kandungan haranya lengkap. Efisiensi pemakaian
tenaga kerja pada aplikasi pupuk majemuk juga lebih tinggi daripada aplikasi
pupuk tunggal yang harus diberikan dengan dicampur (Novizan, 2002).
4
5
b. Pupuk Tunggal
Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur
hara misalnya pupuk N, Pupuk P, Pupuk K dan sebagainya (Hardjowigeno 1985).
Menurut Lingga dan Marsono (2008) dikatakan pupuk tunggal karena hara yang
dikandung hanya satu.
Adapun keuntungan penggunaan pupuk tunggal dari segi agronomi dan
bagi petani diantaranya yaitu (1) pemupukan lebih merata bila dibandingkan
dengan pupuk majemuk, (2) harganya lebih murah jika dibandingkan pupuk
majemuk, dan (3) unsur hara yang diberikan dapat disesuaikan dengan kekahatan
unsur hara dilapang.
Selain dari segi manfaatnya, penggunaan pupuk tunggal ini juga memiliki
kekurangan jika dibandingkan dengan pupuk majemuk. Adapun kekurangan dari
penggunaan pupuk tunggal ini yaitu (1) biaya transportasi lebih mahal, (2)
membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk
majemuk, (3) jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, dan (4) lebih
lama dalam pemberian di lapang.
2.3.
Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman
Nitrogen diantara berbagai hara tanaman lainnya adalah hara yang paling
banyak mendapat perhatian dan diteliti. Hal tersebut karena jumlahnya relatif
sedikit dalam tanah, sedangkan yang diangkut tanaman tiap tahunnya sangat
banyak. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air
drainase, hilang menguap, atau di waktu lain sama sekali tidak tersedia bagi
tanaman. Pengaruh nitrogen pada tanaman biasanya jelas dan cepat dan pemberian
nitrogen berlebihan dapat merugikan.
Soepardi (1983)
menyatakan
bahwa
nitrogen berperan
terutama
merangsang pertumbuhan bagian tanaman diatas tanah dan memberikan warna
hijau pada daun. Pada serelia memperbesar butir-butir dan persentase protein.
Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari pengguanaan
kalium, fosfor, dan unsur lainnya.
5
6
Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui proses volatilisasi, penguraian,
hidrolisis, denitrifikasi dan pencucian ataupun diserap oleh tanaman. Nitrogen
diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion ammonium (Tisdale dan Nelso n,
1975). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena karena ion
tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan
mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada dalam larutan tanah, ion nitrat
lebih mudah tercuci oleh aliran air. Sebaliknya, ion ammonium bemuatan positif
sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman
setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan postif, ion amonium
tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).
Tanaman yang kurang nitrogen tumbuh kerdil dengan sistem perakaran
terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat
rontok. Kerugian yang disebabkan pemberian nitrogen berlebihan ialah: (1)
memperlambat pematangan dangan membantu pertumbuhan vegetatif, yang tetap
hijau walaupun masa masak sudah waktunya, (2) melunakan jerami dan
menyebabkan tanaman mudah rebah, (3) menurunkan kualitas, (4) dalam
beberapa hal dapat melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama
(Soepardi, 1983).
2.4.
Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman
Fosfor merupakan unsur hara kedua yang diperlukan banyak oleh
tumbuhan setelah nitrogen. Unsur ini sering juga disebut sebagai kunci kehidupan
karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan (Leiwakabessy dan
Sutandi,
2004).
Fosfor sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat di dalam
nukleotida yang merupakan suatu ikatan yang mengandung P sebagai penyusun
RNA, dan DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Keadaan ini
berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel dan sebagai aktivator
beberapa enzim (Tisdale dan Nelson, 1975). Unsur tersebut juga menentukan
pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan prod uksi buah dan biji.
6
7
Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat atau fosfat
primer (H2 PO 4-) dan sekunder (HPO 4 -)(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-organik dan P-anorganik. Jumlah
dari kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy, 1988). Bentuk P-organik
terdiri dari fosfat inositol, fosfolipid, asam nukleat, dan senyawa-senyawa ester
yang lain. Senyawa fosfat inositol, fosfolipid, dan asam nukleat merupakan bentuk
P-organik yang paling dominan (Tisdale et al., 1985). Ketersediaan P-organik
bagi
tanaman
sangat
bergantung
pada
aktivitas
jasad
renik
untuk
memineralisasinya. Namun, seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa
dengan bagian-bagian anorganik dan membentuk senyawa yang relatif sukar larut
(Leiwakabessy, 1988).
Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineralmineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang
mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan
karbonat, fluor, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P 2 O 5 antara 15-30
% dan tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pelapukan, mineral apatit akan
mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P.
Selanjutnya akan diperolah bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah, yang
jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi,
1998).
Sanchez (1992) menyatakan bahwa P-anorganik terdiri dari dua bentuk
yaitu aktif dan tidak aktif. P-anorganik aktif adalah Ca-P, Al-P, dan Fe-P,
sedangkan P-anorganik tidak aktif terdapat dalam bentuk terserap dan dalam
bentuk larut dalam pereduksi. Kelarutan fosfat anorganik dipengaruhi oleh pH
tanah. Lingkungan alkali menyebabkan kalsium fosfat menjadi tidak larut,
sedangkan Fe dan Al fosfat tidak larut dalam keadaan asam. Ketersediaan fosfor
dalam tanah mencapai maksimum pada pH 6.0-6.5 (Ismunadji et al., 1991).
7
8
2.5.
Kalium Dalam Tanah dan Tanaman
Menurut Sabiham et al. (1983) kalium merupakan unsur ketiga terpenting
setelah nitrogen dan fosfor. Kalium diserap tanaman dalam jumlah yang cukup
besar, dan kadang-kadang lebih besar dari pada nitrogen sepeti halnya pada
tanaman umbi- umbian. Soepardi (1983) menyatakan bahwa kalium merupakan
satu-satunya kation monovalen esensial bagi tanaman. Peran utama dari kalium
dalam tanaman ialah sebagai aktivator dan kovaktor berbagai enzim. Adanya
kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Kalium
membuat tanaman lebih tahan terhadap bebagai penyakit dan merangsang
pertumbuhan akar. Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen.
Kalium dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor.
Secara umum kalium berperan sebagai lawan dari pengaruh buruk nitrogen dan
fosfor.
Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai lebih dari
200 kg/ha tergantung dari jenis tanaman dan besar produksi. Umumnya tanaman
monokotil seperti jagung lebih banyak membutuhkan kalium dibandingkan
tanaman dikotil (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Kalium diserap oleh tana man
dalam bentuk kation K +. Ion K di dalam tanah bersifat sangat dinamis (Novizan,
2002).
Kalium tanah berasal dari pelapukan mineral primer yang mengandung K
seperti K- feldspar, muskovit, biotit dan flogopit. Ketersedian K dari mineral
primer ini kecil dan urutan ketersediannya ialah biotit > muskovit > feldspar. K
juga terdapat dalam mineral- mineral liat seperti illit, khlorit, vermikulit dan
mineral- mineral interstratified (seperti vermikulit-klhorit, montmorillonit-khlorit,
dll). Berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, K-tanah dapat dikelompokan
menjadi 3
kelompok
yaitu: (1)
Bentuk
K
tak
dapat
dipertukarkan
(nonexchangeable), (2) Bentuk K dapat dipertukarkan (exchangeable), dan (3)
bentuk K-larutan (Leiwakabessy, 1988).
8
9
2.6.
Karakteristik Tanaman Jagung
Secara
taksonomi
tanaman
jagung
termasuk
ke
dalam
kelas
Monokotiledone (tumbuhan berkeping tunggal), dengan ordo Poales, famili
Graminae (Poaceae), genus Zea dengan spesies Zea mays L. Tanaman jagung
berumah satu, dengan bunga jantan (tassel) tumbuh pada ujung batang utama dan
bunga betina (tongkol) tumbuh terpisah pada ketiak daun. Umumnya bersifat
protandri, yaitu bunga jantan lebih cepat dewasa dibandingkan bunga betina
(Tjitrosoepomo, 1991).
Tanaman jagung mempunyai tipe perakaran monokotil denga n akar
serabut yang menyebar variatif kesamping dan kebawah pada lapisan olah
sepanjang kurang lebih 25 cm. Batang tanaman beruas-ruas dengan tinggi
bervariasi antara 125 cm – 250 cm dan berdiameter 2 – 2.5 cm. Daun terletak pada
setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara daun satu dengan lainnya
dan jumlah daun berkisar antara 10 – 20 helai tiap tanaman. Biji tersusun rapi
pada tongkol dan jumlah tongkol dapat bervariasi pada tiap tanaman ter gantung
varietas tanaman jagung. Setiap tongkol terdiri kurang lebih 200 – 400 butir biji
jagung dan berderet 10 – 14 deret (Suprapto, 1991).
Menurut Effendi (1985), jagung dapat tumbuh baik hampir di semua
macam tanah. Tanaman jagung toleran terhadap pH agak masam sampai alkali.
Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 – 7,0 dengan pH optimum
6,0 – 7,0. Jagung juga sangat peka terhadap kelembaban tanah yang rendah dari
mulai awal pertumbuhan sampai akhir pembentukan biji. Kelembaban relatif
adalah sebesar 42 – 80%, sedangkan pada masa pemasakan kelembaban relatif
sebesar 60 – 64%.
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah
dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat.
Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara)
juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber
karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun
tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal
9
10
dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung
biji dan tepung tongkolnya).
Berdasarkan Kepmentan Nomor 570 Tahun 2004 sifat-sifat agronomis
kultivar jagung hibrida Bisi-16 antara lain sangat cocok untuk penanaman jarak
rapat dengan jarak tanam 70 cm x 15 cm, berbatang kokoh dengan tingkat
keseragaman dari seragam sampai sangat seragam, toleran terhadap rebah akar,
toleransi ketahanan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorght) dan bercak
daun (Helminthosporium maydis), rata-rata hasil produksi 9,2 ton/ha pipilan
kering serta baik ditanam didataran rendah sampai 1000 m dpl.
10
Download