PENTINGNYA APOLOGETIKA DALAM PELAYANAN MISI (Kevin Tonny Rey)1 Abstraksi Setiap individu adalah pribadi yang berpikir, berpendapat dan selalu berupaya untuk mempertahankan pendapatnya. Ancangan berpikir dimulai dari ranah potensialitas kepada realitas empiris atau aksioma-aksioma definisi diwujudkan pada bahasa empiris. Apologetika merupakan suatu ancangan berpikir yang digunakan untuk menjelaskan atau memahami suatu skema konsepsional atau teoritis. Ancangan apologetika adalah rasional empiris yang menghasilkan suatu deskripsi yang dapat dipertanggung jawabkan. Berkaitan dengan pelayanan misi, apologetika berusaha menjelaskan bahwa ancangan pelayanan misi bukan hanya bermakna tunggal melainkan makna kompleks. Ancangan pelayanan misi sejatinya berkaitan dengan sistem makro dan mikro kosmos yang dinyatakan oleh Kitab Suci. Ancangan pelayanan misi bukan hanya pelayanan penginjilan saja, tetapi suatu tindakan pelayanan yang menghadirkan damai sejahtera Allah, yang berkaitan dengan relasi interpersonal maupun relasi dengan jagad raya. Damai sejahtera Allah bukan hasil manipulasi rasional, melainkan sebagai implementasi praktek iman dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada asumsi dasar dari Kitab Suci. Ancangan pelayanan misi memiliki deskripsi yang mengarah pada hasil penalaran sehingga dibutuhkan pemaknaan pelayanan misi secara rasional epistemik. Apologetika berusaha menjelaskan asumsi-asumsi ancangan pelayanan misi sehingga dapat dipahami dengan baik. Lebih lanjut, pelayanan misi dapat dimaknai sebagai perutusan pribadi untuk menghadirkan damai sejahtera atau shalom Allah bukan menghasilkan perpecahan. Untuk mampu memahami konsep pelayanan misi, tindakan apologetika sangat dibutuhkan bahkan menjadi satu hal yang penting bagi sistem iman Kristen. Ancangan apologetika memberikan skema konseptual (kaitannya dengan pelayanan misi) yang bersumber pada Kitab Suci. Ancangan apologetika menjadi satu alasan untuk memaknai pelayanan misi bukan lagi berdasarkan pada makna tunggal (penginjilan) melainkan memberikan pemaknaan yang kompleks, holistik dan saling terkait satu dengan yang lain dalam bingkai pelayanan misi. Berikut merupakan penjelasan tentang ancangan apologetika yang memberikan penjelasan tentang pelanyanan misi dan kaitannya sehingga disimpulkan bahwasannya sistem apologetika sangat penting 1 Dosen Teologi & KaProdi Teologi S2 STT Intheos Surakarta. 1 bagi pelayanan misi gereja yang hadir untuk membagikan damai sejahtera bagi ciptaan Allah. Abstract Everyone is an individual who always think, pass an opinion, and try to hold that opinion. Preparing of thinking starts from potential domain to the empirical reality or definition of axioms which is reflected in empirical language. Apologetics is a preparation of thinking used to explain or understand a theoretical and conceptional scheme. Apologetics preparation is empirical ratio which obtain a reasonable description. Due to a mission, apologetics tries to explain that mission preparation doesn’t only have a single meaning, yet complex. Mission plan, basically related to micro and macro cosmic system asserted by holy Bible. It is not only about preaching gospel, yet a ministry which establish God’s peace as well, due to interpersonal relation and worldwide connection. God’s peace is not rational manipulation result, but an implementation of faith practice at everyday life which based on biblical assumption. Mission plan possesses a description which aim to reasoning, so it takes to understand mission ministry rational-epistemologic. Apologetics tried to explain mission plan assumptions for better understanding. Further, mission ministry could be understood as personal sending-forth to bring God’s peace or “syalom” not fraction. The act of apologetics is needed to understand mission concept, even important for Christian belief system. Apologetics plan gives conceptual scheme (connecting to mission ministry) of which source is holy Bible. Apologetics plan becomes a reason to understand mission ministry not as a single meaning (preach gospel) otherwise complex, holistic and related one another in mission frame. Following apologetics plan to explain mission ministry and related matters, so may to conclude that apologetics system is very important for church ministry mission to bring peace to all God’s creatures. keselamatan yang memiliki korelasi PENDAHULUAN Kekristenan merupakan sistem kepercayaan yang dengan berkat-berkat rohani bukan memberikan menjadi suatu finalitas eksklusive tanggung jawab pelayanan misi sejak bagi diri sendiri, melainkan kiranya awalnya kepada mereka yang telah dapat dibagikan kepada manusia lain menerima anugerah keselamatan dari yang belum mendapatkan anugerah Yesus Kristus Tuhan. Anugerah keselamatan itu. Hal itu sebagai 2 wujud nyata dari teks yang tercatat perutusan dalam Matius 28:19-20 yang dikenal (pokok) penelitiannya.”2 Hal itu dengan istilah Agung’, berarti misi berkaitan dengan suatu “Karena itu pergilah, jadikanlah konsep yang terbuka terhadap suatu ‘Amanat (misi) sebagai objek dan sikap menerima atau menolak dari baptislah mereka dalam nama Bapa seseorang. Misi berkaitan dengan dan Anak dan Roh Kudus, dan suatu nilai dan perhatian terhadap ajarlah mereka melakukan segala manusia lain yang masih berada di sesuatu yang telah Kuperintahkan luar kasih dan anugerah keselamatan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku dari Yesus Kristus Tuhan yaitu Allah menyertai kamu senantiasa sampai pencipta. Selain itu Misi dimaknai pada akhir zaman.” Lepas dari sebagai tindakan perutusan seseorang berbagai macam untuk semua bangsa murid-Ku bentuk tafsiran menjadikan manusia tentang Matius 28:19-20, penulis memperoleh ingin bahwasannya anugerah keselamatan. Secara luas, setiap pribadi kristen hidup dalam skema misi dikaitkan dengan konsep dunia memiliki missio dei, misi dalam sejarah tanggung jawab memuliakan Yesus keselamatan dan misi ekklesias baik Kristus Tuhan dan salah satunya lokal melalui pelayanan misi. Pelayanan meliputi misi yang berkaitan dengan teks diakonia, marturia, koinonia. memastikan ciptaan-Nya dan lain maupun menikmati universal pekabaran yang injil (PI), tersebut adalah menjadikan semua Pelayanan misi berkaitan dengan bangsa murid Tuhan melalui proses sistem teologi dan bahasa teologi baptisan mereka yang dimiliki oleh setiap pelaku misi, yang sedangkan sistem dan bahasa teologi diperintahkan Tuhan sesuai dengan seseorang dibangun dalam ruang yang dinyatakan dalam Alkitab. dialogis rasionalis empiris dengan Pelayanan misi dipahami dari kata teks-teks Alkitab yang hakikatnya ‘missio’, “Secara etimologis (saja), firman Allah. Pelayanan misi dalam istilah ini menunjuk kepada disiplin ancangan pengetahuan bahwasannya dan melakukan ajarlah segala sesuatu (logos) yang menjadikan peristiwa atau tindakan 2 misiologi menegaskan “Misiologi meneliti Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 15. 3 dan menganalisis latar belakang suatu pernyataan primordial tentang biblis, dasar teologis, sejarah misi Allah pencipta, tanpa konstruksi serta dampaknya untuk kehidupan teologi yang jelas melainkan suatu dan masa pernyataan yang disertai dengan sekarang. Dengan demikian, tugas pengakuan akan kedaulatan-Nya atas misiologi deskriptif, hidup kita, ciptaan-Nya. Pengakuan integratif, normatif, dan konstitutif.”3 iman tidak lepas dari tanggung jawab Selain itu pelayanan misi berada di gereja untuk menghadirkan suatu bawah atap teologi yang sejatinya konsep pribadi yang merupakan hasil teologi dikonstruksi dalam bingkai dari apologetika yang diterima sebagai bertugas untuk membentuk kembali perwujudan pengakuan iman secara konsep dan realitas dari manusia personal maupun komunitas. Teologi seutuhnya, tanpa adanya apologetika akan rapuh kemampuan dan kekuatan berkerja dan pada titik akhir akan menjadi sama ateologi pelayanan karya Gereja pada bersifat atau teologi tanpa pelayanan dan gereja. dimana berbagai menyatu gereja.”4 “Gereja di dalam Tidak dapat ‘Teos/Allah’. Hal itu berarti, teologi diingkari bahwasannya pengakuan tidak dari iman merupakan bagian dari hasil selanjutnya pelayanan gereja yang menghadirkan menjadi suatu pengakuan iman. Hal kerangka teologi yang jelas dalam lain alur dapat apologetika dipisahkan yang menegaskan bahwasannya pemikiran umat sehingga pelayanan misi ada kaitannya dengan menemukan apologetika yang menjadi bagian dari bersumber pada pribadi Allah. “Bagi bingkai teologi. Sedangkan Teologi orang Kristen, kebenaran memiliki tanpa dasar yang supranatural: kebenaran terjebak konsep dalam apologetika teologi akan kebenaran yang tidak dibuat di alam ini.”5 ‘bulan- Kebenaran bukanlah diciptakan bulanan’ yang hiduppun susah, mati oleh enggan. manusia ditemukan Korelasi pelayanan misi yang oleh melainkan harus manusia yang memiliki rasio dan dalam segala lain adalah pengakuan iman, yang mana pengakuan iman bukan hanya 4 3 Harry Blamires. The Christian Mind (Surabaya: Momentum, 2004), 90. 5 Ibid., 119 Ibid., 15 4 keterbatasannya. Kebenaran bukan mengalami proses dekonstruksi dan sebagai finalitas terbatas dalam ruang rekonstruksi konsep kebenaran yang dan waktu – yang akhirnya dapat humanisme. Akibatnya muncul multi diintervensi tafsir sesuai dengan kebenaran yang - konsekuensinya adalah relativisme sebaliknya berelasi dengan ketidak- nilai. Melihat hal itu, orang percaya terbatasan yang berpribadi, kudus membutuhkan pengakuan iman yang dan sempurna. Kebenaran bukanlah jelas berdasarkan sumber kebenaran produk atau hasil dari dunia ini, yang diterima dan diimani secara sebaliknya pribadi maupun komunal. kepentingan dan kebutuhan kebenaran merupakan standar ukur Illahi yang ditaruh Di lain pihak, teologi berelasi dalam dunia ini sehingga segala dengan ilmu pengetahuan lain yang tindakan/perilaku dihasilkan oleh sistem penalaran dan manusia terukur. diukur Kebenaran manusia yang dan sering meliputi rasionalitas obyektif dan disharmonis rasionalitas subyektif, transendensi dominasi-subordinasi normatif dan imanensi pragmatis, menempatkan teologi pada posisi sebagai subordinasi acuan kebenaran yang dalam terjadi konteks bahkan terhadap ilmu melaluinya manusia mendapatkan pengetahaun yang rasionalis-empiris. suatu nilai yang berbeda satu dengan Sepanjang yang yang konsep pelayanan misi hanya dapat Allah diterapkan pada masanya tanpa dapat pencipta, selanjutnya dimaknai oleh dijadikan sebagai pola yang sama manusia ancangan pada masa yang berbeda. Setiap sehingga masa sejarah kehidupan di dunia – manusia hidup dengan kebenaran- masa tradisional, modern dan post- kebenaran yang terbatas. Kebenaran- modern - memiliki kompleksitas kebenaran dalam dunia ini memiliki masalah yang harus diatasi dengan benang merah dengan kebenaran konsep dan metode yang sesuai Allah. Namun perlu diingat bahwa dengan masanya. Pada posisi itu, kebenaran dipahami teologi menjadi teologi kontemporer dalam dimensi terbatas ini telah yang dalamnya membawa konsep lain. bersumber rekonstruksi Kebenaran pada pribadi melalui kebenaran Allah yang 5 sejarah kekristenan, apologetika dan teologi itu dimaknai teks-teks kanonik, yang pada masa sebagai sebelumnya teologi dinamis yang mendapat tempat memberikan jawaban kebutuhan. terhormat sebagai tulisan sakral yang Berpikir mempertemukan secara teologis pasti manusia pada Pada masa membawa konsep apologetika yang kebenaran dapat digunakan untuk menjelaskan Renaisans, tentang iman Kristen. Sejak teologi Empirisme, Idealisme, Positivisme, dipahami Materialisme, dalam konteks masa Allah. Rasionalisme, Eksistensialisme tradisional, modern dan post-modern, hingga telah membentengi dirinya dengan memberikan ancangan konseptual konsep apologetika yang dibutuhkan. yang Demikian juga ancangan normatif, menghasilkan kontra kritis, post-modern bahkan melakukan dekonstruksi makna, salah satunya pelayanan misi yang meliputi konsep deskripsi, masa pada makna pelayanan misi biblis. integratif Pada masa Reformasi, ajakan argumentasi kembali pada Alkitab sebagai dasar dari pribadi-pribadi yang berorientasi kehidupan pada berdampak positif. Ajakan kembali berpikir otonom, positivis kristiani cukup rasionalistik bahkan cenderung pada pada radikalisasi teologi. proses hermeneutika Alkitab yang Sejak manusia Alkitab diimbangi dengan modern benar, yang dapat dipertanggung- mengukuhkan sistem konseptualnya jawabkan secara rasional empiris, berdasarkan rasio dan berlaku secara teologis normatif dan bukan lagi otonomi, pada saat itulah dimulainya hasil dari kesepakatan pemimpin sistem kontra argumentasi terhadap gereja seperti yang telah terjadi tanggung jawab – tanggung jawab selama abad pertengahan. Pada abad sakral – yang salah satunya adalah pertengahan, pernyataan kebenaran pelayanan misi – yang dibalut dalam tertinggi ada pada pemimpin gereja. sistem konseptual sekular hingga “Otoritas-otoritas sampai dan mencampur Alkitab dengan filsafat, yang sejarah, dan tradisi ditolak dan pada rekonstruksi dekonstruksi makna teks berkaitan dengan pelayanan misi digantikan bahkan sampai pada pembongkaran secara 6 dengan sadar lama yang mereka menerima yang Alkitab sendiri sebagai dasar bagi iman dan missio dei maupun misi eklesitas. kehidupan.”6 Apologetika yang tidak mendistorsi Memahami makna teks-teks Alkitab berkaitan dengan kebenaran pemahaman tentang penulis kitab. berakhir pada antilogisme, bukan Makna teks Alkitab tidak ditafsirkan dalam konteks pesimisme, bukan berdasarkan pemahaman masa kini menyajikan dan paradoks dan tidak terjebak pada memutuskan teks dari penulisnya, sebaliknya melakukan firman Tuhan, argumentasi tidak yang relativisme persepsi. tafsir teks dan konteks. “Yang dimaksud teks adalah tulisan itu FOKUS PEMBAHASAN sendiri Deskripsi Ranah Konseptual Apologetika yang merupakan wujud tertulis pengarang dengan “makna” atau “meaning” didalamnya. Yang Pada fase modernitas yang sebagai masa paling pokok dari proses penafsiran diidentifikasikan adalah menemukan makna teks.”7 rasionalitas karena subyek individu Hal itu berarti proses penafsiran yang memiliki rasio meneguhkan berakhir pada penemuan makna teks bahwasannya bukan memberikan wacana teks. adalah “Menafsiran teks tulisan sekaligus Konsekuensinya juga membuka kesadaran bahwa individu amat banyak sisi-sisi realitas hidup rasionalitas yang kritis dan dengan yang pasti meninggalkan penjara dogma- tidak mampu dirumuskan subyektif. adalah memiliki dogma dalam tulisan ini, penulis berusaha menyesatkan menjelaskan pada konseptual kebenaran rasionalitas tertulis sebagai teks.”8 Selanjutnya tentang penentu gerejawi masa setiap kebenaran yang dianggap kehidupan manusia itu. Rasio individu apologetika bagi pelayanan misi menjadi standar kebenaran yang yang dilakukan baik dalam perspektif terukur, bukan asumsi-asumsi kebenaran yang dinyatakan oleh 6 W. Andrew Hoffecker (ed) dan Gary Scott Smith (ed rekanan). Membangun Wawasan Dunia Kristen; Vol. 1 (Surabaya: Momentum, 2006), 147. 7 Mudji Sutrisno, Ranah Filsafat & Kunci Kebudayaan (Yogyakarta: Galangpress, 2010), 11 8 Ibid., 13. gereja pada masa itu. Adalah Descartes yang menyatakan ‘cogito ergo sum’ (saya berpikir, saya ada atau saya dalam proses berpikir 7 menyesatkan.”9 maka saya ada) menegaskan pada prasangka sifat rasionalitas Selain hal tersebut, “Secara spesifik, individu. Hal itu berarti juga bahwa rasio merupakan kapasitas untuk pengenalan berpikir dan bertindak sesuai dengan primer dari diri sendiri sebagai yang individu yang memiliki eksistensi norma-norma dan esensi - individu yang ada - dalamnya tercakup kapasitas untuk diawali dalam proses saya berpikir. membentuk Proses abstrak dikaitkan dengan kesimpulan kehadiran realitas diri yang ada. Oleh argumentasi.”10 Artinya, rasionalitas sebab yang sebagai suatu kebenaran - yang membebaskan kepastian bahwasannya ia ada tanpa setiap individu dari praduga-praduga bergantung pada pengakuan dari menyesatkan - bukan lagi teks-teks individu lain. sakral yang berhubungan dengan itu setiap berpikir, individu meneguhkan kepastian dimana keyakinan, dan penentu di menarik merumuskan akhir suatu gereja sebagai penentu akhir suatu Proses berpikir setiap individu memberikan logika, kebenaran tentang seperti pada masa kesadaran diri terhadap realitas ia tradisional/teosentris ada. Aktualisasi berpikir menjadikan perspektif teistik) yang lalu. Di sisi individu memiliki kesadaran bahwa lain, persepsi suatu kebenaran harus ia ada yang sedang melakukan dipertahankan, salah satunya melalui tindakan argumentasi berpikir. Sebaliknya (dalam apologetika. Sistem ketiadaan proses individu berpikir apologetika yang dinyatakan dalam memberikan bentuk konsekuensi argumentasi apologetika, bahwasannya ia tidak ada atau menempatkan individu itu tidak eksis bersama rasionya dalam pertanggung-jawaban esensinya. untuk “Rasio tidak hanya individu melakukan dengan pembelaan pengetahuan, terhadap suatu kepastian kebenaran. melainkan juga menjadi kemampuan Kepastian kebenaran yang bersumber menjadi sumber praktis untuk membebaskan individu 9 F. Budi Hardiman, Pemikiranpemikiran yang Membentuk Dunia Modern (dari Machiavelli sampai Nietzche), (Surabaya: Erlangga, 2011), 3. 10 John M. Frame, Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Til (Surabaya: Momentum, 2002), 145. dari wewenang tradisi atau untuk menghancurkan prasangka- 8 pada Allah yang berpribadi. Hal itu sahih. berbeda dengan pandangan kaum aplogetika berkaitan dengan konteks Humanis yang kehidupan manusia yang meliputi sebagai ranah apologetika kognitif, afektif “Kaum dan psikomotorik yang diwujudkan humanis melihat akal budi manusia dalam konteks argumentasi. “Tetapi sebagai kekuatan yang membimbing kata itu juga mencakup apologis- di dalam hidup.”11 Mereka berusaha apologis untuk topik-topik seperti menolak konsep abstrak metafisik demokrasi, komunisme, kapitalisme, yang mengarah pada Allah yang sosialisme, dan aerobik. Di dunia berpribadi, modern menggunakan kekuatan sekular rasio/akal dalam hidup. Namun demikian konsep sebaliknya mereka filsafat juga ada filsuf-filsuf yang konsep realitas bertindak sebagai apologis untuk menggunakan bahasa ateisme.”12 terbatas bahkan bahwa menggunakan bahasa kategorikal, proses apologetika dapat pada dilakukan bahkan para filsuf ateis transformasi diri dengan nilai-nilai juga menggunakan. Konsekuensinya humanis. adalah sistem apologetika tidaklah menghadirkan rasional manusia yang cenderung analogis dengan orientasi Hal dalam itu menegaskan berbagai macam Apologetika berasal dari bahasa menjadi sistem finalitas bagi satu Yunani yaitu apologia yang memiliki kategorikal saja yang kepadanya arti suatu argumentasi pembelaan proses terhadap kebenaran yang diyakini. bahkan mereka yang menjadi bagian Hal kaum itu berarti, argumentasi apologetika filsuf ateis dikenakan, menggunakan pembelaan dalam sistem apologetika sistem apologetika bagi kepentingan memiliki korelasi dengan iman atau dan sistem yang apologetika dapat digunakan oleh apologetika siapapun, baik mereka yang menjadi secara luas berkaitan dengan suatu bagian kaum teis maupun mereka kesadaran yang yang berdiri pada kerangka pikir diterima sebagai kebenaran yang ateis, baik mereka yang mendukung diyakininya. kepercayaan Konsep akan kebenaran kebutuhan mereka. Sistem gagasan monisme maupun mereka 11 Linda Smith dan William Raeper. Ideide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 133. 12 Ronald H. Nash. Iman dan Akal Budi (Surabaya: Momentum, 2001), 19. 9 yang menerima dualisme atau konsep premis dalam kerangka pembuktian - pluralisme. Hal itu berarti sistem yang apologetika sebagai produk humanis melalui proses hermeneutika yang tidak satu dapat atau “Berbicara tentang Kekristenan, mau kategorikal saja. Akibatnya dalam tidak mau seorang teolog harus jagad memulai dengan sebuah praanggapan dapat terikat kepentingan pada ideologi berpikir telah banyak dikaitkan dengan Alkitab dipertanggung-jawabkan. argumentasi-argumentasi apologetika (presuposisi) disampaikan berubah Kekristenan itu unik dalam dirinya menjadi prinsip atau tulisan doktrinal sendiri. Karena Kekristenan itu unik, yang sistematis. maka setiap orang percaya harus ikut bahkan apologetika dikaitkan dengan konsep Alkitab yang yang bersumber hakikatnya bahwa memelihara keunikan tersebut.”14 Pada tulisan ini karakteristik teologia dasar Penggunaan pada berbasis apologetika teologia Kristen yang bukan firman dalam netralitas sumber, melainkan Tuhan dan selanjutnya dimaknai memiliki kejelasan orientasi sumber sebagai sistem apologetika Kristiani. yaitu Alkitab. Artinya, ancangan Implementasi apologetika ini masuk sistem apologetika yang dikaitkan dalam bingkai teologia. “Teologi dengan memberikan dibangun berdasarkan sifat netralitas presuposisi apologetika. untuk Teologi proses penalaran tidak idealisme sebaliknya memformulasikan kebenaran yang apologetika Kristen harus dipertahankan oleh apologis berdasarkan ....”13 Sistem apologetika dibangun penyataan khusus kebenaran Allah. berdasarkan teks-teks “...Maka Kekristenan juga harus Alkitab yang selanjutnya menjadi dijelaskan dan dipertahankan secara bagian dari teologia kristen. Skema komprehensif. konstruksi sepotong-sepotong penafsiran teologi dipahami sistem dikonstruksi Alkitab Pendekatan tidak sebagai yang akan berdasarkan presuposisi-presuposisi – pernyataan yang digunakan sebagai 13 14 John M. Frame, Doktrin Pengetahuan Tentang Allah; jilid 1 (Malang: SAAT Malang, 1999), 150. Daniel Lucas Lukito, Pengantar Teologia Kristen I (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 31. 10 berhasil.”15 Kekristenan bukan hanya Suci. Untuk hal itu terjadi dapat suatu istilah dalam bahasa iman, dilakukan dengan proses apologetika namun dengan ancangan dasar Kitab Suci. suatu membutuhkan makna yang penjelasan dengan Selain itu, “Kita tidak diizinkan bahasa yang tepat hingga individu menggunakan lain yang tidak tunduk pada otoritas dapat Kekristenan sesuatu memahaminya. memahami yang ada penalaran “netral” segala Kitab Suci, bahkan pada tahap yang secara “mendasar” (seharusnya dikatakan, komprehensif dan koherensi yang terutama meliputi “mendasar”, karena pada tahap itulah ranah transendensi – pada imanensi, ranah imaterial – material, kerangkanya ranah kesimpulan jasmani – rohani/spiritual tahap dibentuk yang dan selanjutnya 16 Konsep penalaran tanpa jatuh pada konsep relativisme menyesuaikan).” epistemologi. Artinya, kekristenan netral, sejatinya usaha berlaku adil tidak dalam kaitannya dengan status atau menghasilkan kebenaranyang posisi yang tidak berpihak pada salah akhirnya dipahami secara relatif dan satu obyek atau kategorikal tertentu. tentatif sehingga mereduksi tatanan Skema penalaran yang dikaitkan doktrinal Kristen yang dikaitkan dengan sistem apologetika Kristen dengan kebenaran tunggal dan asolut tidak dalam pribadi sempurna. Sebaliknya penalaran kekristenan merupakan penemuan sebagai usaha yang tidak berpihak, kebenaran-kebenaran sebaliknya kebenaran epistemologi ontologis menggunakan netral yang sistem ancangan dipahami apologetika epistemologi sebagai suatu kepastian Kristen memiliki ancangan penalaran yang bahasa yang jelas yaitu ancangan penalaran manusia dalam dimensi terbatas ini yang tunduk pada otoritas Kitab tanpa mereduksi kebenaran yang Suci. berasal dari ranah transendental yang tunduk pada otoritas Kitab Suci diperoleh melalui interpretasi Kitab hanya menghasilkan sisi sekunder dinyatakan dengan Apologetika Kristen tanpa saja dan jauh dari pemahaman primer yang terikat pada penyataan khusus 15 David K. Naugle. Wawasan Dunia Sejarah Sebuah Konsep (Sebuah Pandangan Kristen) (Surabaya: Momentum, 2010), 17. 16 11 Ibid., 149. Allah yaitu dalam Kitab Suci. Hal terhadap satu hal yang dimilikinya lain menegaskan bahwa, “Netralitas dan mengarahkan pada suatu konsep tidak hanya dilarang melainkan juga kebenaran tidak mungkin. Kita harus memilih pragmatis. Kepada kita yang percaya untuk bahwasannya mengikuti Allah melawan-Nya. otoritas atau Meninggalkan Firman Allah metafisik maupun Alkitab hakikatnya firman Allah memiliki perspektif berarti “Presuposisi kita yang berdasarkan menggunakan otoritas kebohongan Alkitab manusia dan iblis.”17 Tidak ada bukti, dan bukti tidak lain adalah konsep penerapan netralitas dalam proses 19 menyetujui Alkitab penggunaan pada situasi penalaran yang merupakan aspek kita.” penting apologetika dalam kaitannya dengan pelayanan Kristen. Konsep netralitas bukanlah misi bukanlah pribadi yang bekerja menjadi hal yang paling penting dalam konteks netralitas rasio tapi (magnum memiliki suatu orientasi penalaran dari sistem opus) dalam proses Mereka yang berapologetika apologetika dan juga konseptual yang netralitas bukan menjadi ancangan kesimpulan sentral apologetika Kristen termasuk metafisik-ontologis proses apologetika dalam konteks dihancurkan atau direduksi dengan pelayanan misi. “Tentu saja tidak kesimpulan dengan kriteria “netral”, kesimpulan tentatif yang kriteria seperti itu menggunakan bahasa analogi Seseorang tidak ada. mereka tentatif. pada Kebenaran tidak tentatif, dapat sebaliknya memilih untuk menjelaskan dengan keterbatasannya presuposisinya atau suatu kebenaran metafisik-ontologis. harus menerima karena membawa 18 Contohnya, kebenaran Allah yang menolaknya.” Hal itu berarti, proses penalaran metafisik-ontologis bahwa Ia ada, untuk mempertahankan kebenaran tidak dapat hilang karena kesimpulan yang individu tentatif bahwa Allah ada dalam presuposisi pikiran manusia atau Allah adalah dilakukan berkaitan setiap dengan imajinasi individual. 17 Ibid., 149-150. John M. Frame. Apologetika bagi Kemuliaan Allah (Surabaya: Momentum, 2000), 17. 18 19 12 Ibid., 35. Pada ranah wawasan yang lain, dilakukan teologia memberikan urgensi namun dengan kerendahan ancangan dasar bagi dimulainya hati, dan melibatkan seluruh pikiran proses apologetika Kristen. Secara dan segenap hati.”21 Iman dalam umum, teologia dipahami sebagai proses proses dipahami Alkitabiah iman yang mencari dalam iman, dengan pencarian makna untuk yang bersumber pada pemahaman – ide Augustinus yang Alkitab, harus dilakukan dengan dimatangkan oleh Anselmus pendiri segenap hati dan pikiran dalam aliran skema kerendahan hati. Teologi yang Skolastisisme yaitu fides quaerens intellectum (iman yang dihasilkan berusaha mendapatkan/memperoleh humanis dengan kerangka acuan pengertian yang benar) - yang yang dikaitkan dengan tradisi doktrinal selanjutnya memberikan implikasi Alkitabiah dalam acuan sistematisasi terhadap ilmu pengetahuan yang ada dan dalam kontekstualisasi. Teologia adalah jelas yaitu pengungkapannya perspektif menggunakan bahasa. manusiawi sehingga diterima menjadi pandu dan yang Alkitab dan keterbatasan berusaha menjabarkan dirinya dalam bahasa teologia Secara yang umum, teologi kekuatan iman orang percaya. Di sisi menjelaskan suatu relasi antara Allah lain “Teologia adalah pengetahuan dengan yang sistematis tentang Allah dan menerima eksistensi Allah hubungannya dengan ciptaan-Nya berdaulat, berotoritas seperti hadir. “Mengenal Allah berarti Alkitab.”20 Hal itu berarti teologia mengenal-Nya Tuhan, harus dipahami dalam konteks ilmu “mengenal bahwa Akulah Tuhan.” pengetahuan yang memiliki nilai- Dan mengenal Dia sebagai Tuhan nilai teologis normatif, rasionalis berarti mengenal kontrol, otoritas, empiris, idealis pragmatis dalam dan batasan tertentu. Selain hal tersebut, teologi Alkitabiah mendeskripsikan teologia yang dipaparkan berusaha dalam 20 bahwa, sekaligus dan sebagai kehadiran-Nya.”22 yang Maha Artinya, memastikan 21 dirinya ciptaan-Nya “Teologi Stephen B. Bevans. Teologi Dalam Perspektif Global (Maumere: Ledalero, 2010), 62 22 Frame, Doktrin Pengetahuan Tentang Allah jilid 1, 28 perlu Lukito, op.cit., 17 13 Allah yang berpribadi, yang dapat lampau dalam bingkai masa kini dikenal melalui kontemplasi akan tidak efektif dan maksimal untuk kontrol, otoritas dan kehadiran-Nya menghasilkan suatu kebenaran masa yang dibahasakan dalam perspektif kini bahkan dapat mendatangkan yang terbatas dan yang melalui kesalahan bila tidak memperhatikan interpretasi Alkitab yang benar dan perkembangan kontekstual kekinian. kontekstual. Teologi bukanlah hasil “Bahwa penggunaan metode yang dari benar kumpulan beberapa asumsi akan menghasilkan primer metafisik yang kemudian pengetahuan dipercaya dan dijadikan kumpulan Berdasarkan ini, para filsuf , teolog ajaran resmi, bukan juga hasil suatu dan ilmuwan menyusun sistem yang interpretasi yang meniadakan Allah dapat menggambarkan kebenaran.”23 yang berpribadi dan mendapatkan Hal itu menegaskan bahwa suatu konsep kebenaran dapat diperoleh melalui Bahkan relativisme teologi pragmatis. bukanlah yang benar. proses metodologi yang benar sesuai hasil penalaran akan rekayasa tuhan dalam dengan pikiran yang selanjutnya dijadikan digunakan. ajaran baku atau ajaran resmi oleh dengan sistem rasional, otonom dan golongan tertentu. Sekali lagi teologi pribadi bukanlah suatu kesepakatan tafsir penalaran dengan kejelasan linguistik terhadap ajaran yang telah ada, sehingga menghadirkan konstruksi melainkan rasional realitas yang melaluinya individu pencarian kebenaran terhadap teks- mendapatkan damai sejahtera. Tanpa teks Kitab Suci yang kepadanya kejelasan umat percaya tunduk dan taat. pernah mendapatkan suatu makna suatu proses Pemahaman teologi yang benar ancangan baku Kebenaran yang yang berkaitan melakukan linguistik, proses tidak akan kebenaran yang dibutuhkan yang secara Alkitabiah dapat diperoleh akhirnya melalui metodologi reduksionisme makna (makna yang teologi yang benar pula. Penggunaan selalu mendapat pemaknaan) yang metodologi semakin penggunaan berkaitan dengan metodologi jauh dari dalam harapan kontekstual. Tanpa melakukan proses orientasi tujuan yang akan dicapai. Penggunaan masuk masa 23 Haryo Tejo B, Teologi Absensia (Jakarta: Obor, 2013), 6. 14 penalaran yang benar memperhatikan dengan kebenaran makna-makna konstruksi merupakan hasil dari proposisi-proposisi linguistik yang berlaku tidak akan kebenaran (truth proposition) yang sampai yang menegaskan bahwasannya realitas berpikir individu tidak lepas dari pada kebenaran dimaksud. Kejelasan linguistik dinyatakan dalam proses pengetahuan kebenaran melalui menghasilkan suatu pembelajaran modifikasi bahasa – penalaran subyektif paling tidak yang kebenaran, memiliki proposisi meliputi obyek primer (makna kata elementer yang selanjutnya bergerak dalam bahasa) dan obyek sekunder ke (yang membentuk atau mengontruksi kebenaran epistemologi. bahasa) - yang berorientasi pada pembentukan konsep arah kompleksitas Pembentukan yang dikaitkan konsep dengan realitas teologi pengetahuan selanjutnya dapat dikomunikasikan teologi kepada individu lain sebagai suatu dipercaya. kebenaran terbatas kontekstual pada berorientasi pada sumber teologi kenyataan. yang jelas sehingga nilai dan fakta Pembentukan konsep berkaitan dengan kesadaran kegiatan menghasilkan diri terhadap penalaran yang suatu konsep yang dipelajari Pengetahuan dan teologi kebenarannya mampu memunculkan aktualisasi penalaran teologi yang dapat dipertanggung-jawabkan, namun sifatnya tidak mutlak tetap bersadarkan suatu pengetahuan, dan dalam selanjutnya dikomunikasikan kepada terbuka terhadap redefinisi konsep. individu lain. “... Konsep sendiri “Kita tidak bisa mengklaim bahwa dapat menjadi obyek perhatian dan pikiran kita, atau apapun juga di kesadaran kita. Kita mengetahui dalam ciptaan, adalah standar ultimat sesuatu dalam suatu konsep. Ini bagi keberadaan, kebenaran atau berarti bahwa konsep punya peran kebaikan.”25 Demikian juga teologi intensional atau epistemik dalam yang berkaitan dengan pelayanan pengenalan.”24 misi yang gereja adakan memiliki proses Konsep bingkai keterbatasan dan pemahaman yang terbatas. Teologi 24 J. Sudarminta, Epistemologi Pengantar Dasar Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 87. 25 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 63. 15 yang dikaitkan dengan pelayanan Seperti pemberitaan Injil memimpin misi dalam pada perubahan dari yang terhilang kontekstualitas teologia misi dan dan meneguhkan iman para orang- penjabarannya deskripsi orang kudus, begitu pula dengan filosofis apologetika.”26 Wawasan individu praktis. Kebenaran elementer tidak yang tidak Injili Alkitabiah dalam lepas dari aktualisasi tafsir teks-teks kaitannya Kitab Suci yang erat kaitannya ditawarkan konsep penalaran dalam dengan konsep amanat agung. perspektif Injili Alkitabiah sehingga sering teologis dipahami meliputi normatif Konsep dan apologetika ia yang pelayanan dapat mengambil misi, kesimpulan dikaitkan dengan pelayanan misi berdasarkan memiliki perspektif yang mirip satu dekonstruksi presuposisi-presuposisi dengan Fokus yang dimilikinya serta mengalami wawasan konversi (perubahan) kepercayaan yang elementernya lain. yaitu dan tetapi bukan manipulatif. Konsep apologetika kebenaran melalui fidei/aturan iman yang terikat dengan rekonsepsi dan redefinisi makna Kitab Suci sebagai ancangan primer dalam apologetika dan pelayanan untuk membangun formasi teologi misi meneguhkan adanya relasi yang Alkitabiah dan kontemporer. konsep memberikan Setiap saling menguatkan bahkan memiliki Bahkan dan penalaran individu yang konstruktif diperoleh hidup. rekonstruksi individu memiliki orientasi teologi yang jelas bebas presuposisi dari rekayasa manipulatif. Sejatinya presuposisi itu menjadi bukti sahih konsep apologetika mempengaruhi dari proses penalarannya. Presuposisi konsep dan berkaitan dengan kepemilikan rasio konsep oleh setiap individu dan memiliki konstruksi orientasi rasional yang tentatif dan teologi yang bersumber pada Kitab monumental sehingga individu yang Suci yang dipercaya sebagai firman berpikir Allah. dan diperoleh dari individu lain. Nilai pemberitaan Injil berkaitan secara yang mengindikasikan dirinya bukan pelayanan misi sebaliknya. Sedangkan apologetika memiliki “Karena apologetika yang regula memiliki perspektif, manfaat keduanya sama. 26 16 Ibid., 35 selanjutnya nilai yang pada posisi netral, sebaliknya nilai umat manusia.”27 Sedangkan dasar semakin meneguhkan bahwasannya teologi setiap individu memiliki orientasi sehingga apologetikapun terikat erat atau dengan firman Allah. “Orang Kristen kecenderungan relasi atau adalah firman Allah, keterikatan terhadap sesuatu yang memiliki ada (baik materi maupun immateri). menyelaraskan semua pemikiran dan Proses penalaran yang dilakukan keputusan mereka dengan Firman oleh setiap individu selalu dalam Allah.”28 wawasan oleh yang dikonstruksi oleh rasio individu wahyu umum, alam semesta dan Kristen menghasilkan suatu konsep ciptaan yang Allah berbicara fakta monopoli dari dilingkupi kewajiban untuk Presuposisi-presuposisi lainnya. Artinya, pengetahuan yang terikat dengan bukti bukanlah sumbernya yaitu Kitab Suci. Alasan mereka epistemiknya yang adalah “Karena menyebut dirinya orang percaya saja, pengetahuan manusia memerlukan melainkan tidak dasar justifikasi Kitab Suci semacam percaya pun memiliki bukti metafisik ini, maka penyangkalan terhadap atau bukti dari alam jagat raya ini. otoritas Kitab Suci akan membuat Paling pengetahuan manusia tidak dapat mereka tidak intelektual yang mereka sebagai memiliki modal dibenarkan.”29 dasar melakukan proses penalaran yang Sejatinya pengetahuan manusia memiliki orientasi. Di lain pihak, yang tidak mendapatkan pembenaran apologetika dari Kitab Suci – sebagai penyataan memiliki relasi dengan teologi yaitu Allah dalam makna teologi memberikan melalui ancangan elementer dalam bingkai mengenal dan mendapatkan konsep presuposisi-presuposisi Allah untuk secara Kitab yang khusus sehingga Suci, manusia definitif sehingga apologetika. “Presuposisi Kristen, memberikan pernyataan Allah tentang diri-Nya bagi konsep yang lain - merupakan dalam pengetahuan yang prematur karena Kitab Suci, merupakan konsep determinatif “hukum pemikiran” tertinggi untuk 27 Frame., Doktrin Pengetahuan tentang Allah; Jilid 1, 214. 28 Ibid., 177. 29 Ibid., 216. 17 sumber epistemiknya di luar Kitab memiliki Suci atau sumber epistemik adalah pertumbuhan gereja, baik secara allah kualitatif maupun kuantitatif dengan impersonal. “Epistemologi alkitabiah menentang segala bentuk asumsi pengetahuan memberi yang meninggikan korelasi bahwa dengan Allahlah yang pertumbuhan yang manusia lebih dari Allah sebagai selanjutnya menjadi ancangan primer hakim konsep pertumbuhan ultimat.”30 Suatu relasi koherensi Pelayanan misi antara firman Allah, teologi dan pelayanan apologetika yang satu dengan yang kelompok-kelompok eksklusif dalam lain memberikan penguatan dalam gereja, bukan pula memanfaatkan proses penalaran teologis normatif orang lain sebagai media untuk dan aplikasi yang filosofis praktis, kepentingan pribadi, menyadarkan potensialitas konsep sebaliknya secara penalaran melakukan praktek iman kontekstual atas kebenaran kepada yang aktualitas rasionalitas agar terwujud kebaikan gereja. bukanlah yang suatu menghasilkan namun dinamis berdasarkan teks-teks Kitab Suci. bersama (common Good) . Pada perspektif yang lain, pelayanan misi yang gereja lakukan bukan bertujuan untuk menghasilkan Deskripsi Ranah Konseptual Pelayanan Misi perpecahan dalam gereja atau Bentuk tanggung jawab iman melakukan pereduksian makna teks- Kristen dari kerangka potensialitas teks Kitab Suci atau menghasilkan yang berorientasi pada aktualitas kelompok terhormat dalam gereja, praktek personal bukan juga menghasilkan sistem maupun komunal terhadap individu dominasi-subordinasi antar individu lain yang dipahami dengan istilah dalam gereja. Sebaliknya, pelayanan pelayanan. Pelayanan yang dilakukan misi dilakukan sebagai praktek iman gereja dikaitkan dengan konteks misi orang percaya untuk menghadirkan yang diterimanya merupakan suatu damai sejahtera Allah, dimana kita implementasi teks Amanat Agung (orang dalam Kitab Suci. Pelayanan misi personal iman secara komunal 30 W. Andrew Hoffecker (ed) dan Gary Scott Smith (ed rekanan), Op.cit., 229 18 percaya) maupun berada secara tinggal secara berdampingan dengan individu lain. Ancangan pelayanan ancangan pelayanan misi yang hanya misi berkonsentrasi pada perkara rohani berkaitan dengan ranah mikrokosmos maupun makrokosmos menjadikan sehingga terhadap kebenaran, kebaikan, individu teralienasi pemenuhan kebutuhan keadilan, bahkan keselamatan Allah dimensi materi atau hal-hal yang yang mendatangkan damai sejahtera berkaitan dengan jasmani. Akibat dapat dinikmati sebagai warisan ekstrimnya adalah menolak realitas turun temurun dalam dunia ciptaan- materi dan mengejar perkara- perkara Nya. misi rohani/spiritual sehingga hidup yang materi dihidupi menjadi anti perilaku sosial Konsep meliputi pelayanan dimensi (anomi). (menempatkan individu yang bebas dari praktek yang dan Agung, ancangan pelayanan misi rasional yang gereja lakukan sering kali atau (memberikan terbaik politik, terhadap ekonomi, sehingga mendatangkan damai dengan penginjilan masalah pelayanan yang diasumsikan budaya sebagai pertanggung-jawaban iman yang menjadikan segala bangsa murid sejahtera Yesus (Matius 28:19). Di lain pihak, dalam pelayanan misi dikaitkan dengan keadilan Pelayanan dikaitkan solusi sosial, tercipta Illahi). Amanat menderita) immateri instrumental dengan yang menjadikannya dimensi Berkaitan dehumanisasi misi dimensi materi dan immateri saling proses terkait satu diasumsikan sebagai tindakan Allah terhadap yang lain karena hasil yang tiap-tiap hari menambahkan pelayanan yang berorientasi pada jumlah damai sejahtera Illahi bukan hanya diselamatkan milik 2:47). dan mempengaruhi salah satu dimensi saja. pertumbuhan bilangan mereka (Kisah Mereka gereja, yang Para yang Rasul mendengar dapat berita Injil, dijadikan Allah percaya. berorientasi hanya pada satu dimensi Pertumbuhan gereja bukanlah hasil atau dan dari usaha manusiawi orang percaya mengabaikan yang lain, sebaliknya sebaliknya merupakan karya Allah pelayanan misi yang bersifat holistik. Pelayanan misi tidak kecenderungan yang saja dilakukan mengikut-sertakan orang percaya, tanpa Allah tidak akan Pereduksian 19 pernah terjadi suatu pertumbuhan memperbarui gereja pelayanan yang sejati. Ancangan diri). Ancangan gereja bukanlah pelayanan misi tersebut di atas formulasi-formulasi (pelayanan idealis, penginjilan pertumbuhan gereja / dan tetapi individu bukan kontektualisasi pelayanan misi indentifikasi karena suatu formulasi pelayanan praktis yang menjadikan plantatio ecclesiae) dapat dilakukan namun menjadi rasionalitas lain menghormati cakupan menikmati relasi iman yang dan menghargai. pelayanan misi sangat luas bahkan Aktualitas praktek iman dipahami berorientasi pada kehadiran misi dalam Kerajaan universal, (menyampaikan berita Injil melalui holistik dan kudus yang implikasinya kesadaran terhadap nilai kebenaran adalah keadilan, Kitab Suci) yang membawa damai kebenaran dan kebaikan Allah dalam sejahtera Allah. Hal itu menjadikan hidup relasi teologi dan misi semakin jelas Allah yang mewujudkan seluruh segi kehidupan ancangan kerangka misi untuk dipahami. “Adalah tidak bisa manusia. Konteks aktivitas gereja secara ada teologi tanpa misi – atau, untuk umum adalah tindakan pelayanan mengalimatkannya secara lain, tidak terhadap ada teologi yang tidak misioner.”31 individu membutuhkan lain dalam yang dimensi Teologi merupakan produk perubahan baik secara aktif maupun rasionalitas hermeneutika individual pasif. Perubahan yang dikerjakan dan yang tidak kebal dari suatu kesalahan dikontrol oleh kekuatan dimensi atau tindakan manipulatif sehingga Illahi dan memiliki standar ukur teologi dan berteologi harus memiliki ontologis yang diselaraskan dalam orientasi yang jelas dan mendasar. dimensi Teologi perubahan ini. Dapat tidak sepenuhnya dan dipastikan bahwasannya, ancangan seluruhnya dikonstruksi berdasarkan pelayanan yang gereja lakukan selalu asumsi-asumsi dalam orientasi perubahan sehingga manipulatif, melainkan dikonstruksi gereja mengenal istilah ‘reformata berdasarkan permisif pengakuan dan secara semper reformanda’ (gereja dalam 31 konteks diperbarui dan J. Andrew Kirk, Apa itu Misi? Suatu Penelusuran Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 9 selalu 20 ontologis terhadap teks-teks suci dalam Kitab dengan pengutusan/misio. Definisi makna kerangka misi, gereja menegaskan misi adalah diutus atau pengutusan akan kehadirannya dan usaha gereja dan setiap individu (orang percaya) untuk yang Suci. Berkaitan berteologi secara teologis penginjilan diutus memiliki ada tanggung yang jawab untuk menghadirkan damai orientasinya adalah penyataan Yesus sejahtera Yesus Kristus Tuhan di Kristus Tuhan. Misi gereja dipahami dunia ini. Untuk damai sejahtera berdasarkan teologi yang Kristus hadir dibutuhkan penjelasan akan sentris. Segala sesuatu yang tertulis Yesus Kristus Tuhan dan penjelasan diterima dalam Kitab Suci dipahami itu diterima sebagai tanggung jawab sebagai teks yang memiliki kekuatan pelayanan penginjilan. dalam perspektif teologi Ancangan otoritas dari Allah yang berpribadi. tersebut dikenal dan dipahami oleh manusia asumsi adanya kategorikal orang (umat-Nya) percaya/umat Allah dan orang tidak rasional percaya/bukan instrumental yang terbatas. Pelayanan misi atas, seperti Allah yang membuka diri-Nya untuk melalui di berpikir Ancangan (Yn: menggunakan umat Allah. kategorikal itu missio, berorientasi pada sistem dualisme artinya mengutus/mengirim) sering – (percaya-non percaya, selamat-tidak kalau tidak dimaknai sebagai suatu selamat) yang bukan hasil dari keharusan aktif - diidentifikasikan interpretasi sebagai penginjilan tentang misi. Berdasarkan tradisi (euangelion) atau pemberitaan Injil interpretasi yang banyak diterima Yesus oleh orang percaya tentang misi apostelos/apostolate, Lt: pelayanan Kristus yang sasarannya teks-teks Kitab adalah mereka yang belum percaya adalah dan menerima Yesus Kristus Tuhan dengan penginjilan (misi pertobatan sebagai Allah dan Juru selamat. Hal bagi mereka yang belum percaya itu dapat dipahami bahwa konstruksi sehingga terjadi rekonsiliasi dengan relasi yang terjadi adalah dalam Allah misi/pengutusan ada menikmati damai sejahtera). Pada penginjilan (euangelion), sebaliknya batasan tertentu, ancangan pelayanan (misio) 21 tindakan yang yang Suci berkaitan selanjutnya dapat misi dualisme yang dikenakan pada atau melawan Allah, berdasarkan konsep pelayanan misi (percaya-non Kitab Suci) bukan filosofis praktis percaya) dapat diterima. Namun (hidup secara otonom rasional untuk demikian, ancangan pelayanan misi memberikan manfaat atau faedah dalam itu bagi individu lain). Hal itu menjadi tidaklah menjadi suatu doktrin yang tanggung jawab normatif personal tidak dapat diubah. Oleh sebab itu, dalam interpretasi dengan memberikan batasan waktu atau pada masa atau periode untuk dapat masanya harus dilakukan sehingga menjadikan segala bangsa murid mendapatkan Yesus Kristus dan tidak diberikan perspektif interpretasi kontekstual memperhatikan kebutuhan makna teks yang ancangan imperatif tanpa jaminan waktu selama ia di dunia, kontekstual. Pelayanan misi yang dipahami sampai mati menjadi murid Yesus sebagai tindakan penginjilan tidak atau sebelum mati melarikan diri akan pernah tuntas dikerjakan atau atau menolak Yesus Kristus. Lagi berhenti setalah mencapai segala pula, konteks Amanat Agung yang pemenuhan kebutuhannya, karena menjadikan semua bangsa murid hal itu berkaitan dengan proses Yesus tidak memberikan eksplanasi pergerakan pelayanan gereja yang terhadap kaitannya dengan konsep melakukan implementasi iman yang sangsi sosial (jika hal itu salah berdasarkan teks-teks suci dari Kitab dilakukan atau tidak sesuai dengan Suci khususnya teks Amanat Agung norma komunal maka masyarakat (Matius 28:19). Konsep Amanat melakukan Agung berdasarkan Matius 28:19, Menjadikan segala bangsa murid berkaitan Yesus, eksistensial dengan pemaknaan bukan institusional, ekskomunikasi). dapat dimaknai sebagai pemenuhan kategorikal kelompok pemaknaan teologis normatif (yaitu tertentu setiap manusia yang berasal dari pragmatis melalui transformasi status berbagai bangsa atau suku bangsa eksistensial dan esensial individu. dikembalikan sebagai Perubahan status individu (menjadi pribadi yang berelasi dengan Allah murid Yesus Kristus) mengarahkan yang berpribadi bukan meniadakan pada konsep hidup yang mengadopsi posisinya 22 (murid Yesus) secara dan meneladani hidup Yesus. Nilai hidup kehidupan memberikan epistemik bahwa murid hidup dalam ancangan hidup yang berfaedah dan keteladanan Yesus Kristus Tuhan bermakna bagi individu lain dalam bukan yang lain. Keteladanan hidup bingkai kasih Illahi yang kudus, Yesus cukup dan tidak membutuhkan kasih yang tidak dipengaruhi oleh penyempurnaan melalui pengurangan keterbatasan individu ciptaan. Kasih atau penambahan aktivitas. Yesus dan pengakuan ontologis Berdasarkan definisi kata misi yang menjadi simbol dari suatu transformasi diri yang pada akhirnya memiliki arti mengutus disebut sebagai murid Yesus. mengirim (to send). atau Konteks Paradigma dari teks Amanat mengutus atau mengirim ini adalah Agung berorientasi pada ancangan pribadi (apakah mengirim ide atau antropologi praktis, yang menjadikan gagasan atau pendapat termasuk setiap individu sebagai subyek aktif dalam konsep misi? Tentunya perlu bukan subyek kategorikal – ada didiskusikan karena kiriman. Berkaitan dengan konsep mendapatkan unsur lagi) bukan obyek kategorikal - yang berusaha menilai misi dengan hipotesis- tradisional pribadi yang dikirim atau hipotesis persepsi. Interpretasi lain diutus membawa otoritas wibawa menjelaskan bahwa Amanat Agung dari memberikan orientasi tindakan untuk tertentu. Ia bertindak atas nama menjadikan semua bangsa murid pribadi Yesus bukan menjadi anggota gereja mengirimnya. Ancangan misi Kitab tertentu atau menjadikan individu Suci terletak pada Yohanes 20:21 lain sebagai pengikut dari pribadi “Maka yang diidolakan. Menjadikan segala “Damai sejahtera bagi kamu! Sama bangsa seperti menggunakan murid melakukan pribadi Yesus, pereduksian atau individu bukanlah makna tersebut, pengutusnya yang kata secara dengan tujuan mengutus Yesus Bapa demikian makna juga atau sekali lagi: mengutus Aku, sekarang Aku yang mengutus kamu.” Berdasarkan hal menyebabkan kehilangan identitas itu, maka pelayanan misi merupakan natural. Sebaliknya menjadi murid pelayanan yang Yesus sentris. Yesus, berkaitan dengan orientasi Paradigma yang muncul adalah 23 perintah dan kehidupan Yesus relativitas kognitif (yang dipengaruhi menjadi alasan untuk orang percaya oleh konstruksi kebudayaan) atau melakukan pelayanan misi yang manipulasi empiris. Pelayanan misi memberikan memiliki analogi tentang korelasi dengan pengutusan. Bapa mengutus Yesus, pertumbuhan demikian juga Yesus mengutus orang kontruksi relasi dinyatakan dengan percaya/umat-Nya. konsep dalam pemberita Injil saling bahkan mempengaruhi. Bahwasannya pelayanan misi yang Dalam ranah pelayanan misio, pengutusan gereja dilakukan gereja dengan pola dan perspektif orientasi (euangelion) yang benar, akan dalam menghasilkan pertumbuhan gereja misi/pengutusan TUHAN, TUHAN dalam skala kualitatif dan kuantitatif sendirilah yang aktif dan keaktifan yang dapat dipertanggung-jawabkan. umat Allah adalah respon tanggung Sebaliknya pertumbuhan gereja pada jawab yang berada dalam lingkup skala meneguhkan, keaktifan “Bahwa Allah.”32 Hal itu semu, pelayanan disebabkan misi yang oleh egosentris menegaskan bahwa Tuhanlah yang (pribadi menentukan dan bertanggung jawab “Oleh karena itu, motif yang paling atas segala keputusan-Nya bukan menonjol dalam misi Gereja adalah manusia pertobatan yang memiliki segala maupun kelompoknya). individu, keselamatan keterbatasan ciptaan yang berusaha jiwa untuk otonom dan berdaulat secara pertumbuhan Gereja (church growth rasional dan empiris. / plantatio ecclesiae). Perikop Matius di masa depan, dan Pelayanan misi (apostelos) yang 28:18-20 dianggap sebagai dasar berbasis pada Kitab Suci meliputi misi yang paling sentral dan karena penginjilan/pemberitaan itu Injil, sering bersaksi, mengajar tentang Yesus Agung”.” Kristus Tuhan dan hal itu menjadi relasi sistem kepercayaan Kristen yang normatif) tidak dapat direduksi 33 disebut “Amanat Lebih jauh, menelisik antara misi dengan (pragmatis penginjilan melalui 33 Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008), 15 32 Yakob Tomatala, Teologi Misi (Jakarta: Leadership Foundation, 2003), 1617 24 (rasional instrumental menggunakan merupakan efisiensi teknis) adalah makna pesan ontologi melalui yang ibadah dibawanya yaitu damai praktek komunikasi pengakuan dan kepada Allah ada yang sejahtera Allah sebagai manifestasi berdaulat. Persekutuan (koinonia) – Kerajaan (Ibr: malkuth, Yn: basileia) muncul dalam surat-surat Paulus atau Allah pada kehidupan mikrokosmos hanya dalam PB - merupakan relasi (manusia metafisik ciptaan-Nya) maupun transendensi yang makrokosmos (jagad raya ciptaan- bersumber Nya). Kerajaan Allah sebagai sistem Alkitab pemerintahan yang kesatuan (monade) antara Allah dan menyatakan kedaulatan, maha-kuasa orang percaya dalam bingkai kasih dan Illahi. Illahi maha hadir Allah pada yang Kasih praktek dalam berorientasi Allah yang pada tidak mempengaruhi konstruksi ancangan mengalami pelayanan misi dan epistemologinya. epistemologi teologis menjadi makna Damai dimiliki eksistensial humanis yang terbatas melalui anugerah keselamatan Yesus dan hanya satu perspektif saja. Kristus Tuhan yang merupakan kabar Persekutuan sukacita (Injil) dan Injil itulah yang hidup atau Tuhan yang bangkit dan disampaikan atau dinyatakan melalui baptisan serta pemberita Injil. “Istilah misi yang perjamuan kudus, namun demikian dikembangkan baptisan dan perjamuan kudus bukan sejahtera Allah oleh penginjil dan dari kata pereduksian dengan Allah “apostolate” ini menekankan tentang suatu “apostolic martyria” (saksi) dengan persekutuan dengan Allah. Yesus (pemberitaan) Kristus.” 34 Misi jaminan yang terhadap Pelayanan misi umat kepada tugas “didakhe” (mengajar), dan “kerygma” finalitas makna tentang individu lain menegaskan bahwa sebagai umat Allah dalam konteks relasional bentuk tanggung jawab umat Allah tidak memiliki dengan dominasi terhadap individu lain, dan tidak juga melakukan disorientasi penyembahan, relasi persekutuan pada posisi eksistensial melakukan pelayanan umat kepada individu lain. relasi melainkan Penyembahan/beribadah (proskuneo) berusaha memberikan pencerahan terhadap konteks relasi yang saling 34 Tomatala, Op.cit., 18 25 memberi, menghormati, menghargai dalam Alkitab. Pelayanan misi yang dan memanusiakan manusia lain terikat dengan perwujudan Kerajaan sebagai individu yang Allah kasihi, Allah dalam dimensi terbatas ini individu yang dimampukan Allah yang untuk berpihak pada-Nya, individu meninggalkan yang menyatakan kehadiran Allah sejahtera/shalom dalam kehidupan dalam praktik kehidupan sehari-hari. manusia (umat Allah). Gereja (Ibr: Lebih lanjut dipahami bahwa misi qahal, LXX: ekklesiazo) hadir untuk dalam konteks mandat Illahi – dalam mewujudkan perspektif epistemologi teologis - suatu rekonsiliasi yang berorientasi meliputi pada penginjilan, bersaksi, menghadirkan Allah, dan damai transformasi umat dalam Allah/orang mengajar/pengajaran tentang Yesus percaya, jagad raya/dunia ciptaan- Kristus merupakan Nya. Selanjutnya gereja diterima terhadap sebagai tubuh Yesus yang melalui yang perwujudan kehadiran dan kreativitas memberikan faedah bagi individu yang mendatangkan damai sejahtera lain. Teks-teks Kitab Suci yang Allah. Tuhan yang kontekstualisasi teks-teks praktis Kitab Suci Pelayanan masuk dalam permanensi pembakuan misi yang gereja kata – masuk dalam konteks bahasa kerjakan harus berakar pada Kitab bangsa-bangsa maupun suku bangsa Suci yang memberikan ancangan- - tidak menghalangi rekonstruksi ancangan pelayanan misi yang bukan definisi makna teks yang dinyatakan hanya terfokus pada satu kategorikal dan hidup. (penginjilan), sebaliknya mempunyai Berdasarkan perspektif otoritas Kitab kompleksitas relasi pelayanan misi Suci, orang percaya bertanggung yang berorientasi pada kehadiran jawab melanjutkan pewartaan Injil Kerajaan kepada dunia (mikrokosmos dan perspektif penyataan umum / general makrokosmos). Artinya, misi dalam revelation maupun penyataan khusus konteks penginjilan memiliki akar /special revelation) yang membawa otoritas Suci damai sejahtera Allah. Ancangan sehingga pelaksanaannya tetap dalam pelayanan misi yang gereja lakukan kontrol Allah melalui teks-teks suci merupakan dipraktekan dari dalam Alkitab/Kitab 26 Allah usaha (baik melalui mewujudkan kebaikan tertinggi (summum bonum) termasuk dalam tridarma gereja yang kasih meliputi Allah bagi ciptaan-Nya. persekutuan (koinonia), dalam pelayanan (diakonia) dan kesaksian dan (marturia) yang berorientasi pada keharmonisan antara Pencipta dan upaya pengentasan dan redefinisi ciptaan-Nya diimplikasikan dalam makna praktek kehidupan sehari-hari yang sehingga individu lain memiliki nilai menghargai dan menghormati satu kehidupan yang bermakna, yang terhadap yang lain tanpa mengalami dalamnya kasih Allah dinyatakan. alienasi. Ancangan Perwujudan kasih kerangka Allah keserasian Selain itu konstruksi nilai-nilai kemanusiaan pelayanan misi yang ancangan pelayanan misi yang gereja dilakukan gereja tidak diarahkan lakukan, mengarah pada transformasi pada konteks fundamental religius diri beserta nilai-nilai humanitas yang yang anggota gereja atau individu lain mempengaruhi komunal dan kehidupan menghargai akhirnya akan menjadikan sebagai individu yang anti perilaku pola harmonisasi hidup dalam jagad raya sosial yang pelayanan hanya dianggap sebagai atasnya Allah berdaulat. (asosial/anomi). ritual atau “Kalau Ancangan pelayanan misi dilakukan aspek alat secara menyeluruh (holistik) yang membantu organisasi Gereja, maka menyentuh ranah mikrokosmos dan pelayanan tidak pernah akan menjadi makrokosmos, yang mana kedua pelayanan sosial yang menjangkau ranah itu memiliki korelasi erat masyarakat dalam konteks pelayanan rohani dan pelayanan dalam konteks misi bukan sosial. Gereja tidak lagi memberikan hanya makna tradisional dan fundamental pemenuhan terhadap konsep pelayanan misi yang gereja hanya mengarah pada pertobatan aktivitas ritual atau ibadah dan teologis – atau mungkin pertobatan penambahan anggota gereja) tetapi sosial - yang akhirnya mendapatkan juga pelayanan yang memperhatikan luas.”35 menjadi (yang Artinya, media kebutuhan berkaitan untuk untuk organisasi dengan hasil melalui pertumbuhan anggota gereja atau perluasan gereja lokal. Konsep pelayanan misi 35 Emanuel Gerrit Singgih. Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke-21 (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 27 gereja 27 transformasi sosial ke arah yang memberikan pembenaran bagi setiap lebih tindakannya. Tindakan merupakan implementasi sejahtera pengentasan atau melakukan kemiskinan untuk seseorang dari mendapatkan makna hidup dalam rangkaian proses penalaran yang kasih Illahi. Ancangan pelayanan mengacu pada epistemik yang jelas misi yang hanya berdasarkan pada dan dikaitkan dengan motif, motivasi perspektif tunggal (penginjilan atau individual. Selain ranah rohani) saja, menyebabkan argumentasi berasal pada hanya penalaran yang rasional instrumental memiliki perspektif hitam putih atau (menggunakan rasio sebagai alat dualisme yaitu benar-salah, surga- untuk suatu proses penalaran) yang neraka, langit-bumi, berkat-kutuk, terlebih dulu setiap individu harus selamat-tidak selamat tanpa mampu memiliki presuposisi rasional. Tanpa untuk kreativitas presuposisi, individu tidak memiliki pelayanan misi kontekstual yang pemahaman atas obyek berpikirnya. mendatangkan “Sebuah presuposisi yang paling titik nadir, gereja melakukan sehingga shalom nyatalah Allah ultimat bahwasannya itu, konsep dari merupakan sebuah proses inti kedaulatan, otoritas, kebenaran dan komitmen yang paling mendasar, keadilan kepercayaan Allah mikrokosmos dan menaungi ultimat.”36 yang makrokosmos. Artinya, suatu presuposisi menjadi Pelayanan misi yang menyatakan dasar absolut yang tak terbantahkan kemuliaan diukur untuk memberikan penguatan atas berdasarkan standar ukur manusia argumentasi yang dihasilkan, makna dan atau Allah biarkanlah kesempurnaan-Nya tidak Allah dalam realitas. Suatu presuposisi menyapa memberikan setiap individu proses ciptaan-Nya, selanjutnya umat Allah penalaran yang kritis, analitis dan mengatakan, “Biarlah segala yang logis sehingga argumentasi yang bernapas memuji Tuhan! Haleluya!” dihasilkan dapat jawabkan. Presuposisi Pentingnya Apologetika dalam Pelayanan Misi dipertanggungberkaitan dengan orientasi berpikir dan metode yang digunakan untuk menghasilkan Setiap individu selalu hidup 36 Frame. Apologetika bagi kemuliaan Allah, 10 dalam konsep argumentasi yang 28 suatu konsep rasional bahkan suatu elementer bagi pelayanan misi. aksioma. “Apologetika itu harus selalu tunduk Deskripsi apologetika di atas pada Firman Allah yang dinyatakan- menjelaskan tentang adanya sistem Nya dan dengan demikian diatur oleh penalaran praduga yang dikonstruksi kita tertinggi.”37 yang berdasarkan ancangan rasional yang Artinya, ancangan elementer dari sistematis, logis, kritis dan analisis apologetika adalah Kitab Suci yang yang bertujuan untuk melakukan menjadi sumber epistemik dan dapat pembelaan (pendapat, ide iman). digunakan Apologetika Ancangan apologetika disampaikan yang digunakan sebagai merupakan sistem apologetika yang dalam menggunakan ancangan dasar Kitab konsistensi Suci untuk menghasilkan aksioma- menghasilkan produk penalaran etis aksioma Kristiani yang menguatkan teologis yang diwujudkan dalam dan praktik hidup yang jelas. meneguhkan Kristiani. praktik Asumsi iman elementer pola praduga. Ancangan ‘keajegkan’ atau rasional yang apologetika yang apologetika (dalam ranah rohani, dilakukan kaitannya dengan penginjilan) pada 1 bahwasannya segala Petrus 3:15-16 yang dalam perspektif merupakan produk Alkitab istilah instrumental Kristiani selalu dalam Namun ranah ancaman rasionalisme dan disebut dengan pertanggung-jawaban. demikian apologetika terhadap pelayanan misi meliputi seluruh gereja empirisisme konsep menegaskan bahkan rasional hal yang rasional dekonstruksi hingga dalam ciptaan Allah baik dalam bingkai perspektif mikrokosmos maupun makrokosmos. kelahirannya, gereja Kristen telah Perspektif lain, menegaskan bahwa terlibat apologetika meliputi ide-ide, teori-teori, sistem- merupakan praktik nihilisme. dalam teologi kristen yang kontekstual. sistem Apologetika adalah presaposisi, teologi teologi dan bagian dari “Sejak peperangan pemikiran, dan yang presaposisiargumentasi- dikonstruksi berdasarkan Kitab Suci, selanjutnya 37 Kitab Suci menjadi John M. Frame. Doktrin Pengetahuan tentang Allah jilid II (Malang: SAAT, 2000), 317 ancangan 29 argumentasi.”38 Hal itu menegaskan apologetika Kristen berusaha untuk bahwa mempertanggung-jawabkan segala produk gereja iman khususnya dalam dimensi epistemik yang berorientasi pada ancangan yang selalu mendapatkan perlawanan teks-teks Kitab Suci. Teks-teks Kitab dari Suci individu yang memiliki akhirnya digunakan untuk penalaran kontradiktif dengan asumsi rekonstruksi teologi yang Alkitabiah Kitab Suci merupakan kitab yang bukan diragukan isi dan kebenarannya. asumsi-asumsi Asumsi penolakan itu menghasilkan dipertanggung-jawabkan. redefinisi makna tugas teologi bukanlah menyususn dalam dimensi berdasarkan pada yang dapat tidak “Bahwa kembali Kitab Suci menjadi urutan epistemik Kristen. Berkaitan yang dengan yang sangat sempurna untuk semua konsep pelayanan misi yang gereja lakukan, peristiwa, praktik Kitab apologetika tidak dapat melainkan Suci, menerapkan dan mengatur dipisahkan bahkan posisinya sangat penyajiannya ....”39 Jelaslah bahwa membantu teologi untuk memberikan bukan suatu deskripsi penjelasan tentang orientasi normatif pelayanan misi yang telah, sedang Alkitab, sebaliknya memberikan pola dan akan dilakukan tanpa melakukan praktik sehari-hari. Akibatnya teologi pereduksian terhadap makna-makna yang menjadi induk apologetika teologis yang ada dalam makna tidak menjamin kita untuk tuntas pelayanan misi. Ancangan sistem dalam proses apologetika, sehingga apologetika bukanlah suatu sistem sepenuhnya kita harus menaati Allah yang dan bukan manusia (Kisah 5:29). dikonstruksi berdasarkan imajinasi individual, asumsi sebaliknya tentang teks-teks ancangan apologetika dibangun elementer atas pelayanan misi yang perspektif teologis gereja lakukan harus berdasarkan praktis. pada Kitab Suci. Pelayanan misi berdasarkan normatif Berpikir penyusunan tindakan dan filosofis Apologetika Kristen tidak dalam yang kerangka penyempurnaan eksistensi orientasi pada ranah ciptaan Allah dan esensi individu lain, sebaliknya yang meliputi mikrokosmos dan 38 39 Ronald H. Nash. Konflik Wawasan Dunia (Surabaya: Momentum, 2000), 14 dilakukan gereja memiliki Frame. Doktrin Pengetahuan tentang Allah jilid II, 40 30 makrokosmos untuk menghadirkan dari damai argumentasi ontologis atau epistemik sejahtera Allah bukanlah kekristenan, Secara menolak inisiatif manusia melainkan karya teologis. Allah. Pelayanan misi bukan hanya melakukan perang ide atau gagasan penginjilan atau pertobatan individu atau konsep terhadap kekristenan sehingga mengarah hanya kepada berdasarkan penambahan anggota gereja saja atau naturalisme, ateisme, materialisme, menjadi beban kuantitatif sebagai skeptisisme atau pemenuhan Ancangan berpikir sistem asumsi bangku/kursi gereja, pelayanan misi membentuk adanya pola menghadirkan sebaliknya menegaskan umum, mereka perspektif relativisme. mereka ide skema yang konseptual kompleksitas pelayanan yang satu (conceptual scheme) yang menjadi dan yang lain saling terkait. Pola standar ukur kebenaran yang mereka kompleksitas inginkan, bebas dari makna ontologis ditandai ketidak-mampuan Allah untuk praktek beberapa menjelaskan pelayanan dilakukan. dengan Untuk misi atau umat epistemik perkembangan alasan kategorikal yang dunia Pada berpikir, perspektif dikelompokkan memberikan teologi. dalam berpikir ancangan penjelasan yang benar dan efisien, berpikir wawasan modern dan post- individu memiliki modern (postmo). Ancangan berpikir perspektif rasional instrumental yang mereka non Kristen berusaha untuk memadai berdasarkan Kitab Suci. serasi Penjelasan tentang pelayanan misi aksioma-aksioma atau presuposisi dibutuhkan untuk menegaskan suatu dimensi tertutup (maknanya Allah alasan, mengapa hal itu dilakukan tidak mampu intervensi dalamnya, oleh umat Allah. Mereka yang manusia penentu segala kebenaran. menuntut suatu penjelasan tentang Dimensi tertutup lawan dari dimensi pelayanan misi dan terbuka). standar Kristen ukur harus untuk memberikan dan Ancangan memenuhi harmonis terhadap apologetika yang kerangka berpikir secara teoritis dan dilakukan, bukan menjadikan obyek eksistensial bahkan dengan gagah berpikir menempatkan diri pada posisi lawan kebenaran-kebenaran Firman Allah. 31 semakin jauh dari Sebaliknya ancangan meneguhkan sistem konseptual terstruktur secara apologetika bahwasannya komprehensif. setiap “Kekristenan juga teks Firman Allah menjadi data-data merupakan suatu wawasan dunia- sahih yang menghasilkan aksioma- dan-hidup yang utuh. Iman kita aksioma memiliki berita penting mengenai dan kumpulan postulat dapat seluruh dipertanggung-jawabkan dalam manusia yang harus dikabarkan.”40 kontekstualisasi iman. Hal itu berarti kekristenan sebagai Kontekstualisasi iman atas aktivitas sistem iman yang dapat dipahami dan kreativitas Allah yang menjadi secara komprehensif dan koherensi penyebab mutlak (sine qua non) sehingga mendapatkan makna iman menegaskan adanya kedaulatan-Nya Kristen yang benar. Ancangan iman yang Kristen epistemik Kristiani tidak yang hilang. Apologetika aspek yang kehidupan umat diimplementasikan dilakukan untuk mengawal makna tidak dipahami secara parsial atau dari ancangan pelayanan misi baik bagian per bagian, sebaliknya harus yang berorientasi pada pelayanan dipahami secara misi tunggal (penginjilan). Pelayanan Berkaitan dengan misi individu pelayanan misi, perlu dijelaskan dan berusaha untuk melawan tatanan dipahami secara komprehensif dan yang ada disekelilingnya. Konsep koherensi tanpa terjebak pada satu pelayanan ancangan skema konseptual tertentu. tidak dengan menjadikan misi baik harus dan dijelaskan benar Konsekuensinya tanpa keseluruhan. pemaknaan bagi apologetika mengandalkan skema netralitas yang yang menjelaskan pelayanan misi menyebabkan harus dilakukan secara benar dan maksimal. Penjelasan pelayanan melalui penjelasan misi dapat penjelasan apologetika. menyeluruh tentang bukan hanya satu orientasi saja. diperoleh dari Kekristenan tidak Konsep apologetika menjadi hal ranah yang bukan penting untuk melakukan hanya kumpulan aksioma-aksioma penjelasan yang dibutuhkan dan epistemik teologi berdasarkan Kitab memberikan Suci yang menjadi dasar iman, ancangan konsep pelayanan misi. namun dapat dimaknai sebagai 40 32 deskripsi tentang Nash, Konflik Wawasan Dunia, 26. Pelayanan misi itu sendiri bukanlah menghadirkan damai sejahtera dalam pelayanan yang hanya berorientasi dunia ciptaan-Nya. Akhirnya, penulis menegaskan pada satu ranah pemikiran saja yaitu kali bahwa ancangan apologetika yang penjelasan tentang pelayanan misi dikaitkan dengan pelayanan misi hanya sangat ranah penginjilan. tertuju Sering pada ancangan diperlukan penting orang percaya penginjilan saja bahkan pelayanan dikuasai, misi dianggap sebagai pelayanan menghadapi peperangan ide atau penginjilan atau pemberitaan Injil. gagasan setiap waktu. Sadar atau Penjelasan misi tidak sadar, mereka non Kristen apologetika berusaha untuk menguji kesahihan bahwasannya dan reliabilitas sistem iman Kristen. pelayanan berdasarkan bahasa memberikan makna ancangan pelayanan tidak Tanpa efisiensi strategi yang baik berdiri sendiri, tetapi memiliki relasi tentu saja benar, apologetika tidak kompleks terhadap wawasan Kristen. akan mampu menjelaskan kepada Ancangan pelayanan misi memiliki orang lain tentang pelayanan misi korelasi kompleks dengan pelayanan yang saling terkait satu terhadap gerejawi yang lain bahkan dalam yang perspektif makro dan mikro kosmos. pandangan hidup dan dunia secara Apologetika dalam kaitannya dengan keseluruhan. Orang Kristen perlu pelayanan mengetahui misi misi karena dan yang lain lain. “Kekristenan bahwa iman adalah yang memberikan jawaban-jawaban yang mereka miliki merupakan hal yang rasional instrumental komprehensif sangat penting untuk diberitakan bagi dan koherensi yang orientasinya kehidupan manusia adalah kemuliaan Allah dinyatakan Kekristenan dalam dalam ciptaan-Nya. Kemuliaan Allah merupakan wawasan berpikir yang yang mendatangkan shalom Allah. membutuhkan penjelasan sistematis, Kemuliaan koherensi, Allah bukan hanya lainnya.”41 sistem komprehensif iman yang sebagai istilah epistemik teologis, bersumber pada Alkitab, penjelasan namun merupakan implementasi itu suatu tindakan aktif selanjutnya dipraktikan menjadi gaya yang meneguhkan 41 iman dan Ronald H. Nash. Iman dan Akal Budi (Surabaya: Momentum, 2001), 37 33 hidup yang bermanfaat bagi orang Bagi ancangan sistem iman Kristen, lain. Adanya perwujudan dari ranah asumsi dasar dibangun dari sumber konseptual Alkitab sehingga melalui sumber atau teoritis kepada realitas empiris yang terukur dan Alkitab dirumuskan tertata. konseptual teologi Iman yang dipraktekkan skema Kristen yang dalam kehidupan individu lain, akan dapat mendatangkan damai sejahtera Allah. Rumusan skema konseptual teologi Peneguhan iman dibangun dengan Kristen sistem apologetika yang benar dan aksioma implikasinya apologetika mampu digunakan pada sistem apologetika. menjelaskan ancangan konsep Rumusan dipertanggung yang jawabkan. berupa iman aksioma- Kristen teologi dapat selanjutnya pelayanan misi yang dilakukan bagi digunakan sebagai dasar berpikir individu lain. Ancangan apologetika tentang pelayanan misi. Selain itu berusaha memberikan suatu deskripsi ancangan apologetika yang dibangun dan definisi berdasarkan aksioma- berdasarkan aksioma Kitab Suci yang berorientasi kepastian wawasan konseptual atau pada kejelasan makna pelayanan teoritis. Ancangan apologetika itu misi. memberikan Alkitab memberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang gereja lakukan. PENUTUP Secara Ancangan berpikir setiap apologetika individu harus dibangun berdasarkan dasar yang dimiliki setiap individu yang berpikir akan menghasilkan benar aksioma-aksioma untuk definisi suatu aksioma apologetika memberikan hal sehingga menghasilkan Berdasarkan Alkitabiah, dasar termasuk pelayanan misi. Kiranya berdasarkan presuposisi dan bagi pelayanan yang dilakukan gereja asas Kitab Suci. Konsep atau teori jelas penting penjelasan terhadap praktik-praktik teori-teori kebenaran yang memiliki yang sangat ancangan penjelasan tentang pelayanan misi. asumsi dasar yang jelas. Asumsi dibangun keseluruhan itu dapat menjadikan kita berpihak lebih kuat lagi pada konsep apologetika dapat yang merupakan tanggung jawab iman kita. Tuhan disampaikan. memberkati. 34 pelayanan misi pemberitaan yang terbatas, namun dijelaskan dan dipahami sebagai sebaliknya apologetika memberikan pelayanan yang kompleks, memiliki metode koherensi satu terhadap yang lain. memberikan Deskripsi pemaknaan ancangan pelayanan misi Bahwasannya, pelayanan konseptual/teori misi mengarah dari apologetika dengan pada yang penjelasan asumsi dan dasar bukan kebenaran dengan realitas epistemik yang didasarkan menggantikan pada sumber Kitab Suci. Pelayanan kebohongan. Akhirnya, setiap umat misi berorientasi pada makro dan Allah mikro kosmos sehingga rekonstruksi melakukan makna pelayanan misi tidak terjebak asumsi “Kami mematahkan setiap pada satu fokus perhatian atau siasat orang dan merubuhkan setiap pemaknaan kubu bukanlah saja. Apologetika memberikan bertanggung yang keangkuhan batasan jawab apologetika untuk dengan dibangun manusia oleh untuk tunggal namun berusaha memberikan menentang pengenalan akan Allah, penjelasan makna terkait dengan (dan) kami menawan segala pikiran pelayanan misi. Apologetika bukan dan menaklukkannya kepada Kristus menjadikan orang lain ikut dalam (II Korintus 10:5).” DAFTAR PUSTAKA Blamires, Harry. The Christian Mind, Surabaya: Momentum, 2004 Edmund Woga. Dasar-dasar Misiologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002 Frame, John M. Suatu Analisis terhadap Pemikirannya Cornelius Van Til, Surabaya: Momentum, 2002. Frame, John M. Doktrin Pengetahuan Tentang Allah jilid 1, Malang: SAAT Malang, 1999. Hoffecker, W. Andrew (ed) dan Smith, Gary Scott (ed rekanan). Membangun Wawasan Dunia Kristen (vol 1), Surabaya: Momentum, 2006. Hardiman, F. Budi. Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (dari Machiavelli sampai Nietzche), Surabaya: Erlangga, 2011. 35 Kirk, J. Andrew. Apa itu Misi? Suatu Penelusuran Teologis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012. Lukito, Daniel Lucas. Pengantar Teologia Kristen I, Bandung: Kalam Hidup, 1996. Nash, Ronald H. Iman dan Akal Budi, Surabaya: Momentum, 2001. Naugle, David K. Wawasan Dunia Sejarah Sebuah Konsep (Sebuah Pandangan Kristen), Surabaya: Momentum, 2010. Singgih, Emanuel Gerrit. Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke-21, Yogyakarta: Kanisius, 1997. Smith, Linda dan Raeper, William. Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius, 2000. Sutrisno, Mudji. Ranah Filsafat & Kunci Kebudayaan, Yogyakarta: Galangpress, 2010. 36