PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan sawah di Indonesia saat ini mengalami kekurangan bahan organik. Bahan organik merupakan salah satu sumber unsur hara yang ada di dalam tanah dan sebagai sumber C-organik yang penting bagi organisme tanah. Menurut studi pustaka yang dilakukan oleh Sutanto (1989), kadar C-organik tanah sawah di daerah sentra produksi padi di Jawa umumnya rendah (berada pada selang kurang dari 1-2%, dan sedikit lebih besar dari 2%). Secara ideal, kandungan bahan organik di dalam tanah mineral mencapai 4-5%. Mempertahankan kandungan karbon (C) di dalam tanah sangat penting dilakukan. Menurut Hall (2008), C merupakan komponen vital bagi semua makhluk hidup, termasuk tanaman, hewan, fungi dan bakteri, yang mempunyai peran masing-masing dalam membuat dan menjaga kesuburan dan kesehatan kehidupan tanah. Jumlah karbon di dalam tanah secara langsung berpengaruh terhadap mikrobiologi tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah merupakan langkah terbaik untuk meningkatkan pengaruh positif mikroorganisme tanah terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui bantuan mikroorganisme tanah, unsur hara yang terkandung di dalam bahan organik dapat dimineralisasi sehingga haranya dapat tersedia bagi tanaman. Penggunaan pupuk anorganik oleh petani meningkat pesat sejak revolusi hijau dicetuskan. Tidak hanya di Indonesia, petani di seluruh dunia pun banyak yang beralih untuk menggunakan pupuk anorganik yang dihasilkan oleh industri pupuk. Semenjak itu, penggunaan bahan organik sebagai sumber C tanah semakin berkurang sehingga berdampak buruk terhadap lingkungan kehidupan di dalam tanah. Dampak menurunnya jumlah bahan organik di dalam tanah diantaranya yaitu : terjadi kerusakan agregat tanah akibat berkurangnya perekat antar partikel tanah dan berkurangnya jumlah organisme tanah akibat semakin berkurangnya Corganik sebagai sumber energi. Salah satu keuntungan menggunakan pupuk anorganik yaitu, pelepasan hara yang terkandung di dalamnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan hara dari bahan organik sehingga tanaman lebih cepat merespon hara yang diberikan melalui pupuk anorganik. Hal inilah yang menyebabkan petani lebih memilih untuk mengaplikasikan pupuk anorganik saja. Salah satu contohnya, pemberian nitrogen melalui pupuk anorganik dapat dengan cepat direspon tanaman, hal ini bisa dilihat dari warna daunnya yang berubah menjadi lebih hijau (Brady dan Weil, 2002). Ketersediaan hara bagi 2 tanaman melalui proses mineralisasi pada bahan organik memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan proses pelarutan unsur hara pada pupuk anorganik. Sehingga oleh petani, pupuk yang lebih cepat direspon dalam proses pertumbuhan tanaman dijadikan indikator dalam menilai pupuk yang baik untuk diberikan pada tanaman. Penggunaan pupuk anorganik tanpa diimbangi dengan penambahan bahan organik dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya levelling off pada produktivitas lahan sawah (Pandjaitan, 2007). Levelling off merupakan peristiwa menurunnya peningkatan produksi pada padi sawah. Kesuburan lahan sawah semakin menurun terindikasi melalui serangkaian penelitian yang telah dilaksanakan Badan Litbang Departemen pertanian sejak tahun 1990. Hasil penelitian Kasno et al (2003) dalam Pandjaitan (2007) menyatakan bahwa 65% dari 1577 titik pengambilan contoh tanah yang tersebar di 8 provinsi di Sumatra, Kalimantan, Jawa, NTB dan Sumatra Selatan, menunjukkan kadar C-organik tanahnya sudah di bawah 2%. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian, terutama produksi beras nasional. Salah satunya yaitu meningkatkan produksi melalui sistem intensifikasi. Peningkatan kesuburan tanah menjadi salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan produksi pertanian nasional, mengingat sistem ekstensifikasi seperti pencetakan lahan sawah baru sangat sulit dilakukan akibat terbatasnya lahan. Perbaikan tanah secara fisik maupun kimia, dalam hal ini tanah sawah, penting dilakukan agar kesuburan tanah dapat meningkat. Salah satu upaya perbaikan tanah yang perlu dilakukan yaitu meningkatkan kandungan C-organik tanah. Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara memperbaiki lahan pertanian secara fisik maupun kimia yang saat ini mengalami penurunan kandungan C-organik. Untuk mendapat jumlah unsur hara yang setara, jumlah pupuk organik yang dibutuhkan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pupuk anorganik. Sehingga pemupukan dengan menggunakan pupuk organik menjadi kurang praktis. Hal ini menjadi pertimbangan bagi petani untuk tidak mengaplikasikan pupuk organik kendati mempunyai dampak positif terhadap produktivitas sawah. Untuk itu perlu dicari cara agar pupuk organik mudah diaplikasikan. Upaya untuk menciptakan pupuk organik yang mudah diaplikasikan dan mampu memberikan pertumbuhan dan produksi tinggi, telah dilakukan pula oleh PT Mars Agro Indonesia dengan nama dagang Nutrimars. Nutrimars adalah sebuah produk yang bermanfaat untuk tanaman maupun hewan; berfungsi sebagai 3 nutrisi, baik bagi tanaman, mikroorganisme tanah, maupun hewan. Cara kerja Nutrimars adalah dengan menjadikan penyerapan unsur hara oleh tanaman atau makhluk hidup menjadi stabil dan berada dalam keseimbangan, sehingga memberikan efektivitas dan produktivitas yang baik (Anon., 2009). Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan manfaat pupuk Nutrimars terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman yang telah disebutkan diatas. Pengujian pupuk dilakukan pada padi yang merupakan tanaman pangan utama nasional. Tujuan Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pupuk Nutrimars (Pupuk Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal) terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah Varietas Ciherang di Desa Cihideung Udik.