i. pendahuluan

advertisement
I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar belakang
Sebelum tahun lima puluhan, penggunaan pupuk organik pada lahan
pertanian relatif tinggi dibandingkan dengan pupuk anorganik. Namun sejak tahun
1960-an penggunaan pupuk anorganik mulai mendominasi, bahkan peran dari
pupuk organik seolah terabaikan. Bahan organik tanah merupakan kunci utama
kesehatan tanah baik fisik, kimia, maupun biologi. Namun, banyak lahan
pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun sawah, mempunyai kadar bahan
organik <1%. Padahal kadar bahan organik yang optimum untuk pertumbuhan
tanaman sekitar 3-5%. Sehingga diperlukan pembangkitan kembali kegemaran
petani atas penggunaan pupuk dengan mengadakan konversi sistem pertanian dari
konvensional ke organik.
Kebijakan akan adanya penggunaan sistem pertanian organik dengan
meninggalkan sistem konvensional ataupun campuran masih saja menuai gerutu
dari pelaksana lapangan, dalam hal ini petani. Perpindahan sistem dari
konvensional ke organik pada tahun-tahun awal dapat menurunkan produktivitas
padi. Berdasarkan hasil penelitian Sukristiyonubowo et al. (2011) diperoleh
bahwa pada awal konversi dari sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian
organik produksi padi di daerah Sragen, Jawa Tengah turun sekitar 3-4
ton/ha/musim menjadi 1,5 ton ha-1 musim-1. Namun setelah berjalan 3 tahun,
produksi padi secara berkelanjutan naik sebesar 25-30%. Pada tahun ke 7,
produksi padi organik mendekati produksi padi konvensional sekitar 5 ton ha-1
musim-1. Kisaran produksi padi konvensional terlihat tetap, tidak dapat lagi
mengalami kenaikan mulai tahun ketiga.
Terkait dengan penurunan yang terjadi pada saat awal konversi tersebut,
salah satu aspek yang dapat mempengaruhi yakni pengaplikasian pupuk.
Dukungan pupuk anorganik yang termasuk dalam fast release telah lama dan
banyak digunakan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman pangan. Jika
pupuk fast release ditebarkan ke tanah dalam waktu singkat unsur hara yang ada
atau terkandung langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk
1
ini adalah terlalu cepat habis, bukan hanya karena diserap oleh tanaman tetapi
juga menguap atau tercuci oleh air. Sedangkan pada jenis pupuk slow release
mempunyai kecenderungan untuk melepaskan unsur hara yang dikandungnya
sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sehingga manfaat yang
dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama bila dibandingkan dengan pupuk fast
release.
Didukung dengan sifatnya yang fast release, penggunaan pupuk anorganik
secara intensif mampu mengejar hasil yang tinggi. Perbedaan asupan jenis pupuk
yang diberikan memberikan pengaruh terhadap penyediaan hara bagi tanaman.
Penyediaan hara pada tanaman mempunyai korelasi positif terhadap produksi
tanaman. Penyediaan hara tanaman yang lambat, mempengaruhi pembentukan
hasil sehingga kurang maksimal. Peralihan sistem membutuhkan waktu untuk
memperbaiki kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi pada beberapa areal
persawahan. Melalui permasalahan tersebut diperlukan suatu penelitian mengenai
jenis pupuk organik yang sesuai untuk diterapkan sehingga penurunan produksi
akibat penyediaan nutrisi yang lambat tersedia dapat teratasi.
Pupuk organik yang biasa digunakan adalah dari jenis pupuk kandang dan
pupuk hijau. Pupuk kandang sendiri telah diketahui mampu menyediakan hara
bagi tanaman termasuk nitrogen. Pemakaian pupuk kandang dirasa kurang dapat
menyaingi kandungan nitrogen tersedia yang terdapat pada pupuk kimia.
Rendahnya sumber bahan organik tanaman pangan dan kotoran ternak
menyebabkan perlunya mencari sumber bahan organik alternatif. Jenis pupuk
organik tertua yang digunakan pada budidaya padi adalah pupuk hijau, yaitu
pupuk organik yang berasal dari tanaman/tumbuhan atau berupa sisa panen.
Tujuan pemberian pupuk hijau adalah untuk meningkatkan kandungan bahan
organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisik, kimia
dan biologi tanah, yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah
dan ketahanan tanah terhadap erosi.
Jenis tanaman/tumbuhan yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan
dari jenis legum, karena tanaman ini mempunyai kandungan hara (utamanya
2
nitrogen) yang relatif tinggi dibanding jenis tanaman lainnya. Alasan lain
dipilihnya jenis legum sebagai pupuk hijau adalah karena tanaman atau sisa
tanaman dari jenis legum relatif lebih mudah terdekomposisi, sehingga
penyediaan haranya menjadi lebih cepat.
Permasalahan yang ditemui di lapangan menurut hasil penelitian
Noorizqiyah (2009) adalah penyediaan nitrogen tersedia dalam bentuk NH4+ pada
pertanian organik lebih lambat dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul
dengan memberikan rekomendasi pemupukan N yang tepat khususnya pada awal
konversi sistem pertanian konvensional ke organik diantara beberapa alternatif
pupuk hijau dan takarannya yang digunakan sebagai bentuk perlakuan terhadap
tanaman padi sawah sehingga produksi padi sawah tidak jatuh dan merugikan
petani secara besar-besaran.
1. 2. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis pupuk organik yang optimal dalam meningkatkan
serapan unsur hara Nitrogen pada awal konversi sistem petanian
konvensional ke sistem pertanian organik.
2. Mengetahui takaran pupuk yang tepat pada awal konversi sistem
petanian konvensional ke sistem pertanian organik.
1. 3. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dipergunakan sebagai
rekomendasi bagi petani dalam pemanfaatan pupuk organik yang terdapat di
daerahnya dan dapat menggunakannya sesuai takaran untuk mengatasi perubahan
hasil dari konversi sistem pertanian konvensional ke sistem pertanian organik padi
sawah.
3
Download