RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA INDUK TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi perlu ditetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Republik Konsumen Indonesia Tahun (Lembaran 1999 Negara Nomor 42, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Indonesia Tahun (Lembaran 2007 Negara Nomor 65, Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Indonesia Tahun 2007 Negara Nomor 68, Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 13. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280); 14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 tentang Sumber Daya Manusia di Bidang Transportasi (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5310); 16. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 17. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 18. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 216). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG RENCANA INDUK TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; 4. Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, selanjutnya disebut Kawasan Perkotaan Jabodetabek adalah kawasan perkotaan yang meliputi wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi; 5. Jaringan jalan adalah seluruh jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum dan terkait satu sama lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem; 6. Jaringan prasarana transportasi adalah serangkaian simpul yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan; 7. Jaringan pelayanan transportasi adalah susunan rute-rute pelayanan transportasi yang membentuk satu kesatuan hubungan; 8. Jaringan pelayanan perkeretapian adalah gabungan lintas-lintas pelayanan perkeretaapian; 9. Simpul transportasi adalah tempat alih muat penumpang dan/atau barang yang mewujudkan mempunyai keterpaduan peran dan yang sangat penting kesinambungan dalam pelayanan angkutan; 10. Indikator Kinerja Utama adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi; 11. Rencana Induk Transportasi Jabodetabek selanjutnya disebut RITJ adalah dokumen yang memuat perencanaan, pengaturan, pembangunan, pengelolaan, dan penyelenggaraan transportasi di wilayah Jabodetabek yang menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. 12. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek selanjutnya disebut BPTJ adalah Badan yang bertugas membangun, mengembangkan, mengelola dan meningkatkan pelayanan transportasi secara terintegrasi di wilayah Jabodetabek; 13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi; 14. Gubernur adalah Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten; 15. Bupati adalah Bupati Bogor, Bupati Tangerang,dan Bupati Bekasi; 16. Walikota adalah Walikota Bogor, Walikota Depok, Walikota Tangerang, Walikota Tangerang Selatan dan Walikota Bekasi; 17. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi; 18. Pelayanan cepat adalah suatu pola layanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di jalan dari asal dan tujuan perjalanan dengan pemberhentian terbatas pada halte yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang; 19. Pelayanan reguler adalah suatu pola layanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di jalan dari asal dan tujuan perjalanan yang diperbolehkan berhenti pada setiap halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang; 20. Jaringan pelayanan angkutan kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) adalah lintasan yang digunakan untuk pelayanan angkutan orang dengan menggunakan kereta api ringan; 21. Jaringan angkutan kereta api massal cepat (Mass Rapid Transit/MRT) adalah lintasan yang digunakan untuk pelayanan angkutan orang dengan menggunakan kereta api massal cepat. BAB II TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Tujuan dan Sasaran Pasal 2 Tujuan penyusunan RITJ ini adalah sebagai dokumen acuan dalam pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi perkotaan se-Jabodetabek oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam rangka integrasi pelayanan transportasi yang aman, selamat, tertib, lancar, nyaman, efektif, efisien, terpadu, berkelanjutan, ramah lingkungan dan terjangkau oleh masyarakat tanpa dibatasi oleh wilayah administratif. Pasal 3 Sasaran dari pengelolaan transportasi perkotaan Jabodetabek meliputi: a. terwujudnya keselamatan dan keamanan sarana dan prasarana transportasi perkotaan; b. terpenuhinya kapasitas prasarana transportasi perkotaan dalam mendukung aksesibilitas dan konektivitas; c. tersedianya jaringan dan layanan angkutan umum perkotaan berbasis jalan yang berkelanjutan; d. tersedianya jaringan dan layanan angkutan umum perkotaan berbasis rel yang berkelanjutan; e. terwujudnya sistem angkutan umum perkotaan yang terintegrasi intra dan antar moda; f. terwujudnya kinerja lalu lintas dan angkutan umum perkotaan sesuai dengan tingkat pelayanan yang diinginkan; g. terwujudnya sistem pembiayaan yang handal dalam penyelenggaraan sistem transportasi perkotaan; h. terwujudnya keterpaduan sistem transportasi perkotaan dengan tata guna lahan; i. terwujudnya sistem transportasi perkotaan yang ramah lingkungan. Bagian Kedua Cakupan Wilayah Pasal 4 (1) Kawasan Jabodetabek meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah Provinsi Jawa Barat, dan wilayah Provinsi Banten. (2) Wilayah Provinsi Jawa Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup wilayah Kota Bekasi, wilayah Kabupaten Bekasi, wilayah Kota Depok, wilayah Kota Bogor dan wilayah Kabupaten Bogor. (3) Wilayah Provinsi Banten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup wilayah Kota Tangerang, wilayah Kabupaten Tangerang dan wilayah Kota Tangerang Selatan. Bagian Ketiga Ruang Lingkup RITJ Pasal 5 Rencana Induk Transportasi Jabodetabek mencakup: a. arah kebijakan pembangunan transportasi perkotaan Jabodetabek; b. indikator kinerja utama pembangunan transportasi perkotaan Jabodetabek; c. strategi pembangunan transportasi perkotaan Jabodetabek; d. peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan; e. pengembangan jaringan prasarana; f. pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan; g. pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel; h. peningkatan kinerja lalu lintas; i. pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi; j. pengembangan sistem pembiayaan; k. pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang; l. pengembangan transportasi perkotaan yang ramah lingkungan; m. pentahapan pelaksanaan kegiatan; n. pengembangan teknologi informasi dan komunikasi; o. pengawasan, pengendalian dan tindakan korektif; p. mekanisme evaluasi dan penyempurnaan RITJ. BAB III ARAH KEBIJAKAN, INDIKATOR KINERJA UTAMA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN TRANSPORTASI PERKOTAAN JABODETABEK Bagian Kesatu Arah Kebijakan dan Indikator Kinerja Utama Pembangunan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Pasal 6 Arah kebijakan pembangunan dan pengelolaan transpotasi perkotaan di Jabodetabek adalah: a. keterpaduan dalam pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana dan jaringan pelayanan baik intra moda maupun antar moda; b. keterpaduan dalam pembangunan dan pengembangan transportasi perkotaan antar wilayah Jabodetabek dalam satu kesatuan wilayah perkotaan; c. keterpaduan dalam pengoperasian transportasi perkotaan; d. keterpaduan dalam rencana pembiayaan transportasi perkotaan. Pasal 7 Untuk mewujudkan arah kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah menetapkan indikator kinerja utama pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi perkotaan di Jabodetabek sampai dengan tahun 2029, sebagai berikut: a. pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60% dari total pergerakan orang; b. waktu perjalanan orang rata-rata di dalam kendaraan angkutan umum perkotaan adalah 1 jam 30 menit pada jam puncak dari tempat asal ke tujuan; c. kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam puncak di seluruh jaringan jalan minimal 30 kilometer/jam; d. cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80% dari panjang jalan; e. akses ke angkutan umum perkotaan dengan berjalan kaki harus dapat dijangkau dalam jarak maksimal 3.000 meter; f. setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal/jaringan cabang (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul transportasi perkotaan; g. simpul transportasi perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir pindah moda (park and ride), dengan jarak perpindahan antar moda tidak lebih dari 500 meter; h. Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal tiga kali. Bagian Kedua Strategi Pembangunan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Pasal 8 (1) Dalam rangka mewujudkan arah kebijakan dan indikator kinerja utama pembangunan transportasi perkotaan Jabodetabek dilakukan melalui pendekatan 9 (sembilan) pilar. (2) Pendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan; b. pengembangan jaringan prasarana; c. pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan; d. pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel; e. pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi; f. peningkatan kinerja lalu lintas; g. pengembangan sistem pembiayaan; h. pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang; i. pengembangan transportasi perkotaan yang ramah lingkungan. Bagian Ketiga Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi Perkotaan Pasal 9 (1) Untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek, disusun program keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan. (2) Program keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. peningkatan keselamatan sarana transportasi perkotaan; b. peningkatan keselamatan prasarana transportasi perkotaan; c. pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan dan keamanan; d. peningkatan kompetensi SDM transportasi perkotaan; e. peningkatan sistem manajemen transportasi perkotaan. keselamatan dan keamanan (3) Dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pengusahaan sarana dan prasarana transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek harus menjamin keselamatan dan keamanan pengguna. (4) Program keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Bagian Keempat Pengembangan Jaringan Prasarana Pasal 10 (1) Dalam rangka meningkatkan pelayanan angkutan umum perkotaan orang dan barang di wilayah Jabodetabek, Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus melakukan pengembangan prasarana dan fasilitas pendukung transportasi perkotaan. (2) Pengembangan prasarana dan fasilitas pendukung transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. prasarana dan fasilitas pendukung angkutan jalan; b. prasarana dan fasilitas pendukung angkutan kereta api; c. prasarana dan fasilitas pendukung akses angkutan perairan. (3) Program pengembangan jaringan prasarana dan fasilitas pendukung transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 11 (1) Rencana pengembangan jaringan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dilakukan antara lain dengan: a. pembangunan dan/atau pelebaran jalan untuk lajur BRT; b. pembangunan jalan layang khusus BRT; c. peningkatan akses jalan dari/ke simpul transportasi perkotaan; d. pembangunan dan/atau peningkatan akses pejalan kaki dari/ke angkutan umum (trotoar, jembatan penyeberangan orang, terowongan penyeberangan dan penerangan jalan umum); e. pembangunan fasilitas pejalan kaki dan jalur khusus sepeda; f. pembangunan dan/atau peningkatan kapasitas ruas jalan nasional, jalan strategis nasional dan jalan tembus serta jalan tol; g. pembangunan dan/atau pengembangan terminal penumpang tipe A; h. pembangunan dan/atau pengembangan terminal barang; i. pemanfaatan lajur jalan tol untuk pelayanan angkutan umum massal (HOV lane); j. pembangunan passing lane dan bus lane pada rute BRT. (2) Pengembangan jaringan prasarana dan fasilitas pendukung angkutan kereta api sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b meliputi: a. pemanfaatan lajur jalan tol dan jalan untuk pelayanan angkutan umum massal perkotaan dengan kereta api; b. pemanfaatan kawasan tertentu untuk pelayanan angkutan umum massal perkotaan dengan kereta api; c. pembangunan, rehabilitasi/peningkatan dan revitalisasi jalur dan bangunan kereta api; d. pembangunan, rehabilitasi/peningkatan dan revitalisasi sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan; e. penanganan perlintasan sebidang. (3) Pembangunan dan pengembangan prasarana dan fasilitas pendukung akses angkutan perairan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf c adalah pembangunan kanal yang menghubungkan kawasan industri ke pelabuhan. Bagian Kelima Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Jalan Pasal 12 (1) Untuk mewujudkan pelayanan angkutan umum perkotaan berbasis jalan yang berkelanjutan di wilayah Jabodetabek disusun program pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan. (2) Pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan berbasis jalan. (3) Program pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 13 (1) Jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan berbasis jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) meliputi: a. jaringan trayek angkutan orang; b. jaringan lintas angkutan barang. (2) Jaringan trayek angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan dalam trayek; b. jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan tidak dalam trayek. (3) Jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan dalam trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi: a. jaringan trayek utama; b. jaringan trayek pengumpan. (4) Jaringan trayek utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan untuk pelayanan yang bersifat: a. pelayanan cepat (express); b. pelayanan reguler. (5) Jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan untuk pelayanan angkutan umum perkotaan yang terdiri atas: a. angkutan taksi; b. angkutan dengan tujuan tertentu; c. angkutan pariwisata; d. angkutan kawasan tertentu. (6) Angkutan dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) butir b meliputi: a. angkutan antar jemput; b. angkutan permukiman; c. angkutan karyawan; d. angkutan carter; e. angkutan sewa. Pasal 14 (1) Pelayanan angkutan umum perkotaan pada jaringan trayek utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a merupakan pelayanan angkutan umum perkotaan pada jaringan jalan primer yang menghubungkan secara langsung antar terminal/tempat perpindahan (transfer point) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. (2) Pelayanan angkutan umum perkotaan pada jaringan trayek pengumpan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3) huruf b merupakan pelayanan angkutan umum perkotaan yang menghubungkan antara pusat kegiatan dengan jaringan trayek utama. (3) Dalam rangka meningkatkan pelayanan angkutan umum perkotaan baik pada jaringan trayek utama maupun pengumpan dilakukan antara lain melalui: a. pemberian prioritas bagi angkutan umum; b. penyediaan jalur/lajur khusus bus umum; c. penyediaan transportasi umum/shutle bus/kereta api ringan oleh pengembang dan atau pengelola pusat kegiatan; d. pemberian insentif/tunjangan bagi karyawan yang menggunakan angkutan umum; Pasal 15 Pelayanan angkutan umum perkotaan dalam trayek dan tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 16 (1) Jaringan trayek utama yang ada dan rencana pengembangan jaringan trayek utama di wilayah Jabodetabek adalah sebagaimana tercantum dalam Peta Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. (2) Dalam hal diperlukan pengembangan jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPTJ dapat mengembangkan jaringan trayek utama sesuai dengan kebutuhan. (3) Rencana pembangunan jaringan angkutan umum perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sebagaimana tercantum dalam Peta Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 17 (1) Jaringan trayek utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (2) Jaringan trayek pengumpan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) huruf b ditetapkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat rekomendasi dari Kepala BPTJ. Pasal 18 (1) Penyediaan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan angkutan umum perkotaan di Jabodetabek, diatur oleh: a. Menteri melalui Kepala BPTJ, untuk pelayanan angkutan umum yang melampaui batas provinsi di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi; b. Gubernur, untuk pelayanan dalam wilayah satu provinsi setelah mendapat rekomendasi dari Menteri melalui Kepala BPTJ; c. Bupati/Walikota, untuk pelayanan dalam wilayah satu kabupaten/kota, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri melalui Kepala BPTJ. (2) Pengaturan penyediaan kendaraan bermotor umum untuk pelayanan angkutan umum perkotaan di Jabodetabek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perizinan penyelenggaraan angkutan umum. (3) Perizinan penyelenggaraan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 19 (1) Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek, Menteri melalui Kepala BPTJ dapat melakukan kegiatan pengadaan bus. (2) Pengadaan bus dihibahkan sebagaimana kepada BUMN dimaksud pada dan/atau BUMD ayat (1) dapat penyelenggara transportasi perkotaan. (3) Anggaran pengadaan bus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBN atau sumber-sumber lain yang sah. Pasal 20 (1) Pelayanan angkutan orang pada jaringan pelayanan transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan melalui penyediaan sarana angkutan umum perkotaan. (2) Penyedian sarana angkutan umum perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (3) Pengoperasian sarana angkutan umum perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perusahaan angkutan umum yang berbadan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (4) Dalam hal percepatan peningkatan pelayanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek, pengoperasian angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk oleh Menteri sebagai operator sistem layanan angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek. (5) BUMN yang ditunjuk sebagi operator sistem layanan angkutan umum perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas untuk mengatur dan mengawasi pengoperasian sarana angkutan umum perkotaan. Bagian Keenam Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Rel Pasal 21 (1) Untuk mewujudkan pelayanan angkutan umum perkotaan berbasis rel yang berkelanjutan di wilayah Jabodetabek disusun program pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel. (2) Pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan. (3) Program pengembangan sistem transportasi perkotaan berbasis rel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini Pasal 22 (1) Jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) meliputi: a. jaringan pelayanan angkutan kereta api penumpang perkotaan/komuter; b. jaringan pelayanan angkutan kereta api barang. (2) Rencana pengembangan jaringan pelayanan angkutan kereta api penumpang perkotaan/komuter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. peningkatan jaringan pelayanan yang sudah ada; b. pembangunan jaringan pelayanan yang baru. (3) Peningkatan jaringan pelayanan yang sudah ada sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. pengembangan jalur lingkar (loop line) kereta api di wilayah Jakarta; b. penambahan jalur kereta api. (4) Rencana pembangunan jaringan pelayanan yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. pembangunan jalur kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT); b. pembangunan jalur Automated People Mover/APM dan Automated Guideway Transit/AGT; c. pembangunan jalur kereta api massal cepat (Mass Rapid Transit/MRT); d. pembangunan jalur kereta api bandara; e. pembangunan jalur kereta api kawasan; f. pembangunan jalur lingkar dalam (inner loop line); g. pembangunan jalur lingkar luar (outer loop line); h. pembangunan jalur pintas (short cut). (5) Rencana pengembangan jaringan pelayanan angkutan kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. pelayanan kereta api di wilayah Jakarta; b. pelayanan kereta api di wilayah luar Jakarta. (6) Rencana pengembangan jaringan pelayanan angkutan kereta api massal cepat (Mass Rapid Transit/MRT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Koridor Utara-Selatan; b. Koridor Barat-Timur; Pasal 23 Rencana pembangunan jaringan pelayanan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Peta Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Bagian Ketujuh Pengembangan Transportasi Perkotaan Terintegrasi Pasal 24 (1) Pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi dilakukan antara moda darat, laut dan udara baik intra maupun antar moda. (2) Pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui program: a. pengembangan simpul transportasi perkotaan terpadu; b. pengembangan jaringan trayek angkutan penumpang intra dan antar moda; c. pengembangan jaringan angkutan barang multimoda; d. pengembangan fasilitas perpindahan moda; e. pengembangan sistem pembayaran terpadu; f. pengembangan sistem informasi terpadu; (3) Program pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi sebagaimana dimakud pada ayat (2) sebagimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 25 (1) Pengembangan transportasi perkotaan terintegrasi intra dan antar moda darat, laut Kementerian/Lembaga dan/atau atau udara Pemerintah dilakukan Daerah yang oleh memiliki program tersebut. (2) Dalam rangka percepatan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPTJ berwenang untuk menfasilitasi kegiatan tersebut. Bagian Kedelapan Peningkatan Kinerja Lalu Lintas Pasal 26 (1) Untuk mengoptimalkan penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, BPTJ dapat melaksanakan, mengkoordinaksikan dan/atau memfasilitasi melalui: a. manajemen dan rekayasa lalu lintas; b. manajemen kebutuhan lalu lintas; c. pengawasan lalu lintas. (2) Program peningkatan kinerja lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Bagian Kesembilan Pengembangan Sistem Pembiayaan Pasal 27 (1) Untuk meningkatkan pelayanan kinerja lalu lintas dan angkutan umum perkotaan di Jabodetabek, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan sistem pembiayaan sebagai berikut: a. pemanfaatan dana hasil Electronic Road Pricing (ERP); b. pemberian subsidi dan Public Service Obligation (PSO) angkutan umum perkotaan; c. pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk angkutan umum perkotaan dan peningkatan keselamatan; d. penerapan konsep KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha); e. Pengembangan unit bisnis strategis; f. pemanfaatan dana hasil transaksi dari sistem pembayaran elektronik terpadu (Clearing House); g. pemanfaatan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLJ). (2) Program pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana dimakud pada ayat (1) sebagimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Bagian Kesepuluh Pengembangan Keterpaduan Transportasi Perkotaan dan Tata Ruang Pasal 28 (1) Untuk menjamin keberlanjutan sistem jaringan prasarana transportasi di wilayah Jabodetabek, pemanfaatan ruang harus mengacu Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. (2) Program pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang di wilayah Jabodetabek meliputi: a. pembangunan transportasi perkotaan terintegrasi dengan kawasan bisnis dan/atau permukiman (Transit Oriented Development); b. pengembangan compact city; c. redistribusi pusat kegiatan; d. pemberian insentif bagi pembangunan di luar pusat kota. (3) Program pengembangan keterpaduan transportasi perkotaan dan tata ruang pada ayat (2) sebagimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 29 Dalam rangka pengendalian dan penataan tata ruang berorentasi angkutan umum massal, BPTJ dapat memberikan pertimbangan dan rekomendasi penutupan dan/atau pemindahan pusat kegiatan, dan pemukiman di wilayah Jabodetabek berdasarkan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas. Bagian Kesebelas Pengembangan Transportasi Perkotaan Ramah Lingkungan Pasal 30 (1) Dalam rangka mewujudkan transportasi perkotaan ramah lingkungan disusun program yang meliputi: a. peningkatan diversifikasi bahan bakar ramah lingkungan; b. peningkatan penggunaan teknologi kendaraan ramah lingkungan (kendaraan listrik); c. peningkatan pengujian dan pemeliharaan kendaraan bermotor (uji emisi); d. peningkatan penggunaan kendaraan tidak bermotor. (2) Program transportasi ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. BAB IV IMPLEMENTASI Bagian Kesatu Pentahapan Pelaksanaan Kegiatan Pasal 31 (1) Pentahapan pembangunan, pengembangan dan pengoperasian kegiatan yang diatur melalui peraturan ini dibagi dalam 3 (tiga) tahap yang dimulai pada Tahun Anggaran 2017 s.d Tahun Anggaran 2029, dengan rincian: a. Tahap I tahun 2017 sampai dengan 2019; b. Tahap II tahun 2020 sampai dengan 2024; c. Tahap III tahun 2025 sampai dengan 2029. (2) Setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya harus menindaklanjuti dengan menyusun rencana aksi pelaksanaan pembangunan transportasi perkotaan yang memuat: a. Waktu pelaksanaan; b. Pembiayaan; c. Mekanisme penyelenggaraan. (3) Rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah setelah berkoordinasi dan mendapat persetujuan Kepala BPTJ dengan mempertimbangkan RITJ yang diatur dalam peraturan ini. Pasal 32 (1) Pelaksanaan pengoperasian perencanaan, transportasi pembangunan, perkotaan di pengembangan wilayah dan Jabodetabek dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan perencanaan, pembangunan, pengembangan dan pengoperasian transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek harus berkoordinasi dengan Menteri melalui Kepala BPTJ. (3) Dalam implementasi pelaksanaan pembangunan dan pengembangan sistem transportasi perkotaan Jabodetabek yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga, dilaksanakan melalui Pemerintah Daerah kesepakatan (Letter dan/atau of operator Agreement) diwujudkan dalam bentuk ikatan perjanjian kerja sama. yang Pasal 33 Dalam rangka pelaksanaan pembangunan transportasi perkotaan di Jabodetabek, Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus memberikan kemudahan perizinan, keringanan biaya perizinan, pembebasan biaya perizinan, dan fasilitas perpajakan dan kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan transportasi perkotaan di Jabodetabek, Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat memberikan persetujuan dan izin atas pemanfaaan ruang jalan tol di ruang milik jalan dan ruang milik jalan arteri yang dimanfaatkan untuk pembangunan prasarana transportasi perkotaan berbasis jalan dan rel terintegrasi serta pengoperasian sarana angkutan umum perkotaan di wilayah Jabodetabek sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pengelolaan barang milik negara. Pasal 35 Untuk mendukung tugas dan fungsi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan transportasi perkotaan di Jabodetabek, kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang harus: a. memfasilitasi penyesuaian rencana tata ruang wilayah dalam rangka pengembangan jaringan pelayanan transportasi perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. mendukung penyiapan dan pengadaan tanah untuk pembangunan prasarana transportasi perkotaan berbasis jalan dan rel tertintegrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pasal 36 Dalam rangka pelaksanaan pelaksanaan pembangunan tugas dan transportasi fungsi perencanaan perkotaan di dan Jabodetabek, Gubernur, Bupati, dan/atau Walikota: a. memberikan persetujuan atas pemanfaatan tanah milik daerah dan ruang udara dalam rangka pembangunan prasarana transportasi perkotaan berbasis jalan dan rel terintegrasi di wilayah Jabodetabek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. memberikan persetujuan atas pemanfaatan tanah milik daerah dan ruang udara untuk pembangunan simpul transportasi perkotaan berbasis jalan dan rel terintegrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 (1) Kementerian/Lembaga lainnya dalam melaksanakan perencanaan dan pembangunan di bidang transportasi di wilayah Jabodetabek harus berkoordinasi dengan Menteri melalui Kepala BPTJ. (2) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyelenggarakan tugas di bidang transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek harus mengacu pada RITJ. Pasal 38 (1) Untuk melaksanakan pembangunan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek, BPTJ dapat memanfaatkan aset milik Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha. (2) Pemanfaatan aset sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pasal 39 (1) Dalam rangka penyusunan rencana aksi Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pelayanan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek dapat menerapkan teknologi informasi dan komunikasi di bidang transportasi perkotaan. (2) Program penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang transportasi perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. program penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang manajemen dan rekayasa lalu lintas; b. program penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang manajemen angkutan umum perkotaan; c. program penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang perizinan angkutan umum perkotaan; d. program penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang keselamatan dan keamanan transportasi perkotaan. (3) Dalam penyusunan rencana aksi penerapan teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara terintegrasi. Bagian Ketiga Pengawasan, Pengendalian dan Tindakan Korektif Pasal 40 (1) Untuk menjamin Transportasi terpenuhinya pelaksanaan Jabodetabek, BPTJ melakukan sebagaimana dimaksud Rencana Induk pengawasan dan pengendalian. (2) Pengawasan pada ayat (1) meliputi pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian, termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum terhadap pelanggaran Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. (3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kegiatan inspeksi, pengamatan dan pemantauan yang masing-masing dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Pasal 41 (1) Dalam hal pengawasan ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian pelaksanaan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, BPTJ dapat memeberikan tindakan korektif atau memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh BPTJ kepada Kementerian Dalam Negeri dan/atau Kementerian Keuangan sesuai kewenangannya sesuai dengan perimbangan keuangan daerah. Bagian Keempat Mekanisme Evaluasi dan Penyempurnaan RITJ Pasal 42 (1) Mekanisme evaluasi adalah mekanisme evaluasi terhadap Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang meliputi: a. hasil pengawasan; b. kondisi keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; c. tingkat kebutuhan mobilitas. (2) Evaluasi dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. (3) Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar perbaikan terhadap Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. Pasal 43 (1) Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat mengajukan usulan revisi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek yang disampaikan kepada Menteri melalui Kepala BPTJ dengan tembusan kepada Presiden. (2) Persyaratan dan ketentuan usulan revisi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek akan ditetapkan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 Perencanaan, pembangunan, dan pengembangan transportasi perkotaan serta tata ruang di wilayah Jabodetabek yang telah disusun dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan/atau Pemerintah Daerah, tetap dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan RITJ sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ir. JOKO WIDODO No Proses 1. Disempurnakan 2. Diperiksa Nama Israful Hayat Suharto 3. Diperiksa Eddy Gunawan 4. Diperiksa 5. Diperiksa 6. Disetujui M. Risal Wasal Firdaus Komarno Elly Adriani Sinaga Jabatan Kabag Hukum Dir. Perencanaan dan Pengembangan Dir. Lalu lintas dan Angkutan Dir Prasarana Sekretaris BPTJ Kepala BPTJ Tanggal LEMBAGA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR:....... Paraf