PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK DAN PERHUBUNGAN 4 BAB IX PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK DAN PERHUBUNGAN A. PENGAIRAN Dalam pembangunan sektor pertanian, yang memperoleh prioritas utama dalam Repelita II, peranan pengairan sangat menentukan, ter utama untuk peningkatan produksi pangan. Di samping untuk menun jang usaha-usaha peningkatan produksi pangan, pembangunan sub sektor pengairan ini dimaksudkan pula untuk (1) meningkatkan kese jahteraan para petani melalui penyediaan air irigasi, (2) mengamankan daerah pemukiman dan produksi pangan dari bencana banjir, dan (3) menunjang pembangunan industri, baik melalui pembangunan instalasi listrik tenaga air maupun melalui penyediaan air untuk bahan baku industri. Di samping itu, dalam rangka meningkat kan kesehatan masyarakat baik di kota maupun di pedesaan, pembangunan pengairan juga dimaksudkan untuk menunjang usaha-usaha penyediaan air baku yang memenuhi persyaratan kesehatan untuk keperluan rumah tangga. Dalam usaha pembangunan tersebut dilakukan berbagai jenis kegiatan yang terutama meliputi kegiatan-kegiatan perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang ada, pembangunan jaringan irigasi baru, rekla masi daerah rawa dan usaha-usaha pengaturan serta pengembangan sungai-sungai. untuk menunjang kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan juga kegiatan-kegiatan penelitian, survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan sub sektor Pengairan selama Repelita II dapat dilihat pada Tabel IX - 1. Dari tabel tersebut tampak bahwa dalam tahun terakhir Repelita II, yaitu tahun 1978/79, dapat diselesaikan usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan irigasi seluas 70.498 ha, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 41.715 ha, perbaikan d an pengamanan sungai yang meliputi 567 TABEL IX – 1 HASIL PEMBANGUNAN PENGAIRAN, 1973/74 – 1978/79 (dalam Ha) 568 areal pengamanan seluas 62.228 ha dan pengembangan daerah rawa serta daerah pasang surut untuk persawahan baru seluas 122.604 ha. Irigasi yang dibangun sebagian besar terdiri dari irigasi sederhana, yaitu irigasi yang masing-masing meliputi areal pengairan kurang dari dua ribu hektar. Dalam hubungan ini perlu disebutkan bahwa selesai nya pembangunan suatu jaringan irigasi baru belum berarti bahwa jaringan itu akan langsung berguna secara efektif. Agar suatu jaringan irigasi baru berguna secara efektif diperlukan kegiatan lain yang, penting, yakni pencetakan sawah oleh para pemilik tanah di daerah irigasi tersebut. Mengingat pentingnya, maka untuk pencetakan sawah Pemerintah memberikan bantuan berupa penyediaan kredit disertai dengan bimbingan teknis yang diperlukan. Di samping tergantung pada pencetakan sawahnya kegunaan iri gasi baru secara efektif dapat juga terhalang apabila diwilayah yang bersangkutan pembangunan saluran tertier dan kwarternya belum ada atau belum selesai. Pembangunan saluran-saluran tertier dan kwarter pada dasarnya harus dilaksanakan oleh masyarakat yang memperoleh manfaat dari irigasi. Pada tahun-tahun pertama Repelita II, pembangunan saluransaluran tertier dan kwarter tidak berjalan seperti yang diharapkan. Untuk mengatasi persoalan ini maka telah ditempuh kebijaksanaan baru. Sejak itu seluruh biaya bangunan air dan sebagian biaya peng galian saluran tertier ditanggung oleh Pemerintah, sedangkan sebagian lagi dibebankan pada petani pemilik sawah. Biaya penggalian yang ditanggung Pemerintah disediakan melalui program Das wati II atau Padat Karya. Selanjutnya, biaya pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi yang sudah selesai dibangun atau direhabilitasi disediakan Pemerintah melalui program Inpres Daswati I. Pengaturan serta pengembangan sungai dan rawa antara lain dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengamanan daerah produksi pertanian dan daerah padat penduduk terhadap bahaya banjir. Di samping itu pengembangan sungai dan rawa juga dimaksudkan untuk memperoleh tambahan areal pertanian dari pembukaan areal persawahan pasang surut dan reklamasi sederhana daerah rawa. 569 Untuk menunjang kegiatan-kegiatan di atas, maka kegiatan-kegiatan perencanaan untuk mendapatkan pola induk pengembangan dan pemanfaatan sumber-sumber air telah ditingkatkan. Berdasarkan pola induk ini kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumber-sumber air dapat dikaitkan dengan usaha-usaha pembangunan wilayah secara terpadu. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, eksploitasi dan pemeliharaan hasil pembangunan irigasi yang telah dicapai merupakan kegiat an yang makin memerlukan perhatian. Kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan melestarikan pendayagunaan prasarana pengairan yang telah dibangun secara optimal. Dalam kaitannya dengan usaha melestarikan pendayagunaan jaringan irigasi itu, usaha pencegahan penggundulan dan kerusakan hutan, terutama di daerah hulu sungai, memegang peranan yang sa ngat menentukan. Demikian juga kegiatan-kegiatan reboisasi dan penghijauan yang sejak Repelita II terus ditingkatkan. Dalam melaksanakan program pembangunan sub sektor pengairan telah timbul beberapa masalah yang semula belum diperkirakan, antara lain masalah-masalah pembebasan tanah, ganti rugi tanah dan perubahan-perubahan teknis yang menyangkut perubahan desain sehingga volume pekerjaan lebih besar dari yang direncanakan semula. Masalah-masalah itu pada dasarnya dapat diselesaikan, tetapi penye lesaiannya memakan waktu dan mengakibatkan meningkatnya biaya pelaksanaan proyek yang bersangkutan. Demikianlah garis besar gambaran mengenai pembangunan dalam sub sektor pengairan selama Repelita II. Di bawah ini diberikan gam baran yang sedikit lebih terperinci mengenai pelaksanaan program program pengairan selama tahun-tahun 1974/75 -1978/79. 1. Program Perbaikan dan Penyempurnaan Irigasi Seperti tahun-tahun sebelumnya program perbaikan dan penyempurnaan irigasi dalam tahun 1978/79 adalah melanjutkan perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang telah ada. Program ini meliputi pro yek-proyek Prosida (Cisadane, Rentang, Ciujung, Cirebon, Semarang, 570 Demak, Kudus, Pemali Comal, Pekalen Sampean, Madiun dan Sadang), proyek Jatiluhur, Way Seputih/Way Sekampung, Gambarsari/Pesanggrahan, Delta Brantas, Tabo-Tabo, Serayu, Lalung, Mbay, Simalungun, Jurang Sate dan Lembor. Beberapa proyek Prosida, se perti Cisadane, Ciujung, Rentang dan Pemali Comal, sudah hampir selesai. Agar irigasi yang sudah selesai dibangun dapat dimanfaatkan dengan lebih efisien, maka dalam tahun ini dilaksanakan pula pe nyempurnaan pembangunan saluran tertier dan saluran pembuang. Perbaikan dan penyempurnaan irigasi terutama dilaksanakan terhadap irigasi yang berada dalam keadaan rusak dan tidak berfungsi lagi. Untuk tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79 proyek Pro sida merencanakan untuk merehabilitasi jaringan utama yang meliputi areal seluas lebih kurang 375.000 ha. Dalam tahun 1978/79 proyek Prosida telah merehabilitasi jaringan irigasi utama yang diperkirakan dapat mengairi areal seluas 56.469 ha. proyek irigasi Jatiluhur meliputi tiga daerah pengairan, yai tu daerah pengairan Utara seluas 248.343 ha, daerah pengairan Sela tan seluas 56.423 ha dan daerah pengairan tadah hujan seluas 36.477 ha. Di samping pembangunan jaringan irigasi baru yang akan meng hasilkan perluasan daerah pengairan teknis, dalam rangka proyek ini juga dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi utama, saluran tertier dan saluran pembuang yang telah ada. Proyek irigasi Jatiluhur secara keseluruhan akan dapat mengairi areal seluas 341.243 ha. Sampai tahun 1978/79 s eluruh jaringan utamanya yang meliputi areal seluas 197.342 ha, telah selesai direha bilitasikan. Pembangunan sisanya yang meliputi areal seluas 114.901 ha dan sebagian merupakan areal irigasi baru, masih akan dilanjut kan pelaksanaannya. Dalam tahun 1978/79 telah selesai dilaksanakan pembangunan jaringan tertier untuk areal seluas lebih kurang 57.000 ha. Pemba ngunan seluruh jaringan tertier di kawasan proyek irigasi Jatiluhur direncanakan akan dapat selesai pada tahun 1982/83. 571 2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi Baru Program ini meliputi proyek-proyek irigasi sedang kecil dan proyek irigasi sederhana yang tersebar di seluruh propinsi dan proyek proyek khusus, seperti Gumbasa, Krueng Jrue, Kedu Selatan, Kali Progo, Dumoga, Lodoyo, Cidurian, Sungai Dareh Sitiung, Way Umpu/ Way Pangubuan, Luwu, Binuang dan Semboja. Dalam tahun 1978/79 proyek irigasi sedang kecil dan proyek iri gasi sederhana diperkirakan dapat membuka areal seluas 51.459 ha yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia, Karena bersifat "quick yielding", artinya dapat memberikan hasil dalam jangka waktu relatif singkat, maka proyek ini dalam pembangunan pengairan mem peroleh prioritas utama. Lain halnya dengan proyek irigasi khusus. Proyek ini bertujuan membangun sistem pengairan teknis, sehingga penyelesaian proyek ini relatif lebih lama dibandingkan dengan proyek irigasi sederhana dan irigasi sedang kecil. Beberapa gambaran dari pelaksanaan proyek proyek irigasi khusus adalah sebagai berikut a. Proyek Irigasi Gumbasa di Sulawesi Tengah Proyek irigasi Gumbasa mempunyai tujuan membuka areal persawahan baru. Pelaksanaan pembangunan bendungan telah selesai, sedangkan pembangunan jaringan irigasi utamanya masih dalam tahap penyelesaian. Apabila pembangunan jaringan tertier dan pe ncetakan sawahnya telah dapat diselesaikan, maka proyek ini akan dapat meng airi areal seluas lebih kurang 12.000 ha. Dalam tahun 1978/79 telah dilaksanakan pengukuran dan perencanaan jaringan tertier seluas 4.000 ha dan pembangunan bangunan-bangunan air dalam rangka pembangunan jaringan tertier untuk areal seluas 1.500 ha. b. Proyek Irigasi Dumoga di Sulawesi Utara Proyek ini direncanakan selesai tahun 1985. Kegiatannya dalam tahun 1978/79 adalah melanjutkan pembangunan jaringan utama dan 572 saluran tertier. Apabila selesai seluruhnya, proyek ini akan dapat mengairi areal seluas 13.807 ha, yang sebagian, yaitu seluas 5.207 ha, akan memperoleh air dari jaringan irigasi baru Dumoga/Kasinggolan dan sebagian dari jaringan Toraut. Dalam rangka proyek ini sampai dengan tahun 1978/79 diperki rakan telah dapat diselesaikan pembangunan jaringan irigasi tertier seluas 1.000 ha. c. Proyek Irigasi Krueng Jrue di Aceh Kegiatan proyek irigasi Krueng Jrue dalam tahun 1978/79 meru pakan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Apabila telah selesai proyek ini diperkirakan akan dapat mengairi areal seluas 1.0.555 ha. Dalam rangka proyek ini pada tahun 1978/79 diperkirakan telah di selesaikan pembangunan jaringan irigasi tertier untuk areal seluas 750 ha. d. Proyek Irigasi Kedu Selatan di Jawa Tengah Proyek Irigasi Kedu Selatan terutama meliputi proyek Irigasi Sempor dan Wadas Lintang. Jika proyek ini selesai diperkirakan akan dapat mengairi areal seluas 17.800 ha. Sampai tahun 1978/79 telah dapat diselesaikan pekerjaan pembangunan jaringan utama (primer dan sekunder) dan bangunan-bangunan pengairan lainnya. e. Proyek Irigasi Kali Progo di Yogyakarta Proyek irigasi Kali Progo bertujuan membuka daerah irigasi baru dan rehabilitasi jaringan irigasi yang sudah ada, termasuk pembangunan saluran drainage dan pengaturan pencegahan banjir Kali Bo gowonto dan Kali Opak. Proyek ini apabila telah selesai akan dapat mengairi areal seluas sekitar 30.000 ha; sampai dengan tahun 1978/ 79 sudah dapat diselesaikan sebagian yang secara potensial dapat mengairi areal seluas 6.846 ha. f. Proyek Irigasi Way Jepara di Lampung Kegiatan proyek ini merupakan lanjutan dari yang telah dilak sanakan tahun-tahun sebelumnya. Jaringan utamanya sebagian besar 573 sudah selesai. Apabila proyek ini telah selesai, dan demikian pula pencetakan sawah serta pembangunan jaringan tertiernya, maka akan dapat mengairi areal seluas 8.481 ha dengan areal drainasi seluas 2.900 ha. g. Proyek Irigasi Way Umpu dan Way Pangubuan di Lampung Proyek Irigasi Way Umpu dan Way Pangubuan juga merupakan proyek lanjutan. Dalam tahun 1978/79 telah diselesaikan pembangun an bendungan dan jaringan utamanya. Apabila jaringan, irigasinya se lesai seluruhnya proyek ini diharapkan dapat mengairi areal seluas kurang lebih 12.500 ha. 3. Program Pengaturan Serta Pengembangan Sungai dan Rawa Program ini meliputi proyek perbaikan dan pengamanan sungai dalam rangka penanggulangan banjir yang lokasinya tersebar di selu ruh Indonesia, proyek pengamanan sungai yang bersifat khusus, proyek penanggulangan akibat bencana alam, proyek pasang surut dan proyek pengembangan daerah rawa. Proyek perbaikan dan pengamanan sungai mencakup kegiatan memperbaiki/memperkuat tanggul-tanggul sungai, pembuatan sodetan (coupure) dan pengerukan sungai yang dangkal. Selama tahun-tahun 1974/75 - 1977/78 telah dapat diamankan areal sekitar 369.000 ha dan dalam tahun 1978/79 diharapkan dapat diamankan areal se kitar 62.000 ha. Proyek pengamanan sungai yang bersifat khusus meliputi sungai Bengawan Solo, Citanduy, Wampu, Ular, Kali Brantas, Cisanggarung, Arakundo dan proyek pengendalian banjir DKI Jaya. Proyek ini, di samping untuk penanggulangan banjir di sekitar sungai-sungai tersebut, juga dimaksudkan untuk mengamankan daerah -daerah produksi pertanian. Di samping itu proyek-proyek ini juga dimaksudkan untuk menunjang sektor industri, misalnya, untuk penyediaan listrik tenaga air dan penyediaan air untuk keperluan perusahaan-perusahaan. Proyek pengamanan akibat bencana alam dimaksudkan untuk menanggulangi banjir lahar panas dan banjir lahar dingin di daerah 574 daerah sekitar G. Merapi G. Agung, G. Kelud, dan G. Semeru. Ke giatan utamanya berupa pembuatan kantong lahar serta penguatan te bing untuk mencegah terjadinya tanah longsor. Di samping proyek-proyek tersebut, dalam rangka program pengaturan dan pengembangan sungai juga dilaksanakan proyek pa sang surut dan proyek pembangunan daerah rawa. Proyek ini bertu juan menambah luas areal tanah pertanian. Proyek pasang surut pada tahun 1978/79 berhasil menambah areal pertanian seluas 116.252 ha sedang proyek pengembangan daerah rawa menambah 6.070 ha. Da lam angka-angka areal ini termasuk pelaksanaan pekerjaan tahuntahun sebelumnya yang diselesaikan pada tahun 1978/79, yaitu seluas 71.734 ha dari proyek P4S dan seluas 3.189 dari proyek pengembangan daerah rawa. 4. Program Penelitian Pertanian dan Pengairan Program ini bersifat sebagai penunjang program -program tersebut di atas dan meliputi proyek survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air, proyek pengembangan air tanah untuk irigasi, proyek perbaikan keadaan danau dan proyek penyelidikan masalah air. Proyek survai, penyelidikan dan perancangan sumber-sumber air merupakan persiapan dalam penyusunan rencana induk pen gembangan wilayah sungai yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia. Kegi atan proyek pengembangan air tanah untuk irigasi dalam tahun 1978/ 79 adalah melanjutkan pekerjaan tahun-tahun sebelumnya. Proyek ini terutama dilaksanakan di daerah-daerah pertanian yang mengalami kesukaran dalam mendapatkan air permukaan untuk irigasi. Salah satu kegiatan proyek ini adalah mengadakan penelitian mengenai kemungkinan penggunaan pompa-pompa air untuk pengairan. Di daerahdaerah yang sudah diselidiki akan dikembangkan cara-cara pompanisasi seperti yang telah dilaksanakan di Kediri, Nganjuk, Madiun, Gu nung Kidul dan Madura. Proyek penyelidikan masalah air mempunyai tujuan utama mengembangkan kegiatan-kegiatan hidrologi untuk perencanaan bangun- 575 an-bangunan pengairan. Kegiatan dalam proyek ini juga mencakup penyusunan buku-buku pedoman untuk keperluan pengembangan teknik pengairan. B. LISTRIK DAN GAS 1. Listrik Sebagaimana telah digariskan dalam Repelita 11, program pening katan tenaga listrik diarahkan untuk meningkatkan dan meratakan penyelenggaraan pelayanan bagi kepentingan umum dengan menyedia kan tenaga listrik dalam volume yang mencukupi dan dengan keandalan serta kwalitas yang terus meningkat. Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas maka perencanaan dan pembangunan kelistrikan diarahkan pada pembentukan dan pengembangan suatu sistem kelistrikan nasional yang menjadikan setiap pembangunan kelistrikan bukan merupakan proyek-proyek yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari suatu kesatuan perencanaan yang menyeluruh. Program pembangunan kelistrikan disesuai kan pula dengan kebutuhan yang nyata, terutama kebutuhan akan tenaga listrik untuk sektor industri. Dengan pengarahan ini maka se cara bertahap kebutuhan akan listrik untuk sektor industri, baik yang belum terpenuhi maupun yang sudah terpenuhi dengan memperguna kan pembangkit sendiri (captive power), akan dapat dipenuhi dari jaringan umum. Selanjutnya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah pedesaan, terutama untuk menunjang industri/kerajinan rakyat di desa, diusahakan penyebar luasan kegiat an-kegiatan pembangunan kelistrikan ke daerah-daerah pedesaan. Sesuai dengan kebijaksanaan di atas, maka usaha yang dilakukan adalah merehabilitasi pembangkit tenaga listrik yang telah ada dan membangun pembangkit tenaga listrik baru untuk menambah daya terpasang serta memperbaiki keseimbangan antara daya terpasang dan jaringan listrik. Khusus mengenai kelistrikan desa, usaha yang dilaku kan sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Di desa-desa tertentu dengan membangun pusat listrik tenaga diesel (PLTD) berka pasitas kecil; di desa-desa yang lain dengan membangun pusat listrik tenaga mikro hidro (PLTM) dengan memanfaatkan sumber tenaga air 576 yang tersedia. Dan di desa-desa yang dilewati jaringan kelistrikan dengan melakukan penyadapan terhadap jaringan tegangan menengah yang melewati desa yang bersangkutan. Usaha penyebarluasan listrik ke desa-desa ini telah ditingkatkan sejak tahun 1976/77, tetapi sesuai dengan kemampuan yang ada, pelaksanaannya dilakukan secara ber tahap. Sebagai hasil dari kebijaksanaan yang telah diungkapkan di atas, maka selama Repelita II dapat diselesaikan pembangunan pusat pem bangkit tenaga listrik dengan kapasitas L210,609 MW, jaringan transmisi sepanjang 2.161,22 kms, gardu induk sebanyak 66 unit dengan kapasitas sebesar 2.691,93 MVA, jaringan distribusi tegangan mene ngah sepanjang 6.484,92 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 6.368,403 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 10.361 unit dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk sebanyak 10.361 unit dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk sebanyak 105.357 lang ganan. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 1.210,609 MW tersebut di atas diperoleh dari pembangunan pusat listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 304,701 MW, pusat listrik tenaga gas (PLTG) sebesar 710 MW, pusat listrik tenaga uap (PLTU) sebe sar 125 MW, pusat listrik tenaga air (PLTA) sebesar 68,70 MW dan pusat listrik tenaga mikro hidro sebesar 2,208 MW. Selain dari itu, pada saat ini. sedang dilaksanakan pembangunan dan penyelesaian beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, antara lain, PLTU Muara Karang 1/11/IC[ (3 X 100 MW), 1V/V (2 X 200 MW) dan PLTU Semarang (2 X 50 MW). Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, selama Repelita II juga dipersiapkan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, di antaranya, PLTU Gresik I/II (2 X 100 MW), PLTU Belawan (2 X 65 MW), PLTU Semarang III (1 x 200 MW), PLTU Surabaya (2 X 400 MW), PLTP Kamojang (1 x 30 MW), PLTA Maninjau I/IV (4 X 17 MW), PLTA Tes (2 X 1,2 MW), PLTA Garung (2 X 13,2 MW), PLTA Wlingi II (1 X 27 MW), PLTA Saguling (4 X 175 MW), PLTA Mrica (3 X 60 MW), dan PLTA Wonogiri (2 X 6,5 MW). 577 Dari hasil pembangunan pusat pembangkit selama Repelita II patut dicatat bahwa PLTG merupakan pusat pembangkit tenaga listrik yang sangat menonjol. Hal ini disebabkan karena selama Repelita II permintaan masyarakat akan tenaga listrik sangat meningkat, sehingga perlu ditanggulangi dengan membangun pusat pembangkit tenaga lis trik yang relatif cepat pembangunannya yaitu PLTG. Di samping itu juga karena pembangunan pusat listrik tenaga uap (PLTU) memerlukan waktu yang lama. Dengan terselesaikannya beberapa pusat pembangkit tenaga listrik di beberapa kota besar, maka kini secara bertahap telah dapat dilaksa nakan pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik secara lebih teratur. Di samping itu juga telah dapat dilakukan pemindah an unitunit diesel dari kota-kota yang telah mendapatkan tambahan pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah yang memerlukan, khususnya daerah atau kota yang mengalami pemadaman. Selain itu, meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik semakin dapat diimbangi. Di samping itu, pendekatan masalah dalam perencanaan dan pem. bangunan kelistrikan juga diarahkan pada pendekatan secara antar regional, dengan maksud agar tercapai suatu sistem inter koneksi regi onal, lengkap dari pembangkitan, transmisi dan distribusi. Selanjutnya dalam usaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pelak sanaan perubahan tegangan rendah (PTR) yang dilakukan sejak permulaan Repelita II, dan dimulai di daerah-daerah di Pulau Jawa, di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara, sejak tahun 1977/78 ditingkatkan. Selain itu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka penghematan bahan bakar minyak, maka baik usaha maupun penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan sumber-sumber energi non minyak untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, seperti batubara dan gas alam serta tenaga air, dilanjutkan. Dalam tahun terakhir Repelita II, telah dapat dihasilkan kenaikan daya terpasang sebanyak 236,030 MW, penambahan jaringan transmisi sepanjang 530,27 kms, penyelesaian gardu induk sebanyak 16 unit 578 dengan kapasitas 1.543,6 MVA, penambahan jaringan distribusi te gangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 1,958,068 kms dan 1.628,92 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 1.532 unit dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk 26.969 langganan. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 236,030 MW tersebut di atas diperoleh dari penambahan pusat listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 68,662 MW; pusat listrik tenaga uap (PLTU) sebesar 100 MW; pusat listrik tenaga gas (PLTG) sebesar 40 MW; pusat listrik tenaga air (PLTA) sebesar 27 MW; dan pusat listrik tenaga mikro hidro (PLTM) sebesar 0,368 MW. Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan kelistrikan secara regional selama tahun terakhir Repelita II adalah seperti diuraikan di bawah ini. Program peningkatan tenaga listrik di Aceh, yang antara lain dilaksanakan di kota-kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Birruen, Langsa, Takengon, Tapak Tuan, Idie, Indrapuri, Samalanga, Kotacane, Blang Pidie dan Blang Kejeren, telah dapat menyelesaikan pembangunan pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapa sitas 6.545 KW, serta pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 6,668 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 4 unit. Dalam pada itu dewasa ini sedang dilaksanakan pula pem bangunan pusat listrik tenaga diesel di beberapa kota lain, seperti di Garut-Aree, Labuhan Haji, Balongan, Sinabang, Beureunum, Panton Labu dan Lhok Sukon yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 2.200 KW. Dalam rangka pembangunan kelistrikan di daerah Sumatera Utara, yang antara lain dilaksanakan di kota-kota Medan, Prapat, Tanjung Balai, Sibolga, Tanjung Pura, Brastagi dan Kisaran, telah dapat diselesaikan pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapasitas 10.398 KW, perluasan satu gardu induk dengan kapasitas 30 MVA, pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah se panjang 328,272 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 186.955 kms dan ga rdu distrib usi sebanyak 337 unit. Sela in itu 579 dalam tahun 1978/79 sedang dilaksanakan pula pembangunan pusat listrik tenaga diesel di kota Tanjung Pura, Kisaran, Pematang Siantar dan Balige yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 6.500 KW . Selanjutnya untuk meningkatkan daya terpasang sistem kelistrikan di Medan dan sekitarnya, dalam tahun itu telah mulai dipersiapkan pembangunan suatu pembangkit listrik tenaga uap di Belawan yang berkapasitas 2 X 65 MW beserta jaringan transmisi dan gardu induknya. Di daerah Sumatera Barat dan Riau telah dapat diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga diesel di Padang yang berkapa sitas 2 X 4.040 KW, jaringan transmisi antara Padang Panjang dan Lubuk Alung sepanjang 37,4 kms, jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah yang meliputi daerah Sumatera Barat dan Riau, masing-masing sepanjang 80,14 kms dan 39,27 kms, beserta gardu distribusinya sebanyak 29 unit. Di samping itu pada saat ini sedang dilaksanakan pembangunan pusat listrik tenaga diesel di Tanjung Pinang yang berkapasitas 2 X 1.000 KW. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di daerah Sumatera Barat di masa yang akan datang, saat ini telah mulai dibangun pula suatu pusat listrik tenaga air di Maninjau yang berkapasitas 4 X 17 MW beserta jaringan transmisinya yang menghubungkan Maninjau Padang - Teluk Bayur. Di beberapa kota di Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung, seperti Batu Raja, Kayu Agung, Pagar Alam, Lahat, Metro, Tanjung Karang dan Bengkulu, telah diselesaikan pembangun an pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapasitas 11.688 KW, jaringan transmisi sepanjang 5,75 kms beserta satu unit gardu induk yang berkapasitas 15 MVA, jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 165 kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 260 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 165 unit. Di Palembang dewasa ini juga sedang dilaksanakan pembangunan pusat listrik tenaga gas dengan kapasitas 1 X 1.5 MW beserta jaringan transmisi dan gardu induknya dan di Tes sedang dibangun pusat listrik tenaga air dengan kapasitas 2 X 1.200 KW. 580 Dengan selesainya pembangunan beberapa pusat listrik tenaga diesel di daerah Kalimantan Barat pada tahun 1977/78 maka sejak 1978/79 di daerah tersebut diutamakan penyelesaian jaringan distri busi tegangan menengah dan tegangan rendah, masing-masing sepanjang 95,65 kms dan 18,835 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 28 unit. Untuk daerah itu dalam tahun 1978/79 telah diselesaikan pula pembangunan pusat listrik tenaga diesel di berbagai tempat yang seluruhnya berkapasitas 864,4 KW. Dalam usaha memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di daerah daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, dalam tahun 1978/79 telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pusat listrik tenaga diesel di berbagai tempat seluruhnya berkapasitas 4.772 KW, penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 101,093 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 94,623 kms dan gardu distribusi sebanyak 176 unit. Di samping itu, dewasa ini sedang dipersiapkan perluasan PLTA Riam Kanan III yang kapasitasnya 10.000 KW beserta jaring an transmisi sirkit kedua dan gardu induknya yang berkapasitas 2 X 6.000 KVA dan pembangunan PLTD di Sampit yang kapasitasnya 2 X 1.000 KW. Pengembangan kelistrikan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dalam tahun 1978/79 meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik tenaga diesel di Bitung, Gorontalo, Palu, Tahuna, Siau, Tompasobaru, yang seluruhnya berkapasitas 7.753 KW, penambahan jaringan distri busi tegangan menengah 49.64 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 32,20 kms dan gardu distribusi sebanyak 30 unit. Dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik untuk daerah Sulawesi bagian Utara untuk masa yang akan datang dewasa ini sedang dipersiapkan pemasangan mesin unit ke III di PLTA Tonsea Lama, pembangunan prasarana untuk penelitian mengenai kemungkinan untuk membangun PLTA Tenggari 1/11 yang diharapkan berkapasitas 2 X 8.500 KW, jaringan_ transmisi sepanjang 50 kms dan 8 unit gardu yang seluruhnya berkapasitas 58 MVA. 581 Pembangunan kelistrikan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Teng gara dalam tahun 1978/79 meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik tenaga diesel, antara lain di Wundulako, Wangi-Wangi, Kendari dan Pare-Pare yang seluruhnya berkapasitas 4.283 KW, pemasangan kabel sepanjang 1 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 107,807 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 126,657 kms dan penambahan gardu distribusi sebanyak 77 unit. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di Sulawesi Sela tan di masa yang akan datang, dewasa ini sedang dipersiapkan prasa rana untuk pembangunan PLTD di Ujung Pandang dengan kapasitas 2 X 12 MW dan diselenggarakan penelitian mengenai kemungkinan pembangunan suatu PLTA di sungai Sadang, yang diharapkan berka pasitas 3 X 31 MW, beserta jaringan transmisinya ke kota Ujung Pandang dan gardu induknya. Untuk daerah Maluku pada saat ini telah dapat diselesaikan pem bangunan pusat listrik tenaga diesel di kota Ambon, Ternate dan Nam lea, yang seluruhnya berkapasitas 936 KW, penambahan jaringan dis tribusi tegangan menengah sepanjang 23 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 25,5 kms dan pembangunan gardu distribusi sebanyak 13 unit. Untuk penyediaan tenaga listrik tahap se lanjutnya dewasa ini sedang dipersiapkan prasarana untuk pembangunan beberapa pusat listrik tenaga diesel di berbagai-bagai lokasi, seluruhnya berkapasitas 5.644 KW, beserta jaringan distribusinya. Hasil pembangunan kelistrikan di Irian Jaya meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik tenaga diesel dengan kapasitas 504 KW, pe nambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 10,5 dan 6,5 kms serta penambahan gardu distribusi sebanyak 43 unit. Di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur telah dapat diselesaikan pembangunan beberapa pusat listrik tenaga diesel antara lain di kota-kota Singaraja, Karangasem, Dompu, Sumbawa dan Selong yang seluruhnya berkapasitas 2.616 KW, pembangun an jaringan transmisi antara Jimbaran dan Nusa Dua sepanjang 8 kms, 582 penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 157 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 123 kms dan pembangunan gardu distribusi sebanyak 72 unit. Dalam pada itu, untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di masa yang akan datang, dewasa ini sedang dipersiapkan pembangunan beberapa pusat tenaga listrik dengan kapasitas seluruhnya se besar 4.250 KW beserta jaringan distribusinya di berbagai tempat di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik yang makin meningkat di daerah Jawa Timur, pada waktu ini telah dapat diselesai kan beberapa unit pembangkit tenaga listrik besar, seperti pusat listrik tenaga uap Perak unit 3 dan 4 (2 X 50 MW), pusat listrik tenaga gas Gresik (2 x 20 MW) dan pusat listrik tenaga air Wlingi (1 X 27 MW). Untuk menyalurkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh pusat pembang kit tersebut maka telah diselesaikan jaringan transmisi sepanjang 125,4 kms. Jaringan ini meliputi: Perak - Waru 1144 kms, Gresik Petrokimia 8,4 kms, Blimbing - Polehan 13 kms, Madiun - Maospati 20 kms, PLTG Gresik - gardu induk Gresik 7,4 kms, Malang Selatan - Polehan 8,4 kms, Wlingi - Karang Kates 23,6 kms, Caruban Incoming 0,1 kms, Semen Gresik Incoming 0,2 kms dan Tandes Branch 0,3 kms. Selanjutnya telah diselesaikan penambahan dan perluasan gardu induk sebanyak 3 buah/376 MVA, terdiri atas: perluasan gardu induk Gresik (l x 20 + 1 X 50) MVA, perluasan gardu induk Waru II (2 X 20 + 1 X 30 -f- 1 X 39) MVA, perluasan gardu induk Sukolilo 1 X 30 MVA, perluasan gardu induk Malang Selatan 1 X 35 MVA, perluasan gardu induk Bangil 2 X 35 MVA, pe nambahan gardu induk Petro Kimia 1 x 20 MVA, penambahan gardu induk Caruban l X 16 MVA, perluasan gardu induk Sawahan 1 X 20 MVA dan penambahan gardu induk Kertosono 1 X 6 MVA. Di samping itu sudah diselesaikan pula jenis jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 264,688 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 357,113 kms dan pembangu nan gardu distribusi sebanyak 114 unit yang lokasinya tersebar di seluruh Jawa Timur, 583 Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan di masa datang saat ini telah dipersiapkan pembangunan PLTU Gresik I/II (2 X 100 MW) dan PLTA Wlingi II (1 x 27 MW) beserta jaringan transmisi dan distribusinya. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen di kota-kota kecil Jawa Tengah telah diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga diesel berkapasitas kecil di kota-kota tersebut dengan jumlah kapasitas 5,536 MW. Di samping itu kini sedang diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga uap (PLTU) Semarang unit 1 dan 2 (2 X 50 MW) serta pembangunan jaringan transmisi sepanjang 216,72 kms yang menghubungkan Pekalongan - Tegal 0,38 kms, Tegal - Purwokerto 1,06 kms, Purwokerto - Cilacap 0,80 kms, Semarang Timur -Jelok 23,66 kms, Jelok - Magelang 41,28 kms, Yogyakarta Utara Magelang 37,88 kms, Yogya Utara - Yogya Selatan 16,27 kms, Yogya Selatan - Klaten 34,77 kms, Klaten - Solo Timur 34,86 kms dan Solo Barat - Solo Timur 25,76 kms. Selanjutnya juga sedang dilaksanakan pembangunan dan perluasan gardu induk se banyak 7 buah dengan kapasitas 122,6 MVA yang terdiri atas perluasan Semarang Barat 1 X 30 MVA, pembangunan gardu induk Tegal 1 X 6,3 MVA, pembangunan gardu induk Cepu 1 X 6,3 MVA, pembangunan gardu induk Magelang 1 X 16 MVA, pembangunan gardu induk Yogya Utara 1 X 16 MVA, pembangunan gardu induk Yogya Selatan l X 16 MVA, pembangunan gardu induk Klaten 1 X 16 MVA dan pembangunan gardu induk Solo Timur 1 X 16 MVA serta pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah se panjang 177 kms, gardu distribusi 212 unit dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 141,714 kms yang meliputi seluruh Jawa Tengah. Untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang pada saat ini juga sedang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan di bangunnya PLTA Mrica (3 X 60 MW), PLTA Garung (2 X 13,2 MW) dan PLTA Wonogiri (2 X 6.500 KW). Di daerah Jawa Barat dalam tahun 1978/79 telah dapat dise lesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik di kota -kota kecil 584 di Jawa Barat seperti Pamanukan, Pelabuhan Ratu dan Pameungpeuk, dengan jumlah kapasitas sebesar 1.137 KW. Di samping itu dalam tahun itu juga sedang diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga uap Muara Karang unit I (1 X 100 MW) yang akan memberikan tambahan penyediaan tenaga listrik untuk daerah Jakarta Raya dan sekitarnya. Selanjutnya telah diselesaikan pula pembangunan jaringan transmisi sepanjang 136 kms, yang menghubungkan Muara Karang Angke 8 kms, Bekasi - Pulo Gadung 17 kms, Cawang - Mampang 24 kms, Parakan - Malangbong 27 kms, Sunyaragi - Cangkring 4 kms, Kosambi - Pupuk Kujang 16 kms dan Purwakarta Subang 40 kms. Selain itu telah selesai pula perluasan dan penam bahan gardu induk sebanyak 5 buah dengan kapasitas 1010 MVA, ang terdiri atas perluasan gardu induk Gandaria 1 X 30 MVA, gardu induk Pulo Gadung (3 X 3 0 + 2 x 100) MVA, gardu induk Gambir 1 X 30 MVA, gardu induk Mampang 1 X 30 MVA, gardu induk Angke 2 X 100 MVA, gardu induk Ancol 1 X 30 MVA, gardu induk Pulo Mas 1 X 30 MVA, gardu induk Purwakarta 1 x 10 MVA, perluasan gardu induk Cigareleng 2 X 10 MVA, penambahan gardu induk Plumpang 2 x 60 MVA, Bekasi 2 x 60 MVA, gardu induk Depok 1 x 30 MVA, gardu induk Cibabat 2 x 20 MVA dan penambahan gardu induk Pupuk Kujang 1 x 30 MVA, perluasan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 397,61 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 224,21 kms beserta pembangunan gardu distribusinya sebanyak 189 unit yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta R aya dan Jawa Barat. Di samping itu telah diselesaikan pula pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk sebanyak 26.969 konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan listrik dimasa mendatang, dewasa ini sedang dipersiapkan penelitian mengenai kemungkinan pembangunan suatu PLTU di Suralaya yang kapasitasnya sebesar 2 x 400 MW, perluasan/penambahan mesin pada PLTA Juanda yang kapasitasnya 1. X 25 MW, persiapan pembangunan pusat listrik tenaga panas bumi di Kamojang yang berkapasitas 1 X 30 MW, pembangunan PLTU Muara Karang II/III (2 x 100 MW), IV/V (2 X 200 MW) serta penelitian mengenai kemungkinan dan perencanaan teknis untuk pembangunan suatu 585 PLTA di Saguling (4 X 175 MW) dan jaringan transmisi untuk me nyalurkan tenaga listrik ke daerah pusat-pusat beban. Selain hasil-hasil pembangunan kelistrikan seperti yang diuraikan di atas, dalam rangka pemerataan pembangunan kelistrikan ke pelosok-pelosok daerah telah dibangun pusat listrik tenaga mikro hidro di berbagai daerah dengan jumlah kapasitas 368 KW. Pembangunan PLTM, antara lain dilaksanakan di Kota Anau (Sumatera Barat), Narmada (NTB), dan Maja (Jawa Barat), dengan memanfaatkan tenaga air yang kemampuannya kecil. Usaha-usaha pembangunan yang diuraikan di atas, yang semuanya merupakan pembangunan phisik, selalu diimbangi dengan usaha-usaha peningkatan kemampuan dan kelengkapan organisasi dalam tubuh PLN. Dalam hubungan ini usaha peningkatan kelistrikan dan ketram pilan personil terus dilaksanakan melalui pendidikan dan latihan yang dilaksanakan dengan jalan penyelenggaraan penataran-penataran dan kursus-kursus kejuruan baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu peningkatan kemampuan staf pimpinan di bidang teknik dan administrasi dilaksanakan melalui penyelenggaraan latihan di perusahaan-perusahaan, lokakarya dan seminar-seminar. Dalam tahun 1978/79 pendidikan yang dilaksanakan oleh PLN da lam PUSDIKLAT dan UDIKLAT-nya, dan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luar PLN dapat mencapai 1.052 karyawan, se hingga pendidikan selama Repelita II telah mencapai 5.000 karyawan. Sebagai hasil dari kegiatan pembangunan yang diuraikan di atas pengadaan tenaga listrik dan pelayanan dalam bidang kelistrikan bagi masyarakat pada tahun 1978/79 telah dapat ditingkatkan. Penyediaan tenaga listrik dapat ditingkatkan sebesar 20,7%, dari 4.740.660 MWH pada tahun 1977/78 menjadi 5.721.558 MWH pada tahun 1978/79. Di samping itu juga terjadi kenaikan penjualan tenaga listrik sebesar 21,9%, yaitu dari 3.532.027 MWH pada tahun 1977/78 menjadi 4.305.488 MWH pada tahun 1978/79. Kenaikan daya tersambung meningkat dengan 27,1%, yaitu dari 1.933.511 KVA dalam tahun 1977/78 menjadi 2.457.942 KVA pada tahun 1978/79 dan jumlah langganan meningkat sebesar 26,4%, yaitu dari 1.413.068 menjadi 1.786.179 lang ganan. 586 TABEL I X - 2 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK, 1973/74 - 1978/79 587 GRAFIK IX – 1 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK 1973/74 – 1978/79 588 (Sambungan Grafik IX – 1) 589 TABEL IX - 3 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1973/74 - 1978/79 1968 Uraian Produksi Tenaga Listrik (MWH) Penjualan Tena ga Listrik (MWH) Daya Tersambung (KVA) Daya Terpasang (MW) *) Angka diperbaiki * * ) Angka sementara 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79**) 1.756.452 3.006.669 3.345.241 3.770.294 4.127.390 4.740.660 5.721.558 1.204.382 2.214.950 2.411.107 2.803.613 3.081.817 3.532.027 4.305.488 504.483 527,37 1.076.264 970,77 1.261.815 1.116,84 1.426.376 1.283,88 1.594.482 1.376,50 1.933.511 2.457.942 1.862,74*) 2.098,74 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, GRAFIK IX – 2 1968, 1973/74 - 1978/79 591 (Sambungan Grafik IX – 2) 592 Adapun angka-angka mengenai hasil perkembangan phisik dan hasil usaha yang lebih terperinci selama tahun 1974/75 - 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX -- 2, Grafik IX - 1 dan Tabel IX - 3, Grafik IX - 2. 2. G a s Dalam Repelita II program peningkatan pemanfaatan tenaga gas diarahkan untuk memperbesar peranan tenaga gas dalam peme nuhan kebutuhan masyarakat akan energi, sesuai dengan kebijaksa naan Pemerintah untuk meningkatkan usaha konservasi energi dan diversifikasi penyediaan bahan bakar di dalam negeri. Dengan pro gram itu diharapkan pemanfaatan gas akan membantu usaha menekan peningkatan konsumsi minyak yang bernilai lebih tinggi sebag ai penghasil devisa dan secara tidak langsung akan membantu mengu rangi pemakaian kayu bakar yang berlebihan dan tidak terkendali kan. Dalam rangka pelaksanaan program tersebut telah diusahakan peningkatan penyediaan gas atas dasar pertimbangan bahwa pemanfaatan gas sebagai bahan bakar perlu diarahkan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat banyak di kota-kota dengan biaya yang serendah-rendahnya. Di samping itu dalam usaha diversifikasi penyediaan bahan bakar di dalam negeri, telah dijajagi kemungkinan guna melakukan rehabilitasi peralatan distribusi di beberapa tempat untuk dapat menyalurkan gas bumi yang tersedia sebagai pengganti gas buatan dari minyak bumi. Dalam tahun 1978/79, seperti tahun-tahun sebelumnya usaha pengembangan pemanfaatan gas mengutamakan kegiatan-kegiatan rehabilitasi peralatan produksi dan distribusi yang telah tua di semua satuan usaha. Di samping itu telah dilaksanakan pula usaha peningkatan penyaluran gas bumi. Dalam tahun 1978/79 telah dilaksanakan rehabilitasi pipa d istribusi di Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya dan 593 Ujung Pandang. Dengan demikian kehilangan gas yang terjadi seba gai akibat ketuaan pipa distribusi dapat ditekan. Selain itu untuk Jakarta telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi gas bumi dari pencabangan pipa transmisi gas bumi Cilamaya - Cilegon sepanjang 30 km dan konversi jaringan dan peralatan konsumen. Sejak awal April 1979 untuk kota Jakarta telah tersedia sarana gas bumi dengan kapasitas sebesar 250 juta kcal per hari atau ekivalen dengan 2i;,000 liter BBM per hari sebagai pengganti fasilitas pro duksi gas batubara/minyak yang tempatnya tidak sesuai lagi dengan keadaan kota dewasa ini. Untuk keperluan kota Surabaya dan sekitarnya dewasa ini se dang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan gas bumi dari Cepu, Poleng dan Arosbaya. Dan guna mencukupi kebu tuhan gas di kota Medan dan sekitarnya sedang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan untuk meningkatkan gas bumi dari sumber Wampu dan Pangkalan Susu. Di samping penelitian-penelitian di atas penelitian-penelitian yang lain juga terus dilakukan guna mencari kemungkinan -kemungkinan untuk (1) peningkatan penyediaan bahan bakar gas yang sesuai dengan peningkatan jaringan distribusi gas bumi yang terjadi, (2) pembangunan fasilitas produksi di tempat-tempat yang belum dapat tersaluri gas bumi dan (3) khusus mencari kemungkinan pengem bangan industri-industri gas dan kokas di Sumatera Barat dengan memanfaatkan batu bara Ombilin sebagai bahan baku. Agar usaha-usaha pengembangan pemanfaatan gas dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya perlu sekali diusahakan peningkatan kemampuan serta kwalitas kegiatan dalam pengembangan dari pada pemanfaatan/produksi tenaga gas. Agar kebutuhan akan tenaga kerja yang berpengetahuan dan berketrampilan tercukupi, baik dalam mutu Maupun jumlahnya, maka di samping kegiatan-kegiatan di atas dilaksanakan pula program pendidikan yang diarahkan kepada peningkatan pengetahuan dan 594 TABEL IX - 4 PERKEMBANGAN GAS KOTA, 1973/74 - 1978/79 Uraian 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 *) 1978/79 **) I. Tambahan Produksi/Penyediaan (juta kcal per hari) 1. Gas Batubara Ga 2. Gas Minyak Thermis s 3. Gas Minyak Katalitis Bat 4. Gas Bumi uba ra Jumlah II. Jaringan Transmisi/Distribusi (Km) 1. Pipa Distribusi 2. Pipa Transmigrasi jumlah 41,7 2,6 29,2 12,4 - - - - 264,0 366,0 - 300,0 - 1.800 305,7 397,8 12,4 300,0 - 1.800 7,4 34,0 28,9 - 20,61 - 7,0 - 32,2 18,0 23,7 12,0 41,4 28,9 20,61 7,0 50,2 35,7 *) Angka diperbaiki. **) Angka sementara. 595 TABEL IX-5 PENGUSAHAAN GAS KOTA, 1974 - 1978 596 keahlian tenaga kerja dari tingkat yang terendah sampai yang tertinggi. Angka-angka yang menunjukkan hasil kegiatan program peningkatan pemanfaatan/produksi tenaga gas dalam Repelita II dapat dilihat pada Tabel IX - 4 dan Tabel IX - 5. C. PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat a. Jalan Kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang pembangunan jaringan jalan dan jembatan dititik beratkan pada usaha peningkatan dan rehabilitasi jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Di samping itu masih terus dilaksanakan pemeliharaan jalan dan pembangunan jalan baru. Dengan kebijaksanaan tersebut dalam akhir Pelita II ini telah kelihatan hasil-hasil yang cukup baik di bidang prasarana jalan, Dalam tahun 1968 panjang jaringan jalan negara dan propinsi yang seluruhnya sekitar 32,028 kilometer menunjukkan keadaan sebagai berikut : 11 % dalam keadaan baik; 33 % dalam keadaan sedang dan 56% dalam keadaan rusak. Pada awal Pelita I dimulai program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan dengan mengutamakan jaringan jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Pada dasarnya program rehabilitasi jalan dan jembatan ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi jaringan jalan pada keadaan semula tanpa menaikkan mutu dan kelas jalan. Pada Pelita II program pembinaan jaringan jalan lebih mengutamakan peningkatan mutu dan kelas jalan dengan meningkatkan daya dukung dan mutu jalan serta geometriknya. Di samping peker jaan fisik telah pula dilakukan survai, studi asal tujuan dan kegiatan persiapan proyek lainnya, seperti studi kelayakan jalan dan jembatan 597 serta perencanaan teknis jalan, jembatan serta penyelidikan masa lah-masalah tanah dan jalan. Dalam bidang peralatan telah diper gunakan peralatan-peralatan berat dalam usaha meningkatkan mutu dan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan teknis jalan. Bagi pembinaan dan peningkatan fasilitas perbengkelan telah pula didiri kan 7 Depot peralatan di Medan, Padang, Palembang, Cikampek, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang. Dalam rangka mengembangkan dan memanfaatkan potensi dalam negeri maka pemakaian aspal panas produksi dalam negeri dan butas terus ditingkatkan pemakaian butas selama ini telah mencapai 150 ribu ton/tahun. Di samping itu dalam usaha meningkatkan pelak sanaan jembatan dengan konstruksi beton pratekan telah dimulai pembangunan 6 pabrik komponen jembatan pratekan di 6 propinsi. Dengan demikian pelaksanaan program jembatan dapat dipercepat. Pembangunan di bidang jalan dan jembatan sejak tahun 1973/74 sampai dengan akhir tahun 1978/79 memberikan hasil sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel IX - 6. Selama Pelita II telah dilakukan pemeliharaan jalan sepanjang 47.102 km dan jembatan 25.765 m serta rehabilitasi jalan sepanjang 7.484 km dan jembatan 23.683 m. Dalam memenuhi tuntutan dan perkembangan lalu lintas telah ditingkatkan jalan sepanjang 4.646 km dan jembatan 21.973 m serta pembangunan jalan baru sepanjang 693 km dan jembatan 5.771 m. Di dalam tahun 1978/79 saja telah dapat dipelihara 8.858 km jalan serta diselesaikan rehabilitasi jalan sepanjang 2.226 km dan rehabilitasi jembatan sepanjang 4.560 m. Untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan lalu lintas melalui program peningkatan telah pula di tingkatkan jalan sepanjang 1.165 km dan jembatan sepanjang 4.224 m. Pembangunan jalan baru mencapai 110 km dan jembatan sepanjang 1.199 m. Hasil kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang jalan dan jem batan tersebut dapat dilihat dari semakin panjang dan meluasnya jaringan jalan yang bertambah baik. Dalam tahun 1977/78 keadaan jaringan jalan negara dan propinsi, yang seluruhnya sekitar 38.74 4 kilometer, adalah sebagai berikut; 29,6% dalam keadaan baik, 38.2% 598 TABEL IX - 6 REALISASI PROGRAM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN 1968, 1973/74 – 1978/79 Program 1968 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1. Pemeliharaan jalan Jalan (km) Jembatan (m) 10.573 7.506 18.730 1.366 10.419 2.465 8.887 2.390 8.982 2.782 9.956 5.526 8.858 12.602 2. Rehabilitasi Jalan (km) Jembatan (m) 935 1.956 993,5 4.028,6 1.779 3.502 829 3.515 1.294 6.789 1.356 5.317 2.226 4.560 3. Peningkatan Jalan (km) Jembatan (m) - 684,3 2.707,9 546 2.132 757 3.502 916 4.787 1.165 4.224 1.262 7.328 Pembangunan baru Jalan (km) Jembatan (m) - 50,5 688 230 1.305 145 840 148 1.514 110 1.199 60 913 599 935 1.959 dalam keadaan sedang dan 32,2% dalam keadaan rusak, Dengan hasil yang dicapai dalam tahun 1978/ 19, maka pada akhir tahun 1978/79 keadaan sistem jaringan jalan negara dan propinsi diperkira kan sebagai berikut: 35,4% dalam keadaan baik, 45,2% dalam keadaan sedang dan sisanya 19,4% dalam keadaan rusak. % b. Angkutan jalan raya Hasil-hasil usaha. rehabilitasi/pembangunan jalan telah mendorong pertambahan armada angkutan lain yang meliputi bis, mobil barang/truk, mobil penumpang dan sepeda motor. Jika pada tahun 1968, di luar alat angkutan militer, tercatat jumlah armada tersebut sebanyak 622.554 buah kendaraan yang terdiri dari 19.610 bis, 93.417 truk, 201.123 mobil penumpang dan 308.404 sepeda motor, pada tahun 1973 jumlah tersebut meningkat sampai 1.202.223 buah yang terdiri 30.368 bis, 144.060 truk, 307.739 mobil penumpang dan 720.056 sepe da motor. Hal ini secara keseluruhan berarti telah naik sebesar 73,89% yang terdiri dari kenaikan bis 54,86%, truk 54,21 %, mobil penumpang 53,01 % dan sepeda motor 133,48 %. Pada tahun 1978 jumlah kendaraan tersebut di atas meningkat menjadi 2.857.037 buah yang terdiri dari 57.835 bis, 328.022 truk, 531.206 mobil penumpang dan 1.939.974 sepeda motor. Dihitung sejak tahun 1973 berarti mempunyai angka kenaikan sebesar 115% yang terdiri dari bis 90,45%, mobil barang/truk 127,51%, mobil penumpang 72,62% dan sepeda motor 169,42% Perkembangan armada angkutan jalan dari tahun 1973 sampai tahun 1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 7. Dalam menghadapi pertambahan armada angkutan jalan tersebut kebijaksanaan di bidang angkutan jalan raya ditekankan pada usaha penambahan fasilitas pengaturan dan pengamanan jalan raya serta peningkatan penertiban dan pengawasan lalu-lintas. Pelaksanaan pembangunan selama Repelita II telah menghasilkan penambahan fasilitas yang meliputi 10 alat pengujian, 89.905 rambu, 143 jembatan timbang, 601 lampu pengatur lalu-lintas, 9 loadmeter, 600 TABEL IX -7 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTAN JALAN RAYA 1968, 1.973/74- 1978/79 601 TABEL I X- 7 a PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTAN JALAN RAYA,1973/74-1978/79 602 kendaraan inspeksi yang terdiri dari 30 jeep dan 66 sepeda motor, sebuah alat pengontrol kecepatan kendaraan, 3 buah kantor inspeksi, 47 brake efficiency recorder, dan alat telekomunikasi yang terdiri dari 4 two way radio transciever dan 3 base station. Dalam tahun 1978/ 79 telah tercapai penambahan fasilitas lalu-lintas yang antara lain meliputi sebuah alat pengujian, 14.171 rambu, 24 jembatan timbang, 55 lampu pengatur lalu-lintas, 13 brake efficiency recorder. Di samping itu telah pula dimulai persiapan pembangunan pusat pengujian kendaraan bermotor. Perkembangan pembangunan fasilitas jalan raya antara tahun 1973/74 - 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX - 7a. Pada umumnya sasaran pembangunan dapat tercapai, bahkan be berapa fasilitas jauh melebihi sasaran seperti jembatan timbang dan lampu pengatur lalu-lintas. Dalam usaha menanggulangi kebutuhan alat angkutan daerahdaerah terpencil telah diusahakan penambahan alat angkutan perintis. Pada tahun 1974 jumlah alat angkutan perintis meliputi 86 buah bis yang beroperasi di Lampung, Pangkal Pinang, Sulawesi Selatan, Lom bok, Irian Jaya, Ambon, Kupang, Timor Timur, Bengkulu, Jawa dan Bali. Jumlah tersebut pada tahun 1979 meningkat menjadi 303 buah bis dan tersebar di Ujung Pandang, Pangkal Pinang, Kupang, Ambon, Bengkulu, Mataram, Sumbawa, Irian Jaya, Timor Timur, Jawa dan Bali. Untuk mengatasi kesulitan angkutan kota, selain dari pada di Jakarta juga di kota-kota lain armada angkutan kota telah ditambah. Dalam tahun 1979 jumlah bis kota di luar Jakarta tercatat sebanyak 478 buah dan beroperasi di kota-kota Surabaya 170 buah bis, Medan 75 buah bis, Semarang 121 buah bis, Tanjungkarang 24 buah bis dan Bandung 88 buah bis. c. Angkutan Kereta Api Dengan meningkatnya pemeliharaan dan rehabilitasi selama Pelita I keadaan peralatan kereta api selama Pelita II telah mengalami per - 603 baikan. Meskipun demikian kerusakan prasarana dan peralatan yang sudah terjadi, keterbelakangan dalam teknologi, serta kelemahan di bidang administrasi dan keuangan, merupakan persoalan yang cukup besar, yang tidak dapat diselesaikan oleh PJKA dalam jangka wakt u singkat. Oleh karena itu titik berat program rehabilitasi tetap diarah kan pada usaha meneruskan perbaikan prasarana dan penambahan peralatan operasi dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan mutu pelayanannya kepada masyarakat. Perbaikan dalam peralatan kereta api tersebut ternyata memberikan hasil yang cukup menggembirakan, seperti terlihat dalam Tabel IX - 8 berikut; Dalam Tabel IX - 8 terlihat bahwa selama Repelita II telah dapat dilaksanakan perbaikan jalur kereta api sepanjang 2.845 km, rehabilitasi lok uap 239 buah, lok diesel 447 buah, lok listrik 2 buah, kereta penumpang 1.212 buah dan gerbong barang 11649 buah. Di samping perbaikan jalur kereta api sepanjang 164 km, per baikan jembatan sebanyak 190 buah, rehabilitasi lok uap 31 buah, rehabilitasi lok diesel 11.0 buah, gerbong barang 2.083 buah, kereta penumpang 305 buah, bangunan operasional sebanyak 107 buah, per baikan peralatan sinyal sebanyak 99 buah dan peralatan telekomu nikasi sebanyak 146 unit, diselesaikan dalam tahun 1978/79. Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan mutu pelayanan angkutan kereta api selama Pelita 11 peralatan kereta api telah ditambah sejumlah 91 lokomotif, 232 gerbong penumpang (termasuk di dalamnya 52 kereta rel diesel dan 40 kereta rel listrik) dan 780 gerbong barang. Disadari bahwa peranan angkutan kereta api akan menjadi lebih penting di masa mendatang demi menunjang perkembangan di sektor yang lain terutama untuk mengangkut hasil produksi perkebunan di Sumatera Utara, hasil industri semen di Sumatera Barat, hasil pertambangan di Sumatera Selatan. Dalam bidang angkutan penumpang, PJKA telah memperluas fasilitasnya terutama dalam rangka angkutan kota dan angkutan transmigrasi. Perkembangan produksi jasa angkut an kereta api selama tahun 1973 - 1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 9 dan Grafik IX - 3 di bawah ini. 604 I TABEL IX - 8 HASIL-HASIL REHABILITASI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA, 1969/70, 1973/74 - 1978/79 No. Uraia 1. Perbaikan jalur 1. Perbaikan Jalur n Kereta Api (Km) 2. Perbaikan jalur Jembatan (M3/buah) 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1969/70 1973/74 1974/75 1975/76 513,7 578,8 620 968 164 - 301 190 15 107 31 92 138 191 1.606 22 7 38 23 58 69 Lok Diesel (buah) Lok Listrik (buah) Kereta (buah) 13 42 15 2 58 40 91 160 455 - 34 10. Jembatan beton (buah) 1978/79 272 22 15 9. 1977/78 132,5 Bangunan Operasional (Unit) Lok Uap (buah) Pasang Airbrake (buah) Rehabilitasi Gerbong (buah) 1976/77 2 39 68 - 10.3 390 69 48 103 279 110 305 62 176 1.000 714 500 2.772 640 2.960 760 3.120 500 2.083 196 111 93 - 17 605 TABEL IX- 9 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API, 1973 - 1978 (dalam ribuan) Tahun 1973 1974 1975 1976 1977 1978 Penumpang 29.370 25.416 23.854 20.060 20.960 26.001 Penumpang Km 2.727.000 3.466.300 3.534.200 3.371.040 3.082.360 4.063.000 Barang Ton 5.040 4.540 3.871 3.322 3.998 4.744 Barang Ton/Km 1.069.000 1.116.200 959.300 701.040 813.730 762.000 Dari Tabel di atas tampak bahwa antara tahun 1973 dan 1978 pertumbuhan angkutan penumpang turun naik secara tidak teratur karena pengaruh perkembangan angkutan jalan raya. Namun dalam tahun 1978 jumlah penumpang naik sebesar 24% atau jika dihitung dalam penumpang kilometer kenaikan tersebut mencapai 32% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam bidang angkutan barang dialami perkembangan yang sama seperti pada angkutan penumpang. Dalam tahun 1978 jumlah angkutan barang meningkat sebe sar 18,7% jika dibandingkan dengan tahun 1977. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya peningkatan mutu pelayanan angkutan kereta api yang dilakukan oleh PJKA selama ini. Hal ini dimungkinkan melalui perbaikan-perbaikan peralatan operasi yang telah dilakukan di Balai Yasa-Balai Yasa seperti di Surabaya, Madiun, Semarang, Yogyakarta, Jakarta dan Sumatera. Usaha penyehatan PJKA di bidang administrasi, keuangan dan pendidikan/latihan tetap dilaksanakan sejalan dengan pengembangan fasilitas operasi. Hal ini menyebabkan produktivitas da n pendapatan perkeretaapian dapat ditingkatkan. Dalam tahun 1978 pendapatan PJKA naik sekitar 22% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. d. Angkutan Sungai, Danau dan Ferry Sampai dengan tahun ke empat Pelita 11 di bidang angkutan su ngai berhasil dibangun rambu sungai sebanyak 3.616 buah, skala 606 GRAFIK IX - 3 PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API, 1973-1978 (dalam ribuan ) 607 (Sambungan Grafik IX – 3) 608 ketinggian air 121 buah, tonggak kilometer 900 buah, dermaga sungai/ bus/truk air sebanyak 37 buah, pengadaan kapal kerja 19 buah, pem bersihan alur 2.985 km pengerukan 500.000 m 3 . Sementara itu di bidang angkutan ferry telah dibangun 29 buah dermaga ferry dan 17 buah kapal ferry. Selain itu juga berhasil diba ngun 20 kapal inspeksi, 18 buah kapal patroli dan telah dibeli 25 buah bis air. Untuk angkutan danau telah dibangun 10 buah dermaga di bebe rapa danau, antara lain Danau Toba, Danau Diatas, Danau Dibawah dan Danau Singkarak. Selama tahun kelima Pelita II di bidang angkutan sungai, danau dan ferry telah dibangun rambu sungai sebanyak 855 buah, dermaga sungai 2 buah, dermaga danau 1 buah dan pengerukan sekitar 120.000 m3. Hubungan ferry yang telah dibuka sampai tahun 1978/79 antara lain lintasan Ferry Merak - Panjang, Ujung - Kamal, Ketapang Gilimanuk, Buitan - Lembar, Poka - Galala dan Bajoe - Kolaka. Mengenai hubungan ferry Merak - Bakauhuni yang telah selesai persiapannya kini telah dimulai pembangunannya dan diharap kan akan selesai dalam tahun 1981, sehingga hubungan ferry antara Jawa - Sumatera dapat lebih ditingkatkan lagi. Perkembangan angkutan ferry sejak tahun. 1973/74 sampai de ngan tahun 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX - 10 berikut : TABEL IX - 10 PERKEMBANGAN ANGKUTAN FERRY, 1973/74 - 1978/79 (dalam ribuan rupiah) Angkutan penum pang (orang) Angkutan barang (ton) Angkutan kenda raan (buah) 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1.864 2.474 4.206 4.987 6.341 7.777 343 453 576 665 615 811 158 186 237 326 402 715 609 Dari Tabel IX - 10 di atas terlihat bahwa angkutan ferry sejak tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 telah meningkat dengan rata-rata per tahun sekitar 33 % untuk angkutan penumpang, 19 % untuk angkutan barang dan 33 % untuk angkutan kendaraan. 2. Perhubungan Laut Kebijaksanaan sub sektor perhubungan laut selama Pelita II secara keseluruhan terus ditingkatkan dengan prioritas lebih meman tapkan sistem Pelayaran Nusantara yang tetap dan teratur di samping membina perkembangan Pelayaran Samudera, Pelayaran Khusus, Pelayaran Lokal/Rakyat dan Pelayaran Perintis. Peningkatan pembinaan pelayaran juga diikuti dengan perkembangan pembangunan pra sarana perhubungan laut yang meliputi fasilitas-fasilitas pelabuhan, keselamatan pelayaran, kesyahbandaran, galangan, keamanan, Biro Klasifikasi dan lain-lain. Perkembangan pembangunan sarana dan prasarana saling dibangun bersamaan sehingga unsur-unsur tersebut dalam pengoperasiannya saling tunjang-menunjang dalam mewujudkan tugas perhubungan laut. Bersamaan dengan itu juga dilakukan penyehatan perusahaan-perusahaan pelayaran, galangan dan lain-lainnya yang antara lain meliputi bidang pengelolaan, perizinan, tarif, ke pegawaian, sehingga dapat diberikan jasa angkutan yang cukup murah dan terjangkau oleh daya beli masyarakat yang memerlukannya. a. Bidang Pelayaran 1. Pelayaran Nusantara Selama Pelita 11 terdapat kenaikan muatan yang diangkut dari 2.775 ribu ton pada tahun 1973/74 menjadi 3.529 ribu ton dalam ta hun 1978/79. Jadi selama 5 tahun terdapat kenaikan 754 ribu ton dengan rata-rata kenaikan setiap tahun sekitar 4,9 %. Pelayaran Nusantara dioperasikan berdasarkan pola trayek Pelayaran Tetap dan Teratur yang terus disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan penyebaran pelayanan pengangkutan. Sehingga dalam tahun 1978/79 Pola Trayek Pelayaran Tetap dan Teratur telah mencakup 133 pelabuhan di seluruh Nusantara, terdiri dari 50 pela buhan wajib dan 83 pelabuhan fakultatip untuk disinggahi. 610 Kegiatan Pelayaran Nusantara dalam tahun 1978/79 dilayani oleh 322 unit kapal dengan kapasitas sekitar 312.299 Dwt. Bila dibanding kan dengan jumlah kapal yang beroperasi pada awal tahun 1973/74 sebanyak 300 unit dengan kapasitas 284.000 Dwt maka terdapat ke naikan rata-rata 3,8 % per tahun. Jumlah kapal yang me layari trayek Pelayaran Tetap dan Teratur mulai tahun 1973/74 sampai dengan 1976/77 terus meningkat, kemudian dalam tahun 1977/78 menurun dan meningkat kembali dalam tahun 1978/79. Penurunan jumlah ka pal yang beroperasi adalah disebabkan karena adanya pen ggantian sebagian kapal-kapal yang sudah tua dengan kapal-kapal yang baru yang lebih besar, dan adanya sebagian kapal yang beroperasi pada pelayaran lokal. Keadaan ini dapat kita lihat dengan makin mening katnya jumlah kapasitas dan muatan yang diangkut pa da tiap-tiap tahun. Sampai dengan tahun 1978/79 telah dilakukan penambahan dan penggantian kapal lama dengan kapal baru sebanyak 33 unit dengan kapasitas sekitar 43.150 Dwt. Walaupun sebagian kapal-kapal yang sudah tua telah berhasil diganti namun masih terdapat sekitar 130 buah kapal yang sudah tua dengan kapasitas 126.844 Dwt yang masih diberi izin beroperasi, ka rena kemampuan keuangan perusahaan-perusahaan pelayaran yang memiliki kapal-kapal tersebut masih lemah. Sehingga dalam pengo perasian seluruh kapal Pelayaran Nusantara produktivitasnya belum mencapai yang dikehendaki, meskipun jumlah muatan yang diangkut tiap tahunnya terus meningkat. Dalam angkutan transmigrasi Pelayaran Nusantara melakukan pengangkutan dari pelabuhan asal antara lain Tanjung Pri ok, Surabaya, Semarang, Benoa dan Lembar ke pelabuhan tujuan di berbagai daerah pemukiman transmigrasi antara lain; Sumatera Barat, Kali mantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Sela tan, Jambi, Riau dan Irian Jaya. Perkembangan armada niaga nusantara dapat dilihat dalam Tabel IX - 11 dan Grafik IX - 4 berikut Dalam tahun 1973/74 terdapat kenaikan jumlah kapal sekitar 21 % dengan penurunan kapasitas 7% bila dibandingkan dengan tahun 611 1968/69, karena ada beberapa kapal ukuran besar diganti dengan kapal-kapal kecil. Keadaan tahun 1978/79 menunjukkan kenaikan ka pal yang beroperasi sekitar 21 % dan kenaikan kapasitas sekitar 10% dengan kenaikan muatan yang diangkut sekitar 52% bila dibanding kan dengan tahun 1973/74. 2. Pelayaran Samudera Armada Samudera Nasional terus berkembang. Dalam tahun 1974/75 kapal yang beroperasi sebanyak 45 buah dengan kapasitas 337.458 Dwt dan telah mengangkut muatan sekitar 2.000 ribu ton. Jumlah ini telah berkembang sehingga dalam tahun 1.978/79 menjadi 52 buah kapal dengan kapasitas 512.705 Dwt dan telah mengangkut muatan sekitar 2.275 ribu ton. Hal ini berarti kenaikan muatan yang diangkut sebesar rata-rata 3,3 % per tahun. Di samping penyelenggaraan angkutan Pelayaran Samudera yang diatur berdasarkan "liners" antara Indonesia - Jepang, Indonesia - Australia, Indonesia - Amerika, Indonesia - Eropa dan sebaliknya, juga dilakukan angkutan-angkutan untuk jurusan Hongkong, Taiwan, Bangkok, India, Korea, Birma, Afrika, Pakistan, Timur Tengah dan Philipina. Sumbangan Pelayaran Samudera Nasional dalam perdagangan ekspor mau pun impor sejak tahun 1974/75 terus meningkat sampai dengan tahun 1978/79. Produktivitas Armada Pelayaran Samudera ini belum setinggi yang diharapkan karena masih terdapat sekitar 24 buah kapal yang sudah tua dengan kapasitas 304.490 Dwt yang beroperasi dengan produk tivitas rendah karena sudah tua. 3. Pelayaran Khusus Pelayaran Khusus melayani pengangkutan barang-barang seperti kayu, minyak bumi, nikel, bauksit, molases dan minyak kelapa sawit. Angkutan komoditi kayu (logs) keluar negeri cukup besar terutama ke Jepang, Korea dan Taiwan. Dalam tahun 1974/75 dari sekitar 16.758 ribu m 3 kayu armada khusus nasional baru mengangkut sekitar 531 ribu m 3 , atau sekitar 3,2%, sedang sisanya diangkut oleh kapal asing. 612 TABEL IX - 11 PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NUSANTARA 1968, 1973/74 - 1978/79 Tahun/Uraian 1968/69 Kapal (unit) 221 Kapasitas (000) dwt 306 Muatan (000) ton - 1973/74 267 2234 2.316 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 300 305 340 316 322 240 263 277 311 312 2.775 3.040 3a09 3.635 *) 3.5229 **) *)Perbaikan. **)Angka sementara. 613 GRAFIK IX – 4 PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NUSANTARA 1968/69, 1973/74 – 1978/79 614 Peranan sumbangan Armada Khusus Nasional ini dalam angkut an kayu dapat ditingkatkan terus sehingga dalam tahun 1978/79 dari seluruh muatan sekitar 19.900 ribu m3 kira -kira 8.798 ribu m 3 atau 44% telah diangkut oleh andil armada khusus nasional. Berarti ada kenaikan prosentase sumbangan Armada Pelayaran Khusus Nasional dalam mengangkut kayu sebesar rata -rata 10 % tiap tahun. 4. Pelayaran Rakyat Pembinaan pelayaran rakyat tujuannya adalah untuk menunjang perkembangan ekonomi dan sosial daerah -daerah yang terpencil. Usaha pembinaan dan perlindungan atas perkembangan pelayaran rakyat melalui motorisasi perahu-perahu layar terus dilaksanakan. Sampai tahun 1978/79 telah selesai dimotorisasikan sekitar 393 perahu layar dan diadakan peningkatan beberapa fasilitas pelabuhan, antara l ain Sunda Kelapa, Kalibaru (Jakarta), Palembang, Cirebon, Tegal, Sema rang, Gresik, Paotere (Ujung Pandang) dan Dalay (Sulawesi Selatan). 5. Pelayaran Perintis Kegiatan Pelayaran Perintis dimulai sejak tahun 1974/75 dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, sosial dan Pemerintahan daerah-daerah terpencil yang lemah ekonominya. Peningkatan kegiatan Pelayaran Perintis mulai dari tahun 1974/ 75 sampai dengan tahun 1978/79 dapat dilihat dari peningkatan jum lah kapal yang dioperasikan dari 9 buah menj adi 21 buah, jumlah trayek yang dilayari dari 15 trayek menjadi 22 trayek, jumlah pela buhan yang dikunjungi dari 79 pelabuhan menjadi 174 pelabuhan dan jumlah frekwensi penyinggahan dari tiap -tiap pelabuhan dari 30 hari menjadi 12 hari. Perkembangan angkutan penumpang dan barang dari Pelayaran Perintis terlihat dalam Tabel IX - 12 di bawah ini. TABEL IX-12 PERKEMBANGAN PELAYARAN PERINTIS 1974/75 - 1978/79 Tahun/Uraian 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 Penumpang (orang) 13.858 33.496 38.944 76.280 115.552 Barang (ton) 14.702 39.687 47.037 62.888 70.226 615 I Perkembangan angkutan penumpang dan barang tiap tahun terus meningkat dan bila dibandingkan keadaan tahun 1978/79 dengan ta hun 1974/75 angkutan penumpang naik 734% dan angkutan barang naik 377 %. b. Fasilitas Pelabuhan dan Pengerukan Peningkatan fasilitas pelabuhan yang merupakan salah satu penunjang dari seluruh kegiatan pelayaran baik nusantara maupun samudera terus ditingkatkan dengan melaksanakan rehabilitasi, me ningkatkan dan menambah fasilitas-fasilitas pelabuhan yang sudah ada. Kegiatan tersebut selalu dilakukan berdasarkan rencana induk dari masing-masing pelabuhan. Perluasan beberapa pelabuhan yang strategis antara lain Tan jung Priok, Tanjung Perak (Surabaya), Belawan dan Panjang masih dalam taraf pelaksanaan. Pada saat ini sedang dipersiapkan pem buatan rencana induk dengan desain yang terperinci untuk beberapa pelabuhan antara lain, Semarang, Bitung, Balikpapan, Banjarmasin, Cirebon, Teluk Bayur, Cilacap, Pulau Baai, Ambon, Pal embang dan Banyuasin. Pembangunan pelabuhan baru beserta peningkatan dan penam bahan fasilitas pelabuhan yang terdiri dari dermaga, gudang, lapang an penumpukan, fasilitas air, listrik, fasilitas kepanduan dan seba gainya dalam tahun 1978/79 dilakukan pada beberapa pelabuhan antara lain: Semarang, Krueng Raya, Belawan, Sibolga, Teluk Bayur, Dumai, Tanjung Pinang, Palembang, Panjang, Pontianak, Sunda Kelapa, Samarinda, Balikpapan, Makasar, Ambon, Celukan Bawang, Benoa, Tenau, Waingapu, Banjarmasin, Kendari, Pantoloan, Bitung, Jambi, Bengkulu dan Sampit. Pengembangan pelabuhan perintis yang dilaksanakan untuk menunjang route pelayaran perintis, dalam tahun 1978/79 dilakukan pada sekitar 28 pelabuhan yang tersebar di pantai Barat Sumatera, kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Peningkatan fasilitas-fasilitas pelabuhan dapat dilihat dalam Tabel IX - 13. Terjadinya penambahan fasilitas pelabuhan yang meningkat dan yang menurun untuk tiap-tiap tahun 616 TABEL IX – 13 PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN 1973/74 - 1978/79 617 dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 adalah untuk menyeimbangkan fasilitas-fasilitas pelabuhan dalam operasinya. Untuk menjamin keamanan dan kelancaran keluar masuk pelabuhan dan di alur-alur pelayaran tiap-tiap tahun dilakukan kegiatan rutin pengerukan di Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Palembang, Gresik, Probolinggo, Belawan, S. Barito, S. Kahayan, S. Mahakam, dan Menado/Bitung dengan jumlah lumpur yang dikeruk sekitar 64,4 juta m 3 . Dalam tahun 1978/79 jumlah armada kapal keruk telah ditambah dengan 2 buah yang dibiayai dengan bantuan proyek sehingga jumlah armada seluruhnya menjadi 22 buah kapal keruk dengan kapasitas 18,8 juta meter setahun. Perkembangan hasil pengerukan dapat dilihat dalam Tabel IX - 14 dan Grafik IX-5. TABEL IX - 14 PERKEMBANGAN HASIL PENGERUKAN, 1973/74- 1978/79 Jumlah lumpur yang dikeruk dalam tahun 1973/74 meningka t sekitar 14 % bila dibandingkan dengan tahun 1968 /69. Dalam tabel kelihatan hasil pengerukan pada Pelita II. Hasil-hasil pengerukan pada tahun 1975/7C, 1976/77 dan 1977/78 cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya hasil pengerukan pokok untuk sungai Kahayan dan sungai Kapuas kecil. c. Fasilitas Keselamatan Pelayanan Keselamatan dan keamanan pengangkutan penumpang dan barang terus ditingkatkan dengan rehabilitasi dan peningkatan kemampuan fasilitas fasilitas keselamatan pelayaran yang meliputi pengadaan s arana bantu navigasi, telekomunikasi pelayaran, pemetaan laut, kesyahbandaran, keamanan dan Biro Klasifikasi Indonesia. Jumlah 618 GRAFIK IX – 5 PERKEMBANGAN HASIL PEMBANGUNAN 1973/74 – 1978/79 619 kapal-kapal perawatan dan pemeliharaan dalam tahun 1978/79 bertambah dengan 2 buah. Di samping itu telah ditingkatkan fasilitas-fasilitas sarana bantu navigasi, telekomunikasi dan pemetaan laut sehingga pelayanannya dapat ditingkatkan sampai ke daerah-daerah terpencil. Pembangunan 5 pangkalan induk navigasi untuk melayari seluruh perairan Indonesia terus dilanjutkan. Sampai saat ini yang telah selesai dibangun dan beroperasi adalah untuk lokasi Dumai, Jakarta dan Surabaya. Kegiatan survai Selat Malaka -- Singapura masih dilanjutkan, sedang survai Selat Lombok dan Selat Makasar telah selesai dan dalam proses desain untuk dijadikan proyek. Survai navigasi untuk perairan Belawan, Surabaya, Jakarta, Balikpapan, Bali dan Ujung Pandang telah selesai dan berdasarkan hasilhasil survai telah dimulai pelaksanaannya. Perkembangan rehabilitasi/ pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran, kesatuan penjagaan laut dan pantai dan kesyahbandaran dapat dilihat dalam Tabel IX - 15. Perkembangan rehabilitasi/pembangunan fasilitas keselamatan pelayanan tiap-tiap tahun dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 yang turun naik adalah untuk. penyesuaian keseimbangan dalam operasinya. d. Jasa Maritim. Usaha peningkatan dan perluasan kemampuan galangan untuk melayani perbaikan dan pemeliharaan kapal-kapal nasional terus dilaksanakan sehingga kegiatan perbaikan dan pemeliharaan yang dilaku kan di luar negeri dapat berangsur-angsur dikurangi. Kemampuan fasilitas reparasi telah ditambah dari sebesar 98.000 Dwt pada tahun 1974/75 menjadi 119.600 Dwt pada tahun 1.978/79, yang berarti penambahan sebanyak 21.600 Dwt selama 4 tahun. Penambahan tersebut di antaranya terjadi dalam tahun 1978/79 dengan pembelian sebuah floating dock berkapasitas 5000 Dwt. Sebagai hasilnya kemampuan produksi reparasi juga telah dapat ditingkatkan dari 710.000 Dwt pada tahun 1974/75 menjadi 950.000 Dwt pada tahun 1978/79. Kegiatan pengangkatan kerangka kapal dan pekerjaan di bawah air masih banyak ditentukan oleh kemampuan usaha nasional yang 620 TA B EL I X --- 15 PERKEMBANGAN REHABILITASI/PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN PELAYARAN 1973/74 - 1978/79 R e a l i s a s i Jenis Fasilitas (1) I. Perambuan dan Penerangan Pan tai 1. Elektrifikasi Menara Suar 1973/74 1974/75 1975/76 (2) 7 11 3. Pelampung Suar 13 4. Anak Pelampung 26 5. Lampu pe labuhan 2 7. Supply Ves sel 8. Wacht Boat (Kapal Ram bu) 9. Pangkalan Bantu Sara na Navigasi 4 (5) 12 12 ( 6) (7) 7 9 11 13 25 9 17 7 5 6 - - - - - - 10 - 7 2 5 - 5 14 2 - 2 - 2 1 1 2 - - 2 1 1 1 1 - 1 - - - 1 - - 5 - 1 - - 2 - 26 35 40 55 - 20 38 23 19 - - 30 - 15 2 - 10. Bengkel 11. Dermaga - 12. Rehabilitasi Kapal - 13. Asrama ABK/JKLM - 14. SBB - 621 1976/77 1977/78 1978/79 (4) 4 2. Rambu Suar 6. Bouy tender (3) 622 masih terbatas. Usaha nasional baru mampu menangani masalah peng angkutan kerangka kapal, sedang untuk kegiatan di bawah air lainnya masih digunakan usaha asing. Perkembangan produksi reparasi/docking dapat dilihat dalam Tabel IX -- 16 dan Grafik IX-6. TABEL IX – 16 PERKEMBANGAN PRODUKSI REPARASI/DOCKING, 1973/74- 1978/79 Tahun/Uraian 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 Rencana (Dwt) Realisasi (Dwt) 473.250 610.000 605.000 750.000 710.000 800.000 1.145.00 0900.000 1.410.00 0900.000 1978/7 9 1.995.0 00 950.00 0 Bila dibandingkan perkembangan realisasi produksi reparasi/ docking pada tahun 1978/79 terdapat kenaikan sekitar 56% dari tahun 1973/74. 3. Perhubungan Udara Sebagai hasil usaha peningkatan jasa angkutan udara telah d ioperasikan pesawat udara dengan kapasitas yang besar dan kecepatan tinggi yang diikuti dengan pengembangan fasilitas dan peralatan di darat yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Perkembang an angkutan udara yang diperkirakan hanya sebesar 16% s etahun selama Repelita II ternyata telah berkembang dengan lebih cepat. Kenaikan rata-rata untuk angkutan penumpang adalah sebesar 21,8% per tahun dan untuk angkutan barang 21,6% per tahun. Peningkatan hasil angkutan adalah juga sebagai hasil dari pengemba ngan armada, perluasan fasilitas jaringan dan penambahan frekwensi penerbangan beserta perbaikan dan peningkatan prasarana perhubungan udara yang berkembang secara lebih seimbang dan saling menunjang. Perkem bangan angkutan udara dalam negeri sejak tahun 1 974 sampai tahun 1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 17 dan Grafik IX - 7. Dalam tahun 1978 armada penerbangan seluruhnya terdiri dari 598 buah pesawat udara, 119 buah di antaranya berupa pesawat udara ukuran besar yang dioperasikan oleh perusahaan -perusahaan yang melayani penerbangan yang teratur. Perkembangan kapasitas armada ang 623 GRAFIK IX – 6 PERKEMBANGAN PRODUKSI REPARASI/DOCKING, 1973/74 – 1978/79 624 TABEL IX-17 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1968, 1973 – 1978 Uraian 1968 1973 1974 1975 1976 1977 1978 Km Pesawat (ribuan) 11.218 33.194 42.448 Penumpang diangkut 382.285 1.649.217 2.126.053 46.972 2.323.148 55.377 2.782.980 59.142 3.372.560 65.958 3.979.557 Barang (ton) - 13.790 19252 22.619 28.781 32.908 35.822 Jam terbang 40.636 55.304 106.321 115.820 137.423 151.281 166.031 Ton/Km tersedia (ribuan) 46.195 213.925 264.461 302.570 378 .925 489.816 422.400 Ton/Km produksi (ribuan) 27.352 115.062 144.401 164.955 196.602 293.591 253.716 59 54 55 55 52 60 62 Faktor muatan (%%) 625 GRAFIK IX – 7 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1968, 1974 – 1978 626 (Sambungan Grafik IX – 7) 627 628 kutan udara dalam negeri adalah disebabkan karena bertambahnya jumlah pesawat yang dioperasikan dan karena dioperasikannya pesawat-pesawat berukuran besar dengan daya angkut yang besar dan de ngan kecepatan yang tinggi, antara lain pesawat bermesin turbojet seperti F. 28 dan DC. 9, sedang untuk penerbangan internasional juga diterbangkan pesawat udara yang berdaya angkut besar dengan kecepatan tinggi seperti DC. 10. Kemampuan armada angkutan udara ini akan terus ditingkatkan dan disesuaikan dengan permintaan dan peme rataan pelayanan sampai ke daerah-daerah terpencil. Pesawat udara jenis Cassa 212 sebagai hasil perakitan dalam negeri telah berhasil di gunakan untuk penerbangan komersial. Perkembangan armada angkut an udara dalam negeri dapat dilihat dalam Tabel IX - 18 dan Grafik IX - 8. TABEL IX- 18 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1973 - 1978 Jenis pesawat udara 1973 1974 1975 1976 1977 1978 Bermesin piston Bermesin turboprop Bermesin turbojet 14 25 16 14 30 20 20 35 32 20 39 46 8 50 56 8 53 58 Pelayanan penerbangan antara berbagai kota besar dan ibukota propinsi telah dapat ditingkatkan dengan menggunakan pesawat udara bermotor jet seperti F-28 dan DC-9. Demikian juga penerbangan "Shuttle" yang telah dilaksanakan antara Jakarta - Surabaya dan antara Jakarta -- Semarang pulang pergi akan dilihat kemungkinannya untuk diterapkan pada jalur-jalur lainnya yang cukup padat. Peningkatan kegiatan angkutan udara, baik angkutan dalam ne geri maupun internasional terus diikuti dengan jalan peningkatan ke waspadaan dalam bidang keselamatan dan keamanan opera sinya dengan peningkatan pemeriksaan dan perbaikan terhadap pesawat dan peralatan-peralatan navigasi yang berada di darat. Dalam menunjang program transmigrasi telah diadakan percobaan pengangkutan para transmigran dengan menggunakan pesawat udara 629 GRAFIK IX - 8 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1973 – 1978 630 untuk jalur Jakarta - Padang dan Jakarta - Jambi dengan mengangkut sekitar 1.167 orang transmigran dan 20.546 kilogram barang, dan percobaan ini berhasil dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan dalam menunjang program transmigrasi Pemerintah menyediakan sejumlah pesawat. Program pariwisata telah dapat ditunjang dengan diadakannya pe nerbangan charter di samping peningkatan penerbangan teratur dari luar negeri langsung ke Bali dan tempat-tempat tujuan pariwisata lainnya. Pelayanan untuk kota-kota kecil beserta daerah terpencil dilakukan dengan terus meningkatkan penerbangan perintis yang telah meli puti 76 lokasi yang tersebar pada 22 propinsi, dan yang dalam tahun 1978 telah mengangkut penumpang sekitar 219.519 orang dan barang seberat 2.017.600 kilogram barang termasuk angkutan pos. Dibanding dengan realisasi tahun 1977 di mana telah diangkut sekitar 214.053 orang penumpang dan 1.801.866 kilogram barang dan angkutan pos, hal ini berarti ada kenaikan sebesar 2,5% untuk penumpang dan 12% untuk barang. Armada penerbangan perintis ini terdiri dari 19 pesawat udara jenis DHC-6 (twin otter) dan 2 buah Cassa 212. Jemaah haji udara yang diangkut pada tahun 1977 adalah sekitar 27.660 orang, yang merupakan 81 % dari seluruh jemaah haji Indone sia. Pada tahun 1978 telah dapat diangkut sekitar 72.744 orang jemaah haji yang merupakan 100% dari jemaah haji Indonesia pada tahun itu. Jadi terdapat kenaikan sekitar 163 % dalam pengangk utan jemaah haji dibanding dengan tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam penyelenggaraan angkutan jemaah haji antara lain telah diusahakan penerbangan langsung ke Jeddah dari daerah -daerah asal dengan menggunakan pesawat berbadan lebar. Dalam tahun 1978 telah dicapai berbagai perjanjian penerbangan (air agreement) dengan luar negeri. Di samping itu terus ditingkatkan kegiatan penerbangan regional dengan negara-negara tetangga. Hal ini telah meningkatkan perkembangan angkutan udara internasional. Dalam tahun 1978 telah dapat diangkut penumpang sekitar 461.464 orang dan barang sekitar 5.702 ton. Bila dibandingkan dengan realisasi ang - 631 kutan tahun 1977 di mana baru dapat diangkut 426.958 orang penumpang dan 4.936 ton barang, ini berarti terdapat kenaikan 8% dalam angkutan penumpang dan 15,5% dalam angkutan barang. Dalam angkutan penumpang dan barang pada penerbangan internasional pada tahun 1978 terdapat kenaikan sekitar 10% untuk angkutan penumpang dan sekitar 7,7 % untuk angkutan barang bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 1.977. Perkembangan angkutan udara internasional dalam tahun 1974 sampai dengan tahun 1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 19 dan Grafik IX - 8. Peningkatan fasilitas meliputi landasan, peralatan navigasi udara, peralatan telekomunikasi udara, dan peralatan pemadam kebakaran sebagai unsur pelayanan terhadap operasi penerbangan; sedang pra sarana untuk pelayanan umum, seperti gedung terminal, tempat par kir kendaraan keluar masuk dan fasilitas pelayanan umum lainnya juga ditingkatkan dengan menerapkan skala prioritas sesuai dengan keperluan dan kemampuan pembiayaannya. Peningkatan fasilitas untuk keselamatan penerbangan berupa pemasangan radar, telah dilaku kan di Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Semarang, Denpasar dan Ujung Pandang; sedang ILS (Instrument Landing Services) telah dipasang di Jakarta dan Denpasar, dan sedang direncanakan pemasangan ILS di Palembang, Ujung Pandang dan di 4 lokasi lain nya. Pemasangan peralatan tersebut di atas adalah dalam rangka mengimbangi peningkatan dan pengembangan angkutan udara yang menggunakan pesawat udara berkemampuan tinggi (high performance aircraft). Keadaan pelabuhan udara dalam tahun 1978 adalah sebagai ber ikut : 13 buah berkemampuan operasional sampai dengan jenis pesawat udara DHC-6/DC-3; 14 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat jenis F-27; 19 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis F-28; 7 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC-9; 2 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC -8; 2 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC10 dan 2 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis B-747. 632 TABEL IX -19 PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL, 1968,1973 - 1978 Uraian Tahun 1968 1973 1974 1975 1976 1977 1978 Penumpang (orang) 69.170 97.098 109.840 134.675 169.985 245.217 269.746 Barang (ton) Jam terbang Ton Km tersedia (ribuan) 3.312 6.875 90.493 3.125 10.340 127.348 3.574 10.429 180.340 3.635 11.791 216.824 3.318 14.377 291.371 3.953 17.016 396.607 4.257 17.789 446.362 Ton Km Produksi (ribuan) 29.047 62.674 80.620 87.917 97.412 146.353 155.800 32 49 45 41 33 37 Faktor muatan (%) 35 633 GRAFIK IX - 8 PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI, 1.973 - 1978 634 (Sambungan Grafik IX - 9) 635 (Sambungan Grafik IX - 9) 636 Dalam usaha mengimbangi peningkatan kegiatan angkutan udara, baik yang berupa peningkatan frekwensi penerbangan, peningkatan fasilitas-fasilitas perhubungan udara, maupun peningkatan teknologinya, selalu dilakukan peningkatan dan penambahan tenaga akhli dan tenaga trampil di berbagai bidang. Pendidikan dan latihan guna me ningkatkan tenaga akhli dan tenaga trampil ini dilaksanakan di Pusat Latihan Penerbangan di Curug - Tangerang dan di luar negeri. 4. Pos dan Giro Selama Pelita l dan Pelita II, Pos dan Giro telah berusaha me ningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa. Dalam rang ka meningkatkan usaha tersebut telah banyak dibangun kantor pos pembantu di kecamatan-kecamatan tersebar merata di seluruh Indonesia, di daerah-daerah transmigrasi, daerah-daerah pemukiman baru dan daerah-daerah terpencil. Untuk kota-kota besar dibangunlah kantor pos besar/I, kantor kepala daerah pos, kantor sentral giro dan disediakan kendaraan roda dua ataupun roda empat sebagai angkutan pos dan sebagai kantor pos keliling, sehingga jaringan hubungan komunikasi melalui pos telah dapat terjalin dari kota-kota besar sampai daerah-daerah terpencil. Dalam tahun terakhir Pelita 11 telah direncanakan pembangunan kantor pos pembantu sebanyak 134 buah dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia, di antaranya 80 buah sudah selesai. Juga telah dibangun 3 buah gedung kantor pos besar kelas I masing-masing di Semarang, Menado dan Kupang. Disamping itu juga dilakukan penambahan fa silitas angkutan sebagai penunjang operasional pos dan giro, berupa motor sebanyak 120 buah dan kendaraan pos sebanyak 26 buah. Selama Pelita II, dari tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/ 79, telah dapat diselesaikan pembangunan 459 buah kantor pos pem bantu, 9 buah kantor pos besar kelas I, di antaranya 1 buah kantor biro daerah pos di Bandung dan 1 buah gedung sentral giro di Surabaya. Di samping itu disediakan kendaraan bermotor sebanyak 560 buah terdiri dari kendaraan pos dan sepeda motor. Data pengembangan pembangunan dapat dilihat dalam Tabel IX - 20 di atas. 637 TABEL IX-20 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KANTOR POS DAN SARANA PENUNJANG 1969/70,1973/74 - 1978/79 *) ditambah dengan pekerjaan lanjutan 1977/78. **) dalam pelaksanaan. 638 Sejalan dengan meningkatnya pelayanan jasa Pos dan Giro telah diusahakan untuk mempercepat waktu tempuh kiriman pos, yaitu untuk pos udara maksimum 3 hari dengan frekwensi 2 kali seminggu tanpa melalui kantor singgah dan ditambah 2 hari lewat kantor sing gah. Kemajuan pelayanan dinas pos dan giro kepada masyarakat diiringi dengan meningkatnya volume lalu lintas pos dan giro dari tahun ke tahun sebagaimana dapat dilihat perkembangannya dalam Tabel IX - 21 dan Grafik IX - 9. Dalam tahun 1978/79 terdapat kenaikan arus lalu lintas pos biasa/kilat khusus sebesar 6,58%, paket pos 7,fi4% dan wesel pos 14.04%. Peredaran giro dan cekpos bertambah dengan 27,12 %, se dang tabungan pada Bank Tabungan Negara meningkat dengan 44,16%. Dari Tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa selama dalam Pelita I, dari tahun 1968-1973, perkembangan arus lalu lintas pos ratarata per tahun : untuk surat-surat pos 4,9%, dan dalam Pelita II meningkat rata-rata 7,4% sedangkan wesel-pos rata-rata naik 36,9%. Dalam Pelita II bertambah sebesar 24,9%. Peredaran giro dan cek pos meningkatkan dengan 52,4%, dan dalam Pelita II dengan 32,7 %. Tabungan pada Bank Tabungan Negara bertambah dengan 114,4% dan dalam Pelita II peningkatannya mencapai 61,5%. Diharapkan hubungan pos di tahun-tahun mendatang akan lebih lancar setelah dinas pos keliling dan dinas pos pedesaan ditingkatkan fasilit as angkutannya. 5. Telekomunikasi Kebijaksanaan yang ditempuh di bidang telekomunikasi selama ini adalah melaksanakan otomatisasi sambungan telepon di kota -kota besar, memperluas pelayanan telepon sampai daerah Kabupaten per luasan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) dan peningkatan kapasitas telex dan telegrap. Selama Pelita II telah dibangun sentral-sentral telepon otomat, sehingga kapasitasnya meningkat dari 126.000 sambungan menjadi 423.600 sambungan. Penambahan jumlah sambungan telepon ini dilaksa nakan bersama dengan pengembangan jaringan 639 TABEL IX - 21 PERKEMBANGAN ARUS LALU-LINTAS SURAT POS PAKET-POS DAN LALU-LINTAS UANG POS, 1968, 1973 - 1978 Uraian 1968 1973 1974 1975 1976 1977 1978 Surat pos biasa/kilat (ribuan) 138.881 176.541 187.233 199.840 200.564 236.703 252.295 Paket pos - 494.711 613.953 794.082 772.460 848.086 912.964 Wesel pos 9,50 45,65 63,30 81,29 99,48 121,71 138,81 Peredaran giro dan cek pos (milyar rupiah) 24,80 204,19 325,61 426,43 471,45 660,59 840,34 Tabungan pada Bank Tabungan Negara (jutaan rupiah) 31,21 1.414,98 2.325,82 4.435,18 7.042,17 (milyar rupiah) 640 10.908,80 15.256,00 641 interlokal lewat Satelit Domestik Palapa sehingga kebutuhan lalu lintas telepon lokal dan interlokal, telegrap, telex dan data transmisi dapat dipenuhi dengan lebih memadai. Perkembangan yang dapat dicapai dalam bidang telekomunikasi dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian sebagai berikut : a. Perkembangan di bidang perteleponan 1. Telepon Selama tahun 1978/79 telah diselesaikan penambahan fasilitas telepon sebanyak 227.500 sambungan, yaitu 181.500 sambungan di Jakarta dan 46.000 sambungan di kota-kota lain di Indonesia. Di samping itu juga diselesaikan pembangunan Sentral Telepon Otomat (STO) di 79 kota, antara lain kota Banda Aceh, Ujung Pandang, Banjarmasin, Manado, Ambon, dan Mataram untuk menampung peralatan semi elektronik seperti PRX, Metaconta, Pentaconta dan lain-lain. Pembangunan ini juga akan diikuti oleh pemasangan kabel untuk mendukung pemanfaatan proyek Telekomunikasi Nusantara ini. Perkembangan jumlah kapasitas telepon dapat dilihat dari angka-angka kapasitas telepon pada tahun 1973 dan tahun 1978 seperti tercantum dalam Tabel IX - 22. TABEL IX-22 PERKEMBANGAN KAPASITAS TELEPON DI INDONESIA (satuan sambungan) Kapasitas 1968 1973 1978 Sentral Otomat 90.747 126.000 423.600 Sentral Tangan BS (Batere Sentral) 71.218 40.800 40.800 Sentral Tangan BL (Batere Lokal) 27.677 66.100 66.100 189.642 232.900 530.500 Jum1ah Tabel di atas menunjukkan bahwa antara tahun 1968 dan 1973 kapasitas telepon otomat bertambah dengan rata -rata 6,8 % per 642 tahun. Dan selama tahun 1973 - 1978 bertambah dengan rata-rata 27,5% per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan permintaan masyarakat akan jasa telepon. 2. Telegram/Telex Sungguhan pada tahun 1978 telah ditambah fasilitas telex seba nyak 7.360 unit di beberapa kota, tetapi dalam kenyataannya kebu tuhan masyarakat akan unit telex dan telegrap baru, baik di Jakarta maupun di kota-kota lainnya, masih jauh lebih besar dari jumlah fasilitas yang tersedia. a. Perkembangan di bidang transmisi 1. Satelit Domestik Dengan adanya Sistem Komunikasi Satelit Domestik yang di dukung oleh sistem-sistem lainnya seperti Gelombang Mikro dan Troposcatter, maka hubungan antara ibukota propinsi dan kota-kota besar lainnya di seluruh Indonesia menjadi lebih lancar. Jaringan komunikasi tersebut bahkan akan diperluas sampai ke ibukota Kabupaten. Pada akhir tahun 1978 melalui Setasiun Bumi Kecil, ibukota propinsi Timor Timur, Dili telah dapat dihubungkan dengan semua ibukota propinsi lainnya. Mengingat usia Satelit Palapa Al dan A2 Generasi Pertama yang akan berakhir pada tahun 1983/1984, maka Satelit Palapa Generasi Kedua (Palapa B) sedang dipersiapkan rencana peluncuran nya. Dalam tahun 1979/1980 survai desain dan persiapan lainnya akan di selesaikan. Direncanakan peluncuran satelit tersebut akan dilakukan pada tahun 1983 mendatang. Dalam rangka meningkatkan kerja sama ASEAN dan untuk memaksimalkan pemanfaatan Satelit Palapa telah dirintis kerja sama di bidang telekomunikasi dengan negara Philipina, Malaysia dan Muangthai. Di samping itu kerja sama telekomunikasi dengan Singapura telah pula disetujui melalui hubungan kabel laut yang di rencanakan akan mulai beroperasi pada tahun 1981. 643 2. Gelombang Mikro Proyek gelombang mikro yang telah diselesaikan sampai pada tahun 1978 : adalah proyek gelombang mikro Jawa - Bali, Trans Sumatera, Medan-Banda Aceh dan Indonesia Bagian Timur. Jaringan ini meliputi kota-kota Medan, Jakarta, Denpasar, Ujungpandang yang sudah dapat dihubungkan secara langsung melalui Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ). Jaringan gelombang mikro ini akan diperluas sesuai dengan tuntutan perkembangan pembangunan. 6. Meteorologi dan Geofisika Sampai tahun 1973/74 rehabilitasi stasion-stasion meteorologi dan geofisika meliputi sebanyak 34 buah stasion meteorologi pener bangan dan 4 buah stasion geofisika. Dalam tahun tersebut juga dapat diselesaikan pembangunan sebuah stasion cuaca pertanian biasa dan 220 buah pengamatan hujan. Usaha-usaha rehabilitasi yang telah dirintis selama. Pelita I, terus dilanjutkan dalam Pelita II. Di samping itu dilakukan pula pembangunan baru stasion-stasion meteorologi terutama di lapangan-lapangan terbang perintis dan pembangunan stasion-stasion meteorologi maritim. Sampai tahun 1978/79 rehabilitasi/pembangunan stasion -stasion meteorologi dan geofisika meliputi 75 buah stasion penerbangan/sy noptic, 9 buah stasion meteorologi maritim, 4 buah stasion cuaca pertanian utama dan 19 buah stasion geofisika. Dalam tahun ini telah pula dibangun sampai selesai 4 buah stasion cuaca pertanian biasa, 2 buah stasion cuaca pertanian khusus, 672 buah pengamatan hujan dan 29 buah pengamatan penguapan. Hasil-hasil rehabilitasi/pembangunan yang dicapai selama Pelita II secara kumulatif meliputi 75 buah stasion meteorologi penerbang an/synoptic, 9 buah stasion meteorologi maritim, 4 buah stasion cuaca pertanian utama, 16 buah stasion cuaca pertanian biasa, 27 buah stasion cuaca pertanian khusus, 2.745 buah pengamatan hujan dan 160 buah pengamatan penguapan. Perkembangan rehabilitasi/pemba ngunan meteorologi dan geofisika dari tahun 1973/74 - 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX-23 berikut: 644 TABEL IX-23 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, 1973/74 - 1978/79 645 Selain dari pada hasil-hasil tersebut di atas, pada tahun 1974 telah diterbitkan peta hujan seluruh Indonesia. Juga telah dibuat peta pusat gempa bumi (epicentrum) untuk seluruh daerah di Indonesia. Dengan berhasilnya rehabilitasi/pembangunan tersebut jam ope rasi sudah dapat ditingkatkan. Juga telah berhasil ditingkatkan ke telitian data serta kecepatan pengumpulan dan penyebaran data. Dengan demikian maka pelayanan data-data bertambah baik dalam kwalitas maupun kwantitasnya. Hubungan kerja-sama internasional antara lain meliputi kerja sama Asean dalam membuat atlas iklim dan statistik klimatologi dan kerja-sama Asia Tenggara dalam usaha pembuatan peta pembagian daerah gempa bumi di wilayah negara-negara tersebut. Kerja-sama ini disponsori Organisasi Meteorologi Sedunia (WMO) dalam program penelitian atmosfir dan program penelitian cuaca dan bantuan teknik dari W.M.O. dengan UNDP dalam rangka peningkatan stasion meteorologi pertanian. II. PARIWISATA Dalam masa Repelita I dan Repelita II perkembangan kepariwisataan Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang menggembira kan, walaupun angka pertumbuhan yang direncanakan dalam Repelita I dan Repelita II sebesar 14% setahun belum tercapai. Tingkat pertumbuhan yang dicapai rata-rata 11,6% per tahunnya. Pertumbuhan ini masih dalam batas kemampuan nasional yang wajar dalam menam pung pertumbuhan arus wisatawan asing dari luar kawasan Indonesia. Pembangunan kepariwisataan nasional hingga Repelita II tergan tung kepada pembangunan sektor lain, sehingga untuk mengembang kan obyek ataupun atraksi wisata pada suatu daerah harus pula di lakukan dalam suatu perencanaan yang terpadu. Pertumbuhan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia selama Repelita II dapat terlihat dalam Tabel IX - 24 dan Grafik IX - 10. 646 TABEL IX - 24 ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA, 1973 - 1978 Tahun Jumlah Wisatawan 1973 273.303 1974 313.452 1975 366.293 1976 401.237 1977 486.779 1978 488.614 Dalam tahun 1978 wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia adalah sebanyak 488.61.4 orang. Diharapkan dalam tahun -tahun mendatang jumlah ini akan terus meningkat. Hingga akhir Repelita II telah dapat diselesaikan 10 daerah tujuan wisata, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogya karta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Kesepuluh daerah wisatawan ini telah siap untuk menampung arus wisatawan asing maupun domestik, karena baik sarana pengang kutan, akomodasi, maupun sarana penunjang lainnya telah sejalan pembangunannya dengan pembangunan daerah tujuan tersebut. Masa lah yang masih dihadapi adalah segi pemasarannya yang masih perlu ditingkatkan di masa mendatang. Dalam Repelita III ini masih akan dilanjutkan dibuka lagi beberapa daerah di luar 10 daerah yang telah ada, sehingga seluruh daerah di Indonesia akan merupakan suatu paket wisata yang dapat lebih menarik wisatawan asing berkunjung ke Indonesia. Langkah-langkah untuk membuat Indonesia sebagai daerah tujuan wisata di dunia masih terus dilaksanakan. Usaha-usaha dalam hal tersebut yang telah dijalankan meliputi antara lain : telah dibukanya 647 GRAFIK IX – 11 ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA 1973 - 1978 648 beberapa kantor penerangan pariwisata di Eropa Barat, Amerika Se rikat, Jepang, Australia dan Singapura. Usaha lainnya adalah ikut sertanya Indonesia dalam pameran dagang di luar neger i, pengiriman misi kesenian dan penyelenggaraan promosi secara terus -menerus melalui media penerangan, persurat kabaran, majalah di luar negeri. Pembinaan wisata remaja telah pula menunjukkan suatu kemajuan yang menggembirakan. Para pelajar dan mahasiswa telah memanfaatkan masa liburnya untuk mengunjungi secara kelompok obyek -obyek wisata yang tersebar di seluruh daerah. Hal ini sangat bermanfaat, karena segi pendidikan lebih menonjol jika dibanding dengan segi rekreasinya. Di samping itu mereka juga akan merasa bangga sebagai tamu di negaranya sendiri. Usaha kearah penyuluhan akan dilanjutkan melalui para pengajar dan melalui tempat -tempat pendidikan. Di beberapa daerah telah pula mulai dibangun fasilitas untuk perkemahan (camping ground) hasil swadaya Pemerintah Daerah yang terbuka untuk para remaja, pramuka, serta para pelajar dan mahasiswa untuk memanfaatkan masa liburnya. Penyediaan fasilitas pengangkutan dan akomodasi telah pula di tingkatkan. Antara lain telah dibuka jalur -jalur penerbangan antara Indonesia dan sumber wisatawan internasional melalui penerbangan secara borongan (package tour). Di samping pembangunan juga pere majaan serta peningkatan mutu hotel-hotel terus dilanjutkan, agar sejauh mungkin dapat menampung arus wisatawan asing dan wisat awan domestik. Jumlah hotel dan penyediaan kamar di beberapa daerah yang telah berhasil ditingkatkan sampai tahun 1977 dapat terlihat dalam Tabel IX - 25 berikut 649 TABEL IX - 25 KAPASITAS HOTEL/JUMLAH KAMAR DI INDONESIA, TAHUN 1977 I Daerah DKI Jakarta Jawa Barat Ba1i Jawa Timur Jawa Tengah Yogyakarta Sulawesi Selatan Sumatera Barat Sulawesi Utara Jumlah Hotel Jumlah kamar 122 421 180 414 451 150 54 61 101 9.223 7.452 3.902 6.790 6.061 1.895 523 3.597 2.913 1.954 42.356 Dalam bidang pembinaan industri pariwisata telah mulai dilakukan penyuluhan terhadap para pengusaha dan usaha memperkuat posisi modalnya dengan cara kredit baik kredit mini, kredit investasi kecil maupun kredit yang lain yang dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu hasil kerajinannya. 650