PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK

advertisement
PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK
DAN PERHUBUNGAN
4
BAB IX
PRASARANA : PENGAIRAN, LISTRIK DAN PERHUBUNGAN
A. PENGAIRAN
Dalam pembangunan sektor pertanian, yang memperoleh prioritas
utama dalam Repelita II, peranan pengairan sangat menentukan, ter utama untuk peningkatan produksi pangan. Di samping untuk menun jang usaha-usaha peningkatan produksi pangan, pembangunan sub
sektor pengairan ini dimaksudkan pula untuk (1) meningkatkan kese jahteraan para petani melalui penyediaan air irigasi, (2) mengamankan
daerah pemukiman dan produksi pangan dari bencana banjir, dan
(3) menunjang pembangunan industri, baik melalui pembangunan
instalasi listrik tenaga air maupun melalui penyediaan air untuk bahan
baku industri. Di samping itu, dalam rangka meningkat kan kesehatan
masyarakat baik di kota maupun di pedesaan, pembangunan pengairan
juga dimaksudkan untuk menunjang usaha-usaha penyediaan air baku
yang memenuhi persyaratan kesehatan untuk keperluan rumah tangga.
Dalam usaha pembangunan tersebut dilakukan berbagai jenis kegiatan yang terutama meliputi kegiatan-kegiatan perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang ada, pembangunan jaringan irigasi baru, rekla masi daerah rawa dan usaha-usaha pengaturan serta pengembangan
sungai-sungai. untuk menunjang kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan juga
kegiatan-kegiatan penelitian, survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan sub sektor
Pengairan selama Repelita II dapat dilihat pada Tabel IX - 1. Dari
tabel tersebut tampak bahwa dalam tahun terakhir Repelita II, yaitu
tahun 1978/79, dapat diselesaikan usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan irigasi seluas 70.498 ha, pembangunan jaringan irigasi baru
seluas 41.715 ha, perbaikan d an pengamanan sungai yang meliputi
567
TABEL IX – 1
HASIL PEMBANGUNAN PENGAIRAN, 1973/74 – 1978/79
(dalam Ha)
568
areal pengamanan seluas 62.228 ha dan pengembangan daerah rawa
serta daerah pasang surut untuk persawahan baru seluas 122.604 ha.
Irigasi yang dibangun sebagian besar terdiri dari irigasi sederhana,
yaitu irigasi yang masing-masing meliputi areal pengairan kurang dari
dua ribu hektar. Dalam hubungan ini perlu disebutkan bahwa selesai nya pembangunan suatu jaringan irigasi baru belum berarti bahwa
jaringan itu akan langsung berguna secara efektif. Agar suatu jaringan
irigasi baru berguna secara efektif diperlukan kegiatan lain yang,
penting, yakni pencetakan sawah oleh para pemilik tanah di
daerah irigasi tersebut. Mengingat pentingnya, maka untuk pencetakan
sawah Pemerintah memberikan bantuan berupa penyediaan kredit
disertai dengan bimbingan teknis yang diperlukan.
Di samping tergantung pada pencetakan sawahnya kegunaan iri gasi baru secara efektif dapat juga terhalang apabila diwilayah yang
bersangkutan pembangunan saluran tertier dan kwarternya belum ada
atau belum selesai. Pembangunan saluran-saluran tertier dan kwarter
pada dasarnya harus dilaksanakan oleh masyarakat yang memperoleh
manfaat dari irigasi.
Pada tahun-tahun pertama Repelita II, pembangunan saluransaluran tertier dan kwarter tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Untuk mengatasi persoalan ini maka telah ditempuh kebijaksanaan
baru. Sejak itu seluruh biaya bangunan air dan sebagian biaya peng galian saluran tertier ditanggung oleh Pemerintah, sedangkan sebagian
lagi dibebankan pada petani pemilik sawah. Biaya penggalian
yang ditanggung Pemerintah disediakan melalui program Das wati II atau Padat Karya. Selanjutnya, biaya pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi yang sudah selesai dibangun atau direhabilitasi
disediakan Pemerintah melalui program Inpres Daswati I.
Pengaturan serta pengembangan sungai dan rawa antara lain dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengamanan daerah produksi
pertanian dan daerah padat penduduk terhadap bahaya banjir. Di
samping itu pengembangan sungai dan rawa juga dimaksudkan untuk
memperoleh tambahan areal pertanian dari pembukaan areal persawahan pasang surut dan reklamasi sederhana daerah rawa.
569
Untuk menunjang kegiatan-kegiatan di atas, maka kegiatan-kegiatan perencanaan untuk mendapatkan pola induk pengembangan
dan pemanfaatan sumber-sumber air telah ditingkatkan. Berdasarkan
pola induk ini kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumber-sumber air dapat dikaitkan dengan usaha-usaha pembangunan wilayah secara terpadu.
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, eksploitasi dan pemeliharaan hasil pembangunan irigasi yang telah dicapai merupakan kegiat an yang makin memerlukan perhatian. Kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan melestarikan
pendayagunaan prasarana pengairan yang telah dibangun secara optimal. Dalam kaitannya dengan usaha melestarikan pendayagunaan
jaringan irigasi itu, usaha pencegahan penggundulan dan kerusakan
hutan, terutama di daerah hulu sungai, memegang peranan yang sa ngat menentukan. Demikian juga kegiatan-kegiatan reboisasi dan
penghijauan yang sejak Repelita II terus ditingkatkan.
Dalam melaksanakan program pembangunan sub sektor pengairan telah timbul beberapa masalah yang semula belum diperkirakan,
antara lain masalah-masalah pembebasan tanah, ganti rugi tanah dan
perubahan-perubahan teknis yang menyangkut perubahan desain sehingga volume pekerjaan lebih besar dari yang direncanakan semula.
Masalah-masalah itu pada dasarnya dapat diselesaikan, tetapi penye lesaiannya memakan waktu dan mengakibatkan meningkatnya biaya
pelaksanaan proyek yang bersangkutan.
Demikianlah garis besar gambaran mengenai pembangunan dalam
sub sektor pengairan selama Repelita II. Di bawah ini diberikan gam baran yang sedikit lebih terperinci mengenai pelaksanaan program program pengairan selama tahun-tahun 1974/75 -1978/79.
1. Program Perbaikan dan Penyempurnaan Irigasi
Seperti tahun-tahun sebelumnya program perbaikan dan penyempurnaan irigasi dalam tahun 1978/79 adalah melanjutkan perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang telah ada. Program ini meliputi pro yek-proyek Prosida (Cisadane, Rentang, Ciujung, Cirebon, Semarang,
570
Demak, Kudus, Pemali Comal, Pekalen Sampean, Madiun dan
Sadang), proyek Jatiluhur, Way Seputih/Way Sekampung, Gambarsari/Pesanggrahan, Delta Brantas, Tabo-Tabo, Serayu, Lalung, Mbay,
Simalungun, Jurang Sate dan Lembor. Beberapa proyek Prosida, se perti Cisadane, Ciujung, Rentang dan Pemali Comal, sudah hampir
selesai.
Agar irigasi yang sudah selesai dibangun dapat dimanfaatkan
dengan lebih efisien, maka dalam tahun ini dilaksanakan pula pe nyempurnaan pembangunan saluran tertier dan saluran pembuang.
Perbaikan dan penyempurnaan irigasi terutama dilaksanakan terhadap irigasi yang berada dalam keadaan rusak dan tidak berfungsi
lagi.
Untuk tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79 proyek Pro sida merencanakan untuk merehabilitasi jaringan utama yang meliputi
areal seluas lebih kurang 375.000 ha. Dalam tahun 1978/79 proyek
Prosida telah merehabilitasi jaringan irigasi utama yang diperkirakan
dapat mengairi areal seluas 56.469 ha.
proyek irigasi Jatiluhur meliputi tiga daerah pengairan, yai tu
daerah pengairan Utara seluas 248.343 ha, daerah pengairan Sela tan seluas 56.423 ha dan daerah pengairan tadah hujan seluas 36.477
ha. Di samping pembangunan jaringan irigasi baru yang akan meng hasilkan perluasan daerah pengairan teknis, dalam rangka proyek
ini juga dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi utama, saluran tertier dan saluran pembuang yang telah ada.
Proyek irigasi Jatiluhur secara keseluruhan akan dapat mengairi
areal seluas 341.243 ha. Sampai tahun 1978/79 s eluruh jaringan utamanya yang meliputi areal seluas 197.342 ha, telah selesai direha bilitasikan. Pembangunan sisanya yang meliputi areal seluas 114.901
ha dan sebagian merupakan areal irigasi baru, masih akan dilanjut kan pelaksanaannya.
Dalam tahun 1978/79 telah selesai dilaksanakan pembangunan
jaringan tertier untuk areal seluas lebih kurang 57.000 ha. Pemba ngunan seluruh jaringan tertier di kawasan proyek irigasi Jatiluhur
direncanakan akan dapat selesai pada tahun 1982/83.
571
2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi Baru
Program ini meliputi proyek-proyek irigasi sedang kecil dan proyek irigasi sederhana yang tersebar di seluruh propinsi dan proyek proyek khusus, seperti Gumbasa, Krueng Jrue, Kedu Selatan, Kali
Progo, Dumoga, Lodoyo, Cidurian, Sungai Dareh Sitiung, Way Umpu/
Way Pangubuan, Luwu, Binuang dan Semboja.
Dalam tahun 1978/79 proyek irigasi sedang kecil dan proyek iri gasi sederhana diperkirakan dapat membuka areal seluas 51.459 ha
yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia, Karena bersifat "quick
yielding", artinya dapat memberikan hasil dalam jangka waktu relatif singkat, maka proyek ini dalam pembangunan pengairan mem peroleh prioritas utama.
Lain halnya dengan proyek irigasi khusus. Proyek ini bertujuan
membangun sistem pengairan teknis, sehingga penyelesaian proyek ini
relatif lebih lama dibandingkan dengan proyek irigasi sederhana dan
irigasi sedang kecil. Beberapa gambaran dari pelaksanaan proyek proyek irigasi khusus adalah sebagai berikut
a. Proyek Irigasi Gumbasa di Sulawesi Tengah
Proyek irigasi Gumbasa mempunyai tujuan membuka areal persawahan baru. Pelaksanaan pembangunan bendungan telah selesai,
sedangkan pembangunan jaringan irigasi utamanya masih dalam tahap
penyelesaian. Apabila pembangunan jaringan tertier dan pe ncetakan
sawahnya telah dapat diselesaikan, maka proyek ini akan dapat meng airi areal seluas lebih kurang 12.000 ha. Dalam tahun 1978/79 telah
dilaksanakan pengukuran dan perencanaan jaringan tertier seluas
4.000 ha dan pembangunan bangunan-bangunan air dalam rangka pembangunan jaringan tertier untuk areal seluas 1.500 ha.
b. Proyek Irigasi Dumoga di Sulawesi Utara
Proyek ini direncanakan selesai tahun 1985. Kegiatannya dalam
tahun 1978/79 adalah melanjutkan pembangunan jaringan utama dan
572
saluran tertier. Apabila selesai seluruhnya, proyek ini akan dapat
mengairi areal seluas 13.807 ha, yang sebagian, yaitu seluas 5.207 ha,
akan memperoleh air dari jaringan irigasi baru Dumoga/Kasinggolan
dan sebagian dari jaringan Toraut.
Dalam rangka proyek ini sampai dengan tahun 1978/79 diperki rakan telah dapat diselesaikan pembangunan jaringan irigasi tertier
seluas 1.000 ha.
c. Proyek Irigasi Krueng Jrue di Aceh
Kegiatan proyek irigasi Krueng Jrue dalam tahun 1978/79 meru pakan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Apabila telah selesai
proyek ini diperkirakan akan dapat mengairi areal seluas 1.0.555 ha.
Dalam rangka proyek ini pada tahun 1978/79 diperkirakan telah di selesaikan pembangunan jaringan irigasi tertier untuk areal seluas
750 ha.
d. Proyek Irigasi Kedu Selatan di Jawa Tengah
Proyek Irigasi Kedu Selatan terutama meliputi proyek Irigasi
Sempor dan Wadas Lintang. Jika proyek ini selesai diperkirakan akan
dapat mengairi areal seluas 17.800 ha. Sampai tahun 1978/79 telah
dapat diselesaikan pekerjaan pembangunan jaringan utama (primer
dan sekunder) dan bangunan-bangunan pengairan lainnya.
e. Proyek Irigasi Kali Progo di Yogyakarta
Proyek irigasi Kali Progo bertujuan membuka daerah irigasi baru
dan rehabilitasi jaringan irigasi yang sudah ada, termasuk pembangunan saluran drainage dan pengaturan pencegahan banjir Kali Bo gowonto dan Kali Opak. Proyek ini apabila telah selesai akan dapat
mengairi areal seluas sekitar 30.000 ha; sampai dengan tahun 1978/
79 sudah dapat diselesaikan sebagian yang secara potensial dapat
mengairi areal seluas 6.846 ha.
f. Proyek Irigasi Way Jepara di Lampung
Kegiatan proyek ini merupakan lanjutan dari yang telah dilak sanakan tahun-tahun sebelumnya. Jaringan utamanya sebagian besar
573
sudah selesai. Apabila proyek ini telah selesai, dan demikian pula
pencetakan sawah serta pembangunan jaringan tertiernya, maka akan
dapat mengairi areal seluas 8.481 ha dengan areal drainasi seluas
2.900 ha.
g. Proyek Irigasi Way Umpu dan Way Pangubuan di Lampung
Proyek Irigasi Way Umpu dan Way Pangubuan juga merupakan
proyek lanjutan. Dalam tahun 1978/79 telah diselesaikan pembangun an bendungan dan jaringan utamanya. Apabila jaringan, irigasinya se lesai seluruhnya proyek ini diharapkan dapat mengairi areal seluas
kurang lebih 12.500 ha.
3. Program Pengaturan Serta Pengembangan Sungai dan Rawa
Program ini meliputi proyek perbaikan dan pengamanan sungai
dalam rangka penanggulangan banjir yang lokasinya tersebar di selu ruh Indonesia, proyek pengamanan sungai yang bersifat khusus, proyek penanggulangan akibat bencana alam, proyek pasang surut dan
proyek pengembangan daerah rawa.
Proyek perbaikan dan pengamanan sungai mencakup kegiatan
memperbaiki/memperkuat tanggul-tanggul sungai, pembuatan sodetan (coupure) dan pengerukan sungai yang dangkal. Selama tahun-tahun 1974/75 - 1977/78 telah dapat diamankan areal sekitar 369.000
ha dan dalam tahun 1978/79 diharapkan dapat diamankan areal se kitar 62.000 ha.
Proyek pengamanan sungai yang bersifat khusus meliputi sungai
Bengawan Solo, Citanduy, Wampu, Ular, Kali Brantas, Cisanggarung,
Arakundo dan proyek pengendalian banjir DKI Jaya. Proyek ini, di
samping untuk penanggulangan banjir di sekitar sungai-sungai tersebut, juga dimaksudkan untuk mengamankan daerah -daerah produksi pertanian. Di samping itu proyek-proyek ini juga dimaksudkan
untuk menunjang sektor industri, misalnya, untuk penyediaan listrik
tenaga air dan penyediaan air untuk keperluan perusahaan-perusahaan.
Proyek pengamanan akibat bencana alam dimaksudkan untuk
menanggulangi banjir lahar panas dan banjir lahar dingin di daerah
574
daerah sekitar G. Merapi G. Agung, G. Kelud, dan G. Semeru. Ke giatan utamanya berupa pembuatan kantong lahar serta penguatan te bing untuk mencegah terjadinya tanah longsor.
Di samping proyek-proyek tersebut, dalam rangka program pengaturan dan pengembangan sungai juga dilaksanakan proyek pa sang surut dan proyek pembangunan daerah rawa. Proyek ini bertu juan menambah luas areal tanah pertanian. Proyek pasang surut pada
tahun 1978/79 berhasil menambah areal pertanian seluas 116.252 ha
sedang proyek pengembangan daerah rawa menambah 6.070 ha. Da lam angka-angka areal ini termasuk pelaksanaan pekerjaan tahuntahun sebelumnya yang diselesaikan pada tahun 1978/79, yaitu seluas
71.734 ha dari proyek P4S dan seluas 3.189 dari proyek pengembangan daerah rawa.
4. Program Penelitian Pertanian dan Pengairan
Program ini bersifat sebagai penunjang program -program tersebut di atas dan meliputi proyek survai, penyelidikan dan perancangan
pengembangan sumber-sumber air, proyek pengembangan air tanah
untuk irigasi, proyek perbaikan keadaan danau dan proyek penyelidikan masalah air.
Proyek survai, penyelidikan dan perancangan sumber-sumber air
merupakan persiapan dalam penyusunan rencana induk pen gembangan wilayah sungai yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia. Kegi atan proyek pengembangan air tanah untuk irigasi dalam tahun 1978/
79 adalah melanjutkan pekerjaan tahun-tahun sebelumnya. Proyek
ini terutama dilaksanakan di daerah-daerah pertanian yang mengalami
kesukaran dalam mendapatkan air permukaan untuk irigasi. Salah
satu kegiatan proyek ini adalah mengadakan penelitian mengenai kemungkinan penggunaan pompa-pompa air untuk pengairan. Di daerahdaerah yang sudah diselidiki akan dikembangkan cara-cara pompanisasi seperti yang telah dilaksanakan di Kediri, Nganjuk, Madiun, Gu nung Kidul dan Madura.
Proyek penyelidikan masalah air mempunyai tujuan utama mengembangkan kegiatan-kegiatan hidrologi untuk perencanaan bangun-
575
an-bangunan pengairan. Kegiatan dalam proyek ini juga mencakup
penyusunan buku-buku pedoman untuk keperluan pengembangan
teknik pengairan.
B. LISTRIK DAN GAS 1.
Listrik
Sebagaimana telah digariskan dalam Repelita 11, program pening katan tenaga listrik diarahkan untuk meningkatkan dan meratakan
penyelenggaraan pelayanan bagi kepentingan umum dengan menyedia kan tenaga listrik dalam volume yang mencukupi dan dengan keandalan serta kwalitas yang terus meningkat.
Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas maka perencanaan dan pembangunan kelistrikan diarahkan pada pembentukan
dan pengembangan suatu sistem kelistrikan nasional yang menjadikan
setiap pembangunan kelistrikan bukan merupakan proyek-proyek yang
berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari suatu kesatuan perencanaan yang menyeluruh. Program pembangunan kelistrikan disesuai kan pula dengan kebutuhan yang nyata, terutama kebutuhan akan
tenaga listrik untuk sektor industri. Dengan pengarahan ini maka se cara bertahap kebutuhan akan listrik untuk sektor industri, baik yang
belum terpenuhi maupun yang sudah terpenuhi dengan memperguna kan pembangkit sendiri (captive power), akan dapat dipenuhi dari
jaringan umum. Selanjutnya dalam rangka memberikan pelayanan
kepada masyarakat di daerah pedesaan, terutama untuk menunjang
industri/kerajinan rakyat di desa, diusahakan penyebar luasan kegiat an-kegiatan pembangunan kelistrikan ke daerah-daerah pedesaan.
Sesuai dengan kebijaksanaan di atas, maka usaha yang dilakukan
adalah merehabilitasi pembangkit tenaga listrik yang telah ada dan
membangun pembangkit tenaga listrik baru untuk menambah daya
terpasang serta memperbaiki keseimbangan antara daya terpasang dan
jaringan listrik. Khusus mengenai kelistrikan desa, usaha yang dilaku kan sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Di desa-desa
tertentu dengan membangun pusat listrik tenaga diesel (PLTD) berka pasitas kecil; di desa-desa yang lain dengan membangun pusat listrik
tenaga mikro hidro (PLTM) dengan memanfaatkan sumber tenaga air
576
yang tersedia. Dan di desa-desa yang dilewati jaringan kelistrikan dengan melakukan penyadapan terhadap jaringan tegangan menengah
yang melewati desa yang bersangkutan. Usaha penyebarluasan listrik
ke desa-desa ini telah ditingkatkan sejak tahun 1976/77, tetapi sesuai
dengan kemampuan yang ada, pelaksanaannya dilakukan secara ber tahap.
Sebagai hasil dari kebijaksanaan yang telah diungkapkan di atas,
maka selama Repelita II dapat diselesaikan pembangunan pusat pem bangkit tenaga listrik dengan kapasitas L210,609 MW, jaringan transmisi sepanjang 2.161,22 kms, gardu induk sebanyak 66 unit dengan
kapasitas sebesar 2.691,93 MVA, jaringan distribusi tegangan mene ngah sepanjang 6.484,92 kms, jaringan distribusi tegangan rendah
sepanjang 6.368,403 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 10.361
unit dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk sebanyak 10.361 unit
dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk sebanyak 105.357 lang ganan.
Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar
1.210,609 MW tersebut di atas diperoleh dari pembangunan pusat listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 304,701 MW, pusat listrik tenaga
gas (PLTG) sebesar 710 MW, pusat listrik tenaga uap (PLTU) sebe sar 125 MW, pusat listrik tenaga air (PLTA) sebesar 68,70 MW dan
pusat listrik tenaga mikro hidro sebesar 2,208 MW. Selain dari itu,
pada saat ini. sedang dilaksanakan pembangunan dan penyelesaian
beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, antara lain, PLTU Muara
Karang 1/11/IC[ (3 X 100 MW), 1V/V (2 X 200 MW) dan PLTU Semarang (2 X 50 MW).
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, selama Repelita II
juga dipersiapkan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga
listrik, di antaranya, PLTU Gresik I/II (2 X 100 MW), PLTU Belawan
(2 X 65 MW), PLTU Semarang III (1 x 200 MW), PLTU Surabaya
(2 X 400 MW), PLTP Kamojang (1 x 30 MW), PLTA Maninjau I/IV
(4 X 17 MW), PLTA Tes (2 X 1,2 MW), PLTA Garung (2 X
13,2 MW), PLTA Wlingi II (1 X 27 MW), PLTA Saguling (4 X
175 MW), PLTA Mrica (3 X 60 MW), dan PLTA Wonogiri (2 X
6,5 MW).
577
Dari hasil pembangunan pusat pembangkit selama Repelita II
patut dicatat bahwa PLTG merupakan pusat pembangkit tenaga listrik
yang sangat menonjol. Hal ini disebabkan karena selama Repelita II
permintaan masyarakat akan tenaga listrik sangat meningkat, sehingga
perlu ditanggulangi dengan membangun pusat pembangkit tenaga lis trik yang relatif cepat pembangunannya yaitu PLTG. Di samping
itu juga karena pembangunan pusat listrik tenaga uap (PLTU) memerlukan waktu yang lama.
Dengan terselesaikannya beberapa pusat pembangkit tenaga listrik
di beberapa kota besar, maka kini secara bertahap telah dapat dilaksa nakan pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik secara lebih
teratur. Di samping itu juga telah dapat dilakukan pemindah an unitunit diesel dari kota-kota yang telah mendapatkan tambahan pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah yang memerlukan,
khususnya daerah atau kota yang mengalami pemadaman. Selain itu,
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik semakin
dapat diimbangi.
Di samping itu, pendekatan masalah dalam perencanaan dan pem.
bangunan kelistrikan juga diarahkan pada pendekatan secara antar
regional, dengan maksud agar tercapai suatu sistem inter koneksi regi onal, lengkap dari pembangkitan, transmisi dan distribusi. Selanjutnya dalam usaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pelak sanaan perubahan tegangan rendah (PTR) yang dilakukan sejak permulaan Repelita II, dan dimulai di daerah-daerah di Pulau Jawa, di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi
Utara, sejak tahun 1977/78 ditingkatkan. Selain itu sesuai dengan
kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka penghematan bahan bakar
minyak, maka baik usaha maupun penelitian mengenai kemungkinan
pemanfaatan sumber-sumber energi non minyak untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, seperti batubara dan gas alam serta tenaga air,
dilanjutkan.
Dalam tahun terakhir Repelita II, telah dapat dihasilkan kenaikan
daya terpasang sebanyak 236,030 MW, penambahan jaringan transmisi sepanjang 530,27 kms, penyelesaian gardu induk sebanyak 16 unit
578
dengan kapasitas 1.543,6 MVA, penambahan jaringan distribusi te gangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang
1,958,068 kms dan 1.628,92 kms beserta gardu distribusinya sebanyak
1.532 unit dan pelaksanaan perubahan tegangan untuk 26.969 langganan.
Penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 236,030
MW tersebut di atas diperoleh dari penambahan pusat listrik tenaga
diesel (PLTD) sebesar 68,662 MW; pusat listrik tenaga uap (PLTU)
sebesar 100 MW; pusat listrik tenaga gas (PLTG) sebesar 40 MW;
pusat listrik tenaga air (PLTA) sebesar 27 MW; dan pusat listrik
tenaga mikro hidro (PLTM) sebesar 0,368 MW.
Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan
kelistrikan secara regional selama tahun terakhir Repelita II adalah
seperti diuraikan di bawah ini.
Program peningkatan tenaga listrik di Aceh, yang antara lain
dilaksanakan di kota-kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Birruen,
Langsa, Takengon, Tapak Tuan, Idie, Indrapuri, Samalanga, Kotacane, Blang Pidie dan Blang Kejeren, telah dapat menyelesaikan
pembangunan pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapa sitas 6.545 KW, serta pembangunan jaringan distribusi tegangan
menengah sepanjang 6,668 kms beserta gardu distribusinya sebanyak
4 unit. Dalam pada itu dewasa ini sedang dilaksanakan pula pem bangunan pusat listrik tenaga diesel di beberapa kota lain, seperti
di Garut-Aree, Labuhan Haji, Balongan, Sinabang, Beureunum,
Panton Labu dan Lhok Sukon yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 2.200 KW.
Dalam rangka pembangunan kelistrikan di daerah Sumatera
Utara, yang antara lain dilaksanakan di kota-kota Medan, Prapat,
Tanjung Balai, Sibolga, Tanjung Pura, Brastagi dan Kisaran, telah
dapat diselesaikan pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapasitas 10.398 KW, perluasan satu gardu induk dengan kapasitas
30 MVA, pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah se panjang 328,272 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang
186.955 kms dan ga rdu distrib usi sebanyak 337 unit. Sela in itu
579
dalam tahun 1978/79 sedang dilaksanakan pula pembangunan pusat
listrik tenaga diesel di kota Tanjung Pura, Kisaran, Pematang Siantar
dan Balige yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 6.500 KW .
Selanjutnya untuk meningkatkan daya terpasang sistem kelistrikan
di Medan dan sekitarnya, dalam tahun itu telah mulai dipersiapkan
pembangunan suatu pembangkit listrik tenaga uap di Belawan
yang berkapasitas 2 X 65 MW beserta jaringan transmisi dan gardu
induknya.
Di daerah Sumatera Barat dan Riau telah dapat diselesaikan
pembangunan pusat listrik tenaga diesel di Padang yang berkapa sitas 2 X 4.040 KW, jaringan transmisi antara Padang Panjang
dan Lubuk Alung sepanjang 37,4 kms, jaringan distribusi tegangan
menengah dan tegangan rendah yang meliputi daerah Sumatera Barat
dan Riau, masing-masing sepanjang 80,14 kms dan 39,27 kms, beserta
gardu distribusinya sebanyak 29 unit. Di samping itu pada saat
ini sedang dilaksanakan pembangunan pusat listrik tenaga diesel di
Tanjung Pinang yang berkapasitas 2 X 1.000 KW. Selanjutnya untuk
memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di daerah Sumatera Barat
di masa yang akan datang, saat ini telah mulai dibangun pula suatu
pusat listrik tenaga air di Maninjau yang berkapasitas 4 X 17
MW beserta jaringan transmisinya yang menghubungkan Maninjau Padang - Teluk Bayur.
Di beberapa kota di Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan
Lampung, seperti Batu Raja, Kayu Agung, Pagar Alam, Lahat,
Metro, Tanjung Karang dan Bengkulu, telah diselesaikan pembangun an pusat listrik tenaga diesel yang seluruhnya berkapasitas 11.688
KW, jaringan transmisi sepanjang 5,75 kms beserta satu unit gardu
induk yang berkapasitas 15 MVA, jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 165 kms dan jaringan distribusi tegangan rendah
sepanjang 260 kms beserta gardu distribusinya sebanyak 165 unit.
Di Palembang dewasa ini juga sedang dilaksanakan pembangunan
pusat listrik tenaga gas dengan kapasitas 1 X 1.5 MW beserta jaringan transmisi dan gardu induknya dan di Tes sedang dibangun pusat
listrik tenaga air dengan kapasitas 2 X 1.200 KW.
580
Dengan selesainya pembangunan beberapa pusat listrik tenaga
diesel di daerah Kalimantan Barat pada tahun 1977/78 maka sejak
1978/79 di daerah tersebut diutamakan penyelesaian jaringan distri busi tegangan menengah dan tegangan rendah, masing-masing sepanjang 95,65 kms dan 18,835 kms beserta gardu distribusinya sebanyak
28 unit. Untuk daerah itu dalam tahun 1978/79 telah diselesaikan
pula pembangunan pusat listrik tenaga diesel di berbagai tempat
yang seluruhnya berkapasitas 864,4 KW.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di daerah daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah, dalam tahun 1978/79 telah dapat diselesaikan pembangunan
sejumlah pusat listrik tenaga diesel di berbagai tempat seluruhnya
berkapasitas 4.772 KW, penambahan jaringan distribusi tegangan
menengah sepanjang 101,093 kms, penambahan jaringan distribusi
tegangan rendah sepanjang 94,623 kms dan gardu distribusi sebanyak
176 unit. Di samping itu, dewasa ini sedang dipersiapkan perluasan
PLTA Riam Kanan III yang kapasitasnya 10.000 KW beserta jaring an transmisi sirkit kedua dan gardu induknya yang berkapasitas
2 X 6.000 KVA dan pembangunan PLTD di Sampit yang kapasitasnya
2 X 1.000 KW.
Pengembangan kelistrikan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah
dalam tahun 1978/79 meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik
tenaga diesel di Bitung, Gorontalo, Palu, Tahuna, Siau, Tompasobaru,
yang seluruhnya berkapasitas 7.753 KW, penambahan jaringan distri busi tegangan menengah 49.64 kms, jaringan distribusi tegangan
rendah sepanjang 32,20 kms dan gardu distribusi sebanyak 30 unit.
Dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik untuk
daerah Sulawesi bagian Utara untuk masa yang akan datang dewasa
ini sedang dipersiapkan pemasangan mesin unit ke III di PLTA
Tonsea Lama, pembangunan prasarana untuk penelitian mengenai
kemungkinan untuk membangun PLTA Tenggari 1/11 yang diharapkan berkapasitas 2 X 8.500 KW, jaringan_ transmisi sepanjang
50 kms dan 8 unit gardu yang seluruhnya berkapasitas 58 MVA.
581
Pembangunan kelistrikan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Teng gara dalam tahun 1978/79 meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik
tenaga diesel, antara lain di Wundulako, Wangi-Wangi, Kendari dan
Pare-Pare yang seluruhnya berkapasitas 4.283 KW, pemasangan kabel
sepanjang 1 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan menengah
sepanjang 107,807 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 126,657 kms dan penambahan gardu distribusi sebanyak
77 unit.
Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik di Sulawesi Sela tan di masa yang akan datang, dewasa ini sedang dipersiapkan prasa rana untuk pembangunan PLTD di Ujung Pandang dengan kapasitas
2 X 12 MW dan diselenggarakan penelitian mengenai kemungkinan
pembangunan suatu PLTA di sungai Sadang, yang diharapkan berka pasitas 3 X 31 MW, beserta jaringan transmisinya ke kota Ujung Pandang dan gardu induknya.
Untuk daerah Maluku pada saat ini telah dapat diselesaikan pem bangunan pusat listrik tenaga diesel di kota Ambon, Ternate dan Nam lea, yang seluruhnya berkapasitas 936 KW, penambahan jaringan dis tribusi tegangan menengah sepanjang 23 kms, penambahan jaringan
distribusi tegangan rendah sepanjang 25,5 kms dan pembangunan gardu
distribusi sebanyak 13 unit. Untuk penyediaan tenaga listrik tahap se lanjutnya dewasa ini sedang dipersiapkan prasarana untuk pembangunan beberapa pusat listrik tenaga diesel di berbagai-bagai lokasi, seluruhnya berkapasitas 5.644 KW, beserta jaringan distribusinya.
Hasil pembangunan kelistrikan di Irian Jaya meliputi penyelesaian beberapa pusat listrik tenaga diesel dengan kapasitas 504 KW, pe nambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah
masing-masing sepanjang 10,5 dan 6,5 kms serta penambahan gardu
distribusi sebanyak 43 unit.
Di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
telah dapat diselesaikan pembangunan beberapa pusat listrik tenaga
diesel antara lain di kota-kota Singaraja, Karangasem, Dompu, Sumbawa dan Selong yang seluruhnya berkapasitas 2.616 KW, pembangun an jaringan transmisi antara Jimbaran dan Nusa Dua sepanjang 8 kms,
582
penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 157
kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 123
kms dan pembangunan gardu distribusi sebanyak 72 unit.
Dalam pada itu, untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik
di masa yang akan datang, dewasa ini sedang dipersiapkan pembangunan beberapa pusat tenaga listrik dengan kapasitas seluruhnya se besar 4.250 KW beserta jaringan distribusinya di berbagai tempat di
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik yang makin meningkat di daerah Jawa Timur, pada waktu ini telah dapat diselesai kan beberapa unit pembangkit tenaga listrik besar, seperti pusat listrik
tenaga uap Perak unit 3 dan 4 (2 X 50 MW), pusat listrik tenaga gas
Gresik (2 x 20 MW) dan pusat listrik tenaga air Wlingi (1 X 27 MW).
Untuk menyalurkan tenaga listrik yang dihasilkan oleh pusat pembang kit tersebut maka telah diselesaikan jaringan transmisi sepanjang
125,4 kms. Jaringan ini meliputi: Perak - Waru 1144 kms, Gresik Petrokimia 8,4 kms, Blimbing - Polehan 13 kms, Madiun - Maospati
20 kms, PLTG Gresik - gardu induk Gresik 7,4 kms, Malang Selatan
- Polehan 8,4 kms, Wlingi - Karang Kates 23,6 kms, Caruban Incoming 0,1 kms, Semen Gresik Incoming 0,2 kms dan Tandes Branch
0,3 kms. Selanjutnya telah diselesaikan penambahan dan perluasan
gardu induk sebanyak 3 buah/376 MVA, terdiri atas: perluasan gardu
induk Gresik (l x 20 + 1 X 50) MVA, perluasan gardu induk
Waru II (2 X 20 + 1 X 30 -f- 1 X 39) MVA, perluasan gardu
induk Sukolilo 1 X 30 MVA, perluasan gardu induk Malang Selatan
1 X 35 MVA, perluasan gardu induk Bangil 2 X 35 MVA, pe nambahan gardu induk Petro Kimia 1 x 20 MVA, penambahan gardu
induk Caruban l X 16 MVA, perluasan gardu induk Sawahan
1 X 20 MVA dan penambahan gardu induk Kertosono 1 X 6 MVA.
Di samping itu sudah diselesaikan pula jenis jaringan distribusi
tegangan menengah sepanjang 264,688 kms, jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 357,113 kms dan pembangu nan gardu distribusi sebanyak 114 unit yang lokasinya tersebar di seluruh Jawa
Timur,
583
Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan di masa datang saat ini
telah dipersiapkan pembangunan PLTU Gresik I/II (2 X 100 MW)
dan PLTA Wlingi II (1 x 27 MW) beserta jaringan transmisi dan
distribusinya.
Untuk memenuhi kebutuhan konsumen di kota-kota kecil Jawa
Tengah telah diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga diesel
berkapasitas kecil di kota-kota tersebut dengan jumlah kapasitas
5,536 MW. Di samping itu kini sedang diselesaikan pembangunan
pusat listrik tenaga uap (PLTU) Semarang unit 1 dan 2 (2 X 50 MW)
serta pembangunan jaringan transmisi sepanjang 216,72 kms yang
menghubungkan Pekalongan - Tegal 0,38 kms, Tegal - Purwokerto
1,06 kms, Purwokerto - Cilacap 0,80 kms, Semarang Timur -Jelok 23,66 kms, Jelok - Magelang 41,28 kms, Yogyakarta Utara Magelang 37,88 kms, Yogya Utara - Yogya Selatan 16,27 kms,
Yogya Selatan - Klaten 34,77 kms, Klaten - Solo Timur 34,86
kms dan Solo Barat - Solo Timur 25,76 kms. Selanjutnya juga
sedang dilaksanakan pembangunan dan perluasan gardu induk se banyak 7 buah dengan kapasitas 122,6 MVA yang terdiri atas
perluasan Semarang Barat 1 X 30 MVA, pembangunan gardu induk
Tegal 1 X 6,3 MVA, pembangunan gardu induk Cepu 1 X 6,3 MVA,
pembangunan gardu induk Magelang 1 X 16 MVA, pembangunan
gardu induk Yogya Utara 1 X 16 MVA, pembangunan gardu induk
Yogya Selatan l X 16 MVA, pembangunan gardu induk Klaten
1 X 16 MVA dan pembangunan gardu induk Solo Timur 1 X 16
MVA serta pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah se panjang 177 kms, gardu distribusi 212 unit dan jaringan distribusi
tegangan rendah sepanjang 141,714 kms yang meliputi seluruh Jawa
Tengah.
Untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang pada
saat ini juga sedang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan di bangunnya PLTA Mrica (3 X 60 MW), PLTA Garung (2 X 13,2 MW)
dan PLTA Wonogiri (2 X 6.500 KW).
Di daerah Jawa Barat dalam tahun 1978/79 telah dapat dise lesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik di kota -kota kecil
584
di Jawa Barat seperti Pamanukan, Pelabuhan Ratu dan Pameungpeuk,
dengan jumlah kapasitas sebesar 1.137 KW. Di samping itu dalam
tahun itu juga sedang diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga
uap Muara Karang unit I (1 X 100 MW) yang akan memberikan
tambahan penyediaan tenaga listrik untuk daerah Jakarta Raya dan
sekitarnya. Selanjutnya telah diselesaikan pula pembangunan jaringan
transmisi sepanjang 136 kms, yang menghubungkan Muara Karang Angke 8 kms, Bekasi - Pulo Gadung 17 kms, Cawang - Mampang 24 kms, Parakan - Malangbong 27 kms, Sunyaragi - Cangkring 4 kms, Kosambi - Pupuk Kujang 16 kms dan Purwakarta Subang 40 kms. Selain itu telah selesai pula perluasan dan penam
bahan gardu induk sebanyak 5 buah dengan kapasitas 1010 MVA,
ang terdiri atas perluasan gardu induk Gandaria 1 X 30 MVA,
gardu induk Pulo Gadung (3 X 3 0 + 2 x 100) MVA, gardu induk
Gambir 1 X 30 MVA, gardu induk Mampang 1 X 30 MVA, gardu
induk Angke 2 X 100 MVA, gardu induk Ancol 1 X 30 MVA,
gardu induk Pulo Mas 1 X 30 MVA, gardu induk Purwakarta
1 x 10 MVA, perluasan gardu induk Cigareleng 2 X 10 MVA,
penambahan gardu induk Plumpang 2 x 60 MVA, Bekasi 2 x
60 MVA, gardu induk Depok 1 x 30 MVA, gardu induk Cibabat
2 x 20 MVA dan penambahan gardu induk Pupuk Kujang 1 x
30 MVA, perluasan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang
397,61 kms, penambahan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang
224,21 kms beserta pembangunan gardu distribusinya sebanyak 189 unit
yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta R aya dan Jawa
Barat. Di samping itu telah diselesaikan pula pelaksanaan perubahan
tegangan rendah untuk sebanyak 26.969 konsumen. Untuk memenuhi
kebutuhan listrik dimasa mendatang, dewasa ini sedang dipersiapkan
penelitian mengenai kemungkinan pembangunan suatu PLTU di
Suralaya yang kapasitasnya sebesar 2 x 400 MW, perluasan/penambahan mesin pada PLTA Juanda yang kapasitasnya 1. X 25 MW,
persiapan pembangunan pusat listrik tenaga panas bumi di Kamojang
yang berkapasitas 1 X 30 MW, pembangunan PLTU Muara Karang
II/III (2 x 100 MW), IV/V (2 X 200 MW) serta penelitian mengenai kemungkinan dan perencanaan teknis untuk pembangunan suatu
585
PLTA di Saguling (4 X 175 MW) dan jaringan transmisi untuk me nyalurkan tenaga listrik ke daerah pusat-pusat beban.
Selain hasil-hasil pembangunan kelistrikan seperti yang diuraikan
di atas, dalam rangka pemerataan pembangunan kelistrikan ke
pelosok-pelosok daerah telah dibangun pusat listrik tenaga mikro
hidro di berbagai daerah dengan jumlah kapasitas 368 KW. Pembangunan PLTM, antara lain dilaksanakan di Kota Anau (Sumatera
Barat), Narmada (NTB), dan Maja (Jawa Barat), dengan memanfaatkan tenaga air yang kemampuannya kecil.
Usaha-usaha pembangunan yang diuraikan di atas, yang semuanya
merupakan pembangunan phisik, selalu diimbangi dengan usaha-usaha
peningkatan kemampuan dan kelengkapan organisasi dalam tubuh
PLN. Dalam hubungan ini usaha peningkatan kelistrikan dan ketram pilan personil terus dilaksanakan melalui pendidikan dan latihan yang
dilaksanakan dengan jalan penyelenggaraan penataran-penataran dan
kursus-kursus kejuruan baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu peningkatan kemampuan staf pimpinan di bidang teknik dan
administrasi dilaksanakan melalui penyelenggaraan latihan di perusahaan-perusahaan, lokakarya dan seminar-seminar.
Dalam tahun 1978/79 pendidikan yang dilaksanakan oleh PLN da lam PUSDIKLAT dan UDIKLAT-nya, dan yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan di luar PLN dapat mencapai 1.052 karyawan, se hingga pendidikan selama Repelita II telah mencapai 5.000 karyawan.
Sebagai hasil dari kegiatan pembangunan yang diuraikan di atas
pengadaan tenaga listrik dan pelayanan dalam bidang kelistrikan bagi
masyarakat pada tahun 1978/79 telah dapat ditingkatkan. Penyediaan
tenaga listrik dapat ditingkatkan sebesar 20,7%, dari 4.740.660 MWH
pada tahun 1977/78 menjadi 5.721.558 MWH pada tahun 1978/79. Di
samping itu juga terjadi kenaikan penjualan tenaga listrik sebesar
21,9%, yaitu dari 3.532.027 MWH pada tahun 1977/78 menjadi
4.305.488 MWH pada tahun 1978/79. Kenaikan daya tersambung meningkat dengan 27,1%, yaitu dari 1.933.511 KVA dalam tahun 1977/78
menjadi 2.457.942 KVA pada tahun 1978/79 dan jumlah langganan
meningkat sebesar 26,4%, yaitu dari 1.413.068 menjadi 1.786.179 lang ganan.
586
TABEL I X - 2
HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK,
1973/74 - 1978/79
587
GRAFIK IX – 1
HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK
1973/74 – 1978/79
588
(Sambungan Grafik IX – 1)
589
TABEL IX - 3
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,
1973/74 - 1978/79
1968
Uraian
Produksi Tenaga Listrik
(MWH)
Penjualan Tena ga Listrik
(MWH)
Daya Tersambung
(KVA)
Daya Terpasang (MW)
*) Angka diperbaiki
* * ) Angka sementara
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79**)
1.756.452
3.006.669
3.345.241
3.770.294
4.127.390
4.740.660
5.721.558
1.204.382
2.214.950
2.411.107
2.803.613
3.081.817
3.532.027
4.305.488
504.483
527,37
1.076.264
970,77
1.261.815
1.116,84
1.426.376
1.283,88
1.594.482
1.376,50
1.933.511
2.457.942
1.862,74*)
2.098,74
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,
GRAFIK IX – 2
1968, 1973/74 - 1978/79
591
(Sambungan Grafik IX – 2)
592
Adapun angka-angka mengenai hasil perkembangan phisik dan
hasil usaha yang lebih terperinci selama tahun 1974/75 - 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX -- 2, Grafik IX - 1 dan Tabel IX - 3,
Grafik IX - 2.
2. G a s
Dalam Repelita II program peningkatan pemanfaatan tenaga
gas diarahkan untuk memperbesar peranan tenaga gas dalam peme nuhan kebutuhan masyarakat akan energi, sesuai dengan kebijaksa naan Pemerintah untuk meningkatkan usaha konservasi energi dan
diversifikasi penyediaan bahan bakar di dalam negeri. Dengan pro gram itu diharapkan pemanfaatan gas akan membantu usaha menekan peningkatan konsumsi minyak yang bernilai lebih tinggi sebag ai
penghasil devisa dan secara tidak langsung akan membantu mengu rangi pemakaian kayu bakar yang berlebihan dan tidak terkendali kan.
Dalam rangka pelaksanaan program tersebut telah diusahakan
peningkatan penyediaan gas atas dasar pertimbangan bahwa pemanfaatan gas sebagai bahan bakar perlu diarahkan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat banyak di kota-kota dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
Di samping itu dalam usaha diversifikasi penyediaan bahan
bakar di dalam negeri, telah dijajagi kemungkinan guna melakukan
rehabilitasi peralatan distribusi di beberapa tempat untuk dapat
menyalurkan gas bumi yang tersedia sebagai pengganti gas buatan
dari minyak bumi.
Dalam tahun 1978/79, seperti tahun-tahun sebelumnya usaha
pengembangan pemanfaatan gas mengutamakan kegiatan-kegiatan
rehabilitasi peralatan produksi dan distribusi yang telah tua di semua
satuan usaha. Di samping itu telah dilaksanakan pula usaha
peningkatan penyaluran gas bumi.
Dalam tahun 1978/79 telah dilaksanakan rehabilitasi pipa d istribusi di Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya dan
593
Ujung Pandang. Dengan demikian kehilangan gas yang terjadi seba gai akibat ketuaan pipa distribusi dapat ditekan. Selain itu untuk
Jakarta telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi gas bumi
dari pencabangan pipa transmisi gas bumi Cilamaya - Cilegon
sepanjang 30 km dan konversi jaringan dan peralatan konsumen.
Sejak awal April 1979 untuk kota Jakarta telah tersedia sarana gas
bumi dengan kapasitas sebesar 250 juta kcal per hari atau ekivalen
dengan 2i;,000 liter BBM per hari sebagai pengganti fasilitas pro duksi gas batubara/minyak yang tempatnya tidak sesuai lagi dengan
keadaan kota dewasa ini.
Untuk keperluan kota Surabaya dan sekitarnya dewasa ini se dang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan gas
bumi dari Cepu, Poleng dan Arosbaya. Dan guna mencukupi kebu tuhan gas di kota Medan dan sekitarnya sedang dilakukan penelitian
mengenai kemungkinan untuk meningkatkan gas bumi dari sumber
Wampu dan Pangkalan Susu.
Di samping penelitian-penelitian di atas penelitian-penelitian
yang lain juga terus dilakukan guna mencari kemungkinan -kemungkinan untuk (1) peningkatan penyediaan bahan bakar gas yang sesuai
dengan peningkatan jaringan distribusi gas bumi yang terjadi, (2)
pembangunan fasilitas produksi di tempat-tempat yang belum dapat
tersaluri gas bumi dan (3) khusus mencari kemungkinan pengem bangan industri-industri gas dan kokas di Sumatera Barat dengan
memanfaatkan batu bara Ombilin sebagai bahan baku.
Agar usaha-usaha pengembangan pemanfaatan gas dapat memberikan hasil yang setinggi-tingginya perlu sekali diusahakan peningkatan kemampuan serta kwalitas kegiatan dalam pengembangan
dari pada pemanfaatan/produksi tenaga gas.
Agar kebutuhan akan tenaga kerja yang berpengetahuan dan berketrampilan tercukupi, baik dalam mutu Maupun jumlahnya, maka
di samping kegiatan-kegiatan di atas dilaksanakan pula program
pendidikan yang diarahkan kepada peningkatan pengetahuan dan
594
TABEL IX - 4
PERKEMBANGAN GAS KOTA, 1973/74 - 1978/79
Uraian
1973/74
1974/75 1975/76
1976/77
1977/78 *) 1978/79 **)
I.
Tambahan Produksi/Penyediaan
(juta kcal per hari)
1. Gas Batubara
Ga
2. Gas Minyak Thermis
s
3. Gas Minyak Katalitis
Bat
4. Gas Bumi
uba
ra
Jumlah
II.
Jaringan Transmisi/Distribusi
(Km)
1. Pipa Distribusi
2. Pipa Transmigrasi
jumlah
41,7
2,6
29,2
12,4
-
-
-
-
264,0
366,0
-
300,0
-
1.800
305,7
397,8
12,4
300,0
-
1.800
7,4
34,0
28,9
-
20,61
-
7,0
-
32,2
18,0
23,7
12,0
41,4
28,9
20,61
7,0
50,2
35,7
*) Angka diperbaiki.
**) Angka sementara.
595
TABEL IX-5
PENGUSAHAAN GAS KOTA, 1974 - 1978
596
keahlian tenaga kerja dari tingkat yang terendah sampai yang tertinggi.
Angka-angka yang menunjukkan hasil kegiatan program peningkatan pemanfaatan/produksi tenaga gas dalam Repelita II dapat dilihat pada Tabel IX - 4 dan Tabel IX - 5.
C. PERHUBUNGAN
1.
Perhubungan Darat
a. Jalan
Kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang pembangunan
jaringan jalan dan jembatan dititik beratkan pada usaha peningkatan
dan rehabilitasi jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang
tinggi. Di samping itu masih terus dilaksanakan pemeliharaan jalan
dan pembangunan jalan baru. Dengan kebijaksanaan tersebut dalam
akhir Pelita II ini telah kelihatan hasil-hasil yang cukup baik
di bidang prasarana jalan,
Dalam tahun 1968 panjang jaringan jalan negara dan propinsi
yang seluruhnya sekitar 32,028 kilometer menunjukkan keadaan
sebagai berikut : 11 % dalam keadaan baik; 33 % dalam keadaan
sedang dan 56% dalam keadaan rusak. Pada awal Pelita I dimulai
program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan dengan
mengutamakan jaringan jalan yang mempunyai nilai ekonomi dan
sosial yang tinggi. Pada dasarnya program rehabilitasi jalan dan
jembatan ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi jaringan jalan
pada keadaan semula tanpa menaikkan mutu dan kelas jalan.
Pada Pelita II program pembinaan jaringan jalan lebih mengutamakan peningkatan mutu dan kelas jalan dengan meningkatkan
daya dukung dan mutu jalan serta geometriknya. Di samping peker jaan fisik telah pula dilakukan survai, studi asal tujuan dan kegiatan
persiapan proyek lainnya, seperti studi kelayakan jalan dan jembatan
597
serta perencanaan teknis jalan, jembatan serta penyelidikan masa lah-masalah tanah dan jalan. Dalam bidang peralatan telah diper gunakan peralatan-peralatan berat dalam usaha meningkatkan mutu
dan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan teknis jalan. Bagi
pembinaan dan peningkatan fasilitas perbengkelan telah pula didiri kan 7 Depot peralatan di Medan, Padang, Palembang, Cikampek,
Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang.
Dalam rangka mengembangkan dan memanfaatkan potensi dalam negeri maka pemakaian aspal panas produksi dalam negeri dan
butas terus ditingkatkan pemakaian butas selama ini telah mencapai
150 ribu ton/tahun. Di samping itu dalam usaha meningkatkan pelak sanaan jembatan dengan konstruksi beton pratekan telah dimulai
pembangunan 6 pabrik komponen jembatan pratekan di 6 propinsi.
Dengan demikian pelaksanaan program jembatan dapat dipercepat.
Pembangunan di bidang jalan dan jembatan sejak tahun 1973/74
sampai dengan akhir tahun 1978/79 memberikan hasil sebagaimana
dapat dilihat dalam Tabel IX - 6. Selama Pelita II telah dilakukan
pemeliharaan jalan sepanjang 47.102 km dan jembatan 25.765 m serta
rehabilitasi jalan sepanjang 7.484 km dan jembatan 23.683 m. Dalam
memenuhi tuntutan dan perkembangan lalu lintas telah ditingkatkan
jalan sepanjang 4.646 km dan jembatan 21.973 m serta pembangunan
jalan baru sepanjang 693 km dan jembatan 5.771 m.
Di dalam tahun 1978/79 saja telah dapat dipelihara 8.858 km
jalan serta diselesaikan rehabilitasi jalan sepanjang 2.226 km dan rehabilitasi jembatan sepanjang 4.560 m. Untuk memenuhi tuntutan dan
perkembangan lalu lintas melalui program peningkatan telah pula di tingkatkan jalan sepanjang 1.165 km dan jembatan sepanjang 4.224
m. Pembangunan jalan baru mencapai 110 km dan jembatan sepanjang
1.199 m.
Hasil kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang jalan dan jem batan tersebut dapat dilihat dari semakin panjang dan meluasnya
jaringan jalan yang bertambah baik. Dalam tahun 1977/78 keadaan
jaringan jalan negara dan propinsi, yang seluruhnya sekitar 38.74 4 kilometer, adalah sebagai berikut; 29,6% dalam keadaan baik, 38.2%
598
TABEL IX - 6
REALISASI PROGRAM BIDANG JALAN DAN JEMBATAN
1968, 1973/74 – 1978/79
Program
1968
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1. Pemeliharaan jalan
Jalan (km)
Jembatan (m)
10.573
7.506
18.730
1.366
10.419
2.465
8.887
2.390
8.982
2.782
9.956
5.526
8.858
12.602
2. Rehabilitasi
Jalan (km)
Jembatan (m)
935
1.956
993,5
4.028,6
1.779
3.502
829
3.515
1.294
6.789
1.356
5.317
2.226
4.560
3. Peningkatan
Jalan (km)
Jembatan (m)
-
684,3
2.707,9
546
2.132
757
3.502
916
4.787
1.165
4.224
1.262
7.328
Pembangunan baru
Jalan (km)
Jembatan (m)
-
50,5
688
230
1.305
145
840
148
1.514
110
1.199
60
913
599
935
1.959
dalam keadaan sedang dan 32,2% dalam keadaan rusak, Dengan
hasil yang dicapai dalam tahun 1978/ 19, maka pada akhir tahun
1978/79 keadaan sistem jaringan jalan negara dan propinsi diperkira kan sebagai berikut: 35,4% dalam keadaan baik, 45,2% dalam keadaan sedang dan sisanya 19,4% dalam keadaan rusak.
%
b. Angkutan jalan raya
Hasil-hasil usaha. rehabilitasi/pembangunan jalan telah mendorong pertambahan armada angkutan lain yang meliputi bis, mobil
barang/truk, mobil penumpang dan sepeda motor. Jika pada tahun
1968, di luar alat angkutan militer, tercatat jumlah armada tersebut
sebanyak 622.554 buah kendaraan yang terdiri dari 19.610 bis, 93.417
truk, 201.123 mobil penumpang dan 308.404 sepeda motor, pada tahun
1973 jumlah tersebut meningkat sampai 1.202.223 buah yang terdiri
30.368 bis, 144.060 truk, 307.739 mobil penumpang dan 720.056 sepe da motor. Hal ini secara keseluruhan berarti telah naik sebesar 73,89%
yang terdiri dari kenaikan bis 54,86%, truk 54,21 %, mobil penumpang
53,01 % dan sepeda motor 133,48 %.
Pada tahun 1978 jumlah kendaraan tersebut di atas meningkat
menjadi 2.857.037 buah yang terdiri dari 57.835 bis, 328.022 truk,
531.206 mobil penumpang dan 1.939.974 sepeda motor. Dihitung sejak
tahun 1973 berarti mempunyai angka kenaikan sebesar 115% yang
terdiri dari bis 90,45%, mobil barang/truk 127,51%, mobil penumpang 72,62% dan sepeda motor 169,42%
Perkembangan armada angkutan jalan dari tahun 1973 sampai
tahun 1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 7.
Dalam menghadapi pertambahan armada angkutan jalan tersebut
kebijaksanaan di bidang angkutan jalan raya ditekankan pada
usaha penambahan fasilitas pengaturan dan pengamanan jalan raya
serta peningkatan penertiban dan pengawasan lalu-lintas.
Pelaksanaan pembangunan selama Repelita II telah menghasilkan
penambahan fasilitas yang meliputi 10 alat pengujian, 89.905 rambu,
143 jembatan timbang, 601 lampu pengatur lalu-lintas, 9 loadmeter,
600
TABEL IX -7
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTAN JALAN RAYA
1968, 1.973/74- 1978/79
601
TABEL I X- 7 a
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN FASILITAS ANGKUTAN
JALAN RAYA,1973/74-1978/79
602
kendaraan inspeksi yang terdiri dari 30 jeep dan 66 sepeda motor,
sebuah alat pengontrol kecepatan kendaraan, 3 buah kantor inspeksi,
47 brake efficiency recorder, dan alat telekomunikasi yang terdiri dari
4 two way radio transciever dan 3 base station. Dalam tahun 1978/
79 telah tercapai penambahan fasilitas lalu-lintas yang antara lain
meliputi sebuah alat pengujian, 14.171 rambu, 24 jembatan timbang,
55 lampu pengatur lalu-lintas, 13 brake efficiency recorder.
Di samping itu telah pula dimulai persiapan pembangunan pusat
pengujian kendaraan bermotor. Perkembangan pembangunan fasilitas
jalan raya antara tahun 1973/74 - 1978/79 dapat dilihat dalam
Tabel IX - 7a.
Pada umumnya sasaran pembangunan dapat tercapai, bahkan be berapa fasilitas jauh melebihi sasaran seperti jembatan timbang dan
lampu pengatur lalu-lintas.
Dalam usaha menanggulangi kebutuhan alat angkutan daerahdaerah terpencil telah diusahakan penambahan alat angkutan perintis.
Pada tahun 1974 jumlah alat angkutan perintis meliputi 86 buah bis
yang beroperasi di Lampung, Pangkal Pinang, Sulawesi Selatan, Lom bok, Irian Jaya, Ambon, Kupang, Timor Timur, Bengkulu, Jawa dan
Bali. Jumlah tersebut pada tahun 1979 meningkat menjadi 303 buah
bis dan tersebar di Ujung Pandang, Pangkal Pinang, Kupang, Ambon,
Bengkulu, Mataram, Sumbawa, Irian Jaya, Timor Timur, Jawa dan
Bali.
Untuk mengatasi kesulitan angkutan kota, selain dari pada di
Jakarta juga di kota-kota lain armada angkutan kota telah ditambah.
Dalam tahun 1979 jumlah bis kota di luar Jakarta tercatat sebanyak
478 buah dan beroperasi di kota-kota Surabaya 170 buah bis, Medan
75 buah bis, Semarang 121 buah bis, Tanjungkarang 24 buah bis
dan Bandung 88 buah bis.
c. Angkutan Kereta Api
Dengan meningkatnya pemeliharaan dan rehabilitasi selama Pelita
I keadaan peralatan kereta api selama Pelita II telah mengalami per -
603
baikan. Meskipun demikian kerusakan prasarana dan peralatan yang
sudah terjadi, keterbelakangan dalam teknologi, serta kelemahan di
bidang administrasi dan keuangan, merupakan persoalan yang cukup
besar, yang tidak dapat diselesaikan oleh PJKA dalam jangka wakt u
singkat. Oleh karena itu titik berat program rehabilitasi tetap diarah kan pada usaha meneruskan perbaikan prasarana dan penambahan
peralatan operasi dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
mutu pelayanannya kepada masyarakat.
Perbaikan dalam peralatan kereta api tersebut ternyata memberikan hasil yang cukup menggembirakan, seperti terlihat dalam Tabel
IX - 8 berikut;
Dalam Tabel IX - 8 terlihat bahwa selama Repelita II telah
dapat dilaksanakan perbaikan jalur kereta api sepanjang 2.845 km,
rehabilitasi lok uap 239 buah, lok diesel 447 buah, lok listrik 2 buah,
kereta penumpang 1.212 buah dan gerbong barang 11649 buah.
Di samping perbaikan jalur kereta api sepanjang 164 km, per baikan jembatan sebanyak 190 buah, rehabilitasi lok uap 31 buah,
rehabilitasi lok diesel 11.0 buah, gerbong barang 2.083 buah, kereta
penumpang 305 buah, bangunan operasional sebanyak 107 buah, per baikan peralatan sinyal sebanyak 99 buah dan peralatan telekomu nikasi sebanyak 146 unit, diselesaikan dalam tahun 1978/79. Dalam
rangka meningkatkan kapasitas dan mutu pelayanan angkutan kereta
api selama Pelita 11 peralatan kereta api telah ditambah sejumlah 91
lokomotif, 232 gerbong penumpang (termasuk di dalamnya 52 kereta
rel diesel dan 40 kereta rel listrik) dan 780 gerbong barang.
Disadari bahwa peranan angkutan kereta api akan menjadi lebih
penting di masa mendatang demi menunjang perkembangan di sektor
yang lain terutama untuk mengangkut hasil produksi perkebunan di
Sumatera Utara, hasil industri semen di Sumatera Barat, hasil pertambangan di Sumatera Selatan. Dalam bidang angkutan penumpang,
PJKA telah memperluas fasilitasnya terutama dalam rangka angkutan
kota dan angkutan transmigrasi. Perkembangan produksi jasa angkut an kereta api selama tahun 1973 - 1978 dapat dilihat dalam Tabel
IX - 9 dan Grafik IX - 3 di bawah ini.
604
I
TABEL IX - 8
HASIL-HASIL REHABILITASI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA,
1969/70, 1973/74 - 1978/79
No.
Uraia
1.
Perbaikan
jalur
1. Perbaikan
Jalur
n
Kereta Api (Km)
2.
Perbaikan jalur
Jembatan (M3/buah)
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1969/70
1973/74
1974/75
1975/76
513,7
578,8
620
968
164
-
301
190
15
107
31
92
138
191
1.606
22
7
38
23
58
69
Lok Diesel (buah)
Lok Listrik (buah)
Kereta (buah)
13
42
15
2
58
40
91
160
455
-
34
10.
Jembatan beton (buah)
1978/79
272
22
15
9.
1977/78
132,5
Bangunan Operasional (Unit)
Lok Uap (buah)
Pasang Airbrake (buah)
Rehabilitasi Gerbong (buah)
1976/77
2
39
68
-
10.3
390
69
48
103
279
110
305
62
176
1.000
714
500
2.772
640
2.960
760
3.120
500
2.083
196
111
93
-
17
605
TABEL IX- 9
PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API,
1973 - 1978
(dalam ribuan)
Tahun
1973
1974
1975
1976
1977
1978
Penumpang
29.370
25.416
23.854
20.060
20.960
26.001
Penumpang
Km
2.727.000
3.466.300
3.534.200
3.371.040
3.082.360
4.063.000
Barang
Ton
5.040
4.540
3.871
3.322
3.998
4.744
Barang
Ton/Km
1.069.000
1.116.200
959.300
701.040
813.730
762.000
Dari Tabel di atas tampak bahwa antara tahun 1973 dan 1978
pertumbuhan angkutan penumpang turun naik secara tidak teratur
karena pengaruh perkembangan angkutan jalan raya. Namun dalam
tahun 1978 jumlah penumpang naik sebesar 24% atau jika dihitung
dalam penumpang kilometer kenaikan tersebut mencapai 32% bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam bidang angkutan
barang dialami perkembangan yang sama seperti pada angkutan penumpang. Dalam tahun 1978 jumlah angkutan barang meningkat sebe sar 18,7% jika dibandingkan dengan tahun 1977. Hal ini antara lain
disebabkan karena adanya peningkatan mutu pelayanan angkutan
kereta api yang dilakukan oleh PJKA selama ini. Hal ini dimungkinkan
melalui perbaikan-perbaikan peralatan operasi yang telah dilakukan
di Balai Yasa-Balai Yasa seperti di Surabaya, Madiun, Semarang,
Yogyakarta, Jakarta dan Sumatera.
Usaha penyehatan PJKA di bidang administrasi, keuangan dan
pendidikan/latihan tetap dilaksanakan sejalan dengan pengembangan
fasilitas operasi. Hal ini menyebabkan produktivitas da n pendapatan
perkeretaapian dapat ditingkatkan. Dalam tahun 1978 pendapatan
PJKA naik sekitar 22% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
d. Angkutan Sungai, Danau dan Ferry
Sampai dengan tahun ke empat Pelita 11 di bidang angkutan su ngai berhasil dibangun rambu sungai sebanyak 3.616 buah, skala
606
GRAFIK IX - 3
PERKEMBANGAN PRODUKSI JASA ANGKUTAN KERETA API,
1973-1978
(dalam ribuan )
607
(Sambungan Grafik IX – 3)
608
ketinggian air 121 buah, tonggak kilometer 900 buah, dermaga sungai/
bus/truk air sebanyak 37 buah, pengadaan kapal kerja 19 buah, pem bersihan alur 2.985 km pengerukan 500.000 m 3 .
Sementara itu di bidang angkutan ferry telah dibangun 29 buah
dermaga ferry dan 17 buah kapal ferry. Selain itu juga berhasil diba ngun 20 kapal inspeksi, 18 buah kapal patroli dan telah dibeli 25 buah
bis air.
Untuk angkutan danau telah dibangun 10 buah dermaga di bebe rapa danau, antara lain Danau Toba, Danau Diatas, Danau Dibawah
dan Danau Singkarak.
Selama tahun kelima Pelita II di bidang angkutan sungai, danau
dan ferry telah dibangun rambu sungai sebanyak 855 buah, dermaga
sungai 2 buah, dermaga danau 1 buah dan pengerukan sekitar 120.000
m3.
Hubungan ferry yang telah dibuka sampai tahun 1978/79 antara
lain lintasan Ferry Merak - Panjang, Ujung - Kamal, Ketapang Gilimanuk, Buitan - Lembar, Poka - Galala dan Bajoe - Kolaka.
Mengenai hubungan ferry Merak - Bakauhuni yang telah selesai persiapannya kini telah dimulai pembangunannya dan diharap kan akan selesai dalam tahun 1981, sehingga hubungan ferry antara
Jawa - Sumatera dapat lebih ditingkatkan lagi.
Perkembangan angkutan ferry sejak tahun. 1973/74 sampai de ngan tahun 1978/79 dapat dilihat dalam Tabel IX - 10 berikut :
TABEL IX - 10
PERKEMBANGAN ANGKUTAN FERRY, 1973/74 - 1978/79
(dalam ribuan rupiah)
Angkutan penum
pang (orang)
Angkutan barang
(ton)
Angkutan kenda
raan (buah)
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1.864
2.474
4.206
4.987
6.341
7.777
343
453
576
665
615
811
158
186
237
326
402
715
609
Dari Tabel IX - 10 di atas terlihat bahwa angkutan ferry sejak
tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 telah meningkat dengan
rata-rata per tahun sekitar 33 % untuk angkutan penumpang, 19 %
untuk angkutan barang dan 33 % untuk angkutan kendaraan.
2. Perhubungan Laut
Kebijaksanaan sub sektor perhubungan laut selama Pelita II
secara keseluruhan terus ditingkatkan dengan prioritas lebih meman tapkan sistem Pelayaran Nusantara yang tetap dan teratur di samping
membina perkembangan Pelayaran Samudera, Pelayaran Khusus, Pelayaran Lokal/Rakyat dan Pelayaran Perintis. Peningkatan pembinaan pelayaran juga diikuti dengan perkembangan pembangunan pra sarana perhubungan laut yang meliputi fasilitas-fasilitas pelabuhan,
keselamatan pelayaran, kesyahbandaran, galangan, keamanan, Biro
Klasifikasi dan lain-lain. Perkembangan pembangunan sarana dan
prasarana saling dibangun bersamaan sehingga unsur-unsur tersebut
dalam pengoperasiannya saling tunjang-menunjang dalam mewujudkan tugas perhubungan laut. Bersamaan dengan itu juga dilakukan
penyehatan perusahaan-perusahaan pelayaran, galangan dan lain-lainnya yang antara lain meliputi bidang pengelolaan, perizinan, tarif, ke pegawaian, sehingga dapat diberikan jasa angkutan yang cukup murah
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat yang memerlukannya.
a. Bidang Pelayaran
1. Pelayaran Nusantara
Selama Pelita 11 terdapat kenaikan muatan yang diangkut dari
2.775 ribu ton pada tahun 1973/74 menjadi 3.529 ribu ton dalam ta hun 1978/79. Jadi selama 5 tahun terdapat kenaikan 754 ribu ton
dengan rata-rata kenaikan setiap tahun sekitar 4,9 %.
Pelayaran Nusantara dioperasikan berdasarkan pola trayek Pelayaran Tetap dan Teratur yang terus disempurnakan dan disesuaikan
dengan kebutuhan penyebaran pelayanan pengangkutan. Sehingga
dalam tahun 1978/79 Pola Trayek Pelayaran Tetap dan Teratur telah
mencakup 133 pelabuhan di seluruh Nusantara, terdiri dari 50 pela buhan wajib dan 83 pelabuhan fakultatip untuk disinggahi.
610
Kegiatan Pelayaran Nusantara dalam tahun 1978/79 dilayani oleh
322 unit kapal dengan kapasitas sekitar 312.299 Dwt. Bila dibanding kan dengan jumlah kapal yang beroperasi pada awal tahun 1973/74
sebanyak 300 unit dengan kapasitas 284.000 Dwt maka terdapat ke naikan rata-rata 3,8 % per tahun. Jumlah kapal yang me layari trayek
Pelayaran Tetap dan Teratur mulai tahun 1973/74 sampai dengan
1976/77 terus meningkat, kemudian dalam tahun 1977/78 menurun
dan meningkat kembali dalam tahun 1978/79. Penurunan jumlah ka pal yang beroperasi adalah disebabkan karena adanya pen ggantian
sebagian kapal-kapal yang sudah tua dengan kapal-kapal yang baru
yang lebih besar, dan adanya sebagian kapal yang beroperasi pada
pelayaran lokal. Keadaan ini dapat kita lihat dengan makin mening katnya jumlah kapasitas dan muatan yang diangkut pa da tiap-tiap
tahun. Sampai dengan tahun 1978/79 telah dilakukan penambahan dan
penggantian kapal lama dengan kapal baru sebanyak 33 unit dengan
kapasitas sekitar 43.150 Dwt.
Walaupun sebagian kapal-kapal yang sudah tua telah berhasil
diganti namun masih terdapat sekitar 130 buah kapal yang sudah tua
dengan kapasitas 126.844 Dwt yang masih diberi izin beroperasi, ka rena kemampuan keuangan perusahaan-perusahaan pelayaran yang
memiliki kapal-kapal tersebut masih lemah. Sehingga dalam pengo perasian seluruh kapal Pelayaran Nusantara produktivitasnya belum
mencapai yang dikehendaki, meskipun jumlah muatan yang diangkut
tiap tahunnya terus meningkat.
Dalam angkutan transmigrasi Pelayaran Nusantara melakukan
pengangkutan dari pelabuhan asal antara lain Tanjung Pri ok, Surabaya, Semarang, Benoa dan Lembar ke pelabuhan tujuan di berbagai
daerah pemukiman transmigrasi antara lain; Sumatera Barat, Kali mantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Sela tan, Jambi, Riau dan Irian Jaya.
Perkembangan armada niaga nusantara dapat dilihat dalam
Tabel IX - 11 dan Grafik IX - 4 berikut
Dalam tahun 1973/74 terdapat kenaikan jumlah kapal sekitar
21 % dengan penurunan kapasitas 7% bila dibandingkan dengan tahun
611
1968/69, karena ada beberapa kapal ukuran besar diganti dengan kapal-kapal kecil. Keadaan tahun 1978/79 menunjukkan kenaikan ka pal yang beroperasi sekitar 21 % dan kenaikan kapasitas sekitar 10%
dengan kenaikan muatan yang diangkut sekitar 52% bila dibanding kan dengan tahun 1973/74.
2. Pelayaran Samudera
Armada Samudera Nasional terus berkembang. Dalam tahun
1974/75 kapal yang beroperasi sebanyak 45 buah dengan kapasitas
337.458 Dwt dan telah mengangkut muatan sekitar 2.000 ribu ton.
Jumlah ini telah berkembang sehingga dalam tahun 1.978/79 menjadi
52 buah kapal dengan kapasitas 512.705 Dwt dan telah mengangkut
muatan sekitar 2.275 ribu ton. Hal ini berarti kenaikan muatan yang
diangkut sebesar rata-rata 3,3 % per tahun. Di samping penyelenggaraan angkutan Pelayaran Samudera yang diatur berdasarkan
"liners" antara Indonesia - Jepang, Indonesia - Australia, Indonesia - Amerika, Indonesia - Eropa dan sebaliknya, juga dilakukan
angkutan-angkutan untuk jurusan Hongkong, Taiwan, Bangkok, India,
Korea, Birma, Afrika, Pakistan, Timur Tengah dan Philipina. Sumbangan Pelayaran Samudera Nasional dalam perdagangan ekspor mau pun impor sejak tahun 1974/75 terus meningkat sampai dengan tahun
1978/79.
Produktivitas Armada Pelayaran Samudera ini belum setinggi yang
diharapkan karena masih terdapat sekitar 24 buah kapal yang sudah
tua dengan kapasitas 304.490 Dwt yang beroperasi dengan produk tivitas rendah karena sudah tua.
3. Pelayaran Khusus
Pelayaran Khusus melayani pengangkutan barang-barang seperti
kayu, minyak bumi, nikel, bauksit, molases dan minyak kelapa sawit.
Angkutan komoditi kayu (logs) keluar negeri cukup besar terutama
ke Jepang, Korea dan Taiwan.
Dalam tahun 1974/75 dari sekitar 16.758 ribu m 3 kayu armada
khusus nasional baru mengangkut sekitar 531 ribu m 3 , atau sekitar
3,2%, sedang sisanya diangkut oleh kapal asing.
612
TABEL IX - 11
PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NUSANTARA
1968, 1973/74 - 1978/79
Tahun/Uraian
1968/69
Kapal (unit)
221
Kapasitas (000) dwt
306
Muatan (000) ton
-
1973/74
267
2234
2.316
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
300
305
340
316
322
240
263
277
311
312
2.775
3.040
3a09
3.635 *)
3.5229 **)
*)Perbaikan.
**)Angka sementara.
613
GRAFIK IX – 4
PERKEMBANGAN ARMADA NIAGA NUSANTARA
1968/69, 1973/74 – 1978/79
614
Peranan sumbangan Armada Khusus Nasional ini dalam angkut an kayu dapat ditingkatkan terus sehingga dalam tahun 1978/79 dari
seluruh muatan sekitar 19.900 ribu m3 kira -kira 8.798 ribu m 3 atau
44% telah diangkut oleh andil armada khusus nasional. Berarti ada
kenaikan prosentase sumbangan Armada Pelayaran Khusus Nasional
dalam mengangkut kayu sebesar rata -rata 10 % tiap tahun.
4. Pelayaran Rakyat
Pembinaan pelayaran rakyat tujuannya adalah untuk menunjang
perkembangan ekonomi dan sosial daerah -daerah yang terpencil. Usaha pembinaan dan perlindungan atas perkembangan pelayaran rakyat
melalui motorisasi perahu-perahu layar terus dilaksanakan. Sampai
tahun 1978/79 telah selesai dimotorisasikan sekitar 393 perahu layar
dan diadakan peningkatan beberapa fasilitas pelabuhan, antara l ain
Sunda Kelapa, Kalibaru (Jakarta), Palembang, Cirebon, Tegal, Sema rang, Gresik, Paotere (Ujung Pandang) dan Dalay (Sulawesi Selatan).
5. Pelayaran Perintis
Kegiatan Pelayaran Perintis dimulai sejak tahun 1974/75 dengan
tujuan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, sosial dan Pemerintahan daerah-daerah terpencil yang lemah ekonominya.
Peningkatan kegiatan Pelayaran Perintis mulai dari tahun 1974/
75 sampai dengan tahun 1978/79 dapat dilihat dari peningkatan jum lah kapal yang dioperasikan dari 9 buah menj adi 21 buah, jumlah
trayek yang dilayari dari 15 trayek menjadi 22 trayek, jumlah pela buhan yang dikunjungi dari 79 pelabuhan menjadi 174 pelabuhan dan
jumlah frekwensi penyinggahan dari tiap -tiap pelabuhan dari 30 hari
menjadi 12 hari.
Perkembangan angkutan penumpang dan barang dari Pelayaran
Perintis terlihat dalam Tabel IX - 12 di bawah ini.
TABEL IX-12
PERKEMBANGAN PELAYARAN PERINTIS
1974/75 - 1978/79
Tahun/Uraian
1974/75 1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
Penumpang (orang)
13.858
33.496
38.944
76.280
115.552
Barang (ton)
14.702
39.687
47.037
62.888
70.226
615
I
Perkembangan angkutan penumpang dan barang tiap tahun terus
meningkat dan bila dibandingkan keadaan tahun 1978/79 dengan ta hun 1974/75 angkutan penumpang naik 734% dan angkutan barang
naik 377 %.
b. Fasilitas Pelabuhan dan Pengerukan
Peningkatan fasilitas pelabuhan yang merupakan salah satu
penunjang dari seluruh kegiatan pelayaran baik nusantara maupun
samudera terus ditingkatkan dengan melaksanakan rehabilitasi, me ningkatkan dan menambah fasilitas-fasilitas pelabuhan yang sudah
ada. Kegiatan tersebut selalu dilakukan berdasarkan rencana induk
dari masing-masing pelabuhan.
Perluasan beberapa pelabuhan yang strategis antara lain Tan jung Priok, Tanjung Perak (Surabaya), Belawan dan Panjang masih
dalam taraf pelaksanaan. Pada saat ini sedang dipersiapkan pem buatan rencana induk dengan desain yang terperinci untuk beberapa
pelabuhan antara lain, Semarang, Bitung, Balikpapan, Banjarmasin,
Cirebon, Teluk Bayur, Cilacap, Pulau Baai, Ambon, Pal embang dan
Banyuasin.
Pembangunan pelabuhan baru beserta peningkatan dan penam bahan fasilitas pelabuhan yang terdiri dari dermaga, gudang, lapang an penumpukan, fasilitas air, listrik, fasilitas kepanduan dan seba gainya dalam tahun 1978/79 dilakukan pada beberapa pelabuhan
antara lain: Semarang, Krueng Raya, Belawan, Sibolga, Teluk Bayur,
Dumai, Tanjung Pinang, Palembang, Panjang, Pontianak, Sunda
Kelapa, Samarinda, Balikpapan, Makasar, Ambon, Celukan Bawang,
Benoa, Tenau, Waingapu, Banjarmasin, Kendari, Pantoloan, Bitung,
Jambi, Bengkulu dan Sampit.
Pengembangan pelabuhan perintis yang dilaksanakan untuk
menunjang route pelayaran perintis, dalam tahun 1978/79 dilakukan
pada sekitar 28 pelabuhan yang tersebar di pantai Barat Sumatera,
kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur dan Irian Jaya. Peningkatan fasilitas-fasilitas pelabuhan dapat
dilihat dalam Tabel IX - 13. Terjadinya penambahan fasilitas
pelabuhan yang meningkat dan yang menurun untuk tiap-tiap tahun
616
TABEL IX – 13
PENAMBAHAN FASILITAS PELABUHAN
1973/74 - 1978/79
617
dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 adalah untuk
menyeimbangkan fasilitas-fasilitas pelabuhan dalam operasinya.
Untuk menjamin keamanan dan kelancaran keluar masuk pelabuhan
dan di alur-alur pelayaran tiap-tiap tahun dilakukan kegiatan rutin
pengerukan di Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Palembang, Gresik,
Probolinggo, Belawan, S. Barito, S. Kahayan, S. Mahakam, dan
Menado/Bitung dengan jumlah lumpur yang dikeruk sekitar 64,4 juta m 3 .
Dalam tahun 1978/79 jumlah armada kapal keruk telah ditambah dengan 2
buah yang dibiayai dengan bantuan proyek sehingga jumlah armada
seluruhnya menjadi 22 buah kapal keruk dengan kapasitas 18,8 juta meter
setahun. Perkembangan
hasil pengerukan dapat dilihat dalam Tabel
IX - 14 dan Grafik
IX-5.
TABEL IX - 14
PERKEMBANGAN HASIL PENGERUKAN,
1973/74- 1978/79
Jumlah lumpur yang dikeruk dalam tahun 1973/74 meningka t sekitar
14 % bila dibandingkan dengan tahun 1968 /69. Dalam tabel kelihatan
hasil pengerukan pada Pelita II. Hasil-hasil pengerukan pada tahun
1975/7C, 1976/77 dan 1977/78 cukup tinggi. Hal ini disebabkan adanya
hasil pengerukan pokok untuk sungai Kahayan dan sungai Kapuas kecil.
c. Fasilitas Keselamatan Pelayanan
Keselamatan dan keamanan pengangkutan penumpang dan barang terus
ditingkatkan dengan rehabilitasi dan peningkatan kemampuan fasilitas fasilitas keselamatan pelayaran yang meliputi pengadaan
s arana bantu
navigasi, telekomunikasi pelayaran, pemetaan laut, kesyahbandaran,
keamanan dan Biro Klasifikasi Indonesia. Jumlah
618
GRAFIK IX – 5
PERKEMBANGAN HASIL PEMBANGUNAN
1973/74 – 1978/79
619
kapal-kapal perawatan dan pemeliharaan dalam tahun 1978/79 bertambah dengan 2 buah. Di samping itu telah ditingkatkan fasilitas-fasilitas
sarana bantu navigasi, telekomunikasi dan pemetaan laut sehingga
pelayanannya dapat ditingkatkan sampai ke daerah-daerah terpencil.
Pembangunan 5 pangkalan induk navigasi untuk melayari seluruh
perairan Indonesia terus dilanjutkan. Sampai saat ini yang telah selesai
dibangun dan beroperasi adalah untuk lokasi Dumai, Jakarta dan
Surabaya.
Kegiatan survai Selat Malaka -- Singapura masih dilanjutkan,
sedang survai Selat Lombok dan Selat Makasar telah selesai dan dalam
proses desain untuk dijadikan proyek.
Survai navigasi untuk perairan Belawan, Surabaya, Jakarta, Balikpapan, Bali dan Ujung Pandang telah selesai dan berdasarkan hasilhasil survai telah dimulai pelaksanaannya. Perkembangan rehabilitasi/
pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran, kesatuan penjagaan laut
dan pantai dan kesyahbandaran dapat dilihat dalam Tabel IX - 15.
Perkembangan rehabilitasi/pembangunan fasilitas keselamatan
pelayanan tiap-tiap tahun dari tahun 1973/74 sampai dengan tahun
1978/79 yang turun naik adalah untuk. penyesuaian keseimbangan
dalam operasinya.
d. Jasa Maritim.
Usaha peningkatan dan perluasan kemampuan galangan untuk
melayani perbaikan dan pemeliharaan kapal-kapal nasional terus dilaksanakan sehingga kegiatan perbaikan dan pemeliharaan yang dilaku kan di luar negeri dapat berangsur-angsur dikurangi.
Kemampuan fasilitas reparasi telah ditambah dari sebesar 98.000
Dwt pada tahun 1974/75 menjadi 119.600 Dwt pada tahun 1.978/79,
yang berarti penambahan sebanyak 21.600 Dwt selama 4 tahun.
Penambahan tersebut di antaranya terjadi dalam tahun 1978/79 dengan
pembelian sebuah floating dock berkapasitas 5000 Dwt. Sebagai hasilnya kemampuan produksi reparasi juga telah dapat ditingkatkan dari
710.000 Dwt pada tahun 1974/75 menjadi 950.000 Dwt pada tahun
1978/79.
Kegiatan pengangkatan kerangka kapal dan pekerjaan di bawah
air masih banyak ditentukan oleh kemampuan usaha nasional yang
620
TA B EL I X --- 15
PERKEMBANGAN REHABILITASI/PEMBANGUNAN FASILITAS
KESELAMATAN PELAYARAN
1973/74 - 1978/79
R e a l i s a s i
Jenis Fasilitas
(1)
I. Perambuan dan
Penerangan Pan
tai
1. Elektrifikasi
Menara Suar
1973/74 1974/75 1975/76
(2)
7
11
3. Pelampung
Suar
13
4. Anak Pelampung
26
5. Lampu pe
labuhan
2
7. Supply Ves
sel
8. Wacht Boat
(Kapal Ram
bu)
9. Pangkalan
Bantu Sara
na Navigasi
4
(5)
12
12
( 6)
(7)
7
9
11
13
25
9
17
7
5
6
-
-
-
-
-
-
10
-
7
2
5
-
5
14
2
-
2
-
2
1
1
2
-
-
2
1
1
1
1
-
1
-
-
-
1
-
-
5
-
1
-
-
2
-
26
35
40
55
-
20
38
23
19
-
-
30
-
15
2
-
10. Bengkel
11. Dermaga
-
12. Rehabilitasi
Kapal
-
13. Asrama
ABK/JKLM
-
14. SBB
-
621
1976/77 1977/78 1978/79
(4)
4
2. Rambu Suar
6. Bouy tender
(3)
622
masih terbatas. Usaha nasional baru mampu menangani masalah peng angkutan kerangka kapal, sedang untuk kegiatan di bawah air lainnya
masih digunakan usaha asing.
Perkembangan produksi reparasi/docking dapat dilihat dalam
Tabel IX -- 16 dan Grafik IX-6.
TABEL IX – 16
PERKEMBANGAN PRODUKSI REPARASI/DOCKING,
1973/74- 1978/79
Tahun/Uraian
1973/74
1974/75 1975/76
1976/77
1977/78
Rencana (Dwt)
Realisasi (Dwt)
473.250
610.000
605.000 750.000
710.000 800.000
1.145.00
0900.000
1.410.00
0900.000
1978/7
9
1.995.0
00
950.00
0
Bila dibandingkan perkembangan realisasi produksi reparasi/
docking pada tahun 1978/79 terdapat kenaikan sekitar 56% dari tahun
1973/74.
3. Perhubungan Udara
Sebagai hasil usaha peningkatan jasa angkutan udara telah d ioperasikan pesawat udara dengan kapasitas yang besar dan kecepatan
tinggi yang diikuti dengan pengembangan fasilitas dan peralatan di
darat yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Perkembang an angkutan udara yang diperkirakan hanya sebesar 16% s etahun
selama Repelita II ternyata telah berkembang dengan lebih cepat.
Kenaikan rata-rata untuk angkutan penumpang adalah sebesar 21,8%
per tahun dan untuk angkutan barang 21,6% per tahun. Peningkatan
hasil angkutan adalah juga sebagai hasil dari pengemba ngan armada,
perluasan fasilitas jaringan dan penambahan frekwensi penerbangan
beserta perbaikan dan peningkatan prasarana perhubungan udara yang
berkembang secara lebih seimbang dan saling menunjang. Perkem bangan angkutan udara dalam negeri sejak tahun 1 974 sampai tahun
1978 dapat dilihat dalam Tabel IX - 17 dan Grafik IX - 7.
Dalam tahun 1978 armada penerbangan seluruhnya terdiri dari
598 buah pesawat udara, 119 buah di antaranya berupa pesawat udara
ukuran besar yang dioperasikan oleh perusahaan -perusahaan yang melayani penerbangan yang teratur. Perkembangan kapasitas armada ang 623
GRAFIK IX – 6
PERKEMBANGAN PRODUKSI REPARASI/DOCKING,
1973/74 – 1978/79
624
TABEL IX-17
PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,
1968, 1973 – 1978
Uraian
1968
1973
1974
1975
1976
1977
1978
Km Pesawat (ribuan)
11.218
33.194
42.448
Penumpang diangkut
382.285
1.649.217
2.126.053
46.972
2.323.148
55.377
2.782.980
59.142
3.372.560
65.958
3.979.557
Barang (ton)
-
13.790
19252
22.619
28.781
32.908
35.822
Jam terbang
40.636
55.304
106.321
115.820
137.423
151.281
166.031
Ton/Km tersedia (ribuan)
46.195
213.925
264.461
302.570
378 .925
489.816
422.400
Ton/Km produksi (ribuan)
27.352
115.062
144.401
164.955
196.602
293.591
253.716
59
54
55
55
52
60
62
Faktor muatan (%%)
625
GRAFIK IX – 7
PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,
1968, 1974 – 1978
626
(Sambungan Grafik IX – 7)
627
628
kutan udara dalam negeri adalah disebabkan karena bertambahnya
jumlah pesawat yang dioperasikan dan karena dioperasikannya pesawat-pesawat berukuran besar dengan daya angkut yang besar dan de ngan kecepatan yang tinggi, antara lain pesawat bermesin turbojet
seperti F. 28 dan DC. 9, sedang untuk penerbangan internasional juga
diterbangkan pesawat udara yang berdaya angkut besar dengan kecepatan tinggi seperti DC. 10. Kemampuan armada angkutan udara ini
akan terus ditingkatkan dan disesuaikan dengan permintaan dan peme rataan pelayanan sampai ke daerah-daerah terpencil. Pesawat udara
jenis Cassa 212 sebagai hasil perakitan dalam negeri telah berhasil di gunakan untuk penerbangan komersial. Perkembangan armada angkut an udara dalam negeri dapat dilihat dalam Tabel IX - 18 dan
Grafik IX - 8.
TABEL IX- 18
PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,
1973 - 1978
Jenis pesawat udara
1973
1974
1975
1976
1977
1978
Bermesin piston
Bermesin turboprop
Bermesin turbojet
14
25
16
14
30
20
20
35
32
20
39
46
8
50
56
8
53
58
Pelayanan penerbangan antara berbagai kota besar dan ibukota
propinsi telah dapat ditingkatkan dengan menggunakan pesawat udara
bermotor jet seperti F-28 dan DC-9. Demikian juga penerbangan
"Shuttle" yang telah dilaksanakan antara Jakarta - Surabaya dan antara Jakarta -- Semarang pulang pergi akan dilihat kemungkinannya
untuk diterapkan pada jalur-jalur lainnya yang cukup padat.
Peningkatan kegiatan angkutan udara, baik angkutan dalam ne geri maupun internasional terus diikuti dengan jalan peningkatan ke waspadaan dalam bidang keselamatan dan keamanan opera sinya dengan peningkatan pemeriksaan dan perbaikan terhadap pesawat dan
peralatan-peralatan navigasi yang berada di darat.
Dalam menunjang program transmigrasi telah diadakan percobaan
pengangkutan para transmigran dengan menggunakan pesawat udara
629
GRAFIK IX - 8
PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,
1973 – 1978
630
untuk jalur Jakarta - Padang dan Jakarta - Jambi dengan mengangkut sekitar 1.167 orang transmigran dan 20.546 kilogram barang,
dan percobaan ini berhasil dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan dalam menunjang program transmigrasi Pemerintah
menyediakan sejumlah pesawat.
Program pariwisata telah dapat ditunjang dengan diadakannya pe nerbangan charter di samping peningkatan penerbangan teratur dari
luar negeri langsung ke Bali dan tempat-tempat tujuan pariwisata lainnya.
Pelayanan untuk kota-kota kecil beserta daerah terpencil dilakukan dengan terus meningkatkan penerbangan perintis yang telah meli puti 76 lokasi yang tersebar pada 22 propinsi, dan yang dalam tahun
1978 telah mengangkut penumpang sekitar 219.519 orang dan barang
seberat 2.017.600 kilogram barang termasuk angkutan pos. Dibanding
dengan realisasi tahun 1977 di mana telah diangkut sekitar 214.053
orang penumpang dan 1.801.866 kilogram barang dan angkutan pos,
hal ini berarti ada kenaikan sebesar 2,5% untuk penumpang dan 12%
untuk barang. Armada penerbangan perintis ini terdiri dari 19
pesawat udara jenis DHC-6 (twin otter) dan 2 buah Cassa 212.
Jemaah haji udara yang diangkut pada tahun 1977 adalah sekitar
27.660 orang, yang merupakan 81 % dari seluruh jemaah haji Indone sia. Pada tahun 1978 telah dapat diangkut sekitar 72.744 orang jemaah
haji yang merupakan 100% dari jemaah haji Indonesia pada tahun itu.
Jadi terdapat kenaikan sekitar 163 % dalam pengangk utan jemaah haji
dibanding dengan tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan keamanan
dan kenyamanan dalam penyelenggaraan angkutan jemaah haji antara
lain telah diusahakan penerbangan langsung ke Jeddah dari daerah -daerah asal dengan menggunakan pesawat berbadan lebar.
Dalam tahun 1978 telah dicapai berbagai perjanjian penerbangan
(air agreement) dengan luar negeri. Di samping itu terus ditingkatkan
kegiatan penerbangan regional dengan negara-negara tetangga. Hal ini
telah meningkatkan perkembangan angkutan udara internasional. Dalam tahun 1978 telah dapat diangkut penumpang sekitar 461.464 orang
dan barang sekitar 5.702 ton. Bila dibandingkan dengan realisasi ang -
631
kutan tahun 1977 di mana baru dapat diangkut 426.958 orang penumpang dan 4.936 ton barang, ini berarti terdapat kenaikan 8% dalam
angkutan penumpang dan 15,5% dalam angkutan barang.
Dalam angkutan penumpang dan barang pada penerbangan internasional pada tahun 1978 terdapat kenaikan sekitar 10% untuk angkutan penumpang dan sekitar 7,7 % untuk angkutan barang bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 1.977. Perkembangan angkutan
udara internasional dalam tahun 1974 sampai dengan tahun 1978
dapat dilihat dalam Tabel IX - 19 dan Grafik IX - 8.
Peningkatan fasilitas meliputi landasan, peralatan navigasi udara,
peralatan telekomunikasi udara, dan peralatan pemadam kebakaran
sebagai unsur pelayanan terhadap operasi penerbangan; sedang pra sarana untuk pelayanan umum, seperti gedung terminal, tempat par kir kendaraan keluar masuk dan fasilitas pelayanan umum lainnya
juga ditingkatkan dengan menerapkan skala prioritas sesuai dengan
keperluan dan kemampuan pembiayaannya. Peningkatan fasilitas untuk keselamatan penerbangan berupa pemasangan radar, telah dilaku kan di Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Semarang, Denpasar dan Ujung Pandang; sedang ILS (Instrument Landing Services)
telah dipasang di Jakarta dan Denpasar, dan sedang direncanakan
pemasangan ILS di Palembang, Ujung Pandang dan di 4 lokasi lain nya. Pemasangan peralatan tersebut di atas adalah dalam rangka
mengimbangi peningkatan dan pengembangan angkutan udara yang
menggunakan pesawat udara berkemampuan tinggi (high performance
aircraft).
Keadaan pelabuhan udara dalam tahun 1978 adalah sebagai ber ikut : 13 buah berkemampuan operasional sampai dengan jenis pesawat udara DHC-6/DC-3; 14 buah berkemampuan operasional sampai
dengan pesawat jenis F-27; 19 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis F-28; 7 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC-9; 2 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC -8; 2 buah
berkemampuan operasional sampai dengan pesawat udara jenis DC10 dan 2 buah berkemampuan operasional sampai dengan pesawat
udara jenis B-747.
632
TABEL IX -19
PERKEMBANGAN ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL,
1968,1973 - 1978
Uraian Tahun
1968
1973
1974
1975
1976
1977
1978
Penumpang (orang)
69.170
97.098
109.840
134.675
169.985
245.217
269.746
Barang (ton)
Jam terbang
Ton Km tersedia (ribuan)
3.312
6.875
90.493
3.125
10.340
127.348
3.574
10.429
180.340
3.635
11.791
216.824
3.318
14.377
291.371
3.953
17.016
396.607
4.257
17.789
446.362
Ton Km Produksi (ribuan)
29.047
62.674
80.620
87.917
97.412
146.353
155.800
32
49
45
41
33
37
Faktor muatan (%)
35
633
GRAFIK IX - 8
PERKEMBANGAN ARMADA ANGKUTAN UDARA DALAM NEGERI,
1.973 - 1978
634
(Sambungan Grafik IX - 9)
635
(Sambungan Grafik IX - 9)
636
Dalam usaha mengimbangi peningkatan kegiatan angkutan udara,
baik yang berupa peningkatan frekwensi penerbangan, peningkatan
fasilitas-fasilitas perhubungan udara, maupun peningkatan teknologinya, selalu dilakukan peningkatan dan penambahan tenaga akhli dan
tenaga trampil di berbagai bidang. Pendidikan dan latihan guna me ningkatkan tenaga akhli dan tenaga trampil ini dilaksanakan di Pusat
Latihan Penerbangan di Curug - Tangerang dan di luar negeri.
4. Pos dan Giro
Selama Pelita l dan Pelita II, Pos dan Giro telah berusaha me ningkatkan pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa. Dalam rang ka meningkatkan usaha tersebut telah banyak dibangun kantor pos
pembantu di kecamatan-kecamatan tersebar merata di seluruh Indonesia, di daerah-daerah transmigrasi, daerah-daerah pemukiman baru
dan daerah-daerah terpencil.
Untuk kota-kota besar dibangunlah kantor pos besar/I, kantor kepala daerah pos, kantor sentral giro dan disediakan kendaraan roda
dua ataupun roda empat sebagai angkutan pos dan sebagai kantor
pos keliling, sehingga jaringan hubungan komunikasi melalui pos telah
dapat terjalin dari kota-kota besar sampai daerah-daerah terpencil.
Dalam tahun terakhir Pelita 11 telah direncanakan pembangunan
kantor pos pembantu sebanyak 134 buah dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia, di antaranya 80 buah sudah selesai. Juga telah dibangun
3 buah gedung kantor pos besar kelas I masing-masing di Semarang,
Menado dan Kupang. Disamping itu juga dilakukan penambahan fa silitas angkutan sebagai penunjang operasional pos dan giro, berupa
motor sebanyak 120 buah dan kendaraan pos sebanyak 26 buah.
Selama Pelita II, dari tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/
79, telah dapat diselesaikan pembangunan 459 buah kantor pos pem bantu, 9 buah kantor pos besar kelas I, di antaranya 1 buah kantor
biro daerah pos di Bandung dan 1 buah gedung sentral giro di Surabaya. Di samping itu disediakan kendaraan bermotor sebanyak 560
buah terdiri dari kendaraan pos dan sepeda motor. Data pengembangan pembangunan dapat dilihat dalam Tabel IX - 20 di atas.
637
TABEL IX-20
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KANTOR POS DAN
SARANA PENUNJANG 1969/70,1973/74 - 1978/79
*) ditambah dengan pekerjaan lanjutan 1977/78.
**) dalam pelaksanaan.
638
Sejalan dengan meningkatnya pelayanan jasa Pos dan Giro telah
diusahakan untuk mempercepat waktu tempuh kiriman pos, yaitu untuk pos udara maksimum 3 hari dengan frekwensi 2 kali seminggu
tanpa melalui kantor singgah dan ditambah 2 hari lewat kantor sing gah. Kemajuan pelayanan dinas pos dan giro kepada masyarakat diiringi dengan meningkatnya volume lalu lintas pos dan giro dari tahun
ke tahun sebagaimana dapat dilihat perkembangannya dalam
Tabel IX - 21 dan Grafik IX - 9.
Dalam tahun 1978/79 terdapat kenaikan arus lalu lintas pos
biasa/kilat khusus sebesar 6,58%, paket pos 7,fi4% dan wesel pos
14.04%. Peredaran giro dan cekpos bertambah dengan 27,12 %, se dang tabungan pada Bank Tabungan Negara meningkat dengan
44,16%.
Dari Tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa selama dalam
Pelita I, dari tahun 1968-1973, perkembangan arus lalu lintas pos ratarata per tahun : untuk surat-surat pos 4,9%, dan dalam Pelita II
meningkat rata-rata 7,4% sedangkan wesel-pos rata-rata naik 36,9%.
Dalam Pelita II bertambah sebesar 24,9%. Peredaran giro dan cek pos
meningkatkan dengan 52,4%, dan dalam Pelita II dengan 32,7 %.
Tabungan pada Bank Tabungan Negara bertambah dengan 114,4%
dan dalam Pelita II peningkatannya mencapai 61,5%. Diharapkan
hubungan pos di tahun-tahun mendatang akan lebih lancar setelah
dinas pos keliling dan dinas pos pedesaan ditingkatkan fasilit as angkutannya.
5. Telekomunikasi
Kebijaksanaan yang ditempuh di bidang telekomunikasi selama
ini adalah melaksanakan otomatisasi sambungan telepon di kota -kota
besar, memperluas pelayanan telepon sampai daerah Kabupaten per luasan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) dan peningkatan kapasitas telex dan telegrap. Selama Pelita II telah dibangun sentral-sentral
telepon otomat, sehingga kapasitasnya meningkat dari 126.000 sambungan menjadi 423.600 sambungan. Penambahan jumlah sambungan
telepon ini dilaksa nakan bersama dengan pengembangan jaringan
639
TABEL IX - 21
PERKEMBANGAN ARUS LALU-LINTAS SURAT POS
PAKET-POS DAN LALU-LINTAS UANG POS,
1968, 1973 - 1978
Uraian
1968
1973
1974
1975
1976
1977
1978
Surat pos biasa/kilat
(ribuan)
138.881
176.541
187.233
199.840
200.564
236.703
252.295
Paket pos
-
494.711
613.953
794.082
772.460
848.086
912.964
Wesel pos
9,50
45,65
63,30
81,29
99,48
121,71
138,81
Peredaran giro dan cek pos
(milyar rupiah)
24,80
204,19
325,61
426,43
471,45
660,59
840,34
Tabungan pada
Bank Tabungan Negara
(jutaan rupiah)
31,21
1.414,98
2.325,82
4.435,18
7.042,17
(milyar rupiah)
640
10.908,80 15.256,00
641
interlokal lewat Satelit Domestik Palapa sehingga kebutuhan lalu lintas
telepon lokal dan interlokal, telegrap, telex dan data transmisi dapat dipenuhi dengan lebih memadai.
Perkembangan yang dapat dicapai dalam bidang telekomunikasi
dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian sebagai berikut :
a. Perkembangan di bidang perteleponan
1. Telepon
Selama tahun 1978/79 telah diselesaikan penambahan fasilitas
telepon sebanyak 227.500 sambungan, yaitu 181.500 sambungan di
Jakarta dan 46.000 sambungan di kota-kota lain di Indonesia. Di samping itu juga diselesaikan pembangunan Sentral Telepon Otomat (STO)
di 79 kota, antara lain kota Banda Aceh, Ujung Pandang, Banjarmasin,
Manado, Ambon, dan Mataram untuk menampung peralatan semi
elektronik seperti PRX, Metaconta, Pentaconta dan lain-lain. Pembangunan ini juga akan diikuti oleh pemasangan kabel untuk mendukung
pemanfaatan proyek Telekomunikasi Nusantara ini.
Perkembangan jumlah kapasitas telepon dapat dilihat dari
angka-angka kapasitas telepon pada tahun 1973 dan tahun 1978
seperti tercantum dalam Tabel IX - 22.
TABEL IX-22
PERKEMBANGAN KAPASITAS TELEPON DI INDONESIA
(satuan sambungan)
Kapasitas
1968
1973
1978
Sentral Otomat
90.747
126.000
423.600
Sentral Tangan BS
(Batere Sentral)
71.218
40.800
40.800
Sentral Tangan BL
(Batere Lokal)
27.677
66.100
66.100
189.642
232.900
530.500
Jum1ah
Tabel di atas menunjukkan bahwa antara tahun 1968 dan 1973
kapasitas telepon otomat bertambah dengan rata -rata 6,8 % per
642
tahun. Dan selama tahun 1973 - 1978 bertambah dengan rata-rata
27,5% per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan permintaan
masyarakat akan jasa telepon.
2. Telegram/Telex
Sungguhan pada tahun 1978 telah ditambah fasilitas telex seba nyak 7.360 unit di beberapa kota, tetapi dalam kenyataannya kebu tuhan masyarakat akan unit telex dan telegrap baru, baik di Jakarta
maupun di kota-kota lainnya, masih jauh lebih besar dari jumlah
fasilitas yang tersedia.
a.
Perkembangan di bidang transmisi
1. Satelit Domestik
Dengan adanya Sistem Komunikasi Satelit Domestik yang di dukung oleh sistem-sistem lainnya seperti Gelombang Mikro dan
Troposcatter, maka hubungan antara ibukota propinsi dan kota-kota
besar lainnya di seluruh Indonesia menjadi lebih lancar.
Jaringan komunikasi tersebut bahkan akan diperluas sampai ke
ibukota Kabupaten. Pada akhir tahun 1978 melalui Setasiun Bumi
Kecil, ibukota propinsi Timor Timur, Dili telah dapat dihubungkan dengan semua ibukota propinsi lainnya.
Mengingat usia Satelit Palapa Al dan A2 Generasi Pertama yang
akan berakhir pada tahun 1983/1984, maka Satelit Palapa Generasi
Kedua (Palapa B) sedang dipersiapkan rencana peluncuran nya. Dalam tahun 1979/1980 survai desain dan persiapan lainnya akan di selesaikan. Direncanakan peluncuran satelit tersebut akan dilakukan
pada tahun 1983 mendatang.
Dalam rangka meningkatkan kerja sama ASEAN dan untuk
memaksimalkan pemanfaatan Satelit Palapa telah dirintis kerja
sama di bidang telekomunikasi dengan negara Philipina, Malaysia
dan Muangthai. Di samping itu kerja sama telekomunikasi dengan
Singapura telah pula disetujui melalui hubungan kabel laut yang di rencanakan akan mulai beroperasi pada tahun 1981.
643
2. Gelombang Mikro
Proyek gelombang mikro yang telah diselesaikan sampai pada
tahun 1978 : adalah proyek gelombang mikro Jawa - Bali, Trans
Sumatera, Medan-Banda Aceh dan Indonesia Bagian Timur. Jaringan ini meliputi kota-kota Medan, Jakarta, Denpasar, Ujungpandang
yang sudah dapat dihubungkan secara langsung melalui Sambungan
Langsung Jarak Jauh (SLJJ). Jaringan gelombang mikro ini akan
diperluas sesuai dengan tuntutan perkembangan pembangunan.
6. Meteorologi dan Geofisika
Sampai tahun 1973/74 rehabilitasi stasion-stasion meteorologi
dan geofisika meliputi sebanyak 34 buah stasion meteorologi pener bangan dan 4 buah stasion geofisika. Dalam tahun tersebut juga
dapat diselesaikan pembangunan sebuah stasion cuaca pertanian
biasa dan 220 buah pengamatan hujan. Usaha-usaha rehabilitasi yang
telah dirintis selama. Pelita I, terus dilanjutkan dalam Pelita II. Di
samping itu dilakukan pula pembangunan baru stasion-stasion meteorologi terutama di lapangan-lapangan terbang perintis dan pembangunan stasion-stasion meteorologi maritim.
Sampai tahun 1978/79 rehabilitasi/pembangunan stasion -stasion
meteorologi dan geofisika meliputi 75 buah stasion penerbangan/sy noptic, 9 buah stasion meteorologi maritim, 4 buah stasion cuaca
pertanian utama dan 19 buah stasion geofisika. Dalam tahun ini
telah pula dibangun sampai selesai 4 buah stasion cuaca pertanian
biasa, 2 buah stasion cuaca pertanian khusus, 672 buah pengamatan
hujan dan 29 buah pengamatan penguapan.
Hasil-hasil rehabilitasi/pembangunan yang dicapai selama Pelita
II secara kumulatif meliputi 75 buah stasion meteorologi penerbang an/synoptic, 9 buah stasion meteorologi maritim, 4 buah stasion cuaca
pertanian utama, 16 buah stasion cuaca pertanian biasa, 27 buah
stasion cuaca pertanian khusus, 2.745 buah pengamatan hujan dan
160 buah pengamatan penguapan. Perkembangan rehabilitasi/pemba ngunan meteorologi dan geofisika dari tahun 1973/74 - 1978/79
dapat dilihat dalam Tabel IX-23 berikut:
644
TABEL IX-23
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA,
1973/74 - 1978/79
645
Selain dari pada hasil-hasil tersebut di atas, pada tahun 1974
telah diterbitkan peta hujan seluruh Indonesia. Juga telah dibuat
peta pusat gempa bumi (epicentrum) untuk seluruh daerah di Indonesia.
Dengan berhasilnya rehabilitasi/pembangunan tersebut jam ope rasi sudah dapat ditingkatkan. Juga telah berhasil ditingkatkan ke telitian data serta kecepatan pengumpulan dan penyebaran data.
Dengan demikian maka pelayanan data-data bertambah baik dalam
kwalitas maupun kwantitasnya.
Hubungan kerja-sama internasional antara lain meliputi kerja sama Asean dalam membuat atlas iklim dan statistik klimatologi dan
kerja-sama Asia Tenggara dalam usaha pembuatan peta pembagian
daerah gempa bumi di wilayah negara-negara tersebut. Kerja-sama
ini disponsori Organisasi Meteorologi Sedunia (WMO) dalam program
penelitian atmosfir dan program penelitian cuaca dan bantuan teknik
dari W.M.O. dengan UNDP dalam rangka peningkatan stasion meteorologi pertanian.
II. PARIWISATA
Dalam masa Repelita I dan Repelita II perkembangan kepariwisataan Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang menggembira kan, walaupun angka pertumbuhan yang direncanakan dalam Repelita
I dan Repelita II sebesar 14% setahun belum tercapai. Tingkat pertumbuhan yang dicapai rata-rata 11,6% per tahunnya. Pertumbuhan
ini masih dalam batas kemampuan nasional yang wajar dalam menam pung pertumbuhan arus wisatawan asing dari luar kawasan Indonesia.
Pembangunan kepariwisataan nasional hingga Repelita II tergan tung kepada pembangunan sektor lain, sehingga untuk mengembang kan obyek ataupun atraksi wisata pada suatu daerah harus pula di lakukan dalam suatu perencanaan yang terpadu.
Pertumbuhan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia
selama Repelita II dapat terlihat dalam Tabel IX - 24 dan Grafik
IX - 10.
646
TABEL IX - 24
ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA,
1973 - 1978
Tahun
Jumlah Wisatawan
1973
273.303
1974
313.452
1975
366.293
1976
401.237
1977
486.779
1978
488.614
Dalam tahun 1978 wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia
adalah sebanyak 488.61.4 orang. Diharapkan dalam tahun -tahun mendatang jumlah ini akan terus meningkat.
Hingga akhir Repelita II telah dapat diselesaikan 10 daerah tujuan wisata, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogya karta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Utara. Kesepuluh daerah wisatawan ini telah siap untuk menampung
arus wisatawan asing maupun domestik, karena baik sarana pengang kutan, akomodasi, maupun sarana penunjang lainnya telah sejalan
pembangunannya dengan pembangunan daerah tujuan tersebut. Masa lah yang masih dihadapi adalah segi pemasarannya yang masih perlu
ditingkatkan di masa mendatang. Dalam Repelita III ini masih akan
dilanjutkan dibuka lagi beberapa daerah di luar 10 daerah yang telah
ada, sehingga seluruh daerah di Indonesia akan merupakan suatu paket
wisata yang dapat lebih menarik wisatawan asing berkunjung ke Indonesia.
Langkah-langkah untuk membuat Indonesia sebagai daerah tujuan
wisata di dunia masih terus dilaksanakan. Usaha-usaha dalam hal
tersebut yang telah dijalankan meliputi antara lain : telah dibukanya
647
GRAFIK IX – 11
ARUS WISATAWAN ASING KE INDONESIA
1973 - 1978
648
beberapa kantor penerangan pariwisata di Eropa Barat, Amerika Se rikat, Jepang, Australia dan Singapura. Usaha lainnya adalah ikut
sertanya Indonesia dalam pameran dagang di luar neger i, pengiriman
misi kesenian dan penyelenggaraan promosi secara terus -menerus melalui media penerangan, persurat kabaran, majalah di luar negeri.
Pembinaan wisata remaja telah pula menunjukkan suatu kemajuan
yang menggembirakan. Para pelajar dan mahasiswa telah memanfaatkan masa liburnya untuk mengunjungi secara kelompok obyek -obyek
wisata yang tersebar di seluruh daerah. Hal ini sangat bermanfaat,
karena segi pendidikan lebih menonjol jika dibanding dengan segi
rekreasinya. Di samping itu mereka juga akan merasa bangga sebagai
tamu di negaranya sendiri. Usaha kearah penyuluhan akan dilanjutkan
melalui para pengajar dan melalui tempat -tempat pendidikan. Di beberapa daerah telah pula mulai dibangun fasilitas untuk perkemahan
(camping ground) hasil swadaya Pemerintah Daerah yang terbuka
untuk para remaja, pramuka, serta para pelajar dan mahasiswa untuk
memanfaatkan masa liburnya.
Penyediaan fasilitas pengangkutan dan akomodasi telah pula di tingkatkan. Antara lain telah dibuka jalur -jalur penerbangan antara
Indonesia dan sumber wisatawan internasional melalui penerbangan
secara borongan (package tour). Di samping pembangunan juga pere majaan serta peningkatan mutu hotel-hotel terus dilanjutkan, agar
sejauh mungkin dapat menampung arus wisatawan asing dan wisat awan domestik.
Jumlah hotel dan penyediaan kamar di beberapa daerah yang telah
berhasil ditingkatkan sampai tahun 1977 dapat terlihat dalam Tabel
IX - 25 berikut
649
TABEL IX - 25
KAPASITAS HOTEL/JUMLAH KAMAR DI INDONESIA,
TAHUN 1977
I
Daerah
DKI Jakarta
Jawa Barat
Ba1i
Jawa Timur
Jawa Tengah
Yogyakarta
Sulawesi Selatan
Sumatera Barat
Sulawesi Utara
Jumlah Hotel
Jumlah kamar
122
421
180
414
451
150
54
61
101
9.223
7.452
3.902
6.790
6.061
1.895
523
3.597
2.913
1.954
42.356
Dalam bidang pembinaan industri pariwisata telah mulai dilakukan penyuluhan terhadap para pengusaha dan usaha memperkuat
posisi modalnya dengan cara kredit baik kredit mini, kredit investasi
kecil maupun kredit yang lain yang dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu hasil kerajinannya.
650
Download