PERTAMBANGAN DAN ENERGI B A B IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional selanjutnya, yaitu dengan semakin langkanya sumber energi sedangkan kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Berdasarkan hal di atas, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan energi nasional haruslah dapat menjamin kesinambungan dan keseimbangan yang optimal antara penyediaan dan kebutuhan energi agar dapat mendorong proses pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijaksanaan tersebut dilandaskan pada azas bahwa sumber daya energi terutama minyak bumi harus digunakan sehemat mungkin dan sebijaksana mungkin, oleh karena sampai dengan tahun kedua program pembangunan nasional Repelita III sektor pertambangan dan energi, khususnya minyak dan gas bumi tetap memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan ne gara yang utama untuk pembiayaan pembangunan nasional serta peranannya sebagai pendukung utama konsumsi energi nasional. Dalam tahun ke dua Repelita III, jumlah ekspor minyak dan gas bumi mengalami penurunan, namun penerimaan devisa negara menunjukkan kenaikan yang cukup besar, bahkan dapat melam paui target yang ditetapkan dalam APBN 1980/81. Hal ini disebabkan kenaikan harga minyak mentah di pasaran internasional seba gai akibat adanya permintaan yang tidak dapat lagi diimbangi oleh penawaran. Demikian pula dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri telah dilaksanakan persiapan pembangunan Kilang Dumai Unit Hydro cracker dan perluasan Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap. Sehubungan dengan langkah usaha dalam pengembangan sumber energi di luar minyak, khususnya untuk pengembangan 477 tambang batubara, maka telah dibentuk PT. Tambang Batubara Bukit Asam, yang sebagian besar dari produksinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar PLTU Suralaya, Unit I dan II yang pembangunannya direncanakan selesai pada tahun 1985. Hasil-hasil produksi di bidang pertambangan nasional dalam tahun ke dua Repelita III pada umumnya mengalami kenaikan, meskipun beberapa bahan tambang mengalami penurunan produksi. Demikian pula kegiatan inventarisasi dan penyelidikan mineral yang meliputi kegiatan penyelidikan dan pemetaan geologi serta eksplorasi untuk mencari cadangan baru mineral masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan untuk menjamin kelangsungan produksi dan kemungkinan peningkatannya. Beberapa hasil produksi tambang Indonesia dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81 adalah seperti yang terlihat pada Tabel IX-1. TABEL IX — 1 PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN, 1978/79 — 1980/81 Jenis. Bahan Tambang Satuan 1978/79 1979/80 Minyak Bumi (Mentah) Gas Bumi Batubara Bijih Timah Bijih Nikel Bauksit Pasir Besi Emas Perak Konsentrat Tembaga Juta Barrel Milyar Kaki kubik Ribu ton Ribu ton Ribu ton Ribu ton Ribu ton Kg Kg Ribu ton 589,2 868,2 256,0 27,4 1.178,0 964,9 120,2 220,3 2.216,0 184,9 577,2 1.028,8 267,3 30,2 1.771,5 1.160,7 78,5 197,41) 1.806,0 188,5 1) 2) Angka diperbaiki Angka sementara 478 1980/81 581,1 2) 1.046,0 329,3 33,6 1.339,3 1.269,9 56,5 233,9 2.374,0 178,7 2. Perkembangan Hasil Pertambangan a. Minyak Bumi Pada tahun kedua Repelita III produksi minyak bumi Indonesia adalah sebesar 581,1 juta barrel yang berarti 9,1 juta barrel atau 1,6% lebih tinggi dari proyeksi semula sebesar 572 juta barrel. Bila dibandingkan dengan produksi pada tahun pertama Repelita II I hal ini berarti kenaikan sebesar 3,9 juta barrel atau 0,7% dalam tahun 1980/81. Dari jumlah produksi tersebut, 382,9 juta barrel adalah produksi dari daratan dan 198,2 juta barrel adalah produksi dari lepas pantai. Kegiatan eksplorasi terus dilakukan dan dikembangkan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi. Dalam tahun 1980 telah dibor sebanyak 197 sumur yang berarti kenaikan sebesar 29,6% dibandingkan dengan pemboran 152 sumur pada tahun 1979. Penemuan sumur minyak dan gas tahun 1980 adalah sebanyak 89 sumur, yang berarti suatu kenaikan 64,8% jika dibandingkan dengan tahun 1979 sebanyak 54 sumur. Demikian pula kegiatan survai seismik berkembang dengan pesat sehingga dalam tahun 1980 telah dapat diselesaikan 49.977 Km lintasan yang berarti kenaikan sebesar 54,1% dibandingkan dengan 32.441 Km lintasan pada tahun 1979. Dengan ditandatangani nya 11 kontrak bagi hasil baru pada tahun 1980, diharapkan kegiatan eksplorasi minyak akan lebih meningkat lagi sehingga sasaran produksi minyak bumi dalam Repelita III sebesar 1,8 juta barrel/hari diharapkan akan dapat tercapai. Perkembangan produksi minyak bumi dari tahun 1978/79 sampai dengan 1980/81 dapat dilihat pada Tabel IX—2 dan Grafik IX—1. Pengilangan Kebutuhan bahan bakar minyak untuk perbekalan dalam negeri meningkat terus sesuai dengan laju pembangunan nasional di segala bidang. Kenaikan kebutuhan bahan bakar minyak rata -rata 13-15% tiap tahun selama Repelita I dan II, sehingga dalam jangka waktu 10 tahun kebutuhan BBM akan meningkat dengan 2,7 kali. Pada saat ini kapasitas kilang-kilang yang ada di Pangkalanbrandan, Sungai Gerong, Plaju, Balikpapan, Wonokromo, Cepu, Su ngaipakning, Dumai dan Cilacap sebesar sekitar 425 ribu barrel tiap 479 TABEL IX — 2 PRODUKSI MINYAK BUMI (MENTAH), 1978/79 — 1980/81 (juta barrel) Tahun Produksi pada Lokasi Daratan 1978/79 1979/80 1980/81 *) 392,3 379,3 382,9 Lepas pantai 196,9 197,9 198,2 Jumlah 589,2 577,2 581,1 *) Angka sementara hari sudah tidak dapat mencukupi lagi, sehingga pengadaan tam bahan bahan bakar minyak telah diusahakan melalui pengolahan minyak mentah di Kilang Singapura dan impor. Sehubungan dengan masalah tersebut, maka pada permulaan tahun 1980 telah mulai dipersiapkan pembangunan Kilang Dumai Unit Hydro cracker dengan kapasitas 85 ribu barrel tiap hari dengan bahan baku residu yang rendah kadar sulfur nya (LSWR), dan perluasan Kilang Cilacap dan Balikpapan dengan tambahan kapasitas masing-masing 200 ribu barrel 'per hari dengan bahan baku minyak bumi Indonesia. Pembangunan proyek ini diharapkan selesai pada tahun 1983. Di samping usaha tersebut pada saat ini sedang diadakan penelitian dan perencanaan untuk membangun kilang baru yang mempunyai kapasitas 200 ribu barrel per hari dan pembangunannya diharapkan selesai pada tahun 1985. Dengan selesainya pembangunan perluasan kilang -kilang besar tersebut, maka diharapkan pada tahun 1984 kebutuhan BBM dalam negeri dapat dipenuhi dari hasil kilang dalam negeri sendiri, bahkan diharapkan dapat mengekspor beberapa jenis BBM ke negara tetangga ASEAN. Tabel IX—3 dan Grafik IX—2 menunjukkan angka-angka pengilangan minyak bumi dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. 480 GRAFIK IX – 1 PRODUKSI MINYAK BUMI (MENTAH), 1978/79 – 1980/81 481 TABEL IX — 3 PENGILANGAN MINYAK BUM. 1978/79 — 1980/81 (juta barrel) Tahun Kilang dalam negeri Kilang luar negeri Jumlah 1979/80 105,8 123,6 52,4 71,4 158,2 195,0 1980/81*) 124,9 63,7 188,6 1978/79 *) Angka sementara Ekspor Volume ekspor minyak bumi pada tahun 1980181 mengalami penurunan sebesar 11,2 juta barrel atau 2,9% dibandingkan dengan tahun 1979/80, sedang nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar 40%. Kenaikan nilai ekspor minyak bumi ini disebabkan adanya kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional. Selama tahun 1980/81 Pemerintah telah 2 kali melakukan penyesuaian harga minyak bumi Indonesia, yaitu pada tanggal 20 Mei 1980 dan terakhir pada tanggal 1 Januari 1981. Untuk hasil-hasil minyak, volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 5,6 juta barrel atau 10,1%, sedangkan nilai ekspor naik sebesar 46%. Tabel IX—4 dan Grafik IX—3 menunjukkan volume ekspor minyak bumi dan hasil minyak dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. Pemasaran Dalam Negeri Jumlah penjualan bahan bakar minyak, di dalam negeri selama tahun kedua Repelita III adalah 142,8 juta barrel, yang berarti kenaikan sebesar 12,4 juta barrel atau 9,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan pemakaian bahan bakar minyak 482 GRAFIK IX – 2 PENGGILINGAN MINYAK BUMI, 1978 – 1980/81 483 TABEL IX — 4 EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK, 1978/79 — 1980/81 (juta barrel) Tahun Minyak bumi Hasil minyak Jumlah 1978/79 463,3 46,2 509,5 979/80 392,1 55,2 447,3 1980/81*) 380,9 60,8 441,7 *) Angka sementara ini disebabkan oleh peningkatan pemakaian bahan bakar tersebut untuk sektor industri dan perhubungan selaras dengan laju peningkatan kegiatan pembangunan nasional. Peningkatan pemakaian bahan bakar minyak mengakibatkan juga kenaikan pemakaian minyak pelumas sebesar 13 ribu barrel atau 1,4% selama tahun 1980/81 dibandingkan dengan tahun 1979/80. Tabel IX—5 dan Grafik IX—4 memperlihatkan pemasaran hasil minyak bumi di dalam negeri dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. Dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri yang terus menerus meningkat, maka selain dilakukan usaha penambahan kapasitas kilang, telah diusahakan pula peningkatan penambahan sarana penyaluran/distribusi BBM yang meliputi pembangunan depot baru dan perluasan depot lama, pelabuhan BBM, tangki penimbunan kapal tanker, tangki truk, tangki kereta api, pipa penyalur station pompa BBM untuk umum dan lain sebagainya. Pembangunan peningkatan kapasitas depot timbun yang telah selesai dilaksanakan dalam tahun 1980/81 meliputi depot Plumpang, Sibolga, Teluk Bayur, Lhok Seumawe, Panjang, Pangkalan Balam, Malang, Banjarmasin, Kupang, Tanjung Perak dan Bitung hingga keseluruhannya mempunyai kapasitas penimbunan sebe sar 65 ribu kiloliter. Di samping itu juga telah dimulai pemba484 GRAFIK IX – 3 EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK, 1978 – 1980/81 485 TABEL IX— 5 PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1980/81 (ribu barrel) Jenis bahan/hasil 1978/79 1979/80 1980/811) Bahan bakar minyak 2) 119.888 130.372 142.786 800 899 912 2.220 2.334 2.034 Bahan pelumas Hasil-hasil khusus dan bahan kimia 1) 2) Angka sementara Termasuk aviation Gasoline dan Bunker Oil yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, serta pemakaian sendiri ngunan depot-depot baru di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah yaitu di Bengkulu, Meulaboh, Labuhan Bilik, Pulau Batam, Ketapang dan Palangkaraya yang masing-masing mempunyai kapasitas timbun sebesar 5.000 kiloliter. Selanjutnya dari 15 buah Base Depot dan 28 buah Sub Depot yang direncanakan pembangunannya di wilayah Indonesia bagian Timur telah mulai beroperasi Base Depot Badas dan Sub Depot Bima untuk propinsi Nusa Tenggara Barat, Base Depot di Donggala, Poso dan Luwuk untuk propinsi Sulawesi Tengah, Base Depot Waingapu untuk Nusa Tenggara Timur, Base Depot Kendari untuk Sulawesi Tenggara dan Base Depot Ternate di propinsi Maluku. b. Gas Bumi Produksi gas bumi pada tahun 1980/81 adalah sebesar 1.046,0 milyar kaki kubik dan bila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya mengalami kenaikan sejumlah 17,2 milyar kaki kubik atau 1,7%. Sedangkan gas bumi yang dimanfaatkan pada tahun ke dua Repelita III tersebut adalah 814,8 milyar kaki kubik, yang ber- 486 GRAFIK IX – 4 PEMASARAN HASIL BUMI DI DALAM NEGERI, 1978/79 – 1980/81 487 arti adanya kenaikan sebesar 19,7 milyar kaki kubik atau 2,5% dibandingkan dengan pemanfaatan tahun sebelumnya. Tabel IX—6 dan Grafik IX—5 memperlihatkan angka-angka produksi dan pemanfaatan gas bumi dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. TABEL IX — 6 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1978/79 — 1980/81 (milyar kaki kubik) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 *) Produksi 868,2 1.028,8 1.046,0 Pemanfaatan 650,6 795,1 8.14,8 *) Angka sementara Dalam pada itu salah satu bentuk pemanfaatan gas bumi yang amat menonjol dalam perekonomian Indonesia ialah LNG (gas yang di cairkan) sebagai sumber daya hidrokarbon untuk diekspor. Produksi LNG dalam tahun 1980/81 mengalami kenaikan sebesar 74.662 ribu MMBTU atau 19,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula volume ekspor menunjukkan kenaikan sebesar 83.279 ribu MMBTU atau 23,0% dibandingkan dengan tahun 1979/80. Perkembangan produksi dan ekspor LNG dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81 tampak dalam Tabel IX—7 dan Grafik IX-6. c. Batubara Dalam rangka pengembangan batubara, khususnya batubara Bukit Asam, maka pada bulan Maret 1981 telah dibentuk PT. Tambang Batubara Bukit Asam yang sebagian besar dari hasil produksinya direncanakan untuk suplai bahan bakar bagi PLTU Suralaya Unit I dan II. 488 GRAFIK IX – 5 PRODUKSI PEMANFAATAN GAS BUMI, 1978/79 – 1980/81 489 TABEL IX – 7 PRODUKSI DAN EKSPOR LNG 1), 1978/79 - 1 9 8 0 / 8 1 ( ribu MMBTU 2) ) Tahun Produksi Ekspor 1978/79 1979/80 1980/81 227.534,6 374.685,8 449.347,5 221.685,0 361.482,7 444.761,6 1) Liquefied Natural Gas 2) Million British Thermal Unit Produksi batubara tahun 1980/81, yang dihasilkan di daerah penambangan Ombilin di Sumatera Barat yang dikelola oleh PN. Batubara dan di Bukit Asam, Sumatera Selatan adalah sebesar 329,3 ribu ton yang berarti kenaikan sebesar 62,0 ribu ton atau 23,2% bila dibandingkan dengan produksi tahun 1979/80. Hasil produksi batubara dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81 dapat dilihat pada Tabel IX—8 dan Grafik IX—7. TABEL IX — 8 PRODUKSI BATUBARA, 1978/79 — 1980/81 (ribu ton) Tahun Produksi pada Unit Ombilin 1978/79 1979/80 1980/81 d. 86,0 96,3 171,6 Jumlah Bukit Asam 170,0 171,0 157,7 256,0 267,3 329,3 Timah Sampai saat ini usaha penambangan timah yang dikelola oleh PT. Tambang Timah menunjukkan pertumbuhan yang menggembi- 490 GRAFIK IX – 6 PRODUKSI DAN EKSPOR LNG, 1978/79 – 1980/81 491 GRAFIK IX – 7 PRODUKSI BATUBARA, 1978/79 – 1980/81 492 rakan dengan semakin mantapnya kegiatan produksi. Di samping itu pengusahaan penambangan timah juga dilakukan oleh perusahaan swasta nasional dalam rangka kontrak dengan PT. Tambang Timah dan perusahaan asing dalam rangka Kontrak Karya dengan Pemerintah. Produksi Dalam tahun 1980/81, produksi bijih timah dan logam timah mencapai 33,6 ribu ton dan 31,2 ribu ton, dengan demikian memperlihatkan peningkatan bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 1979/80, yaitu sebesar 3,4 ribu ton atau 11,3% untuk bijih timah dan 2,8 ribu ton atau 9,9% untuk logam timah. Peningkatan produksi ini dicapai baik karena adanya usaha peningkatan peralatan penambangan dan pengolahan bijih timah, maupun karena pembukaan tambang-tambang baru. Dalam rangka perluasan pabrik peleburan timah Mentok di Bangka telah dilaksanakan pembangunan satu buah tanur tetap berkapasitas 6.000 ton yang pembangunannya ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia dan diharapkan selesai pada tahun 1981. Dengan penambahan tanur baru ini, pabrik peleburan timah nantinya akan mampu melebur39.000 ton timah per tahun, hingga produksi logam timah akan dapat lebih ditingkatkan lagi. Tabel IX—9 dan Grafik IX—8 memperlihatkan angka produksi bijih dan logam timah untuk 1978/79 - 1980/81. TABEL IX — 9 PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 — 1980/81 (ribu ton) Bijih Timah Logam Timah 1978/79 27,4 24,3 1979/80 30,2 28,4 1980/81 33,6 31,2 Tahun 493 GRAFIK IX – 8 PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 – 1980/81 494 Ekspor Realisasi ekspor logam timah pada tahun 1980/81 adalah sebesar 31,3 ribu ton, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 4,1 ribu ton atau 15,1% bila dibandingkan dengan ekspor pada tahun 1979/80. Demikian pula hasil penjualan logam timah di dalam negeri dalam tahun 1980/81 mengalami kenaikan sebesar 53,1 ton atau 16,9% dibandingkan dengan hasil penjualan tahun sebelumnya. Tabel IX—10 dan Grafik IX—9 dan Tabel IX—11 dan Grafik IX—10 masing-masing menunjukkan realisasi ekspor logam timah dan penjualan logam timah dalam negeri dari tahun 1978/79 sampai dengan 1980/81. TABEL IX — 10. EKSPOR LOGAM TIMAH, 1978/79 — 1980/81 (ribu ton) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Logam Timah 25,6 27,2 31,3 TABEL IX — 11 PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1980/81 (ton) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Penjualan Dalam Negeri 416,4 314,4 367,5 495 GRAFIK IX – 9 EKSPOR LOGAM TIMAH, 1978/79 – 1980/81 496 GRAFIK IX – 10 PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI, 1978/79 – 1980/81 497 e. Nikel Pengelolaan tambang bijih nikel yang terletak di daerah Poma laa, Sulawesi Tenggara dan di Pulau Gebe dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Nikel dari PT. Aneka Tambang. Sepanjang tahun 1980/81 tingkat produksi bijih nikel yang dicapai adalah 1.339,3 ribu ton, berarti adanya penurunan sejumlah 432,2 ribu ton atau 24,4% dibandingkan dengan tahun 1979/80. Kemunduran dalam produksi bijih nikel disebabkan karena unit produksi Pomalaa sedang mengalami rehabilitasi. Jumlah ekspor yang tercatat untuk tahun 1980/81 adalah 1.238,7 ribu ton, hingga jumlah kenaikannya adalah 46,3 ribu ton atau 3,9% dibandingkan realisasi ekspor tahun sebelumnya. Tabel IX—12 dan Grafik IX—11 memuat angka produksi dan ekspor bijih nikel dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. Di samping itu di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara, PT. Aneka Tambang juga mengolah bijih nikel menjadi feronikel yang ber kadar 20% Ni. Produksi dan ekspor feronikel pada tahun 1980/81 masingmasing adalah sebesar 4.506,4 ton dan 4.433,7 ton yang berarti kenaikan 506,9 ton atau 12,7% untuk produksi dan kenaikan 882,0 ton atau 24,8% untuk ekspor bila dibandingkan dengan produksi dan ekspor pada tahun 1979/80. TABEL IX – 12 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1978/79 - 1980/81 (ribu ton ) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Produksi Ekspor 1.178,0 1.771,5 1:339,3 887,6 1.192,4 1.238,7 Tabel IX—13 menunjukkan angka produksi dan ekspor nikel dalam feronikel dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. Penambangan nikel di Soroako, Sulawesi Selatan diusahakan oleh 498 GRAFIK IX – 11 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1978/79 – 1980/81 499 TABEL IX — 13 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERONIKEL, 19. 78/79 — 1980/81 (ton) Tahun Produksi Ekspor 1978/79 4.403,8 1979/80 3.999,5 4.506.4 5.112,0 3.551,7 1980/81 4.433.7 PT. Internasional Nikel Indonesia (PT. INCO), yaitu dengan meng olah bijih nikel menjadi nikel matte yang ber kadar ± 75% Ni untuk diekspor. Dari Tabel IX—14 dan Grafik IX—12 dapat dilihat perkembangan produksi dan ekspor nikel matte dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. TABEL IX — 14 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE, 1978/79 — 1980/81 (ton) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Produksi Ekspor 5.705 12.381 17.827 7.420 10.789 19.896 f. Bauksit Unit Pertambangan Bauksit, PT. Aneka Tambang melaksana kan usaha penambangan bauksit di lima daerah yang meliputi Kijang Angkut, Tembiling, Kelong dan Koyang. Tingkat produksi bauksit yang dicapai pada tahun 1980/81 berjumlah 1.269,9 ribu ton, sedangkan angka ekspor yang tercatat adalah 1.223,3 ribu ton. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka terjadi peningkatan sebesar 109,2 ribu ton atau 9,4% untuk produksi dan kenaikan 55,0 ribu ton atau 4,7% untuk ekspor. 500 GRAFIK IX – 12 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE, 1978/79 – 1980/81 501 Gambaran produksi dan ekspor bauksit selama 1978179 sampai dengan 1980181 tampak pada Tabel IX—15 dan Grafik IX—13. TABEL IX — 15 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT, 1978/79 — 1980/81 (ribu ton) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Produksi Ekspor 964,9 1.160,7 1.269,9 981,6 1.168,3 1.223,3 g. Pasir besi Sejak tahun 19'70, Unit Pertambangan Pasir besi dari PT. Aneka Tambang melakukan eksploitasi pasir besi di daerah pantai Cila cap dan Pelabuhan Ratu. Dalam tahun-tahun pertama, produksi dan ekspor meningkat untuk memenuhi perjanjian kontrak dengan Jepang. Sejak berakhirnya kontrak tersebut sampai saat ini belum dapat dicarikan pemasarannya, yang berakibat menurunnya produksi. Seperti tahun sebelumnya produksi pasir besi tahun 1980/81 kembali mengalami penurunan produksi. Pemasaran dalam negeri hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pabrik-pabrik semen, yang jumlah pemakaiannya relatif kecil. Dewasa ini sedang dilaksanakan penelitian-penelitian dalam rangka rencana pengembangan usaha pertambangan pasir besi di daerah pantai selatan Yogyakarta, untuk suplai kebutuhan PT. Krakatau Steel. Tabel IX—16 dan Grafik IX—14 menunjukkan angka produksi dan ekspor pasir besi dari tahun 1978179 sampai dengan tahun 1980181. h. Emas dan Perak Emas dan perak selain dihasilkan dari tambang emas Cikotok, Jawa Barat, yang dikelola oleh Unit Pertambangan Emas dari PT. Aneka Tambang, juga dihasilkan oleh tambang-tambang rakyat 502 GRAFIK IX – 13 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT, 1978/79 – 1980/81 503 TABEL IX — 16 PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI, 1978/79 — 1980/81 (ribu ton) Tahun 1978/79 1979/80 1980/81 Produksi 120,2 78,5 56,5 Ekspor 66,5 9,5 35,1 yang diusahakan secara sederhana. Di samping itu emas dan perak juga dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc di daerah Tembagapura (Irian Jaya) sebagai logam ikutan yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan. Pembukaan daerah penambangan baru di Lebak Sembada serta penyempurnaan yang dilakukan pada proses pengolahan bijih emas dalam tahun 1980, telah dapat meningkatkan produksi emas dan perak PT. Aneka Tambang. Produksi emas dan perak pada tahun 1980/81 masing-masing sebesar 233,9 kilogram dan 2.374 kilogram, yang berarti mengalami kenaikan 36,5 kilogram atau sebesar 18,5% untuk emas dan kenaikan 568 kilogram atau 31,5% untuk produksi perak. Tabel IX—17 dan Grafik IX—15 dan Tabel IX—18 dan Grafik IX—16 masing-masing menunjukkan produksi dan penjualan dalam negeri logam emas dan perak dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. i. Tembaga Penambangan bijih tembaga dilaksanakan oleh Freeport Indonesia Inc di daerah Tembagapura, Irian Jaya. Produksi tembaga pada tahun 1980/81 mengalami penurunan, hal mana disebabkan karena tingkat harga di pasaran internasional masih belum mencapai tingkat harga tertinggi yang dicapai sebelumnya. Tabel IX—19 dan Grafik IX—17 menunjukkan angka produksi dan ekspor tembaga dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. 504 GRAFIK IX – 14 PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI, 1978/79 – 1980/81 505 TABEL IX — 17 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM EMAS DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1980/81 (kilogram) Produksi Penjualan Tahun Dalam Negeri 1978/79 220,3 250,9 1979/80 197,4 *) 186,2 1980/81 233,9 251,1 *) Angka diperbaiki TABEL IX — 18 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1980/81 (kilogram) Produksi 1978/79 1979/80 1980/81 2.216 1.806 2.374 Penjualan Tahun Dalam Negeri 2.397 1.759 1.485 j. Granit Batu granit selama ini diusahakan penambangan nya oleh PT. Karimun Granit di daerah pulau Karimun. Produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor pada tahun 1980 mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 247,8 ribu ton atau 36,5% untuk 506 GRAFIK IX – 15 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM DI DALAM NEGERI, 1978/79 – 1980/81 507 GRAFIK IX – 16 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI, 1978/79 – 1980/81 508 produksi dan 296,5 ribu ton atau 150,2% untuk penjualan dalam negeri dan 107,9 ribu ton atau 26,3% untuk ekspor. TABEL IX — 19 PRODUKSI DAN VOLUME EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1978 — 1980 (ribu ton kering) Tahun Produksi Volume Ekspor 1978 1979 184,9*) 188,5*) 167,8 *) 186,9 *) 1980 178,7 132,8 *) Angka diperbaiki Tabel IX—20 menunjukkan angka produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor batu granit dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1980. TABEL IX — 20 PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT, 1978 — 1980 (ribu ton) Tahun 1978 1979 1980 Produksi 495,3 678,2 926,0 Ekspor 264,7 411,0 518,9 Penjualan dalam negeri 363,3*) 197,4 493,9 *) Angka diperbaiki 509 GRAFIK IX – 17 PRODUKSI DAN VOLUME KONSENTRAT TEMBAGA, 1978 – 1980 510 k. Bahan-bahan tambang lain Hasil bahan-bahan tambang lainnya terdiri dari mangaan, aspal, yodium, belerang, fosfat, asbes, kaolin, pasir kwarsa, marmer, gamping, lempung, feldspar, kalsit, yarosit dan bentonit. Penam bangannya dilaksanakan oleh perusahaan milik negara, perusa haan milik Pemerintah Daerah, serta perusahaan swasta nasional. Pada umumnya bahan-bahan tambang ini adalah untuk konsumsi dalam negeri, walaupun beberapa di antaranya ada yang diekspor. Kegiatan ekspor belum dapat dilakukan secara kontinyu oleh karena belum adanya ikatan perjanjian jual beli dengan pihak luar negeri. Dengan demikian ekspor hanya dilakukan bila ada permintaan, sehingga tingkat ekspor masih bervariasi dari tahun ke tahun. Tabel IX--21, Tabel IX-22 dan Tabel IX-23 memperlihatkan angka produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor bahan-bahan tambang tersebut dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1980. TABEL IX - 21 PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA, 1978 – 1980 Bahan Tambang Mangaan Aspal Yodium Belerang Fosfat Asbes Kaolin Pasir Kwarsa Marmer Gamping (bahan semen) Lempung (bahan semen) Feldspar Kalsit Yarosit Bentonit Satuan Ton Ton Kilogram Ton Ton Ton Ton Ton M3 slabs Ton Ton Ton Ton Ton Ton 1978 1979 1980 5.889 161.817 7.253 204 6.071 *) 31 37.115 310.051 33.496 1.657.528 6.909 80.601 25.287 179 5.323 *) - *) 58.529 *) 106.244 25.216 2.690.439 2.602 173.018 29.306 105 11.111 15 75.647 260.074 25.315 7.605.644 332.152 6.166 3.485 274 4.191 583.522 13.721 2.764 341 2.847 1.716.811 12.226 1.704 1.196 6.396 *) Angka diperbaiki 511 TABEL I X - 2 2 PENJUALAN DALAM NEGERI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH DAN LAIN -LAINNYA, 1978 – 1980 Bahan Tambang Satuan 1978 1979 1980 Mangan Aspal ton ton 4.137 119.790 2.321 16.551 2.137 85.800 Yodium Kg 3.980 19.957 6.847 Belerang ton – Fosfat ton 1.235 Asbes ton 10 5 15 Feldspar ton 6.166 9.821 11.851 Kaolin ton 29.798 47.333 67.561 Pasir Kwarsa ton 108.180 100.557 120.722 Marmer M³ slabs 32.951 28.747 24.224 Kalsit ton 3.481 2.431 1.493 Yarosit ton 176 98 237 Bentonit ton 1.635 3.607 5.057 54 105 1.404 8.429 TABEL IX - 2 3 EKSPOR BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH DAN LAINNYA, 1978 – 1980 Bahan tambang Satuan 1978 Mangan ton 1.580 Yodium kilogram Kaolin ton 512 1979 – 1980 10 78 14.700 27.890 2.427 1.550 1.029 3. Kegiatan Penunjang Dalam rangka mendukung usaha peningkatan dan pengembangan potensi pertambangan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, berbagai kegiatan seperti inventarisasi dan eksplorasi bahan galian, penelitian teknologi pengolahan maupun metode penambangan, pendidikan dan latihan, serta penyediaan fasilitas operasional dan penelitian terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Sehubungan dengan hal di atas, telah dilaksanakan usaha pengembangan pertambangan yang tersebar di daerah-daerah wilayah pertambangan dan energi, kegiatan bimbingan dan pem binaan penambangan untuk lebih menunjang dan meningkatkan pertumbuhan usaha pertambangan daerah, swasta nasional maupun rakyat. Suatu kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan suatu pusat informasi mineral. Untuk memperoleh data sumber dan potensi bahan galian yang lebih lengkap dan terperinci dilanjutkan pula kegiatan inventarisasi dan eksplorasi mineral logam, mineral industri dan batubara, serta analisa data pemetaan dan penyelidikan mineral di daerah. Demikian pula dalam usaha penanggulangan bencana alam dilakukan penyelidikan, pengamatan dan pemetaan geologi gunung api, serta pengembangan laboratorium gunung api. Kegiatan survai dan pengujian potensi sumber panas bumi lebih giat dilakukan sebagai usaha penunjang dalam pengembangan sumber-sumber energi di luar minyak dan gas bumi. Di samping itu kegiatan penelitian yang berkaitan dengan masalah kelestarian lingkungan juga telah dilaksanakan baik untuk lingkungan daerah-daerah penambangan maupun dalam hubungannya dengan tata lingkungan daerah dan kota, serta konservasi air tanah. Program pendidikan dan latihan pada pusat pendidikan teknologi mineral di Bandung lebih ditingkatkan lagi untuk mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan keahlian tenaga-tenaga pertambangan dalam melaksanakan baik tugas-tugas teknik maupun non teknik. Sedangkan program pendidikan dan latihan untuk bidang minyak dan gas bumi tetap dise- 513 lenggarakan di pusat pendidikan teknologi minyak dan gas bumi yang berkedudukan di Cepu. B. ENERGI 1. Pendahuluan Masalah energi merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian utama dari Pemerintah. Selama Repelita I dan Repelita II penyediaan energi belum merupakan masalah karena masih dapat dipenuhi nya kebutuhan energi untuk berbagai sektor dengan baik. Pertumbuhan penduduk yang pesat serta peningkatan industrialisasi menyebabkan keperluan akan kebijaksanaan ataupun pengaturan tata-energi secara terpadu. Kebijaksanaan ataupun pengaturan tersebut mengatur pengembangan serta pemanfaatan berbagai sumber daya energi secara efisien dengan te tap memperhatikan kelestarian tata lingkungan. Dalam Repelita I I I sasaran pokok daripada kebijaksanaan energi adalah mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan berangsur-angsur ber alih dari perekonomian mono energi ke perekonomian poli energi. Sebagaimana diketahui minyak bumi selain merupakan sumber energi utama, juga merupakan sumber devisa dari negara. Di samping itu minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak bisa di perbaharui. Selain minyak bumi, Indonesia mempunyai berbagai sumber energi lain yang besar potensinya seperti batubara, panas bumi, tenaga air dan energi non konvensional. Untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi, akan ditempuh langkah-langkah di berbagai bidang yang antara lain meliputi eksplorasi sumber energi konvensional, penelitian dan pengem bangan sumber energi non konvensional, serta pengembangan kemampuan dan tenaga kerja. Dalam rangka kegiatan eksplorasi minyak bumi, pada tahun 1980 telah dilakukan pengeboran-pengeboran sebanyak 197 buah sumur minyak. Dibandingkan dengan pengeboran 152 buah sumur minyak pada tahun 1979 maka dalam tahun 1980 terjadi kenaikan sebesar 29,6%. Selain itu juga telah didapatkan sumur-sumur yang baru sebanyak 89 buah atau terjadi kenaikan 64,8% dibandingkan tahun 1979 sebanyak 54 buah sumur. 514 Selanjutnya untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi terus ditingkatkan kegiatan yang berupa diversifikasi energi dengan tujuan mengembangkan penggunaan sumber energi yang belum banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Penggunaan gas bumi sebagai pengganti bahan bakar minyak terus ditingkatkan dengan mengadakan persiapan perluasan jaringan transmisi dan distribusi gas di kota-kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan. Di samping gas bumi, pemanfaatan batubara sebagai subtitusi minyak terus ditingkatkan pengembangannya, antara lain pemanfaatan batubara Bukit Asam yang direncanakan untuk bahan bakar pembangkit listrik di Suralaya, serta penjajagan kemungkinan eksplorasi deposit batubara di Kalimantan Timur yang direncana kan penggunaannya antara lain untuk pembangkit listrik di Tuban. Selain dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, juga dikembangkan pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar untuk industri seperti industri semen, pembakaran kapur dan sebagainya. Dalam rangka diversifikasi, ditingkatkan pula usaha-usaha memanfaatkan tenaga air untuk pembangkit listrik antara lain di Sungai Citarum (PLTA Saguling, PLTA Cirata), Sungai Brantas (PLTA Lodoyo, PLTA Kesamben), Sungai Tanggari (PLTA Tangga ri), di Danau Maninjau (PLTA Maninjau). Penelitian penggunaan panas bumi sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik terus dilakukan di beberapa daerah, antara lain di Lahendong (Sulawesi Utara), Sungai Penuh (Jambi), Dieng (Jawa Tengah). Sedangkan di Kamojang pada saat ini sedang dilakukan kegiatan pembangunan pusat listrik tenaga panas bumi yang berkapasitas 30 MW, serta penelitian kemungkinan perluasannya. Selanjutnya dalam rangka diversifikasi juga dilaksanakan penelitian yang mengarah pada pemanfaatan sumber-sumber energi non konvensional. Dalam hal ini sedang dilakukan penelitian terhadap kemungkinan penggunaan energi biogas yang menggunakan kotoran hewan dan tinja sebagai bahan bakunya, dan energi biomass, seperti kemungkinan dikembangkannya kebun energi untuk menyediakan kayu bakar. Selain itu dilaksanakan pula penelitian kemungkinan penggunaan limbah industri pertanian dan limbah industri lainnya sebagai sumber energi pengganti. 515 Penelitian terhadap penggunaan energi surya juga dilakukan, mengingat secara geografis Indonesia mempunyai keuntungan dan potensi yang besar untuk mengembangkan pemanfaatannya. Kegiatan lain untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi adalah kegiatan konservasi energi, yang bertujuan untuk menggunakan energi secara hemat, efektif dan efisien tanpa mengurangi laju pertumbuhan nasional. Untuk meningkatkan kegiatan konservasi energi, akan terus dilakukan usaha-usaha yang antara lain berupa kampanye, penyuluhan dan penelitian masalah tersebut. Kampanye dan penyuluhan teknis melalui media massa ataupun media peragaan (sticker, slide, film) berupa anjuran -anjuran dan himbauan dari hal-hal yang sederhana sampai pada Perihal yang bersifat teknis. Selanjutnya untuk mengarahkan agar seluruh lapisan masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan konservasi energi, maka kiranya kegiatan ini perlu ditunjang dengan pengaturan-pengaturan. Pengaturan tersebut dapat bersifat khusus ataupun kebijaksanaan seperti pembatasan penggunaan lampu-lampu reklame. Penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan konservasi energi juga mendapat perhatian. Untuk ini akan diusahakan agar perguruan tinggi-perguruan tinggi serta lembaga-lembaga ilmiah lainnya membantu mengembangkan teknologi konservasi energi, seperti perbaikan efisiensi bagi pembangkit listrik, sistem penyimpanan panas dan sebagainya. Dalam sektor tenaga listrik, usaha yang dilakukan sehubungan program konservasi energi antara lain berupa himbauan kepada masyarakat agar mengurangi pemborosan penggunaan tenaga listrik. Adapun penyesuaian tarif listrik pada tahun 1980 antara lain untuk mengurangi pemborosan pemakaian tenaga listrik. Selain itu juga dianjurkan agar industri-industri menggunakan listrik melalui jaringan listrik PLN, tidak menggunakan pembangkit sen diri secara terpisah-pisah, karena secara nasional merupakan pemborosan bahan bakar minyak. Selanjutnya usaha listrik pedesaan juga diarahkan agar masyarakat pedesaan mengurangi pemakaian minyak baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. 2. Listrik Sebagaimana digariskan dalam Repelita III, program pengembangan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kesejah - 516 teraan masyarakat di daerah pedesaan maupun kota serta mendorong dan merangsang kegiatan ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, dilaksanakan usahausaha untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik dengan meningkatkan sarana produksi tenaga listrik. Di samping itu dilaksanakan pula usaha meningkatkan pemanfaatan sarana produksi tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang lebih baik, melalui interkoneksi antar sistem kelistrikan regional ataupun sub sistem kelistrikan dalam daerah tersebut. Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas, maka pendekatan masalah dalam perencanaan dan pembangunan kelistrikan diarahkan pada pendekatan secara regional, dengan maksud agar tercapai suatu sistem interkoneksi regional, lengkap dari pembangkitan; transmisi serta distribusi. Pembangunan kelistrikan dilaksanakan dengan melakukan rehabilitasi pembangkit tenaga listrik yang telah ada serta membangun pembangkit tenaga listrik baru untuk menambah daya terpasang. Begitu pula dilakukan penambahan dan perluasan ja ringan transmisi dan jaringan distribusi, dengan memperhatikan keseimbangan daya terpasang terhadap jaringan transmisi dan distribusinya. Dalam kaitannya dengan kebijaksanaan pemerintah untuk mengadakan pemerataan serta menyebar luaskan hasil pembangunan kelistrikan ke seluruh pelosok tanah air, maka usaha listrik pedesaan terus ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan tersedianya biaya dan dengan memperhatikan kondisi desa yang bersangkutan. Usaha listrik pedesaan tersebut dilaksanakan dengan membangun pusat-pusat listrik tenaga diesel dengan kapasitas kecil yang tersebar ataupun memanfaatkan potensi tenaga air yang ada dengan membangun pusat listrik tenaga mikro hydro. Untuk desa yang telah dilalui jaringan listrik dilakukan penyadapan jaringan tersebut. Kegiatan pembangunan kelistrikan dalam tahun terakhir Repelita II telah dapat menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik sebesar 236,030 MW; jaringan transmisi sepanjang 530,270 Kms dan gardu induk 16 buah dengan kapasitas 1.543,6 MVA; jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 1.958,068 517 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 1.628,577 Kms, berikut gardu distribusinya sebanyak 1.532 buah, dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 26.969 konsumen. Sesuai dengan kebijaksanaan dalam Repelita III, pembangunan kelistrikan semakin ditingkatkan. Dalam tahun pertama Repelita III, telah dapat diselesaikan pembangkit listrik dengan jumlah kapasitas 435,494 MW yang terdiri atas PLTG Palembang 15 MW; PLTU Muara Karang I, II dan III (3 x 100 MW); PLTU Semarang I dan II (2 x 50 MW); PLTD tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah kapasitas 20,284 MW dan PLTM Wonodadi 210 KW. Dalam tahun pertama Repelita III juga telah dapat diselesaikan penambahan jaringan transmisi sepanjang 303,276 Kms yaitu di daerah Jawa Tengah 204,076 Kms serta daerah Jawa Barat dan Jakarta Raya sepanjang 99,200 Kms. Sementara itu gardu induk yang dapat diselesaikan pembangunannya di samping perluasan gardu induk yang telah ada berjumlah 3 buah dengan kapasitas 517 MVA yaitu di Sumatera Utara 1 buah/16 MVA (pembangunan baru); Jawa Tengah 1 buah/30 MVA (perluasan) serta Jawa Barat dan Jakarta Raya 2 buah/471 MVA (pembangunan baru). Jaringan distribusi yang dapat diselesaikan pada tahun pertama Repelita III adalah jaringan tegangan menengah sepanjang 1.957,256 Kms; jaringan tegangan rendah sepanjang 1.396,146 Kms dan gardu distribusi sebanyak 1.640 buah serta pelaksanaan perubahan tegang5n rendah yang dapat diselesaikan untuk 18.254 konsumen. Dengan selesainya pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, secara bertahap dapat dilakukan. pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan teratur. Selain itu telah dapat dilakukan pemindahan pembangkit tenaga listrik diesel dari kota-kota yang telah memperoleh tambahan pusat pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah yang memerlukan, sehingga meningkatnya kebutuhan listrik semakin dapat diimbangi. Sementara itu dalam -tahun kedua Repelita III, pembangunan kelistrikan ditekankan pada perluasan jaringan transmisi dan distribusi guna menyalurkan penyediaan tenaga listrik yang telah ada. Pelaksanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik juga 518 ditingkatkan, namun telah terjadi pengunduran penyelesaian beberapa pembangkit listrik, antara lain PLTU Muara Karang IV (200 MW) dan PLTU Gresik I dan II (2 x 100 MW). Hasil pembangunan kelistrikan dalam tahun kedua Repelita III adalah tambahan penyediaan listrik sebesar 10,485 MW yang terdiri atas beberapa PLTD yang tersebar serta sejumlah PLTM; penambahan jaringan transmisi 1.112,513 Kms; penyelesaian gardu induk 7 buah dengan kapasitas 428 MVA; penambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing masing 3.100,511 Kms dan 2.315,914 Kms; pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 53.501 konsumen. Untuk listrik pedesaan dalam tahun 1980/81 telah dapat dicakup 776 desa dengan sambungan rumah 224.909 konsumen (lihat Tabel IX—24 dan Grafik IX—18). Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan kelistrikan secara regional selama tahun 1980/81 adalah sebagaimana diuraikan berikut ini. Kegiatan pembangunan kelistrikan di Aceh dalam tahun 1980/81 yaitu melanjutkan pembangunan PLTM Angkup dengan kapasitas 378 KW yang telah mencapai tahap penyelesaian. Sementara itu sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTDPLTD yang tersebar di beberapa kota dengan kapasitas seluruhnya 16,218 MW. Selanjutnya dalam rangka listrik pedesaan telah dapat ditambah sambungan rumah untuk 559 konsumen dan akan dilaksanakan pembangunan 8 PLTD dengan kapasitas 930 KW yang akan mencakup 22 desa. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di masa mendatang, sedang dilanjutkan usaha penelitian kemungkinan pembangunan PLTA Peusangan (50 MW), PLTA Takengon dan PLTU Banda Aceh (2 x 25 MW). Di daerah Sumatera Utara, kegiatan pembangunan kelistrikan telah dapat menyelesaikan pembangunan PLTD Tanjung Balai dengan kapasitas 1.000 KW. Selanjutnya telah dapat diselesaikan Pula penambahan jaringan distribusi tegangan rendah 221,059 Kms dan gardu distribusi sebanyak 258 buah serta pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 5.703 konsumen. Sedangkan untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan jaringan distribusi tegangan menengah 154,302 Kms; jaringan tegangan rendah 160,505 Kms dan gardu distribusi sebanyak 169 buah yang mencakup 4 desa dengan 18,668 sambungan rumah konsumen. Dalam 519 - TABEL IX - 24 HASIL PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK, 1978/79 – 1980/81 520 GRAFIK IX – 18 HASIL PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK, 1978/79 – 1980/81 521 ( Lanjutan Grafik IX – 18 ) 522 pada itu sedang dilanjutkan pembangunan PLTU Belawan I dan II (2 x 65 MW); pembangunan PLTD yang tersebar di Tarutung, Penyabungan, Sidikalang, Tanjung Tiram, Padang Sidempuan, Kotanopan, Sibolga, Siborong-borong, dan Pangkalan Susu dengan kapasitas seluruhnya 6.250 KW. Di samping itu juga sedang dilaksanakan pembangunan jaringan transmisi 150 KV yang menghubungkan Belawan-Payapasir-Medan Timur-Titi Kuning. Dalam rangka listrik masuk desa, akan dibangun sejumlah PLTD dengan kapasitas seluruhnya 3.400 KW antara lain di kota Pangkalan Brandan, In drapura, Tanjung Balai. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah Sumatera Utara pada masa mendatang sedang dilaksanakan studi kemungkinan perluasan tahap kedua PLTA Asahan dan perluasan PLTU Belawan III dan IV. Dalam rangka pengembangan kelistrikan di daerah Sumatera Barat dan Riau pada tahun 1980/81, telah dapat diselesaikan penambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 20,205 Kms dan 27,15 Kms; dan gardu distribusi sebanyak 13 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan perluasan jaringan distribusi tegangan menengah 85,425 Kms dan jaringan tegangan rendah 108,956 Kms; dan gardu distribusi sebanyak 42 buah. Dalam rangka usaha untuk memenuhi permintaan listrik yang makin meningkat, sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Maninjau (4 x 17 MW), PLTA Batang Agam (1 x 3.500 KW), PLTD yang tersebar di Bagan Siapi-api, Dumai, Padang dengan jumlah kapasitas seluruhnya 13.000 KW serta 10 buah PLTD yang tersebar untuk listrik pedesaan dengan kapasitas seluruhnya 1.000 KW. Selanjutnya sedang dilakukan studi kelayakan PLTA Singkarak (60 MW) yang akan memanfaatkan tenaga air dari danau Singkarak. Program pengembangan tenaga listrik di Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu telah dapat menyelesaikan pembangunan PLTD Tanjung Pandan 1.500 KW, PLTD Muara Bungo 250 KW dan PLTM Lempur 88 KW serta gardu induk Patal 1 buah dengan kapasitas 15 MVA. Selain itu juga telah dapat diselesaikan penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 175,771 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 114,971 Kms, serta gardu distribusi 207 buah. Selanjutnya dalam rangka listrik masuk desa telah dapat diselesaikan pembangunan 523 jaringan distribusi tegangan menengah 58,030 Kms dan jaringan tegangan rendah 44,910 Kms beserta gardu distribusinya sebanyak 30 buah yang mencakup 4 desa dengan 725 konsumen. Sementara itu dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa kota dengan jumlah kapasitas seluruhnya 83,660 MW. Dalam rangka meningkatkan penyediaan listrik di Kalimantan Barat, pada tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan pembangunan PLTD dengan kapasitas 352 KW di Singkawang, jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 34,950 Kms; jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 44,010 Kms, beserta gardu distribusinya sebanyak 48 buah dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 390 konsumen. Selanjutnya untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 33,550 Kms, jaringan tegangan rendah 25,500 Kms dan gardu distribusi 31 buah yang mencakup 11 desa dengan 1.815 sambungan rumah konsumen. Dalam pada itu untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, sedang dilaksanakan tambahan pembangkit PLTD Singkawang (2 x 1.000 KW) dan 10 PLTD untuk listrik pedesaan dengan kapasitas seluruhnya 1.100 KW. Untuk pengembangan kelistrikan di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan pembangunan 3 buah gardu induk yaitu di Banjarmasin dengan kapasitas 6 MVA di Cempaka kapasitas 6 MVA, Riam Kanan kapasitas 11 MVA. Perluasan jaringan distribusi yang dapat diselesaikan meliputi jaringan tegangan menengah 14,770 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 11,940 Kms beserta gardu distribusinya 16 buah. Selanjutnya untuk listrik pedesaan, dapat diselesaikan jaringan distribusi tegangan mene ngah 4,500 Kms; jaringan distribusi tegangan rendah 5,500 Kms dan 6 buah gardu distribusi untuk desa dengan 711 sambungan rumah konsumen. Di samping itu sedang dilanjutkan pelaksanaan perluasan PLTA Mochamad Noor/Riam Kanan (1 x 10.000 KW), PLTD yang tersebar di Tarakan, Banjarmasin dan Sampit dengan jumlah kapasitas seluruhnya 14.000 KW dan PLTM Haruyan 172 KW. Untuk listrik pedesaan, akan dilaksanakan pembangunan 12 PLTD yang tersebar dengan kapasitas seluruhnya 1.440 KW. Dalam rangka usaha memenuhi kebutuhan listrik di daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dalam tahun 1980181 telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah PLTD dengan 524 jumlah kapasitas seluruhnya 1.750 KW di kota-kota Kotamobagu, Tilamuta, Ratahan, Motoling dan Talaga, serta PLTM di Pontak (60 KW) dan Tenga (180 KW), di samping itu juga diselesaikan jaringan transmisi sepanjang 28,853 Kms. Selanjutnya jaringan distribusi yang telah diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah 24,28 Kms dan jaringan tegangan rendah 30,32 Kms beserta gardu distribusi 68 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan jaringan tegangan menengah 14,360 Kms dan jaringan tegangan rendah 19,200 Kms beserta gardu distribusinya 16 buah. Sementara itu sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTA Ton sea Lama III (1 x 5.000 KW), PLTD di Palu dengan kapasitas 2.000 KW dan Bitung 15.000 KW, serta dilanjutkan pula pekerjaan persiapan PLTA Tanggari (2 x 8.500 KW). Untuk listrik pedesaan akan dilaksanakan pembangunan 21 PLTD dengan kapasitas seluruhnya 2.100 KW. Di samping itu sedang dilaksanakan pula penambahan jaringan transmisi Telling-Tomohon sepanjang 16,5 Kms berikut gardu induk di Bitung, Sawangan, Ranomut dan Ton sea Lama. Program pengembangan tenaga listrik di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara selama tahun 1980/81 telah dapat dihasilkan tambahan tenaga listrik sebesar 3.430 KW yang diperoleh dari selesainya pembangunan PLTD yang tersebar di Bantaeng, Watampone, Sengkang, Watansopeng, Makale, Pangsid, Palopo, Polewali, Dundulako dan Wangi-wangi. Selanjutnya jaringan distribusi yang telah dapat diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 44,261 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 46,463 Kms beserta gardu distribusinya sebanyak 83 buah. Dalam rangka program listrik masuk desa, telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 77,027 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 35,910 Kms, berikut gardu distribusinya sebanyak 60 buah yang mencakup 5 desa dengan sambungan rumah untuk 2.276 konsumen. Sementara itu untuk menambah penyediaan tenaga listrik, sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di Sinjai dan Bulukumba, kemudran juga sedang dilanjutkan pelaksanaan studi PLTA Bakaru. Dalam pelaksanaan listrik pedesaan, direncanakan akan dibangun 33 PLTD yang kapasitas seluruhnya 3.600 KW. Untuk menyalurkan tenaga listrik yang telah tersedia di Maluku, dalam tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan tambahan ja ringan distribusi tegangan menengah sepanjang 15,504 Kms dan 525 jaringan tegangan rendah sepanjang 5,000 Kms, beserta 10 buah gardu distribusinya. Selanjutnya untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan tambahan sambungan rumah untuk 576 konsumen. Dalam pada itu sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa kota, antara lain di Ambon, Ternate, Tidore untuk menambah daya terpasang dengan kapasitas seluruhnya 16,388 MW. Untuk listrik pedesaan telah dapat dicakup 6 desa dengan 607 sambungan rumah konsumen. Kegiatan pembangunan kelistrikan di Irian Jaya dalam tahun 1980181 adalah melanjutkan pelaksanaan penambahan jaringan transmisi dan juga distribusi. Sementara itu persiapan pembangunan PLTA Sentani (4 x 13.500 KW) masih dalam taraf perencanaan teknis. Pengembangan kelistrikan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur dalam tahun 1980181 telah dapat menyelesaikan pembangunan PLTD Dili dengan kapasitas 1.300 KW. Tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 122 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah 94 Kms, serta gardu dis tribusi sebanyak 60 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 129,200 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah 122,900 Kms berikut 79 buah gardu distribusinya yang mencakup 61 desa dengan sambungan rumah untuk 12.455 konsumen. Selanjutnya sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTD dengan lokasi di berbagai tempat untuk menambah penyediaan tenaga listrik yang telah ada, antara lain di Ampenan, Kupang dan Denpasar yang kapasitas seluruhnya 20,500 MW. Selain itu dalam rangka program listrik masuk desa akan dibangun 38 PLTD tersebar dengan jumlah kapasitas seluruhnya 4.180 KW. Pengembangan kelistrikan di Jawa Timur dalam tahun 1980/81 telah dapat menghasilkan tambahan jaringan distribusi guna menyalurkan daya yang ada, terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 375,966 Kms; jaringan tegangan rendah sepanjang 236,295 Kms dan gardu distribusi 305 buah. Untuk listrik pedesaan, juga telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 164,469 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 75,916 Kms, berikut 58 buah gardu distribusinya yang mencakup 282 desa dengan sambungan rumah 41.761 konsumen. Sementara itu pembangunan PLTA Wlingi II (1 x 27 MW) 526 dalam tahap penyelesaiannya, sehingga diharapkan dapat segera dimanfaatkan. Selain itu juga sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTA Lodoyo (1 x 4.500 KW); PLTU Gresik I & II (2 x 100 MW) dan perluasan jaringan transmisi sepanjang 822,600 Kms serta 9 buah gardu induk dengan kapasitas 357 MVA. Kegiatan pembangunan kelistrikan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam tahun 1980/81 telah dapat menyelesaikan pembangunan pusat listrik tenaga mikro hydro di Meja gong dengan kapasitas 575 KW, tambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 262,733 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 320,611 Kms berikut 240 buah gardu distribusinya serta pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 23.800 konsumen. Dalam rangka listrik masuk desa telah dapat diselesaikan pembangunan jaringan tegangan menengah sepanjang 46,515 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 63,818 Kms, serta selain itu juga gardu distribusi sebanyak 39 buah yang mencakup 189 desa dengan sambungan rumah untuk 49.658 konsumen. Selanjutnya dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin mendesak, sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Sempor (1 x 1.100 KW) yang sudah mendekati penyelesaiannya. Selain itu juga sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Garung (2 x 13.200 KW), pembangunan PLTU Semarang III (1 x 100 MW) yang sedang dalam tahap pekerjaan sipil. Sementara itu PLTA Mrica (3 x 60 MW) masih dalam tahap detail design dan PLTA Maung (2 x 95 MW) dalam tahap studi lebih lanjut. Guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah pedesaan, juga usaha listrik pede saan terus dilanjutkan. Dalam rangka usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat di Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya, program pengembangan kelistrikan dalam tahun 1980/81 telah dapat menyelesaikan penambahan jaringan transmisi antara Muara Karang-Angke sepanjang 7 Kms, Gambir-Pulo Gadung sepanjang 26 Kms, Muara Karang-Cawang sepanjang 126 Kms, Gandul-Duri Kosambi sepanjang 22,660 Kms, Gandul-Duri Kosambi sepanjang 44 Kms, Bandung-Cirebon-Tegal sepanjang 360 Kms, Bandung-BogorJakarta sepanjang 320 Kms dan Duri Kosambi-Cirebon sepanjang 178 Kms. Kemudian juga telah diselesaikan pembangunan baru ataupun perluasan gardu induk-gardu induk di Tanggerang(pembangunan baru) 1 buah/60 MVA, Duri Kosambi (pembangunan ba- 527 ru) 1 buah/120 MVA, Serang (pembangunan baru) 1 buah/120 MVA, Sunyaragi (perluasan) 1 buah/60 MVA dan Cigereleng (perluasan) 1 buah/30 MVA. Dalam pada itu diselesaikan pula perluasan jaringan distribusi yang terdiri atas jaringan tegangan menengah 914,79 Kms, jaringan tegangan rendah 421,96 Kms dan gardu distribusi sebanyak 441 buah. Pelaksanaan perubahan tegangan rendah dapat diselesaikan untuk 23.608 konsumen. Adapun dalam hal listrik pedesaan, telah diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 160,22 Kms dan jaringan tegangan rendah 82,02 Kms, beserta gardu distribusinya sebanyak 63 buah yang mencakup 213 desa dengan sambungan rumah sebanyak 95.098 konsumen. Untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik guna mengimbangi permintaan masyarakat yang semakin mendesak, sedang giat dilanjutkan pelaksanaan pembangunan beberapa pembangkit tenaga listrik, yaitu PLTA Juanda VI (1 x 25 MW) yang telah mendekati tahap penyelesaian, PLTP Kamojang (1 x 30 MW), PLTU Muara Karang IV dan V (2 x 200 MW), PLTU Suralaya I dan II (2 x 400 MW) dan PLTA Saguling (4 x 175 MW) yang sedang dalam tahap pelaksanaan pekerjaan prasarana; kemudian juga sedang dilanjutkan studi PLTA Cirata (500 MW). Selain itu juga dilanjutkan pekerjaan persiapan pembangunan transmisi tegangan ekstra tinggi dengan tegangan 500 KV dan pusat pengaturan beban di Jawa Barat. Dengan selesainya pembangunan kelistrikan sebagaimana diuraikan di atas, di bidang pengusahaan telah terjadi kenaikan penyediaan tenaga listrik dari 7.004.288 MWH pada tahun 1979/80 menjadi 8.420.499 MWH dalam tahun 1980/81 atau kenaikan sebesar 20,2%, penjualan tenaga listrik naik dari 5.343.000 MWH pada tahun 1979/80 menjadi 6.503.000 MWH pada tahun 1980/81 atau suatu kenaikan sebesar 21,7%, sedangkan daya tersambung meningkat dari 3.063.000 MVA pada tahun 1979/80 menjadi 3.798.000 MVA dalam tahun 1980/81 atau naik 24,0% (lihat Tabel IX—25 dan Grafik IX—19 serta Tabel IX—26 dan Grafik IX—20). Kegiatan peningkatan kemampuan tenaga kerja juga terus dilaksanakan secara intensif selaras dengan meningkatnya kegiatan PLN baik di bidang pembangunan maupun pengusahaan serta pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat dicapai efisiensi yang lebih baik. 528 TABEL IX — 25 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1978/79 — 1980/81 No. 1. 2. 3. Uraian Produksi Tenaga Listrik Penjualan Tenaga Listrik Daya Tersambung 1) Satuan 1978/79 1979/80 2) 1980/81 3) MWH 5.722.816 MWH 4.289.000 KVA 2.459.052 7.004.288 5.343.000 3.063.000 8.420.499 6.503.000 3.798.000 1) Keadaan pada akhir tahun fiskal Angka diperbaiki 3 ) Angka sementara 2) Usaha peningkatan pelayanan teknis dan administrasi dilaksanakan dengan berbagai macam pendidikan dan latihan yang dise lenggarakan baik oleh pusat pendidikan dan latihan PLN (Pusdiklat PLN) melalui berbagai Unit pendidikan dan latihan (Udiklat), maupun oleh lembaga-lembaga pendidikan di luar PLN. Dalam tahun anggaran 1980/81 telah dilaksanakan pendidikan dan latihan untuk.1.503 orang. 3. Gas Kota Selaras dengan sasaran pokok kebijaksanaan energi dalam Repelita III program pengembangan tenaga gas diarahkan untuk meningkatkan peranannya sebagai salah satu sumber energi pengganti minyak. Untuk itu akan ditingkatkan pengembangan tenaga gas baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, akan ditingkatkan usaha menyediakan dan mengalirkan tenaga gas terutama di kotakota yang telah .ada jaringan distribusinya. Program pengembangan tenaga gas dalam tahun kedua Repelita III adalah melanjutkan usaha rehabilitasi peralatan produksi dan peningkatan distribusi penyaluran gas bumi. Saat ini sedang dilaksanakan pembangunan jaringan distribusi untuk menyalurkan gas bumi yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik di Medan yaitu di Pusat Listrik Tenaga Gas Paya Pasir, serta jaringan distribusi untuk menyalurkan gas bumi ke arah Bogor yang diambil dari Jakarta. Sasaran pemasaran dari 529 GRAFIK IX – 19 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1978/79 – 1980/81 530 TABEL IX — 26 PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH, 1978179 — 1980/81 1978/79 1979/80 Kode lokasi Wilayah I Wilayah II Wilayah III Wilayah IV Wilayah V Wilayah VI Wilayah VII Wilayah VIII Wilayah IX Wilayah X Wilayah XI Daerah Tingkat I/Propinsi Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat, Riau, Jambi (Daerah Kerinci) Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Maluku Irian Jaya Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur Jawa Timur Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta Wilayah XII Wilayah XIII Kit. J.J./Dis. Jabar/ Jawa Barat, DKI. Jakarta Raya Dis. Jaya 2) Produksi (MWH) Produksi (MWH) Daya ter- Produksi Pasang (MWH) (MW) ¹) Daya terPasang (MW) ¹) 36.511 260.542 19,521 161,000 43.589 342.831 22,717 168,275 52.276 455.185 27,639 170,936 103.189 61,032 126206 59,955 157.598 61,290 227.547 107,389 266.974 110,144 306.004 116,232 50.117 24,336 62365 24,416 80.751 25,448 145.660 82.654 97,092 37,174 178.852 101.721 95,137 40,679 214.120 125.335 98,910 57,504 145.328 26.647 39.642 70,987 11,832 19,187 171.760 31.433 42.292 74,977 11,912 20,147 201.641 36.035 48.020 79,578 12,492 21,759 92.910 1.015.252 519.377 46,692 135.930 413,505 1.318.711 253,732 623.770 55,720 162.002 445,123 1.571.256 241,609 728.857 59,624 450,632 242,887 2.977.440 1.089,904 3.55 7.654 1290,093 4.282.369 1.315,149 2.660,904 8.420.499 2.740,080 5.722.816 1) Daya terpasang pada akhir tahun fiskal 2) Kit. J.J. = Pembangkitan Jabar — Jaya Dis. Jabar = Distribusi Jawa Barat Dis. Jaya = Distribusi Jakarta Raya Daya terPasang (MW) ¹) 1980/81 2.413,383 7.004288 GRAFIK IX – 20 PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK, 1978/79 – 1980/81 532 gas bumi yang dialirkan ke Bogor ini terutama adalah konsumenkonsumen industri di daerah Jakarta-Bogor. Selain itu untuk kota-kota lain seperti Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang juga dilaksanakan usaha rehabilitasi peralatan produksi dan jaringan distribusinya. Hasil rehabilitasi dan peningkatan jaringan distribusi gas dapat dilihat pada Tabel IX—27 dan Grafik IX—21. Selanjutnya terus dilakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pemanfaatan gas bumi dari Cepu untuk kota Sema rang serta dari Poleng dan Arusbaya untuk kota Surabaya dan sekitarnya. Selain itu juga dilakukan penelitian terhadap kemungkinan perluasan gas bumi yang ada di daerah Cirebon untuk kota Cirebon dan sekitarnya. Dengan semakin dikembangkannya penggunaan gas bumi, maka penggunaan gas batubara dan gas minyak sebagai gas kota berangsur-angsur akan diganti kan peranannya oleh gas bumi. Adapun besarnya produksi gas kota dapat dilihat pada Tabel IX — 28. Selain kegiatan pembangunan fisik seperti tersebut di atas, juga dilaksanakan usaha peningkatan kemampuan tenaga kerja serta keahlian dari personil guna mendukung pelaksanaan pembangunan. 533 TABEL IX — 27 534 KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA, 1978 — 1980 1) Ur a i a n I. Kapasitas Terpasang 1. Gas Batu Bara 2. Gas Minyak Thermis 3. Gas Minyak Katalitis 4. Gas Bumi II. Jaringan 1.Distribusi 2.Pipa Transmisi Jumlah: 1) Keadaan pada akhir tahun 2) Angka sementara Satuan ribu m3/hari ribu m3/hari ribu m3/hari ribu m3/hari km 1978 1979 21,80 9 53,49 8 20,02 2 141,15 0 326,4 79 979,0 28,0 99,840 51,621 20,022 1.873,970 99,840 231,600 76,800 1.873,970 2.045,453 2.282,210 1.055,0 86,0 1.059,0 86,0 1.007,0 1.141,0 1.145,0 1980 2) GRAFIK IX – 21 KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA, 1978 – 1980 1) 535 (Sambungan Grafik IX – 21) 536 TABEL IX – 28 PENGUSAHAAN GAS KOTA 1978 – 1980