PERTAMBANGAN DAN ENERGI

advertisement
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
BAB IX
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
A. PERTAMBANGAN
1 . Pendahuluan
Kebijaksanaan yang ditempuh dalam pengembangan sektor
pertambangan dalam tahun keempat Repelita IV adalah terus
memantapkan keseimbangan dan keterpaduan antara berbagai
kegiatan pemetaan, eksplorasi, pengolahan dan pengusahaan
berbagai bahan tambang yang disesuaikan dengan segala keterbatasan yang dihadapi. Langkah-langkah yang telah ditempuh
selama ini adalah melanjutkan dan meningkatkan usaha inventarisasi melalui pemetaan dan eksplorasi, eksploitasi sumber
daya mineral dan energi, peningkatan penelitian/pengembangan
teknologi
pertambangan,
pemanfaatan
teknologi.
tepatguna,
peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta upaya penyediaan
bahan baku untuk industri dalam negeri. Di samping peningkatan peranannya sebagai penyedia bahan baku bagi sektor industri dan sebagai penghasil utama penerimaan negara dan devisa,
sektor pertambangan juga dikembangkan agar peranannya sebagai
penggerak pengembangan wilayah semakin meningkat.
Selain dari pada itu, usaha penganekaragaman produksi
pertambangan dan penelitian psngolahan lanjutan terus ditingkatkan. Kodua usaha ini diharapkan akan dapat menunjang pro
IX/3
ses industrialisasi jangka panjang, khususnya bagi industri
yang mempergunakan hasil bahan tambang sebagai bahan baku.
Di
samping itu pengelolaan sektor pertambangan juga
diharapkan dapat meningkatkan cadangan sumber daya energi,
sehingga usaha penganekaragaman penggunaan energi dapat lebih
seimbang dan serasi.
Sejak tahun 1 9 8 4 ,
dengan telah beroperasinya kilang
Balikpapan, Dumai dan Cilacap, peranan pengadaan bahan bakar
minyak (BBM) dalam negeri terus meningkat sejalan dengan
jumlah minyak mentah yang diolah di kilang dalam negeri.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sejak tahun 1987 tidak
ada lagi pengolahan minyak bumi Indonesia di luar negeri.
Dalam.tahun keempat Repelita IV ini dapat dicatat bahwa
pemakaian BBM diperkirakan mencapai 122.407
ribu barrel,
yang berarti menunjukkan penurunan sebesar 20,6% apabila
dibandingkan dengan pemakaian tahun sebelumnya, yang mencapai
1 5 4 . 1 7 3 ribu barrel. Kebijaksanaan harga BBM yang ditetapkan
setelah devaluasi bulan Nopember 1986 tampak menyebabkan
terjadinya perubahan struktur pemakaian beberapa jenis BBM.
Adapun hal-hal yang menonjol adalah peningkatan penggunaan
bensin super menjadi sebesar 39% dan peningkatan penggunaan
minyak solar (HSD)
sebesar 6%. Penggunaan minyak tanah menurun sebesar 1% antara lain disebabkan oleh adanya perluasan
jaringan listrik yang semakin dapat menjangkau pelosok-pelosok desa serta peningkatan penggunaan gas minyak cair (LPG).
Produksi gas bumi terus mengalami peningkatan pula sejalan dengan meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi
kebutuhan gas di lapangan, kebutuhan gas dalam negeri lainnya, dan meningkatnya ekspor dalam bentuk LNG dan LPG. Pemakaian gas bumi dalam negeri adalah untuk pabrik pupuk, pabrik
besi baja, pusat pembangkit tenaga listrik dan pemakaian oleh
rumah tangga di kota.
Kegiatan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi selama tahun keempat Repelita IV juga menunjukkan peningkatan
dengan telah ditandatanganinya tujuh kontrak baru dengan
kontraktor asing. Sampai saat ini, kontrak minyak yang masih
berlaku berjumlah 74 buah yang terdiri dari 2 Kontrak Karya,
71 Kontrak Bagi Hasil dan 1 Kontrak Bantuan Teknis.
Produksi semua jenis hasil pertambangan umum kecuali
pasir besi dalam tahun keempat Repelita IV mengalami kenaikan
IX/4
yang menggembirakan. Adapun produksi hasil tambang utama yang
mengalami kenaikan dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya adalah batubara, timah, bijih nikel, nickel matte,
tembaga, perak dan emas.
Kegiatan di bidang pertambangan yang memerlukan perha tian dalam beberapa tahun terakhir ini adalah penambangan
emas. Logam mulia ini sangat menarik bagi para pengusaha
tambang karena harganya terus naik pada saat harga berbagai
logam komoditi tambang lainnya merosot. Baik produksi maupun
ekspor emas meningkat dengan tajam setelah larangan ekspor
emas dicabut pada bulan September 1986.
Penyelidikan sumber daya mineral terus dilakukan dan
ditingkatkan. Kegiatan ini dilakukan dalam usaha untuk menunjang dan menjamin kelangsungan produksi dan pengembangan potensi cadangan bahan galian yang ada, khususnya bahan tambang
non-migas. Kegiatan ini dilakukan dengan melaksanakan pemetaan
geologi dan geofisika yang menghasilkan peta-peta dengan skala
1 : 100.000 untuk pulau Jawa dan skala 1 : 250.000 untuk luar
Jawa. Hasil pemetaan di pulau Jawa dalam tahun keempat Repelita IV
adalah
54 lembar
peta geologi dan 44 lembar peta geofisika, sedangkan untuk luar pulau Jawa telah berhasil dibuat
133 lembar peta geologi dan 49 lembar peta geofisika.
Perkembangan secara terperinci dari produksi berbagai
jenis pertambangan selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat
dilihat pada Tabel IX-1.
2. Perkembangan Hasil Pertambangan
a. Minyak Bumi
Pada tahun keempat Repelita IV produksi minyak bumi mencapai 472,5 juta barrel atau 1.294,5 ribu barrel per hari.
Dibanding dengan tahun sebelumnya ini berarti penurunan sebesar 26,30 juta barrel per hari atau 5,5% (Tabel IX-2). Penu
runan produksi ini antara lain disebabkan oleh perkembangan
situasi perekonomian dunia yang kurang menguntungkan, yang
pada gilirannya telah mengakibatkan menurunnya kuo ta yang
diterima oleh Indonesia.
Sementara itu membaiknya harga minyak bumi telah menyebabkan pemboran eksplorasi pada tahun keempat Repelita IV
mengalami peningkatan sebanyak 10,7% dibandingkan dengan
tahun 1986/87, yaitu naik dari 122 sumur yang dibor menjadi
IX/5
TABEL IX - 1
PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN,
1983/84 - 1987/88
1) Angka diperbaiki
IX/6
TABEL IX - 2
PRODUKSI MINYAK BUMI,
1983/84 - 1987/88
(juta barrel)
Tahun
Minyak
Mentah
Kondensat
Jumlah
1983/84
477,9
39,7
517,6
1984/85
456,9
50,2
507,1
1985/86
435,6
52,1
1986/87
447,7
51,1
498,8
1987/88 1)
-
-
472,5
487,7
1) Angka sementara
135 sumur. Tetapi kegiatan seismik tahun keempat Repelita IV
belumlah menunjukkan kegiatan peningkatan. Kegiatan seismik
mengalami penurunan 10,7% dibanding dengan tahun sebelunnya,
yaitu dari 33.693 km latihan menjadi 30.085 km lintasan yang
diselesaikan.
Di samping itu dalam tahun 1987/88 Repelita IV telah ditandatangani 7 buah Kontrak Bagi Hasil baru, sedangkan pada
tahun 1986/87 telah ditandatangani 4 kontrak baru yang serupa.
Dengan ditandatanganinya kontrak-kontrak baru tersebut diharapkan kegiatan eksplorasi minyak bumi dapat lebih meningkat
sehingga pada gilirannya produksi akan meningkat pula.
a. 1. Pengolahan Minyak Bumi
Dalam usaha memenuhi kebutuhan akan bahan bakar minyak
(BBM) di dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke
tahun,
telah
berhasil diselesaikan pembangunan beberapa kilang
minyak di Cilacap, Balikpapan dan unit hydrocracker di .Dumai.
IX/7
Dengan selesainya ketiga kilang tersebut, maka kapasitas operasi pengolahan minyak bumi menjadi 725.300 barrel minyak mentah setiap hari, sehingga sejak tahun 1986/87 tidak dilakukan
lagi pengolahan minyak di luar negeri. Pengilangan minyak bumi
dalam tahun keempat Repelita IV mencapai 239,2 juta barrel,
atau meningkat sebesar 9,1% apabila dibandingkan dengan angka
tahun 1986/87. Perkembangan hasil pengilangan minyak dalam
negeri selama 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat pada Tabel IX-3
dan Grafik IX-1.
TABEL IX - 3
PENGILANGAN MINYAK BUMI,
1983/84 - 1987/88
(juta barrel)
Kilang
Kilang
Tahun
Dalam Negeri
1983/84
99,5
98,8
198,3
1984/85
172,8
19,7
192,5
1985/86
204,8
13,2
218,0
1986/87
219,3
- 2)
219,3
239,2
- 2)
1987/88 1)
Luar Negeri
Jumlah
239,2
1) Angka sementara
2) Sejak tahun 1986/87 tidak melakukan pengilangan minyak di luar negeri
a. 2. Ekspor
Ekspor minyak bumi Indonesia setiap tahun ditentukan oleh
kemampuan produksi di dalam negeri, oleh perkembangan konsumsi
IX/8
GRAFIK IX - 1
PENGILANGAN MINYAK BUMI,
1983/84 - l987/88
IX/9
di dalam negeri perkembangan permintaan minyak bumi di pasar
luar negeri dan ketentuan kuota ekspor yang diberlakukan untuk Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, ekspor minyak bumi pada
tahun keempat Repelita IV hanya sebesar 288,0 juta barrel
atau mengalami penurunan sebesar 12,6% jika dibandingkan tahun 1986/87. Namun demikian, ekspor hasil minyak pada tahun
1987/88 yang mencapai 66,1 juta barrel menunjukkan adanya
kenaikan sebesar 12,0 juta barrel atau 22,1% jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Petkembangan ekspor minyak bumi dan
hasil minyak selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat
pada Tabel IX-4.
TABEL IX - 4
EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,
1983/84 - 1987/88
(juta barrel)
Tahun
Minyak bumi
1983/84
356,0
1984/85
343,6
1985/86
289,3
1986/87
329,6
1987/88 2)
288,0
1)
2)
Hasil Minyak
1)
57,1
56,7
49,4
54,1
66,1
Termasuk kondensat
Angka sementara
a . 3. Pemasaran Dalam Negeri
masih
Bahan bakar minyak (BBM) sampai
tetap merupakan sumber energi
IX/10
tahun
utama
keempat Repelita IV
di Indonesia, meski-
pun penggunaan bahan bakar non
meningkat.
BBM
diperkirakan juga
terus
Dalam tahun 1987/88 angka sementara realisasi pemasaran
BBM diperkirakan mencapai sebesar 122.407 ribu barrel. Dari
jumlah tersebut lebih dari separuhnya adalah jenis BBM hasil
tengah (minyak solar, minyak tanah dan bahan bakar jet). Dibandingkan dengan realisasi pemasaran tahun 1986/87, yaitu
sebesar 154.173 ribu barrel, maka realisasi pemasaran dalam
tahun 1987/88 menunjukkan penurunan sebesar 20,6%. Kebijaksanaan harga BBM yang ditetapkan setelah devaluasi bulan November 1986 tampaknya merupakan salah satu faktor yang telah
menyebabkan terjadinya perubahan struktur pemakaian beberapa
jenis BBM. Beberapa hal-hal yang menonjol diantaranya adalah
peningkatan penggunaan bensin super sebesar 39%, peningkatan
penggunaan minyak solar (HSD) sebesar 6% dan penurunan.penggunaan minyak tanah sebesar 1%. Turunnya penggunaan minyak
tanah antara lain adalah disebabkan oleh adanya perluasan jaringan listrik yang semakin dapat menjangkau pelosok-pelosok
desa dan peningkatan penggunaan gas minyak cair (LPG).
Hasil minyak lainnya yang dipasarkan di dalam negeri
ialah minyak pelumas. Dalam tahun keempat Repelita IV pemasaran minyak pelumas turun menjadi 1.528 juta barrel yang
berarti adanya penurunan sebesar 28,8% dibanding dengan tahun
1986/87. Penurunan pemasaran minyak pelumas ini diperkirakan
disebabkan karena terjadinya penimbunan stock lebih minyak
pelumas dalam tahun 1986/87 dengan harapan akan terjadinya
kenaikan harga minyak pelumas pada tahun 1987/88.
Hasil-hasil khusus dan bahan kimj.a pada tahun 1987/88
menunjukkan peningkatan sebanyak 306 ribu barrel atau 6%
dibanding dengan tahun sebelumnya. Sedangkan bila dibandingkan dengan tahun 1983/84 ada peningkatan sebanyak 1.860
ribu barrel atau 58,2%.
Tabel IX-5 dan Grafik IX-2 menunjukkan perkembangan
pemakaian BBM dalam negeri dan bahan hasil minyak lainnya.
b. Gas Bumi
Produksi gas bumi terus mengalami peningkatan sesuai
dengan meningkatnya pemanfaatan gas bumi. Selain sebagai
pengganti BBM sebagai sumber energi di dalam negeri, gas
bumi dimanfaatkan pula untuk bahan baku bagi industri pupuk
dan industri besi baja. Gas bumi yang merupakan non-associa
IX/11
TABEL IX - 5
REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1987/88
(ribu barrel)
1)
2)
Termasuk Aviation Gasoline dan Bunker Oil
yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut
asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, serta
pemakaian sendiri
Angka Sementara
IX/12
GRAFIK IX - 2
REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1987/88
IX/13
ted gas dipergunakan untuk menghasilkan
associated gas dijadikan LPG (gas minyak cair).
LNG,
sedangkan
yang
Pada tahun keempat Repelita IV, produksi dan pemanfaatan
gas bumi terus mengalami peningkatan. Produksi gas meningkat
dari 1.657,7 milyar kaki kubik dalam tahun 1986/87 menjadi
1.771,3 milyar kaki kubik dalam tahun 1987/88. Dalam periode
yang sama pemanfaatan gas meningkat dari 1.518,2 milyar kaki
kubik menjadi 1.629,6 milyar kaki kubik. Meningkatnya pemanfaatan gas bumi terutama disebabkan oleh meningkatnya peng gunaan gas bumi untuk LNG, untuk bahan baku dalam industri
Pupuk Kujang, Pupuk Asean, Pusri, dan Pupuk Kaltim, dan oleh
naiknya pemakaian gas bumi sebagai energi pengganti BBM untuk
kilang Balikpapan, pabrik Semen Cibinong dan sebagai peno long proses produksi pada pabrik Krakatau Steel dan karena
meningkatnya penggunaan gas di Jakarta, Bogor, Cirebon dan
Medan oleh Perum Gas Negara.
Produksi dan ekspor gas alam cair (LNG) juga mengalami
peningkatan. Dalam tahun 1987/88, produksi dan ekspor LNG
adalah masing-masing 811.799,6 ribu MMBTU dan 804.300,0 ribu
MMBTU. Dalam tahun 1987/88 produksi dan ekspor gas alam cair
tercatat masing-masing sebesar 905.373,2 ribu MMBTU dan
894.955,0 ribu MMBTU.
Tabel IX-6, Grafik IX-3 dan Tabel IX-7, Grafik IX-4
masing-masing
memperlihatkan
perkembangan
produksi
dan
pemanfaatan gas bumi serta perkembangan produksi dan ekspor
LNG dari tahun 1983/84 - 1986/87.
c. Batubara
Produksi hasil pengembangan pertambangan batubara diarahkan terutama untuk pemenuhan kebutuhan energi pengganti di
dalam negeri. Untuk itu batubara diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pusat listrik tenaga uap (PLTU) dan sebagai bahan
bakar untuk pabrik-pabrik semen, seperti antara lain untuk
PLTU Suralaya, pabrik semen Indarung dan pabrik semen Anda las.
Produksi batubara Ombilin dan Bukit• Asam dalam tahun
keempat
Repelita
IV
menunjukkan
kenaikan,
yaitu
dari
1.731.800 ton
menjadi
1.987.600 ton,
yang
berarti
ada
kenaikan sebesar 255.800 ton atau 14,8% jika dibandingkan dengan
produksi tahun 1986/87. Peningkatan jumlah produksi tersebut
dimungkinkan oleh telah selesainya penambahan dan penggantian
IX/14
TABEL IX - 6
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1983/84 - 1987/88
(milyar kaki kubik)
1) Angka sementara
TABEL IX - 7
PRODUKSI DAN EKSPOR LNG,
1983/84 - 1987/88
(ribu MMBTU)
IX/15
GRAFIK IX – 3
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1983/84 – 1987/88
IX/16
GRAFIK IX – 3
PRODUKSI DAN EKSPOR LNG,
1983/84 – 1987/88
IX/17
sebagian peralatan tambang pada P T (Persero) Tambang Batubara
Bukit Asam. Meskipun produksi batubara dari PT (Persero) Tambang Batubara Bukit Asam terus meningkat, namun kebutuhan batubara untuk PLTU Suralaya belumlah seluruhnya bisa dipenuhi
sehingga kekurangannya masih perlu diimpor. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurang sesuainya pengembangan produksi
dengan rencana.
Di samping kedua perusahaan milik negara tersebut terdapat pula 5 buah perusahaan tambang batubara swasta yang
sudah beroperasi, 4 buah di Kalimantan Timur dan 1 buah di
Bengkulu, dengan kemampuan produksi pada tahun 1987/88 sebesar 1.887.000 ton. Perusahaan-perusahaan tambang batubara
swasta tersebut sampai saat ini masih menghadapi kesukaran
dalam memasarkan produksinya.
Tabel IX-8 dan Grafik IX-5 memperlihatkan perkembangan
produksi batubara Ombilin dan Bukit Asam pada tahun 1983/84 1987/88.
TABEL IX - 8
PRODUKSI BATUBARA,
1983/84 - 1987/86
(ribu ton)
1)
Angka sementara
IX/18
GRAFIK IX - 5
PRODUKSI BATUBARA,
1983/84 - 1987/88
IX/19
d. Timah
Adanya resesi perekonomian dunia yang berkepanjangan
serta berkembangnya pemakaian bahan pengganti timah sebagai
pembungkus telah menyebabkan menurunnya pemakaian timah di
dunia beberapa tahun terakhir ini. Sementara itu adanya jum lah produksi timah yang melebihi kebutuhan, telah menyebabkan
terjadinya krisis timah pada bulan Oktober 1986, yang ditan dai dengan jatuhnya harga timah dari US$ 12.000/ton menjadi
US$ 5.500/ton. Merosotnya harga timah, dan sulitnya mencari
pasaran sejak tahun 1983, telah mempengaruhi perkembangan
produksi timah Indonesia yang 95% dari hasilnya diarahkan
untuk pasaran luar negeri.
Begitu pula dengan ditutupnya LME (London Metal Excha nge) sejak Oktober 1985, imaka ATPC (Association of Tin Producing Countries) memberlakukan suatu Supply Rationalization.
Menurut Supply Rationalization I,.yang berlaku mulai 1 Maret
1987 sampai dengan 29 Pebruari 1988, Indonesia memperoleh
bagian sebesar 24.516 ton. Pembagian kuota penasaran ini sudah
barang tentu ikut mempengaruhi perkembangan produksi Indone sia.
Tabel IX-9 memperlihatkan perkembangan produksi bijih dan
logam timah selama 1984/85 - 1987/88, sedangkan Tabel IX-10
menggambarkan perkembangan pemasaran logam timah selama kurun
waktu yang sama.
e. Nikel
Penambangan dan pengolahan bijih nikel yang terdapat di
Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dan Pulau Gebe (Halmahera Tengah)
dilaksanakan oleh PT Aneka Tambang. Sebagian dari bijih nikel
tersebut diolah menjadi ferronikel, sedangkan sisanya untuk
diekspor. Selain dari pada itu, bijih nikel yang terdapat di
Soroako (Sulawesi Selatan) ditambang dan diolah oleh PT Inco
untuk menghasilkan nickel matte (nikel kasar). Dalam perhi tungan produksi dan penjualan ferronikel, maka nilai kandungan
logam nikelnya perlu dicatat sebagai unsur utama. Hal ini penting karena kadar nikel dalam ferronikel dari setiap kali peleburan tidak selalu sama.
Pada tahun 1987/88, produksi nikel meningkat menjadi
1 . 7 82 , 1 r ib u t on a t a u m e n g a la m i ke naikan sebesar 6,0%,
sedangkan ekspor bijih nikel meningkat menjadi 1.407,9 ribu
ton atau mengalami kenaikan sebesar, 6,6% dibanding dengan
IX/20
TABEL IX - 9
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAN TIMAH,
1983/84 - 1987/88
(ribu ton)
Tahun
Bijih Timah
Logam Timah
1983/84
25,4
25,8
1984/85
21,7
22,0
1985/86
20,9
20,4
1986/87
24,9
20,5
27,3
26,1
1987/88
1)
1) Angka sementara
TABEL IX - 1 0
PEMASARAN LOGAM TIMAH,
1983/84 - 1987/88
Ekspor
(ribu ton)
Tahun
1983/84
25,0
1984/85
20,9
1985/86
21,6
1986/87
21,8
1987/881)
25,4
Penjualan Dalam
Negeri
(ton)
406,0
840,0
877,0
1.222,0
880,0
1) Angka sementara
IX/21
tahun sebelumnya. Pada tahun yang sama produksi nikel dalam
ferronikel
mengalami
penurunan
sebanyak
9,0%,
sedangkan
produksi dan ekspor nickel matte juga mengalami penurunan
masing-masing sebesar 21,0% dan 8,5% dibanding dengan tahun
sebelumnya.
Tabel-tabel IX-11, IX-12 dan IX-13 masing-masing memperlihatkan perkembangan produksi dan ekspor bijih nikel,
nikel dalam ferronikel dan nickel matte dalam periode
1983/84 - 1967/88
GRAFIK IX – 11
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,
1983/84 – 1987/88
(ribu ton)
1) Angka sementara
IX/22
TABEL IX – 12
PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAN FERRO NIKEL,
1983/84 - 1987/88
(ton)
1) Angka sementara
TABEL IX – 13
PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE,
1983/84 - 1987/88
(ton)
1) Angka sementara
IX/23
f. Bauksit
Unit Pertambangan Bauksit P T Aneka Tambang merupakan
penghasil utama bauksit yang memiliki daerah usaha di sekitar pulau Bintan dan meliputi pulau Tembiling, pulau Kelong
dan pulau Dendang.
Mengingat Jepang sekarang lebih cenderung untuk mengimpor logam aluminium dari pada bijih bauksit, maka ekspor
bauksit Indonesia ke Jepang sebagai negara tujuan ekspor
utama Indonesia cenderung mengalami penurunan dari tahun ke
tahun. Di samping itu ekspor bijih bauksit ke Jepang mendapat persaingan yang kuat dari Australia.
Dalam tahun keempat Repelita IV produksi bauksit mengalami peningkatan dari 636,4 ribu ton menjadi 654,2 ribu ton
dan ekspornya mengalami peningkatan dari 513,6 ribu ton menjadi 686,4 ribu ton, atau masing-masing naik sebanyak 2,8%
dan 33,6%, dibanding dengan produksi dan ekspor tahun sebelumnya, seperti terlihat dalam Tabel IX-14.
TABEL IX - 14
PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT,
1983/84 - 1987/88
(ribu ton)
1) Angka sementara
IX/24
g. Pasir Besi
Penambangan pasir besi dewasa ini diusahakan di daerah
Cilacap yang dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Pasir Besi
PT Aneka Tambang. Produksi pasir besi terutama digunakan
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yaitu sebagai bahan
baku/pembantu bagi pabrik-pabrik semen dan sebagai campuran
bahan-bahan bangunan lainnya. Untuk melayani permintaan pasir
besi bagi industri semen yang semakin meningkat, saat ini
telah dibuka tambang baru di Kutoardjo sebagai penambah ataupun pengganti produksi tambang pasir besi di Cilacap yang
mulai menipis.
Produksi pasir besi dalam tahun 1987/88 mencapai 139,6
ribu ton yang berarti adanya penurunan 10,1% apabila diban dingkan dengan tahun sebelumnya. Seluruh produksi pasir besi
pada tahun itu terserap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, yang walaupun
kecil ada yang diekspor, dalam tahun itu tidak ada yang di ekspor. Produksi dan ekspor pasir besi dapat dilihat pada
Tabel IX-15.
TABEL IX.- 15
PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,
1983/84 - 1987/88
(ribu ton)
1) Angka sementara
2) Tidak ada ekspor pada tahun 1984/85 dan tahun 1987/88
IX/25
h. Emas dan Perak
Produksi emas dan perak yang dihasilkan oleh Unit Tambang Emas PT Aneka Tambang merupakan satu-satunya hasil tambang yang diproduksi secara teratur di Indonesia. Emas dan
perak juga merupakan mineral ikutan dalam konsentrat tembaga
yang dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc. Emas juga di peroleh dari hasil usaha para penambang rakyat yang produksinya tidak teratur dan dikerjakan secara sederhana.
Produksi emas dalam negeri dalam tahun 1987/88 menga lami kenaikan dan mencapai .710,6 kilogram; jadi terjadi
kenaikan sebesar 14,6%, sedangkan penjualan di dalam negeri
mengalami penurunan sehingga menjadi 305,3 kilogram atau
turun sebesar 29,3%, apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Adapun produksi dan penjualan perak dalam negeri
dalam tahun 1987/88 mencapai masing-masing sebesar 5.178
kilogram. Dibanding dengan tahun 1986/87 ini berarti bahwa
produksinya turun sebesar 10,5%, sedangkan penjualan dalam
negeri meningkat dengan 12,6%.
Tabel-tabel IX-16 dan IX-17 memperlihatkan perkembangan
produksi dan penjualan logam emas dan perak di dalam negeri
selama 1983/84 - 1987/88.
i. Tembaga
Daerah Tembaga Pura di Irian Jaya adalah penghasil konsentrat tembaga yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia.
Sampai saat ini semua produksi konsentrat tembaga adalah
untuk diekspor. Dalam tahun keempat Repelita IV, produksi dan
ekspor konsentrat tembaga meningkat, masing-masing mencapai
254,4 ribu ton dan 267,1 ribu ton, yang berarti ada kenaikan
sebesar 2,0% dan 7,8% apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Tampaknya perkembangan harga komoditi tembaga di
luar negeri tidak banyak mempengaruhi kecenderungan ekspor
tembaga Indonesia.
Gambaran perkembangan produksi dan ekspor konsentrat
tembaga dalam kurun waktu 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat
pada Tabel IX-18.
j. Batu Granit
Lokasi batu granit pada umumnya terdapat di daerah sekitar pulau Karimun (Riau), pulau Bangka, Belitung dan KalimanIX/26
TAHEL IX - 16
PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM EMAS DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1987/88
(kilogram)
Tahun
Produksi
Penjualan
Dalam Negeri
1983/84
265,1
261,0
1984/85
215,0
223,5
1985/86
308,0
274,8
1986/87
619,6
431,9
1987/88 1)
710,6
305,3
1) Angka sementara
TABEL IX - 17
PRODUKSI DAN PEEJUALAn LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI,
1983/84 - 1987/88
(kilogram)
Tahun
Produksi
Penjualan
Dalam Negeri
1983/84
1.684,0
1.700,0
1984/85
2.171,0
2.207,0
1985/86
2.179,0
2.870,7
1956/87
5.786.0
4.600,0
1987/88 1)
5.178.0
5.178,0
1) Angka sementara
IX/27
tan Barat. Batu granit yang dihasilkan dari daerah tersebut
terdiri dari dua jenis, yaitu batu granit untuk bahan bangunan dan batu granit poles sebagai batu hias untuk dinding
ataupun lantai. Pengembangan produksi batu granit sampai saat
ini terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan hanya sebagian kecil untuk diekspor.
Produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor batu granit
dalam tahun 1987/88 mengalami perkembangan seperti yang tercantum dalam Tabel IX-19.
k. Bahan-bahan tambang lainnya
Bahan-bahan tambang lainnya meliputi bahan galian yang
tergolong dalam kelompok bahan galian golongan C (atau bahan
galian bukan strategis dan bukan vital) yang antara lain meliputi aspal , asbes , belerang, batu gamping, bentonite, fosfat, felspar, pasir kuarsa, kaolin, yodium, marmer, mangan
dan gibs. Pengembangan produksi bahan-bahan tambang ini
selain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri dan
konstruksi, juga untuk menghemat dan menghasilkan devisa,
menunjang pertumbuhan pembangunan dan perekonomian daerah
serta membuka lapangan usaha dan lapangan kerja baru. Pengelolaan bahan-bahan galian ini diusahakan oleh Perusahaan
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional,
koperasi ataupun oleh unit-unit usaha rakyat dalam ukuran
kecil.
Pemakai utama dari bahan galian golongan C adalah industri kecil, pabrik kertas, industri kimia dan konstruksi
bangunan. Mengingat banyaknya pengusaha golongan ekonomi
lemah yang terlibat dalam penambangan bahan galian ini, maka
kepada mereka masih terus diberikan bimbingan dan pengarahan
dalam mengelola bahan tambang tersebut untuk menjadi bahan
baku bagi industri maupun untuk konstruksi bangunan. Selain
itu juga diberikan petunjuk-petunjuk teknis dalam mengelola
penambangan tersebut agar tidak terjadi kerusakan lingkungan
dan tidak membahayakan keselamatan manusia ataupun pekerja
tambang serta dapat menghasilkan bahan baku industri yang
sesuai dengan standar.
Perkembangan
hasil-hasil
pertambangan
adalah seperti tercantum pada Tabel IX-20.
golongan
ini
3. Kegiatan Penunjang
Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang meliputi penyelidikan, penelitian dan pembinaan tenaga kerja di bidang
IX/28
TABEL IX - 18
PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA,
1983/84 - 1987/88
(ribu ton kering)
Tahun
Produksi
Ekspor
199,7
202,8
200,2
203,6
1985/86
233,1
213,3
1986/87
249,2
247,7
1983/84
1984/85
1987/88
1)
267,1
254,4
1) Angka sementara
TABEL IX - 19
PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT,
1983/84 - 1987/88
(ribu ton)
Tahun
Produksi
Penjualan
Dalam Negeri
Ekspor
1983/84
2.190,7
334,7
1.390,4
1984/85
1.433,9
314,8
1.033,9
1985/86
1.310,9
224,6
1986/87
1.421,8
285,9
1987/88 1)
700,3
224,8
1.028,1
1.291,8
519,5
1) Angka sementara
IX/29
TABEL IX - 20
PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL,
PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA,
1983/84 -.1967/88
1) Angka sementara
2) Tidak berproduksi
IX/30
pertambangan. Dalam usaha menunjang dan menjamin kelangsungan
produksi, khususnya bahan-bahan tambang non migas, maka penyelidikan dan penelitian geologi dan pertambangan pada tahun
keempat Repelita IV terus ditingkatkan. Penyelidikan geologi.
dilakukan oleh unit-unit sumber daya mineral, geologi tata
lingkungan, vulkanologi, penelitian dan pengembangan geologi
serta pengembangan geologi kelautan. Sejalan dengan itu pengembangan pertambangan dilaksanakan dengan melakukan penyelidikan
dan penelitian mineral pertambangan.
Selama 4 tahun pelaksanaan Repelita IV telah berhasil diketemukan cadangan dan
daerah-daerah mineral baru. Temuantemuan penting diantaranya adalah cadangan batubara sebesar 500
juta ton di daerah Meulaboh (Daerah Istimewa Aceh); penemuan
endapan tembaga mengandung emas di pulau Bacan (Halmahera);
penemuan mineralisasi timah putih (Sn), wolfram (W), tembaga
(Cu), timah hitam (Pb) dan seng (Zn) di sekitar aliran sungai
Segah (Mamak - Kalimantan Timur); penemuan endapan felspar di
pantai Timur Sumatera Utara, gunung Buduk (Senggau - Kalimantan
Barat), Rikip Gaib (Daerah Istimewa Aceh), dan Palu (Sulawesi
Tengah).
Penyelidikan sumber daya mineral terus dilakukan dan ditingkatkan. Usaha ini dilakukan dalam rangka menunjang dan menjamin kelangsungan produksi dan pengembangan potensi cadangan
bahan galian yang ada, khususnya bahan tambang non migas. Usaha
ini dilakukan dengan melaksanakan pemetaan geologi dan geofisika yang menghasilkan peta-peta dengan skala 1 : 100.000 untuk
pulau Jawa dan skala 1 : 250.000 untuk luar Jawa. Hasil pemetaan geologi dan geofisika di pulau Jawa dalam tahun keempat
Repelita IV adalah 54 lembar peta geologi dan 44 lembar peta
geofisika,
sedangkan untuk luar pulau Jawa telah berhasil
dibuat 133 lembar peta geologi dan 49 lembar peta geofisika.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi
kegiatan di bidang pertambangan dilaksanakan pula kegiatan
peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja. Usaha
tersebut diselenggarakan melalui program pengembangan tenaga
kerja dalam bentuk pendidikan dan latihan dengan pola berjenjang non gelar maupun kursus-kursus.
Pembinaan tenaga peneliti terus dilakukan dalam rangka
meningkatkan jumlah tenaga peneliti dan mutu keahliannya.
Peralatan laboratorium dan sarana penelitian lainnya tetap
disempurnakan dengan bekerjasama dengan lembaga penelitian
untuk Badan-badan Usaha Milik Negara.
IX/31
B. E N E R G I
1. Pendahuluan
Program pengembangan energi didasarkan atas suatu kebijaksanaan energi yang menyeluruh dan terpadu dengan memperhitungkan peningkatan kebutuhan, baik untuk ekspor maupun untuk
pemakaian dalam negeri, serta kemampuan penyediaan energi
secara strategis dalam jangka panjang. Kebijaksanaan pengembangan didasarkan atas usaha untuk secara berangsur-angsur
mengurangi ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber
energi dalam negeri. Hal ini dianggap penting mengingat
minyak bumi, yang merupakan sumber energi yang tidak bisa diperbaharui dan cadangannya terbatas, adalah juga merupakan
komoditi ekspor andalan utama sebagai penghasil devisa dan
pendapatan negara.
Di samping itu, Indonesia mempunyai beranekaragam sumber
energi yang lain, seperti gas bumi, batubara, panas bumi,
tenaga air, tenaga surya, biomasa dan biogas yang dapat lebih
dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pengembangan
energi terus dilaksanakan dengan melakukan survai dan penelitian yang mendalam untuk mencari sumber-sumber energi, baik
minyak bumi maupun sumber energi yang lain. Pengembangan
energi juga dilaksanakan dengan melakukan penganekaragaman
penggunaan sumber energi. Dengan upaya ini, maka diharapkan
porsi penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi di dalam
negeri, secara berangsur dapat dikurangi dan digantikan
peranannya oleh sumber energi lainnya.
Selain itu dalam rangka pengembangan energi juga dilakukan upaya untuk melakukan penghematan penggunaan energi dalam
arti pemakaian energi secara efektif dan efisien. Usaha-usaha
terus dilakukan untuk melakukan penelitian dan pengembangan
teknologi mengenai proses dan peralatan pemakai energi, se hingga dapat ditetapkan jenis sumber energi yang tepat untuk
proses ataupun peralatan tertentu.
Dalam tahun keempat Repelita IV, kegiatan survai dan
penelitian sumber energi merupakan upaya lanjutan dalam pencarian potensi sumber-sumber energi, baik energi minyak,
sebagai usaha mencari cadangan untuk masa datang, maupun
energi bukan minyak.
IX/32
Dalam pada itu sebagai akibat dari usaha penganekaragaman penggunaan energi di dalam negeri, sejak tahun 1983/84
porsi penggunaan minyak bumi di dalam negeri telah semakin
rendah meskipun total penggunaan energi meningkat. Namun
selama 2 tahun terakhir (1986/87 dan 1987/88) porsi penggunaan minyak bumi dalam penggunaan energi secara keseluruhan
kurang lebih tetap, yaitu sekitar 64,7%.
Penggunaan energi bukan minyak, antara lain terdiri dari
penggunaan batubara. Penggunaan batubara telah meningkat dari
10,6 juta setara barrel minyak (SBM) pada 1986/87 menjadi
11,1 juta SBM pada tahun 1987/88. Penggunaan batubara ini selain untuk bahan bakar pabrik juga sebagai bahan bakarr untuk
pusat pembangkit tenaga listrik. Penggunaan batubara untuk
pusat pembangkit tenaga listrik telah meningkat, selain karena peningkatan pemakaian di PLTU Suralaya, juga karena telah
digunakan untuk PLTU Bukit Asam yang mulai beroperasi pada
1987/88.
Penggunaan tenaga air dalam tahun 1987/88 juga mengalami
peningkatan. Peningkatan ini antara lain karena telah beroperasinya PLTA Tanggari (2 X 8,5 MW) dan satu unit dari PLTA
Cirata (1 X 125 MW). Adapun penggunaan tenaga air dalam tahun
1987/88 diperkirakan sebesar 22,7 juta SBM, meningkat 5,1%
jika dibandingkan dengan penggunaan pada tahun 1986/87 sebesar 21,6 juta SBM.
Dalam pada itu pemanfaatan energi panas bumi untuk membangkitkan tenaga listrik terus ditingkatkan. Adapun pembangkit tenaga listrik panas bumi yang telah beroperasi adalah
PLTP Kamojang unit 1 (1 X 30 MW), serta unit 2 dan 3 dengan
kapasitas (2 X 55 MW). Mengingat PLTP Kamojang unit 2 dan 3
(2 X 55 MW) tersebut baru resmi beroperasi dalam bulan Pebruari 1988, maka penggunaan energi panas bumi pada tahun 1987/88
relatif masih sama dengan tahun 1986/87, yaitu 0,5 juta SBM.
lah
dari
kan
dan
kar
Penggunaan energi gas bumi dalam tahun 1987/88 juga temengalami peningkatan, yaitu menjadi 58,6 juta SBM, naik
55,8 juta SBM pada tahun 1986/87.
Energi
gas bumi digunasebagai sumber energi dalam sektor industri, rumah tangga
tenaga listrik.
Selain itu juga
digunakan untuk bahan bakendaraan bermotor.
Perkembangan penggunaan jenis energi menurut sumbernya
selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat pada Tabel
IX-21.
IX/33
TABEL XI – 21
PEMAKAIAN ENERGI MENURUT SUMBERDAYA,
1983/84 -.1967/88
1)
2)
Angka diperbaiki
Angka sementara
IX/34
Sementara itu untuk daerah pedesaan telah pula dilakukan
usaha untuk mengembangkan dan
meningkatkan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (yang bisa diperbaharui), seperti tenaga air mikro, tenaga angin, tenaga matahari, tenaga
biomassa dan biogas. Selain tenaga air mikro, pengembangan
sumber energi untuk daerah pedesaan tersebut pada umumnya masih berupa unit-unit percontohan.
Usaha untuk penghematan penggunaan energi dilakukan melalui kegiatan kampanye, penyuluhan, pengkajian dan pengaturan. Kampanye dan penyuluhan ditujukan untuk menumbuhkan pengertian serta kesadaran tentang pentingnya penghematan energi. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di pabrikpabrik, gedung-gedung perkantoran, terutama kantor pemerintah, dan masyarakat luas lainnya.
2. Tenaga Listrik
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara antara lain dinyatakan
bahwa
pembangunan tenaga listrik
ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik di daerah pe rkotaan
maupun di daerah pedesaan, serta utuk mendorong perkembangan
industri.
Berdasarkan arahan tersebut, maka selama tahun-tahun
yang lalu dilaksanakan pembangunan tenaga listrik yang meliputi sarana pembangkit tenaga listrik berikut jaringan transmisi dan jaringan distribusinya dan peralatan-peralatan kontrolnya. Dengan pembangunan tersebut diharapkan dalam waktu
yang tidak terlalu lama akan dapat tersedia tenaga listrik
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang
baik dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Pembangunan ienaga listrik tersebut tidak hanya dilaksanakan untuk melayani masyarakat perkotaan, tapi juga untuk
daerah pedesaan di seluruh tanah air. Namun mengingat bahwa
pembangunan tenaga listrik memerlukan biaya yang cukup besar,
maka pelaksanaannyapun dilakukan secara bertahap.
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan tenaga listrik juga
diselaraskan dengan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi. Untuk
itu, maka dalam kegiatan pembangunan tenaga listrik juga di
laksanakan pengembangan penggunaan sumber energi bukan minyak, seperti
batubara, tenaga air, gas bumi, dan panas bumi.
Dalam pada itu, mengingat pembangunan tenaga listrik dan
IX/35
pengoperasiannya menggunakan teknologi yang cukup tinggi, maka selama dilakukan pembangunan telah dilaksanakan upaya alih
teknologi. Selain itu juga secara bertahap telah digunakan
komponen-komponen yang telah diproduksi di dalam negeri, demikian pula halnya dengan penggunaan jasa konsultannya. Dengan
upaya
ini
diharapkan
ketergantungan
pada
tenaga ahli dari luar
negeri dan juga barang-barang impor dapat dikurangi.
Dengan dilaksanakannya pembangunan tenaga listrik, maka
dalam tahun keempat Repelita IV (1987/88) telah dapat ditingkatkan daya terpasang pembangkit tenaga listrik di daerah
perkotaan dan pedesaan, seluruhnya sebesar 707,44 MW. Penambahan daya terpasang tersebut adalah meliputi satu unit dari
PLTA Cirata (1 X 125 MW) di Jawa Barat, PLTA Tanggari (2 X
8,5 MW) di Sulawesi Utara, PLTP Kamojang (2 X 55 MW) di Jawa
Barat, PLTU Bukit Asam (2 X 65 MW) di Sumatera Selatan, PLTM
Silang (1 X 750 kW) dan PLTM Raisan (2 X 750 kW) di Sumatera
Utara serta sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah
perkotaan dan pedesaan dengan kapasitas seluruhnya 323,19 MW.
Selain pembangkit tenaga listrik dalam tahun yang sama
juga telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 718,76 kms dan 8 buah gardu induk dengan total kapasitas
708 MVA. Adapun.jaringan distribusi yang dapat diselesaikan,
meliputi daerah perkotaan dan pedesaan, terdiri dari jaringan
tegangan menengah sepanjang 9.858,63 kms, jaringan tegangan
rendah sepanjang 11.808,57 kms berikut 9.574 buah gardu distribusi dengan kapasitas 924,80 MVA. Sementara itu daerah
pedesaan yang dapat dialiri listrik telah bertambah. sebanyak
3.556 dengan tambahan 994.346 konsumen baru.
Adapun hasil pembangunan tenaga listrik selama periode
1983/84 - 1987/88 dapat dilihat pada Tabel IX-22.
Selanjutnya selain telah diselesaikannya pembangunan
tersebut di atas, dalam tahun 1987/88 juga dilanjutkan pembangunan sejumlah pembangkit tenaga listrik, seperti unit-unit
lain dari PLTA Cirata di Jawa Barat, PLTA Sengguruh di Jawa
Timur, PLTA Bakaru di Sulawesi Selatan, PLTA Tes di Bengkulu,
PLTU Suralaya unit 3 dan 4 di Jawa Barat, PLTU Gresik unit 3
dan 4 di Jawa Timur, PLTU Belawan unit 3 dan 4 di Sumatera
Utara dan
sejumlah PLTD yang tersebar
di beberapa lokasi serta pekerjaan persiapan untuk pembangunan PLTU Paiton di Jawa
Timur. Selain itu juga dilaksanakan pekerjaan studi dan disain
teknis sejumlah pembangkit baru tenaga listrik, antara lain
dari PLTA Renun di Sumatera Utara, PLTA Singkarak di Sumatera
IX/36
TABEL IX – 22
HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK
1983/84 – 1987/88
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
IX/37
Barat, PLTA Kotopanjang di Riau, PLTP Dieng di Jawa Tengah,
dan PLTP Salak di Jawa Barat.
Kegiatan pembangunan tenaga listrik di berbagai wilayah
kerja Perum Listrik Negara adalah sebagaimana diuraikan di
bawah ini,
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di Daerah Istimewa
Aceh
dalam
tahun 1987/88 telah menambah daya terpasang dengan
36,50 MW, yang berupa penyelesaian pembangunan sejumlah PLTD
yang tersebar di daerah perkotaan dan pedesaan.
Selain itu
juga telah dapat diselesaikan perluasan jaringan distribusi
yang terdiri atas jaringan tegangan menengah 6,76 kms, jaringan tegangan rendah 5,18 kms, berikut 6 buah gardu distribusi
dengan kapasitas 0,18 MVA. Sementara itu sebanyak 278 desa baru telah dapat dialiri listrik yang meliputi 11.513 konsumen.
Kegiatan pembangunan tenaga listrik di propinsi Sumatera Utara meliputi penyelesaian pembangunan sejumlah PLTD yang
tersebar di beberapa lokasi, baik di daerah perkotaan maupun
daerah pedesaan, dengan kapasitas 18,93 MW. Selanjutnya juga
telah dapat diselesaikan perluasan jaringan tegangan menengah
sepanjang 720,78 kms dan jaringan tegangan rendah 842,94 kms,
serta gardu distribusi sebanyak 605 buah dengan kapasitas
56,18 MVA. Dalam rangka listrik masuk desa, sebanyak 51 desa
lagi telah dapat dialiri listrik dengan tambahan pelanggan
sebanyak 26.482 konsumen. Selain telah dapat menyelesaikan
pembangunan tersebut, dilaksanakan pula pembangunan PLTU Belawan unit 3 dan 4 (2 x 65 MW), serta PLTG Belawan (1 X 117 MW) guna
meningkatkan
daya
terpasang
di
daerah Medan dan sekitarnya. Selanjutnya juga sedang dilakukan pekerjaan disain teknis untuk pembangunan PLTA Renun.
Di daerah Sumatera Barat dan Riau dalam tahun 1987/88
telah dibangun sejumlah PLTD untuk daerah pedesaan yang belum
terjangkau jaringan listrik yang telah ada, dengan jumlah kapasitas 12,74 MW. Sementara itu juga telah dapat diselesaikan
penambahan jaringan distribusi, baik untuk daerah perkotaan
maupun pedesaan, yang terdiri atas jaringan tegangan menengah
313,10 kms dan jaringan tegangan rendah 401,72 kms, beserta
234 buah gardu distribusi dengan kapasitas 14,78 MVA. Dalam
rangka listrik masuk desa, telah dapat dialiri listrik sebanyak 280 desa tambahan dengan tambahan 24.122 konsumen baru.
Selanjutnya juga sedang dilaksanakan pekerjaan disain teknis
dari PLTA Singkarak di Sumatera Barat dan PLTA Kotopanjang di
Riau dalam rangka meningkatkan daya terpasang pembangkit tenaga listrik di masa mendatang.
IX/38
Dalam pada itu, dalam rangka pembangunan tenaga listrik
di daerah Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu dalam
tahun 1987/88 telah diselesaikan pembangunan PLTU Hukit Asam
(2 X 65 NW) di Sumatera Selatan yang menggunakan bahan bakar
batubara dan sejumlah PLTD yang tersebar di daerah perkotaan
dan daerah pedesaan
dengan jumlah
kapasitas
94,27 MW.
Perluasan jaringan distribusi yang telah dapat diselseaikan adalah
jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah, masing-masing sepanjang 388,36 kms dan 554,76 kms, dan 168 buah
gardu distribusi dengan kapasitas seluruhnya sebesar 17,40
MVA. Sementara itu, pelaksanaan program listrik masuk desa
telah dapat menambah jumlah desa yang dialiri listrik sebanyak 255 desa, dengan tambahan pelanggan sebanyak 43.193 konsumen. Dalam usaha meningkatkan daya terpasang, saat ini sedang dilakukan pembangunan PLTA Tes di Bengkulu (4 X 4 MW).
Selain itu juga sedang dilaksanakan pekerjaan studi PLTA Musi
di Sumatera Selatan dan PLTA Besai di Lampung.
Pembangunan tenaga listrik di daerah Kalimantan Barat
pada tahun 1987/88 dilaksanakan baik untuk daerah perkotaan
maupun daerah pedesaan.
Adapun hasil yang
telah dicapai berupa pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa lokasi dengan
kapasitas 41,71 MW, perluasan jaringan tegangan menengah sepanjang 216,55 kms, penambahan jaringan tegangan rendah se panjang 190,17 kms, serta penambahan 82 buah gardu distribusi dengan
kapasitas 13,52 NVA. Adapun daerah pedesaan baru yang dapat
dialiri listrik adalah sebanyak 79 desa dengan tambahan 7.097
konsumen baru.
Di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dalam tahun 1987/88
dapat diselesaikan pembangunan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah perkotaan dan pedesaan, dengan kapasitas 34,90 MW. Di samping itu,
juga telah dilaksanakan perluasan jaringan distribusi yang
terdiri atas
jaringan
tegangan
menengah
sepanjang
274,06 kms,
jaringan tegangan rendah 246,58 kms dan gardu distribusi sebanyak 250 buah
dengan
kapasitas seluruhnya
19,13 MVA. Selain
itu juga telah dapat
dialiri
listrik
sebanyak 189 desa tambahan yang mencakup 19.798 konsumen baru.
Untuk daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dalam
tahun 1987/88 telah diselesaikan pembangunan PLTA Tanggari
(2 X 8,5 MW) di Sulawesi Utara, serta sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa lokasi dengan jumlah kapasitas 25,03 MW.
Perluasan jaringan distribusi yang telah diselesaikan meliputi
jaringan tegangan menengah sepanjang-241,19 kms, jaringan te
IX/39
gangan rendah sepanjang 140,59 kms, dan gardu distribusi sebanyak 124 buah dengan kapasitas sebesar 3,38 MVA. Selanjutnya dalam rangka program listrik masuk desa, telah dapat dialiri listrik lagi sebanyak 171 desa dengan tambahan pelanggan
baru sebanyak 36.125 konsumen.
Di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, dalam
tahun 1987/88 telah dapat ditingkatkan daya terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar 32,30 MV, dengan selesainya pembangunan sejumlah PLTD yang
tersebar
di beberapa lokasi.
Sementara itu juga telah diselesaikan perluasan jaringan distribusi
yang tersebar di daerah perkotaan dan pedesaan, yang terdiri
atas jaringan tegangan menengah sepanjang 316,87 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 277,36 kms, berikut 183 buah
gardu distribusi dengan jumlah kapasitas 15,81 MVA. Dengan
pelaksanaan program listrik masuk desa, maka sebanyak 103 desa lagi telah dapat dialiri listrik dengan tambahan pelanggan
baru sebanyak 36.125 konsumen. Selanjutnya dengan meningkatnya permintaan akan tenaga listrik, saat ini sedang dilakukan
pembangunan PLTD Ujung Pandang (2 X 12 MW) dan PLTA Bakaru,
(2 X 63 MW) di Sulawesi Selatan.
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Maluku
dalam tahun 1987/88 telah dapat menyelesaikan pembangunan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah perkotaan dan
pedesaan dengan kapasitas seluruhnya sebesar 22,0 MW. Selain
menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik tersebut,
juga telah dilakukan penambahan jaringan tegangan menengah
sepanjang 472,42 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang
307,44 kms, beserta 339 buah gardu distribusi yang seluruhnya
berkapasitas sebesar 15,25 MVA. Jumlah desa yang dapat memperoleh aliran listrik juga telah dapat ditingkatkan dengan
41 desa dengan tambahan 7.516 konsumen baru.
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Irian
Jaya selama tahun 1987/88 telah menyelesaikan beberapa unit
PLTD yang-tersebar di beberapa lokasi dengan kapasitas seluruhnya 2,31 MW. Selanjutnya juga telah dilakukan penambahan
jaringan distribusi guna meningkatkan jangkauan penyaluran
tenaga listrik, yang terdiri atas jaringan tegangan menengah
dan jaringan tegangan rendah, masing-masing sepanjang 42,25
kms dan 74,75 kms, serta gardu distribusi sebanyak 36 buah
dengan kapasitas 1,86 MVA. Adapun pelaksanaan listrik masuk
desa telah dapat menambah jumlah desa yang dialiri listrik
sebanyak 7 desa dan tambahan 1.918 konsumen baru.
IX/40
Dalam tahun 1987/88 di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur diselesaikan pembangunan
sejumlah pembangkit tenaga listrik yang berupa PLTD baru yang
tersebar di beberapa kota dan desa dengan kapasitas seluruhnya 4,12 MW. Untuk meningkatkan jangkauan pemanfaatan tenaga
listrik, dilaksanakan pula perluasan jaringan distribusi yang
terdiri atas jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan
rendah masing-masing sepanjang 351,75 kms dan 339,14 kms,
serta gardu distribusi sebanyak 208 buah dengan kapasitas
8,46 MVA. Dalam pada itu pada tahun yang sama, jumlah desa
yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 93 desa yang
mencakup 36.921 pelanggan baru.
Selaras dengan perkembangan daerah Jawa Timur serta
usaha interkoneksi sistem kelistrikan se-Jawa dalam rangka
peningkatan keandalan sistem, maka dalam tahun 1987/88 telah
selesai dibangun
jaringan
transmisi
baru
sepanjang
517,49 kms,
termasuk
gardu induk sebanyak 1 buah dengan kapasitas sebesar
200 MVA. Selain itu, dalam rangka meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga listrik, baik di kota maupun di desa, dan meningkatkan keandalan sistem distribusi, dilaksanakan pula
lanjutan pembangunan jaringan distribusi yang terdiri atas
jaringan
tegangan
menengah
sepanjang
2.893,28 kms
dan jaringan
tegangan rendah sepanjang 4.581,16 kms, berikut 3.282 buah
gardu distribusi dengan kapasitas seluruhnya sebesar 478,69
MVA. Khusus untuk daerah pedesaan yang belum dapat dijangkau
jaringan listrik yang ada, telah dibangun sejumlah PLTD de ngan tambahan kapasitas 0,63 MW. Sedangkan jumlah seluruh
desa yang dapat dialiri listrik dalam tahun 1987/88 adalah
sebanyak 786 desa, dengan tambahan langganan sebanyak 235.064
konsumen. Sementara itu, penyelesaian pembangunan PLTA Sengguruh (2 X 14,5 MW) serta perluasan PLTU Gresik dengan unit 3
dan 4 (2 X 200 MW), terus dilaksanakan dalam rangka meningkatkan penyediaan daya terpasang di daerah Jawa Timur dan dalam rangka meningkatkan keandalan sistem Jawa pada umumnya.
Selain itu juga sedang dilaksanakan pekerjaan persiapan PLTU
Paiton yang akan menggunakan bahan bakar batubara.
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta dalam tahun 1987/88 telah menyelesaikan pembangunan jaringan distribusi baik di daerah perkotaan maupun pedesaan dalam rangka meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga listrik serta meningkatkan keandalan sistem.
Jaringan distribusi yang dibangun berupa jaringan tegangan
menengah sepanjang 2.057,28 kms dan jaringan tegangan rendah
sepanjang 2.118,84 kms beserta gardu distribusi sebanyak
IX/41
2.876 buah dengan kapasitas keseluruhannya sebesar 112,13
MVA. Selanjutnya, pelaksanaan program listrik masuk desa telah berhasil menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik
sebanyak 615 desa dan tambahan pelanggan yang memperoleh sambungan
listrik
sebanyak
198.691
konsumen.
Sementara
itu
dalam
usaha meningkatkan daya terpasang, saat ini sedang dilanjutkan penyelesaian pembangunan PLTA Mrica (3 X 60 MW) di Jawa
Tengah dan sedang dilakukan studi kelayakan pembangunan PLTP
Dieng.
Dalam pada itu, hasil pembangunan tenaga listrik di
daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya selama tahun 1987/88
meliputi penyelesaian pembangunan aatu unit PLTA Cirata (1 X
125 MW) di Jawa Barat dan PLTP Kamojang unit 2 dan 3 (2 X 55
MW)
di Jawa Barat.
Guna meningkatkan keandalan sistem
dan kemantapan interkoneksi dengan sistem kelistrikan Jawa Tengah
dan Jawa Timur, telah pula diselesaikan tambahan pembangunan
jaringan transmisi sepanjang 152,27 kms dan pembangunan 2
buah gardu induk dengan kapasitas 26 MVA. Perluasan jaringan
distribusi yang dilaksanakan baik di kota maupun di desa berupa jaringan tegangan menengah sepanjang, 1.546,36 kms dan
jaringan tegangan rendah sepanjang 2.027,98 kms, berikut
1.161 buah gardu distribusi dengan jumlah kapasitas sebesar
175,71 MVA. Di samping itu pelaksanaan listrik masuk desa
telah dapat menambah jumlah desa yang memperoleh aliran listrik dengan sebanyak 607 desa yang meliputi 304.620 konsumen
baru. Dalam pada itu, guna memenuhi kebutuhan akan tenaga
listrik yang semakin meningkat serta untuk lebih meningkatkan
keandalan sistem Jawa, sedang dilaksanakan pula pembangunan
PLTU Suralaya unit 3 dan 4 (2 X 400 MW) di Jawa Barat dan penyelesaian PLTA Cirata (3 X 125 MW) di Jawa Barat.
Di samping pelaksanaan pembangunan fisik di berbagai
daerah sebagaimana diuraikan di atas, pelaksanaan pengusahaan
tenaga listrik selama tahun 1987/88 juga telah ditingkatkan.
Sebagai hasil peningkatan pelaksanaan pengusahaan itu dapat
dikemukakan hal-hal berikut. Produksi tenaga listrik meningkat sekitar 13,9%, yaitu dari 19.448.877 MWh pada tahun
1986/87 menjadi 22.150.405 MWh dalam tahun 1987/88. Penjualan
tenaga listrik juga meningkat dari 14.785.954 MWh dalam ta hun 1986/81 menjadi 17.230.800 MWh pada tahun 1987/88, yang
berarti ada peningkatan sebesar 16,5%. Sementara itu daya
tersambung pada tahun 1987/88 meningkat sebesar 15,2% dibandingkan dengan tahun 1986/87, yaitu dari 9.282.076 kVA dalam
tahun 1986/87 menjadi 10.689.776 kVA. dalam tahun 1987/88.
Jumlah pelanggan juga mengalami peningkatan, yaitu dari
IX/42
6.965.580 konsumen pada tahun 1986/87 menjadi 8.096.580 konsumen dalam tahun 1987/88, atau meningkat sebesar 16,2%.
Perkembangan bidang pengusahaan tenaga listrik di atas
secara umum selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat diikuti
pada Tabel IX-23, sedangkan perkembangannya di masing-masing
daerah terlihat pada Tabel IX-24.
3. Gas Kota
Kebijaksanaan jangka panjang di bidang pengembangan gas
kota selama Repelita IV diarahkan untuk memperluas jaringan
gas kota. Kebijaksanaan itu dalam pelaksanaannya terutama
berupa peningkatan penyaluran dan pemanfaatan gas bumi di
kota-kota di pulau Jawa yang telah mempunyai jaringan gas kota dan di kota-kota di daerah-daerah lainnya yang menunjukkan
adanya potensi kebutuhan yang memadai serta telah mempunyai
studi kelayakan mengenai penyaluran gas kota.
Sasaran utama dalam pengembangan jaringan gas kota adalah para pemakai gas dalam jumlah besar karena kelompok pemakai ini biasanya memerlukan biaya investasi yang relatif rendah. Lagi pula pelaksanaan pelayanannya bagi mereka lebih mudah dibandingkan dengan konsumen rumah tangga yang pemakaian
gasnya kecil. Sambungan gas untuk konsumen rumah tangga yang
baru hanya diperuntukkan bagi daerah perumahan ya ng mudah
terjangkau
oleh
saluran
distribusi
gas yang ada dan atau bagi
daerah perumahan yang potensi permintaannya cukup besar, seperti daerah-daerah perumahan Perumnas.
Pada saat ini jaringan gas kota yang sudah menyalurkan
gas bumi terdapat di kota Jakarta, Bogor, Medan dan Cirebon.
Sedangkan jaringan gas di kota-kota Bandung, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang masih menyalurkan gas buatan dari batubara atau minyak bumi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
untuk
keempat kota
yang
terakhir
ini
masih dipelajari kemungkinannya untuk dapat mempergunakan gas bumi sebagai gas kota.
Perencanaan untuk kegiatan perluasan dan pengembangan
jaringan gas bumi sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan
dari pertimbangan lokasi serta tersedianya sumber gas bumi
secara murah. Berdasarkan pertimbangan lokasi dan sumber gas
bumi yang tersedia itu, maka kemungkinan untuk menyalurkan
gas bumi ke kota Surabaya dan Bandung secara ekonomis cukup
baik. Apabila studi kelayakan yang dilaksanakan di kedua kota itu
ternyata mendukung, maka di waktu yang akan datang penya
IX/43
TABEL IX - 23
PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,
1983/84 - 1987/88
Keterangan:
KWh
: Mega Watt Hour
KVa
: Kilo Volt Ampere
kW
: Kilo Watt
1) Angka sementara
IX/44
TABEL IX – 24
PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH,
1983/84 – 1987/88
K i t . J . J . - P e m b a n g k i t Jabar Jaya
Dis. Jabar
- D i s tribusi Jawa Barat
Dis. Jaya
- D i s tribusi Jakarta Raya
1)
2)
3)
T o t a l K J T + D i s . Jatim + Dis. Jateng
Angka diperbaiki
Angka sementara
IX/45
luran gas bumi di kota Surabaya dan Bandung diharapkan dapat
menggantikan gas buatan yang operasinya sekarang tidak lagi
menguntungkan.
Sesuai dengan kebijaksanaan di atas, maka pembangunan
phisik di bidang gas kota pada waktu ini lebih diarahkan
untuk kota-kota yang mendapat persediaan gas bumi, yaitu Medan, Jakarta, Bogor dan Cirebon. Kegiatan fisik yang dilakukan pada umumnya berupa peningkatan kapasitas terpasang untuk
menyalurkan gas bumi dan perluasan jaringan gas kota yang
meliputi jaringan pipa transmisi (tekanan tinggi) dan pipa
distribusi (tekanan rendah). Selanjutnya, guna meningkatkan
jumlah langganan telah pula dibangun pipa dinas yang menghubungkan pipa tekanan rendah dengan para pelanggan.
Kapasitas terpasang yang dikelola oleh Perum Gas Negara
pada tahun terakhir Repelita III mencapai 2.831.440 ribu m3/
hari. Selama periode 1983/84 - 1986/87 telah terjadi kenaikan
kapasitas terpasang rata-rata sebesar 9,5% per tahun. Hampir
seluruhnya peningkatan kapasitas terpasang tersebut terdiri
atas pengembangan kapasitas terpasang untuk penyaluran gas
bumi. Pada tahun 1987/88 kapasitas terpasang total mencapai
4.436.212 ribu m3/hari yang berarti meningkat dengan 730,4
ribu m3/hari atau 19,7% jika dibandingkan dengan tahun
1986/87.
Di samping itu jika jaringan distribusi di seluruh kota
yang memiliki jaringan gas kota pada tahun 1983/84 adalah
sepanjang 1.174,5 km, maka pada tahun keempat Repelita IV
jaringan distribusi itu telah bertambah menjadi 1.468,2 km.
Ini berarti adanya peningkatan jaringan distribusi dengan
rata-rata 5,7% per tahun selama 1983/84 - 1987/88.
Perkembangan mengenai kapasitas terpasang dan jaringan
distribusi gas kota seluruh Indonesia selama periode 1983/84 1987/88 dapat dilihat pada Tabel IX-25.
Di samping pembangunan phisik di berbagai kota sebagai
mana diuraikan di atas, pelaksanaan pengusahaan gas kota selama tahun 1987/88 juga telah memperlihatkan peningkatan.
Produksi gas kota selama tahun keempat Repelita IV meningkat
sebesar 17,8%, yaitu naik dari 171.556.300 meter kubik pada
tahun 1986/87 menjadi 202.037.200 meter kubik dalam tahun
1987/88. Penjualan gas kota juga meningkat dari 143.318.700
meter kubik dalam tahun 1986/87 menjadi 178.287.400 meter kubik pada tahun 1987/88, yang berarti meningkat sebesar 24,4%.
IX/46
TABEL IX – 25
REALISASI KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA,
1983/84 – 1987/88
1) Belum beroperasi
IX/47
TABEL IX – 26
REALISASI PENGUSAHAAN GAS KOTA,
1983/84 - 1987/88
1) Belum beroperasi
IX/48
Kenaikan penjualan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan gas kota oleh para pemakai besar dan meningkatnya
jumlah langganan.
Dalam pada itu, jumlah kehilangan gas kota pada tahun
1987/88 adalah sebesar 11,8%, yang berarti lebih rendah apabila dibandingkan dengan kehilangan gas pada tahun 1986/87
yang mencapai 16,5%. Menurunnya prosentase kehilangan gas ini
adalah hasil dari berbagai usaha, antara lain, penambahan volume penyaluran gas untuk pelanggan industri di kawasan ja ringan baru yang kondisinya lebih baik dan pemutusan jaringan
pipa distribusi yang potensinya kurang memadai.
Perkembangan hasil realisasi pengusahaan gas kota selama
kurun waktu 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat pada Tabel IX-26.
IX/49
Download