PERTAMBANGAN DAN ENERGI B A B IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI PENDAHULUAN Di dalam usaha-usaha mencapai sasaran pembangunan nasional, sektor pertambangan memegang peranan penting karena sektor tersebut merupakan penghasil utama devisa dan sumber daya energi. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan nasional, maka kebutuhan akan devisa dan sumber daya energi semakin besar. Sehubungan dengan hal tersebut di dalam Repelita III ditetap kan sasaran pembangunan sektor pertambangan sebagai berikut. Sasaran utama adalah meningkatkan pengembangan dan pengelolaan sumber-sumber mineral dan energi. Sebagai kebijaksanaan untuk mencapai sasaran tersebut akan diusahakan kelangsungan dan pe ningkatan produksi bahan tambang yang telah mempunyai pasaran internasional, demikian juga akan ditingkatkan usaha -usaha diversifikasi dan pengolahan komoditi tambang yang dihasilkan. Selain itu dalam jangka panjang, hasil tambang Indonesia akan diarahkan untuk dijadikan dasar dari industri dalam negeri. Demikian pula usaha pengembangan sumber daya energi, khususnya mi nyak dan gas bumi yang merupakan komoditi strategis bagi kelang sungan pembangunan dan kehidupan bangsa, akan mendapat prio ritas utama. Dalam rangka usaha diversifikasi pembangkitan energi, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya energi lain seperti batu bara dan panas bumi akan ditingkatkan. Kemudian untuk menunjang tercapainya sasaran tersebut di atas dalam Repelita III akan ditingkatkan langkah-langkah berupa inventarisasi, pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang berupa sumber mineral dan energi. Di samping itu akan dilanjutkan pula pengembangan tehnologi penambangan. 449 A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Dalam tahun pertama Repelita III Sektor Pertambangan, khususnya minyak dan gas bumi tetap memegang peranan yang besar sebagai penghasil devisa utama dan sebagai umber dalam penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan nasional. Berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, maka pembangunan pertambangan ditujukan untuk meningkatkan atau setidaktidaknya menjamin kelangsungan produksi bahan tambang, diversifikasi dan peningkatan pengolahan bahan tambang. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kegiatan eksplorasi perlu terus dilakukan. Di samping itu juga diadakan peningkatan sarana pertambangan dan pengolahan serta pembukaan tambang baru seperti pembangunan dan perluasan kilang minyak, perluasan pabrik LNG, penambahan serta pembangunan depot-depot baru BBM, pembangunan kapal-kapal keruk untuk penambangan timah, perluasan pabrik peleburan timah, serta tambang nikel di pulau Gebe. Demikian pula dilanjutkan kegiatan inventarisasi dan penyelidikan mineral yang meliputi kegiatan-kegiatan pemetaan geologi, penyelidikan geologi dan penyelidikan eksplorasi guna menentukan daerahdaerah mineralisasi serta mencari cadangan baru mineral. Penelitian terapan dan pengembangan teknologi mineral terus pula dilakukan dalam usaha mendapatkan cara-cara pemanfaatan, pengolahan mineral dan penggalian untuk mendorong usaha pertambangan swasta nasional khususnya dan pertambangan di dalam negeri umumnya. Sejalan dengan itu juga dilakukan penyempurnaan pengaturan, pengawasan, pembinaan dan penyuluhan pada usaha-usaha pertambangan. Berikut ini diberikan gambaran secara singkat mengenai perkembangan hasil-hasil di bidang pertambangan pada tahun-tahun 1978/79 dan 1979/80 seperti yang nampak pada Tabel IX — 1. 450 TABEL IX — 1 PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN, 1978/79 — 1979/80 Jenis Bahan Galian Satuan 1978/79 1979/80 Minyak Mentah Juta Barrel 589,2 577,2 Timah Ribu Ton 27,4'•`) Batubara Bauksit Ribu Ton 256,0 30,2 267,3 Ribu Ton 964,9 1160,7 NikeI Ribu Ton 1178,0 1771,5 Emas Kg. Ton 220,3 2,2 202,5 P e r a k Pasir Besi Ribu Ton 120,2 78,5 Tembaga Ribu Ton 184,9 188,5 1,8 *) Angka diperbaiki 2. Perkembangan Hasil Pertambangan a. Minyak bumi Produksi minyak bumi Indonesia pada tahun pertama Repelita III berjumlah 577,2 juta barrel yang berarti 12,0 juta barrel lebih rendah dari pada tahun terakhir Repelita II. Namun demikian secara keseluruhan nilai ekspor minyak bumi yaitu minyak mentah dan hasil kilang, menunjukkan kenaikan yang cukup berarti dibanding dengan nilai ekspor pada tahun terakhir Repelita II. Hal ini dise babkan oleh kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional sebagai akibat adanya permintaan yang tidak dapat diimbangi lagi oleh penawaran. Penurunan produksi pada tahun pertama Repelita III antara lain d isebab kan oleh penur unan pro d uksi secara alamiah d ari la 451 pangan-lapangan tua, terlambatnya pengembangan lapangan-lapangan baru, kerusakan pada power plant, kompressor dan fasilitas produksi lainnya dan penurunan kegiatan eksplorasi. Dalam usaha memulihkan dan meningkatkan produksi dari sumur-sumur minyak yang tekanannya sangat menurun, pada tahun 1979 di lapangan Tanjung Tiga, Prabumulih, Rantau dan Minas di Riau telah dilakukan "secondary-recovery" yang merupakan penerapan teknik penyedotan minyak bumi tahap kedua. Kegiatan eksplorasi mengalami kenaikan di mans pada tahun 1979 telah dibor sebanyak 152 sumur, dibandingkan dengan 140 sumur dalam tahun 1978. Selanjutnya pada tahun 1979 telah ditandatangani 12 kontrak baru yang terdiri dari 9 Kontrak Bagi Hasil dan 3 Kontrak Usaha Patungan, sedangkan pada tahun 1978 hanya ditandatangani 5 Kontrak Bagi Hasil. Dengan penandatanganan kontrak baru tersebut, diharapkan kegiatan eksplorasi minyak dapat lebih ditingkatkan sehingga diharapkan bahwa sasaran produksi minyak bumi dalam Repelita III sebesar 1,8 juta barrel per hari dapat dicapai. Tabel IX — 2 dan Grafik IX — 1 berikut ini menggambarkan produksi minyak bumi pada tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX — 2 PRODUKSI MINYAK BUMI, 1978/79 -- 1979/80 (jutaan barrel) 452 Tahun Produksi 1978/79 589,2 1979/80 577,2 GRAFIK IX – 1 PRODUKSI MINYAK BUMI 1978/79 – 1979/80 453 Pengilangan Pengilangan minyak mentah pada tahun pertama Repelita III berjumlah 195,0 juta barrel, yang berarti kenaikan seb anyak 36,8 juta barrel atau sebesar 23,2% dibandingkan dengan jumlah pengilangan tahun terakhir Repelita II yang sebanyak 158,2 juta barrel. Dalam tahun 1979/80 jumlah minyak mentah yang diolah diki lang minyak dalam negeri meningkat menjadi 123,6 juta barrel. Peningkatan tersebut dimungkinkan karena di samping usaha pe nambahan kapasitas kilang, juga telah diusahakan penambahan sarana penyaluran / distribusi BBM yang meliputi pembangunan serta perluasan Depot, pelabuhan Depot BBM, tanki penimbun, kapal tanker, tanki truck, tanki kereta api, pipa penyalur, stasiun pompa BBM dan lain-lain. Dalam tahun 1979 / 80 telah selesai dibangun Depot baru di Me neng, Banyuwangi, Padalarang dan Siak di Pakan Baru, serta sarana pipa penyalur BBM dari Cilacap ke Padalarang dan pelabuhan BBM di Depot Meneng. Jumlah kapasitas timbun depot-depot baru itu seluruhnya sebanyak 82 ribu kiloliter. Selain menghasilkan BBM untuk dalam negeri kilang-kilang tersebut juga menghasilkan produk lain yang sebagian besar terdiri dari Residue (LSWR) dan Naptha. Produk tersebut diekspor ke Je pang dan Amerika dengan jumlah sekitar 150 ribu barrel per hari dan merupakan penambahan devisa negara dari hasil bukan bahan bakar. TABEL IX — 3 PENGILANGAN MINYAK BUMI, 1978/79 — 1979/80 (jutaan barrel) Tahun 1978 / 79 1979 / 80 454 Kilang dalam negeri Kilang luar negeri Jumlah 105,8 123,6 52,4 71,4 158,2 195,0 GRAFIK IX - 2 PENGILANGAN MINYAK BUMI 1978/79 - 1979/80 ( Juta barrel ) Kilang Dalam Negari Kilang Luar Negeri 455 Dalam pada itu jumlah minyak mentah yang pengolahannya di laksanakan di luar negeri (processing-deal) meningkat jumlahnya dari 52,4 juta barrel pada tahun 1978/79 menjadi 71,4 juta barrel pada tahun 1979/80. Tabel IX—3 dan Grafik IX—2 memperlihatkan perkembangan pengilangan minyak yang diolah di dalam dan di luar negeri dalam tahun 1978/79 dan tahun 1979/80. Ekspor Jumlah ekspor minyak bumi dan hasil minyak dalam tahun 1979/80 lebih rendah daripada jumlah ekspor tahun 1978/79. Pada tahun 1978/79 ekspor berjumlah 509,5 juta barrel, sedang pada tahun 1979/80 ekspor berjumlah 447,3 juta barrel, dengan demikian ada penurunan sebesar 62,2 juta barrel atau 12,2%. Turunnya ekspor minyak mentah antara lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah minyak mentah yang diolah untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Tabel IX — 4 dan Grafik IX — 3 menunjukkan ekspor minyak bumi dan hasil minyak dari tahun 1978/79 sampai dengan 1979/80. TABEL IX — 4 EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK, 1978/79 — 1979/80 (jutaan barrel) Tahun Minyak bumi 1978/79") 1979 / 80 463,3 392,1 Hasil minyak 46,2 55,2 Jumlah 509,5 447,3 *) angka diperbaiki Pelaksanaan ekspor minyak bumi dan hasil-hasilnya pada tahun 1979/80 tidak mengalami kesulitan. Hal ini terjadi akibat perkem bangan di pasaran minyak internasional, seperti masalah Iran, yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara permi ntaan dan 456 GRAFIK IX – 3 EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK, 1978/79 – 1979/80 457 penawaran yang langsung memperkuat kedudukan negara-negara pengekspor minyak. Untuk ,mengikuti perkembangan harga di pa saran internasional, dalam tahun 1979 / 80 pemerintah telah melakukan penyesuaian harga minyak bumi Indonesia sebanyak 8 kali. Pemasaran dalam negeri Pemasaran BBM di dalam negeri selama tahun 1979 / 80 berjumlah 130.372 ribu barrel, yang berarti peningkatan sebanyak 10.484 ribu barrel atau 8,7% dibandingkan dengan tahun 1978/79. Peningkatan pemakaian BBM di dalam negeri disebabkan oleh melonjaknya pemakaian BBM untuk sektor industri dan perhubungan selaras dengan meningkatnya kegiatan pembangunan nasional. Peningkatan pemakaian BBM tersebut juga mendorong peningkatan pemakaian minyak pelumas. Kalau dalam tahun 1978/79 jumlah pemakaian adalah sebanyak 800 ribu barrel, maka pada tahun 1979 / 80 pemakaian minyak pelumas mencapai 899 ribu barrel, yang berarti peningkatan sebesar 99 ribu barrel atau 12,3%. Pemasaran hasil minyak bumi di dalam negeri dapat dilihat pada Tabel IX— 5 dan Grafik IX — 4. TABEL IX — 5 PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1979/80 (ribuan barrel) Jeni s Bahan bakar minyak **) Bahan pelumas Hasil-hasil khusus dan bahan kimia 1978/79*) 1979/80 119.888 800 2.220 130.372 899 2.334 *) angka diperbaiki **) termasuk aviation Gasoline dan Bunker Oil yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, serta pemakaian sendiri. 458 GRAFIK IX - 4 PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI, 1978/79 - 1979/80 (ribu barrel) 459 b. Gas bumi Lain halnya dengan produksi gas bumi, pada tahun pertama Repelita III telah melampaui jumlah yang diperkirakan semula. Jumlah produksi tahun pertama Repelita III adalah sebesar 1.028,8 milyar kaki kubik, sedangkan produksi tahun terakhir Repelita II adalah sebesar 868,2 milyar kaki kubik yang berarti kenaikan seba nyak 160,6 milyar kaki kubik. Peningkatan pemanfaatan gas bumi tersebut terutama disebab kan karena meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk LNG, Pupuk Kujang, pemakaian gas bumi sebagai energi pengganti BBM untuk Kilang Balikpapan, pabrik Semen Cibinong I dan II serta pema kaian gas bumi untuk pabrik baja Krakatau Steel sebagai bahan penolong proses produksi dan sebagai energi. Di samping itu sejak bulan April 1979 gas bumi telah pula diman faatkan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk kota Jakarta, Bogor, Surabaya dan Medan. Tabel IX—6 dan Grafik IX—5 menunjukkan produksi dan pemanfaatan gas bumi pada tahun -tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX — 6 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1978/79 — 1979/80 (milyar kaki kubik) Tahun 1978/79 1979 / 80 Produksi 868,2 *) 1.028,8 Pemanfaatan 650,6 795,1 *) angka diperbaiki c. Batubara Batubara sampai saat ini masih tetap dihasilkan dari daerah penambangan yaitu, Ombilin di Sumatera Barat dan Bukit Asem di Sumatera Selatan. 460 GRAFIK IX - 5 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI 198/79 — 1979/80 (milyar kaki kubik) 461 Dalam rangka mengembangkan somber energi lain di luar minyak bumi maka usaha-usaha rehabilitasi dan pengembangan penambangan batubara terus dilaksanakan. Produksi batubara walaupun jumlahnya masih kecil, namun sejak awal Repelita II laju pertumbuhan terus meningkat. Pada tahun 1978/79 produksi batubara berjumlah 256 ribu ton dan pada tahun 1979/80 produksi mencapai jumlah 267.3 ribu ton yang berarti mengalami kenaikan sebesar lebih kurang 4,4%. Tabel IX—7 dan Grafik IX— 6 menggambarkan produksi batubara pada tahun-tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX — 7 PRODUKSI BATUBARA, 1978/79 -- 1979/80 (ribuan ton) Tahun 1978/79 1979/80 Produksi 256,0 267,3 d. Timah Penambangan timah dilaksanakan oleh PT. Tambang Timah, perusahaan swasta nasional dalam rangka kontrak dengan PT Tambang Timah dan perusahaan asing dalam rangka kontrak karya dengan Pemerintah. Produksi Produksi bijih timah dan logam timah pada tahun pertama Repelita III menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan produksi pada akhir tahun Repelita II. Kenaikan ini disebabkan karena usaha peningkatan peralatan, seperti kapal keruk, tanur peleburan timah serta dibukanya tambang baru di Pulau Tujuh, Singkap. Produksi bijih timah dan logam timah pada tahun pertama Repelita III 462 GRAFIK IX - 6 PRODUKSI BATUBARA, 1978/79 - 1979/80 267,3 463 masing-masing sebesar 30,2 ribu ton dan 28,4 ribu ton, yang berarti masing-masing mengalami kenaikan sebesar 2,8 ribu ton dan 4,1 ribu ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1978/79 jumlah produksi bijih timah dan logam timah masing-masing sebesar 2,7,4 ribu ton dan 24,3 ribu ton, sedang pada tahun 1979/80 jumlah tersebut mencapai 30,2 ribu ton dan 28,4 ribu ton, berarti ada kenaikan sebesar 2,8 ribu ton atau 10,2% untuk produksi bijih timah dan 4,1 ribu ton atau 16,8% untuk produksi logam timah. Tabel IX— 8 dan Grafik IX—7 berikut ini menggambarkan produksi bijih timah dan logam timah pada tahun 1978/79 dan tahun 1979/80. Tabel IX — 8 PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 —1979/80 (ribuan ton) Tahun 1978/79 1979/80 Bijih Timah 27,4 *) 30,2 Logam Timah 24,3 28,4 *) angka diperbaiki Ekspor Sejak pabrik peleburan timah Mentok, di Bangka tahun 1976/77 telah mampu melebur seluruh bijih timah produksi dalam negeri, ekspor timah seluruhnya sudah berupa logam timah. Dalam tahun 1979 telah dimulai pelaksanaan perluasan pabrik peleburan timah tersebut, sehingga kapasitasnya meningkat menjadi lebih dari 36.000 ton logam timah setahun. Perluasan tersebut diharapkan dapat diselesaikan dalam tahun 1980. Ekspor logam timah pada tahun 1979/80 mengalami kenaikan sekitar 6% atau 1,6 ribu ton dibandingkan dengan ekspor pada tahun 464 GRAFIK IX – 7 PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 – 1979/80 465 sebelumnya. Untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dilakukan pula penjualan logam timah di dalam negeri. Tabel IX—9 Grafik IX—8 dan Tabel IX—10 Grafik IX—9 masing-masing memperlihatkan ekspor bijih dan logam timah serta penjualan logam timah di dalam negeri dalam tahun-tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX — 9 Tahun EKSPOR BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 — 1979/80 (ribuan ton) Bijih Timah Logam Timah Jumlah 1978/79 1979/80 - 25,6 27,2 25,6 27,2 TABEL IX — 10 PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1979/80 (ribuan kilogram) Tahun 1978/79 1979 / 80 Penjualan 416,4 314,4 e. Nikel Penambangan bijih nikel dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Nikel PT. Aneka Tambang di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Sejak pertengahan tahun 1979 telah pula mulai berproduksi tambang baru di pulau Gebe. Produksi bijih nikel dari daerah pertambangan Pomalaa dan pulau Gebe pada tahun 1979/80 adalah sebesar 1.771,5 ribu ton atau naik sebesar lebih dari 50% bila dibandingkan dengan produksi tahun 1978/79 yang berjumlah 1.178,0 ribu ton. 466 GRAFIK IX – 8 EKSPOR BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1978/79 –1979/80 (ribu ton) 467 GRAFIK IX - 9 PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI, 1978/79 — 1979/80 (ribu kilogram) 468 Ekspor bijih nikel pada tahun 1978/79 berjumlah sebesar 887,6 ribu ton, dan pada tahun 1979/80 meningkat menjadi sebesar 1.192,4 ribu ton yang berarti adanya kenaikan sejumlah 304,8 ribu ton atau lebih dari 34%. Produksi dan ekspor bijih nikel dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1979/80 tampak dalam Tabel IX — 11 dan Grafik IX — 10. TABEL IX — 11 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1978/79 — 1979/80 (ribuan ton) Tahun 1978/79 1979/80 Produksi Ekspor 1.178,0 1.771,5 887,6 1.192,4 Sejak awal tahun 1976 PT. Anoka Tambang telah mengelola pabrik pengolahan bijih nikel menjadi feronikel yang berkadar 20% nikel di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Produksi dan ekspor feronikel dalam tahun 1979/80 agak menurun dibandingkan dengan tahun se belumnya. Tabel IX — 12 menggambarkan produksi dan ekspor nikel dalam feronikel pada tahun-tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX — 12 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERONIKEL, 1978/79 — 1979/80 (ton) Tahun 1978/79 1979/80 Produksi Ekspor 4.403,8 3.999,5 5.112,0 3.551,7 Penambangan nikel juga dilaksanakan oleh PT. INCO di Soroako. Sulawesi Selatan. Sejak bulan Maret 1977 perusahaan tersebut telah 469 GRAFIK IX – 10 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1978/79 – 1979/80 470 mengelola pabrik pengolahan bijih nikel, yang mengolah bijih nikel menjadi nikel matte yang berkadar lebih kurang 75%. Produksi b ijih nikel dan nikel matte pada tahun 1978 masing-masing sebesar 372,6 ribu ton dan 5,7 ribu ton, sedang pada tahun 1979 dihasilkan 332.2 ribu ton bijih nikel dan 8,5 ribu ton nikel matte. f. Bauksit Penambangan bauksit dewasa ini dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Bauksit PT. Aneka Tambang di lima daerah penambangan yaitu, Kijang, Angkut, Tembiling, Kelong dan Koyang. Setelah penurunan produksi dan ekspor pada tahun terakhir Re pelita II, maka pada tahun pertama Repelita III baik produksi maupun ekspor bauksit telah naik dengan cukup berarti. Produksi bauksit pada tahun 1979/80 adalah sebesar 1.160,7 ribu ton yang berarti kenaikan sebesar 195,8 ribu ton atau 20,3% dibandingkan dengan tahun 1978/79. Ekspor bauksit pada tahun tersebut adalah sebesar 1.168,3 ribu ton yang berarti kenaikan sebesar 186,7 ribu ton atau 19,0% bila dibanding dengan produksi dan ekspor tahun sebelumnya. Tabel IX — 13 dan Grafik IX — 11 berikut ini menunjukkan produksi dan ekspor bauksit tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1979/80. TABEL IX — 13 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT, 1978/79 — 1979/80 (ribuan ton) Tahun Produksi Ekspor 1978/79 1979/80 964,9 1.160,7 981,6 1.168,3 g. Pasir besi Produksi pasir besi dari daerah penambangan pantai Cilacap dan Pelabuhan Ratu dilakukan oleh Unit Pertambangan pasir besi PT. Ane ka Tambang. 471 GRAFIK IX – 11 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT 1978/79 – 1979/80 472 Produksi pasir besi pada tahun pertama Repelita III mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan kesulitan pemasaran di luar negeri, sedang kebutuhan akan pasir besi di ,dalam negeri sangat terbatas karena hanya digunakan oleh pabrik-pabrik semen. Produksi dan ekspor pasir besi tahun 1978/79 sampai dengan 1979/80 dapat dilihat pada Tabel IX — 14 dan Grafik IX — 12. TABEL IX — 14 PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI, 1978/79 — 1979/80 (ribuan ton) Tahun 1978/79 1979/80 Produksi Ekspor 120,2 78,5 66,5 9,5 h. Emas dan Perak Unit Pertambangan Emas PT. Aneka Tambang yang terletak di daerah Cikotok, Jawa Barat, sampai saat ini merupakan satu -satunya tambang Emas yang masih menghasilkan emas dan perak. Emas dan perak juga dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc. sebagai unsur logam yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan dari tambang tembaga di Tembagapura, Irian Jaya. Di samping itu emas dan perak juga dihasilkan oleh beberapa perusahaan kecil tambang rakyat dengan cara-cara yang sederhana. Sejak tahun 1977/78 produksi emas dan perak tambang Cikotok menurun karena terjadi perubahan dalam komposisi bijih di daerah yang diusahakan. Komposisi bijih yang diusahakan semakin dalam semakin banyak mengandung unsur logam timbal yang menghendaki cara pengolahan yang baru. Sementara menunggu selesainya pema sangan peralatan untuk pengolahan cara yang baru, sisa pengolahan bijih yang masih mengandung timbal dan membawa serta sebagian unsur logam emas dan perak, belum dapat diolah. 473 GRAFIK IX – 12 PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI 1978/79 – 1979/80 474 Tabel IX—15 dan Grafik IX - 1 3 menunjukan produksi dan penjualan logam perak di dalam negeri dalam tahun 1978/79 — 1979/80, sedang Tabel IX—16 dan Grafik IX—14 menggambarkan produksi dan penjualan logam emas di dalam negeri dari dalam tahun-tahun 1978/79 — 1979/80. TABEL IX—15 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DALAM NEGERI, 1978/79 — 1979/80 (kilogram) Tahun 1978/79 1979/80 Produksi 2.216 1.806 TABEL IX — 16 Penjualan 2.397 1.759 PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM EMAS, 1978/79 — 1979/80 (kilogram) Tahun Produksi Penjualan 1978/79 1979/80 220,3 202,5 250,9 186,2 i. Tembaga Penambangan bijih tembaga sampai saat ini masih tetap diusahakan di Tembagapura, Irian Jaya. Akibat resesi ekonomi dunia, produksi tembaga dari Irian Jaya tersebut sejak tahun 1977 merosot. Walaupun pasaran tern baga dipasaran internasional pada akhir-akhir ini telah mulai membaik, namun tingkat harga belum dapat menyamai tingkat tertinggi sebelumnya. Tabel IX - 1 7 dan Grafik IX - 1 5 berikut ini menggambarkan produksi dan volume ekspor konsentrat tembaga tahun 1978 sampai dengan 1979. 475 GRAFIK IX - 13 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DALAM NEGERI. 1978/79 - 1979/80 476 GRAFIK IX – 14 PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM EMAS 1978/79 – 1979/80 477 TABEL IX—17 PRODUKSI DAN VOLUME EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1978 — 1979 (ribuan ton kering) Tahun Produksi 1978 1979 j. Volume Ekspor 1$0,9 188,8 185,6 168,6 Granit Penggalian batu granit sampai dewasa ini masih dilakukan di pulau Karimun, oleh PT. Karimun granit. Setelah mengalami penurunan produksi pada tahun 1978 sebagai akibat adanya pekerjaan perbaikan peralatan, maka pada tahun 1979 produksi dapat dipulihkan kembali, meskipun belum sebesar produksi pada tahun-tahun sebelumnya. Tabel IX—18 menggambarkan produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor batu granit pada tahun-tahun 1978—1979. TABEL IX—18 PRODUKSI PENJUALAN DALAM NEGERI DAN EKSPOR BATU GRANIT, 1978 — 1979 (Ribuan Ton) Tahun Produksi 1978 1979 495,3 678,2 Ekspor 264,7 411,0 Pemasaran dalam negeri 363,2 197,4 k. Bahan-bahan Tambang lain Bahan tambang lainnya yang meliputi manggan, aspal, yodium, belerang, fospat, asbes, kaolin, pasir kwarsa, warmer, gamping, lem- 478 GRAFIK IX – 15 PRODUKSI DAN VOLUME EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1978 – 1979 479 pung dan feldspar diusahakan oleh perusahaan milik Pemerintah Da erah, perusahaan milik Negara di luar Departemen Pertambangan dan Energi, serta Perusahaan Swasta Nasional. Sebagian besar bahan-bahan tambang tersebut adalah untuk konsumsi dalam negeri dan produksinya masih terbatas, antara lain karena menghadapi persaingan dari bahan-bahan impor dengan harga yang lebih rendah. Bahan-bahan tambang yang dapat diekspor di antaranya ialah manggan dan kaolin. Akan tetapi ekspor bahan tambang tersebut belum dapat di lakukan secara teratur, karena belum adanya ikatan perjanjian jual bell dengan pihak perusahaan di luar negeri, sehingga ekspor hanya dilakukan bila ada permintaan. Dengan demikian maka kegiatan produksipun tidak menentu. Tabel IX — 19, Tabel IX — 20 dan Tabel IX — 21 menggambarkan penjualan dalam negeri, produksi dan ekspor bahan tambang usaha swasta nasional, perusahaan daerah serta usaha lainnya. TABEL IX - 1 9 PENJUALAN DALAM NEGERI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH DAN LAIN-LAINNYA, 1978 — 1979 (ton) Bahan Tambang Manggan Aspal Yodium (Kilogram) Belerang Fosfat Asbes Feldspar Kaolin Pasir Kwarsa Manner (M2 slabs) 480 1978 1979 4.137 119.790 3.980 2.321 16.551 19.957 54 1.404 5 1.235 10 6.166 29.798 108.180 32.951 9.821 47.333 100.557 28.747 TABEL IX—20 PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA, 1978 — 1979 Bahan Tambang 1978 Satuan 1979 Manggan Aspal Ton 5.889 6.909 Ton 161.817 80.601 Yodium Kilogram 7.253 25.287 Belerang Ton 204 179 Fosfat Ton 1.305 2.596 Asbes Ton 31 Kaolin Ton 37.115 2.000 52.562 Pasir Kwarsa Ton 310.051 106.244 Marmer M2 33.496 25.216 Gamping (bahan semen) Ton 1.657.528 2.690.439 Lampung (bahan semen) Ton 332.152 Feldspar Ton 6.166 583.522 13.721 slabs TABEL IX — 21 EKSPOR BAHAN TAMBANG PERUSAHAAN DAERAH USAHA SWASTA NASIONAL, DAN LAINNYA 1978 — 1979. Bahan tambang 1978 Mangan (Ton) Yodium (Kilogram) Kaolin (Ton) 1.580 2.427 1979 14.700 1.550 481 3. Kegiatan Penunjang Dalam rangka mengumpulkan data tentang bahan galian baik yang akan dikembangkan dalam waktu dekat maupun dikemudian hari, telah dilakukan inventarisasi dan eksplorasi batu bara, mineral logam dan mineral non logam. Khusus mengenai batu bara dewasa ini sedang dilakukan usaha untuk mengembangkan produksi batu bara Bukit Asam dalam rangka memenuhi kebutuhan batu bara bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Banten yang direncanakan akan selesai dibangun dalam tahun 1984. Selanjutnya telah diselenggarakan penelitian teknologi pengolahan mineral, metode penambangan dan kelestarian lingkungan p ertambangan. Begitu pula telah diselenggarakan pendidikan dan latihan bidang ilmu dan teknologi pertambangan serta bidang penunjangnya. Dengan kegiatan tersebut di atas dapat diharapkan meningkatnya pertumbuhan pengusahaan pertambangan baik yang dilakukan negara, daerah, swasta nasional atau asing maupun usaha pertambangan rakyat yang kesemuanya itu akan mengembangkan potensi mineral secara regional. Kegiatan lain yang terlepas dari pengembangan bahan galia n tetapi penting artinya bagi penanggulangan bencana alam khusus nya gunung berapi dilanjutkan. Sehubungan dengan itu, dalam rang ka memperoleh data mengenai kegiatan gunung berapi, penelitian/ penyelidikan dan pemetaan tetap dilakukan. Demikian pula, dalam rangka memperoleh data bagi usaha pengembangan sumber-sumber energi di luar minyak dan gas bumi, inventarisasi dan pemetaan gejala kenampakan panas bumi terus dilakukan. Kegiatan penting yang terus dilakukan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana alam, khususnya gu nung berapi. Untuk penyempurnaan data telah ditingkatkan pene litian, penyelidikan dan pemetaan mengenai kegiatan gunung berapi. 482 Demikian juga dilanjutkan kegiatan inventarisasi dan pemetaan kenampakan panas bumi dalam rangka memperoleh data bagi usaha pengembangan sumber-sumber energi di luar minyak bumi dan gas bumi. B. ENERGI 1. Pendahuluan Kebutuhan energi selama ini tampaknya masih dapat dipenuhi dari berbagai sumber daya energi yang terkandung dalam bumi Indonesia. Tetapi akibat pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan pembangunan, maka kebutuhan energi dalam tahuntahun mendatang akan terus meningkat, karena itu mulai saat ini perlu adanya pengaturan pengembangan dan pemanfaatan berbagai sumber daya energi secara rasional dan efektip. Meskipun berbagai jenis sumber energi terdapat dalam jumlah cukup besar, namun pola pemanfaatan sumber-sumber itu masih belum seimbang, terutama konsumsi energi dari minyak bumi sangat besar penggunaannya. Sehubungan dengan itu, maka perlu segera diusahakan agar penggunaan energi juga sedapat mungkin memanfaatkan sumber-sumber energi yang lain. Demikian pula pengembangan dan pemanfaatan energi akan didasarkan kepada kebijaksanaan yang sifatnya menyeluruh dan terpadu dengan memperhitungkan peningkatan kebutuhan serta kemampuan penyediaan energi secara strategis. Dalam Repelita III ditetapkan tujuan dari kebijaksanaan energi meliputi hal-hal berikut. Pertama, menjamin pengadaan energi secara terus-menerus, dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan harga yang wajar. Kedua, menjamin agar pengadaan energi tersebut, di samping memenuhi kebutuhan nasional, juga menyediakan komoditi ekspor. Ketiga, menjamin agar pengembangan sumber daya energi disertai oleh pengelolaan tata lingkungan secara efisien dan bijaksana. Keempat, mengusahakan agar keseluruhan pengadaan energi dan pengelolaan sumber daya energi meningkatkan ketahanan 483 nasional. Dan kelima, menjamin agar sektor energi dapat memenuhi fungsinya sebagai penunjang utama dalam pembangunan nasional jangka panjang. Kemudian sebagai sasaran pokok dari kebijaksanaan energi adalah secara berangsur-angsur beralih dari perekonomian mono-energi ke perekonomian poli-energi, serta mengurangi ketergantungan dari minyak bumi. Selanjutnya langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain meliputi eksplorasi sumber energi kon vensional, penelitian dan pengembangan sumber energi non-konvensional, serta pengembangan kemampuan dan tenaga kerja. Kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi ekploirasi minyak bu mi selama tahun 1979/80 telah menghasilkan sumur-sumur baru yang seluruhnya berjumlah 117 buah sumur. Dalam hal batubara, pada saat ini sedang dilakukan penjajagan kemungkinan ekplorasi deposit batu bara di Kalimantan Timur. Begitu pula saat ini sedang dilakukan ekplorasi yang mendalam terhadap adanya deposit gas bumi yang terdapat di sekitar daerah Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Usaha-usaha tersebut akan tetap dilakukan untuk menjamin pengadaan energi secara terus-menerus, dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan dengan harga yang wajar. Kegiatan diversifikasi bertujuan selain untuk memanfaatkan segala sumber daya energi yang ada secara optimal dan efisien, juga untuk mengembangkan sumber-sumber energi yang tidak dapat diekspor dan dapat diperbaharui, seperti panas bumi dan tenaga air, untuk dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Kegiatan diversifikasi hasil minyak bumi yang dilakukan dalam tahun 1979/80 adalah kegiatan yang berupa persiapan pembangunan hydrocraker di Dumai yang menghasilkan bahan bakar minyak dengan LSWR (yang dahulu diekspor) sebagai bahan bakunya. Dalam pada itu, penggunaan gas bumi sebagai substitusi bahan bakar minyak dilaksanakan dengan persiapan perluasan jaringan transmisi dan distribusi gas di kota-kota Medan, Jakarta, Bogor dan Cirebon. 484 Selanjutnya usaha penggunaan batubara sebagai bahan bakar untuk pusat pembangkit tenaga listrik telah dilakukan dengan mulai dilaksanakan persiapan pembangunan PLTU Surabaya dan penjajagan perencanaan teknis PLTU di daerah Bukit Asam. Selain itu, saat ini sedang dilaksanakan suatu studi kelayakan pusat pembangkit tenaga listrik di daerah Tuban (Jawa Timur) yang akan mempergu nakan batubara dari Kalimantan Timur sebagai bahan bakarnya. Dalam kegiatan diversifikasi ini, kini sedang ditingkatkan peneli tian dan pembuatan studi kelayakan untuk beberapa pusat listrik tenaga air, antara lain di Citarum (PLTA Saguling, PLTA cirata), di sungai Brantas (PLTA Sengguruh, PLTA Kesamben), di sungai Sadang (PLTA Bakaharu) dan di sungai Tondano (PLTA Tanggari). Penelitian dalam rangka diversifikasi juga dilakukan untuk me manfaatkan panas bumi sebagai sumber daya pusat pembangkit tenaga listrik yang dilaksanakan di Lahendong, Kotamobagu, Sungai Penuh, di daerah Dieng, serta kemungkinan perluasan PLTP Kamojang. Selain penelitian, saat ini dilakukan pula persiapan pembangunan PLTP di Kamojang tahap I yang diperkirakan berkapasitas 30 MW. Selain pemanfaatan sumber daya energi konvensional tersebut di atas, kegiatan diversifikasi juga dilakukan bertalian dengan sumber daya energi non-konvensional. Penelitian mengenai sumber daya energi non-konvensional dilakukan sehubungan dengan kemungkinan pengembangan kebun energi (energi farming) yang dapat menyediakan kayu bakar untuk keperluan bahan bakar masyarakat pedesaan; ke mungkinan pemanfaatan tenaga surya untuk keperluan pemanasan dan tenaga listrik. Penelitian terhadap biomasa dan biogas dilaksana kan untuk dapat menyediakan sumber energi pengganti. Kegiatan lain berhubungan dengan konservasi energi yang bertujuan untuk menggunakan energi secara hemat, efektip dan efisien tanpa mengurangi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Usaha-usaha dalam sektor tenaga listrik yang dilakukan dalam kegiatan konservasi energi selama tahun 1979/80 adalah mendoro ng agar industri menggunakan listrik PLN, karena dilihat secara nasional 485 penggunaan pembangkit tenaga listrik sendiri (captive power) secara terpisah-pisah dan berskala kecil, merupakan pemborosan bahan bakar minyak. Demikian juga dilakukan peningkatan usaha listrik pedesaan yang tersebar di seluruh Indonesia, yang diharapkan dapat mengura ngi pemakaian minyak. Usaha lain yang dilakukan dalam hubungan konservasi adalah himbauan kepada masyarakat untuk mengurangi pemakaian tenaga listrik yang berlebihan dan pemasangan alat kondensator pada lampu TL. Selanjutnya usaha konservasi lebih banyak ditekankan dalam bentuk anjuran kepada masyarakat, misalnya dengan menganjurkan kepada industri-industri untuk menggunakan proses teknologi yang hemat energi untuk masa depan, serta mengusahakan agar lembaga lembaga ilmiah membantu dalam merencanakan pembuatan peralatan sumber-sumber energi yang dapat digunakan untuk daerah pedesaan. Kebijaksanaan konservasi energi secara menyeluruh juga berarti bahwa usaha-usaha seperti disebut di atas tidak berdiri sendiri, tetapi disertai dengan kegiatan intensifikasi dan diversifikasi merupakan bagian dari suatu kebijaksanaan energi nasional yang terp adu. 2. L i s t r i k Selaras dengan kebijaksanaan yang telah digariskan, program pe ningkatan tenaga listrik dalam tahun pertama Repelita III diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan sarana produksi tenaga listrik, di samping peningkatan sarana produksi tenaga listrik itu sendiri. Usaha peningkatan pemanfaatan sarana produksi tersebut dilaksanakan dengan mengadakan inter-koneksi antar sistem kelistrikan regional ataupun sub-sistem kelistrikan di dalam region tersebut. Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas, pendekatan masalah dalam perencanaan dan pembangunan kelistrikan diarahkan pada pendekatan secara antar regional, dengan tujuan agar tercapai suatu sistem inter-koneksi regional, lengkap dari pusat pembangkitan, jaringan transmisi dan jaringan distribusi. 486 Selanjutnya pembangunan kelistrikan ditekankan pada usaha penambahan dan perluasan jaringan transmisi dan jaringan distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan memperhatikan keseimbangan antara daya terpasang dengan jaringan transmisi maupun distribusi. Melalui usaha tersebut diharapkan sasaran penyediaan tenaga listrik dengan keandalan dan kualitas yang tinggi bagi kepentingan umum dapat tercapai. Dalam rangka meratakan dan menyebar luaskan hash pembangunan kelistrikan keseluruh pelosok Indonesia, telah mulai diusaha kan perlistrikan desa. Sasaran perlistrikan desa terutama akan dimulai dengan memasukkan desa swasembada dalam pelaksanaannya, sesuai dengan tersedianya pembiayaan dan kondisi daerah yang bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat diungkapkan, bahwa pada tahun ter akhir Repelita II, telah dapat diselesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik sebesar 236,03 MW yang terdiri atas PLTA Wlingi sebe sar 27 MW, PLTU Perak Unit I dan II dengan kapasitas 100 MW, PLTG Gresik dengan kapasitas 40 MW dan PLTD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang seluruhnya berjumlah 68,66 MW, serta PLTM yang tersebar dengan seluruh kapasitas 370 KW. Pembangunan jaringan transmisi yang telah dapat diselesaikan pada tahun terakhir Repelita II sepanjang 530,27 kms yang meliputi daerah Sumatera Barat 27,4 kms, Sumatera Selatan 5,75 kms, Jawa Baran dan Jakarta 136 kms, Jawa Tengah 216,72 kms, Jawa Timur 125,4 kms, Ujung Pandang 1 kms dan Bali sepanjang 8 kms. Semen tara itu telah diselesaikan pula pembangunan gardu induk sebanyak 16 buah di samping perluasan beberapa gardu induk yang telah ada dengan kapasitas seluruhnya 1543 MVA yang berlokasi daerah Sumatera Utara (perluasan) 30 MVA, Sumatera Selatan (pembangunan baru) 1 buah 15 MVA, Jawa Barat dan Jakarta Raya (perluasan dan pembangunan barn) 5 buah/1010 MVA, Jawa Tengah (perluasan dan pembangunan bare) 7 buah/122 MVA, dan Jawa Timur (perluasan dan pembangunan baru) 3 buah/266 MVA. Pembangunan jaringan distribusi yang telah dapat diselesaikan dalam tahun terakhir Repelita II terdiri atas jaringan tegangan mene 487 ngah sepanjang 1958,068 kms; jaringan tegangan rendah sepanjang 1628,577 kms; gardu distribusi 1532 buah; serta pelaksanaan perubahan tegangan rendah sebanyak 26.969 konsumen. Dengan selesainya pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, maka kini secara bertahap telah dapat dilaksanakan pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik secara teratur. Di samping itu telah dapat dilakukan pemindahan unit-unit diesel dari kota-kota yang telah mendapatkan tambahan pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah-daerah yang memerlukan. Sesuai dengan pengarahan yang telah diuraikan di atas, maka pada tahun pertama Repelita III, telah dapat diselesaikan pemba ngunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik sebesar 434,574 MW, penambahan jaringan transmisi sepanjang 303,276 kms, pembangunan gardu induk sebanyak 3 buah dengan kapasitas 517 MVA, penambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 1.602,237 kms dan 1.064,745 kms beserta gardu distribusi sebanyak 1378 buah dan pelaksanaan perubahan te gangan rendah untuk 18.254 konsumen. Dalam rangka pembangunan listrik pedesaan, telah dapat dicakup di 329 desa, yang meliputi pembangunan jaringan tegangan menengah sepanjang 355,059 kms dan jaringan tegangan rendah 331,441 kms, serta gardu distribusi seba nyak 262 buah dengan sambungan rumah untuk 14.188 konsumen. Penambahan kapasitas pusat pembangkit tenaga listrik terdir i dari penambahan listrik tenaga diesel sebesar 19,284 MW, pusat listrik tenaga gas sebesar 15 MW, pusat listrik tenaga uap sebesar 400 MW dan pusat listrik tenaga mikro hidro sebesar 210 KW. Selain dari pada itu, dalam tahun 1979/80 dilaksanakan pula pembangunan dan perluasan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, antara lain PLTA Batang Agam unit III (1 x 3.500 KW), PLTA Maninjau (4 X 17 MW), PLTA Mochamad Noor (Riam Kanan) unit III (1 X 10.000 KW), PLTA Tonsea Lama unit III (1 x27 MW), PLTA Lodoyo (1 X 3.500 KW), PLTA Garung (2 x13.200 KW), PLTA Mrica (3 X 60 MW), PLTA Maung (2 X 55 MW), PLTA Juanda unit VI (1 X 25 MW), PLTA Saguling (4 X 175 MW), PLTA Sempor (1 x 1.100 488 KW), PLTA Wonogiri (2 X 6.500 MW), PLTU Belawan (2 X 65 MW), PLTU Gresik unit I dan II (2 X 100 MW), PLTU Semarang unit III (1 X 200 MW), PLTU Muara Karang unit IV dan V (2X200 MW), PLTU Suralaya unit 1 dan II (2X 400 MW) dan PLTP Kamo jang (1 X 30 MW). Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik serta untuk mempertahankan/meningkatkan mutu penyediaan tenaga listrik di pusat-pusat beban, maka akan dimulai pelaksanaan pembangunan jaringan transmisi teganga n ekstra tinggi dan pusat pengaturan beban dengan tegangan 500 KV. Pembangunan jaringan transmisi ini adalah dalam rangka interkoneksi sistem kelis trikan di seluruh Jawa dan untuk tahap pertama akan dibangun trans misi 500 KV sepanjang ± 472 kms dengan route PLTU Suralaya — Jakarta PLTA Saguling — Bandung — Semarang, gardu induk 500 KV yaitu G.I. Suralaya, G.I. Gandul, G.I. Bandung Selatan, G.I. Unga ran, serta beberapa pusat pengaturan beban untuk Regional/Area Control Centre yaitu R.C.C. Gandul, A.C.C. Cawang, A.C.0 Cigare leng (Bandung Selatan) dan A.C.C. Ungaran. Selanjutnya di samping pelaksanaan tersebut di atas untuk mela yani pemakai listrik kecil dan juga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan secara merata sampai pada masyarakat di pedesaan, telah digiatkan pula pelaksanaan penarikan jaringan distribusi, baik jaring an tegangan menengah maupun jaringan tegangan rendah berikut trafo distribusinya. Kemudian guna menjamin daya guna listrik, maka pe laksanaan perubahan tegangan rendah (PTR) masih terus dilaksana kan, sehingga pemanfaatan tegangan rendah 220 Volt dapat dinikmati oleh semua pemakai listrik. Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan kelistrikan secara regional selama tahun pertama Repelita III adalah seperti diuraikan di bawah ini. Dalam rangka pembangunan kelistrikan di daerah Aceh, untuk tahun 1979/80 telah dapat diselesaikan PLTD di kota -kota Takengon, Idie dan Tapaktuan dengan kapasitas seluruhnya sebesar 750 KW, 489 yang diselaraskan dengan pelaksanaan perluasan jaringan distribusi dan pelaksanaan listrik pedesaan. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik, dalam jangka pendek, akan dibangun sejumlah PLTD yang tersebar dengan kapasitas 8.550 KW dan untuk jangka panjang, sedang dijajagi kemungkinan pembangunan PLTA di Peusangan (50 MW), PLTA Takengon, serta PLTU Banda Aceh (2 X 65 MW). Di daerah Sumatera Utara, telah dapat diselesaikan pembangunan PLTD di Pangkalan Brandan dan Indrapura sebesar 2.000 KW, per luasan jaringan distribusi sepanjang 387,772 kms beserta gardu distri busi sebanyak 233 buah/31.870 KVA dan pelaksanaan listrik pedesaan di 7 desa. Pembangunan jaringan transmisi 150 KV yang menghubung kan PLTU Belawan — Paya Pasir — Medan Timur — Titi Kuning kini sedang dilaksanakan. Sementara itu kini juga sedang giat dilak sanakan pembangunan PLTU Belawan I dan II (2 X 65 MW) beser ta jaringan transmisi dan gardu induknya dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk kota Medan dan sekitarnya. Selain itu dijajagi kemungkinan pembangunan PLTD-PLTD yang terbesar di Kaban Jahe, Sidikalang, Tanjung Tiram, Padang Sidempuan, Kota Nopan, Sibolga dan Tanjung Balai dengan kapasitas seluruhnya sebesar 6.250 KW, serta pelaksanaan listrik pedesaan. Dalam pada itu untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik dimasa mendatang sedang dijajagi kemungkinan perluasan PLTA Asahan. Program pembangunan tenaga listrik di Sumatera Barat dan Riau dalam tahun 1979/80 meliputi penyelesaian pembangunan PLTD Tan jung Pinang (2 X 1.000 KW), penyelesaian jaringan distribusi sepan jang 42,65 kms beserta gardu distribusi 6 buah/960 KVA dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah sebanyak 1.000 konsumen. Selain itu pada saat ini sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Maninjau (4 X 17 MW) dan PLTA Batang Agam unit III (1x 3.500 KW). Demi kian pula dalam usaha memenuhi kebutuhan listrik untuk jangka panjang akan diusahakan suatu studi kelayakan PLTA Singkarak yang memperkirakan berkapasitas 60 MW. Dalam usaha meningkatkan sarana dan penyediaan tenaga listrik untuk daerah Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, dan Bengkulu, telah dapat diselesaikan pembangunan PLTG Palembang (1 X 15 MW), 490 PLTD di Tanjung Pandan, Muara Enim, dan Muara Bungo, perluasan jaringan distribusi sepanjang 186,198 kms berikut gardu distribusi sebanyak 136 buah/13.210 KVA, serta pelaksanaan listrik ped esaan dengan membangun PLTD (400 KW) untuk 5 desa dan PLTM (1 X 88 KW) untuk 1 desa. Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik, dimasa yang akan datang di Tes sedang dibangun pusat listrik tenaga air dengan kapasitas 2 X 1.200 KW, serta pembangunan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah dengan kapasitas seluruhnya 29,50 MW. Usaha meningkatkan penyediaan tenaga listrik di daerah Kaliman tan Ba rat, dilakukan dengan penambahan jaringan distribusi sep anjang 94,20 kms, beserta gardu distribusi sebanyak 53 buah/15.075 KVA dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 1.292 konsumen. Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan listrik pedesaan, telah dapat diselesaikan jaringan distribusi sepanjang 39,95 kms d an gardu distribusi sebanyak 11 buah/1.510 KVA yang mencakup sebanyak 12 desa. Selanjutnya guna memenuhi kebutuhan tenaga listrik di daerah Sing kawang, kini tengah dilaksanakan pembangunan pusat listrik tenaga diesel di Singkawang (2 X 1.000 KW). Peningkatan penyediaan tenaga listrik di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam tahun 1979/80 dilak sanakan dengan perluasan jaringan distribusi sepanjang 23,192 kms, serta gardu distribusi sebanyak 19 buah/2.300 KVA. Sementara i tu kini tengah dilaksanakan perluasan PLTA Mochamad Noor (Riam Kanan) unit III (1 X 10.000 KW) beserta penambahan jaringan trans misi antara Riam Kanan — Banjarmasin sepanjang 52 kms dan Banjarmasin — Gardu Induk Trisakti sepanjang 10 kms, serta usaha pembangunan PLTD-PLTD di Tarakan, Banjarmasin dan Sampit dengan kapasitas seluruhnya sebesar 14.000 KW dan pusat listrik tenaga mikro hidro Haruyan (1 x 102 KW). Program pengembangan kelistrikan di Sulawesi Utara da n Sulawesi Tengah pada tahun 1979/80 meliputi penyelesaian pembangunan PLTD-PLTD di kota-kota Tahuna, Siau, Inobonto, Kotamobagu, Tompasobaru, Palu dan Telaga dengan kapasitas seluruhnya sebesar 3.200 KW, penambahan jaringan distribusi sepanjang 120.231 kms, 491 serta gardu distribusi sebanyak 48 buah. Dalam rangka pelaksanaan listrik pedesaan telah dapat diselesaikan 2 buah pusat listrik tenaga air dan jaringan distribusi sepanjang 8 kms, meliputi 4 desa. Selain dari pada itu, guna meningkatkan sarana dan penyediaan tenaga listrik, dimasa yang akan datang kini sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Tonsea Lama unit III (1 X 5.000 KW), di samping pelaksanaan pembangunan PLTD yang tersebar di kota-kota Gorontalo, Kotamobagu, Ratahan, Tombatu, Motoling dan Tilamuta dengan kapasitas seluruhnya 2.000 KW. Dalam pada itu dewasa ini juga sedang dilak sanakan pekerjaan persiapan PLTA Tanggari (2 X 8.500 KW), penambahan jaringan transmisi Sawangan — Bitung (30 kms) dan Tailing — Tomohon (16,50 kms), beserta gardu induk di Bitung, Sawangan, Ranamut dan Tonsea Lama. Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, telah dapat diselesai kan pembangunan PLTD di kota-kota Pare-Pare, Sengkang, Watan Sopeng, Palopo, Bantaeng, Bulukumba dan Watampone dengan jumlah kapasitas 3.500 KW, perluasan jaringan distribusi sepanjang 194,17 kms, serta gardu distribusi 61 buah/5.205 KVA. Dalam pelaksanaan listrik pedesaan, telah diselesaikan pembangunan jaringan distribusi 57,12 kms beserta gardu distribusi sebanyak 22 buah/992 KVA yang meliputi 12 desa. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dimasa yang akan datang, sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa kota, antara lain di Palopo , Sinjai, Bantaeng dan Polewali dengan jumlah kapasitas 4.250 KW. Demikian pula studi kemungkinan pembangunan PLTA Bakaharu giat dilanjut kan. Pembangunan kelistrikan di daerah Maluku telah dapat menyele saikan perluasan jaringan-jaringan distribusi sepanjang 26,208 kms beserta gardu distribusi 3 buah/450 KVA. Sedang di beberapa kota di Maluku, antara lain Ambon, Ternate, Haruku dan Tidore, tengah dipersiapkan pelaksanaan pembangunan PLTD-PLTD dengan kapasitas seluruhnya 13.316 KW. Untuk daerah Irian Jaya, telah dapat diselesaikan penambahan jaringan distribusi 6,50 kms dan gardu distribusi 7 buah/1.000 KVA. Sementara itu dapat dijelaskan bahwa tahap pembangunan PLTA Sen tani (4 X 6.500 KW) sedang dalam tahap perencanaan teknis. 492 Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, telah dapat diselesaikan pembangunan pusat listrik tenaga diesel di Kupang (1.038 KW) dan Mataram (2.076 KW), serta PLTD tersebar di Negara, Sumbawa dan Ende dengan jumlah kapasitas 1.739 KW. Adapun perluasan jaringan distribusi yang dapat diselesaikan adalah sepanjang 165 kms beserta penyelesaian gardu distribusi sebanyak 40 buah/4.000 KVA; sedang dalam rangka pelaksanaan listrik pedesaan telah dapat diselesaikan jaringan distribusi 122 kms beserta gardu distribusi sebanyak 40 buah/ 3.500 KVA untuk 40 desa. Sementara itu sedang dipersiapkan pelak sanaan pembangunan PLTD yang tersebar di kota-kota, antara lain, Ampenan, Denpasar dan Kupang dengan kapasitas seluruhnya sebesar 19,50 MW. Pengembangan tenaga listrik di daerah Jawa Timur sampai akhir tahun 1979/80 telah dapat menyelesaikan pembangunan pusat listrik tenaga air Wlingi unit I (27 MW), perluasan jaringan distribusi sepanjang 380,831 kms beserta gardu distribusi 96 buah/15.285 KVA. Untuk pelaksanaan program listrik pedesaan, telah dapat diselesaikan ja ringan distribusi 94,083 kms dan gardu distribusi 40 buah/8.745 KVA yang meliputi 79 desa. Selanjutnya dalam usaha memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang makin meningkat, sedang dilaksanakan pemba ngunan PLTA Wlingi unit II (27 MW) yang telah mencapai tahap penyelesaian, demikian pula PLTA Lodoyo (1 X 3.500 MW), serta pusat listrik tenaga uap Gresik unit I dan II yang sedang giat dilanjutkan pembangunannya. Hasil pembangunan kelistrikan di daerah Jawa Tengah dan Dae rah Istimewa Yogyakarta pada tahun anggaran 1979/80 adalah pe nyelesaian pembangunan PLTU Semarang unit I dan II (2 X 50 MW), perluasan jaringan transmisi antara Solo — Madiun sepanjang 204,076 kms, serta penyelesaian gardu distribusi sebanyak 302 buah/13.385 KVA. Di samping itu untuk melayani kebutuhan masyarakat di daerah pedesaan, telah dapat diselesaikan jaringan distribusi 60,677 kms berikut gardu distribusi 40 buah/1.932 KVA yang mencakup 15 desa. Pembangunan PLTA Sempor (1 X 1.100 KW) sudah dalam tahap penyelesaian, sementara PLTA Garung (2 X 13.200 KW) dan PLTA 493 Wonogiri (2 X 6.500 KW) juga giat +dilanjutkan pembangunannya. Selanjutnya guna memenuhi kebutuhan tenaga listrik dimasa men datang, dilaksanakan pula pembangunan PLTU Semarang unit III yang tengah dalam tahap persiapan, demikian pula. PLTA Mrica (3 X 60 MW) yang masih dalam tahap detail disain, serta PLTA Maung (2 X 85 MW) yang masih dalam tahap studi kelayakan. Dengan selesainya jaringan transmisi antara Solo -- Madiun maka telah tercapai usaha untuk menghubungkan antara (inter koneksi) sistem kelistrikan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dalam usaha meningkatkan sarana dan penyediaan tenaga listrik untuk daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya, yang merupakan daerah yang paling tinggi kebutuhan tenaga listriknya, dalam tahun 1979/80 telah dapat diselesaikan pembangunan PLTU Muara Karang unit I, 11 dan III (1 x 100 MW), penambahan jaringan transmisi sepanjang 29,20 kms berikut gardu induk 1 buah/150 MVA, jaringan distribusi 677,05 kms, serta gardu distribusi sebanyak 133 buah/16.120 KVA dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah 16.162 konsumen. Selanjutnya untuk melayani konsumen di daerah pedesaan, telah dapat diselesaikan jaringan distribusi sepanjang 171,70 kms beserta gardu dis tribusi 45 buah, yang meliputi 29 desa. Selanjutnya dalam usaha memenuhi kebutuhan tenaga listrik dimasa mendatang, saat ini sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Juanda unit VI (1 x 25 MW), PLTU Muara Karang unit IV dan V; serta pekerjaan persiapan untuk pusat listrik tenaga panas bumi di Kamojang (1 X 30 MW)s PLTU Suralaya unit I dan II (2 X 400 MW), serta PLTA Saguling (4 X 175 MW). Sementara itu di daerah Jawa Barat telah pula dimulai persiapan pembangunan jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi de ngan tegangan 500 KV dan pusat pengaturan beban. Di bidang pengusahaan, dengan penambahan hasil pembangunan sebagaimana tersebut di atas, maka dalam tahun 1979/80 telah terjadi peningkatan penyediaan tenaga listrik (dad 5.722.815 MWH pada ta hun 1978/79 menjadi 6.983.515 MWH atau kenaikan sebesar 22,03%, penjualan tenaga listrik naik dari 4.289.000 MWH pada tahun 1978/79 menjadi 5.288.539 MWH pada tahun 1979/80 suatu kenaikan sebesar 23,30%, sedang jumlah daya tersambung naik dengan 24,4 7% yaitu 494 dari 2.459.052 pada tahun 1978/79 menjadi 3.060.847 KVA pada tahun 1979/80. Sejalan dengan berkembangnya kegiatan PLN baik di bidang pembangunan maupun pengusahaan serta pelayanan kepada masyara kat, maka untuk dapat mencapai efisiensi yang lebih baik, kegiatan peningkatan kemampuan tenaga kerja terus ditingkatkan. Peningkatan tersebut dilakukan melalui pendidikan dan latihan yang dilaksanakan dengan menyelenggarakan/mengikuti penataran-penataran dan kursuskursus kejuruan baik di dalam maupun di luar negeri, serta mengadakan/mengikuti latihan di perusahaan-perusahaan, lokakarya dan seminar-seminar. Dalam tahun 1979/80 telah dididik/di-upgrade sebanyak 1.168 karyawan, yang dilaksanakan di PUSDIKLAT dan UDIKLAT milik PLN maupun pada lembaga pendidikan di luar PLN. Angka-angka mengenai hasil perkembangan phisik dan hasil pe ngusahaan yang lebih terperinci dalam tahun 1978/79 dan 1979/80 dapat dilihat dalam Tabel IX — 22 dan Tabel IX — 23 serta Grafik IX — 16 dan Grafik IX — 17. 3. Gas Kota Program pengembangan tenaga gas diarahkan secara bertahap untuk meningkatkan peranan gaskota pada kedudukan yang berarti dalam usaha konservasi energi dan diversifikasi penyediaan bahan bakar di dalam negeri. Selanjutnya dalam usaha substitusi bahan bakar di dalam negeri, akan terus dikembangkan penggunaan tenaga gas dengan daya guna tinggi yang sampai sekarang belum dimanfaat kan secara luas di dalam negeri, penyediaan dan cara pendaya guna annya. Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas, dilakukan usaha pengembangan dan peningkatan penyaluran serta pemanfaatan gas bumi di kota-kota Medan, Jakarta, Bogor, dan Cirebon. Selain itu juga dilaksanakan rehabilitasi serta penyesuaian dan perluasan jaringan distribusi untuk kota-kota tersebut. Selanjutnya, untuk meningkatkan kemampuan usahanya, untuk kota -kota yang belum memper495 TABEL IX — 22 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK, 1978/79 — 1979/80 No. 1. Fungsi Rehabilitasi/Pembangunan Tenaga Listrik Rehabilitasi/Pembangunan Jaringan Transmisi a). Transmisi b). Gardu Induk Rehabilitasi/Pembangunan Jaringan Distribusi a). Jaringan Tegangan Menengah b). Jaringan Tegangan Rendah c). Gardu Distribusi d). Perubahan Tegangan Rendah 2. 3. 1979/80 2) Unit 1978/79 MW 236,030 4 434,574 Kms Bh/MVA 530,270 16/1.543,6 303,276 3/517 Kms 1.958,068 1.957,256 Kms Bh. 1.628,5771) 1.532 1.396,14 1.640 Kons 26.969 18.254 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara TABEL IX—23 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1978/79 — 1979/80 No. Uraian 1. 2. Produksi Tenaga Listrik Penjualan Tenaga Listrik 3. Daya Tersambung 1) Angka diperbaiki. 2) Angka sementara . 496 Unit MWH MWH KVA 1979/80 2) 1978/79 5.722.815 1) 6.983.515 4.289.000 1) 5.288.539 2.459.052 1) 3.060.847 GRAFIK IX – 16 HASIL PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK 1978/79 – 1979/80 497 ( Lanjutan Grafik IX – 16 ) GRAFIK IX – 17 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK 1978/79 – 1979/80 499 TABEL IX—24 PENGEMBANGAN GAS KOTA 1978/79 — 1979/80 Uraian 1978/1979 1979/80 2) I. Tambahan Produksi/penyediaan (Juta Kcal per hari) : 1. Gas Batu Bara 2. Gas Minyak Thermis 3. Gas Minyak Katalitis 4. Gas Bumi Jumlah: II. Jaringan Transmisi (Km) : 1. Distribusi 2. Pipa Transmisi 12.860 1.800,0 12.860 23,7 12,0 Jumlah: 2) 1.800,0 35,7 10,56 74,08 84,64 Angka sementara. TABEL IX — 25 PENGUSAHAAN GAS KOTA, 1978 — 1979 Uraian 1978 I. Produksi Gas Kota (ribuan m3) 1. Gas Batu Bara 2. Gas Minyak Thermis 3. Gas Minyak Katalitis 4. Gas Bumi 26.924 1) 9.073 43.791 1) 20.689 8.862 45.683 79,788 75.234 Jumlah: II. Kehilangan Gas Kota (%) III. Penjualan Gas Kota (ribuan m3) 1V. Jumlah Langganan (Konsumen) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara. 500 14,3 1) 68.353 1) 20.046 1979 2) 11,3 66.744 20.287 oleh gas bumi, dilakukan rehabilitasi pada peralatan-peralatan produksi dan distribusi gas yang telah tua. Kegiatan pembangunan dalam tahun pertama Repelita III diarah kan untuk meningkatkan penyaluran gas bumi di kota Jakarta dan sekitarnya, termasuk jaringan inter-koneksi Jakarta — Bogor, dengan tujuan utama mengalirkan gas ke daerah industri guna segera meng gantikan bahan bakar minyak. Di samping itu dilaksanakan pula per siapan penyaluran gas bumi ke kota Medan dan sekitarnya dari sumber gas bumi yang belum dimanfaatkan di daerah Sumatera Utara. Penelitian-penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan gas bumi di Cepu untuk daerah sekitarnya, di Poleng dan Arusbaya unt uk keperluan kota Surabaya dan sekitarnya, di Jambi untuk kota Jambi dan sekitarnya terus dilanjutkan. Di samping itu dilakukan pula pene litian terhadap kemungkinan perluasan gas bumi yang ada di daerah Cirebon untuk kota Cirebon dan sekitarnya. Begitu pula diadakan penelitian-penelitian guna meningkatkan penyediaan bahan bakar gas yang diarahkan pada penyesuaian dan peningkatan jaringan distribusi gas bumi. Mengingat bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan membutuhkan tenaga yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, maka di samping kegiatan pembangunan phisik seperti yang diuraikan di atas, dilaksanakan pula peningkatan kemampuan dan keahlian tenaga kerja. Tabel-tabel IX — 24 — dan IX — 25 menunjukkan hasil kegiatan program peningkatan tenaga gas selama tahun 1978/79 dan 1979/80. 501