PERTAMBANGAN DAN ENERGI BAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Kebijaksanaan pembangunan sektor pertambangan dalam tahun ketiga Repelita IV adalah terus melanjutkan dan meningkatkan inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi sumber mineral dan energi, meningkatkan penelitian/pengembangan teknologi pertambangan, pemanfaatan teknologi tepat guna, dan keterampilan tenaga kerja, serta meningkatkan upaya penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri. Di samping mendorong pembangunan melalui peranannya sebagai penghasil utama peneri maan negara dan devisa, pembangunan sektor pertambangan diharapkan pula akan mendorong pembangunan melalui peranannya dalam pengembangan wilayah. Hal ini sesuai dengan lokasi endapan mineral dan energi yang pada umumnya terdapat di luar pulau Jawa, sehingga diharapkan usaha penambangannya akan mendorong pembangunan daerah, khususnya pembangunan daerah di sekitarnya. Di samping itu, pembangunan sektor pertambangan diharapkan pula akan menunjang proses industrialisasi dan modernisasi. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya indus trialisasi dan modernisasi merupakan peningkatan pemanfaatan sumber mineral dan energi secara terpadu dengan sumber-sumber lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri, kilang-kilang minyak Indonesia telah mampu mengolah minyak bumi lebih dari 725 ribu barrel per hari dan sejak tahun ketiga Repelita IV, tidak dilakukan lagi pengolahan mi nyak di luar negeri. Dalam tahun ketiga Repelita IV telah diusahakan pula peningkatan dan penambahan sarana penyaluran BBM, antara lain berupa pembangunan depot-depot baru, pembangunan pelabuhan BBM, tanki penimbun, kapal tanki, truk tanki serta jalur pipa stasiun pengisian BBM; sedangkan untuk lebih memeratakan hasil- IX/3 hasil pembangunan, khususnya di wilayah Indonesia bagian Timur telah pula dibangun dan ditambah sarana penyaluran BBM. Untuk mengurangi ketergantungan konsumsi energi pada minyak bumi, maka telah ditingkatkan produksi dan pemanfaatan gas bumi. Selama tiga tahun pertama Repelita IV, produksi dan pemanfaatan ini meningkat terus setiap tahunnya. Perkembangan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi selama tahun ketiga Repelita IV menunjukkan peningkatan dengan telah ditandatanganinya tiga kontrak baru dengan kontraktor asing. Sampai saat ini kontrak minyak yang masih berlaku ber jumlah 67 buah, yang terdiri dari 2 Kontrak Karya, 64 Kontrak Bagi Hasil dan 1 Kontrak Technical Assistance. Dalam tahun ketiga Repelita IV, produksi hasil tambang nonmigas, khususnya hasil tambang utama, mengalami kenaikan. Dari sepuluh hasil tambang utama, delapan diantaranya yaitu batubara, timah, bijih nikel, nikel matte, tembaga, perak, pasir besi dan emas menunjukkan peningkatan produksi, sedangkan yang dua lainnya yakni bauksit, dan feronikel masih cenderung menurun selama tiga tahun pertama Repelita IV. Sementara itu, perlu dikemukakan bahwa dalam dua tahun terakhir ini terlihat meningkatnya minat swasta asing terhadap komoditi emas. Sampai dengan tahun ketiga Repelita IV telah diajukan sebanyak 60 kontrak karya ke DPR. Secara keseluruhan tercatat sebanyak 103 kontrak karya yang berbentuk usaha patungan yang melibatkan 75 perusahaan swasta nasional dan 38 perusahaan asing. Untuk lebih menunjang dan menjamin kelangsungan produksi dan pengembangan potensi cadangan bahan galian yang ada, khususnya bahan-bahan tambang non-migas, maka penyelidikan sumber mineral perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Sejak Repelita I, pemetaan geologi dan geofisika telah dilaksanakan secara intensif dan sistematis, dan ditujukan untuk menghasilkan peta-peta dengan skala 1 : 100.000 bagi pulau Jawa dan skala 1 : 250.000 untuk luar pulau Jawa. Hasil pemetaan geologi dan geofisika di pulau Jawa dalam tahun ketiga Repelita IV, berupa 54 lembar peta geologi dan 44 lembar peta geofisika, sedangkan untuk luar pulau Jawa telah berhasil di buat 133 lembar peta geologi dan 49 lembar peta geofisika. IX/4 Hasil-hasil yang telah dicapai serta perkembangan produksi berbagai hasil pertambangan sampai dengan tahun ketiga Repelita IV dapat dilihat pada Tabel IX-1. 2. Perkembangan Hasil Pertambangan a. Minyak Bumi Produksi minyak bumi pada tahun ketiga Repelita IV adalah sebesar 499,0 juta barrel, yang berarti meningkat sebesar 11,30 juta barrel atau 2,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun demikian, produksi tersebut 18,60 juta barrel atau 3,5% berada di bawah produksi tahun terakhir Repelita III (Tabel IX2). Hal ini antara lain disebabkan oleh situasi perekonomian dunia yang berakibat terhadap penurunan permintaan minyak bumi yang lebih lanjut dampaknya dirasakan pula oleh Indonesia. Pemboran eksplorasi pada tahun ketiga Repelita IV mengalami penurunan sebanyak 36,6% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 191 sumur menjadi 121 sumur yang dibor, dan merupakan penurunan sebesar 51,6% bila dibandingkan dengan tahun kelima Repelita III. Kegiatan seismik tahun ketiga Repelita IV mengalami penurunan 4,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 35.289 km menjadi 33.693 km lintasan yang diselesaikan. Dibandingkan dengan tahun kelima Repelita III kegiatan tersebut mengalami penurunan sebesar 40,8%. Dari data geologis yang ada, baik di darat maupun di lepas pantai, terdapat 60 cekungan sedimen yang prospektif mengandung hidrokarbon. Dari jumlah tersebut baru 34 cekungan yang sudah dieksplorasi, di mana pada 22 cekungan sudah diketemukan kandungan hidrokarbon. Dari 22 cekungan tersebut, baru 14 cekungan yang berproduksi. Dalam tahun ketiga Repelita IV telah ditandatangani 3 buah kontrak baru, sedangkan pada tahun sebelumnya sudah ditandatangani sebanyak 4 buah. Kontrak baru ini meliputi daerahdaerah daratan Madura sebelah timur sampai Muara Kampar dan daratan/lepas pantai Dumai (Riau). Dengan ditandatanganinya kontrak-kontrak baru tersebut diharapkan kegiatan eksplorasi minyak bumi dapat lebih meningkat sehingga pada gilirannya akan meningkatkan produksi pula. IX/5 TABEL IX - 1 PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN, 1983/84 - 1986/87 *) Angka sementara TABEL IX - 2 PRODUKSI MINYAK BUMI, 1983/84 - 1986/87 (juta barrel) Tahun Minyak Mentah Kondensat Jumlah 1983/84 477,9 39,7 517,9 1984/85 456,9 50,2 507,1 1985/86 435,6 52,1 487,1 1986/87*) 447,8 51,2 499,0 *) Angka sementara IX/7 Pengilangan Penjualan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri pada tahun ketiga Repelita IV telah mencapai 153.258 juta barrel. Dari jumlah tersebut lebih dari separuh kebutuhan BBM adalah jenis BBM hasil tengah (solar, minyak tanah dan bahan bakar jet). Peningkatan kebutuhan BBM dari tahun ke tahun perlu diimbangi dengan usaha pengadaannya dan peningkatan produksi BBM dari kilang dalam negeri sendiri. Usaha tersebut telah dilaku kan dengan selesainya pembangunan perluasan kilang-kilang Cilacap, Balikpapan dan unit Hydrocracker Dumai tahun 1984. Namun demikian, sampai dengan tahun ketiga Repelita IV beberapa jenis BBM masih harus terus diimpor. Sementara itu, hasil pengilangan minyak bumi selama tahun ketiga Repelita IV mencapai 219,3 juta barrel, sedikit di atas tahun sebelumnya. Bila dibandingkan dengan tahun kelima Repelita III, hasil tersebut meningkat sebesar 10,5%. Hasil-hasil pengilangan minyak dapat dilihat pada Tabel IX-3. Ekspor Ekspor minyak bumi pada tahun ketiga Repelita IV menunjukkan kenaikan sebesar 40,3 juta barrel atau 13,9% dibanding tahun sebelumnya. Pada saat yang sama ekspor hasil minyak menunjukkan kenaikan sebesar 4,7 juta barrel atau 9,5%. Akan tetapi bila dibandingkan dengan ekspor minyak bumi dan hasil minyak pada tahun kelima Repelita III, maka terlihat adanya penurunan sebesar 7,4% untuk minyak bumi dan 5,2% untuk hasil minyak seperti yang tampak pada Tabel IX-4. Pemasaran Dalam Negeri Dalam Repelita IV, bahan bakar minyak (BBM) masih tetap akan merupakan sumber energi utama di Indonesia, meskipun penggunaan bahan bakar non BBM diperkirakan juga akan mening kat. Pemasaran BBM pada tahun ketiga Repelita IV mencapai jumlah 153,258 juta barrel, yang meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi menurun sebesar 4,8% bila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita III. Penurunan tersebut pada umumnya disebabkan oleh adanya kelesuan di berbagai sektor IX/8 TABEL IX - 3 PENGILANGAN MINYAK BUMI, 1983/84 - 1986/87 (juta barrel) Tahun Kilang dalam negeri Kilang luar negeri Jumlah 1983/84 99,5 98,8 198,3 1984/85 172,8 19,7 192,5 1985/86 204,8 13,2 218,0 1986/87 219,3 - 219,3 IX/9 IX/10 GRAFIK IX — 1 P E N G I L A N GA N M I NY A K B U MI . 1983/84 — 1986/87 TABEL IX - 4 EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK, 1983/84 - 1986/87 (juta barrel) Tahun Minyak bumi *) Hasil Minyak Jumlah 1983/84 356,0 57,1 413,1 1984/85 343,6 56,7 400,3 1985/86 289,3 49,4 338,7 1986/87 329,6 54,1 383,7 *) Termasuk kondensat IX/11 akibat resesi ekonomi dan adanya subtitusi BBM dengan meningkatnya penggunaan energi non BBM seperti batubara, gas minyak cair (LPG) dan gas bumi, baik untuk kebutuhan industri maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Hasil minyak lain yang dipasarkan di dalam negeri, diantaranya adalah bahan pelumas. Dalam tahun ketiga Repelita IV pemasaran bahan pelumas naik dari 1,719 juta barrel menjadi 1,934 juta barrel yang berarti meningkat sebesar 12,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan penggunaan bahan pelumas tersebut antara lain disebabkan oleh adanya pembatasan impor bahan pelumas yang sudah dapat diproduksi sendiri di dalam negeri. Kebijaksanaan tersebut ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan produksi dalam negeri serta sekaligus melindungi konsumen dalam negeri dari pemalsuan minyak pelumas im por. Tabel IX-5 menunjukkan perkembangan pemakaian BBM dalam negeri dan bahan hasil minyak lainnya. b. Gas Bumi Dalam rangka mengurangi ketergantungan konsumsi energi yang berasal dari minyak bumi, maka produksi dan pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi telah dapat ditingkatkan. Pada tahun ketiga Repelita IV, produksi dan pemanfaatan gas bumi mengalami peningkatan, yaitu masing-masing dari 1.585,9 milyar kaki kubik menjadi 1.666,7 milyar kaki kubik dan dari 1.454,6 milyar kaki kubik menjadi 1.529,4 milyar kaki kubik. Meningkatnya pemanfaatan gas bumi terutama disebabkan oleh peningkatan penggunaan gas bumi untuk LNG; industri Pupuk Kujang, Pupuk ASEAN, Pusri dan Pupuk Kaltim; energi pengganti BBM bagi Kilang Balikpapan, dan pabrik Semen Cibinong; proses produksi pada Krakatau Steel, serta untuk gas kota di Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan oleh Perum Gas Negara. Tabel IX-6 dan Tabel IX-7 memperlihatkan produksi dan pemanfaatan gas bumi dari tahun 1983/84 sampai dengan 1986/87. c. Batubara Kebijaksanaan pengembangan pertambangan batubara diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan energi pengganti di dalam negeri. Untuk itu sebagian besar produksi batubara diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pusat listrik tenaga uap, antara lain untuk PLTU Suralaya. Dalam tahun ketiga Repelita IV, produksi batubara menunjuk- IX/12 TABEL IX - 5 PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI, 1983/84 - 1986/87 (ribu barrel) 1) IX/13 Termasuk Aviation Gasoline dan Bunker Oil yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia, serta pemakaian sendiri 2) Angka Sementara IX/14 GRAFIK IX - 2 PRODUKSI HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI 1983/84 - 1986/87 TABEL IX - 6 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1983/84 - 1986/87 (milyar kaki kubik) Tahun Produksi Pemanfaatan 1983/84 1.288,2 1.132,5 1984/85 1.548,3 1.419,8 1985/86 1.585,9 1.454,6 1986/87*) 1.666,7 1.529,4 *) Angka sementara IX/15 IX/16 GRAFIK IX — 3 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1983/84 — 1986/87 TABEL IX - 7 PRODUKSI DAN EKSPOR LNG, 1983/84 - 1986/87 (ribu MMBTU) Tahun Produksi Ekspor 1983/84 569.303,7 555.500,0 1984/85 783,729,6 *) 772.000,0 1985/86 788,456,8 *) 770.200,0 1986/87 811.799,6 804.300,0 *) Angka diperbaiki IX/17 IX/18 GRAFIK IX - 4 PRODUKSI DAN EKSPOR LN6. 1983/84 — 1986/87 kan kenaikan sebesar 244,3 juta ton atau 16,4% yaitu dari 1.487,5 juta ton menjadi 1.731,8 juta ton. Apabila dibandingkan dengan produksi batubara pada tahun terakhir Repelita III, maka terlihat pelonjakan produksi dari 614.7 juta ton menjadi 1.731,8 juta ton, dengan demikian meningkat sebesar 1.117,1 juta ton atau 181,7%. Peningkatan jumlah produksi tersebut dimungkinkan dengan telah selesainya penambahan dan penggantian sebagian peralatan tambang pada PT (Persero) Tambang Batubara Bukit Asam dan Perum Tambang Batubara Ombilin. Di samping kedua perusahaan milik negara tersebut terdapat pula 5 buah perusa haan tambang batubara swasta yang beroperasi dan terus me ningkatkan kegiatan produksinya, yakni 4 buah di Kalimantan Timur dan 1 buah di Bengkulu. Apabila pekerjaan utama pada tambang Air Laya (Bukit Asam) sudah selesai dan produksi Ombilin II sudah berjalan, maka pada akhir Repelita IV diharapkan PT Tambang Batubara Bukit Asam akan dapat berproduksi sebesar 3 juta ton/tahun, sedangkan Perum Tambang Batubara Ombilin akan mencapai produksi sebesar 1,3 juta ton per tahun. Tabel IX-8 memperlihatkan perkembangan produksi batubara pada periode 1983/84 - 1986/87. d. Timah Merosotnya harga timah di pasaran internasional dan sulitnya pemasaran yang terus menerus berlangsung sejak tahun 1983, sangat mempengaruhi usaha pengembangan pertambangan timah na sional sebab 95% produksi timah diekspor ke pasaran interna sional. Sementara itu, pada tahun 1985, Dewan Timah Internasional tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana yang diharapkan, dan pada bulan Oktober 1985 pasaran timah LME (London Metal Exchange) di hentikan. Harga timah di pasaran internasional saat ini sekitar US$ 5,500 per metrik ton, yang berarti mengalami penurunan sebesa r US$ 11,129 per metrik ton atau 67% merosot di bawah harga pada tahun 1982 yang mencapai US$ 16,629 per metrik ton. Tabel IX-9 memperlihatkan produksi bijih dan logam timah pada periode 1983/84 - 1986/87, dan Tabel IX-10 memperlihatkan pemasaran logam timah. e. Nikel Produksi dan penjualan komoditi nikel dapat berupa bijih, ferronikel, dan nikel matte yang masing-masing dihasilkan oleh IX/19 TABEL IX - 8 PRODUKSI BATUBARA, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton) Produksi pada unit Tahun Jumlah Ombilin Bukit Asam 1983/84 410,5 204,2 614,7 1984/85 625,3 575,4 1.200,7 1985/86 754,5 733,0 1.487,5 1986/87 644,2 1.067,6 1.731,8 IX/20 TABEL IX - 9 PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton) Tahun Bijih Timah Logam Timah 1983/84 25,4 25,8 1984/85 21,7 22,0 1985/86 20,9 20,4 1986/87*) 24,9 20,5 *) Angka sementara IX/21 TABEL IX - 10 PEMASARAN LOGAM TIMAH, 1983/84 - 1986/87 Tahun Ekspor (ribu ton) Penjualan Dalam Negeri (ton) 1983/84 25,0 406,0 1984/85 20,9 840,0 1985/86 21,6 877,0 1986/87 21,8 1.222,0 IX/22 PT Aneka Tambang di daerah Pomalaa dan pulau Gebe serta pabrik peleburan dan pemurnian nikel milik PT Inco di Soroako. Pada tahun ketiga Repelita IV produksi dan ekspor bijih nikel masing-masing meningkat menjadi 1.680,6 ribu ton dan 1.291,5 ribu ton atau naik sebesar 70,3% dan 40,9% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam perhitungan produksi dan penjualan feronikel tersebut dicatat juga nilai kandungan logam nikelnya sebagai unsur utama; selain itu, kadar nikel dalam feronikel dari setiap kali peleburan tidak selalu sama. Selama tahun ketiga Repelita IV, produksi dan ekspor nikel dalam feronikel mengalami penurunan masing-masing sebanyak 8,9% dan 1,8%, sedangkan produksi dan ekspor nikel matte mengalami kenaikan masing-masing sebesar 58,4% dan 5,7% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tabel IX-11, IX-12 dan IX-13 memperlihatkan produksi dan ekspor bijih nikel, nikel dalam feronikel dan nikel matte. f. Bauksit Unit pertambangan bauksit PT Aneka Tambang sebagai pengha sil bauksit yang utama memiliki daerah usaha di sekitar pulau Bintan, yang meliputi pulau Tembiling, pulau Kelong dan pulau Dendang. Dengan penjadwalan kembali pembangunan Proyek Alumina Bintan serta masih berlangsung nya gejolak resesi perekonomian dunia, maka sebegitu jauh produksi bauksit belum dapat diting katkan secara berarti. Selain daripada itu, ekspor bijih bauk sit ke Jepang yang merupakan negara pembeli satu-satunya, mengalami persaingan yang berat dari Australia. Akibat dari hal tersebut di atas, dalam tahun ketiga Repe lita IV produksi dan ekspor bauksit mengalami penurunan, ma sing-masing menjadi 636,4 juta ton dan 513,6 juta ton atau turun sebesar 10,7% dan 36,4% dibandingkan dengan produksi dan ekspor tahun sebelumnya, seperti yang tampak dalam Tabel IX-14. g. Pasir Besi Pengusahaan pasir besi di Cilacap dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Pasir Besi PT Aneka Tambang. Pemanfaatan pasir besi terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yakni untuk pabrik-pabrik semen dan bagi campuran bahan-bahan IX/23 GRAFIK IX — 5 IX/24 PRODUKSI BATUBARA, 1983/84 – 1986/87 TABEL IX – 11 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton) Tahun Produksi Ekspor 1983/84 1.353,3 788,7 1984/85 946,3 926,7 1985/86 986,9 1986/87 1.680,6 916,8 1.291,5 IX/25 TABEL IX - 12 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERRO NIKEL, 1983/84 - 1986/87 (ton) IX/26 Tahun Produksi Ekspor 1983/84 4.935,1 5.014,1 1984/85 4.762,5 4.910,3 1985/86 4.801,2 4.472,6 1986/87 4.373,8 4.390,2 TABEL IX - 13 PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE, 1983/84 - 1986/87 (ton) Tahun Produksi Ekspor 1983/84 21.048 22.443 1984/85 22.236 22.664 1985/86 20.095 26.765 1986/87 31.823 28.293 IX/27 TABEL IX - 14 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT, 1983/84 1986/87 (ribu ton) IX/28 Tahun Produksi Ekspor 1983/84 841,9 861,2 1984/85 1.009,6 960,6 1985/86 712,8 807,3 1986/87 636,4 513,6 bangunan lainnya. Karena kemudahan dalam penambangannya, pengambilan pasir besi dilakukan sesuai dengan permintaan yang ada sehingga tidak dilakukan penimbunan cadangan dalam jumlah yang besar. Dalam tahun ketiga Repelita IV, produksi pasir besi menca pai 155,3 ribu ton yang berarti meningkat sebesar 13,1%, sedangkan jumlah ekspor menurun menjadi 6,7 ribu ton atau 54,9% dibanding tahun sebelumnya. Produksi dan ekspor pasir besi dapat dilihat pada Tabel IX-15. h. Emas dan Perak Produksi emas dan perak dari tambang-tambang di Indonesia berupa campuran emas dan perak berbentuk presipitat (sari) dihasilkan oleh Unit Tambang Emas PT Aneka Tambang. Mineral ikutan dalam konsentrat tembaga dihasilkan oleh Freeport Indonesia, Inc. Sedangkan bulion hasil proses amalgamasi dihasilkan oleh para penggali pertambangan rakyat yang selanjutnya dilebur oleh perorangan atau pedagang emas setempat. Dalam dua tahun terakhir ini, terlihat meningkatnya minat swasta asing terhadap komoditi emas dan telah tercatat 103 kontrak karya dalam bentuk usaha patungan yang melibatkan 75 perusahaan nasional dan 38 perusahaan asing. Produksi dan penjualan dalam negeri mengalami kenaikan, yaitu mencapai 619,6 kilogram dan 431,9 kilogram atau masingmasing mengalami kenaikan sebesar 101,2% dan 5 7, 2 % . Tabel IX-16 dan IX-17 memperlihatkan perkembangan produksi dan penjualan logam emas dan perak di dalam negeri. i. Tembaga Konsentrat tembaga dihasilkan di daerah Tembaga Pura (Irian Jaya), dan penambangannya dikelola oleh PT Freeport Indonesia. Dalam tahun ketiga Repelita IV, produksi dan ekspor konsentrat tembaga mencapai masing-masing 249,2 ribu ton dan 247,7 ribu ton yang berarti peningkatan, masing-masing sebesar 6,9% dan 16,2% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tabel IX-18 memperlihatkan produksi dan ekspor konsentrat tembaga dalam periode 1983/84 - 1986/87. IX/29 TABEL IX - 15 PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton) Tahun IX/30 Produksi Ekspor 1983/84 122,1 12,0 1984/85 91,4 - 1985/86 137,3 12,2 1986/87 155,3 5,5 TABEL IX - 16 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAN EMAS DI DALAM NEGERI, 1983/84 - 1986/87 (kilogram) Tahun Produksi Penjualan Dalam Negeri 1983/84 265,1 261,0 1984/85 215,0 223,5 1985/86 308,0 1 ) 274,8 1) 1986/87 619,6 431,9 2) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara IX/31 TABEL IX - 17 PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI, 1983/84 - 1986/87 (kilogram) Tahun Penjualan Dalam Negeri 1983/84 1.684 1.700 1984/85 2.171 2.207 1985/86 2.179 *) 2.870,7 *) 1986/87 5.786 *) Angka diperbaiki IX/32 Produksi - TABEL IX - 18 PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton kering) Tahun Produksi Ekspor 1983/84 199,7 202,8 1984/85 200,2 203,6 1985/86 233,1 213,3 1986/87 249,2 247,7 IX/33 J. Batu Granit Batu granit diproduksi oleh PT Karimun Granite di pulau Karimun (Riau) serta oleh pengusaha-pengusaha kecil di Kalimantan Barat, pulau Bangka dan pulau Belitung. Batu granit yang dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu granit untuk bahan bangunan serta batu granit poles sebagai batu hias untuk dinding dan lantai. Produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor batu granit dalam tahun ketiga Repelita IV mengalami kenaikan seperti yang tercantum dalam Tabel IX-19. k. Bahan-bahan tambang lainnya Bahan-bahan galian yang tergolong ke dalam kelompok bahan galian golongan C adalah bahan-bahan galian untuk industri dan konstruksi, antara lain meliputi aspal, asbes, belerang, batu gamping, bentonite, fosfat, feldspar, pasir kuarsa, kaolin dan yodium. Pengelolaan bahan galian, pada umumnya diusahakan oleh Perusahaan Daerah, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional dan penambangan yang dilakukan oleh unit-unit usaha rakyat dalam ukuran kecil dan koperasi. Pemakai utama bahan-bahan galian golongan C adalah industri-industri kecil, pabrik kertas, pabrik kimia dan konstruksi bangunan. Untuk itu kepada pengusaha golongan ekonomi lemah terns diberikan bimbingan dan pengarahan dalam mengelola bahan tambang tersebut untuk menjadi bahan baku bagi industri maupun untuk konstruksi bangunan. Selain itu juga diberikan petunjukpetunjuk teknis untuk mengelola penambangan tersebut agar tidak terjadi kerusakan lingkungan dan tidak membahayakan keselamatan manusia maupun pekerja tambang serta dapat menghasilkan bahan baku industri yang sesuai dengan standar. Di samping itu, pengembangan pertambangan bahan galian golongan C mempunyai peranan yang cukup besar dalam menunjang pembangunan di daerah, terutama untuk memberikan kesempatan dan lapangan tenaga kerja. Perkembangan hasil-hasil pertambangan golongan ini adalah seperti tercantum pada Tabel IX-20. 3. Kegiatan Penunjang Dalam usaha menunjang dan menjamin kelangsungan produksi, khususnya bahan-bahan tambang non-migas, maka penelitian dan penyelidikan geologi dan pertambangan pada tahun ketiga Repeli- IX/34 TABEL IX - 19 PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT, 1983/84 - 1986/87 (ribu ton) Tahun Produksi Penjualan dalam negeri Ekspor 1983/84 2.190,7 334,7 1.390,4 1984/85 1.433,9 314,8 1.033,9 1985/86 1.310,9 224,6 1.028,1 1986/87 *) 1.421,8 285,9 1.291,8 *) Angka sementara IX/35 TABEL IX - 20 IX/36 PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA, 1983/84 - 1986/87 1) Angka di perbaiki 2) Angka sementara ta IV terus ditingkatkan. Kegiatan penyelidikan geologi meli puti penelitian sumber daya mineral, geologi tata lingkungan, vulkanologi, penelitian dan pengembangan geologi serta pengembangan geologi kelautan. Sedangkan penyelidikan pertambangan dilaksanakan dengan melakukan penelitian dan pengembangan mineral pertambangan. Sementara itu, dalam rangka penyediaan data dasar geologi dan geofisika, telah dilakukan pemetaan geologi dan geofisika di seluruh wilayah Indonesia. Pemetaan geologi dan geofisika dalam tahun ketiga Repelita IV menghasilkan 54 lembar peta geologi dan 44 lembar peta geofisika untuk daerah pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah luar pulau Jawa dan Madura telah berhasil dibuat 133 lembar peta geologi dan 49 lembar peta geofisika. Program pengembangan mineral regional yang dirintis oleh Pusat Pengembangan Teknologi Mineral terus dikembangkan, karena menunjang dan merangsang program pengembangan wilayah di daerah-daerah melalui optimasi/konfigurasi pendayagunaan/pemanfaatan mineral, yang dapat menciptakan kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan daerah dan kemungkinan penciptaan komoditi ekspor. B. E N E R G I Kebijaksanaan pembangunan di sektor energi didasarkan atas usaha untuk mengurangi ketergantungan akan minyak bumi sebagai sumber energi di dalam negeri. Hal ini mengingat bahwa selain cadangan minyak bumi yang terbatas, juga karena peranan minyak bumi yang besar selama ini, baik dalam perolehan devisa maupun dalam pendapatan negara. Selain minyak bumi, Indonesia mempunyai berbagai sumber energi, antara lain gas bumi, batubara, panas bumi, tenaga air, tenaga surya, bio-masa dan bio-gas. Untuk itu, pembangunan energi diarahkan pada pengembangan dan pemanfaatan sumber energi bukan minyak, guna mengurangi penggunaan minyak sebagai sumber energi di dalam negeri. Sesuai dengan itu maka eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang perlu terus ditingkatkan akan dapat menghasilkan minyak bumi yang sejauh mungkin dimanfaatkan untuk ekspor, dengan memperhatikan antara lain perkemban gan harga relatif pelbagai sumber energi di atas. IX/37 Sebagai hasil pembangunan di bidang energi, maka penggunaan bahan bakar minyak di dalam negeri secara bertahap dapat dikurangi. Apabila pada akhir Repelita III peranan bahan bakar minyak sekitar 74,7%, maka pada tahun 1984/85 turun menjadi 71,9%, tahun 1985/86 sekitar 68,4% dan tahun 1986/87 menjadi 65,4%. Pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tersebut disebabkan oleh meningkatnya penggunaan sumber energi bukan minyak. Jika pada tahun akhir Repelita III besarnya 25,3%, maka pada tahun 1984/85 menjadi 28,1%, tahun 1985/86 sekitar 31,6%, dan tahun 1986/87 menjadi 34,6%. Meningkatnya penggunaan energi bukan minyak antara lain disebabkan oleh meningkatnya penggunaan batubara. Jika pada akhir Repelita III penggunaan batubara sekitar 1,140 juta setara barrel minyak (SBM), tahun 1984/85 menjadi 1,967 juta SBM, selanjutnya tahun 1985/86 sebesar 6,913 juta SBM dan pada tahun 1986/87 meningkat menjadi 13,602 juta SBM. Peningkatan ini disebabkan oleh karena telah digunakannya batubara sebagai bahan bakar untuk pusat listrik tenaga uap (PLTU), yaitu PLTU Suralaya Unit 1 dan 2. Penggunaan batubara ini akan lebih meningkat lagi dengan akan selesainya pembangunan PLTU Suralaya Unit 3 dan 4, serta PLTU Bukit Asam Unit 1 dan 2. Selain batubara, penggunaan gas bumi juga mengalami peningkatan, yaitu dari 43,310 juta SBM pada akhir Repelita III menjadi 48,474 juta SBM pada tahun 1984/85, kemudian sekitar 49,848 juta SBM pada tahun 1985/86 dan pada tahun 1986/87 meningkat lagi menjadi 52,682 juta SBM. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan gas bumi baik untuk industri maupun rumah tangga. Penggunaan panas bumi, meskipun masih relatip kecil diban dingkan penggunaan sumber energi yang lain, namun secara bertahap telah mengalami peningkatan. Penggunaan panas bumi ini adalah untuk mengoperasikan pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP) yaitu PLTP Kamojang Unit 1 yang berkapasitas 1 X 30 MW. Pada akhir Repelita III, penggunaan panas bumi adalah sekitar 0,418 juta SBM, tahun 1984/85 sebesar 0,433 SBM, tahun 1985/86 menjadi 0,448 juta SBM dan pada tahun 1986/87 meningkat menjadi 0,547 juta SBM. Sementara itu dengan akan selesainya pemba ngunan PLTP Kamojang Unit 2 dan 3 yang berkapasitas 2 X 55 MW, maka penggunaan panas bumi sebagai sumber energi akan lebih meningkat lagi. IX/38 Dalam pada itu, pemanfaatan tenaga air sebagai sumber energi untuk menggantikan bahan bakar minyak, juga mengalami peningkatan. Apabila pada akhir Repelita III penggunaan tenaga air sebesar 11,636 juta SBM, maka pada tahun 1984/85 menjadi 14,017 juta SBM, pada tahun 1985/86 meningkat menjadi 17,662 juta SBM dan pada tahun 1986/87 meningkat lagi menjadi 20,257 juta SBM. Penggunaan tenaga air untuk menjalankan pembangkit tenaga listrik pada tahun 1986/87 meningkat dengan telah dioperasikannya PLTA Saguling yang berkapasitas 4 X 175 MW. Peng gunaan tenaga air di masa mendatang akan lebih meningkat lagi dengan dibangunnya sejumlah PLTA, antara lain PLTA Tanggari, PLTA Bakaru, PLTA Cirata, PLTA Mrica, PLTA Sengguruh. Selain itu juga sedang dilaksanakan studi pembangunan PLTA lainnya, antara lain PLTA Asahan Unit 1 dan 3, PLTA Renun (Sumatera Utara), dan PLTA Kotopanjang (Riau). Di samping pengembangan sumber-sumber energi tersebut di atas, dilaksanakan pula pengembangan energi yang diarahkan untuk daerah pedesaan, terutama untuk sumber energi terbarukan (yang dapat diperbaharui), yaitu kayu bakar dan limbah perta nian. Pengembangan kayu bakar ini dimaksudkan agar tidak terja di perusakan lingkungan, khususnya penggundulan hutan. Untuk itu, telah dilaksanakan penyuluhan kepada masyarakat desa dan pembuatan percontohan kebun energi dan pemanfaatan limbah per tanian untuk sumber energi. Selain kayu bakar dan limbah pertanian, juga dilaksanakan pembuatan percontohan pemanfaatan sumber energi terbarukan lainnya, seperti bio-gas, tenaga surya dan tenaga angin. Sementara itu, selain dilaksanakan penganekaragaman penggu naan sumber energi, telah dilakukan pula usaha untuk penghematan/konservasi penggunaan energi. Dalam rangka usaha konservasi energi ini, terus ditingkatkan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan agar penggunaan energi dilakukan secara rasional dan efisien. Sejalan dengan itu pelaksanaan Inpres No. 9 tahun 1982 mengenai usaha konservasi energi di lingkungan kantor Pemerintah, terus ditingkatkan. Usaha konservasi energi di sektor industri terus pula ditingkatkan antara lain melalui badan usaha yang khusus menangani masalah konservasi energi di sektor industri. Tenaga Listrik Sebagaimana dinyatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, maka pembangunan tenaga listrik ditujukan untuk meningkat - IX/39 kan kesejahteraan masyarakat kota dan desa, dan untuk mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri. Atas dasar kebijaksanaan tersebut di atas, dilaksanakan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik. Pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik ini pada dasarnya direncanakan agar tercipta keterpaduan dan keseimbangan, antara pembangkit tenaga listrik dengan jaringan transmisi dan distribusinya. Di samping itu, perencanaan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik juga tidak dapat dipisahkan dari dan selalu dikaitkan dengan usaha pengembangan wilayah/daerah. Selain itu juga dikembangkan sistem interkoneksi antar daerah untuk meningkatkan keandalan penyediaan tenaga listrik. Selanjutnya perencanaan pembangunan tenaga listrik disela raskan pula dengan kebijaksanaan pembangunan di bidang energi, yaitu pengembangan sumber energi bukan minyak seperti batubara, gas bumi, panas bumi, dan tenaga air untuk pusat pembangkit tenaga listrik. Seperti diuraikan di atas, pembangunan tenaga listrik juga diarahkan untuk masyarakat pedesaan. Untuk ini, maka program listrik masuk desa terus ditingkatkan pelaksanaannya. Program listrik masuk desa tersebut dilaksanakan secara bertahap, dengan memperluas jaringan listrik yang ada ataupun dengan meman faatkan potensi tenaga air yang ada di desa yang bersangkutan untuk membangun pusat listrik tenaga mikrohidro (PLTM) atau dengan membangun pusat listrik tenaga diesel (PLTD) yang berkapasitas kecil apabila tidak terdapat potensi tenaga air. Dengan dilaksanakannya pembangunan tenaga listrik, maka daya terpasang tenaga listrik secara bertahap dapat ditingkatkan. Akan tetapi peningkatan daya terpasang tersebut belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan jaringan distribusi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jaringan distribusi yang meliputi pembangunan dan perluasan jaringan distribusi serta usaha untuk mengurangi kerugian daya yang memerlukan dana yang besar. Kurang seimbangnya jaringan distribusi menyebabkan kurang memadai nya mutu dan jangkauan penyaluran tenaga listrik di beberapa lokasi. Namun secara bertahap diusahakan agar keseimbangan pembangkitan dan jaringan distribusi dapat dicapai. IX/40 Adapun hasil pembangunan tenaga listrik pada tahun pertama Repelita IV (1984/85) adalah berupa tambahan daya terpasang pembangkit listrik sebesar 613,67 MW yang terdiri atas PLTU Suralaya Unit 1 (1 x 400 MW), PLTU Belawan Unit 1 dan 2 (2 x 65 MW), PLTG Gresik (1 x 21 MW) dan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa lokasi termasuk untuk listrik pedesaan dengan jumlah kapasitas 62,67 MW. Selanjutnya, pada tahun 1984/85 juga telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 408,59 kms dan gardu induk sebanyak 13 buah dengan kapasitas 1.500,5 MVA. Di samping itu juga telah dilaksanakan perluasan jaringan distribusi, baik untuk daerah perkotaan maupun untuk desa yang terdiri dari jaringan tegangan menengah sepanjang 5.923 kms, jaringan tegangan rendah 5.455,03 kms dan gardu distribusi sebanyak 6.294 buah dengan kapasitas 519.430 kVA. Dalam rangka program listrik masuk desa, bertambah pula sebanyak 1.606 desa dengan 451.508 konsumen yang memperoleh aliran listrik. Dalam tahun kedua Repelita IV (1985/86), telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pembangkit listrik dengan jumlah kapasitas 845,78 MW. Pembangkit listrik tersebut meliputi PLTA Saguling Unit 1 dan 2 (2 x 175 MW), PLTU Suralaya Unit 2 (1 x 400 MW), PLTG di Kalimantan Selatan (1 x 21 MW), PLTG Ujung Pandang (1 x 21 MW), PLTG Bali (1 x 21 MW), PLTM Kepala Curup (1 x 1 MW), PLTM Hanga-hanga (1 x 1,6 MW), serta sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah perkotaan dan pedesaan dengan kapasitas 30,18 MW. Selain menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik tersebut, dalam tahun 1985/86 juga diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 953,22 kms dan gardu induk 16 buah dengan kapasitas 639 MVA. Selanjutnya juga telah dilaksanakan perluasan jaringan distribusi, baik di kota-kota maupun di daerah pedesaan, yang terdiri dari jaringan tegangan menengah 6.682,62 kms, jaringan tegangan rendah 6.826,86 kms berikut 6.137 buah gardu distribusi dengan jumlah kapasitas 475.094 kVA. Adapun daerah pedesaan yang dapat dialiri listrik bertambah lagi sebanyak 1.472 desa yang mencakup 519.898 konsumen. Dalam pada itu, pelaksanaan pembangunan tenaga listrik pada tahun ketiga Repelita IV (1986/87) telah dapat meningkatkan penyediaan daya terpasang sebesar 583,81 MW dengan diselesaikannya pembangunan PLTA Saguling Unit 3 dan 4 (2 x 175 MW) serta sejumlah PLTD di beberapa daerah perkotaan dan pedesaan dengan kapasitas 233,81 MW. IX/41 Sepanjang 901,52 kms jaringan transmisi serta 11 buah gardu induk dengan kapasitas 2.082 MVA telah dapat diselesaikan pembangunannya dalam tahun 1986/87. Sementara itu perluasan jaringan distribusi yang diselesaikan juga meliputi daerah pedesaan, yaitu jaringan tegangan menengah sepanjang 7.480,54 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 9.293,41 kms, berikut gardu distribusi sebanyak 7.866 buah dengan kapasitas sebesar 530.630 kVA. Selanjutnya dalam rangka program listrik masuk desa, bertambah pula sebanyak 2.544 desa dengan 609.266 konsumen yang memperoleh aliran listrik. Hasil-hasil fisik pembangunan tenaga listrik dapat dilihat pada Tabel IX-21. Selanjutnya hasil-hasil pembangunan regional diuraikan di bawah ini. tenaga listrik secara Di Daerah Istimewa Aceh, dalam tahun 1986/87 diselesaikan pembangunan sejumlah PLTD yang juga meliputi daerah pedesaan dengan kapasitas 48,33 MW. Selain itu, diperluas pula jaringan distribusi yang mencakup daerah pedesaan yang terdiri dari jaringan tegangan menengah 274,71 kms, jaringan tegangan rendah 353,71 kms dan 169 buah gardu distribusi dengan kapasitas keseluruhannya 11.435 kVA. Untuk listrik masuk desa, jumlah desa yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 194 desa yang mencakup 8.779 konsumen. Pembangunan tenaga listrik di propinsi Sumatera Utara dalam tahun 1986/87 meliputi penyelesaian pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa lokasi dengan kapasitas 8,94 MW, perluasan jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masingmasing sepanjang 547,66 kms dan 554,58 kms, serta gardu distribusi sebanyak 407 buah dengan kapasitas 29.155 kVA. Dalam rangka program listrik masuk desa, telah bertambah sebanyak 247 desa yang dapat dialiri listrik, yang mencakup 24.397 konsumen. Sementara itu guna menambah penyediaan daya terpasang, sedang dilakukan perluasan PLTU Belawan dengan unit 3 dan 4 (2 x 65 MW). Selain itu, juga sedang dilaksanakan pekerjaan disain teknis PLTA Asahan unit 1 dan 3 serta PLTA Renun. Dalam tahun 1986/87, di daerah Sumatera Barat dan Riau dibangun PLTD berkapasitas kecil dengan kapasitas 0,58 MW untuk daerah pedesaan yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik. Selain itu, untuk daerah perkotaan dan pedesaan juga dapat dilaksanakan jaringan tegangan menengah sepanjang 287,44 kms IX/42 TABEL IX - 21 KEADAAN TENAGA LISTRIK, 1983/84 – 1986/87 IX/43 1) 2) Angka sementara Angka diperbaiki dan jaringan tegangan rendah sepanjang 417,32 kms termasuk 268 buah gardu distribusi yang kapasitas keseluruhannya 32.530 kVA. Desa yang memperoleh aliran listrik bertambah lagi sebanyak 68 desa dengan tambahan konsumen sebanyak 37.009 konsumen. Selanjutnya juga masih dilaksanakan pekerjaan disain teknis PLTA Singkarak dan PLTA Kotopanjang dalam rangka meningkatkan daya terpasang di masa mendatang. Di daerah Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu, dalam tahun 1986/87 telah dilaksanakan pembangunan tenaga listrik baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Hasil yang dicapai dalam tahun 1986/87 antara lain berupa PLTD yang terse bar dengan kapasitas 22,59 MW, jaringan tegangan menengah se panjang 238,56 kms serta gardu distribusi 118 buah dengan jumlah kapasitas 13.520 kVA. Sementara itu, pelaksanaan program listrik masuk desa telah dapat menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik sebanyak 244 desa dengan tambahan konsumen se banyak 40.484. Dalam usaha menambah daya terpasang, sedang di laksanakan pembangunan PLTU Bukit Asam (2 x 65 MW) dengan bahan bakar batubara dan PLTA Tes (4 x 4 MW). Pembangunan tenaga listrik di daerah Kalimantan Barat dalam tahun 1986/87 juga mencakup daerah pedesaan, dan telah menyele saikan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa lokasi dengan jumlah kapasitas 30,76 MW. Selain itu, dilaksanakan perluasan jaringan tegangan rendah sepanjang 55,63 kms serta 118 buah gardu distribusi dengan jumlah kapasitas 13.520 kVA. Daerah pedesaan yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 14 desa yang mencakup 1.871 konsumen. Untuk daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, dalam tahun 1986/87 dapat ditambah daya ter pasangnya dengan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa lokasi perkotaan dan desa dengan kapasitas keseluruhannya 12,95 MW. Di samping itu juga dilaksanakan perluasan jaringan distribusi yang meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 259,63 kms, jaringan tegangan rendah 327,70 kms dan 353 buah gardu distri busi dengan jumlah kapasitas 48.685 kVA. Dalam rangka program listrik masuk desa, sebanyak 15.078 konsumen telah mendapat aliran listrik. Di daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dalam tahun 1986/87 telah dapat diselesaikan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa lokasi perkotaan maupun pedesaan, dengan jumlah kapasitas 22,10 MW. Sedangkan dalam perluasan jaringan distribusi meliputi antara lain jaringan tegangan menengah dan ja- IX/44 ringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 163,28 kms dan 137,55 kms serta 87 buah gardu distribusi dengan kapasitas keseluruhannya 5.550 kVA. Adapun desa yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 68 desa yang mencakup 19.557 konsumen. Dalam pada itu untuk meningkatkan daya terpasang sedang dilak sanakan pembangunan PLTA Tanggari (2 x 8,5 MW). Di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, selama tahun 1986/87 berhasil dilakukan penambahan daya terpasang sebesar 11,58 MW, berupa PLTD yang tersebar di beberapa lokasi perkotaan dan pedesaan. Selain pembangkit, juga dapat ditingkatkan jangkauan jaringan distribusi yang meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 302,71 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 237,04 kms, serta tambahan gardu distribusi sebanyak 181 buah dengan kapasitas 17.735 kVA. Pelaksanaan program listrik masuk desa dapat pula menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik sebanyak 95 desa dengan tambahan langganan sebanyak 36.024 konsumen. Saat ini, sesuai dengan makin meningkatnya permintaan akan tenaga listrik, sedang dilaksanakan pula perluasan PLTD Ujung Pandang (2 x 12 MW) serta pembangunan PLTA Bakaru (2 x 63 MW). Kegiatan pembangunan tenaga listrik di daerah Maluku dalam tahun 1986/87, dapat menyelesaikan pembangunan sejumlah PLTD yang tersebar di daerah perkotaan dan pedesaan dengan kapasitas 10,07 MW. Dalam rangka meningkatkan jangkauan penyaluran tenaga listrik, dibangun jaringan distribusi berupa perluasan jaringan tegangan rendah sepanjang 15,72 kms dan gardu distribusi sebanyak 4 buah dengan kapasitas 5.575 kVA. Adapun daerah pedesaan yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 25 desa yang mencakup 5.801 konsumen. Hasil pembangunan tenaga listrik di Irian Jaya dalam tahun ketiga Repelita IV adalah berupa penambahan daya terpasang PLTD yang tersebar dengan kapasitas 13,04 MW, jaringan tegangan menengah sepanjang 15 kms, jaringan tegangan rendah 13 kms, serta gardu distribusi sebanyak 10 buah dengan kapasitas 1.600 kVA. Sementara itu, jumlah desa yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 5 desa dengan tambahan langganan sebanyak 1.123 konsumen. Dalam tahun 1986/87 di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pembangkit berupa PLTD yang tersebar di bebera pa kota dan desa dengan kapasitas seluruhnya 51,87 MW. Selan jutnya untuk meningkatkan jangkauan pemanfaatan tenaga listrik, IX/45 dilaksanakan pula perluasan jaringan distribusi yang terdiri dari jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 572,92 kms dan 658,12 kms, serta gardu distribusi sebanyak 406 buah dengan kapasitas 30.880 kVA. Dalam pada itu, selama tahun 1986/87, jumlah desa yang dapat dialiri listrik bertambah sebanyak 194 desa yang mencakup 43.279 konsumen sebagai pelanggan baru. Sementara itu, selaras dengan perkembangan daerah Jawa Timur serta usaha interkoneksi sistem kelistri kan se Jawa dalam rangka peningkatan keandalan sistem, maka dalam tahun 1986/87 diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 535,20 kms termasuk gardu induk sebanyak 5 buah dengan kapasi tas keseluruhannya sebesar 332 MVA. Selain itu, guna meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga listrik, baik di kota maupun di desa serta meningkatkan keandalan sistem distribusi, dilaksana kan pula pembangunan jaringan distribusi yang terdiri dari jaringan tegangan menengah sepanjang 1.980,88 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 1.857,32 kms berikut 1.916 buah gardu distribusi dengan kapasitas keseluruhannya sebesar 115.515 kVA. Sementara itu, khusus untuk daerah pedesaan yang belum dapat dijangkau jaringan listrik yang ada, dibangun PLTD dengan kapasitas 1 MW. Sedangkan jumlah seluruh desa yang dapat dialiri listrik selama tahun 1986/87 adalah sebanyak 209 desa, dengan tambahan langganan sebanyak 65.836 konsumen. Selanjutnya untuk meningkatkan penyediaan daya terpasang, khususnya di daerah Jawa Timur dan sistem Jawa pada umumnya, sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Sengguruh (1 X 29 MW) serta perluasan PLTU Gresik dengan unit 3 dan 4 (2 X 200 MW). Selain itu juga sedang dilaksanakan pekerjaan disain teknis dari PLTU Paiton yang akan menggunakan bahan bakar batubara. Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dalam tahun ketiga Repelita IV, dapat menyelesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 66 kms dan 2 buah gardu induk dengan kapasitas 360 MVA. Selain itu, dilaksanakan pembangunan jaringan distribusi di daerah perko taan dan pedesaan dalam rangka meningkatkan jangkauan pemakaian tenaga listrik serta meningkatkan keandalan sistem, berupa jaringan tegangan menengah 1.442,11 kms dan jaringan tegangan rendah 2.578,51 kms beserta gardu distribusi sebanyak 2.802 buah dengan kapasitas keseluruhannya 98.545 kVA. Selanjutnya, pelaksanaan program listrik masuk desa telah berhasil menambah jumlah desa yang dapat dialiri listrik sebanyak 449 desa dan tambahan pelanggan yang berhasil memperoleh sambungan listrik sebanyak 146.350 konsumen. Sementara itu dalam usaha meningkat - IX/46 kan daya terpasang, saat ini sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Mrica (3 X 60 MW) dan sedang dilakukan studi kemungkinan pembangunan PLTP Dieng. Hasil pembangunan tenaga listrik di daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya selama tahun 1986/87 adalah berupa penyelesaian pembangunan PLTA Saguling Unit 3 dan 4 (2 X 175 MW). Di samping itu, guna meningkatkan keandalan sistem dan dalam rangka interkoneksi dengan sistem kelistrikan Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 280,32 kms dan pembangunan 4 buah gardu dengan kapasitas 1.360 MVA, serta perluasan sebuah gardu induk dengan kapasitas 30 MVA. Perluasan jaringan distribusi yang dilaksanakan baik di kota maupun di desa adalah berupa jaringan tegangan menengah sepanjang 1.328,47 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 1.850,66 kms berikut 1.013 buah gardu distribusi dengan jumlah kapasitas 110.845 kVA. Sementara itu, pelaksanaan listrik masuk desa telah dapat menambah jumlah desa yang memperoleh aliran listrik yakni sebanyak 673 desa yang meliputi sebanyak 163.940 konsumen. Dalam pada itu, guna memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik yang semakin meningkat serta untuk lebih meningkatkan keandalan sistem Jawa, sedang dilaksanakan pembangunan PLTU Suralaya Unit 3 dan 4 (2 X 400 MW), PLTA Cirata (4 X 125 MW) serta PLTP Kamojang Unit 2 dan 3 (2 X 55 MW). Selanjutnya, di samping pembangunan fisik sebagaimana diuraikan di atas, di bidang pengusahaan tenaga listrik selama tahun 1986/87 juga memperlihatkan peningkatan. Produksi tenaga listrik meningkat 15,1% dari 16.898.638 MWh tahun 1985/86 menjadi 19.448.878 MWh tahun 1986/87. Penjualan tenaga listrik meningkat dari 12.643.776 MWh dalam tahun 1985/86, menjadi 14.785.954 MWh pada tahun 1986/87, yang berarti peningkatan sebesar 16,9%. Sementara itu daya tersambung dalam tahun 1986/87 meningkat sebesar 13,9% dibandingkan tahun 1985/86, yaitu dari 8.149.993 kVA dalam tahun 1985/86 menjadi 9.282.076 kVA dalam tahun 1986/87. Jumlah pelanggan juga mengalami peningkatan, yaitu dari 5.953.293 konsumen pada tahun 1985/86 menjadi 6.965.580 konsumen dalam tahun 1986/87 atau meningkat sebesar 17%. Adapun perkembangan hasil pembangunan di bidang pengusahaan tenaga listrik tersebut dapat dilihat pada Tabel IX -22 dan Tabel IX-23. IX/47 TABEL IX - 22 IX/48 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1983/84 - 1986/87 Keterangan MWh : Mega Watt Hour kVA : kilo Volt Ampere kW : kilo Watt 1) Angka sementara 2) Angka diperbaiki TABEL IX - 22 TABEL IX – 23 PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH, 1983/84 – 1986/87 IX/49 Gas Kota Pembangunan jangka panjang di bidang gas kota diarahkan untuk memperluas sistem gas kota berupa peningkatan penyaluran dan pemanfaatan gas bumi bagi kota-kota di pulau Jawa yang sudah mempunyai jaringan gas kota serta daerah-daerah lainnya yang membutuhkan dan telah mempunyai studi kelayakan dalam hal penyaluran gas kota. Dalam Repelita IV direncanakan peningkatan pengembangan jaringan distribusi gas bumi di Jakarta, Bogor, Medan dan Cirebon serta dipelajari pula kemungkinan penyaluran di kotakota lain yang telah memiliki jaringan distribusi gas yaitu Surabaya, Bandung, Semarang dan Ujung Pandang. Fasilitas produksi gas buatan, baik dari batubara, minyak bumi maupun lainnya, yang mempunyai kapasitas kecil dengan peralatan yang sudah tua dan secara teknis maupun ekonomis tidak layak lagi untuk diusahakan, direncanakan akan diganti dengan gas bumi dan bila belum dimungkinkan akan digunakan LPG sebagai energi pengganti. Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai studi kelayakan yang dilaksanakan adalah perlunya peningkatan pemanfaatan gas bumi pada jaringan-jaringan gas kota. Tahap pertama pelaksanaannya, yaitu studi peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk kota Jakarta, Bogor dan Medan telah diselesaikan. Para pemakai gas dalam jumlah yang besar merupakan sasaran utama dalam pengembangan jaringan gas kota, karena tidak memerlukan investasi yang besar dan pengerjaan nya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan usaha untuk menjangkau konsumen rumah tangga yang pemakalan gas-nya kecil. Sambungan gas atas permintaan konsumen rumah tangga diarahkan pada daerah perumahan yang mudah dijangkau oleh saluran distribusi gas atau dengan memperhatikan potensi permintaan dan jarak dengan jaringan yang ada, seperti pada daerah-daerah Perumnas serta daerah pemukiman yang sudah ada jaringan gas kota. Pada saat ini terjadi peningkatan penjualan gas dalam jumlah yang besar di kota-kota Cirebon, Bogor, dan Jakarta sebagai akibat dari tersedianya gas bumi dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang bersaing, yang dapat dimanfaatkan baik oleh pemakai gas dalam jumlah yang besar maupun konsumen rumah tangga. Dalam tahun 1986/87, di samping telah berhasil menyalurkan gas bumi di Medan, penggunaan gas untuk PLTU Sicanang/Belawan IX/50 TABEL IX - 24 KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA, 1983/84 - 1986/87 IX/52 TABEL IX- 25 PENGUSAHAAN GAS KOTA, 1983/84 - 1986/87 *) Angka diperbaiki sedang dipersiapkan. Dalam pada itu telah diselesaikan sambungan papa tekanan tinggi Bitung - Cengkareng - Daan Mogot, Cimanggis - Pulogadung - Citeureup, serta jaringan perumahan rakyat Pluit dan Klender. Di Surabaya bagian selatan telah diselesaikan pula pengerjaan LPG/Air Mixing Plant yang kapasitas penyaluran totalnya 8 ton LPG per hari. Pada tahun ketiga Repelita IV (1986/87) tidak ada pening katan kapasitas terpasang, karena kegiatan yang ada hanya berupa pembelian pipa dan meneruskan pemasangan pipa yang belum terpasang pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan sarana lainnya adalah penambahan jaringan pipa transmisi dan distribusi yang digunakan untuk menyalurkan gas bumi dari 588,59 km menja di 626,86 km, yang bila dibandingkan dengan tahun 1983/84 dan 1985/86 masing-masing mengalami peningkatan sekitar 24,4% dan 6,5%. Tabel IX-24 memperlihatkan angka-angka kapasitas terpasang dan jaringan distribusi gas kota. Pada tahun 1986/87, produksi gas kota 171.556,3 ribu m3 yang bila dibandingkan dengan produksi tahun 1983/84 dan tahun 1985/86 mengalami peningkatan sekitar 81% dan 29,9%. Dengan menekan kebocoran yang masih tinggi sampai serendah-rendahnya antara lain melalui perbaikan jaringan pipa gas yang ada maka kenaikan penyediaan gas diharapkan akan dapat meningkatkan volume penjualan gas. Pada tahun 1986/87 kebocoran gas mencapai 16,46%. Bila dibandingkan dengan tahun 1983/84 kebocoran gas menurun sekitar 12,59%, akan tetapi bila dibandingkan dengan tahun 1985/86, kebocoran gas meningkat sekitar 0,62%. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya kebocoran pada jaringan pipa lama. Dalam tahun 1986/87 penjualan gas kota berjumlah 143.318,7 ribu m3, meningkat masing-masing 113,2% dan 29% dari penjualan pada tahun 1983/84 dan 1985/86. Kenaikan ini berasal dari peningkatan pemakaian oleh konsumen besar serta pertambahan jumlah langganan pemakai rumah tangga. Tabel IX-25 memperlihatkan hasil-hasil pengusahaan gas kota selama empat tahun terakhir. IX/53