PERTAMBANGAN DAN ENERGI BAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1 . Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan pokok-pokok Garis-garis Besar Haluan Negara, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang dilaksanakan di sektor pertambangan dalam Repelita V adalah melanjutkan dan meningkatkan upaya inventarisasi, pemetaan, eks plorasi dan eksploitasi kekayaan alam yang berupa sumber daya mineral dan energi dengan memanfaatkan teknologi yang tepat, agar negara kita makin mampu meningkatkan produksi dan eks por hasil pertambangan. Upaya pengembangan teknologi dan peneli tian pertambangan juga terus dilanjutkan, termasuk teknologi pengolahan berbagai macam bahan galian dan penelitian endapan bahan-bahan galian. Sejalan dengan itu pendidikan dan pelatihan dalam bidang inventarisasi dan eksplorasi tetap ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga ahli dan terampil guna mendukung peningkatan pembangunan di sektor pertambangan. Pembangunan pertambangan dalam Repelita V juga diarahkan untuk lebih memperluas kesempatan kerja, melakukan penganekaragaman produk pertambangan dan meningkatkan penyediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang makin meningkat. Pengelolaan sektor pertambangan juga diarahkan agar di samping berlangsung selaras dengan kebijaksanaan umum di bidang energi, juga sela}u selaras dan serasi dengan IX/3 kebijaksanaan pembangunan daerah dan dengan upaya-upaya pemeliharaan kelestarian alam dan lingkungan hidup. Di samping itu usaha pertambangan rakyat terus dibina dan ditingkatkan melalui penyempurnaan, pengaturan dan pembinaan usaha pertambangannya, khususnya melalui pelaksanaan kebijaksanaan Pertambangan Skala Kecil (PSK) dalam wadah koperasi. Secara umum, kemajuan yang dicapai dalam dua tahun pertama pelaksanaan Repelita V dalam bidang produksi cukup meng gembirakan. Perkiraan produksi tahun pertama dan kedua Repelita V pada umumnya dapat dicapai. Berkat telah mulai berproduksinya beberapa lapangan minyak baru, berhasilnya proyek-proyek "enhanced oil recovery", telah beroperasinya perluasan kilang-kilang BBM di Balikpapan dan Cilacap secara penuh dan selesainya pembangunan unit hydrocracker di Dumai, maka produksi dan pengilangan minyak dan gas bumi pada tahun pertama dan kedua Repelita V meningkat. Di samping itu berkat selesainya perluasan kilang LNG Arun dan LNG Badak dalam Repelita IV produksi dan ekspor LNG hingga tahun kedua Repelita V juga meningkat. Sementara itu produksi gas bumi telah berhasil ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya penggunaannya sebagai sumber energi dan sebagai bahan baku industri dalam negeri. Di bidang pertambangan umum, perkembangan yang menonjol selama dua tahun Repelita V adalah meningkatnya produksi batu bara dan tembaga. Dalam periode yang sama perkembangan harga komoditi logam, kecuali harga timah, juga sangat menggembirakan. Demikianlah maka penanaman modal baru meningkat, terutama untuk emas, tembaga dan nikel. Sejalan dengan itu, jumlah permohonan Kontrak Karya terus bertambah, terutama setelah pemerintah memberlakukan kebijaksanaan fiskal khusus untuk daerah-daerah terpencil dan sulit, seperti di beberapa wilayah Indonesia Bagian Timur. Kegiatan di bidang geologi yang meliputi kegiatan pemetaan geologi dan gaya berat, pemetaan geologi tata lingkungan, penyelidikan gunung berapi dan panas bumi, serta penyeli dikan geologi kelautan, terus dilaksanakan dan telah meng hasilkan produk yang semakin bertambah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Begitu juga inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral, yang dimaksudkan untuk mengetahui potensi bahan galian mineral dan energi, makin giat dilaksanakan di seluruh Indonesia. IX/4 Perkembangan produksi hasil-hasil pertambangan yang telah dicapai dalam tahun 1988/89 - 1990/91 dapat dilihat pada Tabel IX-1 dan dapat diuraikan sebagai berikut: 2. Perkembangan Hasil Pertambangan a. Minyak Bumi Pada tahun kedua Repelita V produksi minyak bumi mencapai 552,9 juta barel, atau naik 7,31 dibandingkan produksi tahun pertama Repelita V. Produksi tersebut terdiri dari 486,3 juta barel minyak mentah dan 66,6 juta barel konden sat. Peningkatan produksi ini dicapai antara lain karena telah berproduksinya beberapa lapangan minyak baru dan meningkatnya produksi dari proyek-proyek "enhanched oil recovery", baik yang dilakukan oleh Pertamina maupun kontraktor asing di berbagai wilayah kerja Pertamina. Guna mempertahankan produksi serta meningkatkan jumlah cadangan minyak dan gas bumi untuk tahun-tahun yang akan datang dilakukan kegiatan eksplorasi, terutama berupa pemboran eksplorasi dan penyelidikan seismik. Pemboran eksplorasi yang dilaksanakan pada tahun kedua Repelita V meliputi 122 sumur, atau naik 8,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan kegiatan seismik yang dilakukan pada tahun yang sama mencakup wilayah sepanjang 77.130 km atau meningkat 77,71 dibandingkan tahun pertama Repelita V. Dengan telah beroperasinya kilang-kilang minyak di dalam negeri secara penuh sejak Repelita IV maka pengolahan minyak mentah di dalam negeri semakin meningkat. Minyak bumi yang diolah di kilang-kilang tersebut dalam tahun kedua Repelita V berjumlah 280,9 juta barel. Ini lebih tinggi 31,4 juta barel atau 12,6% dibandingkan dengan realisasi pengolahan minyak bumi pada tahun pertama Repelita V. Ekspor produk minyak bumi tergantung dari hasil pengolahan kilang minyak dan jumlah kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri. Dalam tahun kedua Repelita V ekspor minyak mentah dan kondensat menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ekspor minyak mentah tahun 1990/91 berjumlah 305,7 juta barel atau 3,51 lebih tinggi dibandingkan angka ekspor tahun sebelumnya yang berjumlah 295,4 juta barel. Negara tujuan ekspor, baik untuk minyak mentah maupun minyak hasil pengilangan adalah Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara lain, termasuk negara-negara ASEAN. Tabel IX-2 menun- IX/5 TABEL IX - 1 IX/6 PRODUKSI HASIL-HASIL PFRTAMBANGAN, 1988/89 - 1990/91 Repelita V Jenis Barang Satua n 1988/89 1989/90 1 . Mi ny ak B um i (M en ta h) juta barel 496,1 515,5 553,0 2. Gas Bumi miliar kaki k u bi k 1.887,0 2.011,6 2.206,9 3. Batu bara r i bu t on 5.175,7 9.4 78,2 11.211,6 4 . Lo ga m Ti ma h r i bu t on 29,0 30,0 30,1 5. B ijih Nikel ribu ton 1.830,3 1.652,4 2.296,7 6. Bauksit ribu ton 514,1 994,8 1.324,5 7. Pasir Besi r i bu t on 164,9 140,1 139,6 8. Emas kg 5.096,3 6.672,3 13.102,1 9. Perak kg 64.562,4 73.324,9 68.202,6 302,7 329,9 499,3 10. Konsentrat Tembaga 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara ribu ton 1) 1990/91 2) TABEL IX – 2 PRODUKSI, PENGILANGAN DAN EKSPOR MINYAK BUMI, 1988/89 – 1990/91 (juta barel) IX/7 jukkan produksi, pengilangan tahun 1988/89 - 1990/91. dan ekspor minyak bumi untuk Walaupun sebagian besar minyak bumi diarahkan untuk ekspor, tetapi penggunaannya sebagai BBM di dalam negeri tetap menunjukkan angka yang tinggi. Pemasaran BBM di dalam negeri pada tahun kedua Repelita V mencapai 208,2 juta barel yang berarti meningkat 25,6 juta barel atau 14% dibandingkan tahun pertama Repelita V. Di dalam negeri BBM digunakan terutama untuk kebutuhan transportasi. Dengan kapasitas terpasang saat ini sebesar 846 ribu barrel minyak per hari (MBCD), kilang-kilang minyak di dalam negeri sudah dapat memenuhi sebagian kebutuhan BBM dalam negeri. Kilang-kilang tersebut juga menghasilkan bahan-bahan non BBM seperti wax, lube base, coke, aspal, solvent, low sulfur wax residue (LSWR) dan nafta. Dalam pada itu, usahausaha untuk mengembangkan kilang minyak berorientasi ekspor tetap dilakukan. Guna meningkatkan kelancaran penyaluran BBM dalam negeri, telah diambil upaya-upaya untuk memperbaiki pola distribusi yang meliputi jalur angkutan dan telekomunikasi serta sarana pembekalan BBM yang mencakup sarana timbun, sarana muat/bongkar dan terminal transit. Realisasi pemasaran berbagai hasil minyak bumi di dalam negeri selama periode 1988/89 - 1990/91 dapat dilihat pada Tabel IX-3. b. Gas Bumi Produksi dan pemanfaatan gas bumi terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun kedua Repelita V roduksi gas bumi telah mencapai 2.206,9 miliar kaki kubik (MMCF) dengan tingkat pemanfaatan sebesar 2.033,2 miliar kaki kubik (92,1%). Produksi gas tersebut naik 9,7% dibandingkan tahun 1989/90, sedang tingkat pemanfaatannya juga naik 9,6%. Gas bumi yang merupakan "non-associated gas" dipergunakan untuk menghasilkan liquified natural gas (LNG), sedangkan yang "associated gas" dijadikan liquified petroleum gas (LPG). Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi yang pesat sampai tahun kedua Repelita V terutama diarahkan untuk memenuhi permintaan kilang LNG Badak dan Arun yang memproduksi dan mengekspor LNG ke Jepang dan Korea serta untuk meningkatkan produksi LPG bagi pasar luar negeri dan domestik. Peningkatan pemanfaatan gas di dalam negeri terjadi karena bertamIX/8 TABEL IX - 3 REALISASI PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI, 1988/89 - 1990/91 (ribu barel) Repelita V J e n i s 1. Bahan bakar minyak 3) 2. 1988/89 1989/90 1) 1990/91 2) 179.048 182.605 208.188 Bahan Pelumas 1.828 2.015 2.457 3. Hasil-hasil khusus dan bahan kimia 7.065 7.975 6.322 4. LPG 240.547 277.329 329.378 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Angka-angka BBM adalah penjualan dalam negeri, penjualan dalam valuta asing untuk bunker kapal dan pesawat terbang serta pemakaian sendiri. bahnya pemakaian gas, di kalangan industri terutama pada pabrik pupuk, semen, baja, methanol dan kilang minyak serta meningkatnya permintaan untuk gas kota yang diusahakan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN). Pemanfaatan gas LPG untuk keperluan rumah tangga meningkat cukup pesat, khususnya di daerah perkotaan. Pemanfaatan gas bumi juga dikembangkan dalam rangka mengurangi ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi. Sejak 1 April 1989 telah dimulai pemanfaatan gas bumi sebagai Bahan Bakar Gas (BBG) untuk kendaraan bermotor di IX/9 wilayah DKI Jakarta, dengan pengoperasian sejumlah stasiun bahan bakar gas. Penggunaan BBG di tahun-tahun mendatang diharapkan meningkat sehingga akan diperoleh keuntungan berupa pengurangan konsumsi BBM dalam negeri dan pengurangan polusi udara. Produksi LNG dari kilang-kilang di Badak dan Arun pada tahun kedua Repelita V berjumlah 21,6 juta ton atau 11.142 juta British Thermal Unit : (MMBTU) yang berarti naik 15,7% bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 1989/90 yang berjumlah 19,1 juta ton. Demikian pula ekspor LNG pada tahun 1cedua Repelita V menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Bila pada tahun pertama Repelita V LNG yang diekspor berjumlah 18,8 juta, ton, maka pada tahun 1990/91 ekspor LNG mencapai 21,5 juta ton yang berarti adanya kenaikan sebesar 14,2%. Negara tujuan ekspor adalah Jepang dan Korea. LPG diproduksi dari kilang minyak di Plaju, Sungai Gerong, Balikpapan, kilan LPG di Rantau (Sumatera Utara), Mundu (Cirebon), Santan (Kalimantan Timur) serta di Arjuna (Jawa Barat). Produksi LPG tahun kedua Repelita V adalah 2.770,4 ribu metrik ton yang berarti kenaikan sebesar 7,6% bila dibandingkan dengan produksi tahun pertama Repelita V sebesar 2.575,6 ribu metrik ton. Ekspor LPG pada tahun kedua Repelita V berjumlah 2.635,2 ribu metrik ton. Angka ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar 9,2% bila dibandingkan dengan ekspor tahun pertama Repelita V yang berjumlah 2.458,8 metrik ton. Perkembangan produksi dan pemanfaatan gas bumi dari 1988/89 - 1990/91 dapat dilihat pada Tabel IX-4, sedangkan perkembangan produksi dan ekspor LNG dan LPG dalam kurun waktu yang sama digambarkan dalam Tabel IX-5. c. Panas Bumi Sejalan dengan kebijaksanaan umum bidang energi yang menetapkan bahwa energi yang terbarukan dan tidak dapat diekspor merupakan energi yang diprioritaskan untuk diusahakan, maka pengembangan pengusahaan panas bumi semakin ditingkatkan. Pengembangan pengusahaan ini antara lain dilaksanakan dalam bentuk kegiatan inventarisasi potensi sumber daya panas bumi dan kegiatan eksplorasi. Inventarisasi potensi panas b u m i h i n g g a t a h u n k e d u a R e p e l i t a V t e l a h da p a t d i l a k u k a n IX/10 TABEL IX – 4 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1988/89 – 1990/91 IX/11 untuk seluruh wilayah Indonesia, sedangkan kegiatan eksplorasi telah dilakukan di lebih dari 40 lapangan panas bumi. Berdasarkan penyelidikan pendahuluan diperkirakan bahwa sumber daya panas bumi di Indonesia mempunyai potensi sekitar 16.000 MW, yang tersebar di Sumatera 4.900 MW, Jawa 7.800 MW, Sulawesi 1.500 MW, Nusa Tenggara 650 MW, Halmahera 100 MW, Irian Jaya 100 MW, dan daerah lainnya 950 MW. Potensi lapangan panas bumi yang telah terbukti adalah 960 MW yang terdiri dari Kamojang 210 MW, Gunung Salak 280 MW, Darajat 120 MW, Dieng 285 MW, dan Lahendong 65 MW. Pembangkit tenaga panas bumi yang telah beroperasi dewasa ini menghasilkan tenaga listrik sebesar 142 MW, yang terdiri dari Monoblock Dieng 2 MW, PLTP Kamojang 130 MW, dan PLTP Kamojang II dan III sebesar 110 MW. Inventarisasi potensi panas bumi dilakukan di sepanjang jalur-jalur gunung berapi di Indonesia. Selama dua tahun Repelita V lapangan panas bumi yang telah diselidiki potensinya antara lain adalah Cugung (di Lampung), Pinangawan (Sumatera Barat), Huu (NTB), Mutubasa (NTT), Kotamobagu (Sulawesi Utara) dan Akelamo (Maluku). Beberapa pengkajian kelayakan pengusahaan panas bumi juga tetap dilakukan. Mengingat bahwa pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia pada saat ini masih kecil maka usaha pengembangan pemanfaatan energi panas humi terus dilakukan, khususnya dalam pengusahaan panas bumi skala kecil pengembangan pemanfaatan ini mengikutsertakan perusahaan swasta. d. Batu bara Pengembangan pertambangan batu bara, yang diarahkan terutama untuk memenuhi kebutuhan energi pengganti minyak bumi di dalam negeri, khususnya untuk memenuhi kehutuhan Pusa t Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan industri, hingga tahun kedua Repelita V telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Batu bara dihasilkan oleh 2 huah tambang batu bara milik negara, Ombilin dan Bukit Asam, dan sejumlah perusahaan swasta yang tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bengkulu, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Jumlah produksi batu bara pada tahun kedua Repelita V mencapai 11.211,6 ribu ton, meningkat 18,3% dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi tersebut disebabkan antara lain karena telah mulai berproduksinya beberapa tambang swasta yang beroperasi berdasarkan kontrak karya. IX/12 Di samping produksi yang berkembang pesat, jumlah batu bara yang dieksporpun menunjukkan angka dan pertumbuhan yang cukup tinggi pada dua tahun Repelita V. Ekspor pada tahun 1989/90 berjumlah 2.692,3 ribu ton sedangkan pada tahun 1990/91 berjumlah 4.667,1 ribu ton. Tabel IX-6 memperlihatkan perkembangan bara pada tahun 1988/89 - 1990/91. produksi batu TABEL IX - 6 PRODUKSI BATU BARA, 1988/89 - 1990/91 (ribu ton) Repelita V Produksi Pada Unit Ombilin 1988/89 1989/90 1) 1990/91 2) 539,0 671,2 645,7 Bukit Asam 2.101,5 3.463,3 4.474,0 Kontrak Karya 1.446,1 3.400,2 4.194,6 Kuasa Pertambangan, Koperasi Unit Desa dan lainnya 1.089,1 1.943,5 1.897,3 Jumlah 5.175,7 9.478,2 11.211,6 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara IX/13 e. Timah Merosotnya harga timah dunia, yang disebabkan oleh melimpahnya cadangan timah dan berlangsungnya perkembangan substitusi timah yang pesat, telah mengakibatkan pemasaran timah di seluruh dunia, termasuk pemasaran timah Indonesia yang hampir seluruhnya diarahkan untuk ekspor, menjadi sangat lesu. Diberlakukannya "Supply Rationalization" oleh ATPC (Association of Tin Producing Countries) dalam beberapa tahun terakhir ini belum berhasil mengangkat harga timah untuk naik pada tingkat yang menguntungkan. Namun demikian, dalam suasana harga yang kurang menggembirakan, produksi timah Indonesia pada tahun kedua Repelita V masih menunjukkan angka sebesar 30,1 ribu ton, yaitu sedikit lebih tinggi dibandingkan produksi pada tahun pertama,Repelita`V yang berjumlah 30,0 ribu ton. Tabel IX-7 memperlihatkan perkembangan masaran timah pada tahun 1988/89 - 1990/91. produksi dan pe- TABEL IX - 7 PRODUKSI DAN PEMASARAN TIMAH, 1988/89 - 1990/91 (ribu ton) Repelita V U r a i a n 1988/89 1989/90 1) 1990/91 Produksi Bijih Timah 30,5 31,5 29,8 Logam Timah 29,0 30,0 30,1 23,3 25,8 24,9 1.491,0 1.257,0 1.389,0 Pemasaran logam timah Ekspor (ribu ton) Penjualan dalam negeri (ton) 1) Angka diperbaiki IX/14 f. Nikel PT Aneka Tambang melaksanakan penambangan dan pengolahan bijih nikel di Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dan di pulau Gebe (Halmahera Tengah). Sebagian dari bijih nikel tersebut diolah menjadi ferro nikel. Selain dari itu bijih nikel terdapat di Soroako (Sulawesi Selatan) yang ditambang dan diolah untuk menghasilkan nikel matte (nikel kasar). Harga bijih nikel di pasaran dunia dalam tahun pertama dan kedua Repelita V cukup menggembirakan. Keadaan ini me rangsang produksi bijih nikel untuk berkembang, yaitu dari 2.034,3 ribu ton pada tahun 1989/90 menjadi 2.313,4 ribu ton pada tahun kedua Repelita V, atau meningkat 13,7%. Sementara itu produksi ferronikel pada tahun kedua Repelita V berjumlah 5.096,5 ribu ton yang berarti sedikit di atas angka produksi tahun pertama Repelita V yang berjumlah 5.001,1 ribu ton. Produksi nikelmatte mengalami fluktuasi. Produksi pada tahun 1990/91 adalah sebesar 27,2 ribu ton, yang berarti penurunan 14,8% dibanding produksi pada tahun pertama Repelita V. Penurunan produksi disebabkan peralatan produksi pada perusahaan pengolah nikel tersebut mengalami kerusakan. Tabel IX-8 memperlihatkan perkembangan produksi dan por bijih nikel, nikel dalam ferronikel dan nikelmatte tahun 1988/89 - 1990/91. ekspada g. Tembaga Tingginya kandungan bijih tembaga, kadar emas dan perak dalam produk konsentrat tembaga yang dihasilkan Indonesia mengakibatkan tembaga Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasaran internasional. Keunggulan ini menjadi lebih berarti pada saat harga tembaga sedang baik, khususnya dalam periode awal Repelita V. Sejalan dengan membaiknya harga tembaga di pasaran internasional, perkembangan produksi konsentrat tembaga dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang konsisten. Produksi pada tahun kedua Repelita V adalah 499,3 ribu ton, atau meningkat 51% dibanding produksi pada tahun sebelumnya. Seluruh produksi ini diarahkan untuk ekspor. IX/15 TABEL IX - 8 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, FERONIKEL DAN NIKELMATTE, 1988/89 - 1990/91 (ribu ton) IX/16 h. Emas dan Perak Dalam periode Repelita IV minat terhadap komoditi emas sangat tinggi, ditunjukkan oleh besarnya permintaan Kontrak Karya serta berkembangnya kegiatan pertambangan tak resmi untuk mencari emas. Perkembangan yang terutama dirangsang oleh tingginya harga emas di pasaran dunia waktu itu, pada periode awal Repelita V telah mendorong produksi emas dan perak sehingga meningkat tinggi. Meningkatnya produksi kedua logam ini juga disebabkan oleh meningkatnya produksi konsentrat tembaga yang mengandung emas dan perak. Produksi emas pada tahun kedua Repelita V adalah 13.102,1 kg. Angka produksi ini tidak termasuk yang berasal dari kegiatan pertambangan yang tidak terdaftar. Produksi pada tahun kedua Repelita V tersebut mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan produksi emas pada tahun pertama Repelita V yang berjumlah 6.672,3 kg. Sementara itu produksi perak menunjukkan sedikit fluktuasi dibandingkan emas. Produksi perak pada tahun kedua Repelita V sebesar 68.200 kg adalah sedikit lebih rendah dibandingkan angka produksi tertinggi yang dicapai pada tahun pertama Repelita V, yaitu 72.325 kg. Tabel IX-10 memperlihatkan perkembangan produksi dan penjualan logam emas dan perak selama kurun 1988/89 - 1990/91. i . Bauksit Setelah selama Repelita IV mengalami kelesuan, pada awal Repelita V permintaan bauksit meningkat kembali. Hal ini, di samping disebabkan oleh mulai terbukanya pemasaran ke Amerika Serikat, juga disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari industri kimia dan keramik di dalam negeri. Produksi bauksit pada tahun kedua Repelita V tercatat berjumlah 1.324.500 ton, yang berarti meningkat 33% dibandingkan produksi tahun pertama Repelita V. Dalam pada itu persoalan belum tersambungnya mata rantai industri yang mengolah bauksit menjadi alumina dan alumina menjadi aluminium terus diupayakan langkah-langkah pemecahannya. j. Pasir Besi Produksi pasir besi yang pada periode sebelumnya menunj u k k a n a n g k a y a n g cu k u p t i n g g i s e i r i n g d e ng a n pe rt um bu ha n IX/17 IX/18 TABEL IX - 10 PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK, 1988/89 - 1990/91 (kilogram) Repelita V U r a i a n 1988/89 1989/90 1) 1990/91 E m a s Produksi 5.096,3 Penjualan dalam negeri Ekspor 2) 6.672,3 13.102,1 313,8 2 00 ,0 22.261,0 13.752,0 9.542,0 115,3 64.562,4 73.324,9 68.202,6 3.319,4 2.829,1 12.600,0 P e r a k Produksi 4) Penjualan dalam negeri 1) Angka diperbaiki 2 ) T i da k t e r m a s u k ek s p o r e m a s y an g terkandung dalam konsentrat tembaga 3) Volume ekspor Januari s/d Desember 1990 4) Termasuk pera k dalam kon sentrat tembaga 3) permintaan akan pasir besi sebagai bahan baku/pembantu untuk pabrik semen, pada tahun pertama dan kedua Repelita V cenderung mengalami penurunan. Produksi pada tahun kedua Repelita V adalah sebesar 139,6 ribu ton, sedangkan pada tahun pertama Repelita V tercatat sebesar 140.103 ton. Penurunan produksi tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan dari industri-industri semen sebagai akibat dilepaskannya cadangan "pellet fines" oleh pabrik baja PT Krakatau Steel ke pabrik-pabrik semen. Rincian perkembangan angka produksi dan ekspor bauksit serta pasir besi pada tahun 1988/89 - 1990/91 dapat dilihat pada Tabel IX-11. TABEL IX - 11 PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT DAN PASIR BESI, 1988/89 - 1990/91 (ribu ton) Repelita V U r a i a n 1988/89 1989/90 1) 1990/91 2) Bauksit Produksi 514,1 994,8 1.324,5 Ekspor 703,0 1.044,5 1.170,2 164,9 140,1 139,6 - - - Pasir besi Produksi Ekspor 3) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Tidak ada ekspor sejak 1987/88 IX/19 k. Batu Granit Batu granit yang dihasilkan di daerah sekitar pulau Karimun, Bangka, Belitung dan di daratan Kalimantan Barat, terdiri dari dua jenis, yaitu batu granit bahan bangunan dan batu granit poles. Produksi batu granit yang mulai meningkat kembali pada tahun pertama Repelita V mengalami sedikit penuninan pada tahun kedua Repelita V. Hal ini disebabkan oleh sulitnya persaingan untuk menembus pasaran ekspor, sedangkan permintaan di dalam negeri sebagai bahan konstruksi belum meningkat cukup tinggi. Angka sementara untuk produksi pada tahun kedua Repelita V adalah 1.222,3 ribu ton, sedangkan produksi pada tahun pertama Repelita V mencapai 1.336,2 ribu ton. Tabel IX-12 memperlihatkan angka produksi batu granit pada tahun 1988/89 - 1990/91. dan penjualan TABEL IX - 12 PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI BATU GRANIT, 1988/89 - 1990/91 (ribu ton) Repelita V U r a i a n 1988/89 1989/90 1.259,3 1.700,6 2.570,3 Penjualan Dalam Negeri 472,0 218,8 734,1 Ekspor 776,0 1.336,2 1.681,0 Produksi 1990/91 1. Bahan-bahan Tambang Lainnya Bahan-bahan tambang yang termasuk ke dalam golongan ini diken al s ebag ai m iner a l ind ustr i serta bahan galian bukan IX/20 strategis dan bukan vital yang digolongkan dalam kelompok bahan galian golongan C. Pengelolaan bahan galian tersebut pada umumnya dilakukan oleh Perusahaan Daerah, Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional, koperasi, dan unit-unit usaha rakyat dalam ukuran kecil. Produksi mineral industri terutama digunakan dalam industri kecil, pabrik kertas, pabrik kimia dan konstruksi bangunan. Pengembangan pertambangan mineral industri dan bahan galian golongan C pada umumnya mempunyai peranan yang cukup besar dalam menunjang pembangunan di daerah dan dalam menyediakan lapangan kerja. Produksi beberapa mineral industri, termasuk bahan galian golongan C, sangat berfluktuasi dengan kecenderungan yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kegiatan sektor industri dalam negeri yang membutuhkan bahan baku mineral dan bahan penolong dari hasil tambang tersebut. Demikian pula ekspor beberapa jenis mineral industri menunjukkan peningkatan. Namun demikian, usaha-usaha yang ditujukan untuk meningkatkan produksi berbagai jenis mineral industri di dalam negeri perlu terus diupayakan untuk menggantikan mine ral industri yang selama ini masih diimpor. Tabel IX-13 memperlihatkan perkembangan hasil-hasil pertambangan produksi bahan tambang usaha swasta nasional, perusahaan daerah dan lain-lainnya pada tahun 1988/89 - 1990/91. m. Kegiatan Penunjang Setelah seluruh peta geologi berskala 1:100.000 untuk pulau Jawa - Madura dapat diselesaikan pada tahun pertama Repelita V, pada tahun kedua Repelita V dapat diselesaikan 148 peta geologi berskala 1:250.000 dari sasaran sebanyak 181 peta untuk luar Jawa - Madura. Tujuh lembar peta geologi berskala 1:1.000.000 juga sudah berhasil diselesaikan. Selanjut nya peta gaya berat yang telah diselesaikan hingga tahun kedua Repelita V terdiri dari 51 peta berskala 1:100.000 dari 58 peta yang direncanakan untuk pulau Jawa - Madura dan 60 peta berskala 1:250.000 dari 181 peta yang direncanakan untuk luar pulau Jawa - Madura. Pelbagai penelitian geologi yang lebih mendalam dilaksanakan untuk menyediakan data dasar geo logi. Sementara itu telah diperoleh temuan-temuan penting dari penyelidikan sumber daya mineral, di antaranya adalah logam IX/21 TABEL IX - 13 PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL PERUSAHAAN DAERAH DAN LAINNYA, 1988/89 - 1990/91 R e pe li ta V Jenis Bahan Tambang 1. Mangan Satuan Ton 1) 16.330 30 .6 74 4.321 3.939 4.012 441 1 0. 54 9 3.518 ton - - - ton 147.109 157.122 182.900 3. Yodium kg 4. Belerang Ton 5. Fosfat Ton 6. Asbe 7. Kaolin ton m2 s la bs 12 .4 35 1990/91 14.534 ton 9. Marmer 1 9 89 /9 0 9.873 2 . Aspal 8 . Pa si r Kw ar sa 1 9 88 /8 9 9.753 422.488 310.996 3 74 .2 59 1.343.620 1 . 43 8. 28 7 1.540 .754 10. Gamping (bahan semen) ton 1 3 .4 29 .9 20 16.68 1.020 19.154.689 11. Lempung (bahan semen) ton 2.222 .420 2.387 .224 2.476 .998 12. Feldspar ton 11.388 13.025 23.655 13. K alsit ton - - 14. Yorosit ton - - 1 5 . Be nt on it ton 5.266 16. Gips ton 1.591 1) Angka sementara IX/22 9.300 345 32.590 58 dasar (tembaga, seng) di Pagargunung, Patahayang, Muara Rawas, dan Hatapang (Sumatera Utara), di Pegunungan Tiga Puluh (Riau), serta di Paleleh dan Marisa (Sulawesi Utara). Logam mulia ditemukan di daerah Lebong Tambang dan Tambang Sawah (Bengkulu), Batang Asai (Jambi), Sungai Tiku dan Sungai Rawas (Sumatera Selatan), dan Jampang Kulon (Jawa Barat), sedangkan logam besi ditemukan di Lampung, pantai selatan Jawa Barat, dan Pegunungan Bobaris (Kalimantan Selatan). Penyelidikan mineral industri pada tahun kedua Repelita V lebih banyak dilakukan di Jawa, tetapi untuk beberapa komoditi juga dilakukan penyelidikan di Sumatera, Timor Timur, Lombok, dan Sulawesi. Penyelidikan batu bara dan gambut dilakukan di beberapa cekungan di Sumatera (Muara Tiga, Musi Rawas) dan di Kalimantan (Merakai, Bunut, dan Bukit Alat). Penyelidikan sumber daya mineral hingga tahun kedua Repelita V telah menyelesaikan 26% peta sumber daya mineral Indonesia skala 1:2.500.000, menghasilkan peta sumber daya mineral skala 1:250.000 sebanyak 47 lembar dari sasaran sebanyak 181 lembar dan peta geokimia skala 1:250.000 sebanyak 34 lembar dari sasaran sebanyak 181 lembar. Pemetaan batu bara dan gambut skala 1:250.000 telah menghasilkan 20 lembar peta dari sasaran sebanyak 50 lembar. Penyelidikan geologi tata lingkungan dilakukan untuk mengetahui kemampuan dukung wilayah. Kegiatan ini mencakup penyelidikan hidrogeologi, penyelidikan geologi teknik, dan penyelidikan daerah rawan geologi di pelbagai tempat. Pemetaan hidrogeologi sampai dengan tahun kedua Repelita V telah menghasilkan sejumlah 67 peta berskala 1:250.000 dari 181 lembar yang direncanakan. Sementara itu penyelidikan geologi tata kota dan daerah di wilayah yang cepat tumbuh dilakukan di Bopunjur (Bogor - Puncak - Cianjur), Semarang, Surabaya, dan Bandung Raya. Pelaksanaan pembangunan 17 buah pos pengamatan gunung berapi pada periode Repelita IV memungkinkan dilaksanakannya peningkatan pengamatan gunung berapi dari pos-pos tersebut ditambah dengan pos-pos pengamatan yang lain, sehingga gunung berapi yang dipantau secara terus menerus pada tahun kedua Repelita V berjumlah 53 buah. Selain itu juga telah disele saikan peta geologi gunung berapi sebanyak 27 buah, peta daerah bahaya untuk 103 gunung berapi, peta topografi puncak gunung berapi sebanyak 84 buah, serta kegiatan pemeriksaan kimia dan geofisika pada sejumlah gunung berapi. IX/23 Inventarisasi potensi panas bumi yang merupakan gejala kegunungapian telah dilakukan di sepanjang jalur gunung berapi yang merentang dari wilayah Aceh sampai Sulawesi Utara. Lapangan panas bumi yang telah diselidiki potensinya antara lain adalah Cugung (di Lampung), Pinangawan (Sumatera Barat), Huu (NTB), Mutubasa (NTT), Kotamobagu (Sulawesi Utara) dan Akelamo (Maluku). Seluruh potensi panas bumi yang diketahui sampai tahun kedua Repelita V diperkirakan sebesar 16.000 MW. Penyelidikan geologi bawah laut dan potensi sumber daya mineral yang dikandungnya telah dilakukan pula di daerah perairan dalam maupun di zona ekonomi ekslusif. Pelbagai sumber daya mineral telah berhasil ditemukan di perairan lepas pantai, misalnya timah di pulau-pulau sebelah timur laut Sumatera dan emas di sebelah selatan Kalimantan. Ekspedisi Snellius II berhasil mengungkapkan potensi yang terkandung di dalam laut di Indonesia Bagian Timur, khususnya di Busur Banda. Sampai dengan tahun kedua Repelita V sepanjang lebih kurang 18.000 kilometer lintasan telah disurvai. Di samping itu juga dilakukan beberapa penelitian pantai dan lepas pantai. Tabel IX-14 memperlihatkan perkembangan hasil kegiatan pemetaan geologi dan sumber daya mineral sampai tahun kedua Repelita V. Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efisiensi kegiatan di bidang pertambangan dilaksanakan pula kegiatankegiatan pengembangan sumber daya manusia. Dalam rangka me ningkatkan kemampuan teknik para pengusaha pertambangan rakyat, telah diberikan bimbingan eksplorasi kepada para pengusaha pertambangan swasta nasional. Upaya untuk lebih memperbesar peran rakyat dalam kegiatan pertambangan makin ditingkatkan melalui pengembangan Pertambangan Skala Kecil (PSK). Dalam rangka melaksanakan pertambangan yang berwawasan lingkungan, telah diselesaikan perangkat aturan dan kebijaksanaan yang melembaga dalam mekanisme pemberian izin usaha pertambangan. Penyempurnaan mekanisme pemberian izin serta prosedur hukum lainnya hingga tahun kedua Repelita V juga telah berhasil meningkatkan investasi di bidang pertambangan, yang dilakukan baik oleh perusahaan swasta nasional maupun asing. Dalam rangka mendukung perkembangan industri minyak dan gas bumi di Indonesia penelitian di bidang minyak dan gas bumi, yang antara lain meliputi kajian cekungan hidrokarbon, IX/24 studi simulasi reservoir lapangan minyak, penelitian mikrobiologi, penelitian mengenai metode pengurasan, serta penginderaan jauh, tetap dilakukan. TABEL IX - 14 HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, 1988/89 - 1990/91 IX/25 Sambungan Tabel IX – 14 IX/26 Dalam pada itu usaha-usaha untuk mempercepat proses Indonesianisasi di lingkungan usaha pertambangan minyak dan gas bumi juga terus dilakukan. Usaha-usaha itu dilaksanakan dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan kerja tenaga teknik di berbagai bidang, khususnya dalam usaha pertambangan minyak, gas dan panas bumi. Usaha-usaha penyediaan tenaga ahli di bidang minyak, gas dan panas bumi dila kukan melalui pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. B. E N E R G I 1. Pendahuluan Kegiatan pembangunan energi dalam tahun 1990/91, sebagaimana tahun lalu, diselaraskan dengan arahan dari Garisgaris Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam GBHN dinyatakan bahwa pengembangan dan pemanfaatan energi didasarkan pada kebijaksanaan energi yang menyeluruh dan terpadu. Kebijaksanaan energi memperhitungkan peningkatan kebutuhan, baik untuk ekspor maupun untuk pemakaian di dalam negeri, dan kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Atas dasar kebijaksanaan tersebut, dilaksanakan usaha penganekaragaman (diversifikasi) dan penghematan (konservasi) dalam penggunaan energi. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan -kegiatan survai dan eksplorasi sumber energi. Pengembangan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik di kota maupun di pedesaan, serta untuk mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri. Kegiatan pengembangan tenaga listrik dilaksanakan dengan me ningkatkan sarana penyediaan tenaga listrik, yaitu pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi, serta sistem distribusinya. Dalam pengembangan tenaga listrik senantiasa diusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selalu serasi dengan kebijaksanaan umum di bidang energi. 2. Pengembangan Energi Indonesia banyak mempunyai potensi sumber energi dengan jumlah yang cukup besar. Sebagian potensi tersebut telah diketahui jumlah cadangannya dan siap untuk dieksploitasi, namun sebagian lagi masih memerlukan penelitian dan eksplor a s i l e b i h l a n j u t . U p a y a m e n c a r i c a d a n gan - c a d a n g a n s u m b e r IX/27 energi baru dan eksplorasi terus dilakukan baik untuk kepentingan jangka pendek maupun untuk kepentingan jangka panjang. Penggunaan energi dari tahun ke tahun cenderung meningkat sejalan dengan lajunya pembangunan nasional. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel IX-15, konsumsi energi yang pada tahun 1988/89, atau tahun terakhir Repelita IV, adalah sebesar 292.940 ribu Setara Barel Minyak (SBM) meningkat menjadi 317.180 ribu SBM pada tahun 1989/90, atau naik sebesar 8,3%. Kemudian meningkat lagi menjadi 344.370 ribu SBM pada tahun 1990/91 atau naik sebesar 5,40. Sebagaimana tahun yang lalu, pengembangan energi pada tahun 1990/91 dilakukan melalui survai dan penelitian untuk mencari cadangan sumber energi, seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, maupun sumber energi yang terbarukan seperti panas bumi, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin, biogas, dan biomasa. Di samping itu kegiatan pengembangan energi juga diarahkan pada pengurangan penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi di dalam negeri. Hal ini mengingat adanya keterbatasan dalam cadangan minyak bumi dan pentingnya peranan minyak bumi sebagai sumber utama devisa. Tanpa adanya usaha-usaha pengurangan penggunaannya di dalam negeri dikhawatirkan cadangan minyak bumi akan cepat habis dan Indonesia akan menjadi nega ra pengimpor minyak secara neto dalam waktu yang tidak lama. Sampai tahun kedua Repelita V penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi di dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung meningkat jumlahnya. Penggunaan minyak bumi dalam tahun 1988/89 adalah sebesar 188.280 ribu SBM, pada tahun 1989/90 naik menjadi 200.760 ribu SBM, atau naik 6,6%, dan pada tahun 1990/91 naik lagi menjadi 226.850 ribu SBM, atau meningkat sekitar 13%. Apabila dilihat dari penggunaan energi secara keseluruhan, pangsa minyak bumi masih cukup tinggi, yaitu 64,3% pada tahun 1988/89, turun menjadi 63,3% pada tahun 1989/90, dan meningkat kembali menjadi 65,9% pada tahun 1990/91. Peningkatan pangsa minyak ini disebabkan antara lain karena meningkatnya operasi pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar minyak, sebagai akibat adanya pelonjakan dalam permintaan tenaga listrik. IX/28 TAKE[. II • 1S KO2iSUMSI Si1MBER ENBRGI, 1 9 8 8 / 8 9 - 1990/91 Repelita V S u mb er E ne rg i 1988/ 89 (ribu SBM) 1989/ 90 1 ) (%) (ribu SBM) 1990/ 91 2 ) (%) (ribu SBM) (%) Batu bara 20.4 70 7,0 2 5. 48 0 8,0 26.760 7,8 Tenaga Ai 20.2 30 6,9 23.970 7,6 20.200 5,9 2.070 0,7 2. 02 0 0,6 2.220 0,6 61.890 21,1 6 4. 95 0 20,5 68.340 19,8 Minyak Bumi 188.2 80 64,3 200.7 60 63,3 2 2 6. 85 0 65,9 J u m 1 a h 292.940 100,0 317.1 80 100,0 344.370 100,0 Panas Bumi Gas Bumi Keterangan: SBM = Setara Barel Minyak 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara IX/29 GRAFIK IX – 1 KONSUMSI SUMBER ENERGI 1988/89 – 1990/91 Usaha yang telah dilaksanakan untuk menekan pangsa minyak bumi dalam penggunaan energi adalah dengan melakukan diversifikasi atau penganekaragaman penggunaan energi. Penggunaan batu bara sebagai sumber energi telah meningkat dari 20.470 ribu SBM pada tahun 1988/89 menjadi 25.480 ribu SBM pada 1989/90, atau naik sebesar 24,5%. Dan pada tahun 1990/91 naik lagi menjadi 26.760 ribu SBM atau meningkat 5% dibanding tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya peng gunaan batu bara tersebut, maka pangsa batu bara dalam penggunaan energi secara keseluruhan agak meningkat dari 7% pada tahun 1988/89 menjadi 8% pada 1989/90, namun dalam tahun 1990/91 menurun sedikit menjadi 7,8% karena meningkatnya pangsa sumber energi lain. Peningkatan penggunaan batu bara disebabkan oleh makin meningkatnya penggunaan bahan bakar batu bara untuk pengoperasian pembangkit tenaga listrik, seperti PLTU Suralaya unit 1, 2, 3, dan 4, dan PLTU Bukit Asam unit 1 dan 2. Penggunaan batu bara sebagai sumber energi di dalam negeri di masa-masa mendatang akan semakin meningkat dengan akan dibangunnya sejumlah pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar batu bara, seperti PLTU Paiton, perluasan PLTU Bukit Asam, PLTU Ombilin, serta perluasan PLTU Suralaya. IX/30 Penggunaan tenaga air sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik dalam tahun 1988/89 adalah sebesar 20.230 ribu SBM. Pada tahun 1989/90 telah meningkat menjadi 23.970 ribu SBM atau naik 18,5% dibanding tahun 1988/89. Pada tahun 1990/91 penggunaan tenaga air mengalami penurunan menjadi 20.200 ribu SBM atau menurun sekitar 15,7% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan penggunaan tenaga air tersebut disebabkan adanya pemeliharaan dan perbaikan beberapa pem bangkit listrik tenaga air. Apabila dilihat dari penggunaan energi secara keseluruhan, pangsa tenaga air telah meningkat dari 6,9% pada tahun 1988/89, menjadi 7,6% pada tahun 1989/90, namun dalam tahun 1990/91 menurun menjadi 5,9% karena berkurangnya pengoperasian pusat listrik tenaga air. Pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi dengan tenaga air sebagai sumber energinya antara lain adalah PLTA Maninjau di Sumatera Barat, PLTA Riam Kanan di Kalimantan Selatan, PLTA Tanggari di Sulawesi Utara, PLTA Karang Kates dan PLTA Sengguruh di Jawa Timur, PLTA Garung, PLTA Mrica, dan PLTA Wonogiri di Jawa Tengah, PLTA Jatiluhur, PLTA Saguling, dan PLTA Cirata di Jawa Barat. Potensi panas bumi menurut penelitian yang telah dilakukan cukup besar, yaitu sekitar 16.000 MW, tetapi penggunaannya sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik sampai dengan tahun kedua Repelita V masih terbatas, yaitu baru untuk PLTP Kamojang unit 1, 2 dan 3 di Jawa Barat yang berkapasitas 140 MW. Pangsanya pada tahun 1990/91 dalam penggunaan energi secara keseluruhan juga baru 0,6%. Konsumsi panas bumi pada tahun 1990/91 tercatat sebesar 2.220 ribu SBM setelah meningkat sekitar 9,9% dibanding tahun sebelumnya. Dalam tahun-tahun mendatang pangsa panas bumi dalam penggunaan energi secara keseluruhan akan meningkat dengan sedang di bangunnya PLTP Utinung Salak dan akan dibangunnya PLTP Darajat, keduanya di Jawa Barat. Di samping itu dewasa ini sedang dilakukan studi rekayasa pembangunan PLTP Lahendong di Sulawesi Utara dan PLTP Dieng di Jawa Tengah. Konsumsi gas bumi sebagai sumber energi juga telah mengalami peningkatan. Gas bumi telah digunakan sebagai sumber energi yang semakin penting untuk industri, rumah tangga, transportasi (bahan bakar gas), dan tenaga listrik. Dalam tahun 1988/89 penggunaan gas bumi berjumlah 61.890 ribu SBM. Pada tahun 1989/90 penggunaannya meningkat menjadi 64.950 ribu SBM, atau naik 4,9% dibanding tahun 1988/89, dan pada tahun 1990/91 meningkat lagi sebesar 5,2% menjadi 68.340 ribu SBM. IX/31 Apabila dilihat dari penggunaan energi secara keseluruhan, karena meningkatnya pangsa sumber energi lainnya, pangsa gas bumi selama dua tahun pertama Repelita V mengalami penurunan. Pada tahun 1988/89 pangsa gas bumi adalah 21,1%; dalam tahun 1989/90 turun menjadi 20,5%, dan dalam tahun 1990/91 turun lagi menjadi 19,8%. Selain penggunaan sumber-sumber energi tersebut di atas, dalam tahun 1990/91 telah dilakukan pula usaha pemanfaatan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, tenaga biogas, dan tenaga biomasa. Upaya tersebut masih beru pa percontohan, terutama di daerah pedesaan, dengan tujuan agar masyarakat mengenal baik teknologi maupun cara-cara penggunaannya. Beberapa percontohan pemanfaatan energi terbarukan telah diadakan di daerah Mojokerto, Bondowoso, dan Pasuruan. Per contohan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pemanfaatan tenaga surya dengan menggunakan sel surya untuk keperluan rumah tangga. Percontohan pemanfaatan tenaga angin untuk mengalirkan air ke tambak udang dan garam juga telah dibangun di beherapa lokasi di pantai Jawa Barat. Selanjutnya dalam tahun 1990/91 juga dilanjutkan usaha konservasi energi, dengan tujuan agar pemakaian energi dapat dilakukan secara efisien. Dalam rangka usaha konservasi energi ini telah dilakukan kampanye dan penyuluhan tentang caracara melakukan penghematan energi kepada para pemimpin indus tri, pengelola gedung-gedung perkantoran terutama gedung-gedung milik Pemerintah, dan rumah tangga. 3. Tenaga Listrik Seperti halnya dalam tahun-tahun sebelumnya, usaha pengembangan tenaga listrik dalam dua tahun pertama Repelita V dilaksanakan dengan terus meningkatkan prasarana dan sarana penyediaan tenaga listrik, yang meliputi pembangkit tenaga listrik, gardu induk, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi. Usaha pengembangan ini selain disesuaikan dengan perkembangan permintaan juga selalu dilakukan dengan berpedoman kepada kebijaksanaan umum bidang energi; dan sejauh mungkin diupayakan untuk menggunakan bahan bakar bukan minyak dan dalam pembangunannya memperhatikan aspek lingkungan hidup. IX/32 Dalam tahun 1989/90 dan 1990/91 telah terjadi peningkatan permintaan yang tinggi akan tenaga listrik, terutama dari sektor industri. Tingginya peningkatan permintaan ini di beberapa daerah tertentu telah melampaui kemampuan penyediaan tenaga listrik oleh Perum Listrik Negara. Dengan demikian upaya-upaya penanggulangan perlu segera dilakukan. Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk menanggulangi peningkatan permintaan tersebut antara lain ialah mempercepat pelaksanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik beserta jaringannya yang sudah dalam tahap pelaksanaan, dan mengusahakan pembangunan tambahan pembangkit tenaga listrik yang relatif cepat pelaksanaannya. Selain itu, kepada industri yang mampu menyediakan sendiri kebutuhan tenaga listriknya telah dianjurkan untuk membangun pembangkit sendiri dengan memperoleh beberapa keringanan dalam pengadaan mesinnya. Se lanjutnya kepada pihak swasta yang berminat melakukan investasi di bidang tenaga listrik untuk kepentingan umu telah dianjurkan pula untuk melakukannya. Adapun partisipasi swasta ini dimungkinkan oleh Undang-undang No. 15 Tahun 198S tentang Ketenagalistrikan. Rincian hasil-hasil pelaksanaan pembangunan tenaga listrik sampai tahun 1988/89 dan dua tahun pertama Repelita V dapat dilihat pada Tabel IX-16. Sampai dengan tahun 1988/89, kapasitas seluruh pembangkit tenaga listrik yang selesai dibangun mencapai 8.529.220 kW. Selanjutnya telah dilaksanakan pula pembangunan jaringan transmisi sepanjang 14.982,9 kms, gardu induk sebanyak 458 buah dengan kapasitas sebesar 16.436,5 MVA, jaringan tegangan menengah sepanjang 63.455,2 kms, jaringan tegangan rendah 104.143,9 kms, dan gardu dis tribusi dengan kapasitas sebesar 10.719,6 MVA. Pelaksanaan pembangunan kelistrikan di pedesaan juga telah berhasil meningkatkan jumlah desa yang dapat memperoleh listrik menjadi 18.794 buah dengan pelanggan sebanyak 4.708.626 konsumen. Dalam tahun 1989/90 pelaksanaan pengembangan tenaga listrik telah dapat menghasilkan daya terpasang pembangkit tenaga listrik sebesar 574.800 kW, jaringan transmisi sepanjang 580,6 kms dan pembangunan 20 buah gardu induk baru dengan kapasitas 833,0 MVA. Sementara itu, perluasan jaringan te gangan menengah dan jaringan tegangan rendah telah menghasilkan masing-masing sepanjang 8.500,3 kms dan 9.766,9 kms, dan pembangunan gardu distribusi baru dengan kapasitas 594,3 MVA. Pada tahun itu jumlah desa yang mendapat aliran listrik bertambah sebanyak 1.765 desa dengajV 732.044 pelanggan baru. IX/33 TABEL IX - 16 HASIL PELAKSANAAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK, 1988/89 – 1990/91 IX/34 Kegiatan pembangunan tenaga listrik dalam tahun 1990/91 telah menyelesaikan sejumlah pembangkit tenaga listrik baru dengan kapasitas sebesar 177.200 kW, yang terdiri atas PLTA Bakaru (2 x 63 MW) dan sejumlah PLTD yang tersebar di beberapa daerah, baik untuk perkotaan maupun pedesaan, dengan jumlah kapasitas 51.200 kW. Sementara itu sistem transmisi yang berhasil diselesaikan meliputi jaringan transmisi sepanjang 915 kms dan sejumlah gardu induk dengan kapasitas seluruhnya sebesar 1.417 MVA. Perluasan jaringan distribusi yang dapat diselesaikan dalam tahun 1990/91, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan, adalah jaringan tegangan menengah sepanjang 8.299,7 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 8.636,5 kms, dan sejumlah gardu distribusi dengan total kapasitas sebesar 494,4 MVA. Pelaksanaan program listrik masuk desa pada tahun itu telah dapat menambah aliran listrik lagi bagi 2.324 desa dengan tambahan pelanggan sebanyak 773.523 konsumen. Apabila ditinjau secara regional, hasil pembangunan tenaga listrik dalam tahun 1990/91 adalah seperti di bawah ini. Dalam pembangunan tenaga listrik di Daerah Istimewa Aceh, telah dilaksanakan perluasan jaringan distribusi, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan, yang terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 143,2 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 166,2 kms, dan gardu distribusi dengan kapasitas 3,8 MVA. Desa yang dapat dilistriki dalam rangka program listrik pedesaan bertambah sebanyak 207 desa dengan 13.633 konsumen baru. Selanjutnya untuk menanggulangi permintaan listrik yang terus meningkat, telah dipersiapkan studi lanjutan pembangunan tenaga listrik dengan memanfaatkan potensi sumber energi yang ada, antara lain PLTA Peusangan. Pembangunan tenaga listrik di Sumatera Utara berupa penyelesaian jaringan transmisi sepanjang 338 kms. Selain itu juga telah dilakukan perluasan jaringan distribusi di daerah perkotaan dan pedesaan, yang seluruhnya meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 1.023,2 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 997,1 kms, dan pembangunan sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas seluruhnya sebesar 34 MVA. Dalam rangka program pembangunan kelistrikan di pedesaan, telah dapat dilistriki lagi sebanyak 575 desa dengan 44.833 konsumen. Selanjutnya guna meningkatkan penyediaan tenaga listrik, dilakukan pula persiapan perluasan PLTG Belawan yang ada menjadi Pusat Listrik Tenaga Gas-Uap (PLTGU) sehingga kapasitasnya akan menjadi sekitar 360 MW. IX/35 Pembangunan kelistrikan di Sumatera Barat dan Riau telah dapat menyelesaikan pembangunan sejumlah PLTD untuk perkotaan dan pedesaan dengan kapasitas 7,2 MW, jaringan tegangan mene ngah dan jaringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 301,6 kms dan 379,9 kms, serta sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 15,5 MVA. Adapun jumlah desa yang dapat dilis triki bertambah lagi sebanyak 32 buah dengan pelanggan sebanyak 19.940 konsumen. Sementara itu juga sedang dilaksanakan pekerjaan prasarana dalam rangka pembangunan PLTU Ombilin (2 x 65 MW), PLTA Singkarak (175 MW), dan PLTA Kotapanjang (114 MW). Kegiatan pembangunan tenaga listrik di daerah Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu mencakup pembangunan sejumlah PLTD di beberapa lokasi dengan kapasitas sebesar 4,4 MW. Selain itu juga dilakukan penyelesaian pembangunan jaringan transmisi dengan tegangan 150 kV sepanjang 155 kms, serta perluasan jaringan distribusi, yaitu jaringan tegangan menengah sepanjang 445,8 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 442,8 kms, dan sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas sebesar 20 MVA untuk berbagai kota dan daerah pedesaan. Jumlah desa yang memperoleh aliran listrik meningkat dengan 113 desa dan pelanggannya bertambah sebanyak 25.782 konsumen. Guna meningkatkan penyediaan tenaga listrik, sedang dilakukan penyelesaian pembangunan PLTA Tes (16 MW), pembangunan PLTD, dengan kapasitas 1 x 10 MW, dan pekerjaan persiapan PLTU_ Bukit Asam unit 3 (1 x 65 MW). Sementara itu sedang dilakukan pula penyelesaian pembangunan jaringan transmisi dengan tegangan 150 kV yang akan menghubungkan sis tem Sumatera Selatan dengan Lampung, sehingga kedua daerah tersebut dapat saling memasok tenaga listrik. Pembangunan tenaga listrik di daerah Kalimantan Barat berupa penyelesaian sejumlah PLTD dengan, jumlah kapasitas sebesar 10,6 MW, jaringan tegangan menengah sepanjang 238,3 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 145,1 kms, dan sejum lah gardu distribusi dengan jumlah kapasitas sebesar 5,8 MVA. Pelaksanaan program kelistrikan pedesaan telah dapat menambah lagi jumlah desa yang mendapat listrik sebanyak 35 buah dengan tambahan pelanggan 10.494 konsumen. Di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, kegiatan pembangunan tenaga listrik telah dapat menyelesaikan pembangunan beberapa unit PLTD dengan kapasitas seluruhnya sebesar 12,6 MW. Selain itu juga telah di- IX/36 W36 lakukan pembangunan jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 511,4 kms dan 581,7 kms, berikut sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 19,7 MVA untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Jumlah desa yang dapat dilistriki telah dapat ditambah dengan 77 desa dan pelanggan sebanyak 28.803 konsumen. Sementara itu sedang dilakukan juga pelaksanaan pekerjaan persiapan pembangunan PLTD Banjarmasin (2 x 12 MW) dan PLTGU (60 MW) di Samarinda. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah melanjutkan studi kelayakan untuk kemungkinan pembangunan PLTU batu bara di Kalimantan Selatan. Untuk daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah telah diselesaikan pembangunan beberapa unit PLTD dengan kapasitas 2,5 MW, beberapa buah gardu induk dengan kapasitas 34 MVA, perluasan jaringan tegangan menengah sepanjang 549,9 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 450,8 kms, dan sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 28 MVA. Sementara itu jumlah desa yang memperoleh aliran listrik telah dapat ditingkatkan dengan 87 desa dengan pelanggan baru sebanyak 19.734 konsumen. Kegiatan pembangunan tenaga listrik di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara telah dapat melakukan percepatan penye lesaian PLTA Bakaru (2 x 63 MW), berikut jaringan transmisi dengan tegangan 150 kV sepanjang 350 kms dan beberapa buah gardu induk dengan kapasitas seluruhnya sebesar 162 MVA. Selain itu juga dilakukan pembangunan PLTD (100 kW) untuk daerah pedesaan dan perluasan jaringan tegangan menengah sepanjang 139,4 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 273,9 kms, dan sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 4,3 MVA. Adapun jumlah desa yang dapat dilistriki dapat ditingkatkan dengan 5 desa dengan 1.478 konsumen. Pengembangan tenaga listrik di Maluku berupa pembangunan PLTD untuk daerah pedesaan dengan kapasitas 40 kW, perluasan jaringan distribusi yang terdiri dari jaringan tegangan menengah sepanjang 204 kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 93 kms, dan sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 7 MVA. Sementara itu, desa yang dapat memperoleh aliran listrik ber tambah sebanyak 32 desa dengan tambahan pelanggan 11.159 kon sumen. Di daerah Irian Jaya, pembangunan tenaga listrik meliputi pembangunan PLTD pedesaan (120 kW), penyelesaian jaring- IX/37 an distribusi yang berupa jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah masing-masing sepanjang 54,1 kms dan 41,8 kms, serta beberapa buah gardu distribusi dengan kapasitas 3,6 MVA. Tambahan jumlah desa yang dapat dilistriki adalah sebanyak 14 desa dengan 3.640 konsumen. Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik di daerah Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Timor Timur meliputi penyelesaian pembangunan beberapa PLTD dengan kapasitas 13,1 MW termasuk untuk pedesaan, yaitu di Bali 12,5 MW, NTB 220 kW, NTT 60 kW, dan Timor Timur 320 kW. Perluasan jaringan tegangan menengah sepanjang 412,4 kms, yaitu di Bali 187,3 kms, NTB 84,4 kms, NTT 87 kms, dan Timor Timur 53,7 kms. Pembangunan jaringan tegangan rendah sepanjang 613,2 kms, yaitu di Bali 347,6 kms, NTB 61 kms, NTT 110,1 kms, dan Timor Timur 94,6 kms. Selain itu juga, dibangun sejumlah gardu distribusi yang berkapasitas total sebesar 19,5 MVA, yaitu di Bali 9,7 MVA, NTB 2,3 MVA, NTT 5 MVA, dan Timor Timur 2,6 MVA. Jumlah desa yang dapat dilistriki dapat ditambah, yaitu di Bali 23 desa dengan 13.694 konsumen, NTB 31 desa dengan 17.388 konsumen, NTT 7 desa dengan 2.695 konsumen, dan Timor Timur 2 desa dengan 218 konsumen. Hasil pembangunan tenaga listrik untuk daerah Jawa Timur berupa jaringan transmisi 150 kV sepanjang 30,5 kms dan beberapa buah gardu induk dengan kapasitas 87 MVA. Selain itu juga diselesaikan tambahan jaringan distribusi, yang meliputi jaringan tegangan menengah sepanjang 583,1 kms, jaringan te gangan rendah sepanjang 984,6 kms, berikut sejumlah gardu distribusi dengan kapasitas 51,6 MVA. Untuk listrik masuk desa, jumlah desa yang dapat dilistriki meningkat dengan 313 desa dengan tambahan pelanggan 152.928 konsumen. Dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik untuk sistem Jawa Bali, dilanjutkan pula pelaksanaan pembangunan PLTU batu bara Paiton unit 1 dan 2 (2 x 400 MW), PLTGU Gresik (1.500 MW), dan PLTA Tulungagung (30 MW). Pelaksanaan pengembangan tenaga listrik di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi penyelesaian pembangunan jaringan transmisi sepanjang 39 kms beserta sejumah gardu induk dengan kapasitas seluruhnya sebesar 194 MVA. Pelaksanaan pengembangan tenaga listrik tersebut juga telah dapat menambah jaringan distribusi yang terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 1.997,2 kms, jaringan tegangan rendah sepanjang 2.310 kms, dan sejumlah gardu d i s tr i bu s i d en g a n t ota l ka p as i ta s sebesar 172,8 MVA. Dalam IX/38 pada itu, jumlah desa yang memperoleh aliran listrik telah bertambah dengan 552 desa dan jumlah pelanggan meningkat dengan 229.697 konsumen. Di daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya, pembangunan tenaga listrik menghasilkan tambahan jaringan transmisi de ngan tegangan 150 kV sepanjang 2,5 kms dan beberapa buah gardu induk dengan kapasitas seluruhnya sebesar 940 MVA. Se lanjutnya guna menyalurkan listrik kepada konsumen baik industri, rumah tangga maupun sektor lain, telah dapat dilakukan perluasan jaringan distribusi baik tegangan menengah maupun tegangan rendah masing-masing sepanjang 1.696 kms dan 1.156,5 kms, berikut sejumlah gardu distribusi dengan total kapasitas sebesar 108,9 MVA. Jumlah desa yang dapat dilistriki, terutama di Jawa Barat, telah dapat ditingkatkan lagi dengan 219 desa dan tambahan pelanggan sebanyak 177.398 kon sumen. Dalam rangka meningkatkan penyediaan daya terpasang pembangkit tenaga listrik untuk memenuhi permintaan yang sangat meningkat, sedang dilaksanakan pekerjaan persiapan pembangunan PLTP Gianung Salak (2 x 55 MW). Selain itu sedang dilakukan pekerjaan disain dari PLTP Darajat (2 x 55 MW), studi mengenai kemungkinan perluasan PLTU Suralaya dengan unit 5, 6, dan 7 (3 x 600 MW), dan rencana pembangunan PLTGU Muara Karang (450 MW). Pembangkit-pembangkit tersebut akan masuk dalam sistem interkoneksi Jawa - Bali, sehingga manfaatnya tidak akan terbatas pada Jawa Barat dan Jakarta saja. Mengikuti peningkatan fisik sarana penyediaan tenaga listrik tersebut, maka pengusahaan tenaga listrikpun telah dapat ditingkatkan. Apabila produksi tenaga listrik pada tahun 1988/89 adalah 25.622.754 MWh, maka pada tahun 1989/90 produksi tersebut meningkat dengan 15,4% menjadi 29.570.105 MWh. Dan pada 1990/91 meningkat lagi dengan 17,9% menjadi 34.864.293 MWh. Penjualan tenaga listrik telah mengalami peningkatan dari 20.027.296 MWh pada tahun 1988/89 menjadi 23.434.805 MWh pada tahun 1989/90, atau naik 17%. Kemudian meningkat lagi sebesar 18,4% menjadi 27.740.964 MWh pada tahun 1990/91. Selanjutnya daya tersambung dapat ditingkatkan dari 12.233.729 kVA pada tahun 1988/89 menjadi 13.966.420 kVA dalam tahun 1989/90, atau meningkat 14,2%, dan menin kat lagi dengan 15,4% menjadi 16.117.565 kVA pada tahun 1990/91. Sementara itu jumlah pelanggan juga semakin meningkat, yaitu dari 9.275.938 konsumen dalam tahun 1988/89 menjadi IX/39 10.316.945 konsumen pada tahun 1989/90 atau naik 11,2%, dan selanjutnya meningkat lagi sebesar, 11,1% menjadi 11.463.738 konsumen pada tahun 1990/91. Adapun perkembangan hasil yang dapat dicapai dalam pengusahaan tenaga listrik dapat dilihat pada Tabel IX-17, sedangkan untuk produksi dan daya terpasang menurut wilayah kerja Perum Listrik Negara dapat dilihat pada Tabel IX-18. 4. Tenaga Gas Kegiatan pengembangan tenaga gas dalam Repelita V diarahkan pada upaya untuk meningkatkan peranan tenaga gas se bagai sumber energi bagi keperluan industri, pembangkit tenaga listrik, bahan bakar kendaraan bermotor dan rumah tangga. Sejalan dengan kebijaksanaan diversifikasi energi dan konser vasi minyak bumi, kegiatan pengembangan tenaga gas dilakukan dengan meningkatkan sarana penyaluran gas bumi yang berupa jaringan transmisi dan jaringan distribusi gas. Kapasitas terpasang prasarana gas pada tahun kedua Repelita V tercatat sebesar 6.776,3 ribu m3/hari, yang mencakup gas bumi, gas batu bara, gas minyak thermis, gas minyak katalitis dan LPG, masing-masing sebesar 99,8 ribu m3/hari, 231,6 ribu m3/hari, 76,8 ribu m3/hari dan 8,1 ribu m3/hari. Namun demikian, sesuai dengan upaya untuk meningkatkan pemakaian gas bumi, se bagian dari kapasitas terpasang yang ada tidak digunakan lagi untuk memproduksi gas. Menyusul dihentikannya produksi gas dari batu bara, pada tahun 1990/91 produksi gas dari minyak katalitis juga sudah dihentikan. Sementara itu, sarana penyaluran tenaga gas dapat ditingkatkan. Bila pada tahun pertama Repelita V panjang jaringan transmisi adalah 384,6 km dan jaringan distribusi gas adalah 1.071 km, maka pada tahun kedua Repelita V masing -masing bertambah menjadi 433,3 km dan 1.095,2 km. Peningkatan pembangunan fisik jaringan pipa gas disertai dengan peningkatan penjualan gas dan jumlah pelanggan. Realisasi penjualan gas dan jumlah pelanggan Perum Gas Negara pada tahun kedua Repelita V mencapai 400,4 juta m3 untuk sejumlah 25.549 pelanggan yang berarti mengalami kenaikan masing-masing sebesar 40% dan 1,3% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan penjualan gas yang jauh lebih besar dari peningkatan jumlah konsumen disebabkan oleh adanya peningkatan yang besar dalam pemakaian gas di sektor industri dan komersial. IX/40 T A B E L IX - 17 PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK, 1988/89 - 1990/91 Repelita V U r a i a n Satuan 1988/89 1) 1989/90 1) 1990/91 2) 1. Produksi Tenaga Listrik MWh 25.622.754 29.570.105 34.864.293 2. P en ju al an T en ag a Li st ri k MWh 20.027.296 23.434.805 27.740.964 3. Daya Tersambung kVA 12.233.729 13.966.420 16.117.565 4 . J u ml a h L a n g g a n a n ko ns um en 9.275.938 10.316.945 11.463.738 Keterangan: MWh : M eg a Wa tt H ou r kVA : Kilo Vol t Ampere kW : K i l o W a t t 1) Angka diperba iki 2) A ng ka s em en ta ra IX/41 TABEL IX - 18 IX/42 PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH, 1988/89 – 1990/91 TABEL IX - 19 KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN TENAGA GAS, 1988/89 - 1990/91 Re pe li ta V No. U r a i a n 1. Kapasitas Terpasang: Satuan (ribu m3/hari) a. Gas Batu bara b. Gas Minyak Thermis c. Gas Minyak Katalitis d. Gas Bumi a. Distribusi b. Pipa transmisi 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 1989/90 6.776,3 6.776,3 1990/91 2) 6.776,3 99,8 99,8 231,6 231,6 231,6 76,8 76,8 8,1 (kilometer) 1) 99,8 6.360,0 e. LPG 2. Jaringan: 1988/89 6.360,0 8,1 76,8 6.360,0 8,1 1.377,2 1.455,7 1.528,4 1.046,7 1.071,0 1.095,2 330,5 384,6 433,3 IX/43 TABEL IX – 20 PENGUSAHAAN TENAGA GAS, 1988/89 – 1990/91 IX/44 Selain gas buatan dan gas bumi, Perum Gas Negara juga telah menyalurkan LPG melalui jaringan gas dan dengan tabung. Penjualan LPG untuk gas kota dilakukan di kota Surahaya, Semarang, Bandung dan Ujung Pandang. Upaya untuk mempopulerkan penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan bermotor telah dilakukan terutama untuk mobil penumpang umum. Dalam tahun kedua Repelita V penyaluran gas secara keseluruhan mencapai 415,3 juta m3, atau meningkat 37,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan penjualan LPG dalam bentuk tabung pada tahun tersebut mencapai 2.307,7 ribu kg, atau meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan penjualan pada tahun pertama Repelita V. Di samping itu upaya menekan kehilangan gas dalam penyaluran juga telah dilakukan sehingga dapat mengurangi kehilangan gas dari 6,4% pada tahun pertama Repelita V menjadi 4,3% tahun 1990/91. Keberhasilan ini dica pai terutama karena diadakannya penggantian jaringan pipa yang sudah tua. Perkembangan kapasitas terpasang, jaringan tenaga gas serta pengusahaan tenaga gas dari tahun 1988/89 - 1990/91 dapat dilihat pada Tabel IX-19 dan IX-20. IX/45