pendidikan politik bagi politisi

advertisement
PENDIDIKAN POLITIK BAGI POLITISI
Oleh : Engga Wahyuni
12531084
Abstrak, Secara teoritis artikel ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan akan
sangat memberikan kontribusi penting dalam proses sosialisasi politik. Di
indonesia, perubahan-perubahan besar seringkali terjadi sebagai hasil gerakangerakan sosial dan politik para mahasiswa di kampus-kampus, yang menuntut
pemerintah melakukan perubahan. Pada masa orde baru, diskusi-diskusi politik
banyak muncul di kampus-kampus. Mereka menjadi anggota kelompok
masyarakat yang melek politik, dan senantiasa menuntut partisipasi yang lebih
besar dalam politik. Dalam banyak kesempatan, mereka menjadi aktor yang
sangat kuat dalam mengartikulasio dan mengagresikan kepentingan, menjadi
pembela kelompok-kelompok tertindas, dan lain sebagainya. Bahkan, reformasi
tahun 1998 tidak dapat dilepaskan dari peran besar mahasiswa yang menuntut
secara terus-menerus agar soeharto mundur. Kesadaran politik mereka yang
tinggi terhadap kehidupan politik dan ditopang dengan akses informasi yang
luas dalam beberapa tahun belakangan telah membuat kelompokn terdidik ini
menjadi kekuatan demokrasi penting, dan menjadi penyulut terhadap banyak
perubahan di Indonesia.
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
1
Kata Kunci; Pendidikan Politik, Politisi.
A. Pendahuluan
Tidak kurang dari 25 buah kabinet yang memerintah di indonesia
selama indonesia merdeka. Dari jumlah tersebut hanya 7 kabinet yang
berhasil memerintah selama 12 tahun sampai 23 bulan. Lalu terdapat 12
kabinet yang berumur antara 6 sampai 11 bulan. Dan 6 buah kabinet
yang hanya bisa bertahan di antara 1 sampai 4 bulan. Demikian salah
satu gambaran dari ketidakstabilan politik indonesia, yakni di lihat dari
kesempatan yang tersedia bagi setiap pemerintah( kabinet )untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Dalam periode kabinet itu terdapat 45 buah protes melalui
demontrasi, 83 hura-hara (riot) dan 615.000 kematian yang disebabkan
kekerasan politik di antara tahun 1948 dan 1967: memperlihatkan betapa
rapunya kestabilan politik di indonesia.
Kalau
ketidakstabilan
yang
terdahulu
lebih
bersumber
daripada
kelemahan elit untuk bekerja sama satu sama lain, maka yang terakhir
ini lebih disebabkan belum melambangkan struktur dan produser politik
yang mampu memberi tempat tempat kepada masyarakat luas untuk
mengambil bagian di dalam proses politik. Orang akan cepat setuju
dengan pendapat yang mengatakan bahwa ketidakstabilan politik yang
dialami oleh indonesia memperkecil keleluasaan bagi negara ini untuk
mengadakan perbaikan-perbaikan ejonomi, sosial dan politik. Oleh
karena itu, logis bila program politik Orde Baru pada awal kekuasaannya
untuk menegakkan kestabilan politik untuk memberi landasan kepada
pembangunan. Akan tetapi perlu pula dipersoalkan apa sifat-sifat
stabilitas politik yang mungkin ditegakkan di indonesia dan kestabilan
politik ynag bagaimana yang memungkinan terlaksananya pembangunan
dalam arti yang seluas-luasnya.
Secara teoritis, stabilitas politik banyak ditentukan oleh 3 variabel
yang berkaitan satu sama lain, yakni perkembangan ekonomi yang
memadai, perkembangan perlambangan baik struktur maupun proses
politik, dan partisipasi politik.
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
2
Di dalam memepelajari hubungan antara perkembangan ekonomi
dengan demokrasi, negarawan dan penelitian politik barat datang
kepada kesimpulan bahwa masalah politik yang penting pada masa ini
bersumber dari perkembangan industri yang cepat.
Bagi Indonesia yang tidak kurang dari 70 persen penduduk hidup
dalam sektor pertanian, sukar untuk dibantah bahwa ada usaha untuk
meningkatkan hasil sektor pertanian guna mendampingi perkembangan
industri, dengan harapan supaya serapsektor pertanian terhadap tenaga
kerja meningkat. Namun masalah yang dihadapi bukanlah bagaimana
menyeimbangkan antar daya serap tenaga antara kedua sektor tersebut.
Persoalan pokok adalah bagaimana menyeimbangkan antar daya serap
tenaga kerja dari semua sektor ekonomi dengan persediaan tenaga kerja
yang ada di dalam masyarakat. Kecendrungan ini menyebabkan
tumbuhnya potensi radikal pada petani di pedesaan dan lapisan bawah
masyarakat di kota, karena rasa ketidakpuasan serta perasaan tidak
aman tentang kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan
datang.
Masyarakat yang berada di dalam kondisi tersebut, lebih mudah
tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan seperti huruhara,
pemberontakan,
pembunuhan
politis,
revolusi,
dan
lain
sebagianya. Apalagi sekiranya kepada masyarakat yang di dalam
suasana seperti di atas ditunjukkan kelompok tertentu di dalam
masyarakat yang menjadi penyebab dari segala suasana yang terjadi.
Dengan
cepat
kekerasan
terjadi
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
terhadap
kelompok
tersebut,
3
sungguhpun tindakan itu tidak akan menyelesaikan persoalan yang
dihadapi.
Dalam keadaan ini ― kestabilan politik di dalam suasana partisipasi
politik yang tinggi dapat dipelihara sekiranya pertisipasi tersebut
diimbangi oleh perkembangan pelembagaan politik‖. Hal ini mengandung
pengertian bahwa masyarakat yang ingin mengambil bagian di dalam
proses politik diberi kesempatan melalui lembaga-lembaga polittik yang
diperkembangkan sesuai dengan pertumbuhan kekuatan-kekuatan
politik yang terjadi di dalam masyarakat. Tentu saja partisipasi tersebut
bisa berjalan dan tidak menimbulkan kegoncangan-kegoncangan apabila
semua pihak yang memainkan peranan politik sama-sama terikat kepada
aturan permainan yang juga sudah melembaga. Sebaliknya apabila
saluran bagi partisipasi tidak tersedia berupa partai politik, berbagai
organisasi, kesempatan untuk memainkan berbagai peranan politik; dan
apabila tidak terdapat persesuaian paham mengenai aturan permainan
di antara pemegang peran politik; maka partisipasi di dalam suasana ini
akan tersalur melalui cara-cara yang sering menggoncangkan kestabilan
politik, seperti melalui huru-hara, dan tindakan-tindakan kekerasan
lainnya. Di dalam sistem politik demokrasi konstitusionil, terlihat
kecendrungan kurang disepakatinya aturan permainan oleh para
pemeran politik. Dan di masa sistem politik demokrasi terpimpin, kurang
melembaganya aturan permainan politik diperkuat oleh mengecilnya
kesempatan untuk berpartisipasi merupakan salah satu penyebab dari
ketidakstabilan pada masa itu.
Tanpa
menghubungkan
dengan
masalah
pembangunan,
kestabilan politik dapat pula dipelihara dengan mempertahankan tingkat
pelembagaan politik yang rendah; asal saja diimbangi oleh partisipasi
politik yang rendah pula. Perhatikanlah pada diagram dibawah ini yang
menunjukkan hubungan antara pelembagaan politik dengan partisipasi
politik, sebagai sarana bagi kestabilan politik.
Secara menyeluruh dalam sejarah politik indonesia, kata ketiga
variabel pengukur kestabilan politk di atas dapat diamati. Namun untuk
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
4
pengamatan yang lebih terperinci ada baiknya jika dimensi waktu
diperhatikan.
Dari penelaahan kita mengenal kestabilan politik indonesia sejkak
merdeka, dapat dibedakan antara kestabilan dalam jangka pendek dan
kestabilan dalam jangak panjang. Dengan memperhatikan puncak
ketidakstabilan terletak pada perubahan dari satu sistem politik kepada
sistem politik lainnya., maka kestabilan dalam jangka panjang dilihat di
dalam jarak waktu di sekitar 10 tahun atau lebih. Demikianlah pada
tahun 1957 terjadi perubahan dari sistem politik demokrasi konstitusional
kepada sistem politik demokrasi pancasila menggantikan sistem politik
demokrasi terpimpin.
Pendidikan politik yang benar seperti petikan tentang kestabilan
politik di atas akan sangat memberikan kontribusi penting dalam proses
sosialisasi politik. Sedangkan politisi merupakan sebuah pekerjaan yang
selalu menarik minat orang banyak, terutama manusia-manusia yang
tergerak hatinya untuk me-manage sebuah bangsa dan negara atau
sekedar sebuah kebangaan pribadi akan sebuah pekerjaan yang
prestisius.
Tak
peduli
dengan
latar
belakang
pendidikan
atau
pengalaman pekerjaan, dimana ada kesempatan pencalonan menjadi
seorang politisi, manusia-manusia tersebut berlomba-lomba untuk
mendaftarkan diri melalui partai politik masing-masing. Dalam politisi
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
5
jenis ini merupakan politisi karbitan yang menganggap dunia politik
memberikan ketenaran, status sosial di masyarakat, dan tentunya
penghasilan yang cukup lumayan. Sampai detik ini kita masih ragu apa
requirement untuk menjadi seorang politis di Indonesia sudah cukup atau
jauh dari kata cukup.
Kondisi politik di Indonesia layaknya sebuah perang, individu dan
kelompok yang saling bertentangan akan terus beradu hingga terjadinya
kekalahan pada salah satu pihak yang menurut saya ini sudah melebihi
karakter sebuah oposisi. Di negara barat, oposisi benar-benar terlihat
jelas menjadi filter dari pemerintah berkuasa meskipun tak jarang terjadi
perdebatan sengit namun tidak pernah keluar dari koridor dan norma
dalam berpolitik. Dunia timur yang dikenal dengan budaya ramahnya
ternyata tidak berlaku dalam dunia politik Indonesia. Kejujuran, kearifan,
dan profesional para politikus Indonesia jauh dari kata standar. Indonesia
membutuhkan formulasi baru sebagai mandatory requirement buat para
politikus dari anggota DPRD hingga MPR dan para pejabat lainnya
termasuk menteri-menteri dan presiden.
Saat ini bukan hanya rakyat yang dibutuhkan pembelajaran politik
tetapi yang utama adalah memberikan pembelajaran yang maksimal
buat para pelaku politik terlebih dulu. Tuntutan akan profesionalisme dan
kode etik pekerjaan benar-benar harus dipertanggung-jawabkan secara
maksimal. Tanpa mengagung-agungkan pendidikan tetapi standar
pendidikan benar-benar harus dijadikan tolak ukur, tidak ada kompromi
bagi para calon-calon politisi yang mendapatkan ijazah secara instan.
Dan pada intelektualitas benar-benar harus diperhatikan jangan sampai
rakyat yang mengajarkan para politisi untuk berpolitik. Untuk menjadi
seorang politisi yang handal harus diawali dengan niat yang baik bukan
karena status sosial dan jaminan finansial, seorang politisi harus bisa
memperjuangkan aspirasi rakyat atas nama bangsa melalui pemikiranpemikiran revolusioner, kreatif, idealis, dan kemampuan berdiplomasi
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
6
tingkat tinggi. Idealisme dan kejujuran harus menjadi suatu pegangan
teguh seorang politisi.
Tanpa maksud menganggap remeh seluruh politisi atau pejabat
Indonesia ini merupakan bukti pemikiran seorang anak bangsa akan
berita-berita dan keadaan politik bangsa yang jauh dari kata dinamis.
Progresivitas terkesan stagnan dan sangat kabur sekali untuk mengukur
sebuah prestasi atau pencapaian kinerja positif dalam 5 tahun masa
tugas. Integritas politisi Indonesia masih kurang, pemikiran-pemikiran
idealis masih perlu dikembangkan dan terkesan masih diliputi rasa takut
oleh beberapa pihak tertentu. Jangan menjadi politisi apabila anda
seorang penakut dalam membuka kebenaran.
Ciptakan lingkungan politik yang dinamis dimana oposisi benarbenar menjalankan fungsinya dan semua pejabat dan aparatur negara
benar-benar memiliki integritas tinggi akan profesionalisme pekerjaan.
Perlu dicatat bahwa ini hanyalah pekerjaan kontrak untuk bangsa dan
negara, jika anda menginginkan kekayaan menjadi seorang politisi
bukanlah sebuah jawaban. Para anggota partai politik hendaknya lebih
bijak dalam mengeluarkan pernyataan di depan publik, mulailah belajar
bagaimana membentuk citra profesional di depan publik. Rakyat
Indonesia tidak semuanya bodoh dan tanpa rakyat tidak akan ada
sebuah negara.
Pembahasan selanjutnya adalah sedikit cara untuk mempelajari
kembali bagaimana berpolitik bagi calon-calon politisi profesional yang
diawali dengan niat yang baik demi bangsa dan bukan status sosial
semata. Sehingga menerbitkan cerita terbaik yang akan membuat rakyat
bangga akan kemajuan politik di Indonesia bukan cerita korupsi,
kenaikan gaji yang tak berimbang, politisasi olah raga, dan cerita-cerita
tak sedap lainnya.
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
7
B. Pembahasan
1. Definisi-definisi ilmu politik
Jika dianggap bahwa ilmu politik mempelajari politik, maka perlu
kiranya dibahas dulu istilah politik. Dalam kepustakaan ilmu politik
ternyata ada bermacam-macam definisi mengenai politik.1
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi
tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah
dipilih.
Untuk
melaksanakan
tujuan
tersebut
perlu
ditentukan
kebijaksanaan umumyang menyangkut pengaturan dan pembagian
atau alokasi dari sumber-sumber yang ada.
Dan
untuk
melaksanakan
kebijakan
tersebut
perlu
memiliki
kekuasaan dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina
kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin
timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai bersifat persuasi dan
jika perlu bersifat paksaan. Tanpa unsur paksaan kebijaksanaan ini
hanya merupakan perumusan keinginan belaka.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat,
dan bukan tujuan pribadi seseorang. Lagipula politik menyangkut
kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan
seorang atau individu.
Perbedaan-perbedaan
dalam
definisi
yang
kita
jumpai,
disebabkan karena setiap sarjana meneropong hanya satu aspek
atau unsur dari politik saja. Unsur itu diperlakukannya sebagai
konsep pokok, yang dipakainya untuk meneropong unsur-unsur
1
Miriam Budiardjo, 2004, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Utama. Hal.8
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
8
lainnya. Dari uraian di atas teranglah bahwa konsep-konsep pokok itu
adalah:2
1. Negara
2. Kekuasaan
3. Pengambilan keputusan
4. Kebijaksanaan
5. Pembagian
2. Perkembangan Ilmu Politik
Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu
cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus dan
ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu
politik masih mudah usianya, karena baru lahir pada akhir abad ke
19. Pada tahap ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan
dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosialogi, dan
psikologi,
dan
dalam
perkembangan
ini
mereka
saling
mempengaruhi.3
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih
luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai aspek
negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh
lebih tua umurnya. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak
bersandar pada sejarah dan filsafat.
Di indonesia kita mendapati beberapa karya tulisan yang
membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya
negara kertagama yang ditulis pada masa majapahit sekitar abad ke
13 dan ke 15 M. dan Babad Tanah Jawi. Sayanglah bahwa di
negara-negara asia tersebut kesusasteraan yang mencakup bahasan
politik mulai akhir abad ke 19 telah mengalami kemunduran karena
terdesak oleh pemikiran barat yang dibawah oleh negara-negara
seperti inggris, jerman, amerika serikat dan belanda dalam rangka
imperialisme.4
2
Ibid, hal.9
Ibid, hal. 1
4
Ibid, hal. 2
3
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
9
Sementara itu perkembangan ilmu politik di negara-negara eropa
timur memperlihatkan bahwa pendekatan tradisionil dari segi sejarah,
filsafat dan yuridis masih digunakan hingga dewasa ini. Pesatnya
perkembangan ilmu politik sesudah perang dunia II tersebut juga
disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan
internasional, terutama UNESCO. Terdorong oleh tidak adanya
keseragaman dalam terminologi dan metodologi dalam ilmu politik,
UNESCO dalam tahun 1948 menyelenggarakan
suatu survey
mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30 negara.5
3. Hubungan antara Politisi dengan Partai Politik
Hubungan antara politisi dengan partai politik juga perlu
diluruskan, bahwa partai politik selama ini hanya diposisikan sebagai
‗kendaraan politik‘ bagi para politisi, secarta terang-terangan
merekduksi arti penting partai politik sebagai organisasi politik yang
mempasilitasi dan memperjuangkan aspirasi politik masyarakat.
Konsekuensi logis dari sikap yang meletakkan partai politik sekedar
sebagai ‗kendaraan politik‘ hanya akan melegitimasi eliteisme dunia
perpolitikan
di
indonesia.6
Di
membangun masyarakat madani
saat
semangat
dan
gebrakan
sedang menggelora, di sisi lain
partai politiknya sendiri menjadi kurang berdaya, justru ketika ia
berhadapan dengan para politisi yang tergabung di dalamnya. Hal ini
tercermin pada kenyataan begitu mudahnya para politisi mendirikan
partai politik lainnya. Oleh karena itu, artikel ini mencoba meletakkan
kembali arti penting partai politik sebagai institusi yang vital dan
strategis.
Dengan adanya sistem multipartai, persaingan politik adalah
keniscayaan. Para politisi perlu memahami benar arti dan makna
konsep
persaingan
ini.
Dihadapkan
dengan
keterbatasan
sumberdaya, tidak semua hal dapat dikelola secara optimal oleh
partai politik. Positioning adalah konsep yang tepat untuk membantu
5
6
Ibid, hal. 3
Firmanzah, Ph, 2008, Mengelolah Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal.28
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
10
partai politik dan politisi yang tergabung di dalamnya untuk
bernegosiasi di tengah-tengah keterbatasan ini.
Tekanan untuk
melakukan positioning secara tepat semakin besar bagi partai politik
baru. Karena dibenak masyarakat sudah tertanam partai-partai lama ,
sehingga mendirikan partai politik baru sesungguhnya tidak mudah
sekarang ini, dalam konteks idealnya.
4. Sejarah dan Perkembangan Ideologi Politik
Ideologi adalah suatu kata penting dalam dunia politik dan telah
melalui perjalanan sejarah yang panjang. Selama perjalanan
sejarahnya, telah banyak mengalami evolusi makna, mengikuti halhal yang terjadi di setiap zamanya. Selain itu pengaruh dari
pemikiran-pemikiran yang turut serta menggunakan kata yang
berperan
penting
dalam
menciptakan
maknanya.7
Dalam
perjalanannya, kata ideoligi telah mengalami pasang surut. Dalam
suatu zaman, ini merupakan kata kunci dimana semua aspek
kehidupan manusia dianalisis. Sementara di zaman dan tempat lain ,
kata ini sangat ‗tabu‘ dibicarakan dan sangat terkait dengan sejarah
kelam suatu bangsa. Masing-masing orang dan kelompok mencoba
mengartikan kata ini dari sudut pandangnya masing-masing. Bahkan,
dalam mendefinisikan kata ini, seringkali nilai dan tujuan seseorang
sangat mempengaruhi.
Sementara itu, ideologi tradisional merupakan hasil dari kejadian
besar dalam sejarah suatu masyarakat tertentu. Pembentukkan
ideologi publik pun tidak terlepas dari faktor sejarah, tekanan
publikdan agenda serta kepentinganindividu-individu dominan.
5. Asal Kata dan Perkembangan Ideologi Politik
Kata ideologi dikonseptualisasikan sebagai studi tentang kondisi
dan sejarah pembentukan suatu ide. Ideologi hanya akan menjadi
ideologi
politik
apabila
usaha
untuk mewujudkannya
disertai
dengandiskursus tentang pergantian kekuasaan dalam masyarakat.
7
Ibid, hal.82
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
11
Ideologi politik sebagai suatu konsep telah mengalami banyak
perkembangan. Sehingga makna ideologi sangat terkait erat dengan
kekuasaan. Untuk berkuasa dibutuhkan ideologi tertentu, dan begitu
juga sebaliknya kekuasaan tidak akan bisa diperyahankan tanpa
adanya ideologi yang jelas.8 Meskipun seringkali ideologi tersebut
tidak pernah diformalkan, gambaran tentang kondisi ideal seperti apa
yang ingin diciptakan tergambar secara jelas dalam benak tiap – tiap
individu yang tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Hal inilah
yang mendorong dan memotivasi seseorang untuk bergabung, aktif,
bahkan sampai mempertaruhkan nyawa demi bentuk – bentuk
kebenaran yang diyakini absolusitasnya.
6. Ideologi dan Budaya Politik
Hitchner dan Carol Levine mengemukakan bahwa studi tentang
sistem politik memerlukan penjelasan mengenai ideologi yang
mendominasinya atau yang bersaing di antara ideologi – ideologi
dominan. Menurut Hitchner dan Carol Levine, partai – partai politik
modern dan politik mereka merupakan produk dari kompetisi ini.
Zbigniew Brzezinski mengemukakan bahwa ideologi, “ ceases to be
intellectual abstraction and becomes an active social agent, or an
ideology, when it is applied to concrete situations and becomes a
guide to action”.9 Menurut pandangan ini, ideologi merupakan
abstraksi intelektual dan menjadi agen sosial aktif ketika diterapkan
dalam situasi nyata dan menjadi patokan – patokan tindakan. Inilah
mengapa partai massa yang berasal dan dikembangkan dari ideologi
kiri sangat berbeda dengan partai kader yang dikembangkan dari
ideologi konse4rvatif. Ideologi dalam konteks ini telah menjadi acuan
tindakan bagi orang – orang yang menganutnya. Perbedaan ideologi
ini pulalah yang membedakan bagaimana Uni Soviet yang sosialiskomunis sebelum keruntuhannya dengan Amerika yang kapitalisliberal.
8
Ibid, hal. 84
Prof. DR. Budi Winarno, MA, 2007, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Pringwulung:
MedPress, hal. 65
9
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
12
Di Indonesia, perdebatan ideologi ini telah menyedot banyak
perhatian di awal – awal kemerdekaan dan terus bergaung hingga
beberapa waktu sesudahnya. Perdebatan ideologis ini mencapai
puncaknya pada masa orde lama dan akhirnya dituntaskan pada
masa orde baru melalui paksaan diskursif. Pada masa Orde Lama,
perdebatan ideologis ini sangat kuat terutama sebagai akibat
masuknya komunis dalam konstelasi politik Indonesia. Parati – partai
islam juga mempunyai akar ideologis yang kuat, yang dipelopori oleh
Masyumi. Kuatnya perdebatan ideologi ini membuat pemerintahan
orde lama gagal melakukan agenda pembangunan. Sebaliknya,
konflik horisontal menguat yang berujung pada perpecahan di
masyarakat. Masyarakat terbagi dalam garis – garis ideologis yang
beragam, yang satu dan lainnya bermusuhan.
Pada masa orde baru, perdebatan ideologis ini diselesaikan
melalui penggunaan Pancasila sebagai satu – satunya asas. Oleh
karena itu, setiap organisasi sosial dan politik harus mengguanakan
asas Pancasila, dan penggunaan asas lain dianggap subversif.
Selain itu, Kemapanan Pancasila sebagai satu – satunya ideologi
negara yang sah didisiplinkan melalui penggunaan wacana diskursif
bahwa orde baru adalah orde Pancasila dan kegagalan orde lama
sebagai akibat tidak dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.10
Dalam kenyataannya Pancasila sebagai ideologi belum pernah
menjadi acuan tindakan yang benar – benar nyata. Pada masa orde
lama Pancasila diterjemahkan sebagai NASKOM, sedangkan pada
masa orde baru Pancasila tidak lebih hanya alat pelanggengan
kekuasaan Soeharto, yang sebenarnya juga bukanlah rezim yang
secara nyata mendasarkan diri pada Pancasila. Pada masa
reformasi, ideologi ini tetap menjadi ideologi negara, tetapi daya
tariknya telah semakin melemah. Setidaknya dalam mantra secara de
10
Firmanzah, Ph, Op. Cit. Hal. 81
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
13
facto hampir semua kebijakan pemerintah sangat jauh dari nilai – nilai
Pancasila. Namun, kebijakan neoliberal-lah yang dominan.
Jika Pancasila adalah kelima sila sebagaimana rumusannya yang
sah dalam pembukaan UUD 1945, maka pertanyaan mendasar
manakah di antara kelima sila tersebut yang telah menjadi acuan
tindakan – tindakan konkret politik dan menjadi landasan bagi
pengelolaan negara? Jawabannya hampir sama sekali tidak ada. Sila
kemanusiaan telah dihancurkan oleh antarkisme massa dan
penindasan yang hampir tidak ada ujung, sementara sila ketuhanan
yang maha esa telah dirusak oleh munculnya radikalisme massa
yang menghendaki pengorganisasian sosial politik berdasarkan
interprestasi mereka atas satu ajaran agama yang mereka yakini. Sila
keadilan sosial gagal menjadi panduan bagi para penyelenggara
negar
untuk
merumuskan
keadilan
bagi
kelompok
marginal,
sementara demokrasi permusyawaratn telah diselewengkan menjadi
politik ‗dagang sapi‘11 demi kepentingan pragmatis. Nyaris, Pancasila
sebagai ideologi hanya menjadi dasarformal berdirinya negara, tetapi
dalam realitasnya bergerak ke arah dua kutub, yakni antara
fundamentalisme pasar pada suatu sisi dan fundamentalisme agama
pada sisi yang lain.
Setelah membahas pentingnya posisi ideologi, pembahasan ini
menguraikan persoalan berikutnya, Positioning dalam persaingan
politik. Dalam era ini, termasuk dunia politik, persaingan tak bisa
dielakkan. Dan dalam era persaingan, partai politik dituntut untuk bisa
menempatkan diri dengan benar agar mudah diidentifikasi para
pemberi suara. Untuk itu, partai politik harus melakukan Positioning
dengan tepat. Berlakunya sistem politik multipartai dimana jumlah
partai politiknya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan, membuat
dinamika politik di Indonesia menjadi semakin kompleks. Masyarakat
juga akansemakin sulit membedakan antara satu partai dengan partai
11
Bambang Cipto, 1999, Bebek Dungu Presiden Profesional dan Politik Dinasti, Yogyakarta:
BIGRAF Publishing, hal. 149
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
14
lainnya. Apalagi kalau politisi yang ada di dalamnya itu – itu saja.
Partai politik hanya ditempatkan sebagai pembungkus kepentingan
para elite politik. Hal ini membuat masyarakat semakin sulit
membedakan satu partai dengan partai lainnya. Positioning sebagai
suatu konsep marketing dapat digunakan partai politik untuk
memikirkan ulang strategi bersaing dalam sistem multipartai.
7. Partai Politik Dengan Politisi
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara. Pembahasan tentang partai
politik perlu diajukan mengingat banyak sekali keprihatinan atas
kondisi partai politik di Indonesia. Saya sendiri melihat telah terjadi
penyimpangan atau penipuan publik, dalam praktek – praktek politik
yang dilakukan elite politik terhadap partai politik.12 Paratai politik
dianggap dan dipakai sebagai kendaraan politik oleh individu –
individu untuk meraih kekuasaan. Mendudukkan partai politik sebagai
organisasi yang mampu mengantarkan individu untuk berkuasa telah
mereduksi arti penting partai politik di Indonesia. Partai politik yang
tadinya diharapkan akan dapat menjadi motor penggerak ide dan
gagasan baru untuk menyejahterakan rakyat telah berubah menjadi
pertempuran egoisitas individu untuk berkuasa. Partai politik yang
tadinya menjadi tumpuan harapan dasar untuk mencetak pemimpin –
pemimpin bangsa berkualitas telah berubah menjadi arena oportunis
kalangan eksternal yang menunggu untuk dipinang dan dicalonkan
menjadi legislatif atau eksekutif. Tidak heran kalau karenanya image
partai politik di mata publik menjadi negatif.
Selama ini telah terjadi dominasi individu kolektif yang dilakukan
para politisi terhadap partai politik. Partai politik memang didirikan
oleh politisi untuk mencapai tujuan politik.13 Namun ketika telah
dibentuk, sesungguhnya partai politik perlu menjadi dirinya sendiri.
12
13
Firmanzah, Ph, Op. Cit. Hal. 44
Ibid, hal. 45
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
15
Secara organisasi, partai politik memiliki misi, visi, tujuan jangka
panjang dan strategi. Di samping itu, partai politik dilengkapi pula
dengan segenap peraturan dan ketentuan yang dapat menjamin
tumbuhnya perilaku – perilaku politik tertentu pada diri para politisi
yang tergabung di dalamnya. Lebih lanjut lagi, partai politik juga
sekaligus menjamin dinamika kepentingan para politikus yang
menjadi anggotanya.
Namun bukan berarti partai politik harus selalu tunduk pada
kepentingan politik masing – masing politisinya. Ketika didirikan untuk
suatu tujuan jangka panjang, partai politik justru harus merupakan
suatu living organism14 yang terus – menerus melakukan adaptasi
dengan lingkungannya. Partai politik memang perlu memfasilitasi
kepentingan politisi, tapi pasti bukan sekedar alat yang bisa dengan
begitu saja dimanipulasi politisi untuk kepentingan pribadi atau
kelompok. Eksploitasi besar – besaran partai politik hanya terjadi
kalau ada individu – individu yang dianggap super dan menjadi
raison—d‘etre partai politik bersangkutan. Resikonya yang paling
besar adalah ketika organisasi partai politik tersebut ditinggal oleh si
individu super. Konflik dan perpecahanpun tak pelak lagi akan terjadi
sehingga dapat merusak kredibilitas partai politik tersebut di mata
publik.
Selain itu, dominasi individu terhadap partai politik telah
menciptakan para ―kutu loncat‖ politik yang bisa berpindah – pindah
dari satu partai politik ke partai politik lain tanpa hambatan apapun.
15
Partai politik, politisi, dan publik sudah menganggap fenomena
macam ini sebagai sesuatu yang biasa dan taken for granted. Sikap
yang menormalkan fenomena inilah yang menjadi penyebab utama
teruis
terjadinya
‗loncatan
–
loncatan‘
politik
yang
sekedar
dimaksudkan untuk kepentingan dirinya sendiri. Permasalahan
mendasar dalam hal ini adlah tidak adanya ideologi yang jelas dianut
14
Ibid, hal. 47
Arbi Sanit, 1981, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, hal. 23
15
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
16
partai – partai politik. Sebab, sesungguhnya ideologi partailah yang
menjadi penyaring untuk menyeleksi politisi – politisi seperti apa yang
bisa dan tidak bisa bergabung dalam partai politik bersangkutan.
Kejelasan ideologi yang dianut suatu partai politik memberikan
kejelasan pula pada identitas para politisinya sendiri, karena publik
memang mengidentifikasi seorang politikus dengan ideologi tertentu
yang dianutnya. Dengan demikian tidak begitu mudah bagi seorang
politikus untuk main loncat dan berpindah – pindah dari satu partai
politik ke partai politik lainnya. Soalnya, masing – masing ideologi
partai politik memiliki cirinya sendiri yang unik, berbeda dan jelas.
Karena itu bisa saja muncul ketidaksesuaian antara ideologi yang
dianut seorang politikus dengan ideologi partai politik yang akan
dimasuki, kalau dia sembarangan main loncat dari satu partai ke
partai lainnya. Misalnya, politisi yang berhaluan pasar bebas akan
mendapatkan kesulitan untuk masuk ke paratai sosialis. Semua
elemen partai baru dengan cepat mengidentifikasi ketidaksesuaian ini
dan akhirnya berujung pada penolakan.
8. Fungsi Pendidikan Politik bagi Politisi
Diatas telah kita ketahui bahwa pendidikan dalam politik sangat
penting bagi politisi, karena di dalam politisi perlu banyak
pengetahuan sebelum memulai suatu politik.16 Dibawah ini ada
beberapa fungsi pendidikan bagi politisi yaitu:
1. Untuk meneruskan pengetahuan politik dengan penerusnya.
2. Sebagai langkah awal untuk mengetahui bagaimana jalan
kerja dalam berpolitik dan agar bisa melakukan kiat-kiat apa
yang harus dijalani, dengan adanya pendidikan politik maka
akan lebih mudah untuk menjalani kegiatan politik pada saat di
laksanakan dan dengan catatan mengikuti ajaran yang
dipelajari.
16
http://www. Mush’ab Abdurrahman.co.cc/2012/26/12/ Pendidikan Politik
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
17
3. Untuk mengetahui apa saja yang harus di jalani dalam dunia
politik, baik norma-norma atau aturan-aturan politik sesuai
kode etiknya.
Fungsi-fungsi politik mengalami perubahan, tetapi tidak pada
budaya politiknya. Akibatnya, terjadi semacam paradoks.
C. Simpulan dan Saran
Pembahasan ini menunjukkan pada suatu kesimpulan bahwa
mempelajari suatu ilmu politik maka perlu membahas terlebih dahulu
istilah politik. Kemudian dalam perkembangan ilmu politik terdapat
penyelenggaraan suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik yang
kira-kira ada 30 negara. Lalu terdapat sistem multipartai dan persaingan
politik dalam hubungan antara politisi dengan partai politik, dan partai
politik memerlukan suatu ideologi, karena partai politik tanpa suatu
ideologi bagaikan sayur tanpa garam. Dan bagi seorang politisi tidak
mudah untuk main loncat dan berpindah – pindah dari satu partai politik
ke partai politik lainnya karena partai politik memiliki cirinya tersendiri.
Maka dari itu pendidikan politik bagi politisi sangat penting dalam dunia
berpolitik, karena politisi dalam banyak hal sangat membutuhkan
organisasi politik untuk mengembangkan kemampuan dalam berpolitik.
Adapun sarannya, besar harapan penulis bahwa melalui artikel ini
akan dapat ditumbuhkan kesadaran kolektif semua pihak dalam menilai
kedudukan partai politik sebagaimana mestinya. Dan kalau sudah begitu,
kehadiran partai politik dapat bermanfaat sebagai motor penggerak
demokrasi dan kontribusinya akan dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat luas. Selain itu, keadaan ini juga akan mengurangi cibiran
publik dan segala image negatif partai politik yang telah dibentuk.
Semoga dengan hasil artikel sederhana ini dapat bermanfaat dan
memahami arti pentingnya suatu pendidikan politik.
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
18
D. Referensi
Cipto, bambang,1999, Bebek Dungu Presiden Profesional dan Politik
Dinasti, Yogyakarta: BIGRAF Publishing
Winarno, Budi, 2007, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Pringwulung:
MedPress
Budiardjo, Miriam, 2004, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia
Utama
Firmanzah, Ph, 2008, Mengelolah Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Sanit, Arbi, 1981, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: PT RajaGrapindo
Persada
Sumber Lain:
http://www. Mush‘ab Abdurrahman.co.cc/2012/26/12/ Pendidikan Politik
SIVIC EDUCATION (Pendidikan Politik Bagi Politisi)
19
Download