Mengapa menggunakan Media Pembelajaran

advertisement
Peranan media pembelajaran dalam peningkatan kapasitas widyaiswara
(Mardin Widyaiswara LPMP Sulsel)
A. Pendahuluan
Proses belajar formal yang diselenggarakan di sekolah bertujuan untuk menguasai
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik, baik kognitif (
Pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (ketrampilan) sesuai dengan
tingkatan pendidikannya. Untuk itu, peserta didik diarahkan pada kegiatan
pembelajaran yang bisa membawa perubahan pada diri peserta didik secara
terencana. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, antara lain: pendidik, bahan / materi, berbagai sumber belajar, dan
media pembelajaran.
Pendidik termasuk widyaiswara bukanlah satu-satunya sumber belajar, peserta didik
atau peserta pendidikan dan pelatihan bisa belajar melalui media. Oleh karena itu,
peserta didik dapat berinteraksi dengan media atau sumber belajar lain.
Para
pendidik dituntut untuk mampu memilih, membuat sendiri media yang sangat
sederhana atau menggunakan media yang ada secara tepat, dan efisien. Semua yang
ada di sekeliling kita adalah media, pertanyaannya sejauhmana kita bisa
memanfaatkan benda yang ada di sekitar kita menjadi media yang tepat, sehingga
pembelajaran berlangsung secara efektif dan mampu memberikan hasil yang
maksimal.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan iman dan taqwa semakin
mendorong pendidik untuk mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.
Misalnya memanfaatkan komputer, serta mengakses informasi melalui jaringan
internet.
Proses kehidupan manusia sesungguhnya merupakan proses belajar.
Manusia
dikaruniai akal dan pikiran dengan kapasitas belajar yang melebihi mahluk lainnya.
Selain itu,
manusia juga dikenal sebagai mahluk yang memiliki kemampuan
menciptakan dan menggunakan alat untuk mempermudah penyelesaian aktivitas
mereka. Tersirat dari kedua karakteristik tersebut, manusia menggunakan alat untuk
mempermudah aktivitas belajar mereka. Secara empiris terbukti bahwa media
1
pembelajaran bukanlah hal baru, tetapi telah ada sejak jaman purbakala. Manusia
purba menggambar dinding goa, membuat model dari tanah liat dan sebagainya
untuk mengajari orang-orang mereka sekaligus generasi manusia yang akan datang.
Kemampuan manusia sebagai pembuat dan pengguna alat berlanjut hingga jaman
modern, dan dalam hal pembelajaran telah diciptakan berbagai alat bantu yang bisa
meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar mulai yang berbentuk sederhana
seperti gambar dua dimensi, chart, poster, grafik dan foto, kemudian berkembang
menjadi Audio Visual Aid (AVA) dan sekarang Multimedia (MM) dimana teks,
grafik , animasi, audio sudah diintegrasikan untuk memperkaya pengalaman belajar
peserta diklat.
Ada berbagai macam media pembelajaran yang dapat dipergunakan didalam proses
belajar. Secara garis besar media pembelajaran menurut Heinich, Molenda, dan
Russel dapat klasifikasi menjadi: 1) Media yang tidak diproyeksikan, 2) Media yang
diproyeksikan (projected media), 3) Media audio, 4) Media video dan film, 5)
Komputer, dan 6) Multimedia berbasis komputer.
Media yang tidak diproyeksikan terdiri dari beberapa jenis yaitu: benda nyata
(Objects/realia), replika dan model, kit multimedia, simulator, bahan cetak (printed
material), foto, gambar, chart, poster dan grafik. Contoh media yang diproyeksikan
terdiri dari: Filmstrip/film, Opaque, Slide, dan Overhead projector, sedangkan media
audio terdiri dari: record player, Audiotape player, CD player, dan radio.
Dari segi fungsi, media pembelajaran
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
secara non-technical dan technical sebagai berikut:
NON-TECHNICAL
TECHNICAL
Blackboards/whiteboards
Record player
Magnet boards/flannelboards/pegboards
Audiotape player/recorder
Flashcards/index cards
CD player/recorder
Wall charts, posters, maps, scrolls
Radio
Board games
Television
Mounted pictures/photos
Video player/recorder
Cartoons/line drawings
Telephone/teletrainer
Pamphlets/brochures/flyers/menus
Overhead projector
2
Equipment operation manuals
Filmstrip/film projector
Puppets
Opaque projector
Newspapers/books/magazines
Slide projector
Computer
Language lab
Computer lab
Multimedia lab
Internet/World Wide Web
Sumber: http://coe.sdsu.edu/eet/Admin/TOC/index.htm
Dengan media pembelajaran tersebut diharapkan proses belajar dapat berjalan lebih
menarik dan dapat memotivasi minat belajar dari peserta didik.
B. Proses Belajar
Proses Belajar dalam arti luas merupakan proses interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang terdiri dari manusia, benda-benda, tumbuhan, prosedur, tata
nilai dan sebagainya. Proses belajar dalam pengertian ini berlangsung dalam konteks
pertemanan, keluarga, pekerjaan dan dalam lingkup sosial yang lebih luas. Proses
belajar ini berlangsung terus menerus sepanjang hayat seseorang, disadari atau tidak
. Dalam proses belajar alami seperti ini maka segala sesuatu yang ada dalam
lingkungan atau konteks belajar merupakan media sekaligus sumber belajar.
Akan tetapi, sejak birokratisasi pembelajaran yang dimulai di Amerika sejak Perang
Dunia II (Lanham, 1993) maka pemahaman mengenai belajar menyempit. Proses
belajar diformalkan dan dipisahkan dari konteksnya agar rasional, terukur dan
prediksi sesuai karakter dan jiwa birokrasi yang memayunginya. Secara spesifik,
bentuk proses belajar seperti ini berlangsung dalam ruang kelas dimana ada pengajar
dan yang diajar.
Dalam proses belajar formal secara tradisional yang berbasis ruang kelas, proses
belajar menjadi terdekontekstualisasi sehingga timbul kesulitan bagi peserta diklat
untuk menyerap, memahami dan mempertahankan apa yang dipelajarinya karena
situasinya sangat berbeda dengan alam nyata dimana mereka bekerja. Apalagi bila
mereka sudah terbiasa terbantu dengan berbagai media dan sumber belajar real dalam
proses belajar alami. Juga karena naluriahnya manusia yang suka menggunakan alat.
Pada sisi lain pengajar juga mengalami kesulitan untuk menanamkan apa yang
3
diajarkan kepada peserta Diklat. Learning transfer atau Training Transfer
merupakan masalah yang belum menemukan pemecahan yang efektif.
Untuk mendekatkan kembali peserta diklat dengan konteks dimana hasil belajarnya
akan diaplikasikan, maka salah satu pemecahannya adalah dengan menggunakan
media pembelajaran. Lingkungan dengan segala isinya tidak semuanya bisa dibawa
ke ruang kelas. Untuk mendekatkan kembali peserta diklat dengan lingkungan real
tersebut, digunakan media.
Media pembelajaran hanya bisa efektif kalau ditunjang dengan pemahaman
mengenai bagaimana proses belajar berlangsung. Ada beberapa paradigma belajar
yang umum dipakai, yakni behaviorism, cognitivism dan constructivism.
Paradigma Cognitivism, dipopulerkan oleh (Skinner 1954, 1957; Watson, 1970) pada
dekade 60-an, berasumsi bahwa belajar merupakan kegiatan individu yang ditandai
oleh perubahan pada schema atau struktur pengetahuan otak manusia. Alat ukurnya
adalah daya ingat dan tingkat pemahaman. Oleh aliran ini, otak manusia dilihat
sebagai wadah yang diisi dengan pengetahuan yang sudah ada di luar sana melalui
proses pembelajaran. Belajar bagi penganut Cognitivism adalah proses transfer
pengetahuan dari sumber yang kaya pengetahuan ke tujuan yang lebih miskin
pengetahuan. Proses transfer pengetahuan pada saat belajar tersebut diassosiasikan
dengan pemrosesan informasi pada komputer yang meliputi rangkaian “input proses - output” (IPO). Dalam hal ini, belajar merupakan proses pengkodean
informasi yang diterima ke dalam memori (Input), lalu diassimilasikan kedalam
struktur pengetahuan dalam otak atau schema (Proses), dan selanjutnya disimpan
untuk diakses jika sewaktu-waktu diperlukan (Output).
Behaviorism berasumsi bahwa otak manusia merupakan kotak hitam yang tidak bisa
diamati secara objektif sehingga tidak cocok dijadikan objek penelitian. Bagi
penganut aliran ini, proses belajar dipandang sebagai perubahan perilaku yang
nampak dari luar. Jadi proses belajar merupakan proses pembiasaan menuju
perubahan perilaku yang diinginkan.
Paradigma Constructivism berasumsi bahwa pengetahuan tidak bersifat absolute,
akan tetapi bersifat tentative dan tergantung bagaimana individu mengkonstruksi
makna ketika berinteraksi dengan lingkungannya (Brunner, 1996; Murphy, 1997).
Jadi Constructivism mengakui bahwa manusia adalah mahluk sosial dan belajar
adalah proses dialektik yang tidak terjadi dalam social vacuum; dimana manusia
4
mencoba mendekati kebenaran dengan mengkonstruksi dan merekonstruksi
pemahaman mereka secara subjektif.
C. Apa itu Media Pembelajaran?
Ada beragam istilah yang akrab digunakan, seperti: alat bantu mengajar, media
pendidikan, Audio Visual Aid (AVA), alat peraga dan sebagainya. Dalam tulisan ini
digunakan istilah media pembelajaran, karena istilah media pembelajaran lebih
fleksibel dan akomodatif. Media pembelajaran dilihat dari fungsinya, bukan karena
bentuk, benda atau keberadaannya. Selama sesuatu diperlukan dalam proses
memahami, mencerna, memperlancar maka bisa digolongkan sebagai media
pembelajaran. Sebagai contoh, kursi jika hanya untuk duduk maka bukan sebagai
media pembelajaran, tetapi jika dipakai sebagai alat peraga dalam Diklat
Pertukangan maka kursi tersebut bisa dianggap sebagai media pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa Latin, dalam arti sempit dapat berarti perantara.
Media pembelajaran biasanya dipahami sebagai benda-benda yang dibawa masuk ke
ruang kelas untuk membantu efektifitas proses belajar mengajar. Pemahaman sempit
ini dipengaruhi oleh pandangan cognitivism diatas yang melihat proses belajar
sebagai tranfer pengetahuan dari pengajar ke peserta diklat yang kebanyakan
berlangsung dalam ruang kelas. Jika menggunakan pandangan constructivism maka
pengertian belajar dan media pembelajaran menjadi lebih luas. Media pembelajaran
tidak terbatas pada apa yang digunakan pengajar didalam kelas, tetapi pada
prinsipnya meliputi segala sesuatu yang ada dilingkungan peserta diklat dimana
mereka berinteraksi dan membantu proses belajar mengajar. Dalam pengertian luas
sumber belajar seperti: guru, hardware, software, teman, dapat dianggap sebagai
media pembelajaran (lihat Sadiman hal 6)
Socrates, seorang filsuf Yunani, dikenal dengan metode mengajarnya yang unik.
Dalam prakteknya dia dikelilingi oleh murid-muridnya yang berusaha mengalahkan
dia dalam berdebat mengenai topik yang dipelajari. Dari interaksi semacam ini
terjalin hubungan mentor yaitu Socrates dengan protégé yaitu murid-muridnya.
Metode belajarnya yang dinamakan discovery-based problem solving memberikan
keterampilan belajar seumur hidup, yaitu pertanyaan dijawab dengan pertanyaan.
Kesempatan untuk gagal diakui dari mana pemahaman yang lebih baik akan tumbuh.
Dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh Socrates di zamannya media
5
pendidikan telah ada, tetapi masih belum kompleks seperti apa yang ada sekarang.
Lingkungan nyata, murid-murid, serta Socrates sendiri bisa dianggap sebagai media,
karena melalui merekalah proses belajar mengajar itu terjadi.
Perkembangan teknologi memungkinkan proses belajar dimediasi dengan berbagai
alat yang dikenal dengan audio visual aid (AVA), komputer kemudian
menggabungkan keduanya menjadi Multi Media.
D. Mengapa AVA penting?
Alat bantu Audio Visual sangat efektif karena kebanyakan stimuli dalam lingkungan
belajar bisa dipersepsi melalui indra penglihatan. Misalnya gerakan, warna, ukuran,
bentuk semuanya dapat dilihat tapi tidak didengar atau dirasa. Menurut ahli, proporsi
masuknya pelajaran dari indra manusia adalah sebagai berikut: 80% melalui
penglihatan, 10% melalui pendengaran, 5% melalui perabaan, 3% melalui
penciuman, 2% melalui rasa. Jadi terlihat bahwa yang mendominasi adalah indra
penglihatan dan pendengaran. Namun demikian, penggunaan indra lain perlu pula
digunakan jika relevan sebagaimana tergambar pada diagram pie dibawah ini.
5%
3% 2%
10%
80%
6
Demikian juga dengan kerucut pengalaman berikut :
E. Mengapa Media Pembelajaran diperlukan?
Ada dua hal mengapa media pembelajaran dipergunaan, pertama karena kebutuhan
(demand), seperti yang kita ketahui kehidupan semakin kompleks, sehingga hal-hal
yang perlu dipelajari juga menjadi semakin rumit, olehnya itu proses mempelajarinya
juga menjadi semakin rumit. Disini media bisa membantu menyederhanakan konsep
yang rumit agar bisa dicerna dengan mudah. Kedua dewasa ini ketersediaan media
(supply) yang semakin beragam, sebagai akibat kemajuan teknologi disegala bidang
contohnya komputer.
Pertanyaan yang sering muncul mengapa media pentingnya dalam sebuah
pembelajaran? Kita harus mengetahui dahulu konsep abstrak dan konkrit dalam
pembelajaran itu sendiri. Proses belajar mengajar hakekatnya adalah proses
komunikasi, dimana penyampaian pesan dari seorang pengirim pesan dalam hal ini
seorang pengajar pada muridnya atau penerima. Pesan berupa isi atau ajaran yang
dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik secara verbal (kata-kata &
7
tulisan) maupun non-verbal, proses ini dinamakan encoding. Penafsiran simbolsimbol komunikasi tersebut oleh peserta diklat dinamakan decoding.
Manusia memiliki kemampuan mengeksternalisasi informasi sehingga otak mereka
terbebas dari hal-hal yang kecil untuk bisa berpikir mengenai yang besar. Menurut
Norman (1993) “Puncak dari kemampuan berpikir manusia tidak semata-mata
terletak pada kemampuannya bernalar atau mengingat tapi pada kemampuanya
membangun artefak kognitif eksternal untuk menutupi keterbatasan daya ingat
jangka panjang mereka”.
Oleh karena itu kemampuan pengajar seperti widyaiswara, guru atau dosen
menggunakan alat bantu akan turut meningkatkan kapasitas mereka dalam mengajar.
Tetapi proses komunikasi tidak selamanya berjalan dengan mulus walaupun dengan
menggunakan media pembelajaran sekalipun.
Ada kalanya penafsiran berhasil oleh peserta diklat adakalanya tidak, kegagalan atau
ketidakberhasilan dalam memahami apa yang didengar, dibaca,dilihat dan diamati
dalam proses komunikasi dikenal dengan istilah barriers atau noise. Semakin banyak
verbalisme semakin abstrak pemahaman yang diterima.
Pengalaman belajar yang paling lengkap adalah yang terjadi di tempat kerja karena
peserta diklat terlibat secara penuh berinteraksi dengan lingkungannya yang
sekaligus berfungsi sebagai media dan sumber belajar. Akan tetapi, ketika proses
belajar dipisahkan dari tempat kerja dan diselenggarakan di ruang kelas, maka
konteks yang menyediakan media dan sumber belajar otentik tersebut menjadi
hilang. Untuk itu, proses dan pengalaman belajar perlu diperkaya dengan menyentuh
sebanyak mungkin indra peserta diklat. Dalam konteks belajar di ruang kelas, indra
peserta diklat bisa disentuh dengan menggunakan media pembelajaran.
Selain mempermudah, Media pembelajaran ada sejumlah alasan lainnya mengapa
diperlukan dalam proses belajar mengajar dalam diklat sebagaimana berikut ini:
1. Menghindari resiko
Sebagian proses belajar memiliki resiko sehingga sebelum dilakukan di dunia
nyata terlebih dahulu perlu dilatihkan dalam kondisi yang tidak real. Disini media
8
bisa membantu mendekatkan kepada keadaan real tetapi mengeliminasi faktor resiko
tersebut. Misalnya, seorang calon penerbang belajar menggunakan flight simulator
sebelum menerbangkan pesawat yang sebenarnya. Pelatihan bagi aparat kepolisian
dalam menjinakkan bom, zat berbahaya, dan pelatihan anti teror tentu saja harus
dimulai dengan alat peraga. Seorang mahasiwa kedokteran menggunakan alat bantu
dalam mempelajari bagaimana mengoperasi pasien.
2. Keterbatasan Ruang
Karakteristik Objek yang dipelajari, misalnya ukurannya besar, makro
(sistem planet, gerhana matahari maupun bulan) terlalu kecil (renik), abstrak (ide,
konsep, udara, hantu, dsb. Disajikan dalam bentuk diagram atau sketsa), tidak mobile
(proses produksi).
Sebagian objek yang dipelajari ukurannya begitu besar sehingga tidak praktis untuk
dibawa masuk ke ruang kelas dan juga tidak ada waktu untuk mengunjunginya.
Sedangkan yang terkait dengan hewan, bangunan, kendaraan, tempat bersejarah,
ataupun yang tidak dapat dipindahkan seperti hutan, gunung, sawah. Pilihan yang
ada adalah membuat replika atau mengunjunginya .
3. Keterbatasan Waktu
Proses yang berlangsung lama atau lambat (revolusi kemerdekaan Indonesia,
proses mekarnya bunga, proses pembangunan dari waktu ke waktu), sudah terjadi
(film sejarah), gerakkan yang terlalu cepat (banyak dipakai dalam pelatihan dibidang
olah raga untuk menayangkan secara ulang gerakkan tertentu yang susah diamati
dengan kecepatan normal dengan menggunakan super slow motion picture).
F. Manfaat Media Pembelajaran
Pemanfaatan media pembelajaran selain dapat memberi kontribusi terhadap
pengetahuan dan keterampilan peserta diklat juga dapat membantu tenaga pengajar
untuk mempermudah proses belajar, memperjelas materi pembelajaran dengan
beragam contoh yang konkret, memfasilitasi interaksi dengan peserta diklat,
memberi kesempatan praktek kepada peserta diklat, dan memberi kesempatan
evaluasi beragam bentuk media pembelajaran (Pannen, dkk, 2003).
9
Media Pembelajaran yang biasa dipakai pada proses belajar mengajar ada beragam
jenis diantaranya media cetak seperti: hand out, diktat, buku teks, dan bahan lain
dalam bentuk cetakan (printed). Hal ini terjadi karena media cetak dipandang bersifat
luwes untuk digunakan sebagai media baik dalam aktivitas pembelajaran individual
maupun kelompok. Disamping itu, media cetak mempunyai harga yang relatif lebih
murah jika dibandingkan dengan jenis media lain.
Selain media cetak media lain yang sering digunakan adalah media overhead
transparansi
merupakan jenis media visual setelah papan tulis (board), banyak
digunakan karena sangat mudah untuk menyiapkannya.
Untuk media audio visual yang banyak digunakan adalah VCD dan DVD, media ini
biasanya banyak digunakan untuk mengajarkan pengalaman belajar yang tidak dapat
dilihat secara langsung, misalnya dalam mata ajaran mekanik. Media video mampu
memperlihatkan gerakan mekanik yang perlu dipelajari oleh peserta diklat.
Penayangan gerakan mekanik dapat diperlihatkan melalui gerakan lambat sehingga
peserta diklat dapat lebih memahami esensi gerakan tersebut.
Rekaman audio dalam proses pembelajaran digunakan sebagai sarana untuk
melakukan analisis terhadap jenis bunyian-bunyian tertentu, media audio banyak
digunakan untuk mempelajari pengucapan (pronounciation) suatu bahasa dan
mendokumentasikan unsur suara.
Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran tidak hanya terbatas pada
perangkat keras saja tetapi juga perangkat lunak. Aplikasi program komputer telah
banyak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang efektif untuk menguasai
kompetensi spesifik.
Saat ini aplikasi komputer tidak lagi hanya digunakan untuk keperluan pengetikan
dan komputasi semata. Perkembangan teknologi komputer yang amat pesat telah
memungkinkan individu memanfaatkan komputer untuk keperluan yang beragam.
Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran juga berkembang sejalan dengan
pesatnya kemajuan teknologi komputer. Komputer telah digunakan dalam beragam
keperluan pembelajaran seperti alat bantu desain, rekayasa dan penelitian terutama
dalam bidang ilmu teknik dan sains.
10
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan secara garis besar beberapa manfaat
media pembelajaran antara lain:
1) memberikan pengalaman kongkrit,
2) meningkatkan motivasi belajar,
3) meningkatkan daya serap dan
4) meningkatkan retensi atau daya ingat.
Media pembelajaran diperlukan oleh seorang widyaiswara agar apa yang diajarkan
bisa diterima dan dicerna dengan mudah oleh peserta diklat, memperjelas pesan agar
tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra,
menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar,memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori & kinestetiknya, memberi rangsangan yang sama, mempersamakan
pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton, 1985 adalah
sebagai berikut:
1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar.
2. Pembelajaran dapat lebih menarik .
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek.
5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.
7. Sikap positif peserta diklat terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan.
8. Peran widyaiswara berubahan kearah yang positif.
G. Implikasi penggunaan media pembelajaran
Diatas telah dijelaskan manfaat dan pentingnya media pembelajaran. Sekarang
bagaimana implikasi penggunaan media pembelajaran tersebut? Proses belajar
mengajar merupakan proses rangsangan dan gerak balas peserta diklat, peran aktif
peserta diklat dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuan sangat
diutamakan. Widyaiswara hanya memfasilitasi peserta diklat guna mengikuti polapola kognitif dan memperlihatkan konsep pengetahuannya itu dapat berlaku benar
11
untuk setiap keadaan atau sudah baku menurut referensi ilmu dan kebenaran
epistimologi tertentu. Tapi yang masih menjadi masalah hingga kini terletak pada
proses pembelajaran yang masih menganggap peserta diklat sebagai obyek yang
tidak mengetahui sesuatu.
Dalam proses pembelajaran rangsangan itu terkandung pesan intelektual, emosi dan
afektif. Pesan akan lebih mudah ditangkap oleh peserta diklat apabila tersaji melalui
media empirik yang beraneka ragam, seperti film, slide, foto, grafik, serta diagram.
Dari media inilah peserta diklat terpacu untuk mengeluarkan ide, konsep atau
membantu mereka mencerna sesuatu yang abstrak.
Dengan fasilitas empirik itu sesuatu yang abstrak atau bersifat historis direduksi pada
suatu kenyataan yang bisa diinderai, dengan demikian persepsi temporal dan
kebutuhan untuk mempelajarinya bisa muncul.
Berkaitan dengan aktualisasi fasilitas
empiris ini, tidak ada salahnya bagi
widyaiswara untuk menjadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat
sebagai topik aktual dalam proses pembelajaran. Hal ini penting dilakukan agar
peserta diklat berimpresi positif bahwa sebenarnya pengetahuan itu bisa diperoleh
lewat lingkungan sekitarnya, dan bahkan pengetahuan itu terjadi dan sudah ada
dalam dirinya. Yang harus mereka lakukan sekarang adalah memposisikannya secara
konseptual dan tercerna. Agar hal ini bisa tercerna maka widyaiswara perlu
mempersiapkan skenario pembelajaran yang tepat dan sesuai.
Sebelum widyaiswara tampil di depan kelas, sudah memikirkan atau memiliki
konsep tertentu tentang topik yang ingin dibahas. Konsep itu tidak lain berupa
sasaran kompetensi dan suasana yang ingin dibangun dalam proses pembelajaran.
Widyaiswara dapat menggunakan pendekatan rasional dan fungsional untuk topik ini
karena selain widyaiswara menyampaikan konsep atau teori yang harus dicerna oleh
peserta diklat.
Dalam proses pembelajaran widyaiswara boleh menggunakan
beberapa metode sekaligus seperti: metode ceramah, diskusi dan tugas. Demikian
juga dengan media pembelajaran yang ingin dipakai untuk membangkitkan perhatian
dan menarik minat peserta diklat, sebelum memulai topik terlebih dahulu disajikan
gambar, foto, film, atau slide OHP yang berhubungan dengan topik.
12
Dari beberapa jenis media pembelajaran yang paling populer digunakan adalah OHP,
LCD, bahan cetak berupa hand out, diktat, modul, hingga yang paling sederhana
dimana setiap widyaiswara memakainya yaitu white board. Untuk menggunakan
media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran seorang widyaiswara
harus mengetahui dasar pertimbangan pemilihan media pembelajaran yaitu: harus
berdasarkan tujuan instruksional, karakteristik peserta diklat, jenis ransangan belajar
yang diinginkan, keadaan dan kondisi setempat (ada OHP tidak ada listrik, ada
powepoint dan laptop tapi tidak ada LCD projector, PLN sering padam), luasnya
jangkauan yang ingin dilayani (lihat Sadiman 1986, hal 84).
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat menuntut widyaiswara tidak
hanya perlu secara terus menerus memperbaharui pengusaan materi yang akan
diajarkan tapi juga mampu menyampaikan materi tersebut secara efektif kepada
peserta diklat. Penggunaan media pembelajaran saat ini bukan merupakan suatu hal
yang baru baik bagi peserta diklat maupun widyaiswara. Jenis pemanfaatan media
pembelajaran oleh widyaiswara masih didominasi media cetak, sedangkan media
pembelajaran lainnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan belajar
mengajar contohnya masih banyak widyaiswara hanya menggunakan transparansi
dengan OHP dalam mengajar, masih sedikit yang menggunakan komputer sebagai
media pembelajaran.
Widyaiswara perlu mengetahui manfaat penggunaan media pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas penguasaan kompetensi yang perlu dimiliki oleh peserta
diklat. Agar penggunaan media pembelajaran dapat memberikan kontribusi yang
optimal terhadap hasil belajar maka penggunaan media pembelajaran harus
dintegrasikan dengan kegiatan belajar.
Bacaan
Aderman, B. & Choi, J.(1997). Job portfolio: It's the door opener.Adult Learning,
8(4), 1045-1595. Retreived November 7, 2005, from EBSCO Host Research’s
Database.
Allen, B., Otto, R. (2001). Media as Lived Environments: The Ecological
Psychology of Educational Technology. The Handbook of Research For Educational
13
Analyze audience and content and design methods before selecting delivery
media.http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/03/03/0056.html
Anglin, G.J., Hossein, H., & Cunningham, K.L. (2004). Visual representations and
learning: The role of static and animated graphics. In D. Jonassen, (Ed.), Handbook
of research on educational communications and technology (2nd ed., pp. 865-916).
Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Anderson, J. (1985). Cognitive psychology and its implications (2nd ed.). New York:
W. H. Freeman.
Anderson, L.W., & Krathwohl (Eds.). (2001). A Taxonomy for Learning,Teaching,
and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New
York: Longman.
Anglin, G. J., Towers, R. L., & Levie, W. H. (1996). Visual message design and
learning: The role of static and dynamic illustrations. In D. H. Jonassen (Ed.),
Handbook of research for educational communications and technology (pp. 755794). New York: Simon & Schuster Macmillan.
Arsyad, Azhar. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bretz, Rudy. 1971. A Taxonomi of Communication Media. Education Technology
Publication, Englewood, Cliffs, N.J
Dale, E. (1969). Audio Methos in Teaching. (Third Edition) New York: The Dryden
Press, Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Gagne, R.M. (1970) The Condition of Learning. New York Hort Rinehart, and
Winston, Inc. (Original work published 1965)
Briggs, Leslie J. (1970) Instructional Design Principle and Aplication. New Jersey:
Prentice Hall inc.
Heinich, Molenda, dan Russel, 1969. Instructional Media. New York: Macmillan
Miarso, Yusufhadi. (2004) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media.
Nana Sudjana, Ahmad Rivai. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algendindo.
Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. 1990. Media
14
Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta:
CV Rajawali.
Schramm, Wilbur. 1977. Big Media and Little Media. Tools and Technology for
Instruction, Sage Publications. Inc California
Susilana, Rudi & Cepi Riyana. (2007). Media Pembelajaran. Bandung: CV
Wacana Prima.
Reiser, R.A. & Dick, W. (1996). Instructional Planning: A Guide for Teachers.
Needham Heights, Massachusetts: Allyn and Bacon
Sadiman, Arief S., Rahardjo, R., Haryono, A., dan Rahardjito (1986). Media
Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan pemanfaatanya. Jakarta: RajaGrafindo
Persada
15
Download