Drug-Induced Liver Injury

advertisement
LAPORAN KASUS
Drug-Induced Liver Injury (DILI) pada
Penggunaan Propiltiourasil (PTU)
Rianyta*, Sandra Utami**
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan,
Siloam Hospitals Kebon Jeruk, Jakarta, Indonesia
*
**
ABSTRAK
Propiltiourasil (PTU) merupakan salah satu obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi hati (drug-induced liver injury, DILI) pada
pasien hipertiroidisme yang diterapi dengan obat ini. Gangguan yang dilaporkan bervariasi dari peningkatan ringan asimtomatik enzim
aminotransferase sampai pada kegagalan hati akut (acute liver failure). Meskipun peningkatan asimtomatik enzim hati didapatkan pada pasien
hipertiroidisme yang tidak diobati, pengenalan disfungsi hati pada pasien yang diterapi dengan PTU membutuhkan penghentian obat segera
dan pemantauan yang ketat, karena deteksi dini dapat menurunkan tingkat keparahan jika obat tersebut dihentikan secepatnya. Dalam artikel
ini kita akan membahas kasus gangguan fungsi hati akibat PTU yang terjadi pada wanita muda yang menderita hipertiroidisme. Pasien ini
dirawat selama 10 hari, dan pulang dengan perbaikan yang bermakna.
Kata kunci: drug-induced liver injury, propiltiourasil, hepatotoksisitas
ABSTRACT
Propylthiouracil (PTU) has been implicated in drug-induced liver injury (DILI) in patients with hyperthyroidism treated with this medication.
Reported injury has ranged from mild asymptomatic elevation of aminotransferase enzymes to acute liver failure. Although asymptomatic
elevations in hepatic enzymes have been described in patients with untreated hyperthyroidism, recognition of hepatic dysfunction in a patient
taking PTU requires immediate discontinuation of the drug and close follow up, because early detection and drug discontinuation can reduce
disease severity. This article discuss a case of drug induced liver injury from PTU in hyperthyroid young woman. The patient was admitted for
10 days, and was discharged with significant improvement. Rianyta, Sandra Utami. Drug-Induced Liver Injury (DILI) in Propylthiouracyl
(PTU) Use.
Key words: drug-induced liver injury, propylthiouracil, hepatotoxicity
PENDAHULUAN
Obat-obatan adalah salah satu penyebab
terpenting gangguan fungsi hati. Gangguan
fungsi hati dapat diakibatkan dari proses
menghirup, menelan atau pemberian
parenteral dari sejumlah zat farmakologi
dan kimia.1 Lebih dari 900 jenis obat, racun
dan herbal telah dilaporkan menyebabkan
gangguan tersebut. 20-40% kasus kegagalan
hati tingkat berat (fulminan) diakibatkan
karena obat. Sekitar 75% reaksi idiosinkrasi
obat mengakibatkan perlunya transplantasi
hati atau parahnya dapat menimbulkan
kematian. Gangguan fungsi hati akibat obat
adalah salah satu alasan untuk menghentikan
obat yang sudah diberikan. Para dokter
harus waspada dalam mengidentifikasi
Alamat korespondensi
278
gangguan fungsi hati akibat obat, karena
deteksi dini dapat menurunkan tingkat
keparahan jika obat tersebut dihentikan
secepatnya. Manifestasi klinis gangguan
fungsi hati akibat obat umumnya bervariasi,
mulai dari peningkatan enzim hati yang
asimtomatik sampai kegagalan hati fulminan.
Pengetahuan tentang obat yang terlibat serta
kecurigaan yang tinggi sangat dibutuhkan
dalam menegakkan diagnosis.2 Laporan kasus
ini membahas penggunaan propiltiourasil
(PTU) sebagai pengobatan hipertiroidisme
yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
hati (drug-induced liver injury, DILI) .
LAPORAN KASUS
Seorang wanita, usia 35 tahun, datang dengan
keluhan mata, badan kuning dan buang air
kecil seperti teh, serta gatal di seluruh tubuh
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien didiagnosis
mengidap hipertiroidisme 1 bulan yang lalu
dan saat ini sedang mendapat pengobatan
propiltiourasil 150 mg/tablet sebanyak
3x3 tablet per hari. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tekanan darah 140/100 mmHg,
nadi 108 kali/menit, suhu 37,4oC, frekuensi
napas 20 kali/menit, berat badan 53 kg,
tinggi badan 165 cm, IMT : 19,47 kg/m2 (berat
badan normal). Sklera dan palatum mole
yang tampak ikterik, struma nodosa bilateral,
dan hepatomegali. Pada pemeriksaan
laboratorium, didapatkan bilirubin total 19,94
mg/dL, direk 14,31 mg/dL, indirek 5,63 mg/
dL, fosfatase alkali 261 U/L (N: 40-150 U/L),
email: [email protected]
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
LAPORAN KASUS
SGOT 48 U/L, SGPT 80 U/L, Kadar albumin
dan kolinesterase serum masih dalam batas
normal. Pemeriksaan serologi untuk hepatitis
A, B, dan C negatif. Sedangkan kadar hormon
tiroid menunjukkan peningkatan kadar
FT4 (3,59 ng/dL) dan T3 total (2,34 ng/mL)
disertai kadar TSHS yang rendah (<0,010 U/
mL). Pada USG abdomen, tidak ditemukan
kelainan pada hepar dan traktus biliaris. Pada
USG tiroid, didapatkan struma ringan nodosa
bilateral dengan beberapa lesi di dalamnya,
mengarah kista darah lama memadat, tidak
mengarah ke lesi malignan. Pada perawatan,
PTU dihentikan. Pasien mendapat terapi asam
ursodeoksikolat 2x1 tablet PO, kolestiramin
2x4 gram PO, hepatoprotektor, dan steroid
(metilprednisolon) 2x125 mg IV (tapering off
1x16 mg PO→1x8 mg PO→1x4 mg PO) Seiring
dengan penurunan kadar bilirubin total 19,94
mg/dL menjadi 4,88 mg/dL kemudian 1,6 mg/
dL; bilirubin direk 14,31 mg/dL turun menjadi
3,56 mg/dL, kemudian 1,0 mg/dL; bilirubin
indirek 5,63 mg/dL turun menjadi 1,32 mg/
dL kemudian 0,6 mg/dL, metilprednisolon ditapering off. Pasien pulang dengan perbaikan,
dan fungsi hati membaik (SGOT 48 U/L turun
menjadi 26 U/L kemudian 14 U/L, SGPT 80 U/L
turun menjadi 66 U/L kemudian 21 U/L); diberi
tiamazol 1x10 mg/tablet sebagai pengganti
PTU.
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Obat golongan tioamid diperkenalkan pada
tahun 1940 untuk terapi hipertiroidisme.
Karena efektivitas terapeutik dan efek samping
yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan
derivat tiourasil lainnya, PTU menjadi obat
pilihan dalam pengobatan hipertiroidisme.4
Efek farmakologis PTU melalui dua
mekanisme berbeda, menghambat reaksi
yang dikatalisis enzim tiroid peroksidase
dan iodium dari interaksi normal mereka
dengan tiroglobulin menjadi bentuk T3 dan
T4, selain itu juga menghambat enzim 5’deiodinase yang bertanggung jawab dalam
konversi T4 menjadi bentuk aktifnya T3 di
perifer 4,5. Efek samping umumnya berkaitan
dengan rasa gatal, mual, muntah, hilang
rasa pengecap, nyeri sendi dan otot, sakit
kepala. Yang jarang terjadi namun serius yaitu
penurunan leukosit darah (agranulositosis),
trombositopenia, kerusakan hati berat dan
kegagalan hati sehingga menyebabkan
sebagian pasien memerlukan transplantasi
hati. PTU dapat menembus plasenta. Sejak
metimazol dikaitkan dengan abnormalitas
janin (embriopati, cutis aplasia), PTU dapat
digunakan pada kehamilan trimester pertama
jika dibutuhkan, dan pada pasien yang alergi/
intoleran terhadap metimazol.2,3,9 Jika PTU
diperlukan selama kehamilan, sebaiknya
digunakan dosis efektif terkecil.
Patofisiologi
Obat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati dalam beberapa cara. Sebagian langsung
merusak hati, lainnya diubah oleh hati menjadi
bahan kimia yang dapat berbahaya bagi hati
secara langsung maupun tidak langsung.
Ada 3 jenis penyebab hepatotoksisitas, yaitu
toksisitas bergantung dosis (dose-dependent
toxicity), toksisitas idiosinkratik (idiosyncratic
toxicity), dan alergi obat (drug allergy).10
Hepatotoksisitas tergantung dosis cukup
sering terjadi dan dapat karena dosis obat terlalu tinggi10. Toksisitas idiosinkratik ditemukan
pada orang yang mewarisi gen spesifik yang
mengontrol perubahan senyawa kimia obat
tertentu dan mengakibatkan akumulasi obat
tersebut atau produk metabolitnya yang
berbahaya bagi hati. Kejadian ini biasanya
jarang dan tergantung obat, terjadi kurang
dari 1-10 per 100.000 pasien. Meskipun risiko
toksisitas idiosinkrasi rendah, jenis ini yang
umum terjadi karena banyaknya pemakaian
obat dan penggunaan beberapa macam obat.
Toksisitas idiosinkrasi sulit dideteksi dalam uji
klinis awal yang biasanya melibatkan paling
banyak beberapa ribu pasien. Alergi obat
juga dapat menyebabkan hepatotoksisitas,
meskipun jarang. Pada alergi obat, hati
mengalami peradangan ketika terjadi reaksi
antigen-antibodi antara sel imun tubuh
terhadap obat.10
Gangguan fungsi hati akibat obat berupa
kerusakan hepatoseluler dan kolestasis
parah bahkan berakibat fatal. Mekanisme
kerusakannya disebabkan langsung atau
reaksi hipersensitivitas sekunder (dimediasi
sistem imun).4
Gambar 1 Ilustrasi mekanisme gangguan fungsi hati karena obat, yang melibatkan metabolisme obat, kerusakan hepatosit,
aktivasi sel imun tubuh, dan produksi mediator yang merusak jaringan. CYP menunjukkan sitokrom P-450; IFN (interferon); IL
(interleukin); NK (natural killer cell); TNF (tumor necrosis factor)12
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
Manifestasi Klinis, Diagnosis, Komplikasi
Adanya gejala anoreksia nonspesifik, mual,
rasa gatal dan kelelahan sampai ikterus yang
jelas pada pemakaian obat atau suplemen
diet, baik yang diresepkan ataupun tidak,
harus meningkatkan kecurigaan terhadap
hepatotoksisitas akibat obat5. Diagnosis
hepatotoksisitas akibat obat berdasarkan
International Consensus Criteria11:
1) Waktu antara mulai minum obat sampai
gejala reaksi nyata muncul umumnya 5-90
hari.
2) Reaksi sesudah penghentian obat berupa
279
LAPORAN KASUS
Kebanyakan pengobatan bersifat suportif dan
simtomatis.2,10 Penanganan dilakukan dengan
pemberian kortikosteroid (metilprednisolon)
untuk menekan gejala sistemik yang berkaitan
dengan hipersensitivitas atau reaksi alergi,
mengingat reaksi inflamasi juga berperan
dalam kejadian hepatotoksis akibat obat2.
Salah satu gejala yang paling mengganggu
pada pasien dengan penyakit hati dan
empedu adalah rasa gatal. Rasa gatal ini
diyakini dalam beberapa kasus merupakan
hasil akumulasi asam empedu di kulit karena
gangguan eliminasi oleh hati atau saluran
empedu.
Diagram 1 Penyebab hepatotoksisitas7
penurunan enzim hati paling tidak 50% dari
konsentrasi di atas batas normal terjadi dalam
8 hari.
3) Penyebab lain gangguan fungsi hati
harus disingkirkan dengan pemeriksaan teliti
termasuk infeksi hepatitis karena virus, bakteri,
alkohol, hepatitis autoimun, penyakit traktus
biliaris, dan gangguan hemodinamik.
4) Dijumpai respons positif pada pemaparan
ulang dengan obat yang sama, setidaknya
kenaikan dua kali lipat kadar enzim hati.
Gambaran klinis hepatotoksisitas akibat obat
yang paling mudah dikenali adalah kerusakan
hepatoseluler akut dan kolestasis. Kerusakan
hepatoseluler akut sering berkaitan dengan
gejala badan lemas, nyeri perut, dan ikterus.
Kadar alanin aminotransferase meningkat
tajam dengan peningkatan minimal kadar
alkali fosfatase. Kombinasi ikterus, gangguan
fungsi hati (ditandai dengan meningkatnya
prothrombin time [PT] atau activated partial
thromboplastin time [APTT]) serta ensefalopati
mengindikasi gangguan fungsi hati berat.
Perkembangan gejala-gejala di atas kurang
dari 26 minggu merupakan ciri khas
gangguan fungsi hati akut pada pasien tanpa
sirosis sebelumnya. Sindrom hepatoseluler
akut mempunyai prognosis buruk bila tidak
dilakukan transplantasi hati.
Penyakit kolestasis hati ditandai dengan ikterus
dan gatal-gatal, dengan kadar alkali fosfatase
meningkat tajam di awal. Penyembuhan
umumnya sempurna tetapi membutuhkan
waktu beberapa minggu atau bulan.5
280
Transplantasi hati mungkin diperlukan pada
beberapa pasien dengan gagal hati akut.
Prognosis
Prognosis sangat bervariasi tergantung gejala
klinis pasien dan stadium, ditentukan dari
etiologi, derajat ensefalopati, dan komplikasi
seperti infeksi.2 Dalam sebuah studi prospektif
di Amerika Serikat tahun 1998-2001, ratarata kelangsungan hidup seluruh pasien
(termasuk yang menerima transplantasi hati)
adalah 72%.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi
3x3 tablet PTU/hari selama 1 bulan, kemudian
badan, matanya menjadi kuning, gatal, urin
seperti teh, ditambah dengan pemeriksaan fisik
dan penunjang yang mengarah ke gangguan
fungsi hati. Penyebab keluhan tersebut diduga
adalah hepatotoksisitas karena obat dengan
gambaran klinis kolestasis, mengingat PTU
rutin diminum dan tidak ada riwayat minum
alkohol, jamu, maupun obat herbal. Penyebab
lain seperti hepatitis karena virus Hepatitis A,
B, dan C sudah disingkirkan. Gangguan sistem
bilier juga disingkirkan melalui hasil USG yang
tidak menunjukkan adanya batu empedu
ataupun radang kandung empedu. Gangguan
hemodinamik sudah bisa disingkirkan sejak
awal, sebab pasien masuk dengan tandatanda vital stabil. Selain itu tidak tampak tanda
dan gejala lain yang mengarah ke autoimun.
Pengobatan paling penting untuk DILI
adalah penghentian obat penyebab.
Kolestiramin, suatu sekuestran asam
empedu, membentuk kompleks asam
empedu di saluran pencernaan yang tidak
larut dan disekresikan melalui feses. Dengan
mengurangi penyerapannya, kolestiramin
mempercepat eliminasi asam empedu.13
Kegunaan asam ursodeoksikolat pada
kasus DILI, melindungi kolangiosit yang
terluka akibat efek toksik asam empedu,
stimulasi detoksifikasi asam empedu, dan
menghambat apoptosis hepatosit.14 Obatobatan hepatoprotektor melindungi hati dari
kerusakan berat dengan cara menghambat
reaksi inflamasi serta menstabilkan membran
mitokondria.7
Selama 1 minggu perawatan di rumah
sakit, pasien menunjukkan kesembuhan
bermakna.
SIMPULAN
PTU merupakan terapi pilihan untuk
pengobatan hipertiroidisme pada pasien
hamil trimester pertama, atau pada pasien
yang alergi atau intoleran terhadap golongan
methimazole. Tanda dan gejala gangguan
fungsi hati mesti dipantau ketat, khususnya
selama 6 bulan pertama terapi PTU. Pada
kecurigaan gangguan fungsi hati, segera
hentikan pengobatan PTU, evaluasi tanda
kerusakan hati serta berikan perawatan
suportif. Pasien diminta segera menghubungi
tenaga kesehatan apabila dijumpai tanda
serta gejala badan lemas, lelah, nyeri perut
yang tidak jelas, hilang nafsu makan, gatalgatal, mudah berdarah, atau kuning pada
mata/kulit.
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
LAPORAN KASUS
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dienstag JL. Toxic and Drug-Induced Hepatitis. Dalam: Kasper D et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine, Volume II, 17th ed, New York, McGraw-Hill, 2008, 1949-1955.
2.
Mehta N. Drug-Induced Hepatotoxicity. Available from URL : www. Emedicine.medscape.com/article/169814-overview. April, 26, 2010.
3.
Propylthiouracil. From Wikipedia, the free encyclopedia. Available from URL : www.en.wikipedia.org/wiki/propylthiouracil.
4.
Mete U, Kaya M, Colakoglu S, et al. Ultra-Structure of the Liver in Propylthiouracil Induced hepatitis. Case report. J.Islamic Acad. Sci. 1993; 6:4, 268-76.
5.
Carrion AF, Czul F, Arosemena LR. et al. Propylthiouracil-Induced Acute Liver Failure: Role of Liver Transplantation. Case Report. Internati. J. Endocrinol. 2010, Article ID 910636, 5 pages.
6.
Navarro VJ, Senior JR. Review article : Current Concepts Drug-Related Hepatotoxicity. New Engl J Med 2006; 354:731-9.
7.
Yang B-S, Ma Y-J, Wang Y, et al. Protective effect and mechanism of stronger neo-minophagen C against fulminant hepatic failure. World J. Gastroenterol 2007; 13(3): 462-6.
8.
Cholestyramine. From Wikipedia, the free encyclopedia. URL : www.en.wikipedia.org/wiki/cholestyramine.
9.
Propylthiouracil-side effects, dosing, drug interactions. From MedicineNet. URL : www.medicinenet.com/propylthiouracil-oral/article.htm.
10. Lee D. Drug Induced Liver Disease. URL : www.medicineNet.com. July, 26, 2012.
11. Bayupurnama P. Hepatotoksisitas imbas obat. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta. Juni 2006 : 471-4.
12. Holt MP, Ju C. Mechanisms of Drug-Induced Liver Injury. Amer Assoc Pharmaceutical Scientists 2006; 8 (1) article 6 (http://www.aapsj.org).
13. Ogbru O, Marks JW. Cholestyramine, Questran, Questran Light. Available from URL : www.medicinenet.com/cholestyramine/article.htm.
14. Baumgartner G, Beuers U. Mechanisms of Action and Therapeutic Efficacy of Ursodeoxycholic Acid in Cholestatic Liver Disease. Clin Liver Dis 2004; 8 : 67– 81.
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
281
Download