Makalah Transgenik CP-SMV Kedelai

advertisement
1
TRANSFORMASI GENETIK KEDELAI MELALUI Agrobacterium :
STRATEGI PERAKITAN KEDELAI TAHAN VIRUS SMV YANG
MENGEKSPRESIKAN COAT PROTEIN – SMV
Agung_Astuti*, I.A. Rineksane*, Sismindari** dan J.B. Mardiyono***
*) Agronomi Pertanian UMY
**) Farmasi UGM
***) HPT Pertanian UGM
ABSTRAK
Rekayasa genetik tanaman (transgenik) merupakan suatu metode baru untuk
menghasilkan tanaman tahan virus, dengan mekanisme Coat Protein-Mediated Resistance
(CP-MR). Isolasi virus SMV isolat lokal DIY dan amplifikasi gen cp-SMV telah dilakukan
dan berhasil diklon dan ditransformasi ke Agrobacterium sp. Penelitian ini untuk
memproduksi bibit kedelai transgenik tahan virus SMV yang dilakukan dengan
transformasi gen cp- SMV isolat lokal DIY dengan metode CP-MR. Penelitian sebelumnya
telah diperoleh kalus kedelai hasil transformasi gen cp-SMV yang telah terdeteksi adanya
penyisipan gen cp-SMV menggunakan metode PCR (0,8 Kb). Tujuan penelitian ini untuk
mendapatkan planlet transforman cp-SMV kedelai, berdasarkan pengujian ekspresi coat
protein SMV. Penelitian terdiri atas beberapa tahapan yaitu : (1) Regenerasi transforman
kedelai cp-SMV (2) Isolasi coat protein SMV, (3) Analisis coat protein SMV metode
SDS-PAGE dan Immunoblotting dengan antibodi poliklonal, (3) Optimasi medium
regenerasi untuk induksi akar/tunas transforman, (4) Substitusi medium pemeliharaan
untuk multiplikasi transforman dan pre-aklimatisasi dengan pupuk daun dan air kelapa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa regenerasi kalus atau tunas kedelai yang membawa
gen cp-SMV hanya mencapai 3 %, yaitu 6 isolat dari 200 isolat yang ditransformasi.
Diperlukan kalus seberat 2 gram untuk dapat dianalisis SDS-PAGE dengan konsentrasi 10
uM. Diperoleh konfirmasi tentang ekspresi coat protein SMV di dalam sel transforman
kedelai dengan metode immunoblottingSDS-PAGE. Medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3
mg/l BAP + 20 % air kelapa dapat menginduksi satu tunas transforman kedelai cp-SMV.
Hyponek dan air kelapa mampu mensubstitusi unsur hara dan ZPT pada medium MS,
namun belum mampu menumbuhkan tunas dan akar dari kalus transforman kedelai.
Kata Kunci : Transgenik Kedelai, virus SMV, Agrobacterium sp., coat protein-SMV
PENDAHULUAN
Latar Belakang. Kebutuhan kedelai di Indonesia sebesar 30 juta ton per tahun, untuk
memenuhi kebutuhan protein nabati baik balam bentuk segar, maupun olahan dan
fermentasi seperti : minyak kedelai, susu kedelai, kecap, tahu, tempe, camilan dll. Sedang
produksi kedelai Indonesia sangat rendah dibanding Amerika (1:2), sehingga impor kedelai
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penurunan produksi kedelai antara lain
2
disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit. Pemerintah DIY mulai tahun 2000
mencanangkan program “Gema palagung” dalam rangka swasembada kedelai.
Mosaik daun merupakan penyakit virus penting pada tanaman yang hingga kini
belum ditemukan metode pengendalian yang memadai. Virus tersebut dapat bertahan
hidup bertahun-tahun dalam sisa tanaman yang mudah terinfeksi atau di dalam tanah,
mudah menular dan sulit dikendalikan (Agrios, 1988). Soybean Mosaic Virus (SMV)
merupakan virus yang menyerang kedelai, penyebab penyakit Mosaik. Biji kedelai yang
terserang SMV akan berkeriput dan bila menjadi bibit memperlihatkan gejala tumbuh
tinggi dan kurus, daun nekrotik dan melengkung ke bawah, tulang daun menguning serta
cepat rontok, tanaman menjadi kerdil dan akhirnya mati. Penyakit Mosaik kedelai dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil sampai mencapai 60 – 90 %, bahkan mengakibatkan
kegagalan panen (Somaatmadja, 1988; Semangun, 1991; Wang et al., 1998). Data dari
dinas HPT secara nyata menunjukkan bahwa serangan SMV di lapangan dapat
menimbulkan kerugian sebesar 50 – 90 %. Iklim tropis yang lembab di Indonesia,
menyebabkan serangan virus semakin meluas. Soybean Mosaic Virus termasuk potyvirus
bentuk batang dengan satu tipe coat protein, terdiri atas RNA dengan ukuran 10 kb dan
poly A pada ujungnya. Soybean Mosaic Virus menyandi 8 protein yang pada awalnya
merupakan protein besar kemudian mengalami pemrosesan menjadi protein virus
(Eggenberger et al, 1989; Sismindari dan Sujadi, 1996; Somaatmadja, 1998). Berbagai
cara pengendalian penyakit telah dilakukan, namun hasilnya kurang memuaskan.
Teknik rekayasa genetik tanaman (transgenik) merupakan metode baru untuk
menghasilkan tanaman tahan virus yang disebut sebagai CoatProtein-Mediated Resistance
(CP-MR), yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh ekspresi gen coat protein (cpgene) (Beachy, 1991). Dilaporkan oleh Power-Abel et al., (1986) tembakau transgenik cpTMV yang resisten terhadap TMV ternyata tidak menunjukkan adanya gejala penyakit
meskipun diinokulasi dengan Tomato Mosaic Virus (ToMV) maupun SMV. Demikian juga
tomat yang diinfeksi gen cp-TMV ternyata tahan
terhadap ToMV(Nelson , 1988).
Berdasarkan kisaran inang dan hubungan serologi, ada 60-90 % homologi asam amino
pada coat protein TMV, SMV dan ToMV sehingga dapat saling melindungi. Hal ini dapat
dijelaskan oleh Power-Abel et al. (1986) bahwa coat protein dari virus yang menginfeksi
pertama akan menyelubungi RNA dari virus yang menginfeksi berikutnya sehingga dapat
mencegah replikasinya. Pada metode CP-MR terjadi interaksi antara sekuen asam amino
virus dengan coat protein transgen secara spesifik pada aras molekular, sehingga ada
3
korelasi antara resistensi dengan derajat keserupaan antara sekuen asam amino pada coat
protein transgenik tanaman dengan coat protein virus (Clark et al., 1995). Di Indonesia,
untuk mendapatkan kedelai yang tahan terhadap penyakit Mosaik perlu dikembangkan
tanaman transgenik dengan penyisipan gen coat protein SMV lokal.
Isolasi virus SMV isolat lokal DIY dan amplifikasi gen cp-SMV telah dilakukan dan
berhasil diklon dan digunakan untuk transformasi Agrobacterium sp. (Sumardiyono et al.,
1995; Sismindari dan Sujadi, 1996). Selanjutnya Agrobacterium sp. yang menyandi gen
cp-SMV telah berhasil ditransformasi ke daun tembakau sebagai tanaman model dan
membentuk kalus dan tunas (Agung-Astuti dan Diah, 2000). Agrobacterium sp. dapat
memindahkan dan mengintegrasikan T-DNA ke dalam genom tanaman (Sheng dan
Citovsky, 1996). Keberadaan gen cp-SMV di dalam kalus atau tunas dapat dideteksi
dengan pendekatan PCR menggunakan dua primer yang sesuai dengan urutan basa dari
gen cp-SMV beserta daerah pengapitnya sehingga diperoleh fragmen sekitar 0,8 kb
(Eggenberger et al., 1989). Analisis molekular dengan PCR pada kalus dan tunas tembakau
hasil transformasi cp-SMV isolat lokal DIY, menunjukkan bahwa gen penyandi cp-SMV
isolat lokal DIY berekombinasi dengan DNA tanaman (sekitar 0,8 kb), sehingga
diharapkan dapat mengekspresikan coat protein yang akan menghambat replikasi virus
SMV di dalam sel tanaman (Agung-Astuti et al., 2002).
Setelah diketahui bekerjanya sistem ekspresi gen cp-SMV isolat lokal DIY pada
tembakau sebagai tanaman model, maka untuk mendapatkan tanaman kedelai yang tahan
terhadap infeksi virus SMV dengan mekanisme CP-MR, perlu dilakukan transformasi gen
cp-SMV isolat lokal DIY ke tanaman kedelai.
Permasalahan. Untuk transformasi gen cp-SMV isolat lokal DIY ke tanaman kedelai,
dihadapi beberapa permasalahan antara lain : (a) Apakah regenerasi kalus atau tunas
transforman dapat ditingkatkan dengan menentukan macam medium dan zat pengatur
tumbuh yang sesuai untuk menginduksi tunas dan planlet, (b) Bagaimana ekspresi dan
stabilitas gen cp-SMV di dalam sel tanaman kedelai, (c) Bagaimana aklimatisasi
transforman : medium penyapihan, komposisi medium bibit, kondisi rumah kaca, (d)
Bagaimana tingkat ketahanan tanaman kedelai terhadap serangan virus di lapangan
(Bioassay).
Tujuan Penelitian. 1) Regenerasi kalus atau tunas kedelai yang membawa gen cpSMV. 2) Memperoleh konfirmasi ekspresi coat protein SMV pada kalus transforman
kedelai. 3) Menginduksi tunas/akar dari kalus transforman kedelai dengan perlakuan ZPT.
4
4) Mengetahui pengaruh pupuk daun dan air kelapa untuk substitusi sumber hara dan ZPT
pada medium MS pada multiplikasi transforman.
METODE PENELITIAN
A. Regenerasi transforman kedelai (subkultur dan multiplikasi)
Kalus atau tunas kedelai hasil transformasi diperbanyak pada medium MS + 0,3 mg/l
NAA + 2 mg/l BAP sesuai prosedur George dan Sherrington (Pierik, 1987). Seluruh
tahapan multiplikasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan diinkubasi pada pencahayaan
sekitar 1000 lux (dengan transmission light) fase gelap 8 jam dan fase terang 16 jam serta
suhu 25-280 C.
B. Isolasi dan penentuan konsentrasi coat protein SMV
a. Isolasi dan penentuan konsentrasi crude protein kalus transforman kedelai
Kalus
seberat
2-5
gram
dilumatkan
dengan
penambahan
buffer
5mM
Sodiumphosphat 0,14 N NaCl (pH 7) dingin. Selanjutnya siap disentrifugasi dengan
microcentrifuge (MSE) pada kecepatan 10.000 g selama 10 menit. Supernatan yang
diperoleh disimpan dalam 40 C. Konsentrasi crude protein ditentukan berdasarkan serapan
sinar ultraviolet panjang gelombang 280 nm dan 260 nm (Robyt & White, 1987).
C. Analisis coat protein SMV dengan metode Elektroforesis SDS-PAGE
Gel akrilamid terdiri atas resolving gel 15% (10 ml larutan stok akrilamid :
bisakrilamid 30 : 0,8 + 7,4 ml Tris-HCl 1 M pH 8,6 + 0,2 ml SDS 10 % + 1 ml APS 1,5 %
+ 1,36 ml akuades) + 10 µl TEMED, segera dimasukkan ke slab gel vertikal setinggi 5 cm
dan stacking gel (3%). Selanjutnya ditambahkan butanol untuk menutup permukaan
larutan agar permukaan rata dan menghilangkan gelembung udara. Gel dibiarkan
mengalami polimerisasi selama 30 - 60 menit. Setelah padat maka resolving gel
dibersihkan dengan menyemprot akuades ke permukaan gel. Stacking gel (2,8 ml larutan
stok akrilamid : bisakrilamid 30 : 0,8 + 1,66 ml Tris-HCl 1 M pH 6,8 + 0,14 ml SDS 10 %
+ 0,66 ml APS 1,5 % + 8,2 ml akuades) + 8 µl TEMED. Campuran dituang di atas
resolving gel dengan cepat, kemudian sisir dipasang dan gel dibiarkan berpolimerisasi
selama 30-40 menit sehingga siap digunakan. Sampel protein yang akan dipisahkan
ditambah dengan sampel bufer (2X), dipanaskan selama 2 menit, setelah itu larutan sampel
dimasukkan ke dalam sumuran pada gel yang telah terbentuk. Elektroforesis protein SDSPAGE dijalankan pada voltase 80 V selama kurang lebih 1 jam (hingga batas bawah gel).
Setelah selesai gel direndam dalam coomase blue untuk pewarnaan dan digoyang selama
5
semalam dan dilakukan desstaining hingga pita-pitanya dapat dilihat dengan jelas dan
dapat diketahui berat molekulnya.
D. Analisis coat protein SMV dengan metode Immunoblotting- antibodi poliklonal
Pengujian ini terdiri atas tahapan : transfer membran, blocking, pengujian antibodi,
pengujian anti-antibodi (conjugate) dan pewarnaan. Transfer gel ke membran dilakukan
setelah protein dielektroforesis pada SDS-PAGE dan direndam transfer bufer selama 30
menit. Membran nitrosellulosa dipotong sesuai ukuran gel dan diberi tanda untuk
menentukan posisi sumuran, lalu direndam transfer buffer bersama-sama dengan fiber
pads. Setelah 30 menit, gel disusun dalam Trans-blot SD Semi-dry Transfer Cell dengan
urutan dari bawah sebagai berikut : fiber pad (+), membran nitrosellulosa, gel, fiber pad (), diratakan agar tidak ada gelembung. Trans-blot SD Semi-dry Transfer Cell ditutup.
Blotting dijalankan pada voltase 20 V selama 45 menit. Blocking dilakukan supaya gel
tertutup larutan blocking sehingga pita protein yang sudah diberi antigen dapat terdeteksi.
Sebelum dilakukan blocking dengan larutan BSA 1% dalam TTBS-tween 0,05 %,
membran yang telah diblot dengan protein dari gel direndam dengan transfer bufer salin
(TBS 1X) selama 5 menit. Membran direndam pada larutan blocking selama 60 semalam
pada suhu 40 C tanpa penggoyangan. Selanjutnya larutan blocking dibuang dan membran
dicuci dengan larutan Tween transfer bufer salin (TTBS) selama 10 menit dengan
penggoyangan pada suhu kamar lalu larutan TTBS dibuang. Pengujian antibodi dilakukan
dengan merendam membran pada larutan antibodi pertama dan selanjutnya membran
diinkubasi selama 120 menit dengan penggoyangan pada suhu kamar. Membran dicuci
dengan TTBS dua kali, masing-masing 5 menit dan selanjutnya TTBS dibuang. Pengujian
anti-antibodi (conjugate) dilakukan dengan merendam membran pada larutan antibodi ke
dua (anti-Rabbit IgG alkaline phosphatase conjugate) dan diinkubasi selama 2 jam pada
suhu kamar dengan penggoyangan. Setelah inkubasi, larutan antibodi ke dua dibuang dan
membran dicuci dengan TTBS dua kali, masing-masing 5 menit, kemudian dicuci dengan
larutan TBS satu kali 5 menit. Deteksi hasil reaksi dilakukan dengan merendam membran
di dalam larutan colour developer (BCIP/NBT) sampai terbentuk warna ungu pada
membran. Reaksi pewarnaan kemudian dihentikan dengan merendam membran dalam
akuades selama 10 menit.
E. Optimasi medium regenerasi untuk induksi akar/tunas transforman
6
Kalus yang telah disubkultur dan dimultiplikasi kemudian diinduksi untuk beregenerasi
membentuk tunas atau akar. Untuk itu dilakukan optimasi medium terbaik yang dapat
menginduksi tunas atau akar dengan Kanamycin 50 mg/l sebagai marker seleksi. Optimasi
medium regenerasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan diinkubasi pada pencahayaan
sekitar 1000 lux ( dengan transmision light) fase gelap 8 jam dan fase terang 16 jam serta
suhu 25-280 C.
Perlakuan medium yang dicobakan adalah :
C. MS + 0,3 mg/l NAA + 2 mg/l BAP
E. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP
F. MS + 0,1 mg/l NAA + 1 mg/l BAP
G. MS0
H. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l Kinetin
I. MS + 0,5 mg/l NAA + 5 mg/l BAP
J. MS + 3 mg/l BAP
F. Substitusi medium pemeliharaan dengan pupuk daun dan air kelapa
Kalus kedelai hasil transformasi yang diperoleh dari multiplikasi, selanjutnya
diperbanyak pada medium MS sesuai prosedur George dan Sherrington (Pierik, 1987) yang
disubstitusi dengan pupuk daun Hyponek ditambah NAA dan BAP dan air kelapa dengan
Kanamycin sebagai penanda seleksi. Perlakuan medium :
K. MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa
L. MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa
M. MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa
N. MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa
O. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa
P. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa
Q. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa
R. Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa
Seluruh tahapan substitusi medium multiplikasi dilakukan dalam kondisi aseptis dan
diinkubasi pada pencahayaan sekitar 1000 lux ( dengan transmision light) fase gelap 8 jam
dan fase terang 16 jam serta suhu 25-280 C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Regenerasi Transforman Kedelai cp-SMV
7
Transformasi dilakukan menggunakan 200 eksplan dan diseleksi dalam medium
medium MS + 2 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA yang ditambah Kanamycin. Hasil seleksi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan persentase transforman kedelai cp-SMV berkalus
selama regenerasi dari 200 eksplan
Tahap Kegiatan
Kultur Skrining Kanamycin
Subkultur I
Subkultur II
Subkultur III
Subkultur IV
Subkultur V
Subkultur VI
Subkultur VII
Jumlah isolat
151
60
20
8
6
6
6
6
Isolat berkalus (%)
75,50
39,70
10,00
4,00
3,00
3,00
3,00
3,00
Dari 200 eksplan yang diseleksi, 151 isolat berhasil membentuk kalus dalam
medium berisi Kanamycin (75,5%). Kalus yang telah tersisipi gen cp- SMV kemudian
diisolasi DNAnya untuk mendeteksi keberhasilan transformasi. Dari 151 isolat, yang
diisolasi DNAnya sebanyak 21 isolat (13,9 %). Dari 21 DNA yang dideteksi PCR dan
menunjukkan kalus tersisipi gen cp-SMV sebanyak 11 isolat (5,5 %). Sementara kalus
juga disubkultur untuk menyuplai hara dan dimultiplikasi untuk memperbanyak kalus.
Kalus yang sudah ditransformasi tidak mudah mempertahankan pertumbuhannya, kalus
mengalami browning yang kemudian berlanjut pada kematian kalus.
Kalus bisa
dipertahankan kesegarannya antara 3 – 6 minggu dari inokulasi, sehingga kalus harus
disubkultur dan dilakukan sampai 7 kali selama sekitar 7 bulan untuk memperoleh kalus
yang akan diisolasi protein dan diregenerasi lebih lanjut. Keberhasilan kalus beregenerasi
dan membelah cukup rendah, karena dari 21 transforman, hanya 6 isolat (3 %) yang dapat
bertahan hidup dan diperbanyak yaitu transforman S11, S17, 24, 33, 35 dan 40. Sementara
itu menurut Wattimena (1992) keberhasilan transformasi genetik kedelai menggunakan
metode mikroproyektil sebesar 2 % persen .
Isolat yang membentuk kalus dan bertahan hidup sampai subkultur VII kemudian
dikembangkan untuk mendapatkan kalus dalam jumlah banyak. Hasil multiplikasi dapat
dilihat pada Gambar 2.
8
Multiplikasi kalus transforman kedelai cp-SMV
70
60
Jumlah koleksi
S11
50
S17
40
24
30
33
20
35
10
40
Bulan ke
0
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 2. Multiplikasi kalus transforman kedelai cp-SMV
Kemampuan multiplikasi kalus cenderung rendah, karena dari 1 botol koleksi isolat
transforman rata-rata hanya dapat diperbanyak menjadi 2 botol koleksi, kecuali pada
transforman nomor S11 yang dapat diperbanyak sampai 64 botol koleksi pada subkultur
III, meskipun kemampuan multiplikasinya menurun pada subkultur IV menjadi 16 botol
koleksi dan meningkat lagi pada subkultur V. Keberhasilan subkultur dan multiplikasi
menurun karena komposisi medium dan ZPT yang digunakan sama dengan medium untuk
induksi kalus awal, sehingga kalus mengalami stagnasi pertumbuhan.
Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gunawan (1987) bahwa subkultur beruntun pada medium yang sama
menyebabkan pertumbuhan eksplan mengalami stagnasi.
B. Isolasi dan Penentuan Konsentrasi coat protein SMV
Kandungan protein pada berbagai tanaman berbeda-beda. Untuk mendapatkan
konsentrasi protein yang cukup dianalisis SDS-PAGE maka perlu dilakukan optimasi berat
sampel isolat. Hasil isolasi protein dari 2 gram sampel diperoleh protein sejumlah 0,50 ml
dengan konsentrasi 5,005 mg/ml sehingga total protein 2,50 mg. Sedang 5 gram sampel
diperoleh protein sejumlah 0,80 ml dengan konsentrasi 12,03 mg/ml sehingga total protein
9,62 mg. Hasil analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi tersaji pada Gambar 3.
9
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 3. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV
Keterangan sumur nomor :
1. 5 uM protein dari 2 g sampel
2. 10 uM protein dari 2 g sampel
3. 15 uM protein dari 2 g sampel
4. 3 uM coat protein SMV
5. 12 uM protein dari 5 g sampel
6. 24 uM protein dari 5 g sampel
7. 36 uM protein dari 5 g sampel
Menurut Tang dan Tian (2003) untuk pengujian western blotting cukup digunakan
sampel 1 gram dari kalus segar transgenik loblolly pine dengan konsentrasi 10 uM. Dari
Gambar 3 tampak bahwa pada transgenik kedelai cp-SMV diperlukan sampel seberat 2
gram kalus untuk mendapatkan pita-pita protein yang cukup untuk dianalisis secara SDSPAGE dengan jumlah protein 10 uM. Isolasi protein dari 6 transforman dengan berat
sampel masing-masing 2 gram, hasilnya tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata konsentrasi dan jumlah total protein dari enam
transforman kedelai cp-SMV
Transforman
Non transforman
S11
S17
24
33
35
40
Konsentrasi protein
(mg/ml)
13,97
13,04
15,65
14,71
15,59
15,78
16,34
Jumlah Total
Protein
4,89
5,22
8,61
6,62
8,57
7,10
8,17
10
Hasil isolasi protein dari berat sampel yang sama ternyata menghasilkan jumlah
protein yang berbeda. Hal tersebut selain dipengaruhi oleh kandungan protein dalam
masing-masing transforman, juga oleh sifat kalus yang mempengaruhi isolasi protein.
Jumlah protein yang diperoleh dari enam transforman berkisar antara 4,89 – 8,61 mg
dengan konsentrasi sebesar 13,04 – 16, 34 mg/ml. Dari 2 gram kalus transforman S17, 33
dan 40 diperoleh protein dalam jumlah banyak dengan konsentrasi tinggi. Sementara dari
2 gram kalus non transforman diperoleh protein dalam jumlah yang cenderung lebih
sedikit. Hasil analisis SDS-PAGE berbagai transforman kedelai cp-SMV tersaji pada
Gambar 4.
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV
Keterangan sumur nomor :
1. 27,9 uM protein non transforman
2. 10,0 uM coat protein SMV
3. 26,0 uM protein transforman 11
4. 31,3 uM protein transforman S17
5. 29,4 uM protein transforman 24
6. 31,2 uM protein transforman 33
7. 31,6 uM protein transforman 35
8. 32,7 uM protein transforman 40
Pada Gambar 4 tampak ada perbedaan profil pita-pita protein antara kontrol dengan
transforman, namun adanya pita coat protein-SMV pada transforman tidak begitu spesifik
karena coat protein SMV pada marker (sumur 2) tidak tampak tegas sebagai pembanding
dikarenakan konsentrasinya yang rendah (10 uM). Untuk memastikan adanya ekspresi gen
11
cp-SMV pada transforman maka dilakukan analisis coat protein SMV dengan metode
Immuno-dot-blot dan Immunoblotting-SDS-PAGE dengan antibodi poliklonal dari kelinci.
C. Analisis Coat Protein SMV dengan Metode Immuno-dot-blot dan ImmunoblottingSDS-PAGE dengan Antibodi Poliklonal
Analisis coat protein SMV dengan metode Immuno-dot-blot dilakukan dengan
konsentrasi 13,04 uM – 16,34 uM pada transforman 11, S17, 24, 33, 35, 40, coat proteinSMV dan kontrol, hasilnya tersaji pada Gambar 5.
Gambar5. Immuno-dot-blot protein transforman kedelai dg antibodi poliklonal cp-SMV
Keterangan :
1. 1,00 uM coat protein SMV
5. 13,95 uM protein non transforman
2. 13,04 uM protein transforman 11 6. 15,59 uM protein transforman 33
3. 14,70 uM protein transforman 24 7. 15,78 uM protein transforman 35
4. 15,65 uM protein transforman S17 8. 16,34 uM protein transforman 40
Pada Gambar 5 dapat ditunjukkan adanya perbedaan intensitas warna ungu
berbagai transforman dengan coat protein-SMV dan kontrol, yang timbul akibat reaksi
antigen-antibodi coat protein SMV yang ditunjukkan dengan reaksi BCIP/NBT oleh
Alkaline Phosphatase. Transforman 11, 24, 33 dan 40 memberikan intensitas pewarnaan
sama dengan coat protein-SMV sehingga terdeteksi adanya ekspresi coat protein SMV.
Sedang transforman S17 dan 35 memberikan intensitas pewarnaan sama dengan kontrol
sehingga belum terekspresi coat protein SMV, meskipun secara deteksi PCR ada pita DNA
< 0,8 Kb.
12
Menurut Tang dan Tian (2003) hal tersebut ada hubungannya dengan high copy
numbers dan kemungkinan adanya proses co-suppression sehingga ekspresinya lemah.
Untuk membuktikan spesifik ukuran coat protein SMV pada transforman maka dilakukan
analisis Immunoblotting-SDS-PAGE.
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 6b. Analisis SDS-PAGE berbagai konsentrasi protein transforman kedelai cp-SMV
Gambar6b.ImmunoblottingSDS-PAGE protein transforman kedelai dg antibodi poliklonal cpSMV
Keterangan sumur nomor :
1. Marker protein
2. 5,0 uM coat protein SMV
3. 52,0 uM protein transforman 11
4. 58,8 uM protein transforman 24
5. 55,8 uM protein non transforman
6. 62,4 uM protein transforman 33
7. 65,4 uM protein transforman 40
Menurut Eggenberger et al., (1989) ukuran protein lebih rendah dari yang
diperkirakan, diduga karena adanya prosesing. SMV menyandi delapan protein yang pada
awalnya merupakan satu protein besar yang kemudian mengalami pemotongan (posttranslationally processed) menjadi protein virus. Gen cp-SMV diperkirakan panjangnya
795 nukleotida yang mengkode 265 asam amino menjadi protein seberat 29.857 dalton.
Pada Gambar 6a dari analisis SDS-PAGE tampak bahwa pada transforman 11, 24, 33, 40
maupun kontrol terdapat pita protein yang sejajar dengan coat protein SMV sebesar
<30.200 dalton. Setelah dideteksi secara immunoblotting SDS-PAGE pada Gambar 6b
tampak bahwa pada kontrol tidak ada ekspresi coat protein SMV, sedang transforman 33
terekspresi coat protein SMV secara kuat dan pada transforman 11, 24 dan 40 terekspresi
coat protein dengan ukuran lebih kecil dari standar cp-SMV.
13
D. Optimasi medium regenerasi dan induksi akar/tunas transforman
Kemampuan multiplikasi yang rendah menunjukkan sulitnya meregenerasi kalus
transforman. Hal ini dapat disebabkan kegiatan subkultur beruntun pada medium yang
sama. Medium yang digunakan untuk subkultur adalah medium MS + 0,3 mg/l NAA + 2
mg/l BAP yang juga merupakan medium terbaik untuk induksi kalus transforman. Namun
demikian subkultur sulit dilakukan karena banyak kalus yang mengalami browning dan
akhirnya mati, sehingga jumlah isolat dan jumlah koleksi isolat menurun dari subkultur
awal ke subkultur berikutnya.
Untuk meningkatkan keberhasilan subkultur dan multiplikasi isolat kemudian
dilakukan optimasi medium dengan variasi zat pengatur tumbuh dan hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Optimasi medium regenerasi dan induksi akar/tunas transforman
Perlakuan Medium
Persentase
Kesegaran
Browning(%) Kalus (%)
MS + 0,3 mg/l NAA + 81,40
40,00
2 mg/l BAP
MS + 0,5 mg/l NAA + 54,70
70,00
3 mg/l BAP
MS + 0,1 mg/l NAA + 93,60
35,00
1 mg/l BAP
MS 0
97,30
30,00
Diameter
Kalus (cm)
1,19
Morfogenesis
Kalus
1,44
Kalus
1,21
Kalus
1,19
Kalus
MS+0,5 mg/l NAA + 3 99,20
mg/l Kinetin
MS + 0,5 mg/l NAA + 96,70
5 mg/l BAP
MS + 3 mg/l BAP
73,70
30,00
1,85
Kalus
30,00
1,62
Kalus
45,00
1,65
Kalus
Kriteria skoring kesegaran kalus :
> 75 % : Segar
50-75 % : Sedang
< 50 % : Kurang segar
Diantara medium yang dicoba, medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP
menghasilkan persentase browning terendah dengan kualitas kesegaran kalus sedang.
Peningkatan konsentrasi NAA dan BAP menyebabkan kalus yang sudah disubkultur
berkali-kali pada medium MS + 0,3 mg/l NAA + 2 mg/l BAP mampu beregenerasi
14
kembali dalam medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP. Gunawan (1987) menyatakan
bahwa subkultur beruntun pada medium yang sama menyebabkan pertumbuhan eksplan
stagnan dan dapat diregenerasi kembali dalam medium yang ditingkatkan konsentrasi
ZPTnya dari medium semula atau medium tanpa ZPT. Namun demikian peningkatan
konsentrasi NAA dan BAP belum mampu menginduksi akar/tunas sehingga morfogenesis
kalus transforman setelah subkultur VII masih terjadi secara tidak langsung yaitu melalui
pembentukan kalus. Untuk itu perlu dicoba ZPT jenis lain yang lebih efektif menginduksi
akar/tunas, misalnya Thidiazuron. Mok et.al (1987) menyatakan bahwa Thidiazuron
merupakan turunan fenilurea yang aktivitasnya lebih tinggi dibanding sitokinin lainnya.
E.Substitusi medium pemeliharaan dengan pupuk daun dan air kelapa
Kalus yang diperoleh dalam kultur in vitro terus-menerus harus dipelihara agar
tidak mengalami kematian dan dapat disimpan sebagai koleksi atau bahan tanam
berikutnya. Pemeliharaan yang utama adalah subkultur yaitu memindahkan kultur dari
medium lama yang telah kehilangan kandungan unsur hara lengkap ke dalam medium baru
yang kandungannya sama dengan medium sebelumnya. Oleh karena komposisi medium
yang digunakan adalah MS maka diperlukan biaya cukup besar disebabkan bahan
penyusun medium MS merupakan senyawa pure analysis yang harganya cukup mahal.
Untuk itu dilakukan upaya mengganti atau mensubstitusi sumber hara dan zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan. Sebagai pengganti sumber hara digunakan pupuk daun dan air
kelapa sebagai pengganti sitokinin. Pada Tabel 4 tersaji hasil rerata persentase browning,
diameter kalus dan kesegaran warna transforman kedelai yang diukur dengan teknik
skoring berdasar Munchell Colour Chart. Sedang visualisasi kalus pada substitusi medium
untuk multiplikasi dan induksi tunas/akar tersaji pada Gambar 7.
Tabel 4. Rerata persentase browning, kesegaran warna dan diameter kalus transforman
kedelai pada medium substitusi
Perlakuan
MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP +
20 % air kelapa
MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP +
20 % air kelapa
MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP +
20 % air kelapa
MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa
Persentase
browning(%)
30,00
Kesegaran
warna (%)
57,50
Diameter
kalus(cm)
2,12
Morfo
genesis
Tunas
69,00
48,88
1,92
Kalus
33,00
54,28
2,28
Kalus
72,00
71,66
1,76
Kalus
15
Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP 91,80
49,23
2,26
+ 20 % air kelapa
Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP 40,40
78,18
2,74
+ 20 % air kelapa
Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP 46,00
61,66
2,70
+ 20 % air kelapa
Hyponek +0,5 mg/l NAA + 20 % air 37,00
92,72
2,70
kelapa
Keterangan : semakin tinggi persentase warna akan menunjukkan kalus semakin hijau
Kalus
Kalus
Kalus
Kalus
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase warna tertinggi diperoleh pada medium
substitusi Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa (Gambar 7 H) diikuti medium
Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa (Gambar 7 F). Pada medium
tersebut diperoleh kalus dalam jumlah cukup tinggi dengan diameter 2,70-2,74 cm dan
semakin hijau kalus yang diperoleh (78,18 -92,72 %) dengan persentase browning yang
cukup rendah (37,:-40,40 %). Hasil ini lebih baik jika dibandingkan persentase warna
kalus yang ditanam dalam medium MS dengan variasi zat pengatur tumbuh buatan dan
alami.
Gambar 7. Pertumbuhan kalus transforman kedelai pada medium substitusi
16
Keterangan :
A= MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa
B= MS + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa
C= MS + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa
D= MS + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa
E= Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa
F= Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 2 mg/l BAP + 20 % air kelapa
G=Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 1 mg/l BAP + 20 % air kelapa
H=Hyponek + 0,5 mg/l NAA + 20 % air kelapa
Dengan demikian pupuk daun Hyponek dapat menggantikan medium MS sebagai
sumber hara makro dan mikro serta air kelapa dapat menggantikan zat pengatur tumbuh
buatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agung-Astuti et al., (2004) pada tanaman
kedelai non transforman bahwa penggunaan medium substitusi Hyponek ditambah air
kelapa menghasilkan persentase warna kalus kedelai yang lebih tinggi dari medium MS
ditambah NAA dan BAP. Namun demikian medium substitusi Hyponek ditambah air
kelapa belum mampu menumbuhkan tunas. Tunas hanya terbentuk pada medium MS + 0,5
mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa, meskipun tunas ini hanya bertahan 3 minggu
dan kemudian mati.
KESIMPULAN
1. Regenerasi kalus transforman kedelai cp-SMV mencapai 3 % pada subkultur VII,
yaitu 6 isolat dari 200 eksplan yang ditransformasi.
2. Diperlukan kalus seberat 2 gram untuk dapat dianalisis SDS-PAGE dengan
konsentrasi 10 uM.
3. Diperoleh konfirmasi adanya ekspresi coat protein SMV di dalam sel transforman
kedelai berdasar analisis immuno-dot-blot dan immunoblotting SDS-PAGE .
4. Medium MS + 0,5 mg/l NAA + 3 mg/l BAP + 20 % air kelapa dapat menginduksi
tunas transforman kedelai cp-SMV.
5. Hyponek dan air kelapa mampu mensubstitusi unsur hara dan ZPT pada medium
MS, namun belum mampu menumbuhkan akar dari kalus transforman kedelai
SARAN
1.
Perlu dicoba sitokinin lain seperti Thidiazuron untuk menginduksi tunas/akar dari
kalus transforman kedelai
2.
Dilakukan aklimatisasi pada planlet transforman cp-SMV
17
3.
Dilakukan uji stabilitas gen pada transforman cp-SMV dan uji ketahanan terhadap
virus SMV
TERIMA KASIH
DIRJEN DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui HIBAH PEKERTI
tahun 2004.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1988. Plant Pathology. 3th edition. Academic Press, Inc.
Agung-Astuti dan Diah R. 2000. Transformasi Daun Tembakau dengan
Agrobacterium Mengandung Gen Coat Protein SMV. Prosiding Seminar Nasional
BPPT.
Agung-Astuti, Etty H. dan Ainun, F. 2001. Pengaruh Konsentrasi NAA dan BAP
Terhadap Multiplikasi Kalus dan TunasTembakau Hasil Transformasi cp-SMV.
Agung-Astuti, E. Handayani, Innaka, A.R. dan Sismindari. 2002. Analisis Gen Coat
Protein SMV Tembakau Hasil Transformasi cp-SMV. AgroUMY XI (2) : 49-59.
Agung-Astuti, E. Handayani dan Herianto. 2002. Pengaruh Sterilisasi Eksplan Kecambah
Terhadap Pertumbuhan Kedelai Varietas Wilis Secara Kultur in vitro.
Agung-Astuti, E. Handayani dan A.S. Alim. 2002. Kajian Berbagai Konsentrasi
Sterilan dan Lama Perendaman Eksplan Kotiledon Kedelai Varietas Wilis
Terhadap Keberhasilan Kultur in vitro. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY.
Agung-Astuti, Innaka, A.R. dan E. Supanti. 2003. Substitusi Hara dan ZPT pada Medium
MS dengan Pupuk daun dan Air Kelapa untuk Multiplikasi Kalus Kedelai Hasil
Transformasi cp-SMV Secara In Vitro
Agung-Astuti, Innaka,A.R., Sismindari dan Y.B. Sumardiyono.2003.Transformasi
Genetik Kedelai Melalui Agrobacterium: Strategi Perakitan Kedelai Transgenik
Tahan Virus SMV Yang Mengekspresikan Coat Protein-SMV. HIBAH PEKERTI
ANGKATAN I, TAHUN KE 1, DIKTI, Jakarta.
Agung-Astuti, Innaka,A.R., Sismindari dan Y.B. Sumardiyono.2004. Pengaruh Macam
Eksplan Terhadap efisiensi Transformasi Gen Coat Protein-SMV Pada Kedelai
Melalui Agrobacterium sp.Prosiding Seminar Nasional Biokimia dan Biologi
Molekuler PBBMI, Yogyakarta
Beachy, RN., M. Bendahmane, J.H. Fitchen, G. Zhang. 1997. Studies of Coat ProteinMediumted Resistance to Tobacco Mosaic Tobamovirus : Correlation between
Assembly of Mutant Coat Proteins and Resistance. Virology 71 (10) : 1942 – 7950.
18
Beachy, RN. 1998. Virus-resistant Transgenic Plants. In: Biotechnology in Plant Disease
Control. Wiley – Liss, New York.
Clark, W.G., J. Fitchen, A. Nejidat, C.M. Deom, R.N. Beachy. 1995. Studies of coat
protein-mediumted resistance to tobacco mosaic virus (TMV). II. Challenge by a
mutant with altered virion surface does not overcome resistance conferred by TMV
coat protein. J.G. virol. 76 ( 10 ) : 2613 –1617.
Eggenberger, A.L., D.M. Stark and R.N. Beachy. 1989. The Nucleotide Sequence of SMV
Coat Protein Region and its Expression in E. coli, Agrobacterium and Tobacco
Callus. J. Gen. Virol. 70 : 1853-1860
Nelson, R.S. 1988. Virus Tolerance, Plant Growth and Field Performance of Transgenic
Tomato Plant Expressing Coat Protein from TMV. Bio/Technology 6: 403-409.
Mantell, S.H., Matthews, J.A., McKee, R.A. 1985. Principle of Plant Biotechnology An
introduction To Genetic Engineering In Plants. Blackwell Scientific Publications.
Oxfords London Edinburgh. Boston Palo Alto Melbourne.
Power-Abel, P., R.S. Nelson, B.D.N. Hoffmann, Roger, Fraky and R.N. Beachy. 1996.
Delay of Disease Development in Transgenic Plant That Express the TMV Coat
Protein Gene. Science 232 : 738-743
Semangun, H., 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.
Sheng, J. and V. Citovsky. 1996. Agrobacterium-Plant Cell DNA Transport : Have
Virulence Protein, Will Travel. The Plant Cell. 8 : 1699-1710
Sismindari dan Sujadi. 1996. Kloning Gen Coat Protein SMV dengan pendekatan PCR
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 2 : 36-39
Sumardiyono, Y.B., Wuye Ria Andayani, Susamto S. 1995. Karakterisasi dan serologi
Virus SMV. Makalah Kongres Nasional XIII PFI, Mataram.
Somaatmadja, S. 1988. Kedelai. Badan Litbang Pertanian P3TP. Bogor.
Tang, W. 2001. Agrobacterium-mediated transformation and assessment of factors
influencing transgene expression in loblolly pine (Pinus taeda L.). Cell Research 11
(3) : 237 – 243
Tang, W and Tian, Y. 2003. Transgenic loblolly pine (Pinus taeda L.) plants expressing a
modified d-endotoxin gene of Bacillus thuringiensis with enhanced resistance to
Dendrolimus punctatus Walker and Crypyothelea formosicola Staud. J. of
Exoerimental Botany 54 (383): 835 – 844.
Wang, Y., R.L. Nelson, Y. Hu. 1998. Genetic analysis of resistance to soybean mosaic
virus in four soybean cultivar from China. Crop Science 38 (4) : 922-925.
19
Download