PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI ALJABAR DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 BALAESANG Afdalul Rahman E-mail: [email protected] Sukayasa E-mail: [email protected] I Nyoman Murdiana E-mail: [email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran langsung yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi turunan fungsi aljabar di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Balaesang. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Balaesang yang berjumlah 28 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi turunan fungsi aljabar di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Balaesang mengikuti fase-fase: 1) penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik, 2) pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan, 3) pembimbingan pelatihan, 4) pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik, dan 5) pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Kata kunci: pembelajaran langsung, hasil belajar, turunan fungsi aljabar. Abstract: The purpose of this research was to describe the applying of direct learning model that can improve the student’s learning outcomes of main topic derivative algebra functions at XI IPA in SMA Negeri 1 Balaesang. The Type of this research is a classroom action research. The design of this research refers to the research design of Kemmis and Mc Taggart consists of four components that are planing, action, observation, and reflection. The subject of this study is a student of class XI IPA SMA Negeri 1 Balaesang which amounted to 28 students. This research conducted in two cycles. The applying of direct learning model that can improve the student’s learning outcomes of main topic derivative algebra functions at XI IPA in SMA Negeri 1 Balaesang, that are: 1) the delivery of objectives and preparation of learners, 2) demonstration of knowledge or skills, 3) coaching training, 4) checking understanding and providing feedback, and 5) providing the opportunity for further training and implementation. Keywords: direct learning, learning outcomes, derivative algebra functions Matematika merupakan satu diantara beberapa matapelajaran wajib yang harus ditempuh peserta didik disetiap jenjang yaitu mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan lanjutan bahkan sampai perguruan tinggi, sebagaimana tujuan pembelajaran yang tercantum dalam KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Matematika terdiri atas beberapa materi, satu diantaranya yaitu materi turunan fungsi. Kajian yang menarik untuk dicermati terkait dengan materi turunan fungsi adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningtyas (2013) yang menunjukkan bahwa materi turunan fungsi merupakan materi yang sulit bagi siswa kelas XI SMA Negeri 2 Ponorogo. Selain itu, Ammunaidah (2016) menyatakan bahwa kesulitan yang dialami oleh siswa kelas XI MAN 1 Banjarmasin dalam menyelesaikan soal turunan fungsi aljabar, yaitu kesulitan Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 327 dalam melakukan operasi hitung, menguraikan bentuk soal, mengidentifikasi soal, dan menggunakan rumus turunan. Selanjutnya, Anwar (2014) menyatakan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep pada materi turunan fungsi. Mereka berpendapat bahwa turunan fungsi memiliki banyak rumus dan dalam penerapannya memerlukan pemahaman tinggi yang melibatkan banyak konsep. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa materi turunan fungsi merupakan satu diantara beberapa materi dalam pelajaran matematika yang sulit dipelajari oleh siswa. Peneliti menduga bahwa permasalahan ini mungkin dialami oleh siswa di SMA Negeri 1 Balaesang, sehingga untuk meyakinkan hal tersebut peneliti melakukan dialog dengan seorang guru matapelajaran matematika di sekolah tersebut. Informasi yang diperoleh yaitu siswa masih kesulitan dalam memahami materi turunan fungsi, siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, pembelajaran hanya didominasi oleh siswa yang pintar serta siswa mudah lupa dengan materi yang telah mereka pelajari, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Menindaklanjuti hasil dialog tersebut, untuk memperoleh informasi yang lebih jelas tentang kesulitan siswa pada materi turunan fungsi aljabar, peneliti memberikan tes identifikasi masalah pada siswa kelas XII yang telah mempelajari materi turunan fungsi aljabar. Satu diantara soal yang diberikan yaitu, tentukan turunan pertama dari fungsifungsi berikut. a) f (x) = 2x2 + 4x – 6, b) f (x) = (6 – x2) (x + 2), dan c) f (x) = . Jawaban siswa terhadap soal tes identifikasi dikelompokkan berdasarkan kemiripan jawaban siswa. Satu diantara kelompok jawaban siswa terhadap soal tes identifikasi tersebut ditampilkan pada gambar berikut. SA1aTI01 SA1aTI02 SC1cTI01 SA1aTI03 Gambar 1. Jawaban SA terhadap tes identifikasi SC1cTI02 SA1bTI01 SA1bTI02 SC1cTI03 SA1bTI03 Gambar 2. Jawaban AD terhadap tes identifikasi Gambar 3. Jawaban SC terhadap tes identifikasi Gambar 1 menunjukkan bahwa SA menulis terlebih dahulu fungsi yang akan diturunkan yaitu f (x) = 2x2 + 4x – 6 (SA1aTI01). Kemudian SA menggunakan sifat y = u ± v dalam menurunkan fungsi tersebut, sehingga diperoleh f (x) = 2.2x2-1 + 4 (SA1aTI02). Selanjutnya SA menyederhanakan 2.2x2-1 menjadi 4x, sehingga diperoleh f (x) = 4x + 4 (SA1aTI03). SA dapat menggunakan sifat y = u ± v dengan benar, namun SA tidak menuliskan simbol f ′(x) ketika fungsi tersebut telah diturunkan, sebagaimana yang ditunjukkan pada kode SA1aTI02 dan kode SA1aTI03. Jawaban yang benar adalah f ′(x) = 4x + 4. Gambar 2 menunjukkan bahwa SA menulis terlebih dahulu fungsi yang akan diturunkan yaitu f (x) = (6 – x2) (x + 2) (SA1bTI01). Kemudian SA menggunakan sifat y = 328 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 u ± v dalam menurunkan faktor dari fungsi tersebut, sehingga diperoleh f (x) = (0 – x2-1) (1 + 0) (SA1bTI02). Selanjutnya SA mengoperasikan (0 – x2-1) (1 + 0) diperoleh x (SA1bTI03). Kesalahan yang dilakukan SA dalam menjawab soal ini yaitu SA tidak menuliskan simbol f ′(x) ketika fungsi telah diturunkan dan SA langsung menurunkan fungsi tersebut tanpa menggunakan sifat turunan y = u . v, sebagaimana yang ditunjukkan pada kode SA1bTI02. Seharusnya SA menggunakan sifat turunan y = u . v atau SA mengalikan faktor dari fungsi tersebut terlebih dahulu kemudian menurunkannya. Gambar 3 menunjukkan bahwa SC menulis terlebih dahulu fungsi yang akan diturunkan yaitu f (x) = (SC1cTI01). Kemudian SC langsung menurunkan pembilang dan penyebut dari fungsi tersebut tanpa menggunakan sifat turunan y = , sehingga diperoleh (SC1cTI02). Selanjutnya SC mengoperasikan penyebut dari diperoleh (SC1cTI03). Kesalahan yang dilakukan SC dalam menjawab soal ini yaitu SC tidak menuliskan simbol f ′(x) ketika fungsi telah diturunkan, serta SC tidak menggunakan sifat turunan y = dalam menurunkan fungsi tersebut sehingga jawaban SC salah, sebagaimana yang ditunjukkan pada kode SC1cTI02. Hasil dialog dengan guru matapelajaran matematika dan hasil tes identifikasi masalah menunjukkan bahwa kurangnya keterlibatan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dalam pembelajaran yang menyebabkan siswa kurang memahami materi turunan fungsi, sehingga siswa banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soalsoal yang diberikan. Masalah tersebut dapat teratasi dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara langsung dalam menyelesaikan masalah yang diberikan agar siswa dapat memahami materi yang dipelajari. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menerap-kan model pembelajaran langung. Trianto (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran langsung dapat menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan faktual) dan pengetahuan prosedural yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Peneliti melakukan modifikasi dalam menerapkan model pembelajaran langsung, yaitu dalam pembelajaran siswa dikelompokkan menjadi kelompok yang heterogen dan setiap kelompok terdiri atas 2 pasang siswa. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan LKS yang diberikan secara individu terlebih dahulu dengan waktu yang telah ditentukan. Kemudian siswa mengerjakan LKS tersebut bersama pasangannya. Setelah itu, siswa berdiskusi bersama kelompoknya dan mempresentasikan hasil diskusinya tersebut kepada siswa lainnya. Melalui model pembelajaran langsung yang dalam pelaksanaannya disertai dengan kegiatan kerja kelompok, diharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam mengikuti pembelajaran, bekerjasama dalam mengerjakan soal latihan yang diberikan, pemahaman siswa akan lebih mendalam mengenai materi yang dipelajari serta dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Auliya (2013) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi perbandingan sudut-sudut yang berelasi di kelas X Teknik Gambar Bangunan A SMK Negeri 3 Palu. Selanjutnya Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 329 penelitian yang dilakukan oleh Pusfandari (2014) menyimpulkan bahwa penerapkan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SDN Ngagel Rejo III/398 Surabaya. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan model pembelajaran langsung yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi turunan fungsi aljabar di kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Balaesang? METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang mengacu pada alur desain model Kemmis dan Mc. Taggart (2013) yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Balaesang yang berjumlah 28 siswa, terdiri atas 13 siswa laki dan 15 siswa perempuan. Peneliti memilih tiga siswa sebagai informan dengan inisial IF berkemampuan tinggi, RN berkemampuan sedang dan EG berkemampuan rendah. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu observasi, wawancara, catatan lapangan, dan tes. Analisis data dilakukan mengacu pada analisis data kualitatif model Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini yaitu setiap aspek pada lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa minimal berkategori baik, siswa dapat menyelesaikan soal menentukan turunan fungsi yang sederhana dengan menggunakan definisi dan sifat-sifatnya untuk siklus I dan siswa dapat menyelesaikan soal menentukan turunan fungsi dengan menggunakan aturan rantai untuk siklus II. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini terdiri atas hasil pra pelaksanaan tindakan dan hasil pelaksanaan tindakan. Pada pra pelaksanaan tindakan, peneliti memberikan tes awal yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi prasyarat, yaitu materi limit fungsi. Hasil tes awal menunjukkan bahwa dari 28 siswa yang mengikuti tes tersebut, terdapat 12 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa mengenai materi limit fungsi masih rendah sehingga siswa banyak melakukan kesalahan dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh siswa di antaranya yaitu kesalahan dalam pemfaktoran, kesalahan dalam operasi hitung aljabar, dan kesalahan dalam penulisan limit. Oleh karena itu, peneliti bersama siswa membahas kembali soal-soal pada tes awal sebelum masuk ke tahap pelaksanaan tindakan. Tahap pelaksanaan tindakan pada penelitian ini terdiri dari dua siklus. Siklus I dilaksanakan tiga kali pertemuan, sedangkan siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran langsung pada pertemuan pertama siklus I, pertemuan kedua siklus I, dan pertemuan pertama siklus II. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pelaksanaan tindakan pada setiap kegiatan dilakukan dengan mengikuti fase-fase model pembelajaran langsung, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik, 2) pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan, 3) pembimbingan pelatihan, 4) pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik, dan 5) pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Fase penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik dilaksanakan pada kegiatan pendahuluan. Selanjutnya, fase pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan, pembimbingan pelatihan, pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik dilaksanakan pada kegiatan inti. Sedangkan fase pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan dilaksanakan pada kegiatan penutup. Peneliti melaksanakan tes akhir tindakan pada pertemuan ketiga siklus I dan 330 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 pertemuan kedua siklus II. Fase penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik dimulai dengan membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas, dan mengecek kehadiran siswa. Pada siklus I dan siklus II, seluruh siswa hadir dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan menyuruh siswa untuk menyiapkan buku dan alat tulis yang akan digunakan dalam belajar, serta meminta siswa untuk menyimpan perlengkapan yang tidak ada kaitannya dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Siswa melaksanakan apa yang diperintahkan oleh peneliti dan hal ini membuat siswa siap untuk belajar. Kemudian peneliti memberikan motivasi kepada siswa untuk meningkatkan semangat kerja siswa dalam belajar dengan menyampaikan manfaat mempelajari materi turunan fungsi. Peneliti menjelaskan bahwa materi turunan fungsi akan terus digunakan dalam mempelajari materi selanjutnya, contohnya materi integral yang akan mereka pelajari di kelas XII semester 1. Selain itu, materi turunan fungsi merupakan materi untuk ujian semester. Jadi, jika siswa memahami materi ini dengan baik, maka akan memudahkan siswa untuk mempelajari materi integral dan memudahkan siswa untuk menjawab soal ujian. Setelah siswa mengetahui manfaatnya, timbul rasa tertarik dan ingin tahu siswa serta siswa menjadi bersemangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah itu, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada siklus I pertemuan pertama yaitu: 1) siswa dapat menentukan turunan fungsi yang sederhana dengan menggunakan definisi turunan, dan 2) siswa dapat menentukan turunan fungsi yang berbentuk y=u±v, y=ku dan y = un dengan menggunakan sifat-sifat turunan. Tujuan pembelajaran pada siklus I pertemuan kedua yaitu siswa dapat menentukan turunan fungsi yang berbentuk y = u . v dan y = dengan menggunakan sifat-sifat turunan. Sedangkan tujuan pembelajaran pada siklus II yaitu siswa dapat menentukan turunan fungsi dengan menggunakan aturan rantai. Pada kegiatan ini siswa telah mengetahui tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sehingga siswa lebih terarah untuk mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, peneliti melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat siswa dengan melakukan tanya jawab mengenai materi limit fungsi pada siklus I dan materi sifat-sifat turunan pada siklus II. Apersepsi yang dilakukan membuat siswa dapat mengingat kembali materi yang dipelajari sebelumnya sehingga siswa lebih siap untuk belajar. Kegiatan yang dilakukan pada fase pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan yaitu peneliti menjelaskan kepada siswa cara menentukan turunan fungsi yang sederhana dengan menggunakan definisi turunan dan sifat-sifat turunan pada siklus I dan cara menentukan turunan fungsi dengan menggunakan aturan rantai pada siklus II. Selanjutnya peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan bagi siswa yang belum memahami materi yang telah dijelaskan. Pada siklus I sebagian siswa kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh peneliti dan siswa masih malu untuk bertanya tentang materi yang telah dijelaskan. Sedangkan pada siklus II seluruh siswa memperhatikan materi yang disampaikan dan siswa berani bertanya tentang hal-hal yang tidak mereka pahami dari materi yang telah dijelaskan. Kegiatan yang dilakukan pada fase pembimbingan pelatihan yaitu peneliti mengelompok-kan siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, banyaknya anggota setiap kelompok yaitu 4 orang siswa, dan setiap kelompok terdiri atas 2 pasang siswa. Pada siklus I siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing, tetapi ada siswa yang kurang setuju dengan teman kelompoknya sehingga membuat suasana kelas menjadi ribut. Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 331 Sedangkan pada siklus II siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing secara tertib dan tenang. Selanjutnya peneliti memberikan LKS kepada setiap siswa dan menyampaikan bahwa LKS tersebut dikerjakan secara individu selama 10 menit. Peneliti memantau siswa dalam mengerjakan LKS yang dibebankan kepadanya dan membantu siswa seperlunya jika menemui kesulitan dalam bekerja. Beberapa siswa tidak mengerjakan LKS secara individu pada siklus I sehingga membuat suasana kelas menjadi ribut. Sedangkan pada siklus II siswa mengerjakan LKS secara individu dengan tenang. Setelah itu, peneliti meminta setiap anggota kelompok berdiskusi bersama pasangannya selama 10 menit. Pada siklus II seluruh siswa berdiskusi bersama pasangannya, siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dibandingkan pada siklus I. Selanjutnya peneliti meminta setiap pasangan untuk mendiskusikan hasil pekerjaan mereka bersama kelompoknya selama 10 menit. Peneliti memantau siswa dalam mengerjakan tugasnya dan membantu siswa seperlunya jika mengalami kesulitan dalam bekerja. Pada siklus I tidak semua siswa berdiskusi dengan kelompoknya, beberapa siswa hanya melihat teman kelompoknya dalam mengerjakan LKS yang diberikan. Selama kegiatan kerja kelompok ada beberapa kelompok yang memerlukan lebih banyak bimbingan, ada pula yang berhasil mengerjakan soal pada LKS dengan bimbingan seperlunya. Sedangkan pada siklus II siswa lebih sering mendiskusikan dengan teman kelompoknya daripada bertanya dengan peneliti sehingga siswa lebih aktif dan saling membantu untuk memahami cara mengerjakan soal pada LKS. Kegiatan yang dilakukan pada fase pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik yaitu peneliti meminta beberapa perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok lainnya memberikan tanggapan dan bertanya tentang halhal yang belum mereka pahami dari jawaban yang telah dipresentasikan. Peneliti menunjuk masing-masing 1 anggota dari kelompok II, III, V, dan VI untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka di depan kelas pada siklus I. Sedangkan pada siklus II peneliti meminta kesediaan dari anggota kelompok I, V, dan VI untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. Siswa memperlihatkan keberaniannya untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya, siswa dapat menemukan kesalahan dari jawaban yang telah dipresentasikan dan menjelaskan jawaban yang benar. Pada saat presentasi siswa dapat menjelaskan dengan baik cara menentukan turunan fungsi dengan menggunakan definisi, sifat-sifat turunan, dan aturan rantai. Pada fase pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan kegiatan yang dilakukan penelit yaitu mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Siswa dapat menyimpulkan materi yang telah mereka pelajari dengan baik, hal ini terlihat saat siswa menanggapi pertanyaan peneliti mengenai kesimpulan dari materi yang telah mereka pelajari. Pada siklus I pertemuan pertama KM menyimpulkan bahwa jika fungsi berbentuk y = k.u, maka y' = k.u', jika fungsi berbentuk y = un, maka y' = n. un-1.u', jika fungsi berbentuk y = u ± v, maka y' = u' ± v'. Pada siklus I pertemuan kedua EF menyimpulkan bahwa jika fungsi berbentuk y = u x v, maka y' = u'v + uv', dan jika fungsi berbentuk y = , maka y' = . Pada siklus II RW menyimpulkan bahwa aturan rantai adalah suatu aturan dimana kita menggunakan lebih dari satu sifat dalam menentukan suatu turunan. Sedangkan NA menyimpulkan bahwa jika suatu fungsi pangkat dari faktornya bernilai besar maka kita menggunakan aturan rantai untuk menurunkannya. Selanjutnya peneliti memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa sebagai pelatihan lanjutan. Beberapa siswa tidak mencatat PR yang diberikan pada siklus I. Sedangkan pada siklus II semua siswa mencatat PR yang diberikan. Kemudian, peneliti mengajak siswa untuk berdoa bersama dan menutup kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam. 332 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 Peneliti memberikan tes akhir tindakan siklus I pada pertemuan ketiga. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 28 siswa yang mengikuti tes, terdapat 17 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan. Tes akhir tindakan siklus I terdiri dari 2 nomor. Soal nomor 1 terbagi menjadi dua bagian, serta soal nomor 2 terbagi menjadi tiga bagian. Siswa banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soal nomor 2 bagian c, satu diantara siswa tersebut adalah EG. Berikut soal nomor 2 bagian c yang diberikan: kerjakan soal berikut dengan menggunakan sifat turunan, y = . Jawaban EG ditampilkan pada Gambar 4. EG2cS101 EG2cS102 EG2cS104 EG2cS103 EG2cS105 Gambar 4. Jawaban EG untuk soal nomor 2 bagian c terhadap tes akhir tindakan siklus I Gambar 4 menunjukkan bahwa EG menulis fungsi yang akan diturunkan terlebih dahulu yaitu f (x) = (EG2cS101). Kemudian EG memisalkan u = –1 (EG2cS102) dan v = x + 1 (EG2cS103). Selanjutnya EG menurunkan u =x – 1 diperoleh = 1 (EG2cS104) dan v = x + 1 diperoleh (EG2cS105). Namun EG tidak menyelesaikan jawabannya, seharusnya nilai dari u, v, u' dan v' disubstitusikan ke y' = . Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan, peneliti melakukan wawancara dengan EG untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan EG. Berikut kutipan wawancara dengan EG pada siklus I. EG S1 73 P : ya benar. Selanjutnya soal nomor 2 bagian c. Jelaskan! , jadi saya menggunakan sifat pembagian. Saya misalkan u = EG S1 74 S : y = EG S1 75 P : EG S1 76 S : EG S1 77 P : EG S1 78 S : EG S1 79 P : EG S1 80 S : EG S1 81 P : EG S1 82 S : 1 berarti u' = 1, kemudian v = x + 1 berarti v' = 1. Saya lupa rumusnya kakak. kenapa dilupa, berarti sebelum ujian kemarin kamu tidak belajar? belajar kakak, saya biasanya sering lupa. ya, sekarang tulis rumusnya kemudian kamu kerjakan, y' = . (memperbaiki kembali jawabannya). (beberapa menit kemudian) sudah selesai? sudah kakak. jelaskan jawabanmu! (memperlihatkan jawabannya) y' = , setelah saya subtitusi nilainya diperoleh . Selanjutnya, saya operasikan diperoleh Setelah itu, saya operasikan EG S1 83 P : ya betul, jadi jawabannya diperoleh . . . Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa EG lupa dengan sifat pembagian dalam menentukan turunan dari fungsi yang diberikan. Namun setelah peneliti mengingatkan EG mengenai sifat pembagian dan memberikan kesempatan kepada EG Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 333 untuk mengerjakan kembali soal yang diberikan, EG dapat menyelesaikannya dengan benar. Peneliti memberikan tes akhir tindakan siklus II pada pertemuan kedua. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 28 siswa yang mengikuti tes, terdapat 24 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan. Tes akhir tindakan siklus II terdiri dari 3 nomor. Siswa banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soal nomor 3, satu diantara siswa tersebut adalah EG. Berikut soal nomor 3 yang diberikan: tentukanlah turunan pertama dari fungsi y = EG3S209 EG3S201 dengan menggunakan aturan rantai. Jawaban EG ditampilkan pada Gambar 5. EG3S202 EG3S210 EG3S203 EG3S211 EG3S204 EG3S212 EG3S205 EG3S213 EG3S206 EG3S214 EG3S207 EG3S215 EG3S208 EG3S216 Gambar 5. Jawaban EG untuk soal nomor 3 terhadap tes akhir tindakan siklus II Gambar 5 menunjukkan bahwa EG terlebih dahulu menulis fungsi yang akan diturunkan yaitu y = menjadi y = (EG3S201). Kemudian EG mengubah bentuk fungsi tersebut (EG3S202). Selanjutnya EG memisalkan y = z2 sehingga diperoleh = 2z (EG3S203), dan EG memisalkan z = sifat pembagian untuk menentukan (EG3S204). Setelah itu, EG menggunakan , hasil yang diperoleh yaitu Langkah selanjutnya, EG mensubstitusi = 2z dan (EG3S210). ke y' = 2 (EG3S212). Langkah berikutnya, EG mengganti z dengan x (EG3S213). EG mengoperasikan 2 x x diperoleh 2 diperoleh (EG3S214). Jawaban akhir yang diperoleh EG yaitu diperoleh x (EG3S216). EG dapat menggunakan aturan rantai dalam menentukan turunan dari fungsi y = dengan benar. Namun EG melakukan kesalahan dalam operasi hitung aljabar, EG menjawab hasil operasi dari 2 x adalah kode EG3S214. Jawaban yang benar adalah x sebagaimana yang ditunjukkan pada x . Setelah memeriksa hasil tes akhir tindakan, peneliti melakukan wawancara dengan EG untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kesalahan EG. Berikut kutipan wawancara dengan EG pada siklus II. 334 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 EG S2 38 S : ya kakak. Selanjutnya y' = dengan x diperoleh diperoleh 2 x jadi saya ganti dengan 2z dan . Kemudian saya ganti z dengan . Setelah itu, saya operasikan diperoleh x . EG S2 38 S : ya kakak. Selanjutnya y' = dengan diperoleh diperoleh 2 x x jadi saya ganti dengan 2z dan . Kemudian saya ganti z dengan . Setelah itu, saya operasikan diperoleh x . EG S2 39 P EG S2 40 S EG S2 41 P EG S2 42 S EG S2 43 P EG S2 44 S EG S2 45 P EG S2 46 S : : : : : : : : betul itu hasil operasinya? (mengamati hasil tes akhir tindakan kode EG3S214). 18x ini dari mana? (menunjuk hasil tes akhir tindakan kode EG3S214). 2 kali 8x. berarti 2 x 8 = 18? oh ya kakak, 16. Berarti 16x. ya 16x. EG S2 47 P EG S2 48 S EG S2 49 P EG S2 50 S : ya betul, : . : jadi jawabannya? : . hasilnya (menunjuk hasil tes akhir tindakan kode EG3S216). masih bisa dioperasikan. Berapa hasilnya? Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa EG sudah memahami cara menentukan turunan fungsi dengan menggunakan aturan rantai. Namun EG kurang teliti dalam menyelesai-kan tes yang diberikan sehingga EG melakukan kesalahan dalam operasi hitung aljabar. Kesalahan yang dilakukan oleh EG telah diperbaiki dengan benar. Aspek-aspek aktivitas guru yang diamati selama mengelola pembelajaran adalah 1) membuka pembelajaran dengan memberi salam, berdoa bersama dan mengecek kehadiran siswa, 2) menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran, 3) menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan memberikan informasi singkat mengenai langkahlangkah pembelajaran yang akan dilakukan, 4) memberikan motivasi kepada siswa, 5) memberi apersepsi kepada siswa, 6) menyajikan informasi tentang materi yang dipelajari, 7) mengelompokkan siswa dalam kelompok belajar secara heterogen yang terdiri atas 2 pasang siswa setiap kelompok,8) memberi LKS kepada setiap kelompok, 9) mengamati siswa pada saat mengerjakan LKS secara individu, 10) mengawasi dan mengatur kelancaran diskusi pada saat mengerjakan LKS secara berpasangan, 11) mengawasi dan mengatur kelancaran diskusi pada saat kerja kelompok, 12) mengawasi dan mengatur kelancaran diskusi pada saat presentasi kelompok, 13) bertindak sebagai fasilitator, 14) membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, 15) menutup kegiatan pembelajaran, 16) efektivitas pengelolaan waktu, 17) penglibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan 18) penampilan guru dalam proses pembelajaran. Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 335 Penilaian dari setiap aspek dilakukan dengan cara memberikan skor, yaitu skor 5 berarti sangat baik, skor 4 berarti baik, skor 3 berarti cukup, skor 2 berarti kurang, dan skor 1 berarti sangat kurang. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus I pertemuan pertama menunjukkan aspek 1, 2, 3, 7, 8 dan 17 memperoleh skor 5, aspek 4, 5, 6, 10, 11, 13, 15, 18, dan 19 memperoleh skor 4, serta aspek 12, 14, dan 16 memperoleh skor 3. Total skor 75 menunjukkan bahwa aktivitas guru pada siklus I pertemuan pertama dikategorikan baik. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus I pertemuan kedua menunjukkan aspek 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 14, 15, dan 16 memperoleh skor 5, serta aspek 4, 6, 10, 11, 12, 13, 17, dan 18 memperoleh skor 4. Total skor 82 menunjukkan bahwa aktivitas guru pada siklus I pertemuan kedua dikategorikan sangat baik. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus II menunjukkan aspek 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, dan 16 memperoleh skor 5, serta aspek 4, 13, 17, dan 18 memperoleh skor 4. Total skor 86 menunjukkan bahwa aktivitas guru pada siklus II dikategorikan sangat baik. Aspek-aspek aktivitas siswa yang diamati selama pembelajaran adalah 1) mejawab salam dari guru dan berdoa bersama, 2) mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran, 3) memperhatikan penjelasan guru, 4) menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, 5) memperhatikan materi yang dijelaskan guru, 6) siswa bergabung dengan kelompoknya dan setiap siswa duduk bersama pasangannya, 7) mengerjakan LKS secara individu, 8) bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS, 9) mengerjakan LKS bersama pasangan, 10) mengerjakan LKS bersama kelompok, 11) mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas, 12) menyimpulkan materi yang telah dipelajari, 13) mencatat PR yang diberikan, 14) memperhatikan guru dalam memberikan pesan sebelum pembelajaran berakhir, 15) efektivitas pengelolaan waktu, 16) antusias siswa, dan 17) interaksi siswa. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama menunjukkan aspek 1, 3, 14, dan 16 memperoleh skor 5, aspek 2, 4, 5, 11, 12, dan 13 memperoleh skor 4, serta aspek 6, 7, 8, 9, 10, 15, dan 17 memperoleh skor 3. Total skor 65 menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama dikategorikan baik. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I pertemuan kedua menunjukkan aspek 1, 2, 3, 5, 8, 10, 11, 13, 14, dan 16 memperoleh skor 5, serta aspek 4, 6, 7, 9, 12, 15, dan 17 memperoleh skor 4. Total skor 78 menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada siklus I pertemuan kedua dikategorikan sangat baik. Hasil observasi menunjukkan aspek 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, dan 16 memperoleh skor 5, serta aspek 4, 13, 17, dan 18 memperoleh skor 4. Total skor 86 menunjuk-kan bahwa aktivitas siswa pada siklus II dikategorikan sangat baik. PEMBAHASAN Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti terlebih dahulu melaksanakan tes awal untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi prasyarat yaitu materi limit fungsi. Hasil tes awal digunakan sebagai pedoman dalam membentuk kelompok belajar dan penentuan informan dalam penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Paloloang (2014) bahwa pemberian tes awal sebelum pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi prasyarat dan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok belajar yang heterogen serta penentuan informan. Pelaksanaan pembelajaran siklus I dan siklus II, mengikuti fase-fase model pembelajaran langsung, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik, 2) pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan, 3) pembimbingan pelatihan, 4) pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik, dan 5) pemberian kesempatan untuk 336 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 pelatihan lanjutan dan penerapan. Fase penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik dimulai dengan membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa, dan mempersiapkan siswa untuk belajar. Selanjutnya peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan cara menjelaskan manfaat mempelajari materi turunan fungsi alajabar. Peneliti menjelaskan bahwa materi turunan fungsi akan terus digunakan dalam mempelajari materi selanjutnya, yaitu materi integral. Selain itu, materi turunan fungsi merupakan materi untuk ujian semester. Sehingga hal ini membuat siswa siap dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Verawati (2015) yang menyatakan bahwa pemberian motivasi dilakukan dengan menjelaskan manfaat mempelajari materi yang diajarkan sehingga siswa menjadi siap dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah itu, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan jelas dan tepat sehingga siswa terbimbing dalam melaksanakan aktifitas belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2009) bahwa tujuan pembelajaran yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Selanjutnya peneliti melakukan apersepsi melalui tanya jawab untuk mengingatkan kembali siswa tentang materi prasyarat yaitu materi limit fungsi. Materi limit fungsi merupakan materi dasar untuk mempelajari materi turunan fungsi aljabar sehingga siswa harus memahami materi dasar terlebih dahulu sebelum mempelajari materi selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990) yang menyatakan bahwa sebelum mempelajari konsep B, seseorang perlu memahami lebih dulu konsep A yang mendasari konsep B. Sebab tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Kegiatan yang dilakukan pada fase pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan yaitu peneliti menyajikan materi kepada seluruh siswa yang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dasar siswa terhadap materi yang diajarkan sehingga siswa dapat mengembangkan informasi yang diperoleh dalam menyelesaikan soal. Hal ini sesuai dengan pendapat Usman (2004) bahwa penyajian materi sangatlah penting karena disinilah siswa diberikan informasi pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan siswa dalam mengembangkan konsep materi yang dipelajari untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada fase pembimbingan pelatihan yaitu peneliti mengelompok-kan siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, banyaknya anggota setiap kelompok yaitu 4 orang siswa, dan setiap kelompok terdiri atas 2 pasang siswa. Pembentukan kelompok bertujuan agar siswa dapat bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, siswa yang berkemampuan lebih dapat membantu siswa yang berkemampuan dibawahnya dalam memahami materi yang mereka pelajari, dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo (2011) yang menyatakan bahwa siswa yang berkemampuan lebih dapat membantu siswa yang berkemampuan dibawahnya pada saat proses interaksi dengan kelompoknya. Selanjutnya Yanto (2015) menyatakan bahwa pem-bentukan kelompok bertujuan agar siswa dapat bekerjasama, saling membantu, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya masing-masing. Selanjutnya peneliti memberikan LKS kepada setiap siswa sebagai panduan mereka dalam memecahkan masalah yang diberikan, sehingga dapat membantu siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2010) yang menyatakan bahwa LKS merupakan panduan siswa yang digunakan Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 337 untuk melakukan penyelidikan atau pemecahan masalah. Pada LKS tersebut, terdapat sejumlah pertanyaan yang disusun secara sistematis sehingga dapat membantu siswa dalam membuat kesimpulan terhadap materi yang diajarkan. Peneliti meminta siswa untuk mengerjakan LKS tersebut secara individu selama 10 menit. Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan konsep serta menilai sendiri konsep yang telah mereka peroleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010) yang menyatakan bahwa guru perlu memberi kesempatan kepada para siswa untuk menerapkan konsep-konsep serta memberi dorongan kepada para siswa untuk menilai sendiri konsep yang telah diperolehnya. Setelah itu, peneliti meminta siswa untuk berdiskusi dengan pasangannya selama 10 menit mengenai LKS yang telah diberikan dengan tujuan agar terjadi interaksi yang dapat memaksimalkan potensi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Isjoni (2009) yang menyatakan bahwa berdasarkan teori motivasi, peranan teman sebaya dalam belajar bersama memegang peranan yang penting untuk memunculkan motivasi dan keberanian siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya secara maksimal. Peneliti mengamati dan memberikan bimbingan atau bantuan seminimal mungkin kepada siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Safi’i dan Nusantara (2013) yang menyatakan bahwa seorang guru perlu memiliki kewajiban dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya dengan melakukan upaya pemberian bantuan seminimal mungkin. Selanjutnya peneliti meminta setiap pasangan mendiskusikan hasil pekerjaan mereka bersama kelompoknya dengan tujuan untuk melatih siswa bekerjasama dan bertanggung jawab dalam proses pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010) yang menyatakan bahwa dalam proses belajar siswa melatih bekerjasama dalam kelompok berdiskusi. Mereka bertanggung jawab bersama dalam proses memecahkan masalah. Kegiatan yang dilakukan pada fase pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik yaitu peneliti meminta beberapa perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok lainnya memberikan tanggapan. Hal ini bertujuan mendorong siswa untuk mengemukakan pendapat, menerima sanggahan atas pendapatnya serta menerima pendapat orang lain sehingga tergalinya gagasan baru yang diharapkan dapat memperluas pemahaman siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Gintings (2008) yang menyatakan bahwa keunggulan diskusi, yaitu: 1) mendorong siswa untuk berpartisipasi serta memiliki rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, 2) membiasakan siswa untuk mendapat dukungan dan sanggahan atas pendapatnya serta menerima pendapat orang lain, dan 3) tergalinya gagasan-gagasan baru untuk memperkaya dan memperluas pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas. Setelah itu, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi jawaban yang dipresentasikan dengan tujuan agar siswa terbiasa memberikan argumen atau tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga hal yang dipelajarinya lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi bermakna bagi siswa. Fase pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan dilaksanakan pada kegiatan penutup. Pada fase ini peneliti mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Barlian (2013) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan penutup, guru bersamasama dengan siswa membuat rangkuman/simpulan pelajaran. Setelah itu, peneliti 338 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 memberikan tugas mandiri kepada siswa sebagai pelatihan lanjutan dengan tujuan agar pemahaman siswa mengenai materi yang telah dipelajari dapat meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Indrawati (2005) yang menyatakan bahwa guru dapat memberikan tugastugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari. Hasil observasi terhadap aktivitas guru pada siklus I menunjukkan bahwa, hal-hal yang menjadi kekurangan peneliti yaitu mengawasi dan mengatur kelancaran diskusi pada saat presentasi kelompok, membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari, dan efektivitas pengelolaan waktu. Sedangkan pada siklus II kekurangan tersebut telah diperbaiki dengan baik. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I menunjukkan bahwa, aspek-aspek yang berkategori cukup yaitu siswa duduk berdasarkan kelompok bersama dengan pasangannya, mengerjakan LKS secara individu, bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan dalam mengerjakan LKS, mengerjakan LKS bersama pasangan, mengerjakan LKS bersama kelompok, efektivitas pengelolaan waktu, dan interaksi siswa. Sedangkan pada siklus II menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari setiap aspek tersebut. Hasil tes akhir tindakan dan wawancara siklus I menunjukkan bahwa siswa telah memahami cara menentukan turunan fungsi yang sederhana dengan menggunakan definisi dan sifat-sifatnya, meskipun terdapat siswa yang kurang teliti dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Pada siklus I diperoleh persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 60,71%. Hasil tes akhir tindakan dan wawancara siklus II menunjukkan bahwa siswa telah memahami cara menentukan turunan fungsi dengan menggunakan aturan rantai, meskipun masih terdapat siswa yang kurang teliti dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Walaupun demikian, sebagian besar siswa dapat menjawab tes yang diberikan dengan benar. Hal ini dibuktikan dengan persentase ketuntasan belajar klasikal yang mengalami peningkatan yaitu sebesar 85,71%. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi turunan fungsi aljabar di kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Balaesang mengikuti fase-fase, yaitu: 1) penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik, 2) pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan,3) pembimbingan pelatihan, 4) pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik,dan 5) pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Hal ini didukung oleh pendapat Winanto (2015) bahwa penerapkan model pembelajaran langsung dapat meningkat-kan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi turunan fungsi aljabar di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Balaesang mengikuti fase-fase, yaitu:1) penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik, 2) pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan, 3) pembimbingan pelatihan, 4) pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik, dan 5) pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Fase penyampaian tujuan dan persiapan peserta didik dimulai dengan membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa untuk berdoa, mengecek kehadiran siswa, memeriksa persiapan siswa, dan memberi motivasi. Selanjutnya peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan melakukan apersepsi. Kegiatan yang dilakukan pada fase pendemonstrasian pengetahuan atau keterampilan yaitu Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 339 peneliti menjelaskan materi kepada siswa serta memberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan bagi siswa yang belum memahami materi yang telah dijelaskan. Kegiatan yang dilakukan pada fase pembimbing-an pelatihan yaitu peneliti mengelompokkan siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, dan setiap kelompok terdiri atas 2 pasang siswa. Selanjutnya peneliti memberikan LKS kepada siswa dan meminta setiap siswa untuk mengerjakan LKS tersebut secara individu. Setelah itu, peneliti meminta siswa untuk berdiskusi bersama pasangannya mengenai LKS yang telah diberikan. Peneliti berkeliling dan mengamati siswa mengerjakan LKS serta memberikan bantuan terbatas jika siswa mengalami kesulitan. Kemudian peneliti meminta setiap pasangan untuk mendiskusikan hasil pekerjaan mereka bersama kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan pada fase pengecekan pemahaman dan pemberian umpan balik yaitu peneliti meminta beberapa perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok lainnya memberikan tanggapan. Kegiatan yang dilakukan pada fase pemberian kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan yaitu peneliti mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah mereka lakukan. Setelah itu, peneliti memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa dan menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa bersama dan mengucapkan salam. SARAN Saran peneliti dengan memperhatikan kesimpulan di atas yaitu dalam melaksanakan pembelajaran matematika, diharapkan guru dapat menjadikan model pembelajaran langsung sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, guru perlu memodifikasi pembelajaran langsung agar lebih menarik minat siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik dan sungguh-sunguh. DAFTAR PUSTAKA Ammunaidah, S. (2016). Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Turunan Fungsi Aljabar pada Siswa Kelas XI IPS Madrasah Aliyah Negeri 1 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2015/2016. [Online]. Tersedia: http://idr.iain-antasari.ac.id/5898/3/ ABSTRAK. pdf [15 September 2016] Anwar, K. (2014). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Turunan Fungsi Melalui Model Pembelajaran Jigsaw Berbantuan Student Activities Handout. Jurnal Kreano [Online]. Vol. 5 (2), 10 hlm. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/nju/index. php/kreano/article/download/3324/3654. [14 Januari 2016] Auliya, R. (2013). Implementasi of Experiental Learning to Improve Students Understanding at Ratio of Related Angels X teknik Gambar Bangunan (TGB) an On SMK Negeri 3 Palu. Skripsi Sarjana pada FKIP Universitas Tadulako. Palu: tidak diterbitkan Aunurrahman, (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Barlian, I. (2013). Begitu Pentingkah Strategi Belajar Mengajar Bagi Guru? Jurnal Forum Sosial [Online]. Vol. 6 (1), 6 hlm. Tersedia: http://uprints.unsri. ac.id./2268/2/isi. pdf [4 November 2016] Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Matapelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas 340 AKSIOMA Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 5, No. 3, Desember 2016 Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika ke-4 Universitas Tadulako, 4 Desember 2016 Gintings, A. (2008). Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora Hudojo, H. (1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang Indrawati. (2005). Model Pembelajaran Langsung. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam (Science Education Development Centre) [Online]. Tersedia: http//www.p4tkipa.net/modul/Tahun2015/SMS/Kimia/Model% 20Pembelajaran%Langsung.pdf [21 Juli 2016] Isjoni. (2009). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. (2013). Action Research Model. [Online]. Tersedia: https:// www.scribd.com/doc/232329702/Action-Research-Model-by-Kemmis-andMctaggart. [15 November 2016] Miles, M dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press Paloloang, F. B. (2014). Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Panjang Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran di Kelas VIII SMP Negeri 19 Palu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako [Online]. Vol. 2 (1), 11 hlm. Tersedia: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/ index.php/JEPMT/article/view/3232/2287 [4 November 2016] Purnomo, W. P. (2012). Keefektivan Model Penemuan Terbimbing dan Cooperatif Learning pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan [Online]. Vol. 41 (1), 13 hlm. Tersedia: http://journal.uny.ac.id/indexphp/jk/article/download/503/366. [22 Agustus 2016] Pusfandari, A. D. A. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Langsung untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas III SDN Ngagel Rejo III/398 Surabaya. Jurnal PGSD [Online]. Vol. 2 (2), 7 hlm. Tersedia: http://ejournal.unesa.ac.id/article/ 13785/18/ article.pdf [17 Oktober 2016]. Rahmawati, F. (2013). Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistic Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Journal FMIPA UNILA [Online]. Vol. 1 (1), 14 hlm. Tersedia: http://journal.fmipa.unila. ac.id.index.php/semirata/article/view/882/701. [23 Juli 2016] Safi’i, I dan Nusantara, T. (2013). Diagnosis Kesalahan Siswa Pada Materi Faktorisasi Bentuk Aljabar dan Scaffoldingnya. [Online]. Tersedia: http://jurnal-online.um. ac.id/data/artikel/artikel129887756D901C2029476EE329179 594.pdf. [24 Juli 2016] Sanjaya, W. (2009). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Slameto. (2010). Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group Usman, H.B. (2004). Strategi Pembelajaran Kontemporer Suatu Pendekatan Model. Cisarua: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Afdalul Rahman, Sukayasa, dan I Nyoman Murdiana, Penerapan Model … 341 Wahyuningtyas, W. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Materi Turunan Fungsi Melalui Diskusi Kelompok. MATHEducation [Online]. Vol. 1 (20), 8 hlm. Tersedia: http://ejournal.unesa.ac.id/article/9947/ 30/article. pdf. [27 Oktober 2016] Winanto, A. (2015). Penerapan Model Pembelajaran langsung untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Materi Operasi pada Bentuk Akar di Kelas X MIA 7 SMA Negeri 4 Palu. Skripsi Sarjana pada FKIP Universitas Tadulako. Palu: tidak diterbitkan Verawati. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel di Kelas VII SMP Islam Terpadu Qurrota’ayun Tavanjuka. Skripsi Sarjana pada FKIP Universitas Tadulako. Palu: Tidak Diterbitkan. Yanto. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel di Kelas VIII D SMPN 7 Palu. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako [Online]. Vol. 2 (4), 12 hlm. Tersedia: http:// jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/1707/1124. [6 Oktober 2016]