tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita

advertisement
TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA
JURNALISTIK TENTANG PENULISAN
BERITA DI MEDIA CETAK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Ujian Sarjana Strata-1
Pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Andrianto Gunawan
NIM 6662082077
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2014
ii
iii
iv
Motto dan Lembar Persembahan
“Tidak Ada Yang Lebih Indah Dari
Menyelesaikan Skripsi Saat Di Bangku
Kuliah”
Ku persembahakan
skripsi ini untuk
Bapak dan Mama
Serta Wanita Ku
Sebagai kado spesial
v
ABSTRAK
ANDRIANTO GUNAWAN.
082077. TINGKAT PEMAHAMAN
MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI
MEDIA CETAK. Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Univesitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten. 2014
Penelitian ini untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang
penulisan berita di media cetak.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pemahaman
mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita. Tujuan penelitian yakni ingin
menjelaskan tingkat pemahaman tentang jenis berita, unsur berita, kontruksi berita
dan bahasa jurnalistik.
Teori yang digunakan adalah teori Model kemungkinan elaborasi yang termasuk
dalam perubahan sikap yang terjadi dalam diri seseorang ini dikembangkan oleh
ahli psiokologi sosial Richard Petty dan John Cacioppo telah menjadi teori
persuasi paling populer dewasa ini. Terdapat dua cara yang dikenal dengan istilah
rute sentral (central route) merupakan elaborasi atau pemikiran kritis dan rute
periferal (peripheral route) merupakan kecendurungan kognitif dimana
penerimaan/penolakan suatu pesan lebih ditekankan pada kredibilitas pengirim
informasi, reaksi lingkungan, atau terpengaruh oleh faktor-faktor lain di luar
argumentasi (atribusi eksternal).
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang hanya menggambarkan
situasi, peristiwa atau fenomena yang terjadi. Penelitian ini menggunakan total
sampling dengan metode survey, yaitu terhadap 52 mahasiswa jurnalistik yang
aktif kuliah pada semester ganjil tahun 2013-2014. Proses pengumpulan datanya
menggunakan kuesioner (angket) dan dokumentasi. Untuk pengolahan data,
peneliti menggunakan aplikasi statistik SPSS dengan submenu frequencies dan
descriptives, disertai grafiknya.
Hasil penelitian ini menjelaskan tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita
sangat tinggi (81,1%) pada tingkat pemahaman akan unsur berita sangat tinggi
(81,7%), kemudian tinggi (71%) pada tingkat pemahaman akan konstruksi berita,
dan tinggi (69,2%) pada tingkat pemahaman akan bahasa jurnalistik.
Kata Kunci : Pemahaman, Penulisan Berita, Media Cetak
vi
ABSTRACT
ANDRIANTO GUNAWAN. 082077. THE STUDENTS JOURNALISM
UNDERSTANDING LEVEL OF NEWS WRITING IN PRINT MEDIA.
Communication Department. Faculty of Social and Political Science. University
of Sultan Ageng Tirtayasa. Banten. 2014
This research it to examine the students jounalism understanding level of news
writing in print media..
Main problem in this research is how the students journalism understanding level
of news writing journalism in print media. The goal is to explain the level of
understanding about the types of news, news items, news construction and
journalistic language.
This research using Elaboration Likehood Model theory that includes the attitude
change that occurs in a person, It was developed by an expert social psiokologi
Richard Petty and John Cacioppo has become the most popular theories now
persuasion. There are two ways known as the central route is an elaboration or
critical thinking and peripheral route are cognitive tendency, which acceptance /
rejection of a message with more emphasis on the credibility of the sender
information, the reaction environment, or be affected by other factors beyond the
arguments (external attribution)
This is descriptive research, which only describe the situation, events or
phenomena that occur. This research uses total sampling by means of survey
method towards 52 student’s journalistic active a lecture at odd semester 20132014. The process of data collection use questionnaire and documentation. For
data processing, researchers use SPSS statiscal application with frequencies and
descriptive submenu, also by a graph.
The result of this research is that the understanding of the student will be very
high levels ( 81,1 % ) to be an understanding of the very high ( 81,7 % ) so high
(71 % ) on the level of understanding will be the news construction , and high
(69,2 % ) on the level of understanding will be the journalistic language.
KeyWord : The Understanding. News Writing, Print Media
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
kepada penulis, serta tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhamad SAW yang telah memberikan penerangan ilmu kepada
umatnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah dengan penuh rasa syukur skripsi yang berjudul “TINGKAT
PEMAHAMAN MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN
BERITA DI MEDIA CETAK ” dapat terselesaikan. Berkat rahmat dan
pertolonganNya, penulis dibukakan jalan hati dan pikiran untuk dapat
menyelesaikan sesuai batas waktu dan kemampuan yang telah ditentukan. Semua
itu tentu karena dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu ucapan terimakasih
dan penghargaan dengan setulus hati dihaturkan kepada semua pihak yang telah
membantu peneliti dalam bentuk moril maupun materil, semoga Allah SWT
membalas kebaikannya.
Tentunya penelitian ini tak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan,
dukungan, dan bimbingan dari dosen pembimbing. Untuk itu peneliti
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing
pertama Ibu Mia Dwianna, M.Ikom yang telah memberikan waktu, spirit,
dukungan dan perhatian kepada peneliti, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Serta kepada dosen pembimbing kedua Ibu Puspita Asri Praceka,
M.Ikom , yang telah memberikan waktu, arahan, perhatian, dan dukungan kepada
peneliti, sehingga peneliti lebih termitivasi untuk menyelesaikan penelitian ini
dengan baik.
Peneliti juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang telah
mendukung dan memotivasi peneliti. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membuat kebijakan-kebijakan
universitas.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah menjadi
inspirasi peneliti karena kepemimpinannya.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi, dan Ibu Puspita Asri Praceka,S.Sos.,M.Ikom selaku
viii
Sekretaris Jurusan Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Ibu Mia Dwianna,S.Sos.,M.Ikom., selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah penuh dengan kesabaran dan meluangkan waktunya, serta
memberi masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom., selaku Dosen Pembimbing
II yang telah penuh dengan kesabaran dan meluangkan waktunya,
serta memberi masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Bapak Idi Dimyati, M.Ikom selaku Dosen Akademik yang telah
membimbing perkuliahan dari semester awal hingga akhir.
7. Ketiga Dosen penguji ibu Naniek Afrilla F, S.Sos, M.Si., ibu Dra.
Rahmi Winagsih, M.Si., dan ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos.,
M.Ikom., yang telah memberikan arahan dan masukan positif.
8. Seluruh staff Program Studi Ilmu Komunikasi dan staff Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu penulis dalam hal
kelancaran proses skripsi.
9. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, terima kasih atas ilmu
yang telah diberikan selama kuliah.
10. Bapak H. T. Sukardi, B.A. dan Ibu Hj. Dwi Asih Haryanti, orang
tuaku tercinta yang telah memberikan segalanya untuk peneliti
menyelesaikan skripsi ini.
11. Mas dan Mba kandungku Mas Alex Eko Setiawan, Mas Anton, Mba
Ani, Mas Jumadi, Mba Tina dan Mba Wegi, serta keponakankeponakanku Farand, Fareld, Fadrika, Shabira, Syakura, Ara, dan
Haidar
yang
telah
memberikan
semangat
peneliti
untuk
menyelesaikan skripsi ini.
12. Zaudia Aristhia Octora, wanitaku yang selalu menjadi sumber
motivasi dan penyemangat peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
ix
13. Seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi konsentrasi Ilmu Jurnalistik,
yang telah menjadi responden dalam penelitian ini dan dalam
pengisian kuesioner.
14. Seluruh karyawan PT. Banten Media Global Televisi, Bapak Dito
selaku manager produksi, Bapak Novian, Bapak Reza, Koh Yefta,
Dhae, Olip, Azan, Dani, Bang Awang, Bang Mahrup, Yadi, Nining,
Cipo, Dian, Andi, Bang Rapih, alm. Bapak Edi, Bang Oscar, Teh
Nurul, Usman dll yang telah membantu peneliti selama melaksanakan
magang.
15. Bang Ukon Furkon Sukanda, S.Sos., yang telah memberikan arahan
dan perhatian kepada peneliti.
16. Ichsan F, Ruby, Edison, Nanda, dan Uli temen seperjuangan
menyelesaikan skripsi
17. Senior, Teman dan Adik-adik Komunitas Video komunikasi Untirta
(KOVIKTA) Bang Cemad, Bang Apit, Bang Alez, Bang Alex, Bang
Erik, Teh Rai, Teh Mulya, Teh Kiki, Hizaz, Firdaus, Indra, Dayat,
Henry, Andri, Ratu, Tika, Aan, Ibad, Augia, Reni, Budi, Eki, Beni,
Amel, dll.
18. Teman-teman seperjuangan Ilmu Komunikasi Konsenterasi Jurnalistik
2008, terimakasih atas kebersamaaannya. Untuk Hasemmy, Tb Ugi,
Gema, Fajri, Adi, Naufal, Rangga, Anggi, Silvya, Uti, Lista, Zahara,
Ninis, Disti, Muthia, Alif, Kiting, Alisa, dll.
19. Teman Angkatan 2008, Adi Kornelius, Afif, Retno Yuniar, Farah
Airin, Fitri, Yona, Kinkin, Desta, Ana, Fahmy, Novran, Diaz, Ajeng,
Abdi, Wacidh, Bowo, Nafier, Dombe dll yang telah memberi
dukungannya kepada peneliti
20. Bang Nurhaedi dan Bang Faisal Tomi, yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada peneliti.
21. Teman sekamar Binter, Andi Winarto dan Icon yang telah
memberikan semangat baru dengan candaan
x
22. Adik-adik tingkat, Salsa, Tata, Sausan, dll yang sudah memberikan
semangat kepada penulis. Tetap semangat buat kalian.
23. Penghuni Kosan Kalpataru, Umam, Iyan Mapek, Adi Tompel, Nurdin,
Agryan, Novrian, Indra, Rama, Haniv Jambi, Tb Toha, Idham, Rino,
Ido, Uwin, Gunarso Ucok, Kezman, Kiki, dll yang telah memberi
tempat untuk menginap peneliti selama mengerjakan skripsi.
24. Armabes team futsal, Ardi, Wawan, Dodi, Fuad, Dani, dll yang telah
memberikan arti persahabatan dan kekeluargaan.
25. Teman-teman alumni SMPN 2 Tangerang, Corina, Arief Budiman,
Silvia S, Achi, Opik, Oki, Friska, Idham, Iqbal Bobi, dll yang selalu
memberi dukungan peneliti.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih jauh dari
bentuk kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran
dari berbagai pihak atas segala kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan dalam
pembuatan skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Serang, Februari 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................
LEMBAR PERSETUJUAN ..............................................................
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................
MOTTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN ...................................
ABSTRAK..........................................................................................
ABSTRACT .......................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................
DAFTAR TABEL ..............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
1.3 Identifikasi Masalah....................................................................
1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................
1.5 Kegunaan Penelitian...................................................................
1.5.1 Aspek Teoritis..................................................................
1.5.2 Aspek Praktis...................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xii
xv
xvii
xviii
1
1
9
9
10
10
10
11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ......................................................
2.1 Tradisi Sosiopsikologi.................................................................
2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi.............................
2.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi...................................
2.2.2 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi ........
2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi .....................................
2.3 Tinjauan Tentang Pers dan Jurnalistik .....................................
2.3.1Tinjauan Tentang Pers ......................................................
2.3.2Tinjauan Tentang Jurnalistik...............................................
2.4 Tinjauan Tentang Berita ..........................................................
2.4.1Berita ................................................................................
2.4.2Karakteristik Berita ...........................................................
2.4.3Jenis dan Struktur Berita ...................................................
2.4.4Unsur Berita .....................................................................
2.4.5Konstruksi Berita ..............................................................
2.5Tinjauan Bahasa Jurnalistik ......................................................
2.5.1Bahasa Jurnalistik .............................................................
2.5.2Karakteristik Bahasa Jurnalistik ........................................
2.6Tinjauan Pemahaman ...............................................................
2.6.1Pengertian Pemahaman .....................................................
12
12
13
15
15
16
17
17
20
22
22
23
24
25
27
32
32
33
41
41
xii
2.6.2Tingkat Pemahaman .........................................................
2.7Teori Model Kemungkinan Elaborasi .......................................
2.8Kerangka Konsep .....................................................................
2.9 Operasional Variabel ...............................................................
2.10 Penelitian Sebelumnya ..........................................................
41
44
46
48
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................
3.1Metode Penelitian ....................................................................
3.2Instrumen Penelitian.................................................................
3.3Populasi dan Sampel ................................................................
3.3.1 Populasi ...........................................................................
3.3.2 Sampel.............................................................................
3.4Teknik Sampling ......................................................................
3.5 Uji Validitas dan Reabilitas .....................................................
3.6 Analisis Data ...........................................................................
3.7 Tempat dan Waktu ..................................................................
54
54
54
57
57
58
59
60
64
66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ......................................................
4.2 Hasil Penelitian .......................................................................
4.2.1 Deskripsi Data Responden ...............................................
4.2.1.1 Jenis Kelamin ...........................................................
4.2.1.2 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak ...............
4.2.1.3 Media Cetak yang Dibaca .........................................
4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Pernyataan..........
4.2.2.1 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News.....
4.2.2.2 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News..... ......
4.2.2.3 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News.
4.2.2.4 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News.
4.2.2.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News....
4.2.2.6 Pemahaman Tentang Unsur Berita What. ..................
4.2.2.7 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where ..................
4.2.2.8 Pemahaman Tentang Unsur Berita When..................
4.2.2.9 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who....................
4.2.2.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why....................
4.2.2.11 Pemahaman Tentang Unsur Berita How.................
4.2.2.12 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Headline
Berita...........................................................................
4.2.2.13 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Lead
Berita..........................................................................
4.2.2.14 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Body
Berita...........................................................................
4.2.2.15 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat
Jelas.............................................................................
67
67
69
69
70
71
73
74
74
75
77
79
80
82
84
85
87
89
90
xiii
92
94
96
98
4.2.2.16 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Biasa
Yang Mudah Dipahami Orang....................................
4.2.2.17 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa
Sederhana Dan Jernih Pengaturannya..... ...................
4.2.2.18 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk
4.2.2.19 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Dengan
Kalimat Aktif Bukan Kalimat Pasif...........................
4.2.2.20 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Padat
dan Kuat......................................................................
4.2.2.21 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Positif
Bukan Bahasa Negatif.................................................
4.2.2.22Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata..
4.3 Persentase Akumulasi Indikator.................................................
4.3.1 Tingkat Pemahaman Tentang Jenis Berita........................
4.3.2 Tingkat Pemahaman Tentang Unsur Berita......................
4.3.3 Tingkat Pemahaman Tentang Konstruksi Berita.............
4.3.4 Tingkat Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik...........
4.4 Pembahasan.................................................................................
99
101
103
105
106
108
110
111
112
113
114
116
117
BAB V PENUTUP .............................................................................
5.1 Kesimpulan .............................................................................
5.2 Saran .......................................................................................
124
124
125
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...........................................................
127
131
142
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Opersionalisasi Variabel .......................................................
48
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sebelumnya ...................................
53
Tabel 3.1 Rekapitulasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik
Tahun 2013 ..........................................................................
57
Tabel 3.2 Penarikan Sampel Dengan Proportonate Random Sampling.
60
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas ................................................................
62
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................
63
Tabel 3.5 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase .................................
65
Tabel 3.6 Jadwal Penelitian .................................................................
66
Tabel 4.1 Distrubisi Kuesioner dan Pengumpulan Data ........................
69
Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden .....................................................
70
Tabel 4.3 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak...............................
71
Tabel 4.4 Media Cetak yang Dibaca..........................................................
73
Tabel 4.5 Pernyataan 1 .........................................................................
74
Tabel 4.6 Pernyataan 2 .........................................................................
76
Tabel 4.7 Pernyataan 3 .........................................................................
77
Tabel 4.8 Pernyataan 4 .........................................................................
79
Tabel 4.9 Pernyataan 5 .........................................................................
81
Tabel 4.10 Pernyataan 6 .......................................................................
82
Tabel 4.11 Pernyataan 7 .......................................................................
84
Tabel 4.12 Pernyataan 8 .......................................................................
86
Tabel 4.13 Pernyataan 9 .......................................................................
87
Tabel 4.14 Pernyataan 10 .....................................................................
89
Tabel 4.15 Pernyataan 11 .....................................................................
91
Tabel 4.16 Pernyataan 12 .....................................................................
93
Tabel 4.17 Pernyataan 13 .....................................................................
95
Tabel 4.18 Pernyataan 14 .....................................................................
96
Tabel 4.19 Pernyataan 15 .....................................................................
98
xv
Tabel 4.20 Pernyataan 16 .....................................................................
100
Tabel 4.21 Pernyataan 17 .....................................................................
102
Tabel 4.22 Pernyataan 18 .....................................................................
103
Tabel 4.23 Pernyataan 19 .....................................................................
105
Tabel 4.24 Pernyataan 20 .....................................................................
107
Tabel 4.25 Pernyataan 21 .....................................................................
108
Tabel 4.26 Pernyataan 22 .....................................................................
110
Tabel 4.27 Kriteria Anaisis Deskriptif Persentase.................................
111
Tabel 4.28 Persentase Akumulasi Pemahaman Jenis Berita....................
112
Tabel 4.29 Persentase Akumulasi Pemahaman Unsur Berita..................
113
Tabel 4.30 Persentase Akumulasi Pemahaman Konstruksi Berita..........
115
Tabel 4.31 Persentase Akumulasi Pemahaman Bahasa Jurnalistik.........
116
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Proses Kemungkinan Elaborasi ............................................
45
Gambar 2 Kerangka Konsep ................................................................
47
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Surat ijin Penelitian.......................................................
131
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian……………………………………
132
Lampiran 3
Data Jawaban Responden………………………………
135
Lampiran 4
Tabel nilai r product moment……………………………..
136
Lampiran 5
Kartu Bimbingan..............................................................
137
Lampiran 6
Dokumentasi....................................................................
139
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Surat kabar telah menjadi primadona media massa cetak yang selalu
berevolusi sesuai perkembangan zaman. Jika dilihat dari literatur-literatur
mengenai sejarah jurnalisme serta perkembangannya, dari zaman ke zaman yang
dilalui, terkadang surat kabar kerap kali dijadikan alat propaganda politik. Selain
itu, sering juga dijadikan sebagai media penyadaran informasi yang bersifat netral.
Idealnya, suatu berita yang baik adalah berita yang ditulis berdasarkan
fakta sesungguhnya. Tidak dikotori oleh kepentingan segelintir orang sehingga
mendistorsi fakta tersebut. Namun, dalam realitas media sebagai ruang publik,
kerap kali tidak bisa memerankan diri sebagai pihak yang netral. Media senantiasa
terlibat dengan upaya merekonstruksi realitas sosial.
Dengan berbagai alasan teknis, ekonomis, maupun ideologis, surat kabar
selalu terlibat dalam penyajian realitas yang sudah diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mencerminkan realitas sesungguhnya. Keterbatasan ruang dan
waktu juga turut mendukung kebiasaan surat kabar untuk meringkas realitas
berdasarkan nilai berita. Prinsip berita yang berorientasi pada hal-hal yang
menyimpang menyebabkan liputan peristiwa jarang bersifat utuh, melainkan
hanya mencakup hal-hal yang menarik perhatian tertentu saja yang ditonjolkan.
Untuk mendapatkan berita yang baik, sesuai dengan standar jurnalistik dan
fakta sesungguhnya, serta tidak memanipulasi realitas, salah satu caranya yakni
dengan membekali para mahasiswa Jurnalistik di berbagai perguruan tinggi.
1
2
Mahasiswa Jurnalistik adalah calon-calon jurnalis di masa depan. Nasib dan
kondisi jurnalisme Indonesia nanti, salah satunya terletak pada pemahaman
mahasiswa Jurnalistik dalam memahami penulisan berita yang kini beredar di
media massa, salah satunya media cetak.
Awalnya, mahasiswa Jurnalistik tentu belum paham bagaimana
penulisan berita di media cetak yang baik dan benar itu seperti apa sebelum resmi
menjadi mahasiswa jurusan Jurnalistik. Pengalaman tentang penulisan berita
mereka sebatas hanya membaca berita-berita di koran dan belajar tentang berita
saat di sekolah dulu. Ketika mereka resmi menjadi mahasiswa Jurnalistik dan
belajar mata kuliah Teknik Penulisan Berita, mereka sedikit demi sedikit menjadi
tahu bagaimana penulisan berita di media cetak yang baik dan benar seperti apa.
Sadar atau tidak sadar, mereka mulai memahami dan menganalisis sendiri beritaberita di media, tidak sekadar membacanya.
Namun, meski sudah mempelajari Teknik Penulisan Berita, tidak bisa
menjamin mahasiswa Jurnalistik memahami betul penulisan berita yang baik dan
benar di media cetak. Banyaknya terpaan seputar bahasa dan penulisan di luar
berita membuat distraksi tersendiri bagi mahasiswa Jurnalistik, tepatnya bagi
pemahaman mereka tentang bahasa dan penulisan berita yang baik dan benar.
Oleh karena itu, perlunya simultan berupa materi tentang teknik penulisan berita
yang lengkap dan menyeluruh, sekaligus mudah dipahami mahasiswa Jurnalistik
dari para dosen di perguruan tinggi, agar tingkat pemahaman mahasiswa tetap
tajam dan kritis.
3
Faktor yang membuat terdistraksinya pemahaman penulisan berita yang
baik dan benar bagi mahasiswa Jurnalistik, salah satunya yakni penulisan berita di
media massa yang ternyata juga belum sesuai dengan kaidah jurnalistik yang
seharusnya. Masih sering ditemui berita-berita di surat kabar yang penulisannya
tidak baik, serta tidak sesuai pula dengan tata cara penulisan berita yang benar.
Hal ini pasti menyebabkan mahasiswa Jurnalistik menjadi bingung dan heran
karena banyak penulisan berita di media massa tidak sesuai dengan pemahaman
mereka yang sudah mempelajari penulisan berita yang ideal, serta baik dan benar
di kelas.
Dalam perkembangannya, jurnalisme di Indonesia tidak bisa lepas dari
kesalahan penulisan berita pada media cetak. Hal tersebut salah satunya
disebabkan oleh kurangnya pemahaman wartawan tentang teknik penulisan berita.
Bagi profesi seperti wartawan pada era seperti sekarang ini, sangat penting
memahami teknik penulisan berita untuk menunjang kegiatan mencari,
mengumpulkan, dan mempublikasikan sebuah informasi yang aktual bagi
masarakat.
Salah satu kesalahan penulisan berita yang terjadi pada judul berita
Tempo, 6/10/10, ―Sidang Korupsi Digelar Sore Diprotes‖
Sidang Korupsi Digelar Sore Diprotes (Tempo, 6/10/10, ―Sidang
Korupsi Digelar Sore Diprotes‖).
Kalimat tersebut
mengalami
kerancuan
atau
kejanggalan karena
menimbulkan ambigu. Maksud yang diprotes dalam kalimat tersebut adalah Sore
atau kata sore menunjukan keterangan waktu. Kalimat tersebut akan menjadi
4
kalimat efektif apabila dibubuhi tanda baca koma (,). Seharusnya: Sidang Korupsi
yang Digelar Sore Hari, Diprotes.1
Menurut Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam buku
Jurnalistik Teori dan Praktik, menyebutkan ada beberapa syarat tercapainya
penulisan berita jurnalistik yang efektif adalah sebagai berikut;2
1. Kecermatan dalam pemberitaan
2. Organisasi dalam berita
3. Diksi dan tata bahasa yang tepat
4. Prinsip hemat dalam penulisan berita
5. Daya hidup (vitalitas), warna, dan imajinasi
Kurangnya pemahaman dalam penulisan berita mengakibatkan banyak
terjadinya kesalahan presepsi dan kurang kepercayaan masyarakat terhadap
pemberitaan suatu permasalahan yang sedang terjadi. Masyarakat saat ini semakin
lama semakin memiliki bobot dan semakin sensitif dengan media massa yang baik
dan memiliki wawasan luas untuk memilih berita. Menyikapi hal tersebut, sudah
seharusnya pemahaman tentang jurnalistik wartawan harus selalu ditingkatkan.
Pemahaman memperlihatkan adanya pengertian tentang fakta dan gagasan
dengan cara mengorganisasi, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan,
memberikan deskripsi, dan menyatakan ide atau gagasan utama teks. Di dalamnya
ada proses memahami informasi, menangkap makna, menerjemahkan pemahaman
ke dalam konteks baru, menafsirkan fakta, menarik hubungan sebab-akibat, dan
1
Chaer, Abdul. 2010. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta. hal 68
Kusumaningrat, Hikmat. 2005.Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: RemajaRosdakarya. hal 40
2
5
konsekuensi. Pemahaman bersifat abstrak dan ada pada wilayah psikologi karena
berhubungan dengan fungsi kognitif dalam memahami informasi, menangkap
esensi dan makna, serta menarik hubungan kausal.
Indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami
sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga,
menerangkan,
menyimpulkan,
manafsirkan,
menganalisis,
memperkirakan,
memberi
menentukan,
contoh,
memperluas,
menuliskan
kembali,
mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukan bahwa
pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pemahaman.3
Kesalahan pemahaman terhadap penulisan berita dapat berakibat fatal
untuk wartawan dan media cetak tempat kerja wartawan tersebut, maupun objek
yang diberitakan. Kesalahan penulisan berita seperti penggunaan ejaan kurang
tepat, pemakaian akronim tidak berdisiplin, dan susunan kalimat yang tidak baik,
sehingga banyak wartawan digugat karena kesalahan dalam penulisan berita
seperti penulisan nama dan jabatan narasumber. Dan, hal ini membuat pembaca
tidak tertarik membaca berita ketika menemukan kesalahan-kesalahan tersebut.
Seorang wartawan harus mampu menangkap peristiwa-peristiwa yang ada
di sekitarnya dan menyebarluaskan kepada masyarakat. Pada pelaksanaannya,
dalam penulisan berita sering terlihat kesalahan yang sering ditulis oleh wartawan,
yaitu tidak mengindahkan kaidah bahasa jurnalistik.
Teknik penulisan berita ditentukan pula oleh beberapa ketentuan unsur
kelayakan berita untuk dimuat seperti keakuratan, lengkap tidaknya sebuah berita,
3
Sanjaya, Wina. 2009.StrategiPembelajaran: BerorientasiStandart Proses Pendidikan. Jakarta :
Prenada Media Group. hal 227
6
kelugasan sebuah berita, serta adil dan berimbangnya sebuah berita. Terutama
terhadap berita-berita yang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
hal penting dan menjadi pengetahuan bagi mereka. Berita dalam media massa,
baik cetak maupun elektronik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar,
agar setiap pesan dari berita tersebut dapat diterima positif oleh masyarakat. Oleh
karena itu, bahasa dalam sebuah berita sangat dibutuhkan kehadirannya.
―Bahasa yang digunakan wartawan dinamakan bahasa pers atau
bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa.
Bahasa jurnalistik mempunyai sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, lugas, dan menarik.‖4
Bagi para wartawan, bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah
pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa melumpuhkan kekuatan pikiran, suasana
hati, dan gejolak perasaan khalayak pembaca jika tidak menguasai bahasa
jurnalistik dengan benar dan baik. Mereka harus dibekali dengan amunisi
memadai dengan cara menguasai kosakata, ejaan, pilihan kata, kalimat, paragraf,
gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik.
Penulisan berita pada surat kabar dibuat dengan mengacu pada rumusan
5W+1H. Artinya, berita yang baik itu adalah berita yang komprehensif, yaitu
berita yang mencakup semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Who, What,
When, Where, Why, dan How. Keenam pertanyaan tersebut, selain menjadi
panduan bagi para penulis berita, juga merupakan aspek-aspek yang dapat
menarik perhatian pembaca.5
Rangkaian berita yang terdiri dari susunan kalimat dan paragraf, pada
4
Sumadriria, AS Haris. 2006.Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media. hal 30
5
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah
Malang. hal 85
7
dasarnya merupakan proses penyampaian pesan-pesan penting dan menarik
sesuai dengan ketertarikan pembaca dan kecenderungan penulis dalam
menekankan fokus berita yang ditulisnya.
Dalam penulisan berita tidak hanya menerapkan 5W+1H, namun
penerapan kalimat-kalimat tersebut juga harus diperhatikan. Bagaimana
penggunaan kalimat aktif dalam sebuah berita, karena dengan pemilihan kalimat
aktif yang tepat akan memudahkan pembaca dalam memahami maksud berita
tersebut dan tidak menimbulkan kerancuan dalam pemahaman pembaca. Sebuah
berita ditulis harus efektif dan efisien dalam pemilihan kata-katanya, harus
diperhatikan ekonomi kata yang akan ditulis. Diusahakan tidak ada pemborosan
kata sehingga tidak terjadi pengulangan kalimat yang berakibat berita tersebut
kurang menarik untuk dibaca.6
Berita-berita yang ditulis oleh wartawan akan sangat dipengaruhi oleh
pemahaman yang ia miliki dan perspektif yang ia gunakan dalam merefleksikan
suatu peristiwa. Untuk mendapatkan berita yang berkualitas, wartawan dituntut
untuk menguasai teknik-teknik yang diperlukan dalam produksi berita.
Penggunaan bahasa jurnalistik yang baik, setidaknya dapat membatasi persepsi
dan membantu pembaca memikirkan sesuatu yang diyakininya.
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai editor news video di televisi
lokal Banten, sering menemukan kesalahan penulisan berita pada naskah berita.
Kesalahan penulisan berita tersebut dapat mengakibatkan informasi yang
seharusnya penting diberikan kepada masyarakat menjadi rancu dan tidak
6
Romli, Asep Syamsul M. 2003. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: Remaja Rosdakarya.
hal12
8
menarik untuk ditangkap maksud beritanya.
Saat ini, dalam dunia kerja, jurnalis yang ada bukan seluruhnya lulus atau
sudah mengambil pelatihan di bidang jurnalistik, sehingga masih terdapat
kesalahan penulisan berita baik dari kaidah bahasa jurnalistik maupun etika
jurnalistik. Dalam mengurangi kesalahan penulisan berita oleh wartawan
tersebut, salah satu caranya dengan memberikan pemahaman lebih pada generasi
penerus, yaitu mahasiswa jurnalistik di perguruan tinggi.
Perguruan tinggi diharapkan dapat mencetak jurnalis-jurnalis andal
melalui pemahaman mahasiswanya di program studi Jurnalistik dan mampu
menghasilkan karya jurnalistik yang baik dan berkualitas. Selain mencetak,
perguruan tinggi pun harus memiliki sumber pengajar dan bahan ajar tentang
Ilmu Jurnalistik yang memadai. Sehingga mahasiswa mampu mengembangkan
ilmu jurnalistik dan mengurangi kesalahan penulisan berita yang dilakukan oleh
jurnalis sebelumnya.
Dalam hal ini, mata kuliah Teknik Penulisan Berita memiliki peranan
penting guna mencetak mahasiswa Jurnalistik yang siap terjun langsung ke dunia
kerja jurnalisme. Karena dalam mata kuliah Teknik Penulisan Berita mahasiswa
diperkenalkan tentang penulisan berita yang baik sesuai kaidah bahasa jurnalistik
dan etika profesi jurnalistik.
Berdasarkan pemaparan tentang penulisan berita yang baik, penulis
memfokuskan
penelitian
kepada
tingkat
pemahaman
mahasiswa
Ilmu
Komunikasi konsentrasi Jurnalistik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa aktif
perkuliahan semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Di mana pada angkatan
9
tersebut mata kuliah Teknik Penulisan Berita baru dan telah ditempuh oleh
mahasiswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk
meneliti “Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan
Beritadi Media Cetak”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan
berita di media cetak?
1.3
Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang dan uraian tersebut serta untuk memperjelas
masalah
yang
akan
dibahas,
maka
dalam
penelitian
ini
penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita?
2.
Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan penggunaan
unsur-unsur berita?
3.
Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan konstruksi kalimat
dalam penulisan berita?
4.
Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan karakteristik
bahasa jurnalistik?
10
1.4
Tujuan Penelitian
Dari indentifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk:
1.
Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita
2.
Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan penggunaan
unsur-unsur berita
3.
Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan konstruksi
kalimat dalam penulisan berita
4.
Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan karakteristik
bahasa jurnalistik
1.5
Kegunaan Penelitian
Sebuah penelitian, biasanya memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Dalam
penelitian ini, peneliti juga berharap apa yang diteliti dapat memiliki kedua
manfaat tersebut.
1.
AspekTeoritis
a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi peneliti,
khususnya ilmu jurnalistik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi khazanah baru mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan proses penyajian bahasa Jurnalistik pada berita di
media cetak.
11
2.
Aspek Praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu member manfaat kepada
berbagai pihak khususnya pada mahasiswa program studi ilmu komukasi
jurnalistik, agar dalam setiap penulisan berita dapat mematuhi kaidah
bahasa jurnalistik.
b. Penelitian ini juga diharapkan memberi masukan berarti bagi media massa
lainnya yang berkaitan dengan proses penyajian bahasa jurnalistik.
c. Penelitian ini juga diharapkan memberi simultan bagi penelitian sejenis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tradisi Sosiopsikologi
Tradisi ini mewakili perspektif objektif/scientific. Penganut tradisi
ini
percaya
bahwa
kebenaran
komunikasi
bisa
ditemukan
melalui
pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi Sosiopsikologi memberikan
perhatiannya antara lain pada perilaku individu, pengaruh, kepribadian dan sifat
individu atau bagaimana individu melakukan persepsi. Sosiopsikologi digunakan
dalam topik-topik tentang diri
individu,
pesan, percakapan, hubungan
interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat. Teori-teori
yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan tentang prosesproses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni
ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan.
Menurut The Yale Attitude Studies dalam formula who says what to whom with
what effect, ada tiga variabel yang memiliki sifat persuasif, yakni:7
1. Who, sumber pesan (menyangkut keahlian dan kredibilitas).
2. What, isi pesan (topik dan argumen).
3. Whom, karakter penerima pesan (kepribadian, kognisi)
Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat yang dinyatakan
melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan setelah pesan disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan. Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara
lain perihal pernyataan, pendapat (opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan
efek (pengaruh).
7
Em Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory. Newyork: McGrraw-Hill. Hal.22
12
13
Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial juga dapat menjelaskan
tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses
komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan.
Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung
secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan,
sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses
memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis
seperti berpikir, memahami, menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang
hingga membuat suatu pemaknaan.
2.2
Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan
dasar dari
konteks atau level
komunikasi lain, demikian dasar–dasar peran dan kredibilitas komunikator dalam
komunikasi antarpribadi yang ditunjukkan dalam suatu percakapan dapat
dijadikan dasar bagi perlakuan terhadap peranan dan kredibilitas komunikator
dalam konteks komunikasi lainnya.
Komunikasi
antarpribadi
(interpersonal
communication)
adalah
komunikasi antara orang–orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
ataupun non-verbal. Dan bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah
komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan dua orang,
seperti suami–istri, dua sahabat dekat, guru–murid, dan lain sebagainya.8 .
8
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Hal.73
14
Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam
bukunya“The Interpersonal Communication Book” sebagai:
―Proses pengiriman dan penerimaan pesan–pesan antara dua orang atau di antara
sekelompok kecil orang–orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika‖.9
Effendy
mengemukakan
bahwa,
pada
hakikatnya
komunikasi
antarpribadi untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung
prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan
dalam percakapan yang menampilkan umpan balik secara langsung. Seorang
komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga,
komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan–pesan yang dia kirimkan itu
diterima atau ditolak, berdampak positif ataukah negatif. Dean C Barnlund (1968)
mengemukakan, komunikasi interpersonalselalu dihubungkan dengan pertemuan
antara dua orang, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan
tidak berstruktur.10
2.2.1 Ciri – ciri Komunikasi Antarpribadi
Bersadarkan beberapa pengertian komunikasi antarpribadi ada beberapa
ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan komunikasi
massa dan komunikasi kelompok. Menurut Barnlund (1968) ada beberapa ciri
komunikasiantarpribadi, yaitu komunikasi interpersonal selalu; (1) terjadi secara
spontan; (2) tidak mempunyai struktur yang teratur dan diatur; (3) terjadi secara
9
Effendy, Onong Uchjana.2003. Ilmu, Teori dan filsafat komunikasi. Bandung :
Citra Aditya Bakti. Hal.59
10
Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. hal.12
15
kebetulan; (4) tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu; (5)
dilakukan oleh orang–orang yang identitas keanggotaan yang terkadang kurang
jelas, dan (6) dapat terjadi sambil lalu.
De
Vito
(1976)
mengemukakan
bahwa
komunikasi antarpribadi
mengandung lima ciri sebagai berikut : (1) keterbukaan atau openness; (2) empati
(empathy); (3) dukungan (suportiveness); (4) perasaan positif (positivness); (5)
kesamaan (equality). Selain itu, Evert M. Rogers dalam Depar (1988)
menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu : (1) arus pesan
cenderung dua arah; (2) konteks komunikasi adalah tatap muka; (3) tingkat umpan
balik yang tinggi; (4) kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat
tinggi; (5) kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan
(6) efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.11 (Alo Liliweri, 1997 ; 13).
2.1.2 Faktor–faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi
Berdasarkan pandangan Klinger, Gillin dan Gillin yang dikutip Soekanto,
kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh faktor–
faktor tertentu. Halloran (1980) mengemukakan manusia berkomunikasi dengan
orang lain karena didorong oleh beberapa faktor, yakni : (1) perbedaan
antarpribadi, (2) pemenuhan kekurangan, (3) perbedaan motivasi antar manusia,
(4) pemenuhan akan harga diri, dan (5) kebutuhan atas pengakuan orang lain.12
(Liliweri, 1992 ; 45).
Cassagrade (1986) berpendapat, manusia berkomunikasi karena ; (1)
memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan,
11
Ibid. hal.13
Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. hal.45
12
16
(2) dia ingin terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap, (3) dia ingin
berinteraksi hari ini dan memahami pengalaman masa lalu dan mengantisipasi
masa depan, dan (4) dia ingin menciptakan hubungan baru. Dapat disimpulkan
bahwa minat berkomunikasi antarpribadi didorong oleh pemenuhan kebutuhan
yang belum atau bahkan tidak dimiliki, karena setiap manusia memiliki motif
yang mendorong dia usaha memenuhi kebutuhannya.13 (Liliweri, 1992 ; 46).
2.2.3
Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Menurut Joseph A. DeVito, pada umumnya komunikasi antarpribadi
mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu: 14
1. Menemukan
Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri
(personal discovery). Seseorang berkomunikasi dengan orang lain, orang
tersebut belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain.
Kenyataannya, persepsi-diri seseorang sebagian besar dihasilkan dari apa
yang telah ia pelajari
tentang diri sendiri dari orang lain selama
komunikasi, khususnya dalam perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.
2. Untuk Berhubungan
Salah
satu
motivasi
seseorang
yang paling
kuat
adalah
berhubungan dengan orang lain-membina dan memelihara hubungan
dengan orang lain.
3. Untuk Meyakinkan
13
Ibid. hal.46
Joseph A. DeVito.1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional Books.
hal : 31-32
14
17
Seseorang melakukan komunikasi antarpribadi untuk mengubah
sikap dan prilaku orang lain.
4. Untuk Bermain
Seseorang berkomunikasi untuk bermain dan saling menghibur diri
antara yang satu dan yang lain . adakalanya hiburan ini merupakan tujuan
terakhir namun adakalanya pula ini merupakan cara untuk mengikat
perhatian orang lain sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan lain.
Tinjauan Tentang Pers dan Jurnalistik
2.3.1
Tinjauan Tentang Pers
Pers berasal dari kata Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres.
Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam Bahasa Inggris yang juga
berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press
mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang
cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua
kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun
berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.
Berdasarkan uraian tersebut, ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers
dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit
yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan
perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang
menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak
maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupun internet.
18
Penelitian ini menggunakan istilah tersebut dalam arti sempit karena konteks
penelitiannya mengenai surat kabar.
Definisi otentik dari pers
—disebut otentik karena hasil perumusan
undang-undang (Bab I, pasal 1, ayat 1, UU No. 40/1999 tentang Pers) — yaitu,
"Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun bentuk dalam lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia".15
Dalam peraturan Menteri Penerangan nomor Ol/PER/MENPEN/1998
tentang Ketentuan-ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (sebelum
Departemen Penerangan dilikuidasi pada awal pemerintahan Gus Dur)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pers adalah sebagai berikut.
a.
Penerbitan pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan,
majalah, buletin, berkala lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor berita.
b.
Perusahaan pers adalah badan usaha swasta nasional berbentuk
badan hukum, Koperasi, Yayasan atau Badan Usaha Milik Negara.
Percetakan pers adalah perusahaan percetakan yang dilengkapi dengan
perangkat alat keperluan mencetak penerbitan pers.
c.
15
Karyawan pers adalah orang-orang yang mepekerjaan secara
Alex Sobur. 2001. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, Dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
19
bersama-sama dalam suatu kesatuan yang menghasilkan penerbitan pers
yang terdiri dari pengasuh penerbitan pers, karyawan pengusaha,
karyawan wartawan, karyawan administrasi/teknik dan karyawan pers
lainnya.16
Meskipun pers mempunyai dua pengertian seperti diterangkan di atas, pada
umumnya orang menganggap pers itu media massa cetak:surat kabar dan majalah.
Anggapan umum seperti itu disebabkan oleh ciri khas yang terdapat pada media
itu, dan tidak dijumpai pada media lain.17
Sebagai sistem terbuka pers cenderung untuk mempunyai kualitas
penyesuaian, yang berarti ia akan menyesuaikan diri kepada perubahan dalam
linigkungan demi
kelangsungan hidupnya.
Apabila pers tidak
mampu
menyesuaikan diri kepada perubahan kondisi dan situasi lingkungan, maka ia
akan mati, mati karena dimatikan, misalnya dicabut izinnya, dilarang terbit, atau
mati karena tidak disukai khalayak.18
2.3.2
Tinjauan Tentang Jurnalistik
Istilah jurnalistik berasal dari Bahasa Belanda journalistiek. Seperti halnya
dengan istilah Bahasa Inggris journalism yang bersumber pada perkataan
journal, ini merupakan terjemahan dari bahasa Latin diurna yang berarti
―harian‖ atau ―setiap hari‖.
Dari berbagai literatur definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak.
Tetapi semuanya berkisar pada pengertian bahwa jurnalistik adalah suatu
pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak mulai dari peliputan
sampai penyebarannya kepada masyarakat. Apa saja yang terjadi di dunia,
apakah itu peristiwa faktual (fact) atau pendapat seseorang (opinion), jika
16
17
Djuroto, Totok. 2000. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung : Remaja Rosdakarya. hal 4
Effendy,Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya. hal 82
18
Ibid. hal 87
20
diperkirakan akan menarik perhatian khalayak, akan merupakan bahan dasar
bagi jurnalistik, akan menjadi bahan berita untuk disebarluaskan kepada
masyarakat.
Pada mulanya kegiatan jurnalistik berkisar pada hal-hal yang sifatnya
informatif saja. Ini terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik
pertama pada zaman Romawi ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa. Dalam
perkembangan masyarakat selanjutnya, surat kabar sebagai sarana jurnalistik
dan dapat mencapai khalayak secara massal itu oleh kaum idealis dipergunakan
untuk melakukan kontrol sosial sehingga surat kabar yang tadinya merupakan
journal d’information, yang hanya menyebarkan informasi, menjadi juga
journal d’opinion, yang menyebarkan pesan-pesan untuk mempengaruhi
masyarakat.19
MacDougall menyebutkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun
berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di
mana pun dan kapan pun. Jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu negara
demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa
depan baik sosial, ekonomi, politik maupun yang lain-lainnya.20
Jurnalistik juga diartikan sebagai semacam kepandaian mengarang yang
pokoknya untuk memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya
agar tersiar seluas-luasnya.
Kemudian karena perkembangannya, maka disimpulkan bahwa jurnalistik
adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyiarkan berita dan atau ulasan
berita tentang peristiwa-peristiwa sehari-hari yang umum dan aktual dengan
secepat-cepatnya.
Dalam kenyataannya jurnalistik selalu berhubungan dengan pers. Jurnalistik itu
bentuk komunikasinya, bentuk kegiatannya, isinya. Sedangkan pers adalah
media di mana jurnalistik itu disalurkan.21
2.4 Tinjauan Tentang Berita
2.4.1
Berita
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali mendengar orang berkata : ‗Ada
berita bagus nih‘. Sementara itu juga sering mendengar kata yang hampir serupa
19
Ibid. hal 151
Kusumaningrat, Hikmat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal
15
21
Yurnaldi. 1992. Kiat Praktis Jurnalistik. Padang: PT. Angkasa Raya Pura.hal 17
20
21
dengan berita yaitu kabar. Begitu sering masyarakat menggunakan kata berita
dalam kehidupan sehari-hari, begitu yakinnya masyarakat akan pemahaman
tentang berita, sehingga banyak orang yang memandang remeh ilmu
jurnalistik/komunikasi massa, karena merasa tahu betul konsep-konsep yang
digunakannya.
Menurut pendapat William S. Maulsby. mengemukakan pengertian yang
lebih sempurna dengan merumuskan bahwa : ―Berita dapatlah dibataskan
(didefinisikan) sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak faktafakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi yang dapat menarik perhatian
para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut‖.22
Namun dalam istilah ini berita berarti keterangan atau ‗fakta‘, meski fakta
tersebut belum tentu benar dan jelas sumbernya. Sementara itu berita dalam surat
kabar misalnya, tidak bisa merupakan sesuatu yang tidak jelas. Dia harus berupa
fakta atau faktual, sekaligus jelas sumbernya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang
memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam
merumuskannya. Menurut pendapat Willard G. Bleyer yang dikutip kembali oleh
Ina Ratna M. dan June Kuncoro H. bahwa ―Berita adalah segala sesuatau yang
terikat waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah halhal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk
membacanya).‖23
22
23
Assegaf, Djafar. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal 24
Mariani, Ina Ratna, dan June Kuncoro. 2001, Teknik Mencari dan Menulis Berita. Jakarta :
Pusat Universitas Terbuka. hal 31
22
2.4.2
Karakteristik Berita
Berdasarkan pengertian berita diatas, dapat dilihat bahwa terdapat unsur-
unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah berita, dimana sekaligus merupakan
―karakteristik umum‖. Sebuah berita dapat dipublikasikan dimedia massa (layak
muat). Unsur-unsur tersebut dikenal pula dengan nilai-nilai berita (News Value)
atau nilai-nilai jurnalistik, yang terdiri dari :
a. Cepat, berarti aktual atau ketetapan waktu. Dalam unsur ini terkadung
makna harfiah berita, yakni sesuatu yang baru.
b. Nyata (faktual), berarti informasi yang disampaikan merupakan fakta,
bahan fiksi atau karangan. Sedangkan fakta dalam jurnalistik berupa :
kejadiannya nyata, pendapat seseorang dan pernyataan yang merupakan
sumber berita.
c. Penting, berarti berhubungan dengan kepentingan orang banyak,
misalnya suatu peristiwa yang akan terpengaruh pada kehidupan
masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk diketahui dan
diinformasikan kepada orang banyak.
d. Menarik, berarti mengundang orang untuk membaca berita yang dimuat
disurat kabar.24
2.4.3
Jenis dan Struktur Berita
Menurut Asep Syamsul dalam ―Jurnalistik Praktis‖, jenis-jenis berita yang
dikenal dalam dunia jurnalistik, antara lain:
24
Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya. hal 5
23
1.
Straight News
Berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas.
Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini.
2.
Depth News
Berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada
di bawah suatu permukaan.
3.
Investigation News
Berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan
dari berbagai sumber
4.
Interpretative News
Berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulis
atau reporter
5.
Opinion News
Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para
cendikiawan, tokoh ahli atau pejabat mengenai suatu hal atau
peristiwa, kondisi epoleksosbudhankam, dsb.25
Adapun susunan atau struktur berita, khususnya berita langsung (Straight
News), pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik (Inverted
pyramid), yaitu memulai penulisan berita dengan mengemukakan bagian berita
yang dianggap penting, kemudian diikuti dengan bagian-bagian yang dianggap
agak penting, kurang penting, dst.
25
Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja Rosadakarya. hal 40
24
Susunan berita untuk piramida terbalik ini menguntungkan pembaca dalam
hal efisiensi waktu karena pembaca diajak untuk langsung mengetahui berita
paling penting, karenanya bentuk ini dapat lebih menarik perhatian pembaca.
Selain itu, struktur berita ini pun mempermudah kerja redaktur/editor/penyunting
untuk melakukan pemotongan naskah (cutting) jika kolom atau ruang yang
tersedia terbatas atau tidak cukup untuk memuat seluruh bagian berita.
2.4.4
Unsur-unsur Berita
Dalam menulis berita, seorang wartawan mengacu pada nilai-nilai berita
untuk kemudian dipadukan dengan unsur-unsur berita sebagai ―rumus umum‖
penulisan berita, agar tercipta sebuah berita yang lengkap. Menurut Romli Unsurunsur berita tersebut dikenal dengan 5W+1H, yang merupakan kependekan dari :
a. What = apa yang terjadi
b. Where = dimana hal tersebut terjadi
c. When = kapan peristiwa tersebut terjadi
d. Who
= siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut
e. Why = mengapa hal tersebut terjadi
f. How = bagaimana peristiwa tersebut terjadi.26
―Rumusan Indonesia‖ untuk 5W+1H adalah 3A+3M, kependekan dari
: Apa, si-Apa, meng-Apa,bila-Mana, di-Mana dan bagai-Mana.
Sebuah berita hendaknya memenuhi unsur tersebut.27
News Analysis (Analisis Berita) adalah uraian yang ditulis oleh seorang
individu yang berusaha menjelaskan lebih dalam dan analitis tentang sebuah
26
Romli, Asep Syamsul M. 2002. Jurnalistik Terapan Dan Kepenulisan. Bandung : BATIC
PRESS. hal 10
27
Ibid. hal 40
25
berita. Orang yang ditugaskan untuk menganalis berita ini biasanya orang yang
kompeten dibidangnya atau pakar kenamaan dibidang tersebut. Analisis ini
memberikan lebih dari sekedar siapa, apa, kapan dan bagaimana dari suatu berita.
Analisis berita menjabarkan latar belakang informasi, pendapat, interpretasi dan
prediksi dari penulisnya.
Analisis berita sering diletakkan di halaman muka surat kabar. Mudah
dibedakan dari straight news, karena lazimnya dia diberikan label ―Analisis
Berita‖ sebagai judul kecil.
2.4.5
Konstruksi Berita
Sesuai dengan tujuan kegiatan jurnalistik dalam rangka mempengaruhi
khalayaknya, unsur keindahan sajian produknya sangat diutamakan. Indah dalam
arti dapat diminati dan dinikmati. Karena itu selain dibentuk dalam berbagai jenis,
berita pun disajikan dengan konstruksi tertentu. Dalam hal ini keseluruhan
bangunan naskah berita terdiri atas tiga unsur yaitu :28
1.
Headline (Judul Berita)
Pada hakikatnya headline merupakan intisari dari berita. Dimuat dalam satu
atau dua kalimat pendek, tapi cukup memberitahukan persoalan pokok peristiwa
yang diberitakannya. Berhubung berita yang harus disajikan itu banyak, dan
masing-masing berita harus bisa diminati dan dinikmati pembaca, maka headline
pun dibuat tidak seragam. Di usahakan agar masing-masing berita dapat
ditonjolkan lain dari sisi yang lainnya. Selain bunyi pernyataan juga ukuran serta
penyusunan hurup dan kata-katanya.
28
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah
Malang. hal 90
26
Variasi penyajian headline di usahakan agar khalayak tertarik untuk
menikmati beritanya. Dengan demikian headline pun berfungsi untuk memanggil
khalayak agar mau membaca. Minimal tahu apa yang menjadi pokok beritanya.
Menurut kepentingan berita headline terdiri dari empat jenis :
1. Banner Headline, untuk berita yang sangat atau terpenting.
Hedline dimaksud dibuat dengan jenis dan ukuran hurup yang
mencerminkan gagah dan kuat, dalam arti ukuran hurupnya
terbesar dan lebih tebal ketimbang jenis headline lainnya, serta
menduduki tempat lebih dari empat kolom surat kabar.
2. Spread Headline, untuk berita penting. Headline dimaksud
tampak lebih kecil dibanding banner headline. Maksudnya,
besar dan tebal hurupnya kurang dari jenis yang pertama,
namun lebih besar dari secondari headline. Tempat yang
diperlukannya pun hanya tiga atau empat kolom saja.
3. Secondari Headline, untuk berita yang kurang penting.
Headline jenis ini tampak lebih kecil dibanding spread
headline, tetapi lebih besar dibanding subordinated headline,
baik itu ukuran maupun ketebalan hurupnya. Demikian pula
tempat yang diperlukannya hanya dua kolom saja.
4. Subordinated Headline, untuk berita yang dianggap tidak
penting. Kehadirannya kadang dibutuhkan untuk menutupi
tempat kosong pada halaman yang bersangkutan. Kosong
dalam arti sisa tempat pada halaman yang memuat berita-berita
27
lain yang dianggap kurang penting sampai dengan yang
terpenting. Karena itu tempatnya pun hanya satu kolom.
2.
Lead (Teras Berita)
Teras berita disebut juga lead, adalah bagian berita yang terletak di alinea
atau paragraf pertama. Teras berita merupakan laporan singkat yang merupakan
klimaks dari peritiwa yang dilaporkannya, untuk memenuhi rasa ingin tahu
pembacanya maka lead dibuat sedemikian rupa. Hal itu dimaksudkan agar dapat
menjawab pertanyaan hakiki yang selalu muncul dari hati nurani para
pembacanya.29
Didasarkan pada penekanan atau penonjolan salah satu unsur 5W + 1H
nya lead suatu berita disusun dalam enam bentuk yaitu :
1.
What Lead, apabila yang ditekankan atau ditonjolkan dalam
uraian lead itu mengenai macam atau bentuk kejadian. Lead
demikian selalu dimulai dengan jawaban terhadap pertanyaan
what dari dari peristiwa yang diberitakannya itu.
2.
Who Lead, apabila pokok pembicaraan dalam uraian lead
atau beritanya adalah orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa yang diberitakannya. Misalnya orang-orang yang
menjadi korban atau penyebab terjadinya peristiwa itu, atau
mereka yang terlibat dalam penyelesaian peristiwa tersebut.
Maka tuturan lead nya pun dimulai dengan nama orang atau
29
Ibid. hal 93
28
kata ganti orang, atau nama lembaga, dan hal-hal yang
dianggap melembaga.
3.
When Lead, yaitu lead yang disusun untuk menonjolkan
waktu dimana peristiwa yang diberitakan itu terjadi. Sudah
barang tentu penuturannya pun diawali dengan informasi
dimana saat-saat peristiwa itu terjadi.
4.
Where Lead, ialah lead yang menonjolkan tempat dimana
peristiwa yang diberitakan itu terjadi. Selanjutnya diikuti oleh
informasi lain yang bisa menjawab pertanyaan unsur-unsur
5W + 1H.
5.
Why Lead, lebih mementingkan sebab musabab terjadinya
peristiwa yang diberitakannya. Lead tersebut mengawali
tuturannya dengan mengemukakan jawaban atas pertanyaan
―mengapa pertistiwa itu bisa terjadi‖. Setelah itu baru
informasi lainnya untuk melengkapi keterangan yang ditutur
oleh unsur-unsur 5W + 1H.
6.
How Lead, mengawali tuturannya dengan menjelaskan
bagaimana peristiwa yang diberitakan itu bisa terjadi. Lead
ini lebih menonjolkan berlangsungnya dan kelanjutan dari
peristiwa ketimbang jawaban terhadap pertanyaan unsurunsur 5W + 1H.
29
3.
Body (Isi Berita)
Biasanya isi berita akan mudah diselesaikan bila judul dan teras berita
telah siap. Isi berita merupakan keseluruhan dari peristiwa yang diangkat menjadi
berita. Isi berita merupakan penerusan dan penjabaran lebih lanjut isi teras berita.
Penjabaran itu meliputi penjelasan tentang kelengkapan peristiwa yang
diberitakan dianggap perlu.
Isi berita memang tidak lepas dari kerangka 5W+1H, tapi itu tidak semua
bisa dipakai seterusnya. Tentang apa yang terjadi (What) dan keterangan waktu
(When) cukup hanya sekali disebut dalam lead, begitu juga keterangan tempat
(Where). Sementara keterangan tokoh (Who) memang tetap disebut tapi tidak
dengan menyebut nama secara lengkap. Sedangkan yang perlu dikembangkan
dalam penulisan selanjutnya adalah What, Why dan How. Pertanyaan
dikembangkan mengapa sampai terjadi dan bagaimana kejadiannya. Isi berita
berisi pengembangan dari Why dan How.
Layaknya sebuah berita, maka harus ada kutipan yang berasal dari
pernyataan langsung sumber berita. Sesuai prinsip berita yang berasal dari fakta,
maka pernyataan sumber berita harus ditulis secar langsung. Penulisan kutipan
langsung teknisnya menggunakan tanda kutip diawal dan diakhir kalimat. Setelah
tanda kutip disertai kata yang menjelaskan bahwa kalimat itu ucapan sumber
berita dengan kata : katanya, ucapnya, ujarnya, jelasnya, ungkapnya dan
sebagainya.30
30
Ibid. hal 100
30
Menurut Djuraid dalam ―Panduan Menulis Berita‖ macam kutipan terdiri
dari 2 macam, sebagai berikut:
1. Kutipan untuk menguatkan kalimat sebelumnya
Selain sebagai pelengkap, kutipan ini memberi penekanan
bahwa masalah yang disampaikan sumber berita benar-benar
penting. Ucapan dalam bentuk kutipan itu menunjukan bahwa
masalah tersebut harus disampaikan secara langsung agar
diketahui oleh pembaca.
2. Kutipan kelanjutan dari kalimat sebelumnya
Kutipan ini dibuat untuk memenuhi kaidah bahwa sebuah berita
langsung harus menampilkan pernyatan langsung dari sumber
berita. Pembuatan kutipan ini tergantung kreatifitas penulisnya
yang mampu merekam pernyataan sumber berita. Kalimat
sebelumnya
merupakan
penjelasan
terhadap
situasi
dan
penjelasan sumber berita melalui tulisan yang sesuai dengan
kaidah penulisan berita. Kalimat selanjutnya adalah rangkaian
dari pernyataan sebelumnhya yang dibuat melalui kalimat
langsung yang dibuat dalam kutipan.
2.5 Tinjauan Bahasa Jurnalistik
2.5.1
Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah
satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia disamping terdapat juga ragam bahasa
akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan
31
ragam bahasa literer (sastra).31 Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki ciriciri tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan
dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa. Dengan demikian, bahasa
Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa
jurnalistik atau bahasa pers.32
Bahasa jurnalistik tunduk pada bahasa baku. Menurut Jus Bardudu, bahasa
baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang paling luas pengaruhnya
dan paling besar wibawanya. Bahasa baku digunakan dalam situasi resmi baik
bahasa lisan maupun bahasa tulisan : misalnya, bahasa yang digunakan dalam
berkhotbah, memberikan ceramah, pelajaran, berdiskusi, memimpin rapat (lisan);
bahasa yang digunakan pula dalam surat menyurat resmi, menulis laporan resmi,
buku, skripsi, disertasi. Demikian juga bahasa koran dan majalah, bahasa siaran
televisi dan radio, haruslah baku, agar dapat dipahami oleh orang yang membaca
dan mendengarnya diseluruh negeri. Kata dan kalimat dalam bahasa Jurnalistik
harus efektif.
2.5.2
Karakteristik Bahasa Jurnalistik
Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya,
yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik
majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televise dan bahasa
jurnalistik media cetak. Bahasa jurnalistik surat kabar, misalnya, kecuali harus
31
Sudaryanto. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganannya Objeknya, dan Hasil
Kajiannya. Yogyakarta: Dutawacana University Press. hal 23
32
Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media. hal 7
32
tunduk kepada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik, juga memiliki
ciri-ciri yang sangat khusus atau spesifik. Hal inilah yang membedakan dirinya
dari bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi
dan bahasa jurnalistik media cetak.
Persoalan bahasa sangat penting dalam dunia kerja jurnalistik, karena
bahasa merupakan sarana menyampaikan informasi. Informasi tidak akan
sampai ke pembaca dengan efektif jika sarana yang dipergunakan kacau.
Dalam hal bahasa, persoalannya banyak kalangan yang menganggapnya
sebagai hal sepele. Kesalahan ejaan masih sering dijumpai. Bahkan tak jarang
terjadi
kesalahan pilihan kata. Kata–kata yang tidak tepat digunakan dalam
konteks yang tidak tepat pula, sehingga bisa menimbulkan salah penafsiran.
Bahasa Indonesia adalah salah satu dari tiga unsur terpenting dalam
praktek jurnalisme Indonesia. Kedua unsur terpenting lainnya adalah bobot isi
(pesan) dan teknik penyajian atau sistematika. Bahasa Jurnalistik adalah bahasa
Indonesia. Artinya bahasa jurnalistik terikat pada tatanan bahasa Indonesia
yang baku. Namun pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya
kekomunikatifannya. Beda bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa Indonesia
lainnya adalah bahasa jurnalistik lebih sederhana, hingga pesan yang
disampaikannya data diterima oleh khalayak yang lebih luas. Ini karena khalayak
media massa sangat beragam. Usia dan pendidikan mereka bervariasi.
Dalam menulis berita, seorang wartawan harus mengikuti karakteristik
bahasa jurnalistik agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan
baik oleh pembaca.
33
Terdapat 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua
bentuk media berkala tersebut. Berikut penjelasannya.
1. Sederhana, berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau
kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh pembaca.
2. Singkat, berarti langsung kepada pokok masalah (to the point),
tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu
pembaca yang sangat berharga.
3. Padat, dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap
kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi
penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat
perbedaan tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat.
Kalimat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi.
4. Lugas, berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari
eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa
membingungkan pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi
dan kesalahan konklusi.
5. Jelas, disini mengandung tiga arti : jelas artinya, jelas susunan kata
atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikatketerangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.
6. Jernih, berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus,
tidak menyembunyikan sesuatu yang lain bersifat negative seperti
prasangka atau fitnah. Pers, atau lebih luas lagi media massa,
dimanapun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun.
34
7. Menarik, artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian
khalayak pembaca, memicu selera baca.
8. Demokratis, berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan,
pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak
yang disapa. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah
presiden ataukah tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung,
secara sama.
9. Populis, berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang
terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di
mata, dan dibenak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau
pemirsa.
10. Logis, berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat,
atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak
bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa
jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan
nalar.
11. Gramatikal, berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai
dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata
bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan
ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan
berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.
12. Menghindari kata tutur, ialah kata yang biasa digunakan dalam
percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata
35
yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus
kota, atau di pasar. Contoh kata-kata tutur : bilang, dibilangkan,
bikin, dikasih tahu, kayaknya, mangkanya, sopir, jontor, kelar,
semangkin.
13. Menghindari kata dan istilah asing. Berita ditulis untuk dibaca atau
didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna
setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang
banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan
komunikatif, juga sangat membingungkan.
14. Pilihan kata (diksi) yang tepat. Pilihan kata atau diksi, dalam
bahasa journalist, tidak sekedar hadir sebagai varian dalam gaya,
tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada
pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap
khalayak.
15. Mengutamakan kalimat aktif, mudah dipahami dan lebih disukai
oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Contoh : pencuri
mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian bukan pencuri
mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian oleh pencuri.
16. Menghindari kata atau istilah teknis. Bahasa jurnalistik harus
sederhana mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening
berkerut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari
penggunaan kata atau istilah teknis. Sebagai contoh, berbagai
istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis
36
dalam dunia mikrobiologi, tidak akan dipahami maksudnya oleh
khalayak pembaca. Supaya mudah dipahami maksudnya, maka
istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa
dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan,
maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan
dalam tanda kurung.
17. Tunduk kepada kaidah etika. Bahasa pers harus baku, benar, dan
baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan katakata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan
makian yang sangat jauh dari norma social budaya agama. Pers
juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera
rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi
serta fantasi seksual khalayak pembaca. Kata-kata yang menjurus
pornografi, biasanya lebih banyak ditemukan pada pers kuning. 33
Berdasarkan uraian diatas, maka kaidah -kaidah atau ketentuan dalam
penggunaan bahasa jurnalistik menurut Rosihan Anwar dalam buku Bahasa
Jurnalistik Indonesia dan Komposisi adalah :
1. Gunakan kalimat –kalimat jelas
2. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
3. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya
4. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk
5. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif
33
Ibid. hal 13
37
6. Gunakan bahasa padat dan kuat
7. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif
8. Gunakan ekonomi kata
Mengenai kalimat jelas, yang dimaksud disini adalah kalimat yang
mudah dimengerti dan dipahami secara langsung oleh pembaca. Kalimat jelas
terdiri dari subjek, objek, dan predikat.
Salah satu cara membuat bahasa mudah dimengerti, yaitu harus berusaha
menjauhi penggunaan kata -kata teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga maka
harus ada penjelasan terlebih dahulu apakah arti kata -kata tersebut, juga harus
menjauhi kata-kata bahasa asing. Inilah prinsip dalam menggunakan bahasa biasa
yang mudah dipahami orang.
Tentang penggunaan bahasa sederhana, lebih melihat latar belakang
khalayak media massa yaitu pembaca surat kabar yang terdiri dari aneka ragam
manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan
minat perhatian, daya tangkap dan kebiasaan yang berbeda-beda pula. Untuk
mengatasi kesenjangan tersebut, maka wartawan harus menggunakan bahasa
sederhana yang jernih pengutaraannya. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok
dan satu sebutan.
Kaidah yang lain yaitu menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah
terpeleset menjadi berbelit–belit dan bertele-tele. Wartawan sebaiknya menjauhkan
diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan
tulisannya menjadi tidak jelas.
38
Membuat berita menjadi hidup dan bergaya adalah sebuah persyaratan
yang dituntut dari wartawan. Dengan demikian berita akan lebih menarik untuk
dibaca. Inilah mengapa kalimat aktif lebih diutamakan daripada kalimat pasif,
karena dalam kalimat aktif menekankan subjek yang melakukan perbuatan.
Bahasa
yang
padat
dan
kuat
artinya
bahasa
jurnalistik
tidak
menghajatkan hal yang bersifat artifisial (bahasa yang disusun secara seni),
karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Bahasa yang
berbunga-bunga harus dihindarkan.
Tentang penggunaan bahasa positif, suatu tulisan akan menarik jika
ditulis dengan bahasa positif. Ia akan lebih hidup bila dibandingkan dengan
penulisan bahasa negatif. Dengan demikian penggunaan bahas a positif pada
media cetak dan kegiatan jurnalistik akan terasa netral serta isinya akan lebih
berbobot.
Dengan paparan bahasa jurnalistik seperti yang telah diuraikan, dapat
disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh
jurnalis dalam menulis berita. Bahasa jurnalistik bersifat khas yaitu singkat, padat,
sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas dengan mengikuti kaidah bahasa
Indonesia baku.
2.6
Tinjauan Tentang Pemahaman
2.6.1
Pengertian Pemahaman
―Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan‖ (KBBI,
1993: 636). Dalam hal ini pemahaman dapat diartikan sebagai proses pembelajaran
yang diikuti hasil belajar sesuai dengan tujuan tujuan pembelajaran. (Suharsimi, 2009:
118) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang
mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan
39
memperkirakan. Dengan pemahaman, mahasiswa diminta untuk membuktikan bahwa
ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa pemahaman mahasiswa muncul dari
tahu, berpengetahuan yang banyak, dan mengerti benar tentang penulisan berita.
2.6.2
Tingkat Pemahaman
Berdasarkan domain kognitif Bloom, pemahaman merupakan tingkatan
kedua. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari
materi atau bahan yang dipelajari .34 Aspek pemahaman merupakan aspek yang
mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan
memaknai arti suatu materi. Aspek pemahaman ini menyangkut kemampuan
seseorang dalam menangkap makna suatu konsep dengan kalimat sendiri.
Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: 35
1.
Tingkat Terendah (Menerjemahkan/Translation)
Kegiatan pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan
menerjemahkan. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik sehingga
mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Terdapat beberapa kemampuan
dalam proses menerjemahkan, diantaranya adalah:
a)
Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain.
b)
Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau
sebaliknya.
34
Ar miza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi
Pemantulan Cahaya. Tesis SPS UPI.
35
Sudjana, Nana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002. hal 24
40
c)
2.
Terjemahan dari satu bentuk perkataan ke bentuk yang lain.
Tingkat Kedua (Menafsirkan/interpretation)
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Menafsirkan
merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu
komunikasi. Terdapat
beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan,
diantaranya adalah:
a) Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasi berbagai bacaan
secara dalam dan jelas.
b) Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan
suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data.
c) Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial.
d) Kemampuan untuk membuat batasan (kualifikasi) yang tepat ketika
menafsirkan suatu data.
3.
Tingkat Ketiga (Mengekstrapolasi/extrapolation)
Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis
pemahaman lainnya dan memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Kemampuan
pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih
tinggi, seperti membuat telaahan tentang kemungkinan apa yang akan berlaku.
Beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi diantaranya adalah:
a) Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang eksplisit.
b) Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara
efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan
yang akurat dan mempertahankan hipotesis).
41
c) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat
dari kecenderungannya.
d) Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dan suatu bentuk
komunikasi yang digambarkan.
e) Kemampuan menjadi peka terhadap faktor-faktor yang dapat
membuat prediksi tidak akurat.
f)
Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi.
Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat
dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada
pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta
kemempuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya.
2.7
Teori Model Kemungkinan Elaborasi
Model kemungkinan elaborasi (Elaboration Likehood Model) yang
termasuk dalam perubahan sikap yang terjadi dalam diri seseorang ini
dikembangkan oleh ahli psiokologi sosial Richard Petty dan John Cacioppo yang
telah menjadi teori persuasi paling populer dewasa ini.
Pada tahap awal kedua ahli tersebut hanya ingin melakukan riset atau
pengujian tentang persuasi dengan konsep pesan yang memiliki argumentasi yang
lengkap
atau
berdasarkan
kredibilitas
sumber
pengirim
pesan.
Selain
membandingkan mereka juga menemukan pola kognisi penerimaan pesan dalam
proses terpersuasi atau kemungkinan elaborasi tergantung pada cara sesorang
memproses pesan. Terdapat dua cara yang dikenal dengan istilah rute sentral
(central route) merupakan elaborasi atau pemikiran kritis. Dalam hal ini
42
seseorang dalam mengolah pesan akan stimulus suatu informasi akan
mendikursuskan terlebih dahulu dalam aktivitas mentalnya, memilih, melakukan
imajiner dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari informasi
tersebut. Sehingga elaborasi atau pemikiran kritis terjadi pada rute sentral, dimana
seseorang secara aktif memikirkan dan memboboti informasi sesuai dengan
pengetahuannya. Selanjutnya rute periferal (periferal route) kecendurungan
kognitif dimana penerimaan/penolakan suatu pesan lebih ditekankan pada
kredibilitas pengirim informasi, reaksi lingkungan, atau terpengaruh oleh faktorfaktor lain di luar argumentasi (atribusi eksternal). Sehingga non elaborasi atau
kurangnya pemikiran kritis terjadi pada rute peripheral.36
Gambar 1 berikut lebih memahami proses bagaimana sesorang mengolah
informasi yang diterima melalui rute sentral dan rute periferal :
Peripheral Route
(message
Elaboration)
Central Route
(message
Elaboration)
High
Mental Effort
Low
Persuasive
Communication?
Personal
Relevance
Motivated to
Prosess?
Personal
N
Ye
Relevance
o
s
Able to Prosess
Free form
N
Peripheral
Distraction
o
Cues?
Ye
Speaker
s
Type of
Credibility
Cognitive
N
Ye
Prosess
Neutral
Faverable
o
s
Argument
UNfaverab Case
Case Quality
le Case
Weak Attitude
No Change of
Strong
Strong
Change
Attitude
Positive
Negative
Gambar 1 : Proses Kemungkinan Elborasi
36
Bahfiarti, Tuti. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makasar: Universitas Hasanudin.
Hal.62-64
43
Sebuah gagasan penting tentang pengoperasian proses persuasi adalah
bahwa proses sentral dan
perifer
dapat
terjadi
dan
bersama-sama
mempengaruhi penilaian, sementara dampak relatif tergantung pada elaborasi
kemungkinan.
ELM
juga
menyatakan bahwa konsekuensi kekuatan bisa
mandiri. Misalnya, ketekunan temporal dan sikap ketahanan untuk menyerang
konsekuensi konseptual ortogonal.
Perubahan sikap tersebut dapat diterangkan melalui teori Elaboration
Likelihood
Model(ELM)
atau
Model
Kemungkinan
Elaborasi
yang
dikemukakan oleh Petty dan Cacioppo. Menurut mereka sewaktu individu
dihadapkan pada pesan persuasif, ia akan memikirkan pesan itu, memikirkan
argumentasi apa yang terkandung didalamnya dan argumentasi apa yang tidak.
Pemikiran-pemikiran inilah yang membawa kepada penerimaan atau penolakan
pesan yang disampaikan, bukan pesan
elaborasi
adalah
cara
berfikir
itu
yang
sendiri.
Dengan
kata
lain,
relevan dengan pesan selama
pemerosesan.
2.8
Kerangka Konsep
Dalam penulisan berita dimedia cetak, mahasiswa haruslah sudah
memahami segala jenis berita, teknik penulisan berita, dan penerapan kaidah
bahasa jurnalistik guna mengurangi kesalahan dalam penulisan berita yang biasa
dilakukan oleh wartawan sebelumnya. Demi mengurangi terjadinya kesalahan
penulisan berita tersebut, peneliti melakukan penilitian tingkat pemahaman
mahasiswa jurnalisitik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa aktif perkuliahan
semester ganjil tahun ajaran 2013-2014 tentang penulisan berita yang didapat
dari bangku perkuliahan. Mahasiswa jurnalistik merupakan generasi penerus dari
44
wartawan-wartawan senior.
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara peraturan
dan pelaksanaan, antara rencana dan pelaksanaan.37
Tingkat pemahaman mahasiswa tentang penulisan berita di media cetak
bisa berbeda satu dengan yang lainnya, mengenai jenis berita, teknik penulisan
berita, dan penerapan kaidah bahasa jurnalistik. Untuk menyederhanakannya,
peneliti mencoba kerangka konsep sebagai berikut:
Teori Kemungkinan Elaborasi
Rute Sentral
Pemahaman Mahasiswa
tentang Penulisan Berita
didapat dari Perkuliahan
Rute Periferal
Pemahaman Mahasiswa
Tentang Penulisan Berita
didapat dari pengalaman
Penulisan Berita di Media
Cetak
Tingkat Pemahaman Mahasiswa
Jurnalistik tentang Penulisan
Berita
Gambar 2 : Kerangka Konsep
37
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. hal 32
45
2.9
Operasional Variabel
Kuesioner disusun berdasarkan tabel operasionalisasi konsep sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Operasionalisasi Variabel
Variabel
Tingkat
Pemahaman
Mahasiswa
Jurnalistik
Tentang
Penulisan
Berita di
Media
Cetak
Dimensi
Kemampuan
menangkap
pengertianpengertian
seperti mampu
mengungkapkan
suatu materi
yang disajikan
ke dalam bentuk
yang lebih
dipahami,
mampu
memberikan
interpretasi dan
mampu
mengaplikasikan
-nya
Indikator
1. Pemahaman
Tentang
Jenis Berita




2. Pemahaman
Tentang
Unsur Berita
3. Pemahaman
Tentang
Konstruksi
Berita
4. Pemahaman
Tentang
Bahasa
Jurnalistik


















Alat Ukur
Skala
Straight News Ordinal
Depth News
Investigation
News
Interpretative
News
Opinion News
What
Who
When
Where
Whty
How
Headline(Judul)
Lead (Teras)
Body (Isi)
kalimat –kalimat
jelas
bahasa biasa yang
mudah dipahami
orang
bahasa sederhana
dan
jernih
pengutaraannya
bahasa
tanpa
kalimat majemuk
bahasa
dengan
kalimat
aktif,
bukan
kalimat
pasif
bahasa padat dan
kuat
bahasa
positif,
bukan
bahasa
negatif
ekonomi kata
46
2.10
Penelitian Sebelumnya
Terdapat penelitian lain yang dianggap relevan dan ada keterkaitan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian berjudul ―Pemahaman Idealisme
dalam Profesi Wartawan (Studi pada Wartawan di Banten)‖ yang dilakukan Ririn
Muthia Rislaesa. Ia merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Untirta
angkatan 2007 yang melakukan studi kasus pada wartawan lokal di Banten pada
tahun 2012.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh anggapan mengenai wartawan yang
dijuluki sebagai kepanjangan tangan dan penyambung lidah rakyat. Pendapat
setiap orang mengenai profesi wartawan tentu berbeda, begitu pula pendapat
wartawan mengenai profesinya dan bagaimana ia memaknai idealisme dalam
profesinya.
Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan pendapat atau paham yang
telah ada dalam pikiran wartawan di Banten mengenai idealisme wartawan.
Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana peneliti
menggambarkan
secara detail mengenai segala data dan informasi yang
diperoleh. Persamaan dalam penelitian ini ialah adanya kesamaan penelitian yang
membahas tentang pemahaman.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul ―Persepsi
Mahasiswa Tentang Tingkat Akurasi Pemberitaan Media Online ―Detik.com‖
(studi Survei Mahasiswa Reguler FISIP Untirta)‖, dilakukan oleh Dani Prayudhi.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Objek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
47
Politik angkatan 2007 dan 2008 sebanyak 54 orang. Dengan menggunakan
sampling
jenuh . Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan
wawancara tak berstruktur yang dilakukan secara random kepada responden.
Analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, deksripsi tabel hasil,
dan penghitungan tingkat akurasi.
Dani Prayudhi melihat bahwa detikcom salah satu media online yang
banyak dikunjungi dan selalu mengedepankan sisi aktualitas. Aktualisasi dan
akurasi haruslah berjalan seimbang dalam sebuah media, terlebih media online
seperti detikcom. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fakta-fakta yang
dihadirkan detikcom, melihat sisi keberimbangan, dan mengukur seberapa besar
tingkat akurasi yang dimiliki detikcom.
Penelitian yang dilakukan oleh Dani Prayudhi menyimpulkan bahwa
detikcom merupakan media online yang memperhatikan akurasi dalam tiap isi
beritanya selain aktualitas yang memang sudah ciri mutlak media online.
Persamaan dalam penelitian ini ialah adanya kesamaan objek penelitian dan
membahas tentang berita.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul ―Persepsi Wartawan
Hukum dan Kriminal Tentang Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 5 KEWI‖
pada tahun 2010 diteliti oleh Resgana Fitra Kumara, mahasiswa program studi
ilmu komunikasi Untirta angkatan 2006. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi
wartawan peliput Polda Metro Jaya yang memiliki job desk hukum dan kriminal
tentang penerapan Pasal 5 KEWI yang telah disahkan oleh Dewan Pers 14 Maret
48
2006. Tujuannya yakni ingin menjelaskan tingkat pengetahuan, perhatian, dan
penafsiran wartawan hukum dan kriminal tentang penerapan Pasal 5 KEWI.
Penelitian
ini
bersifat
deskriptif,
yatu
penelitian
yang
hanya
menggambarkan situasi, peristiwa atau fenomena yang terjadi. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode survei, yaitu terhadap 75 wartawan yang resmi
terdaftar pada Humas Polda Metro Jaya, yang menggunakan total sampling. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Disonansi Kognitif dari Leon
Festinger. Init dari teori ini adalah adanya ketidaksesuaian antara kognisi sebagai
aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri sendiri.
Menurut hasil penelitian Resgana Fitra Kumara, tingkat persepsi wartawan
hukum dan kriminal tentang penerapan Pasal 5 KEWI yang dipersepsikan sangat
tinggi (86,6%) pada tahap pengetahuan, kemudian tinggi (70,2%) pada tahap
perhatian, dan tinggi (80,6%) pada tahap penafsiran. Persamaan penelitian ini
terletak pada teori yang digunakan dan metode survei yang menggunakan total
sampling.
Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang berjudul ―Pemahaman
Wartawan Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Fenomenologi Pemahaman
Wartawan Waspada Online Tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia)‖.
Penelitian ini dilakukan oleh Irwan Sitinjak mahasiswa Universitas Sumatera
Utara pada tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang
sejauhmana pemahaman wartawan terhadap KEJ dan bagaimana para wartawan
mengaplikasikan landasan profesi mereka. Informan dalam penelitian ini adalah
wartawan Waspada Online.
49
Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang memiliki
paradigma konstruktivisme dimana dalam metode tersebut digunakan empat fase,
yaitu fase epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi, dan sintesis makna dan
esensi. Keempat proses tersebut dijadikan peneliti untuk merekam kondisi di
lapangan atau pada saat penelitian. Lewat proses tersebut dapat diketahui
bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik
berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta bagaimana wartawan
Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut: 1.
Wartawan Waspada Online memiliki motivasi yang berbeda-beda berprofesi
sebagai seorang jurnalis. Namun, mereka mempunyai kesamaan pemahaman
tentang tugas seorang jurnalis yaitu mencari, mengumpulkan informasi, dan
menjadikannya sebagai sebuah berita yang sesuai dengan fakta tanpa adanya
opini. 2. Sebagian besar wartawan Waspada Online hanya memahami Kode Etik
Jurnalistik sebatas teori saja tanpa pelaksanaan yang benar. Berdasarkan track
record mereka yang cukup lama sebagai jurnalis, para wartawan secara teori
paham setiap isi yang terdapat dalam 11 pasal KEJ, namun realisasinya
berbanding terbalik dengan pemahaman tersebut. 3. Masih banyak wartawan
Waspada Online yang melumrahkan penerimaan materi baik dalam bentuk uang
maupun benda yang diberikan oleh nara sumber mereka. Kebanyakan alasan
mereka menerima adalah sebagai ongkos liputan dan ada juga yang mengatakan
50
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Kesesuaian dan ketepatan
data sangat dipengaruhi oleh metode yang dipakai oleh peneliti sehingga peneliti
harus mampu menemukan metode penelitian apa yang tepat dalam penelitiannya.
Tujuan dari metode penelitian adalah dapat membantu peneliti dalam
menghasilkan penelitian yang objektif dan dapat dipertanggung-jawabkan
berdasarkan atas data yang diperoleh.38
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen)
tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan
variabel-variabel lainnya.39 Dalam penelitian mengenai ―Tingkat Pemahaman
Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan Berita di Media Cetak‖ menggunakan
metode penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang menggunakan
angka-angka yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kata-kata/kalimat.
3.2
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatam itu menjadi sistematis dan
38
39
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta. hal.2
Ibid. hal.147
51
52
dipermudah olehnya. Instrumen riset merupakan sarana yang bisa diwujudkan
dalam bentuk benda, seperti angket (kuesioner).40
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Disebut juga angket. Kuesioner bisa dikirim melalui pos atau peneliti mendatangi
secara langsung responden. Bisa diisi saat periset datang sehingga pengisiannya
didampingi periset, bahkan peneliti bisa bertindak sebagai pembaca pertanyaan
dan responden tinggal menjawab berdasarkan jawaban yang disediakan.
Kuesioner bisa diisi responden tanpa bantuan atau kehadiran periset, kemudian
hasilnya bisa dikirim atau diambil sendiri oleh periset.41
Peneliti akan menggunakan metode survei dan mengaplikasikannya dalam
kuesioner yang akan disebarkan pada sampel-sampel yang sudah ditentukan.
Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan dalam 4 indikator. Keempat indikator
tersebut dipecah kembali menjadi beberapa pernyataan pada setiap indikator.
a.
Pemahaman Tentang Jenis Berita
b.
Pemahaman Tentang Unsur Berita
c.
Pemahaman Tentang Konstruksi Berita
d.
Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik
Kategori diatas akan dikembangkan sebagai indikator yang akan dijadikan
butir-butir pertanyaan dan pernyataan sebagai standar-standar penilaian.
40
Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. hal 92
41
Ibid. hal 93
53
Proses pengumpulan datanya, adalah sebagai berikut :
1.
Kuesioner (angket)
Salah satu proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan kuesioner (angket), karena metode penelitian ini sendiri yang
menggunakan metode survei. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya.42
Penyusun mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari
kuesioner mengenai tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan
berita di media cetak dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap
pertanyaan berdasarkan skala sebagai berikut :
1. Nilai Skor 5 berarti Sangat Tepat (ST)
2. Nilai Skor 4 berarti Tepat (T)
3. Nilai Skor 3 berarti Cukup Tepat (CT)
4. Nilai Skor 2 berarti Tidak Tepat (TT)
5. Nilai Skor 1 berarti Sangat Tidak Tepat (STT)
2.
Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan
catatan
peristiwa
yang
sudah
berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan,gambar, atau karya-karya monumenter dari
seseorang. 43 Dokumen dari penelitan ini adalah berita yang peneliti dapatkan dari
media cetak yang dipilih secara Random untuk menjadi bahan pertanyaan pada
42
43
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta. hal 142
Ibid. hal 240
54
kuesioner. Pemilihan berita dilakukan peneliti berdasarkan penulisan berita yang
sesuai kaidah-kaidah jurnalistik.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tetentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.44
Populasi (kumpulan obyek riset) bisa berupa orang, organisasi, kata-kata,
dan kalimat simbol-simbol non verbal, surat kabar, radio, televisi, iklan dan
lainnya.
Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi reponden adalah mahasiswa
ilmu komunikasi konsentrasi jurnalistik aktif perkuliahan semester ganjil tahun
2013 yang telah mengambil mata kuliah Penulisan Berita. Mahasiswa yang
menjadi populasi mulai dari angkatan 2008 sampai dengan 2011.
Tabel 3.1
Rekapitulasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsetrasi Jurnalistik Tahun 2013
Angkatan
Jumlah
2008
11
2009
32
2010
34
2011
34
Jumlah
111
Sumber: siakad-untirta.ac.id/ diakses pada Desember 2013
44
Ibid. hal 80
55
3.3.2
Sampel
David Nachmias dan Vhava Nachmias dalam Bulaeng (2004:156)
mendefinisikan sampel sebagai bagian dari populasi yang karakteristiknya tidak
berbeda dengan karakteristik populasi. Sampel secara sederhana diartikan sebagai
bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenernya dalam penelitian,
dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili seluruh
populasi. Dalam penelitian ini, karena sampel sudah diketahui secara pasti dan
menetap, maka sampelnya bersifat statufied random sampling.
Probality Sampling, merupakan teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bagi seluruh anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.45
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Propornate Random
Sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan apabila
sifat atau unsur dalam populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional.46
Populasi yang berjumlah lebih dari 100 orang memungkinkan peneliti melakukan
penarikan sampel menggunakan rumus Yamane dengan tingkat signifikansi 10%.
Berikut ini adalah perhitungan dengan menggunakan rumus Yamane:
N
n=
Nd2 + 1
Keterangan:
N= ukuran populasi
d= kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang ditolerir 10%, kemudian d ini dikuadratkan.
45
46
Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.67
Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.68
56
Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh perhitungan sebagai
berikut:
111
n=
111(0,1)2 + 1
= 52,61
= 52
3.4
Teknik Sampling
Staratified random sampling adalah bentuk sampling random yang
populasi atau elemen populasinya dibagi dalam kelompok-kelompok yang disebut
strata. Proses pengerjaannya adalah sebagai berikut:
1.
Membagi populasi menjadi beberapa stratum
2.
Mengambil sebuah sampel random dari setiap stratum.
3.
Menggabungkan hasil dari pengambilan sampel tiap stratum, menjadi
satu sampel yang diperlukan.
Untuk Mengalokasikan sampel digunakan rumus sebagai berikut:
Ni= Ni x n
N
Keterangan :
Ni : Ukuran tiap strata sampel
Ni : Ukuran tiap strata populasi
n : Ukuran total sampel
N : Ukuran total populasi
57
Berikut ini adalah teknik penarikan sampel dengan proportonate random
sampling :
Tabel 3.2
Penarikan Sampel Dengan Proportonate Random Sampling
Angkatan
Jumlah
Populasi
Sampel
11 x 52
2008
11
111
= 5,15
32 x 52
2009
32
111
= 15,13
34 x 52
2010
34
111
= 15,93
34 x 52
2011
34
111
= 15,93
Jumlah Sampel
Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti
3.5
5
15
16
16
52
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Salah satu instrumen dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner).
Sebuah instrumen memiliki kriteria yang baik apabila setelah uji validitas dan uji
reliabilitas. Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauhmana instrumen
(misalnya kuesioner) akan mengukur apa yang ingin diukur.47
Data yang digunakan dalam uji validitas dan relibilitas ini adalah skala
ordinal. Tingkat ukuran ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial
terutama untuk mengukur kepentingan, sikap, atau presepsi.48
47
Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. hal 141
48
Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal
102
58
Dalam uji validitas peneliti menggunakan program aplikasi statistik SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 16 dengan teknik korelasi. Teknik
korelasi adalah teknik mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan skor
total. Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik
Tabel korelasi nilai – r.49
Karena penilitian ini menggunakan skala ordinal, maka teknik untuk
menguji validitas yang dipakai adalah dengan koefisien korelasi Rank Spearmen.
Penghitungan korelasi Rank Spearmen banyak digunakan untuk mengukur data
ordinal. Jika ditemukan t hitung ≥ t table maka alat tersebut valid.50
Langkah pertama adalah melakukan uji coba skala pengukuran tersebut
pada sejumlah responden. Dalam uji validitas dan reliabilitas, peneliti menyebar
angket kepada 30 responden. Responden diminta untuk menyatakan jawabanya
sesuai dengan pilihan jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda X atau √.
Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang.51
Langkah kedua ialah menentukan besarnya nilai table r dengan ketentuan
df = jumlah responden – 2 atau 30 – 2 = 28 dengan tingkat signifikansi 5 %
angkanya adalah 0,361. Jika nilai korelasi item (r) > 0,361 maka dinyatakan valid.
Langkah ketiga adalah dengan menghitung r kuesioner untuk setiap butir
pertanyaan. Hasil perhitungan tabel corrected item-total correlation yang terlihat
pada tabel 3.1, jika dibandingkan dengan angka r tabel sebesar 0,361 maka semua
pernyataan pada kuesioner dinyatakan valid.
49
Ibid.hal 140
Santoso, Singih. 2007. Menguasai Statistik dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.hal
232
51
Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal
137
50
59
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Item-Total Statistics
Corrected Item – Total
Correlatioan
q1
Keterangan
**
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.529
.003
30
**
.529
.003
30
**
.639
.000
30
*
.460
.011
30
.414*
.023
30
.410*
.025
30
.424*
.020
30
.461*
.010
30
.419*
.021
30
.545**
.002
30
.483**
.007
30
.695**
.000
30
Valid
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.592**
.001
30
.625**
.000
30
.668**
.000
30
.552**
.002
30
**
.484
.007
30
.570**
.001
30
Valid
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.583**
.001
30
q20
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.753**
.000
30
Valid
q21
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.628**
.000
30
Valid
q22
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.640**
.000
30
Valid
q2
q3
q4
q5
q6
q7
q8
q9
q10
q11
q12
q13
q14
q15
q16
q17
q18
q19
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
60
Setelah menguji validitas selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas.
Guna menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti
melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah
instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak
valid maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas.
Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang
sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliable.52
Dalam pengukuran reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan
SPSS 16.0. adapun hasil dari uji reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excludeda
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
.890
N of Items
22
Hasil uji Reliabilitas yang telah dilakukan peneliti adalah Alpha Cronbach
0.890. Jika nilai Alpha Cronbach ≥0,8 maka butir-butir pernyataan sudah reliabel.
52
Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal
140
61
Peneliti memiliki 22 pernyataan karena reliabilitas sudah valid semua maka
peneliti menguji semua pernyataan.
3.6
Analisis Data
Analisis data merupakan proses analisis suatu data yang telah peneliti
dapatkan dari lapangan, yang selanjutnya akan disusun kembali ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan. Dalam proses ini sering kali
digunakan statistik.53
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis deskriptif
dengan pendekatan kuantitif. Jenis riset ini bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis, faktual, akurat tentang fakta-fakta populasi atau objek tertentu.54
Dalam analisis deskriptif ini perhitungan yang digunakan untuk
mengetahui tingkat presentase skor jawaban dari masing – masing variabel
dengan rumus sebagai berikut :
%=
X 100%
Keterangan :
n = skor empirik (skor yang diperoleh)
N = jumlah seluruh skor atau nilai (skor ideal)
Perhitungan deskriptif presentase ini mempunyai langkah – langkah
sebagai berikut :
53
Ibid.hal 263
Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. hal 67
54
62
1. Menentukan presentase maksimal
X 100%
X 100% = 100%
2. Menentukan angka presentase minimal
X 100%
X 100% = 20%
3. Menentukan interval kelas presentase, diperoleh dari pembagian criteria
terhadap rentang presentase (100% - 20% = 80%), maka didapat 80% :
5 = 16%.
Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh
(dalam %) dengan analisis deskriptif presentase diperoleh sebagai berikut :
Tabel 3.5
Kriteria Analisis Deskriptif Persentase
Persentase
Kriteria
No
1
16% - 32%
Sangat Rendah
2
33% - 49%
Rendah
3
50% - 66%
Cukup
4
67% - 83%
Tinggi
5
84% - 100%
Sangat Tinggi
Sumber: Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Hal 138
63
3.7
Tempat dan Waktu
Dalam penilitian yang berjudul ―Tingkat Pemahaman Mahasiswa
Jurnalistik Tentang Penulisan Berita Di Media Cetak‖, akan dilakukan lingkungan
kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di jalan Raya Jakarta Km.4 gedung D
Kota Serang, Banten.
Adapun waktu penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6 Jadwal Penelitian
No
1
2
3
4
5
Kegiatan
Penyusunan
Proposal
Prariset
Bimbingan
Riset
Hasil
April
Mei
Juni - September
1 2 3 4 1 2 3 4 1
x x x x
x X x x
x x X
2
3
4
1
x
x
x
x
x
Oktober –
Desember
2
3
4
x
x
x
x
Januari Februari
X
X
x x x x
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Deskripsi Objek Penelitian
Jurusan
Ilmu
Komunikasi
Universitas
Sultan
Ageng
Tirtayasa
(UNTIRTA) merupakan jurusan yang telah terakreditasi. Keberadaannya
bersamaan dengan pendirian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pasca perubahan status menjadi Universitas
Negeri pada tahun 2001. Izin operasional Jurusan ini diperoleh melalui SK Dirjen
Dikti No. 1179/D/T/2003 tanggal 10 Juni 2003 dan perpanjangan izin studi pada
tahun 2007. Re-akreditasi telah dilaksanakan pada tahun ini yakni di tahun 2013.
Saat ini Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Untirta memiliki tiga konsentrasi
yakni: Humas, Jurnalistik dan Marketing Komunikasi.
Selama 10 tahun perjalannnya, Prodi Ilmu Komunikasi melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi melalui (1) Kegiatan Akademik, Pengembangan dan
Penyesuaian Kurikulum, Penempatan Mahasiswa Job Training, Penugasan Tugas
Akhir Mahasiswa sesuai Payung Penelitian Prodi (2) Pengembangan Kompetensi
Kelembagaan melalui Audit Kinerja,
Penjamin Mutu dan Gugus Dosen (3)
Penyelenggaraan Kegiatan Penunjang Akademik melalui kegiatan Seminar
Nasional, Seminar Internasional, Workshop, Diskusi Internal dan Penerbitan
Jurnal secara berkala (4) Penelitian dan Pengabdian baik yang dilakukan secara
personal maupun secara kelembagaan.
Untuk mendukung kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Prodi Ilmu
Komunikasi memiliki 25 dosen tetap, satu Guru Besar di bidang Komunikasi
64
65
Lintas Budaya, dan delapan dosen yang sedang menempuh pendidikan S3 dan
dirancang untuk menyelsaikan studi pada tahun 2015. Kompetensi dosen yang
dimiliki sangat bervariatif diantaranya Ilmu Kehumasan, Komunikasi Organisasi
dan Media,
Jurnalistik, Fotografi, Film,
Radio, Periklanan, Marketing
Komunikasi, Public Speaking, dan lain-lain. Diantaranya terdapat 12 dosen
pengajar untuk Konsentrasi Jurnalistik dan telah menempuh pendidikan S2.
Jumlah mahasiswa aktif Prodi Ilmu Komunikasi sampai 2013 berjumlah
740 mahasiswa. Sedangkan jumlah lulusan sampai tahun 2013 berjumlah 462.
Dengan jumlah mahasiswa aktif konsetrasi jurnalistik sebanyak 111 mahasiswa
dan jumlah mahasiswa aktif konsentrasi humas 629 mahasiswa.55
Dalam mengaplikasikan kemampuan mahasiswa tentang Ilmu Jurnalistik
dan menunjang penyelenggaraan akademik mahasiswa kosentrasi jurnalistik,
Prodi Ilmu Komunikasi membuat program Job Training mahasiswa didasari pada
kepeminatan dan kebutuhan stakeholder serta kompetensi yang dimiliki
mahasiswa, sehingga ketika selesai Job Training mahasiswa sudah diserap oleh
institusi tersebut dan menjadi pengalaman untuk mahasiswa di dunia kerja. Dan
mendatangkan dosen tamu yang berkompeten dan berpengalaman di bidang Ilmu
Jurnalistik guna memberi pemahaman lebih untuk mahasiswa didapat dari dosen
pengajar yang ada.
55
www.siakad-untirta.ac.id/ diakses pada Desember 2013
66
4.2
Hasil Penelitian
Pada sub bab ini dibahas mengenai analisis dan interpretasi data yang
diperoleh melalui penyebaran kuesioner. Terdiri dari pembahasan mengenai
proses penyebaran kuesioner, analisis univariate yang menyajikan identitas
responden, dan hasil jawaban tiap item pernyataan kuesioner berdasarkan analisis
tabel distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk menjawab permasalahan
penelitian berdasarkan metode-metode yang telah dibahas pada bab sebelumnya.
4.2.1
Deskripsi Data Responden
Sesuai dengan penetapan sampel, maka penulis menyebarkan kuesioner
kepada 52 responden dari mahasiswa Jurnalistik Ilmu komunikasi Untirta. Dari
penyebaran kuesioner yang dilakukan tidak ada satupun kuesioner yang
dikembalikan maupun tidak diisi oleh responden sehingga jumlah kuesioner yang
dapat dianalisis adalah 52 kuesioner.
Jumlah penyebaran dan pengumpulan kuesioner serta jumlah jawaban
kuesioner yang diolah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi kuesioner dan Pengumpulan data
Uraian
Jumlah
Sampel terpilih
52
Jumlah kuesioner yang disebar
52
Jumlah kuesioner yang dikembalikan (terkumpul)
52
Pengisian tidak lengkap
Jumlah Kuesioner yang diolah
Persentase
0
52
100%
Sumber: Hasil Penyebaran Kuesioner
67
4.2.1.1 Jenis Kelamin
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai jenis kelamin
responden.
Valid
Pria
Wanita
Total
Tabel 4.2
Jenis Kelamin Responden
valid
Frekuensi persen
persen
33
63,5
63,5
19
36,5
36,5
52
100,0
100,0
Kumulatif
Persen
63,5
100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.1
Jenis Kelamin Responden
40
30
20
Pria
10
Wanita
0
Jenis Kelamin
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 4.1, dapat dilihat jumlah responden pria sebanyak 33 orang atau
63,5%, sedangkan responden wanita sebanyak 19 orang atau 36,5%. Sebanyak 52
orang yang dijadikan sampel 100% berpartisipasi dalam penelitian ini. Banyaknya
mayoritas pria yang menjadi responden dalam penelitian ini bukan karena
mengandung alasan apapun hanya pada persoalan bahwa dalam penyebaran
angket penelitian, peneliti lebih banyak menemukan responden pria dibandingkan
wanita.
68
4.2.1.2 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai intensitasi
membaca berita di media cetak responden.
Tabel 4.3
Intensitas Membaca Berita di Media Cetak
frekuensi
Valid Setiap hari
1 kali seminggu
2 kali seminggu
3 kali seminggu
Total
9
23
11
9
52
persen
17,3
44,2
21,2
17,3
100,0
valid persen
17,3
44,2
21,2
17,3
100,0
kumulatif
persen
17,3
61,5
82,7
100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.2
Intensitas Membaca Berita di Media Cetak
25
Setiap hari
20
15
1 Kali
Seminggu
10
5
0
Intensitas Membaca Berita di
Media Cetak
2 Kali
Seminggu
Dari tabel 4.2, dapat dilihat sebanyak 9 orang atau 17,3% menjawab setiap
hari membaca berita di media cetak, 23 orang atau 44,2% menjawab 1 kali dalam
seminggu membaca berita di media cetak, 11 orang atau 21,2% menjawab 2 kali
dalam seminggu membaca berita di media cetak, dan 9 orang menjawab 3 kali
dalam seminggu membaca berita di media cetak.
69
Tabel presentase menunjukan intensitas atau minat baca berita di media
cetak masih rendah dengan banyaknya responden menjawab hanya 1 kali dalam
seminggu membaca berita di media cetak (43,2%). Rendahnya minat baca
mahasiswa Jurnalitisk Ilmu Komunikasi Untirta dikarenakan adanya konvergensi
media yaitu terpusatnya media-media konvensional kedalam media digital.
Konvergesnsi terjadi karena kelemahan media cetak yang sulit mengantisipasi
tuntutan akan informasi baru. Hal ini ditegaskan oleh Jacob Oetama dalam
bukunya menyebutkan bahwa,
―Teknologi informasi (internet) mempengaruhi industri penerbitan
pers, hampir-hampir secara radikal. Proses informasi lewat internet
berlangsung lewat information brokers (perantara), tidak lewat
penerbit. Penerbit media cetak bekerja lewat jalur linier yang searah.
Kelemahan proses linier adalah sulit mengantisipasi tuntutan akan
informasi baru.‖56
Bisnis-Jabar.com ikut menegaskan bahwa dalam 5-10 tahun, media cetak
akan ditinggal.
Proses digitalisasi yang digadang-gadangkan di dunia global tidak
lantas menggerus posisi media cetak di Indonesia. Namun, dalam 5-10
tahun ke depan media cetak akan ditinggal untuk menuju media
digital.57
56
Oetama, Jacob.2001. Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara. Hal.361
57
http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/bisnis-media-dalam-5-10-tahun-media-cetak-akanditinggal. Diakses 20-11-2013
70
4.2.1.3 Media Cetak yang Dibaca
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai media cetak yang
dibaca responden.
Tabel 4.4
Media Cetak yang Dibaca
Valid
Frekuensi persen
Koran
31
59,6
Majalah
14
26,9
Tabloid
7
13,5
Total
52
100,0
valid persen
59,6
26,9
13,5
100,0
kumulatif
persen
59,6
86,5
100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.3
Media Cetak yang Dibaca
40
30
Koran
20
10
Majalah
0
Tabloid
Media Cetak yang
Dibaca
Dari tabel 4.3, dapat terlihat lebih dari setengahnya 59,6% jumlah
responden yaitu 31 orang membaca berita di koran. Sebanyak 14 orang atau
26,9% membaca berita di majalah dan 7 orang atau 13,5% membaca berita di
tabloid.
Membaca berita dari koran di kalangan mahasiswa jurnalistik cukup besar
dibandingkan dengan membaca berita dari majalah dan tabloid. Hal tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor keunggulan koran dapat diperoleh dengan mudah
dan harga yang terjangkau oleh mahasiswa jurnalistik dan menjadi bahan
perkuliahan di mata kuliah Penulisan Berita.
71
4.2.2
Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Pernyataan
4.2.2.1 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang jenis berita straight news.
Valid
Tabel 4.5
Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News
kumulatif
Frekuensi
persen
valid persen
persen
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
3
10
19,2
19,2
19,2
4
19
36,5
36,5
55,8
5
23
44,2
44,2
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
4,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.4
Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News
25
Sangat Tepat
20
Tepat
15
Cukup Tepat
10
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 1
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan data tabel 4.5 dapat diambil penjelasan bahwa responden
telah memiliki pemahaman Sangat Tinggi terkait dengan straight news sebagai
berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Hal ini dapat dilihat
dari total jawaban responden yang mayoritas menjawab Sangat Tepat dengan nilai
72
44,2% dan dengan nilai mean 4,3 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya
tentang jenis berita straight news.
Mayoritas responden menjawab sanagat tepat, karena meteri yang
diberikan dalam perkuliahan dapat dipahami baik seacara teori dan pratiknya.
Pemahaman responden tentang jenis berita straight news ini dipengaruhi oleh
seringnya jenis berita ini menjadi contoh bahan ajaran mata kuliah Teknik
Penulisan Berita. Menurut Abdul Muiz, mahasiswa sekarang harus memiliki
pemahaman yang tepat bahwa belajar tidak hanya di bangku perkuliahan, namun
di semua tempat termasuk diskusi di luar kelas.58 Dan berita jenis berita ini
hampir selalu disajikan di media cetak. Umumnya koran harian, secara tradisional
biasanya sebuah laporan ditulis dengan primaida terbalik. Laporan ini lebih
banyak digunakan untuk penulisan straight news atau hard news.59 Sehingga
responden mampu memahami jenis berita Straight News dengan sangat baik.
4.2.2.2 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang jenis berita depth news.
58
Karni. Asrori S. 2009. Etos Studi Kaam Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam. Bandung: Mizan
Pustaka.hal. 326
59
Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada.hal.34
73
Valid
Tabel 4.6
Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News
valid
kumulatif
Frekuensi persen
persen
persen
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
3
8
15,4
15,4
15,4
4
25
48,1
48,1
63,5
5
19
36,5
36,5
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
4,2
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.5
Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News
30
25
20
15
10
5
0
Sangat Tepat
Tepat
Cukup Tepat
Pernyataan 2
Sumber : Hasil Penelitian
Dari hasil uraian tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan Depth News sebagai berita
mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu
permukaan. Hal ini dapat diketahui dari nilai hasil hitung kuesioner dimana
repsonden yang menjawab Tepat sebanyak 48.1% dan dengan nilai mean 4,2 ada
di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang jenis berita Depth News.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan di
perkuliahan dapat dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya harus lebih
mendalam daripada straight news. Hal tersebut disebabkan, Depth News memiliki
74
karakteristik berita mendalam yang membutuhkan waktu banyak untuk dapat
dipahami oleh responden. Dalam materi perkuliahan pun jenis berita ini memiliki
mata kuliah tersendiri untuk membahasnya. Mayoritas responden hanya
mendapatkan pengertian tentang jenis berita ini dalam mata kuliah Penulisan
Berita dan tidak mempratekkan menulis berita ini. Seperti yang dinyatakan oleh
Tom E. Rolnicki bahwa investigation news berbeda dengan liputan berita biasa,
liputan mendalam biasanya memerlukan lebih banyak waktu untuk melakukan
riset berbagai bentuk, mulai dari wawancara dengan warga atau sesama
mahasiswa, guru dan sebagainya hingga ke studi pustaka melalui perpustakaan
atau internet.60
4.2.2.3 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News.
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang jenis berita Investigation News.
Tabel 4.7
Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News
kumulatif
Frekuensi persen valid persen
persen
Valid
1
0
0,0
0,0
0,0
2
1
1,9
1,9
1,9
3
15
28,8
28,9
30,8
4
18
34,6
34,6
65,4
5
18
34,6
34,6
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
4
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
60
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.154
75
Grafik 4.6
Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Pernyataan 3
Sangat Tidak Tepat
Sumber : Hasil Penelitian
Mengacu kepada data tabel 4.7 dapat di peroleh penjelasan bahwa
responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi tentang Investigation
News sebagai berita yang mendalam dikarenakan laporan yang hendak
diberitakannya tersebut memiliki berita yang berat. Hal ini dapat dilihat dari
mayoritas jawaban responden yaitu Tepat dan Sangat Tepat dengan nilai 34,6%
dan dengan nilai mean 4 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang
jenis berita Investigation News.
Mayoritas responden menjawab sangat tepat dan tepat, karena materi yang
didapatkan dalam perkuliahan cukup dipahami secara teori, meskipun dalam
pratiknya harus memahami jenis berita investigation news. Sama halnya jenis
berita Depth News pemahaman tentang jenis berita ini memiliki mata kuliah
sendiri agar lebih jelas dipahami materinya dalam waktu lama dan tidak hanya
dalam 1 mata kuliah Penulisan Berita saja. Berdasarkan pendapat Nurudin tentang
Invetigation News, seorang wartawan menulis berita dengan cara bagaimana dia
mengendus pemberitaan, mencari narasumber yang sulit dilacak, melakukan
wawancara secara mendalam, mencari data relevan untuk mendukung laporan dan
76
lain-lain.61 Sehingga terjadi penurunan nilai mean pada pemahaman tentang jenis
berita ini.
4.2.2.4 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang jenis berita interpretative news
Tabel 4.8
Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News
kumulatif
Frekuensi persen valid persen
persen
Valid
1
1
1,9
1,9
1,9
2
3
5,8
5,8
7,7
3
13
25,0
25,0
32,7
4
23
44,2
44,2
76,9
5
12
23,1
23,1
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,8
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.7
Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Sangat Tidak Tepat
Pernyataan 4
Sumber : Hasil Penelitian
61
Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada. hal.173
77
Data tabel 4.8 dapat diambil kesimpulan bahwa responden dalam hal ini
mahasiswa jurnalistik Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki Pemahaman yang
Tinggi tentang Interpretative News sebagai berita yang dikembangkan dengan
pendapat atau penilaian penulis dengan nilai jawaban Tepat sebanyak 44,2% dan
dengan nilai mean 3,8 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang jenis berita.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
dalam perkuliahan dapat dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya harus
lebih mengembangkan laporan dari suatu berita. Penulisan jenis berita
interpretative news ini, seorang wartawan tidak boleh memihak seseorang,
organisasi atau salah satu pihak yang bertikai guna menjaga nilai faktual berita.
Hal ini dipertegas oleh Nurudin, mengatakan bahwa wartawan tidak boleh
memihak salah satu pihak yang bertikai. Seharusnya, ia justru perlu memberikan
sebuah prespektif baru berkaitan dengan konflik yang terjadi.62
Dari pernyataan tersebut, responden harus mampu membedakan jenis
berita pendapat atau opini sendiri dengan jenis berita pendapat sesuai fakta yang
ada. Dan perlu dipahami lebih oleh responden tentang jenis berita interpretative
news ini, agar tidak merusak nilai faktual dalam suatu berita.
4.2.2.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari
kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang jenis berita Opinion News.
62
Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. J akarta: Raja Grapindo Persada. hal.83
78
Valid
Tabel 4.9
Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News
kumulatif
Frekuensi persen
valid persen
persen
1
0
0
0
0
2
6
11,5
11,5
11,5
3
10
19,2
19,2
30,8
4
15
28,8
28,8
59,6
5
21
40,4
40,4
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
4
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.8
Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Sangat Tidak Tepat
Pernyataan 5
Sumber : Hasil Penelitian
enjabaran data tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden
telah mengerti dan memahami terkati dengan Opinion News. Responden telah
memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi bahwa Opinion News adalah berita
mengenai pendapat seseorang yang biasanya berupa pendapat seorang
cendikiawan, tokoh ahli atau pejabat mengenai suatu hal. Hal tersebut dapat
dilihat dari mayoritas jawaban responden yaitu Sangat Tepat dengan nilai 40,4%
dan dengan nilai mean 4 ada di kategori Tinggi pemahaman responden tentang
jenis berita ini.
79
Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi yang
didapatkan di perkuliahan dapat dipahami secara teori dan praktiknya dengan
baik. Dalam memahami jenis berita ini responden harus memperhatikan beberapa
etika yang harus dilakukan agar kreadibilitasnya terjaga. Hal ini didukung oleh
Goenawan Muhamad yang menyatakan bahwa dalam opinion news etika opini
dan fiksi tidak boleh ada, kecuali pada bagian tertentu surat kabar. Tajuk rencana,
tentu saja, merupakan tempat mengutarakan pendapat. Untuk kepentingan sendiri,
seorang wartawan harus tahu bahwa nama baiknya merupakan teruhan perjalanan
kariernya.63
4.2.2.6 Pemahaman Tentang Unsur Berita What
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita what.
Tabel 4.10
Pemahaman Tentang Unsur Berita What
Valid
1
2
3
4
5
Total
Frekuensi persen valid persen
1
1,9
1,9
4
7,7
7,7
9
17,3
17,3
18
34,6
34,6
20
38,5
38,5
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
kumulatif
persen
1,9
9,6
26,9
61,5
100,0
52
0
4
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
63
Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut
Tempo. hal. 16-17
80
Grafik 4.9
Pemahaman Tentang Unsur Berita What
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 6
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan unsur What dalam sebuah
berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat
dengan nilai 38,5% bahwa pada penggalan berita Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) dan Satgas Perlindungan Anak melayangkan somasi kepada
pemerintah terkait kondisi memperhatinkan yang dialami anak-anak yang tengah
berkonflik dengan hukum terdapat unsur What .Dan dibuktikan dengan nilai mean
4 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang unsur what.
Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur
what yang diberikan di perkuliahan dapat dimengerti secara teori maupun
praktiknya. Pemahaman responden tentang unsur what yang tinggi menjadi modal
dalam meliput berita dan menggambarkan peristiwa dengan baik. Menurut
Djuraid, seorang wartawan media cetak harus mampu menggambarkan sebuah
peristiwa melalui tulisan yang baik. Ini berbeda dengan wartawan media
elektronik yang bisa merekam kejadian itu melalui gambar maupun suara.
81
Kejelian melihat situasi di lapangan sangat berharga sebagai bahan tulisan untuk
menghindari penampilan imajinasi wartawan.64
4.2.2.7 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita Where.
Tabel 4.11
Pemahaman Tentang Unsur Berita Where
Valid
1
2
3
4
5
Total
Frekuensi persen
0
0
0
0
8
15,4
20
38,5
24
46,2
52
100,0
N
Valid
Missing
Mean
valid persen
0
0
15,4
38,5
46,2
100,0
52
0
4,3
kumulatif
persen
0
0
15,4
53,8
100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.10
Pemahaman Tentang Unsur Berita Where
30
25
Sangat Tepat
20
Tepat
15
Cukup Tepat
10
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 7
Sumber : Hasil Penelitian
64
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah
Malang. hal.41
82
Dari penjelasan data tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur Where dalam
sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat
Tepat dengan nilai 46,2%% bahwa dalam penggalan berita Di Kabupaten
Pasuruan, meskipun belum masuk daftar daerah kategori kekeringan kritis, kini
sudah ada 14 desa krisis air bersih terdapat unsur Where.
Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur
where yang diberikan di perkuliahan dapat dipahami secar teori dan praktiknya,
misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama yang ada dalam sebuah berita.
Dengan memahami unsur where, responden dapat melokalisasikan berita akan
membuat fakta setidaknya lebih relevan bagi pembaca. Tom E. Rolnici dkk
menegaskan bahwa seorang reporter sebaiknya lebih mengedepankan sudut
pandang lokal terhadap suatu berita jika dimungkinkan diawali dengan dimana,
lokasi dari apa yang terjadi, terkadang merupakan pilihan terbaik untuk membuka
berita. Kedekatan adalah salah satu elemen berita utama.65
4.2.2.8 Pemahaman Tentang Unsur Berita When
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita When.
65
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.41
83
Tabel 4.12
Pemahaman Tentang Unsur Berita When
Valid
1
2
3
4
5
Total
Frekuensi persen valid persen
1
1,9
1,9
4
7,7
7,7
11
21,2
21,2
14
26,9
26,9
22
42,3
42,3
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
kumulatif
persen
1,9
9,6
30,7
57,7
100,0
52
0
4
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.11
Pemahaman Tentang Unsur Berita When
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Sangat Tidak Tepat
Pernyataan 8
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.12 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur When dalam
sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat
Tepat dengan nilai 42,3% bahwa dalam penggalan berita Lewat putusan pada 11
Juli lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan adanya penggunaan APBD
untuk pemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) Sumatra Selatan
yang dilakukan penahana, Alex Nurdin terdapat unsur When. Dan dibuktikan
dengan nilai mean 4 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang unsur When.
84
Seperti yang terlihat pada tabel 4.12 mayoritas responden menjawab
sangat tepat, karena materi tentang unsur when yang diberikan di perkuliahan
dapat dipahami secar teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsurunsur utama yang ada dalam sebuah berita. Apabila responden tidak memiliki
pemahaman tentang unsur berita when dapat mengakibatkan keaktualan berita
akan menjadi berkurang, sehingga daya tarik pembaca ikut berkurang. Unsur
―kapan‖ inilah yang juga dimaksudkan dengan unsur baru terjadinya (timeliness)
demi mengejar aktualitas seperti yang disyaratkan oleh MacDougall.66
4.2.2.9 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita who.
Tabel 4.13
Pemahaman Tentang Unsur Berita Who
Valid
1
2
3
4
5
Total
Frekuensi persen
valid persen
0
0
0
3
5,8
5,8
9
17,3
17,3
22
42,3
42,3
18
34,6
34,6
52
100,0
100,0
N
Valid
52
Missing
0
Mean
4,1
kumulatif
persen
0
5,8
23,1
65,4
100,0
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
66
Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. Hal.36
85
Grafik 4.12
Pemahaman Tentang Unsur Berita Who
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 9
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.13 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur Who dalam sebuah
berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat
dengan nilai 38,5% bahwa dalam penggalan berita Tiga saksi dalam sidang di
Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, mengaku mendapat kelimpahan materi dari
terdakwa Ahmad Fathanah terdapat unsur Who. Dan dibuktikan dengan nilai
mean 4,1 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang unsur Who.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi tentang unsur who
yang diberikan di perkuliahan dapat dipahami secar teori dan praktiknya,
misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama yang ada dalam sebuah berita,
meskipun dalam unsur who terkadang masih tertukar dengan unsur berita yang
lain. Sangat penting pemahaman tentang unsur who dalam penulisan berita. Hal
ini dikarenakan, berita yang baik didapat dari kualitas sumber beritanya. Apa yang
sering membedakan berita baik dari berita yang lebih baik adalah kualitas sumber
86
yang dipakai oleh reporter, baik mengumpulkan data dan dalam apa-apa yang
dipublikasikan.67
4.2.2.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita why.
Tabel 4.14
Pemahaman Tentang Unsur Berita Why
Frekuensi
Valid
1
2
3
4
5
Total
1
4
14
15
18
52
N
Valid
Missing
Mean
persen
valid persen
1,9
1,9
7,7
7,7
26,9
26,9
28,8
28,8
34,6
34,6
100,0
100,0
kumulatif
persen
1,9
9,6
36,5
65,4
100,0
52
0
3,9
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.13
Pemahaman Tentang Unsur Berita Why
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Sangat Tidak Tepat
Pernyataan 10
Sumber : Hasil Penelitian
67
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.19
87
Data tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki
pemahaman cukup tentang unsur why dalam sebuah berita, hal ini dapat dilihat
dari nilai mayoritas responden yang menjawab Sangat Tepat dengan nilai 34,6%
bahwa dalam penggalan berita Topan Ingrid dan badai tropis Manuel yang
melanda Meksiko sejak Minggu (15/9), menyebabkan banjir dan longsor di
negara tersebut terdapat unsur Why. Dan dengan nilai mean 3,9 ada di kategori
Tinggi pemahaman responden tentang jenis berita
Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur
why yang diberikan di perkuliahan cukup dimengerti secara teori, meski
praktiknya masih ada salah menganalisis unsur berita ini. Hal ini dibuktikan
dengan 1orang (1,9%) responden menjawab sangat tidak tepat. Pemahaman
tentang unsur why diperlukan responden untuk membuat observasi awal untuk
mengetahui penyebab terjadinya suatu peristiwa dalam menulis dan melaporkan
sebuah berita dari suatu kejadian. Seperti yang dikatakan Sedia Willing Barus
Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu saja dan selalu mempunyai alasan
mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa bisa terjadi juga perlu disampaikan atau
dijelaskan kepada pembaca demi memenuhi rasa ingin tahunya.68
4.2.2.11
Pemahaman Tentang Unsur Berita How
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari
kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang unsur berita how.
68
Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. Hal.36
88
Tabel 4.15
Pemahaman Tentang Unsur Berita How
Frekuensi
Valid
1
2
3
4
5
Total
persen
0
0
11
15
26
52
N
Valid
Missing
Mean
valid persen
0
0
21,2
28,8
50,0
100,0
0
0
21,2
28,8
50,0
100,0
kumulatif
persen
0
0
21,2
50,0
100,0
52
0
4,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.14
Pemahaman Tentang Unsur Berita How
30
25
Sangat Tepat
20
Tepat
15
Cukup Tepat
10
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 11
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.15 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki pemahaman Sangat Baik terkait unsur how dalam sebuah berita, hal ini
dapat dilihat dari data hasil jawaban kuesioner responden mayoritas dengan nilai
50% bahwa dalam penggalan berita Akibat kekeringan, sejumlah petani di Desa
Losari, Kecamatan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah, menyewa pompa untuk
menyirami tanaman palawija. Mereka menyedot air Sungai Tajum yang berjarak
89
sekitar 200-300 meter terdapat unsur How. Dengan nilai mean 4,3, pemahaman
responden tergolong Sangat Tinggi tentang unsur berita How.
Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur
how yang diberikan di perkuliahan dapat dimengerti dengan baik secara teori dan
praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama dalam suatu berita.
Responden harus memiliki pemahaman lebih tentang apa yang terjadi dilapangan
dan bagaimana menjadikannya tulisan. Sehingga membuat pembaca dapat
menggambarkan peristiwa yang terjadi dari suatu berita. Karena menurut Husnun
N Djuraid ada wartawan yang mampu menulis dengan baik tapi lemah dalam
liputan di lapangan, tapi sebaliknya hebat dalam liputan di lapangan tapi lemah
dalam menulis.69
4.2.2.12
Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Headline Berita
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang konstruksi penulisan headline berita.
69
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah
Malang. hal.47
90
Tabel 4.16
Pemahaman Tentang Konstruksi Penulisan Headline Berita
kumulatif
Frekuensi persen valid persen
persen
Valid
1
0
0
0
0
2
3
5,8
5,8
5,8
3
16
30,8
30,8
36,5
4
21
40,4
40,4
76,9
5
12
23,1
23,1
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,8
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.15
Pemahaman Tentang Konstruksi Penulisan Headline Berita
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 12
Sumber : Hasil Penelitian
Penjelasan data tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa Mahasiswa
konsentrasi Jurnalistik Untirta yang menjadi responden dalam penelitian ini telah
memiliki Pemahaman yang tinggi terkait headline dalam sebuah berita. Hal ini
dapat dilihat dari jawaban mayoritas responden dengan angkan tertinggi yaitu
40,4% menyatakan Tepat bahwa pada berita Media Indonesia, 22/09/2013
―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi kaidah penulisan
91
headline. Dengan nilai mean 3,8, pemahaman responden tergolong tinggi tentang
kontruksi penulisan headline.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori dan praktiknya, misalnya dengan
menganalisis konstruksi yang terdapat dalam suatu berita. Apabila pemahaman
responden tentang headline sangat buruk, berita yang ditulisnya akan menjadi siasia. Karena headline yang buruk dan tidak menarik akan menyebabkan pembaca
enggan membaca berita dan langsung melompat membaca ramalan bintang.70 Dan
menurut Kustadi, headline pun berfungsi untuk memanggil khalayak agar mau
membaca, mendengar atau menonton beritanya.71
4.2.2.13
Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Lead Berita
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang konstruksi penulisan lead berita.
70
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.221
71
Suhandang, Kustadi. 2004. Organisasi, Produk dan Kode Etik Jurnalistik. Bandung: Yayasan
Nuansa Cendikia. hal.115
92
Tabel 4.17
Pemahaman Tentang Konstruksi Lead Berita
Frekuensi
Valid
1
2
3
4
5
Total
persen
0
3
23
20
6
52
N
Valid
Missing
Mean
0
5,8
44,2
38,5
11,5
100,0
valid persen
0
5,8
44,2
38,5
11,5
100,0
kumulatif
persen
0
5,8
50,0
88,5
100,0
52
0
3,6
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.16
Pemahaman Tentang Konstruksi Lead Berita
25
Sangat Tepat
20
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Pernyataan 13
Sangat Tidak Tepat
Sumber : Hasil Penelitian
Penjelasan data tabel 4.17 dapat ditarik kesimpulan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan Lead dalam sebuah berita. Hal
ini dapat dilihat dari nilai mayoritas responden sebanyak 44,2% menjawab Cukup
Tepat bahwa pada berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia
Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi kaidah penulisan Lead dengan nilai
mean 3,6.
Mayoritas responden menjawab cukup tepat, karena materi yang
didapatkan diperkuliahan cukup dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya,
93
masih sedikit lemah dalam analisis konstruksi dari suatu berita. Sama halnya
konstruksi headline berita menjadi bagian terpenting dalam menarik pembaca.
Dalam memahami konstruksi lead responden harus memiliki daya imajinatif dan
kreatifitas tinggi menulis lead dengan kata-kata yang memikat pembaca. Menurut
Goenawan
Mohamad
mengatakan
bahwa
bagaimanapun
imajinatif
dan
menariknya gagasannya untuk satu lead yang bagus, ia masih bisa tergelincir
dalam merenggut perhatian pembaca bila kombinasi kata-katanya payah.72
4.2.2.14
Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Body Berita
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang konstruksi penulisan body berita.
Tabel 4.18
Pemahaman Tentang Konstruksi Body Berita
Frekuensi
Valid
1
2
3
4
5
Total
2
14
11
17
8
52
N
persen
valid persen
3,8
3,8
26,9
26,9
21,2
21,2
32,7
32,7
15,4
15,4
100,0
100,0
Valid
Missing
Mean
kumulatif
persen
3,8
30,7
51,9
84,6
100,0
52
0
3,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
72
Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut
Tempo. hal.36
94
Grafik 4.17
Pemahaman Tentang Konstruksi Body Berita
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 14
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.18 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan pemenuhan kaidah body dalam
penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali
Rekam Ibadah‖. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat
Tepat dengan nilai 32,7% bahwa bahwa pada berita Media Indonesia,
22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi
kaidah penulisan Body.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori dan praktiknya, misalnya dengan
menganalisis konstruksi yang terdapat dalam suatu berita, walaupun masih butuh
dilatih. Penulisan konstruksi body atau isi berita menjadi bagian utama dalam
sebuah berita. Pemahaman responden tentang konstruksi body berita sangat
diperlukan, karena pada konstruksi berita ini menentukan baik tidaknya suatu
berita. Seperti pernyataan Prof. Drs. M. Atar Semi dalam buku Teknik penulisan
Berita, Features, dan Artikel mengatakan bahwa tubuh berita merupakan
95
keseluruhan dari peristiwa yang diangkat menjadi berita. Tubuh berita merupakan
penerusan dan penjabaran lebih lanjut isi teras berita.73
4.2.2.15
Pemahaman Tentang Pengunaan Kalimat-Kalimat Jelas
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas.
Tabel 4.19
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat Jelas
kumulatif
Frekuensi
persen valid persen
persen
Valid
1
1
1,9
1,9
1,9
2
10
19,2
19,2
21,2
3
19
36,5
36,5
57,7
4
17
32,7
32,7
90,4
5
5
9,6
9,6
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.18
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat Jelas
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 15
Sumber : Hasil Penelitian
73
Semi, M.Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel. Bandung: Multi Grafix
Nusantara.hal.91
96
Dari Penjelasan data tabel 4.19 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Cukup Tinggi terkait dengan kalimat-kalimat jelas
dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab
Sangat Cukup dengan nilai 36,5% pada penggalan berita Media Indonesia,
22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖.
Mayoritas responden menjawab cukup tepat, karena materi yang
didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya
masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pemahaman
yang kurang tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas akan menjadi berita tidak
dapat dipahami oleh pembaca. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Drs. M. Atar Semi
bahwa tulisan yang kabur jalan pikirannya, tidak jelas mengungkapan bahasanya,
tidak akan komunikatif, dan tidak akan dipahami pembaca.74 Oleh karena itu,
responden harus menambah pengetahuannya tentang penggunaan kalimat-kalimat
jelas dalam suatu berita.
4.2.2.16
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Biasa Yang Mudah
Dipahami Orang
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan bahasa biasa yang mudah dipahami orang.
74
Semi, M Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features dan Artikel. Bandung: Mugantara. hal.99
97
Tabel 4.20
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Mudah Dipahami
kumulatif
Frekuensi persen
valid persen
persen
Valid
1
1
1,9
1,9
1,9
2
11
21,2
21,2
23,1
3
18
34,6
34,6
57,7
4
16
30,8
30,8
88,5
5
6
11,5
11,5
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.19
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Mudah Dipahami
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
5
Tidak Tepat
0
Sangat Tidak Tepat
Pernyataan 16
Sumber : Hasil Penelitian
Penjabaran data tabel 4.20 dapat disimpulkan bahwa responden dalam hal
ini mahasiswa Jurnalistik Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki Pemahaman
yang Cukup Tinggi terkait dengan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban responden
sebanyak 34,6% menjawab Cukup Tepat bahwa dalam penggalan berita Media
Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah
menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang.
98
Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang
didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya
masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik khususnya
tentang penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Pemahaman tentang
penggunaan bahasa yang mudah dipahami harus diperhatikan oleh responden
untuk dapat memuaskan rasa akan informasi dari peristiwa yang terjadi. Menurut
Daryl L. Frazel dan George Tuck, dua pakar pers Amerika dalam Principles of
Editing, A Comprehensive Guide for Student and Journalist (1996:122-123)
dikutip oleh AS Haris Sumadiria, pembaca berharap apa yang dibacanya dalam
media massa adalah yang bisa dimengerti tanpa bantuan pengetahuan.75
4.2.2.17
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana Dan
Jernih Pengaturannya
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan penggunaan bahasa sederhana dan jernih
pengaturannya.
75
Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media hal.3
99
Tabel 4.21
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana dan Jernih
kumulatif
Frekuensi persen
valid persen
persen
Valid
1
0
0
0
0
2
12
23,1
23,1
23,1
3
20
38,5
38,5
61,5
4
14
26,9
26,9
88,5
5
6
11,5
11,5
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,3
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.20
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana dan Jernih
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 17
Sumber : Hasil Penelitian
Penjabaran data tabel 4.21 dapat disimpulkan bahwa mahasiswa jurnalistik
Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki pemahaman Cukup Tinggi terkait dengan
penggunaan bahasa sederhana dan jernih dalam pengaturan sebuah berita. Hal ini
dapat dilihat dari jawaban mayoritas responden sebanyak 38,5% menjawab Cukup
tepat bahwa pada penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan bahasa sederhana dan jernih
pengaturannya.
100
Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang
didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya
masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Sangat
disayangkan jiak responden tidak lebih memahami penggunaan bahasa sederhana
dan jernih ini. Karena Tom E, Rolnici mengatakan bahwa kata yang familiar dan
bahasa percakapan sehari-hari biasanya lebih baik untuk penulisan berita
ketimbang istilah teknis atau akademik. Bahkan koran terkemuka seperti The New
York Times dan Wall Street Journal menggunakan kata yang sederhana.76
4.2.2.18
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas.
Tabel 4.22
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk
kumulatif
Frekuensi
persen valid persen
persen
Valid
1
2
3,8
3,8
3,8
2
9
17,3
17,3
21,2
3
22
42,3
42,3
63,5
4
13
25,0
25,0
88,5
5
6
11,5
11,5
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,2
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
76
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 64
101
Grafik 4.21
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 18
Sumber : Hasil Penelitian
Penjelasan data tabel 4.22 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Cukup Tinggi terkait dengan berita yang tidak
menggunakan kalimat majemuk. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban
responden sebanyak 42,3% menjawab Cukup Tepat bahwa dala penggalan berita
Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, tanpa
menggunakan kalimat majemuk.
Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang
didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya
masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pentingnya
pemahaman tentang penggunaan kalimat majemuk dapat membantu responden
mengurangi kebingungan pembaca. Menurut Goenawan Mohamad mengatakan
bahwa kalimat majemuk yang panjang kadang kala memang benar menurut tata
bahasa. Tapi, bila ternyata pembaca tersesat dan bingung, penulis itu gagal
berkomunikasi.77
77
Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut
Tempo. hal.48
102
4.2.2.19
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Dengan Kalimat
Aktif Bukan Kalimat Pasif
Di bawah ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan bahasa dengan kalimat aktif bukan kalimat pasif.
Tabel 4.23
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Aktif
kumulatif
Frekuensi
persen
valid persen
persen
1
2
3,8
3,8
3,8
2
7
13,5
13,5
17,3
3
11
21,2
21,2
38,5
4
23
44,2
44,2
82,7
5
9
17,3
17,3
100,0
Total
52
100,0
100,0
Valid
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,6
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.22
Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Aktif
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 19
Sumber : Hasil Penelitian
Penjelasan data tabel 4.23 dapat ditarik kesimpulan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa dengan
103
kalimat aktif dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai mayoritas
jawaban responden sebanyak 44,2% menjawab Tepat bahwa dalam penggalan
berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh
banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Menurut Tom E. Rolnici
mengatakan
bahwa
ketika
menulis
sebuah
kata
kerja,
penulis
harus
mempertimbangkan: Apakah kata ini adalah kata yang ingin saya ucapkan
ataukah ingin saya dengar? Jika tidak, cari kata lain.78 Sehingga pemahaman
tentang penggunaan kalimat aktif lebih dipakami lagi oleh responden agar berita
yang ditulisnya dapat dimengerti pembaca.
4.2.2.20
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Padat dan Kuat
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan bahasa padat dan kuat.
78
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 65
104
Valid
Tabel 4.24
Pemahaman Tentang Penggunaan Padat dan Kuat
kumulatif
Frekuensi persen
valid persen
persen
1
1
1,9
1,9
1,9
2
6
11,5
11,5
13,5
3
16
30,8
30,8
44,2
4
24
46,2
46,2
90,4
5
5
9,6
9,6
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,5
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.23
Pemahaman Tentang Penggunaan Padat dan Kuat
30
25
Sangat Tepat
20
Tepat
15
Cukup Tepat
10
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 20
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.24 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa yang padat
dan kuat dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden
sebanyak 46,2% menjawab Tepat bahwa penggalan berita Media Indonesia,
22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan
bahasa padat dan kuat.
105
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh
banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Penggunaan kalimat padat
dan kuat harus lebih dipahami kembali oleh respoden. Jika responden tidak
melakukan pemahaman lebih tentang penggunaan kalimat padat dan jelas, akan
berakibat kepada berita yang terlalu bertele-tele. Seperti yang dikatakan oleh Tom
E. Rolnici, dengan menggunakan sedikit kata dan menghindari pengulangan kata
yang sama seorang repoter dapat menulis dengan lebih jelas dan langsung. Penulis
mesti menghindari kata yang terlalu bertele-tele dan kalimat kabur.79
4.2.2.21
Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Positif Bukan
Bahasa Negatif
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan bahasa positif bukan bahasa negatif.
Tabel 4.25
Pemahaman Tentang Penggunaan Positif Bukan Bahasa Negatif
kumulatif
Frekuensi
persen valid persen
persen
Valid
1
0
0
0
0
2
2
3,8
3,8
3,8
3
14
26,9
26,9
30,8
4
20
38,5
38,5
69,2
5
16
30,8
30,8
100,0
Total
52
100,0
100,0
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,9
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
79
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.64
106
Grafik 4.24
Pemahaman Tentang Penggunaan Positif Bukan Bahasa Negatif
25
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 21
Sumber : Hasil Penelitian
Dari penjelasan data tabel 4.25 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa positif
dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden sebanyak
38,5%
menjawab
Tepat
bahwa
penggalan
berita
Media
Indonesia,
22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan
bahasa positif bukan bahasa negatif.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh
banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pemahaman tentang
penggunaan bahasa positif sangat penting menunjukan kualitas moral penulis dari
suatu berita yang dimuat. Dengan nilai mean yang tinggi, dibandingkan dengan
penggunaan bahasa jurnalistik lainnya membuktikan bahwa responden sangat
memperhatikan kualitas penulisan berita. AS Haris Sumadiria mengatakan bahwa
pers-pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di
mata masyarakat, antara lain dengan senatiasa menghindari penggunaan kata-kata
107
atau istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera
rendah.80
4.2.2.22
Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata
Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden
dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman
responden tentang penggunaan ekonomi kata.
Tabel 4.26
Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata
kumulatif
Frekuensi persen
valid persen
persen
1
2
3,8
3,8
3,8
2
5
9,6
9,6
13,5
3
17
32,7
32,7
46,2
4
18
34,6
34,6
80,8
5
10
19,2
19,2
100,0
Total
52
100,0
100,0
Valid
N
Valid
Missing
Mean
52
0
3,5
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Grafik 4.25
Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata
20
Sangat Tepat
15
Tepat
10
Cukup Tepat
Tidak Tepat
5
Sangat Tidak Tepat
0
Pernyataan 22
Sumber : Hasil Penelitian
80
Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung :
Simbiosa Rekatama Media. hal.21
108
Dari penjelasan data tabel 4.26 dapat disimpulkan bahwa responden telah
memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan ekonomi kata. Hal
ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden sebanyak 34,6% menjawab Tepat
bahwa penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia
Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan sudah menggunakan ekonomi kata.
Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan
diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh
banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Dengan memahami
ekonomi kata, responden mengerti dalam menulis tidak hanya menghemat katakata tetapi merangkainya menjadi jelas dan sederhana. Sedia W. Barus
menyatakan bahwa hal yang dimaksud dengan ekonomi kata dalam berbahasa
adalah penggunaan kata-kata yang singkat dan sederhana, tetapi tidak sekedar
menghemat kata-kata.81
4.3
Persentase Akumulasi Indikator
Setelah mengolah data dengan memberikan deskripsi dari masing-masing
pertanyaan yang dikembangkan dari indikator. Maka penulis mengukur persentase
masing-masing indikator, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.27
Kiteria Analisis Deskriptif Persentase
16% - 32%
Sangat Rendah
33% - 49%
Rendah
50% - 66%
Cukup Tinggi
67% - 83%
Tinggi
84% - 100%
Sangat Tinggi
Sumber: Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Hal 138
81
Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. hal.214
109
4.3.1
Tingkat Pemahaman Tentang Jenis Berita
Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang jenis berita :
Tabel 4.28
Persentase Akumulasi Pemahaman Jenis Berita
Pilihan Jawaban
Jawaban Responden
Sangat Tidak Tepat
1
Tidak Tepat
10
Cukup Tepat
56
Tepat
100
Sangat Tepat
93
260
Total
Sumber : Hasil Penelitian
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 93 x 5 = 465
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 100 x 4 = 400
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 56 x 3 = 168
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 10 x 2 = 20
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 :
Jumlah
1x1= 1
= 1054
Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita :
Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 260 = 1300
Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 260 = 260
Maka : 1054/1300 x 100% = 81,1%, tergolong sangat tinggi.
110
Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman jenis berita
dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman
mahasiswa jurnalistik tentang jenis berita tergolong sangat tinggi dengan kata lain
mahasiswa Jurnalistik Untirta telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi.
Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase yag mencapai 81,1%.
R
S
T
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1054
termasuk dalam kategori interval ―Sangat Tinggi‖.
4.3.2
Persentase Akumulasi Pemahaman Tentang Unsur Berita
Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang unsur berita :
Tabel 4.29
Persentase Akumulasi Pemahaman Unsur Berita
Pilihan Jawaban
Jawaban Responden
Sangat Tidak Tepat
3
Tidak Tepat
15
Cukup Tepat
62
Tepat
104
Sangat Tepat
128
Total
312
Sumber : Hasil Penelitian
111
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 128 x 5 = 640
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 104 x 4 = 416
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 62 x 3 = 186
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 15 x 2 = 30
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 :
3x1=
Jumlah
3
= 1275
Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita :
Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 312 = 1560
Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 312 = 312
Maka : 1275/1560 x 100% = 81,7%, tergolong sangat tinggi.
Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Unsur Berita
dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman
mahasiswa jurnalistik tentang unsur berita tergolong sangat tinggi. Hal ini bisa
ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai 81,7%.
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1275
termasuk dalam kategori interval ―Sangat Tinggi‖.
4.3.3
Persentase Akumulasi Pemahaman Tentang Konstruksi Berita
Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang konstruksi
berita :
Tabel 4.30
Persentase Akumulasi Pemahaman Konstruksi Berita
Pilihan Jawaban
Jawaban Responden
Sangat Tidak Tepat
2
Tidak Tepat
20
Cukup Tepat
50
112
Tepat
58
Sangat Tepat
26
156
Total
Sumber : Hasil Penelitian
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 26 x 5 = 130
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 58 x 4 = 232
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 50 x 3 = 150
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 20 x 2 = 40
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 :
2x1=
Jumlah
2
= 554
Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita :
Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 156 = 780
Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 156 = 156
Maka : 554/780 x 100% = 71,0%, tergolong tinggi.
Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Konstruksi
Berita dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat
pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang jenis konstruksi berita tergolong tinggi.
Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai 71,0%.
113
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 554 termasuk
dalam kategori interval ―Tinggi‖.
4.3.4
Persentase
Akumulasi Pemahaman Tentang
Kaidah Bahasa
Jurnalistik
Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang kaidah
bahasa jurnalistik :
Tabel 4.31
Persentase Akumulasi Pemahaman Kaidah Bahasa Jurnalistik
Pilihan Jawaban
Jawaban Responden
Sangat Tidak Tepat
9
Tidak Tepat
62
Cukup Tepat
137
Tepat
145
Sangat Tepat
63
416
Total
Sumber : Hasil Penelitian
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 63 x 5 = 315
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 145 x 4 = 580
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 137 x 3 = 411
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 62 x 2 = 124
Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 :
9x1=
Jumlah
9
= 1439
Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita :
Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 416 = 2080
Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 416 = 416
114
Maka : 1439/2080 x 100% = 69,2%, tergolong tinggi.
Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Kaidah
Bahasa Jurnalistik dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui
tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang jenis konstruksi berita
tergolong tinggi. Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai
69,2%.
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1439
termasuk dalam kategori interval ―Tinggi‖.
4.4
Pembahasan
Dari hasil data melalui kusioner yang telah diolah dari setiap pernyataan,
akan dianalisis kembali berdasarkan inidkator atau sub variabel dari pemahaman
tentang penulisan berita. Sub variabel tersebut adalah pemahaman tentang jenis
berita, pemahaman tentang unsur berita, pemahaman tentang konstruksi berita dan
pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik.
Mahasiswa jurnalistik yang menjadi responden dalam penelitian ini, ketika
memberikan jawaban dari pernyataan-pernyataan yang diberikan didasari dari
pemahamannya. Baik pemahaman yang didapat di perkuliahan maupun
pemahaman yang didapatnya di luar perkuliahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dan hasil data yang didapat, maka dapat
dikatakan tingkat pemahaman responden tergolong tinggi tentang penulisan berita
di media cetak. Responden dianggap telah memenuhi unsur-unsur pemahaman
diatas. Hal ini terlihat pada persentase di setiap indikator yang telah dihitung
yakni pemahaman tentang jenis berita memperoleh skor 81,1%, pemahaman
115
tentang unsur berita memperoleh skor 81,7%, pemahaman tentang konstruksi
berita 71% dan pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik memperoleh 69,2%.
Tingkat pemahaman tentang jenis berita terdiri dari 5 pernyataan yang
diajukan
memperoleh
persentase
81,1%,ini
menandakan
bahwa
tingkat
pemahaman responden sangat tinggi dalam pemahaman tentang jenis berita.
Pemahaman tentang jenis berita menjadi tahap awal untuk wartawan menulis
berita yang ingin ditulisnya. Dengan mengetahui jenis berita yang ingin ditulis
dapat mempermudah seorang wartawan menentukan sudut pandangan mana yang
harus diambil. Seorang Guru Besar Ilmu Komunikasi di Unversitas Terbuka Ina
Ratna Mariani menambahkan bahwa dengan mengetahui hal tersebutn akan
mempermudah tugas sebagai wartawan dalam mengidentifikasikan suatu hal atau
kejadian berita dan menuliskannya dengan baik.82
Dalam tahap ini, responden dinilai lebih mudah dipahami mahasiswa
jurnalistik terlihat dari jumlah skor rata-rata (Mean) dari setiap pernyataan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah materi tentang pengenalan jenis berita lebih lama. Materi
tentang jenis berita ini didapatkan responden saat mengambil mata kuliah DasarDasar Jurnalistik dan Penulisan Berita. Dan dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita ada dikategori
tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi
berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi,
prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide
82
Mariani, Ina Ratna. 2007. Teknik Mencari Berita dan Menulis Berita. Jakarta: Universitas
Terbuka. hal. 2.2
116
atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan
implikasi dan konsekuensinya.
Tingkat pemahaman tentang unsur berita
menyatakan bahwa tingkat
responden tergolong sangat tinggi dengan memperoleh skor 81,7%. Dilihat dari
hasil data yang diperoleh, responden memiliki tingkat pemahaman yang sangat
tinggi
tentang
mengaplikasikan
unsur
berita
pelajaran
dan
dari
menunjuk
mata
kuliah
bahwa
responden
Penulisan
Berita.
mampu
Selain
mengaplikasikan pelajaran, responden juga dituntut untuk menguasai unsur-unsur
dalam berita yang merupakan langkah penting yang dilakukan sebelum menguasai
berita. Menguasai berita berarti responden mampu mencari serta menemukan
setiap unsur-unsur yang mendasari sebuah berita. Menurut Husnun N. Djuraid
mengatakan bahwa pelajaran dasar menulis berita dimulai dengan pengenalan
bagian berita yaitu 5W + 1H.83
Sama halnya dengan jenis berita, pengenalan materi tentang unsur berita
mendapatkan waktu pengajaran di perkuliahan yang cukup lama. Sehingga
responden dapat lebih memahami agar berita yang ditulis mudah disusun dalam
pola yang sudah baku dan mudah dipahami oleh khalayak. Dengan kata lain,
materi tentang unsur-unsur berita yang diberikan dosen pengajar telah efektif.
Dari hal tersebut, dapat dilihat tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik akan
unsur berita ada pada tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi.
Tingkat pemahaman tentang konstruksi berita. Setelah mengetahui dan
mengenal jenis berita dan unsur berita, tahap selanjutnya adalah mengetahui
83
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah
Malang.hal. 85
117
bagian dalam konstruksi berita. Dari data disetiap pernyataan di indikator
pemahaman tentang konstruksi berita tingkat responden menujukan skor skor
71,0% tergolong tinggi.
Melihat
data
tersebut,
responden
mengalami
penurunan
tingkat
pemahaman dibandingkan dengan dua indikator sebelumnya. Hal ini diperkuat
dengan banyak responden yang menjawab Tepat pada pernyataan di sub variabel
pemahaman tentang konstruksi berita. Sangat disayangkan pemahaman responden
tentang konstruksi berita kurang dari pemahaman tentang jenis berita dan unsurunsur berita. Karena dalam menulis berita, pada tahap membuat konstruksi
penulisan berita sangat penting dan vital. Namun tingkat pemahaman ini ada di
kategori tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi. Dimana mahasiswa mampu
membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.
Tingkat pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik memiliki tingkat
pemahaman tergolong tinggi, namun skor terendah dari indikator lainnya dengan
skor 69,2%. Dengan presentase penilian terendah menggambarkan bahwa
responden kurang mampu memahami dengan baik materi bahasa jurnalistik, baik
dibangku perkuliahan maupun di luar perkuliahan. Pada
dasarnya bahasa
jurnalistik, bahasa baku yang tunduk pada kaidah-kaidah dan unsur-unsur pokok
yang terdapat dan melekat dalam definisi jurnalistik.84 Hal tersebut membedakan
bahasa berita dengan bahasa tulisan-tulisan lainnya. Pada tingkat pemahaman
mahasiswa akan kaidah jurnalistik ada dikategori tingkat kedua atau menafsirkan.
84
Sumadiria, AS Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media. hal.7
118
Dari pernyataan tersebut, responden harus lebih memahami lagi bahasa
jurnalistik. Selain responden lebih memahami materi bahasa jurnlistik, pihak
jurusan konsentrasi jurnalistik pun harus meningkatkan sistem perkuliahan dalam
bidang bahasa jurnalistik. Dengan meningkatkan sistem perkuliahan dapat
mengingkatan pemahaman lebih baik responden dan mampu mengaplikasikannya
di dunia jurnalistik.
Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana
seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan,
memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan
kembali, dan memperkirakan.85 Sedangkan pengertian pemahaman menurut Anas
Sudijono, adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.86
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
ingatan dan hafalan. Dengan pemahaman, mahasiswa diminta untuk membuktikan
bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep.
Berdasarkan domain kognitif Bloom, pemahaman merupakan tingkatan
kedua. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari
materi atau bahan yang dipelajari. Aspek pemahaman merupakan aspek yang
mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan
memaknai arti suatu materi. 87
Penelitian yang melibatkan 52 orang responden ini menghasilkan tingkat
pemahaman tentang penulisan berita tergolong tinggi. Dari penelitian ini juga
dapat diketahui intensitas membaca berita di media cetak dikalangan mahasiswa
Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta. Sebanyak
85
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka Cipta. hal.118
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 235
87
Armiza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi
Pemantulan Cahaya. Tesis SPS UPI.
86
119
9 orang (17,3%) mengaku Setiap Hari membaca berita di media cetak, 23 orang
(44,2%) mengaku 1 kali seminggu membaca berita di media cetak, 11 orang
(21,2%) mengaku 2 kali seminggu membaca berita di media cetak, dan 9 orang
(17,3%) mengaku 3 kali seminggu membaca berita di media cetak. Dilihat dari
data tersebut, responden mayoritas membaca berita di media cetak 1 kali
seminggu. Artinya mayoritas responden mendapatkan pemahaman tentang
penulisan berita di media cetak hanya di mata kuliah penulisan berita.
Dapat dijelaskan juga bahwa lebih dari setengah responden yaitu sebanyak
31 orang (63,5%) membaca berita di media cetak melalui koran. Sebanyak 14
orang (26,9%) membaca berita di media cetak melalui majalah dan 7 orang
(13,5%) melalui tabloid. Hal ini menandakan bahwa koran masih diminati oleh
responden ketimbang media cetak pembanding lainnya. Alasan yang sederhana
tentu karena media cetak Koran terbilang lebih murah dibandingkan yang lain.
Fakta-fakta yang telah dijelaskan sebelumnya jika dikorelasikan dengan
teori yang digunakan dalam penelitian ini, bahwa mahasiswa mampu elaborasi
hubungan antara pemahaman tentang penulisan berita di media cetak dengan
pemahaman yang didapat di mata kuliah penulisan berita dan pengalaman.
Sehingga dapat menentukan penulisan berita yang baik dan benar sesuai teknik
penulisan berita dan kaidah bahasa jurnalistik di dalam penulisan berita di media
cetak. Menurut Petty dan Cacioppo sewaktu individu (mahasiswa jurnalistik)
dihadapkan pada pesan persuasif (penulisan berita di media cetak), ia akan
memikirkan pesan itu, memikirkan argumentasi apa yang terkandung
didalamnya dan argumentasi apa yang tidak. Pemikiran-pemikiran inilah yang
120
membawa kepada penerimaan atau penolakan pesan yang disampaikan, bukan
pesan itu sendiri. Dengan kata lain, elaborasi adalah cara berfikir yang
relevan dengan pesan selama pemerosesan.
121
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan interpretasi data pada pemahaman tentang jenis
berita, pemahaman tentang unsur berita, pemahaman tentang konstruksi berita,
dan pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik, peneliti dapat memberi
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pemahaman akan jenis berita pada mahasiswa Program
Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta
memiliki
tingkat
pemahaman
yang
sangat
tinggi
81,1%.
Pemahaman tentang jenis berita menjadi tahap awal untuk
wartawan menulis berita yang ingin ditulisnya. Dengan mengetahui
jenis berita yang ingin ditulis dapat mempermudah seorang
wartawan menentukan sudut pandangan mana yang harus diambil.
2. Tingkat pemahaman akan unsur berita pada mahasiswa Program
Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta
memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi 81,7%. Mayoritas
mahasiswa Program Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik
memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi tentang unsur
berita dan menunjuk bahwa responden mampu mengaplikasikan
pelajaran dari mata kuliah penulisan berita.
121
122
3. Tingkat pemahaman akan konstruksi berita pada mahasiswa
Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP
Untirta memiliki tingkat pemahaman yang tinggi 71,0% . Setelah
mengetahui dan mengenal jenis berita dan unsur berita, tahap
selanjutnya adalah mengetahui bagian dalam konstruksi berita. Pada
tahap membuat konstruksi, penulisan berita sangat penting dan
vital.
4. Tingkat pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik terjadi
penurunan tingkat pemahaman pada mahasiswa Program Studi Ilmu
Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta terhadap kaidah
bahasa jurnalistik. Hal ini ditunjukan oleh 69,2% responden yang
memahami tentang kaidah bahasa jurnalistik. Namun demikian,
tingkat pemahaman mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta terhadap pemahaman tentang
kaidah bahasa jurnalistik tinggi.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1. Program Studi Ilmu Komunikasi, khususnya dosen mata kuliah Teknik
Penulisan Berita, agar tidak hanya mengajarkan teori teknik penulisan
berita saja, tetapi juga melatih mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik untuk
lebih sering praktik menulis berita. Selain itu, harus bisa juga
mendatangkan praktisi media cetak baik lokal atau nasional (pemimpin
redaksi, redaktur, wartawan) sebagai dosen tamu atau pemateri dalam
123
kelas atau sebuah seminar. Kemudian, melakukan kunjungan langsung ke
kantor media massa baik itu surat kabar lokal maupun nasional.
2. Untuk mahasiswa, agar meningkatkan lagi pemahaman tentang penulisan
berita di media cetak agar mampu mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
penulisan berita. Selain dari bangku perkuliahan penulisan berita dapat
dipelajari dari pelatihan-pelatihan kejurnalistikkan seperti seminar,
workshop, atau talkshow. Tidak terpaku dari pendidikan formal di
perkuliahan. Selain itu, harus dibiasakan juga membaca koran setiap hari,
agar pemahaman seputar teknik penulisan berita terus terasah.
124
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2001. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing, Bandung : PT.
Remaja Rosda Kary
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka
Cipta
Assegaf, Djafar. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Bandung: Remaja Rosdakary
Bahfiarti, Tuti. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makasar:
Universitas Hasanudin.
Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta:
Erlangga
Chaer, Abdul. 2010. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas
Muhammadiyah Malang
Djuroto, Totok. 2000. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Effendy,Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya
____________________. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Em Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory. Newyork: McGrraw-Hill
Joseph A. DeVito.1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional
Books.
Karni. Asrori S. 2009. Etos Studi Kaam Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam. Bandung:
Mizan Pustaka
Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Kusumaningrat, Hikmat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
Mariani, Ina Ratna, dan June Kuncoro. 2001, Teknik Mencari dan Menulis Berita.
Jakarta : Pusat Universitas Terbuka
Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi).
Jakarta: Institut Tempo
Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada
124
125
Oetama, Jacob.2001. Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak
Tulus. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja
Rosdakarya. hal 5
_________________. 2002. Jurnalistik Terapan Dan Kepenulisan. Bandung :
BATIC PRESS
Santoso, Singih. 2007. Menguasai Statistik dengan SPSS 15. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Semi, M.Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel. Bandung:
Multi Grafix Nusantara
Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei.
Jakarta: LP3ES
Sudaryanto. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganannya Objeknya, dan
Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Dutawacana University Press
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sudjana, Nana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta
Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture.
Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Suhandang, Kustadi. 2004. Organisasi, Produk dan Kode Etik Jurnalistik.
Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia
Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi
Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Yurnaldi. 1992. Kiat Praktis Jurnalistik. Padang: PT. Angkasa Raya Pura
Sumber lain:
Armiza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
SMP pada Materi PemantulanCahaya. Tesis SPS UPI
www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/bisnis-media-dalam-5-10-tahun-mediacetak-akan-ditinggal Diakses 20-11-2013
www. Repository.fisip-untirta.ac.id
TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA
JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI
MEDIA CETAK
KUESIONER
No. Responden
:
(Diisi oleh periset)
Petunjuk Penelitian :
1. Berilah tanda (√) pada jawaban yang Anda pilih.
2. Diharapkan semua pertanyaan dijawab dan tidak ada yang
terlewatkan.
3. Pilihlah jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
Bagian I
: Data Responden
Jenis Kelamin : □ Pria
□ Wanita
1. Seberapa sering Anda membaca berita di media cetak ?
□ Setiap Hari □1 Kali Seminggu □2 Kali Seminggu □3 Kali Seminggu
2. Media cetak apa yang Anda baca ?
□ Koran
Bagian II
□ Majalah
□ Tabloid
: Isi Kuesioner
Berikut ini adalah beberapa pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan
berita di media cetak. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menggambarkan
pendapat Anda.
Alternatif jawabannya adalah
- Nilai Skor 5 berarti Sangat Tepat (ST)
- Nilai Skor 4 berarti Tepat (T)
- Nilai Skor 3 berarti Cukup Tepat (CT)
- Nilai Skor 2 berarti Tidak Tepat (TT)
- Nilai Skor 1 berarti Sangat Tidak Tepat (STT)
No.
Pertanyaan
5
4
3
Pemahaman Jenis Berita
1. Straight News adalah berita langsung, apa adanya, ditulis
secara singkat dan lugas.
2. Depth News adalah berita mendalam, dikembangkan
dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu
permukaan.
3.
Investigation News adalah berita mendalam karena
2
1
4.
laporan yang hendak diberitakannya memiliki berita
yang berat.
Interpretative News adalah berita yang dikembangkan
dengan pendapat atau penilaian penulis atau reporter.
5.
Opinion
News
adalah
berita
mengenai
pendapat
seseorang, biasanya pendapat para cendikiawan, tokoh
ahli atau pejabat mengenai suatu hal atau peristiwa,
kondisi epoleksosbudhankam, dsb.
Pemahaman Tentang Unsur Berita
6. Pada penggalan berita ini terdapat unsur What:
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Satgas
Perlindungan Anak melayangkan somasi kepada
pemerintah terkait kondisi memperhatinkan yang dialami
anak-anak yang tengah berkonflik dengan hukum.
7. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Where:
Di Kabupaten Pasuruan, meskipun belum masuk daftar
daerah kategori kekeringan kritis, kini sudah ada 14 desa
krisis air bersih.
8. Pada penggalan berita ini terdapat unsur When:
Lewat putusan pada 11 Juli lalu, Mahkamah Konstitusi
(MK) menyebutkan adanya penggunaan APBD untuk
pemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu
kada) Sumatra Selatan yang dilakukan petahana, Alex
Nurdin.
9. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Who:
Tiga saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta,
kemarin, mengaku mendapat kelimpahan materi dari
terdakwa Ahmad Fathanah.
10. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Why:
Topan Ingrid dan badai tropis Manuel yang melanda
Meksiko sejak Minggu (15/9), menyebabkan banjir dan
longsor di negara tersebut.
11 Pada penggalan berita ini terdapat unsur How:
Akibat kekeringan, sejumlah petani di Desa Losari,
Kecamatan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah, menyewa
pompa untuk menyirami tanaman palawija. Mereka
menyedot air Sungai Tajum yang berjarak sekitar 200300 meter.
Pemahaman Tentang Konstruksi Berita
12. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi
kaidah penulisan Headline
13. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi
kaidah penulisan Lead
14. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi
kaidah penulisan Body (isi berita)
Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik
15. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
kalimat-kalimat jelas
16. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
bahasa biasa yang mudah dipahami orang
17. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
bahasa sederhana dan jernih pengaturannya
18. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, tanpa menggunakan
kalimat majemuk
19. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
bahasa dengan kalimat aktif bukan kalimat pasif
20. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
bahasa padat dan kuat
21. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
bahasa positif bukan bahasa negatif
22. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji
Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan
ekonomi kata
Data Jawaban Responden
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
q1
3
3
5
4
5
3
4
4
5
5
5
5
4
4
5
5
4
5
4
4
5
5
5
3
4
4
5
5
4
3
3
4
4
5
4
3
5
4
5
4
4
3
5
5
4
5
5
5
3
4
5
3
q2
4
4
5
4
5
4
4
4
3
5
4
5
5
3
5
4
4
5
5
4
4
5
5
3
4
3
5
5
4
4
4
4
5
4
4
3
5
5
5
4
4
4
5
5
4
3
4
3
3
4
5
4
q3
4
5
5
4
5
3
4
3
5
3
5
5
3
2
5
4
4
5
5
4
4
4
4
3
3
5
5
5
3
5
3
3
5
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
5
3
5
5
3
4
4
5
3
q4
3
4
5
4
5
3
4
3
4
5
3
5
2
2
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
3
3
4
4
4
3
5
4
5
4
3
4
4
5
5
3
3
3
4
4
4
3
5
1
4
2
5
3
q5
4
5
5
3
5
2
4
3
2
5
4
5
5
2
5
4
4
5
2
4
2
5
5
5
3
4
3
5
4
4
3
4
5
4
3
5
5
5
5
4
4
3
4
4
3
5
5
2
3
3
5
5
q6
4
3
4
2
5
5
4
4
5
5
4
5
5
5
5
4
4
5
3
4
5
4
2
3
2
4
5
5
3
4
3
3
5
5
4
3
4
5
4
4
5
4
5
5
4
4
5
1
3
2
5
3
q7
4
4
4
5
4
3
3
3
4
5
4
5
5
5
5
3
4
5
4
4
5
4
4
5
4
4
5
5
3
5
5
3
5
5
4
5
4
5
4
4
5
3
3
4
5
5
5
5
4
4
5
5
q8
3
5
4
3
5
3
3
4
2
5
4
5
5
5
5
4
4
4
5
4
5
5
3
3
4
3
5
5
4
5
4
4
5
5
4
3
3
5
5
4
5
3
2
3
5
5
5
1
2
4
5
2
q9
5
5
4
4
4
3
3
4
4
5
4
5
3
5
5
4
4
5
5
4
2
5
4
4
3
3
5
5
4
4
5
4
5
2
3
4
4
5
5
4
4
4
3
3
5
3
5
4
4
4
5
2
q10
5
5
4
4
5
4
3
3
3
3
3
5
5
4
5
4
4
5
4
4
5
3
5
4
2
3
5
5
4
4
4
4
5
5
2
4
5
5
3
3
5
2
3
4
3
3
5
1
3
2
5
3
Jawaban Responden
q11 q12 q13 q14
5
4
5
4
5
3
2
2
4
4
4
4
3
3
4
3
5
5
4
5
3
2
2
2
4
3
2
4
4
3
3
2
4
3
3
5
5
3
3
2
4
4
5
2
5
5
5
5
5
3
3
5
4
4
3
4
5
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
5
5
3
3
4
4
4
4
5
5
4
1
5
3
3
3
5
2
3
4
5
3
3
2
3
3
3
3
3
5
4
3
5
5
3
4
4
4
4
4
5
4
3
2
5
4
4
4
4
3
4
3
5
4
3
2
3
4
4
5
5
5
4
1
3
3
3
3
5
3
3
2
5
2
3
4
5
4
3
3
5
3
3
3
3
4
3
2
5
4
3
2
4
4
4
4
3
5
4
4
3
5
4
4
5
4
4
3
3
4
3
3
5
5
5
5
3
3
3
2
4
4
4
5
4
4
4
2
5
5
5
5
4
4
3
2
q15
3
4
4
3
5
2
4
3
3
2
4
4
2
4
4
3
4
5
3
3
3
2
3
2
3
3
3
4
2
3
4
2
4
3
3
2
3
3
2
2
1
4
5
4
4
5
4
3
4
4
5
3
q16
3
3
4
3
4
2
4
4
5
2
3
5
4
4
4
4
4
4
4
3
2
2
3
2
3
4
3
3
2
4
3
2
3
2
3
2
3
3
2
3
1
4
5
3
4
5
5
2
3
4
5
3
q17
3
2
4
4
5
2
4
4
5
2
3
5
2
3
4
3
4
3
3
3
3
2
3
2
3
4
2
3
3
4
2
3
2
3
3
2
3
4
2
3
2
4
5
4
3
4
5
3
4
4
5
3
q18
2
4
4
3
5
2
4
3
2
3
3
5
2
3
4
4
4
3
3
4
1
2
3
4
3
3
5
4
3
3
3
3
3
1
3
4
3
4
2
3
2
3
3
4
4
3
5
3
5
2
5
2
q19
4
2
4
4
5
1
4
3
4
2
2
5
2
3
4
3
4
3
4
4
4
2
3
4
4
3
5
3
4
4
3
4
3
4
4
4
3
4
2
4
1
3
5
4
5
4
5
2
5
4
5
5
q20
4
2
4
3
5
1
4
4
3
2
4
5
4
3
4
4
4
4
4
3
3
2
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
3
2
4
2
3
4
4
5
4
5
2
3
4
5
3
q21
3
3
4
4
5
2
4
3
5
3
4
5
5
4
4
4
4
4
5
3
5
3
3
5
3
3
5
5
4
4
4
4
4
5
3
5
3
4
3
4
2
3
5
4
5
5
4
3
4
5
5
4
q22
4
2
4
3
5
2
4
3
2
2
5
5
5
4
4
4
4
4
3
3
5
3
3
1
3
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
1
3
3
3
3
2
3
4
4
5
5
5
3
4
5
5
3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama
Alamat
Kode Pos
Nomor Telepon
Email
Jenis Kelamin
Tanggal Kelahiran
Warga Negara
Agama
: Andrianto Gunawan
: Sindangsari, Rt.05/03 Kel. Mekarsari
Kec. Neglasri-Tangerang
: 15129
: 085693902486/081316055073
: [email protected]
: Laki-Laki
: 21 September 1990
: Indonesia
: Islam
Riwayat Pendidikan
1.
2.
3.
4.
1996-2002, SDN 2 Neglasari Tangerang
2002-2005, SMPN 2 Tangerang
2005-2008, SMK Yuppentek 1 Tangerang
2008-Sekarang, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Ilmu Komunikasi
Jurnalistik
Riwayat Pengalaman Organisasi
1. Pramuka SMPN 2 Tangerang 2005
2. Himpunan Ilmu komunikasi divisi Minat dan Bakat 2009
3. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik divisi Minat
dan Bakat 2010
4. Komunitas Video komunikasi Untirta (Kovikita) 2011-Sekarang
5. Produser Tim Creatif 107.9 Tirta Fm 2011
Download