TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI MEDIA CETAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Strata-1 Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Andrianto Gunawan NIM 6662082077 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2014 ii iii iv Motto dan Lembar Persembahan “Tidak Ada Yang Lebih Indah Dari Menyelesaikan Skripsi Saat Di Bangku Kuliah” Ku persembahakan skripsi ini untuk Bapak dan Mama Serta Wanita Ku Sebagai kado spesial v ABSTRAK ANDRIANTO GUNAWAN. 082077. TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI MEDIA CETAK. Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Univesitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten. 2014 Penelitian ini untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita di media cetak. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita. Tujuan penelitian yakni ingin menjelaskan tingkat pemahaman tentang jenis berita, unsur berita, kontruksi berita dan bahasa jurnalistik. Teori yang digunakan adalah teori Model kemungkinan elaborasi yang termasuk dalam perubahan sikap yang terjadi dalam diri seseorang ini dikembangkan oleh ahli psiokologi sosial Richard Petty dan John Cacioppo telah menjadi teori persuasi paling populer dewasa ini. Terdapat dua cara yang dikenal dengan istilah rute sentral (central route) merupakan elaborasi atau pemikiran kritis dan rute periferal (peripheral route) merupakan kecendurungan kognitif dimana penerimaan/penolakan suatu pesan lebih ditekankan pada kredibilitas pengirim informasi, reaksi lingkungan, atau terpengaruh oleh faktor-faktor lain di luar argumentasi (atribusi eksternal). Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang hanya menggambarkan situasi, peristiwa atau fenomena yang terjadi. Penelitian ini menggunakan total sampling dengan metode survey, yaitu terhadap 52 mahasiswa jurnalistik yang aktif kuliah pada semester ganjil tahun 2013-2014. Proses pengumpulan datanya menggunakan kuesioner (angket) dan dokumentasi. Untuk pengolahan data, peneliti menggunakan aplikasi statistik SPSS dengan submenu frequencies dan descriptives, disertai grafiknya. Hasil penelitian ini menjelaskan tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita sangat tinggi (81,1%) pada tingkat pemahaman akan unsur berita sangat tinggi (81,7%), kemudian tinggi (71%) pada tingkat pemahaman akan konstruksi berita, dan tinggi (69,2%) pada tingkat pemahaman akan bahasa jurnalistik. Kata Kunci : Pemahaman, Penulisan Berita, Media Cetak vi ABSTRACT ANDRIANTO GUNAWAN. 082077. THE STUDENTS JOURNALISM UNDERSTANDING LEVEL OF NEWS WRITING IN PRINT MEDIA. Communication Department. Faculty of Social and Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Banten. 2014 This research it to examine the students jounalism understanding level of news writing in print media.. Main problem in this research is how the students journalism understanding level of news writing journalism in print media. The goal is to explain the level of understanding about the types of news, news items, news construction and journalistic language. This research using Elaboration Likehood Model theory that includes the attitude change that occurs in a person, It was developed by an expert social psiokologi Richard Petty and John Cacioppo has become the most popular theories now persuasion. There are two ways known as the central route is an elaboration or critical thinking and peripheral route are cognitive tendency, which acceptance / rejection of a message with more emphasis on the credibility of the sender information, the reaction environment, or be affected by other factors beyond the arguments (external attribution) This is descriptive research, which only describe the situation, events or phenomena that occur. This research uses total sampling by means of survey method towards 52 student’s journalistic active a lecture at odd semester 20132014. The process of data collection use questionnaire and documentation. For data processing, researchers use SPSS statiscal application with frequencies and descriptive submenu, also by a graph. The result of this research is that the understanding of the student will be very high levels ( 81,1 % ) to be an understanding of the very high ( 81,7 % ) so high (71 % ) on the level of understanding will be the news construction , and high (69,2 % ) on the level of understanding will be the journalistic language. KeyWord : The Understanding. News Writing, Print Media vii KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis, serta tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhamad SAW yang telah memberikan penerangan ilmu kepada umatnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah dengan penuh rasa syukur skripsi yang berjudul “TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI MEDIA CETAK ” dapat terselesaikan. Berkat rahmat dan pertolonganNya, penulis dibukakan jalan hati dan pikiran untuk dapat menyelesaikan sesuai batas waktu dan kemampuan yang telah ditentukan. Semua itu tentu karena dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu ucapan terimakasih dan penghargaan dengan setulus hati dihaturkan kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam bentuk moril maupun materil, semoga Allah SWT membalas kebaikannya. Tentunya penelitian ini tak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari dosen pembimbing. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing pertama Ibu Mia Dwianna, M.Ikom yang telah memberikan waktu, spirit, dukungan dan perhatian kepada peneliti, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Serta kepada dosen pembimbing kedua Ibu Puspita Asri Praceka, M.Ikom , yang telah memberikan waktu, arahan, perhatian, dan dukungan kepada peneliti, sehingga peneliti lebih termitivasi untuk menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Peneliti juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang telah mendukung dan memotivasi peneliti. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membuat kebijakan-kebijakan universitas. 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah menjadi inspirasi peneliti karena kepemimpinannya. 3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, dan Ibu Puspita Asri Praceka,S.Sos.,M.Ikom selaku viii Sekretaris Jurusan Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Ibu Mia Dwianna,S.Sos.,M.Ikom., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah penuh dengan kesabaran dan meluangkan waktunya, serta memberi masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom., selaku Dosen Pembimbing II yang telah penuh dengan kesabaran dan meluangkan waktunya, serta memberi masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Bapak Idi Dimyati, M.Ikom selaku Dosen Akademik yang telah membimbing perkuliahan dari semester awal hingga akhir. 7. Ketiga Dosen penguji ibu Naniek Afrilla F, S.Sos, M.Si., ibu Dra. Rahmi Winagsih, M.Si., dan ibu Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.Ikom., yang telah memberikan arahan dan masukan positif. 8. Seluruh staff Program Studi Ilmu Komunikasi dan staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu penulis dalam hal kelancaran proses skripsi. 9. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama kuliah. 10. Bapak H. T. Sukardi, B.A. dan Ibu Hj. Dwi Asih Haryanti, orang tuaku tercinta yang telah memberikan segalanya untuk peneliti menyelesaikan skripsi ini. 11. Mas dan Mba kandungku Mas Alex Eko Setiawan, Mas Anton, Mba Ani, Mas Jumadi, Mba Tina dan Mba Wegi, serta keponakankeponakanku Farand, Fareld, Fadrika, Shabira, Syakura, Ara, dan Haidar yang telah memberikan semangat peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Zaudia Aristhia Octora, wanitaku yang selalu menjadi sumber motivasi dan penyemangat peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. ix 13. Seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi konsentrasi Ilmu Jurnalistik, yang telah menjadi responden dalam penelitian ini dan dalam pengisian kuesioner. 14. Seluruh karyawan PT. Banten Media Global Televisi, Bapak Dito selaku manager produksi, Bapak Novian, Bapak Reza, Koh Yefta, Dhae, Olip, Azan, Dani, Bang Awang, Bang Mahrup, Yadi, Nining, Cipo, Dian, Andi, Bang Rapih, alm. Bapak Edi, Bang Oscar, Teh Nurul, Usman dll yang telah membantu peneliti selama melaksanakan magang. 15. Bang Ukon Furkon Sukanda, S.Sos., yang telah memberikan arahan dan perhatian kepada peneliti. 16. Ichsan F, Ruby, Edison, Nanda, dan Uli temen seperjuangan menyelesaikan skripsi 17. Senior, Teman dan Adik-adik Komunitas Video komunikasi Untirta (KOVIKTA) Bang Cemad, Bang Apit, Bang Alez, Bang Alex, Bang Erik, Teh Rai, Teh Mulya, Teh Kiki, Hizaz, Firdaus, Indra, Dayat, Henry, Andri, Ratu, Tika, Aan, Ibad, Augia, Reni, Budi, Eki, Beni, Amel, dll. 18. Teman-teman seperjuangan Ilmu Komunikasi Konsenterasi Jurnalistik 2008, terimakasih atas kebersamaaannya. Untuk Hasemmy, Tb Ugi, Gema, Fajri, Adi, Naufal, Rangga, Anggi, Silvya, Uti, Lista, Zahara, Ninis, Disti, Muthia, Alif, Kiting, Alisa, dll. 19. Teman Angkatan 2008, Adi Kornelius, Afif, Retno Yuniar, Farah Airin, Fitri, Yona, Kinkin, Desta, Ana, Fahmy, Novran, Diaz, Ajeng, Abdi, Wacidh, Bowo, Nafier, Dombe dll yang telah memberi dukungannya kepada peneliti 20. Bang Nurhaedi dan Bang Faisal Tomi, yang telah memberikan masukan dan arahan kepada peneliti. 21. Teman sekamar Binter, Andi Winarto dan Icon yang telah memberikan semangat baru dengan candaan x 22. Adik-adik tingkat, Salsa, Tata, Sausan, dll yang sudah memberikan semangat kepada penulis. Tetap semangat buat kalian. 23. Penghuni Kosan Kalpataru, Umam, Iyan Mapek, Adi Tompel, Nurdin, Agryan, Novrian, Indra, Rama, Haniv Jambi, Tb Toha, Idham, Rino, Ido, Uwin, Gunarso Ucok, Kezman, Kiki, dll yang telah memberi tempat untuk menginap peneliti selama mengerjakan skripsi. 24. Armabes team futsal, Ardi, Wawan, Dodi, Fuad, Dani, dll yang telah memberikan arti persahabatan dan kekeluargaan. 25. Teman-teman alumni SMPN 2 Tangerang, Corina, Arief Budiman, Silvia S, Achi, Opik, Oki, Friska, Idham, Iqbal Bobi, dll yang selalu memberi dukungan peneliti. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih jauh dari bentuk kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran dari berbagai pihak atas segala kekurangan, kekeliruan, dan kesalahan dalam pembuatan skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Serang, Februari 2014 Penulis xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................. LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................. LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ MOTTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN ................................... ABSTRAK.......................................................................................... ABSTRACT ....................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................ DAFTAR ISI ...................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 1.3 Identifikasi Masalah.................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian......................................................................... 1.5 Kegunaan Penelitian................................................................... 1.5.1 Aspek Teoritis.................................................................. 1.5.2 Aspek Praktis................................................................... i ii iii iv v vi vii viii xii xv xvii xviii 1 1 9 9 10 10 10 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 2.1 Tradisi Sosiopsikologi................................................................. 2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi............................. 2.2.1 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi................................... 2.2.2 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi ........ 2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi ..................................... 2.3 Tinjauan Tentang Pers dan Jurnalistik ..................................... 2.3.1Tinjauan Tentang Pers ...................................................... 2.3.2Tinjauan Tentang Jurnalistik............................................... 2.4 Tinjauan Tentang Berita .......................................................... 2.4.1Berita ................................................................................ 2.4.2Karakteristik Berita ........................................................... 2.4.3Jenis dan Struktur Berita ................................................... 2.4.4Unsur Berita ..................................................................... 2.4.5Konstruksi Berita .............................................................. 2.5Tinjauan Bahasa Jurnalistik ...................................................... 2.5.1Bahasa Jurnalistik ............................................................. 2.5.2Karakteristik Bahasa Jurnalistik ........................................ 2.6Tinjauan Pemahaman ............................................................... 2.6.1Pengertian Pemahaman ..................................................... 12 12 13 15 15 16 17 17 20 22 22 23 24 25 27 32 32 33 41 41 xii 2.6.2Tingkat Pemahaman ......................................................... 2.7Teori Model Kemungkinan Elaborasi ....................................... 2.8Kerangka Konsep ..................................................................... 2.9 Operasional Variabel ............................................................... 2.10 Penelitian Sebelumnya .......................................................... 41 44 46 48 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 3.1Metode Penelitian .................................................................... 3.2Instrumen Penelitian................................................................. 3.3Populasi dan Sampel ................................................................ 3.3.1 Populasi ........................................................................... 3.3.2 Sampel............................................................................. 3.4Teknik Sampling ...................................................................... 3.5 Uji Validitas dan Reabilitas ..................................................... 3.6 Analisis Data ........................................................................... 3.7 Tempat dan Waktu .................................................................. 54 54 54 57 57 58 59 60 64 66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...................................................... 4.2 Hasil Penelitian ....................................................................... 4.2.1 Deskripsi Data Responden ............................................... 4.2.1.1 Jenis Kelamin ........................................................... 4.2.1.2 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak ............... 4.2.1.3 Media Cetak yang Dibaca ......................................... 4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Pernyataan.......... 4.2.2.1 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News..... 4.2.2.2 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News..... ...... 4.2.2.3 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News. 4.2.2.4 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News. 4.2.2.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News.... 4.2.2.6 Pemahaman Tentang Unsur Berita What. .................. 4.2.2.7 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where .................. 4.2.2.8 Pemahaman Tentang Unsur Berita When.................. 4.2.2.9 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who.................... 4.2.2.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why.................... 4.2.2.11 Pemahaman Tentang Unsur Berita How................. 4.2.2.12 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Headline Berita........................................................................... 4.2.2.13 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Lead Berita.......................................................................... 4.2.2.14 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Body Berita........................................................................... 4.2.2.15 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat Jelas............................................................................. 67 67 69 69 70 71 73 74 74 75 77 79 80 82 84 85 87 89 90 xiii 92 94 96 98 4.2.2.16 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Biasa Yang Mudah Dipahami Orang.................................... 4.2.2.17 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana Dan Jernih Pengaturannya..... ................... 4.2.2.18 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk 4.2.2.19 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Dengan Kalimat Aktif Bukan Kalimat Pasif........................... 4.2.2.20 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Padat dan Kuat...................................................................... 4.2.2.21 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Positif Bukan Bahasa Negatif................................................. 4.2.2.22Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata.. 4.3 Persentase Akumulasi Indikator................................................. 4.3.1 Tingkat Pemahaman Tentang Jenis Berita........................ 4.3.2 Tingkat Pemahaman Tentang Unsur Berita...................... 4.3.3 Tingkat Pemahaman Tentang Konstruksi Berita............. 4.3.4 Tingkat Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik........... 4.4 Pembahasan................................................................................. 99 101 103 105 106 108 110 111 112 113 114 116 117 BAB V PENUTUP ............................................................................. 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran ....................................................................................... 124 124 125 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................... 127 131 142 xiv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Opersionalisasi Variabel ....................................................... 48 Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Sebelumnya ................................... 53 Tabel 3.1 Rekapitulasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Tahun 2013 .......................................................................... 57 Tabel 3.2 Penarikan Sampel Dengan Proportonate Random Sampling. 60 Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas ................................................................ 62 Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas ............................................................ 63 Tabel 3.5 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase ................................. 65 Tabel 3.6 Jadwal Penelitian ................................................................. 66 Tabel 4.1 Distrubisi Kuesioner dan Pengumpulan Data ........................ 69 Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden ..................................................... 70 Tabel 4.3 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak............................... 71 Tabel 4.4 Media Cetak yang Dibaca.......................................................... 73 Tabel 4.5 Pernyataan 1 ......................................................................... 74 Tabel 4.6 Pernyataan 2 ......................................................................... 76 Tabel 4.7 Pernyataan 3 ......................................................................... 77 Tabel 4.8 Pernyataan 4 ......................................................................... 79 Tabel 4.9 Pernyataan 5 ......................................................................... 81 Tabel 4.10 Pernyataan 6 ....................................................................... 82 Tabel 4.11 Pernyataan 7 ....................................................................... 84 Tabel 4.12 Pernyataan 8 ....................................................................... 86 Tabel 4.13 Pernyataan 9 ....................................................................... 87 Tabel 4.14 Pernyataan 10 ..................................................................... 89 Tabel 4.15 Pernyataan 11 ..................................................................... 91 Tabel 4.16 Pernyataan 12 ..................................................................... 93 Tabel 4.17 Pernyataan 13 ..................................................................... 95 Tabel 4.18 Pernyataan 14 ..................................................................... 96 Tabel 4.19 Pernyataan 15 ..................................................................... 98 xv Tabel 4.20 Pernyataan 16 ..................................................................... 100 Tabel 4.21 Pernyataan 17 ..................................................................... 102 Tabel 4.22 Pernyataan 18 ..................................................................... 103 Tabel 4.23 Pernyataan 19 ..................................................................... 105 Tabel 4.24 Pernyataan 20 ..................................................................... 107 Tabel 4.25 Pernyataan 21 ..................................................................... 108 Tabel 4.26 Pernyataan 22 ..................................................................... 110 Tabel 4.27 Kriteria Anaisis Deskriptif Persentase................................. 111 Tabel 4.28 Persentase Akumulasi Pemahaman Jenis Berita.................... 112 Tabel 4.29 Persentase Akumulasi Pemahaman Unsur Berita.................. 113 Tabel 4.30 Persentase Akumulasi Pemahaman Konstruksi Berita.......... 115 Tabel 4.31 Persentase Akumulasi Pemahaman Bahasa Jurnalistik......... 116 xvi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Proses Kemungkinan Elaborasi ............................................ 45 Gambar 2 Kerangka Konsep ................................................................ 47 xvii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Surat ijin Penelitian....................................................... 131 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian…………………………………… 132 Lampiran 3 Data Jawaban Responden……………………………… 135 Lampiran 4 Tabel nilai r product moment…………………………….. 136 Lampiran 5 Kartu Bimbingan.............................................................. 137 Lampiran 6 Dokumentasi.................................................................... 139 xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Surat kabar telah menjadi primadona media massa cetak yang selalu berevolusi sesuai perkembangan zaman. Jika dilihat dari literatur-literatur mengenai sejarah jurnalisme serta perkembangannya, dari zaman ke zaman yang dilalui, terkadang surat kabar kerap kali dijadikan alat propaganda politik. Selain itu, sering juga dijadikan sebagai media penyadaran informasi yang bersifat netral. Idealnya, suatu berita yang baik adalah berita yang ditulis berdasarkan fakta sesungguhnya. Tidak dikotori oleh kepentingan segelintir orang sehingga mendistorsi fakta tersebut. Namun, dalam realitas media sebagai ruang publik, kerap kali tidak bisa memerankan diri sebagai pihak yang netral. Media senantiasa terlibat dengan upaya merekonstruksi realitas sosial. Dengan berbagai alasan teknis, ekonomis, maupun ideologis, surat kabar selalu terlibat dalam penyajian realitas yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mencerminkan realitas sesungguhnya. Keterbatasan ruang dan waktu juga turut mendukung kebiasaan surat kabar untuk meringkas realitas berdasarkan nilai berita. Prinsip berita yang berorientasi pada hal-hal yang menyimpang menyebabkan liputan peristiwa jarang bersifat utuh, melainkan hanya mencakup hal-hal yang menarik perhatian tertentu saja yang ditonjolkan. Untuk mendapatkan berita yang baik, sesuai dengan standar jurnalistik dan fakta sesungguhnya, serta tidak memanipulasi realitas, salah satu caranya yakni dengan membekali para mahasiswa Jurnalistik di berbagai perguruan tinggi. 1 2 Mahasiswa Jurnalistik adalah calon-calon jurnalis di masa depan. Nasib dan kondisi jurnalisme Indonesia nanti, salah satunya terletak pada pemahaman mahasiswa Jurnalistik dalam memahami penulisan berita yang kini beredar di media massa, salah satunya media cetak. Awalnya, mahasiswa Jurnalistik tentu belum paham bagaimana penulisan berita di media cetak yang baik dan benar itu seperti apa sebelum resmi menjadi mahasiswa jurusan Jurnalistik. Pengalaman tentang penulisan berita mereka sebatas hanya membaca berita-berita di koran dan belajar tentang berita saat di sekolah dulu. Ketika mereka resmi menjadi mahasiswa Jurnalistik dan belajar mata kuliah Teknik Penulisan Berita, mereka sedikit demi sedikit menjadi tahu bagaimana penulisan berita di media cetak yang baik dan benar seperti apa. Sadar atau tidak sadar, mereka mulai memahami dan menganalisis sendiri beritaberita di media, tidak sekadar membacanya. Namun, meski sudah mempelajari Teknik Penulisan Berita, tidak bisa menjamin mahasiswa Jurnalistik memahami betul penulisan berita yang baik dan benar di media cetak. Banyaknya terpaan seputar bahasa dan penulisan di luar berita membuat distraksi tersendiri bagi mahasiswa Jurnalistik, tepatnya bagi pemahaman mereka tentang bahasa dan penulisan berita yang baik dan benar. Oleh karena itu, perlunya simultan berupa materi tentang teknik penulisan berita yang lengkap dan menyeluruh, sekaligus mudah dipahami mahasiswa Jurnalistik dari para dosen di perguruan tinggi, agar tingkat pemahaman mahasiswa tetap tajam dan kritis. 3 Faktor yang membuat terdistraksinya pemahaman penulisan berita yang baik dan benar bagi mahasiswa Jurnalistik, salah satunya yakni penulisan berita di media massa yang ternyata juga belum sesuai dengan kaidah jurnalistik yang seharusnya. Masih sering ditemui berita-berita di surat kabar yang penulisannya tidak baik, serta tidak sesuai pula dengan tata cara penulisan berita yang benar. Hal ini pasti menyebabkan mahasiswa Jurnalistik menjadi bingung dan heran karena banyak penulisan berita di media massa tidak sesuai dengan pemahaman mereka yang sudah mempelajari penulisan berita yang ideal, serta baik dan benar di kelas. Dalam perkembangannya, jurnalisme di Indonesia tidak bisa lepas dari kesalahan penulisan berita pada media cetak. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman wartawan tentang teknik penulisan berita. Bagi profesi seperti wartawan pada era seperti sekarang ini, sangat penting memahami teknik penulisan berita untuk menunjang kegiatan mencari, mengumpulkan, dan mempublikasikan sebuah informasi yang aktual bagi masarakat. Salah satu kesalahan penulisan berita yang terjadi pada judul berita Tempo, 6/10/10, ―Sidang Korupsi Digelar Sore Diprotes‖ Sidang Korupsi Digelar Sore Diprotes (Tempo, 6/10/10, ―Sidang Korupsi Digelar Sore Diprotes‖). Kalimat tersebut mengalami kerancuan atau kejanggalan karena menimbulkan ambigu. Maksud yang diprotes dalam kalimat tersebut adalah Sore atau kata sore menunjukan keterangan waktu. Kalimat tersebut akan menjadi 4 kalimat efektif apabila dibubuhi tanda baca koma (,). Seharusnya: Sidang Korupsi yang Digelar Sore Hari, Diprotes.1 Menurut Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam buku Jurnalistik Teori dan Praktik, menyebutkan ada beberapa syarat tercapainya penulisan berita jurnalistik yang efektif adalah sebagai berikut;2 1. Kecermatan dalam pemberitaan 2. Organisasi dalam berita 3. Diksi dan tata bahasa yang tepat 4. Prinsip hemat dalam penulisan berita 5. Daya hidup (vitalitas), warna, dan imajinasi Kurangnya pemahaman dalam penulisan berita mengakibatkan banyak terjadinya kesalahan presepsi dan kurang kepercayaan masyarakat terhadap pemberitaan suatu permasalahan yang sedang terjadi. Masyarakat saat ini semakin lama semakin memiliki bobot dan semakin sensitif dengan media massa yang baik dan memiliki wawasan luas untuk memilih berita. Menyikapi hal tersebut, sudah seharusnya pemahaman tentang jurnalistik wartawan harus selalu ditingkatkan. Pemahaman memperlihatkan adanya pengertian tentang fakta dan gagasan dengan cara mengorganisasi, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, memberikan deskripsi, dan menyatakan ide atau gagasan utama teks. Di dalamnya ada proses memahami informasi, menangkap makna, menerjemahkan pemahaman ke dalam konteks baru, menafsirkan fakta, menarik hubungan sebab-akibat, dan 1 Chaer, Abdul. 2010. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta. hal 68 Kusumaningrat, Hikmat. 2005.Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: RemajaRosdakarya. hal 40 2 5 konsekuensi. Pemahaman bersifat abstrak dan ada pada wilayah psikologi karena berhubungan dengan fungsi kognitif dalam memahami informasi, menangkap esensi dan makna, serta menarik hubungan kausal. Indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menyimpulkan, manafsirkan, menganalisis, memperkirakan, memberi menentukan, contoh, memperluas, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pemahaman.3 Kesalahan pemahaman terhadap penulisan berita dapat berakibat fatal untuk wartawan dan media cetak tempat kerja wartawan tersebut, maupun objek yang diberitakan. Kesalahan penulisan berita seperti penggunaan ejaan kurang tepat, pemakaian akronim tidak berdisiplin, dan susunan kalimat yang tidak baik, sehingga banyak wartawan digugat karena kesalahan dalam penulisan berita seperti penulisan nama dan jabatan narasumber. Dan, hal ini membuat pembaca tidak tertarik membaca berita ketika menemukan kesalahan-kesalahan tersebut. Seorang wartawan harus mampu menangkap peristiwa-peristiwa yang ada di sekitarnya dan menyebarluaskan kepada masyarakat. Pada pelaksanaannya, dalam penulisan berita sering terlihat kesalahan yang sering ditulis oleh wartawan, yaitu tidak mengindahkan kaidah bahasa jurnalistik. Teknik penulisan berita ditentukan pula oleh beberapa ketentuan unsur kelayakan berita untuk dimuat seperti keakuratan, lengkap tidaknya sebuah berita, 3 Sanjaya, Wina. 2009.StrategiPembelajaran: BerorientasiStandart Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group. hal 227 6 kelugasan sebuah berita, serta adil dan berimbangnya sebuah berita. Terutama terhadap berita-berita yang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hal penting dan menjadi pengetahuan bagi mereka. Berita dalam media massa, baik cetak maupun elektronik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, agar setiap pesan dari berita tersebut dapat diterima positif oleh masyarakat. Oleh karena itu, bahasa dalam sebuah berita sangat dibutuhkan kehadirannya. ―Bahasa yang digunakan wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik mempunyai sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, lugas, dan menarik.‖4 Bagi para wartawan, bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa melumpuhkan kekuatan pikiran, suasana hati, dan gejolak perasaan khalayak pembaca jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan benar dan baik. Mereka harus dibekali dengan amunisi memadai dengan cara menguasai kosakata, ejaan, pilihan kata, kalimat, paragraf, gaya bahasa, dan etika bahasa jurnalistik. Penulisan berita pada surat kabar dibuat dengan mengacu pada rumusan 5W+1H. Artinya, berita yang baik itu adalah berita yang komprehensif, yaitu berita yang mencakup semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Who, What, When, Where, Why, dan How. Keenam pertanyaan tersebut, selain menjadi panduan bagi para penulis berita, juga merupakan aspek-aspek yang dapat menarik perhatian pembaca.5 Rangkaian berita yang terdiri dari susunan kalimat dan paragraf, pada 4 Sumadriria, AS Haris. 2006.Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. hal 30 5 Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang. hal 85 7 dasarnya merupakan proses penyampaian pesan-pesan penting dan menarik sesuai dengan ketertarikan pembaca dan kecenderungan penulis dalam menekankan fokus berita yang ditulisnya. Dalam penulisan berita tidak hanya menerapkan 5W+1H, namun penerapan kalimat-kalimat tersebut juga harus diperhatikan. Bagaimana penggunaan kalimat aktif dalam sebuah berita, karena dengan pemilihan kalimat aktif yang tepat akan memudahkan pembaca dalam memahami maksud berita tersebut dan tidak menimbulkan kerancuan dalam pemahaman pembaca. Sebuah berita ditulis harus efektif dan efisien dalam pemilihan kata-katanya, harus diperhatikan ekonomi kata yang akan ditulis. Diusahakan tidak ada pemborosan kata sehingga tidak terjadi pengulangan kalimat yang berakibat berita tersebut kurang menarik untuk dibaca.6 Berita-berita yang ditulis oleh wartawan akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang ia miliki dan perspektif yang ia gunakan dalam merefleksikan suatu peristiwa. Untuk mendapatkan berita yang berkualitas, wartawan dituntut untuk menguasai teknik-teknik yang diperlukan dalam produksi berita. Penggunaan bahasa jurnalistik yang baik, setidaknya dapat membatasi persepsi dan membantu pembaca memikirkan sesuatu yang diyakininya. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai editor news video di televisi lokal Banten, sering menemukan kesalahan penulisan berita pada naskah berita. Kesalahan penulisan berita tersebut dapat mengakibatkan informasi yang seharusnya penting diberikan kepada masyarakat menjadi rancu dan tidak 6 Romli, Asep Syamsul M. 2003. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal12 8 menarik untuk ditangkap maksud beritanya. Saat ini, dalam dunia kerja, jurnalis yang ada bukan seluruhnya lulus atau sudah mengambil pelatihan di bidang jurnalistik, sehingga masih terdapat kesalahan penulisan berita baik dari kaidah bahasa jurnalistik maupun etika jurnalistik. Dalam mengurangi kesalahan penulisan berita oleh wartawan tersebut, salah satu caranya dengan memberikan pemahaman lebih pada generasi penerus, yaitu mahasiswa jurnalistik di perguruan tinggi. Perguruan tinggi diharapkan dapat mencetak jurnalis-jurnalis andal melalui pemahaman mahasiswanya di program studi Jurnalistik dan mampu menghasilkan karya jurnalistik yang baik dan berkualitas. Selain mencetak, perguruan tinggi pun harus memiliki sumber pengajar dan bahan ajar tentang Ilmu Jurnalistik yang memadai. Sehingga mahasiswa mampu mengembangkan ilmu jurnalistik dan mengurangi kesalahan penulisan berita yang dilakukan oleh jurnalis sebelumnya. Dalam hal ini, mata kuliah Teknik Penulisan Berita memiliki peranan penting guna mencetak mahasiswa Jurnalistik yang siap terjun langsung ke dunia kerja jurnalisme. Karena dalam mata kuliah Teknik Penulisan Berita mahasiswa diperkenalkan tentang penulisan berita yang baik sesuai kaidah bahasa jurnalistik dan etika profesi jurnalistik. Berdasarkan pemaparan tentang penulisan berita yang baik, penulis memfokuskan penelitian kepada tingkat pemahaman mahasiswa Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa aktif perkuliahan semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Di mana pada angkatan 9 tersebut mata kuliah Teknik Penulisan Berita baru dan telah ditempuh oleh mahasiswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti “Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan Beritadi Media Cetak”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita di media cetak? 1.3 Identifikasi Masalah Bertolak dari latar belakang dan uraian tersebut serta untuk memperjelas masalah yang akan dibahas, maka dalam penelitian ini penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita? 2. Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan penggunaan unsur-unsur berita? 3. Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan konstruksi kalimat dalam penulisan berita? 4. Bagaimana tingkat pemahaman mahasiswa akan karakteristik bahasa jurnalistik? 10 1.4 Tujuan Penelitian Dari indentifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita 2. Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan penggunaan unsur-unsur berita 3. Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan konstruksi kalimat dalam penulisan berita 4. Mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa akan karakteristik bahasa jurnalistik 1.5 Kegunaan Penelitian Sebuah penelitian, biasanya memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Dalam penelitian ini, peneliti juga berharap apa yang diteliti dapat memiliki kedua manfaat tersebut. 1. AspekTeoritis a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi peneliti, khususnya ilmu jurnalistik. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi khazanah baru mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses penyajian bahasa Jurnalistik pada berita di media cetak. 11 2. Aspek Praktis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu member manfaat kepada berbagai pihak khususnya pada mahasiswa program studi ilmu komukasi jurnalistik, agar dalam setiap penulisan berita dapat mematuhi kaidah bahasa jurnalistik. b. Penelitian ini juga diharapkan memberi masukan berarti bagi media massa lainnya yang berkaitan dengan proses penyajian bahasa jurnalistik. c. Penelitian ini juga diharapkan memberi simultan bagi penelitian sejenis. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tradisi Sosiopsikologi Tradisi ini mewakili perspektif objektif/scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi Sosiopsikologi memberikan perhatiannya antara lain pada perilaku individu, pengaruh, kepribadian dan sifat individu atau bagaimana individu melakukan persepsi. Sosiopsikologi digunakan dalam topik-topik tentang diri individu, pesan, percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat. Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat menjelaskan tentang prosesproses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Menurut The Yale Attitude Studies dalam formula who says what to whom with what effect, ada tiga variabel yang memiliki sifat persuasif, yakni:7 1. Who, sumber pesan (menyangkut keahlian dan kredibilitas). 2. What, isi pesan (topik dan argumen). 3. Whom, karakter penerima pesan (kepribadian, kognisi) Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat yang dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan setelah pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat (opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh). 7 Em Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory. Newyork: McGrraw-Hill. Hal.22 12 13 Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial juga dapat menjelaskan tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia juga menggunakan proses psikologis seperti berpikir, memahami, menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu pemaknaan. 2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi merupakan dasar dari konteks atau level komunikasi lain, demikian dasar–dasar peran dan kredibilitas komunikator dalam komunikasi antarpribadi yang ditunjukkan dalam suatu percakapan dapat dijadikan dasar bagi perlakuan terhadap peranan dan kredibilitas komunikator dalam konteks komunikasi lainnya. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang–orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non-verbal. Dan bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang hanya melibatkan dua orang, seperti suami–istri, dua sahabat dekat, guru–murid, dan lain sebagainya.8 . 8 Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hal.73 14 Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya“The Interpersonal Communication Book” sebagai: ―Proses pengiriman dan penerimaan pesan–pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang–orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika‖.9 Effendy mengemukakan bahwa, pada hakikatnya komunikasi antarpribadi untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan umpan balik secara langsung. Seorang komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan–pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif ataukah negatif. Dean C Barnlund (1968) mengemukakan, komunikasi interpersonalselalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur.10 2.2.1 Ciri – ciri Komunikasi Antarpribadi Bersadarkan beberapa pengertian komunikasi antarpribadi ada beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Menurut Barnlund (1968) ada beberapa ciri komunikasiantarpribadi, yaitu komunikasi interpersonal selalu; (1) terjadi secara spontan; (2) tidak mempunyai struktur yang teratur dan diatur; (3) terjadi secara 9 Effendy, Onong Uchjana.2003. Ilmu, Teori dan filsafat komunikasi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Hal.59 10 Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. hal.12 15 kebetulan; (4) tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu; (5) dilakukan oleh orang–orang yang identitas keanggotaan yang terkadang kurang jelas, dan (6) dapat terjadi sambil lalu. De Vito (1976) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut : (1) keterbukaan atau openness; (2) empati (empathy); (3) dukungan (suportiveness); (4) perasaan positif (positivness); (5) kesamaan (equality). Selain itu, Evert M. Rogers dalam Depar (1988) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu : (1) arus pesan cenderung dua arah; (2) konteks komunikasi adalah tatap muka; (3) tingkat umpan balik yang tinggi; (4) kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi; (5) kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan (6) efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.11 (Alo Liliweri, 1997 ; 13). 2.1.2 Faktor–faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi Berdasarkan pandangan Klinger, Gillin dan Gillin yang dikutip Soekanto, kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh faktor– faktor tertentu. Halloran (1980) mengemukakan manusia berkomunikasi dengan orang lain karena didorong oleh beberapa faktor, yakni : (1) perbedaan antarpribadi, (2) pemenuhan kekurangan, (3) perbedaan motivasi antar manusia, (4) pemenuhan akan harga diri, dan (5) kebutuhan atas pengakuan orang lain.12 (Liliweri, 1992 ; 45). Cassagrade (1986) berpendapat, manusia berkomunikasi karena ; (1) memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan, 11 Ibid. hal.13 Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. hal.45 12 16 (2) dia ingin terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap, (3) dia ingin berinteraksi hari ini dan memahami pengalaman masa lalu dan mengantisipasi masa depan, dan (4) dia ingin menciptakan hubungan baru. Dapat disimpulkan bahwa minat berkomunikasi antarpribadi didorong oleh pemenuhan kebutuhan yang belum atau bahkan tidak dimiliki, karena setiap manusia memiliki motif yang mendorong dia usaha memenuhi kebutuhannya.13 (Liliweri, 1992 ; 46). 2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi Menurut Joseph A. DeVito, pada umumnya komunikasi antarpribadi mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu: 14 1. Menemukan Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery). Seseorang berkomunikasi dengan orang lain, orang tersebut belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Kenyataannya, persepsi-diri seseorang sebagian besar dihasilkan dari apa yang telah ia pelajari tentang diri sendiri dari orang lain selama komunikasi, khususnya dalam perjumpaan-perjumpaan antarpribadi. 2. Untuk Berhubungan Salah satu motivasi seseorang yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain-membina dan memelihara hubungan dengan orang lain. 3. Untuk Meyakinkan 13 Ibid. hal.46 Joseph A. DeVito.1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional Books. hal : 31-32 14 17 Seseorang melakukan komunikasi antarpribadi untuk mengubah sikap dan prilaku orang lain. 4. Untuk Bermain Seseorang berkomunikasi untuk bermain dan saling menghibur diri antara yang satu dan yang lain . adakalanya hiburan ini merupakan tujuan terakhir namun adakalanya pula ini merupakan cara untuk mengikat perhatian orang lain sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan lain. Tinjauan Tentang Pers dan Jurnalistik 2.3.1 Tinjauan Tentang Pers Pers berasal dari kata Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam Bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak. Berdasarkan uraian tersebut, ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti kata sempit dan pers dalam arti kata luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi maupun internet. 18 Penelitian ini menggunakan istilah tersebut dalam arti sempit karena konteks penelitiannya mengenai surat kabar. Definisi otentik dari pers —disebut otentik karena hasil perumusan undang-undang (Bab I, pasal 1, ayat 1, UU No. 40/1999 tentang Pers) — yaitu, "Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun bentuk dalam lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia".15 Dalam peraturan Menteri Penerangan nomor Ol/PER/MENPEN/1998 tentang Ketentuan-ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (sebelum Departemen Penerangan dilikuidasi pada awal pemerintahan Gus Dur) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pers adalah sebagai berikut. a. Penerbitan pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, buletin, berkala lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor berita. b. Perusahaan pers adalah badan usaha swasta nasional berbentuk badan hukum, Koperasi, Yayasan atau Badan Usaha Milik Negara. Percetakan pers adalah perusahaan percetakan yang dilengkapi dengan perangkat alat keperluan mencetak penerbitan pers. c. 15 Karyawan pers adalah orang-orang yang mepekerjaan secara Alex Sobur. 2001. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. 19 bersama-sama dalam suatu kesatuan yang menghasilkan penerbitan pers yang terdiri dari pengasuh penerbitan pers, karyawan pengusaha, karyawan wartawan, karyawan administrasi/teknik dan karyawan pers lainnya.16 Meskipun pers mempunyai dua pengertian seperti diterangkan di atas, pada umumnya orang menganggap pers itu media massa cetak:surat kabar dan majalah. Anggapan umum seperti itu disebabkan oleh ciri khas yang terdapat pada media itu, dan tidak dijumpai pada media lain.17 Sebagai sistem terbuka pers cenderung untuk mempunyai kualitas penyesuaian, yang berarti ia akan menyesuaikan diri kepada perubahan dalam linigkungan demi kelangsungan hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri kepada perubahan kondisi dan situasi lingkungan, maka ia akan mati, mati karena dimatikan, misalnya dicabut izinnya, dilarang terbit, atau mati karena tidak disukai khalayak.18 2.3.2 Tinjauan Tentang Jurnalistik Istilah jurnalistik berasal dari Bahasa Belanda journalistiek. Seperti halnya dengan istilah Bahasa Inggris journalism yang bersumber pada perkataan journal, ini merupakan terjemahan dari bahasa Latin diurna yang berarti ―harian‖ atau ―setiap hari‖. Dari berbagai literatur definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Tetapi semuanya berkisar pada pengertian bahwa jurnalistik adalah suatu pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat. Apa saja yang terjadi di dunia, apakah itu peristiwa faktual (fact) atau pendapat seseorang (opinion), jika 16 17 Djuroto, Totok. 2000. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung : Remaja Rosdakarya. hal 4 Effendy,Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal 82 18 Ibid. hal 87 20 diperkirakan akan menarik perhatian khalayak, akan merupakan bahan dasar bagi jurnalistik, akan menjadi bahan berita untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Pada mulanya kegiatan jurnalistik berkisar pada hal-hal yang sifatnya informatif saja. Ini terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa. Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, surat kabar sebagai sarana jurnalistik dan dapat mencapai khalayak secara massal itu oleh kaum idealis dipergunakan untuk melakukan kontrol sosial sehingga surat kabar yang tadinya merupakan journal d’information, yang hanya menyebarkan informasi, menjadi juga journal d’opinion, yang menyebarkan pesan-pesan untuk mempengaruhi masyarakat.19 MacDougall menyebutkan bahwa jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun. Jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan baik sosial, ekonomi, politik maupun yang lain-lainnya.20 Jurnalistik juga diartikan sebagai semacam kepandaian mengarang yang pokoknya untuk memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Kemudian karena perkembangannya, maka disimpulkan bahwa jurnalistik adalah salah satu bentuk komunikasi yang menyiarkan berita dan atau ulasan berita tentang peristiwa-peristiwa sehari-hari yang umum dan aktual dengan secepat-cepatnya. Dalam kenyataannya jurnalistik selalu berhubungan dengan pers. Jurnalistik itu bentuk komunikasinya, bentuk kegiatannya, isinya. Sedangkan pers adalah media di mana jurnalistik itu disalurkan.21 2.4 Tinjauan Tentang Berita 2.4.1 Berita Dalam kehidupan sehari-hari seringkali mendengar orang berkata : ‗Ada berita bagus nih‘. Sementara itu juga sering mendengar kata yang hampir serupa 19 Ibid. hal 151 Kusumaningrat, Hikmat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal 15 21 Yurnaldi. 1992. Kiat Praktis Jurnalistik. Padang: PT. Angkasa Raya Pura.hal 17 20 21 dengan berita yaitu kabar. Begitu sering masyarakat menggunakan kata berita dalam kehidupan sehari-hari, begitu yakinnya masyarakat akan pemahaman tentang berita, sehingga banyak orang yang memandang remeh ilmu jurnalistik/komunikasi massa, karena merasa tahu betul konsep-konsep yang digunakannya. Menurut pendapat William S. Maulsby. mengemukakan pengertian yang lebih sempurna dengan merumuskan bahwa : ―Berita dapatlah dibataskan (didefinisikan) sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak faktafakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut‖.22 Namun dalam istilah ini berita berarti keterangan atau ‗fakta‘, meski fakta tersebut belum tentu benar dan jelas sumbernya. Sementara itu berita dalam surat kabar misalnya, tidak bisa merupakan sesuatu yang tidak jelas. Dia harus berupa fakta atau faktual, sekaligus jelas sumbernya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam jurnalistik, begitu banyak pengertian berita. Masing-masing orang memberikan definisi berita berdasarkan sudut pandang sendiri-sendiri dalam merumuskannya. Menurut pendapat Willard G. Bleyer yang dikutip kembali oleh Ina Ratna M. dan June Kuncoro H. bahwa ―Berita adalah segala sesuatau yang terikat waktu dan menarik perhatian banyak orang dan berita terbaik adalah halhal yang paling menarik yang menarik sebanyak mungkin orang (untuk membacanya).‖23 22 23 Assegaf, Djafar. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal 24 Mariani, Ina Ratna, dan June Kuncoro. 2001, Teknik Mencari dan Menulis Berita. Jakarta : Pusat Universitas Terbuka. hal 31 22 2.4.2 Karakteristik Berita Berdasarkan pengertian berita diatas, dapat dilihat bahwa terdapat unsur- unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah berita, dimana sekaligus merupakan ―karakteristik umum‖. Sebuah berita dapat dipublikasikan dimedia massa (layak muat). Unsur-unsur tersebut dikenal pula dengan nilai-nilai berita (News Value) atau nilai-nilai jurnalistik, yang terdiri dari : a. Cepat, berarti aktual atau ketetapan waktu. Dalam unsur ini terkadung makna harfiah berita, yakni sesuatu yang baru. b. Nyata (faktual), berarti informasi yang disampaikan merupakan fakta, bahan fiksi atau karangan. Sedangkan fakta dalam jurnalistik berupa : kejadiannya nyata, pendapat seseorang dan pernyataan yang merupakan sumber berita. c. Penting, berarti berhubungan dengan kepentingan orang banyak, misalnya suatu peristiwa yang akan terpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak. d. Menarik, berarti mengundang orang untuk membaca berita yang dimuat disurat kabar.24 2.4.3 Jenis dan Struktur Berita Menurut Asep Syamsul dalam ―Jurnalistik Praktis‖, jenis-jenis berita yang dikenal dalam dunia jurnalistik, antara lain: 24 Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya. hal 5 23 1. Straight News Berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini. 2. Depth News Berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan. 3. Investigation News Berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber 4. Interpretative News Berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulis atau reporter 5. Opinion News Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendikiawan, tokoh ahli atau pejabat mengenai suatu hal atau peristiwa, kondisi epoleksosbudhankam, dsb.25 Adapun susunan atau struktur berita, khususnya berita langsung (Straight News), pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik (Inverted pyramid), yaitu memulai penulisan berita dengan mengemukakan bagian berita yang dianggap penting, kemudian diikuti dengan bagian-bagian yang dianggap agak penting, kurang penting, dst. 25 Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja Rosadakarya. hal 40 24 Susunan berita untuk piramida terbalik ini menguntungkan pembaca dalam hal efisiensi waktu karena pembaca diajak untuk langsung mengetahui berita paling penting, karenanya bentuk ini dapat lebih menarik perhatian pembaca. Selain itu, struktur berita ini pun mempermudah kerja redaktur/editor/penyunting untuk melakukan pemotongan naskah (cutting) jika kolom atau ruang yang tersedia terbatas atau tidak cukup untuk memuat seluruh bagian berita. 2.4.4 Unsur-unsur Berita Dalam menulis berita, seorang wartawan mengacu pada nilai-nilai berita untuk kemudian dipadukan dengan unsur-unsur berita sebagai ―rumus umum‖ penulisan berita, agar tercipta sebuah berita yang lengkap. Menurut Romli Unsurunsur berita tersebut dikenal dengan 5W+1H, yang merupakan kependekan dari : a. What = apa yang terjadi b. Where = dimana hal tersebut terjadi c. When = kapan peristiwa tersebut terjadi d. Who = siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut e. Why = mengapa hal tersebut terjadi f. How = bagaimana peristiwa tersebut terjadi.26 ―Rumusan Indonesia‖ untuk 5W+1H adalah 3A+3M, kependekan dari : Apa, si-Apa, meng-Apa,bila-Mana, di-Mana dan bagai-Mana. Sebuah berita hendaknya memenuhi unsur tersebut.27 News Analysis (Analisis Berita) adalah uraian yang ditulis oleh seorang individu yang berusaha menjelaskan lebih dalam dan analitis tentang sebuah 26 Romli, Asep Syamsul M. 2002. Jurnalistik Terapan Dan Kepenulisan. Bandung : BATIC PRESS. hal 10 27 Ibid. hal 40 25 berita. Orang yang ditugaskan untuk menganalis berita ini biasanya orang yang kompeten dibidangnya atau pakar kenamaan dibidang tersebut. Analisis ini memberikan lebih dari sekedar siapa, apa, kapan dan bagaimana dari suatu berita. Analisis berita menjabarkan latar belakang informasi, pendapat, interpretasi dan prediksi dari penulisnya. Analisis berita sering diletakkan di halaman muka surat kabar. Mudah dibedakan dari straight news, karena lazimnya dia diberikan label ―Analisis Berita‖ sebagai judul kecil. 2.4.5 Konstruksi Berita Sesuai dengan tujuan kegiatan jurnalistik dalam rangka mempengaruhi khalayaknya, unsur keindahan sajian produknya sangat diutamakan. Indah dalam arti dapat diminati dan dinikmati. Karena itu selain dibentuk dalam berbagai jenis, berita pun disajikan dengan konstruksi tertentu. Dalam hal ini keseluruhan bangunan naskah berita terdiri atas tiga unsur yaitu :28 1. Headline (Judul Berita) Pada hakikatnya headline merupakan intisari dari berita. Dimuat dalam satu atau dua kalimat pendek, tapi cukup memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakannya. Berhubung berita yang harus disajikan itu banyak, dan masing-masing berita harus bisa diminati dan dinikmati pembaca, maka headline pun dibuat tidak seragam. Di usahakan agar masing-masing berita dapat ditonjolkan lain dari sisi yang lainnya. Selain bunyi pernyataan juga ukuran serta penyusunan hurup dan kata-katanya. 28 Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang. hal 90 26 Variasi penyajian headline di usahakan agar khalayak tertarik untuk menikmati beritanya. Dengan demikian headline pun berfungsi untuk memanggil khalayak agar mau membaca. Minimal tahu apa yang menjadi pokok beritanya. Menurut kepentingan berita headline terdiri dari empat jenis : 1. Banner Headline, untuk berita yang sangat atau terpenting. Hedline dimaksud dibuat dengan jenis dan ukuran hurup yang mencerminkan gagah dan kuat, dalam arti ukuran hurupnya terbesar dan lebih tebal ketimbang jenis headline lainnya, serta menduduki tempat lebih dari empat kolom surat kabar. 2. Spread Headline, untuk berita penting. Headline dimaksud tampak lebih kecil dibanding banner headline. Maksudnya, besar dan tebal hurupnya kurang dari jenis yang pertama, namun lebih besar dari secondari headline. Tempat yang diperlukannya pun hanya tiga atau empat kolom saja. 3. Secondari Headline, untuk berita yang kurang penting. Headline jenis ini tampak lebih kecil dibanding spread headline, tetapi lebih besar dibanding subordinated headline, baik itu ukuran maupun ketebalan hurupnya. Demikian pula tempat yang diperlukannya hanya dua kolom saja. 4. Subordinated Headline, untuk berita yang dianggap tidak penting. Kehadirannya kadang dibutuhkan untuk menutupi tempat kosong pada halaman yang bersangkutan. Kosong dalam arti sisa tempat pada halaman yang memuat berita-berita 27 lain yang dianggap kurang penting sampai dengan yang terpenting. Karena itu tempatnya pun hanya satu kolom. 2. Lead (Teras Berita) Teras berita disebut juga lead, adalah bagian berita yang terletak di alinea atau paragraf pertama. Teras berita merupakan laporan singkat yang merupakan klimaks dari peritiwa yang dilaporkannya, untuk memenuhi rasa ingin tahu pembacanya maka lead dibuat sedemikian rupa. Hal itu dimaksudkan agar dapat menjawab pertanyaan hakiki yang selalu muncul dari hati nurani para pembacanya.29 Didasarkan pada penekanan atau penonjolan salah satu unsur 5W + 1H nya lead suatu berita disusun dalam enam bentuk yaitu : 1. What Lead, apabila yang ditekankan atau ditonjolkan dalam uraian lead itu mengenai macam atau bentuk kejadian. Lead demikian selalu dimulai dengan jawaban terhadap pertanyaan what dari dari peristiwa yang diberitakannya itu. 2. Who Lead, apabila pokok pembicaraan dalam uraian lead atau beritanya adalah orang-orang yang terlibat dalam peristiwa yang diberitakannya. Misalnya orang-orang yang menjadi korban atau penyebab terjadinya peristiwa itu, atau mereka yang terlibat dalam penyelesaian peristiwa tersebut. Maka tuturan lead nya pun dimulai dengan nama orang atau 29 Ibid. hal 93 28 kata ganti orang, atau nama lembaga, dan hal-hal yang dianggap melembaga. 3. When Lead, yaitu lead yang disusun untuk menonjolkan waktu dimana peristiwa yang diberitakan itu terjadi. Sudah barang tentu penuturannya pun diawali dengan informasi dimana saat-saat peristiwa itu terjadi. 4. Where Lead, ialah lead yang menonjolkan tempat dimana peristiwa yang diberitakan itu terjadi. Selanjutnya diikuti oleh informasi lain yang bisa menjawab pertanyaan unsur-unsur 5W + 1H. 5. Why Lead, lebih mementingkan sebab musabab terjadinya peristiwa yang diberitakannya. Lead tersebut mengawali tuturannya dengan mengemukakan jawaban atas pertanyaan ―mengapa pertistiwa itu bisa terjadi‖. Setelah itu baru informasi lainnya untuk melengkapi keterangan yang ditutur oleh unsur-unsur 5W + 1H. 6. How Lead, mengawali tuturannya dengan menjelaskan bagaimana peristiwa yang diberitakan itu bisa terjadi. Lead ini lebih menonjolkan berlangsungnya dan kelanjutan dari peristiwa ketimbang jawaban terhadap pertanyaan unsurunsur 5W + 1H. 29 3. Body (Isi Berita) Biasanya isi berita akan mudah diselesaikan bila judul dan teras berita telah siap. Isi berita merupakan keseluruhan dari peristiwa yang diangkat menjadi berita. Isi berita merupakan penerusan dan penjabaran lebih lanjut isi teras berita. Penjabaran itu meliputi penjelasan tentang kelengkapan peristiwa yang diberitakan dianggap perlu. Isi berita memang tidak lepas dari kerangka 5W+1H, tapi itu tidak semua bisa dipakai seterusnya. Tentang apa yang terjadi (What) dan keterangan waktu (When) cukup hanya sekali disebut dalam lead, begitu juga keterangan tempat (Where). Sementara keterangan tokoh (Who) memang tetap disebut tapi tidak dengan menyebut nama secara lengkap. Sedangkan yang perlu dikembangkan dalam penulisan selanjutnya adalah What, Why dan How. Pertanyaan dikembangkan mengapa sampai terjadi dan bagaimana kejadiannya. Isi berita berisi pengembangan dari Why dan How. Layaknya sebuah berita, maka harus ada kutipan yang berasal dari pernyataan langsung sumber berita. Sesuai prinsip berita yang berasal dari fakta, maka pernyataan sumber berita harus ditulis secar langsung. Penulisan kutipan langsung teknisnya menggunakan tanda kutip diawal dan diakhir kalimat. Setelah tanda kutip disertai kata yang menjelaskan bahwa kalimat itu ucapan sumber berita dengan kata : katanya, ucapnya, ujarnya, jelasnya, ungkapnya dan sebagainya.30 30 Ibid. hal 100 30 Menurut Djuraid dalam ―Panduan Menulis Berita‖ macam kutipan terdiri dari 2 macam, sebagai berikut: 1. Kutipan untuk menguatkan kalimat sebelumnya Selain sebagai pelengkap, kutipan ini memberi penekanan bahwa masalah yang disampaikan sumber berita benar-benar penting. Ucapan dalam bentuk kutipan itu menunjukan bahwa masalah tersebut harus disampaikan secara langsung agar diketahui oleh pembaca. 2. Kutipan kelanjutan dari kalimat sebelumnya Kutipan ini dibuat untuk memenuhi kaidah bahwa sebuah berita langsung harus menampilkan pernyatan langsung dari sumber berita. Pembuatan kutipan ini tergantung kreatifitas penulisnya yang mampu merekam pernyataan sumber berita. Kalimat sebelumnya merupakan penjelasan terhadap situasi dan penjelasan sumber berita melalui tulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan berita. Kalimat selanjutnya adalah rangkaian dari pernyataan sebelumnhya yang dibuat melalui kalimat langsung yang dibuat dalam kutipan. 2.5 Tinjauan Bahasa Jurnalistik 2.5.1 Bahasa Jurnalistik Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia disamping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan 31 ragam bahasa literer (sastra).31 Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki ciriciri tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa. Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.32 Bahasa jurnalistik tunduk pada bahasa baku. Menurut Jus Bardudu, bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa baku digunakan dalam situasi resmi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan : misalnya, bahasa yang digunakan dalam berkhotbah, memberikan ceramah, pelajaran, berdiskusi, memimpin rapat (lisan); bahasa yang digunakan pula dalam surat menyurat resmi, menulis laporan resmi, buku, skripsi, disertasi. Demikian juga bahasa koran dan majalah, bahasa siaran televisi dan radio, haruslah baku, agar dapat dipahami oleh orang yang membaca dan mendengarnya diseluruh negeri. Kata dan kalimat dalam bahasa Jurnalistik harus efektif. 2.5.2 Karakteristik Bahasa Jurnalistik Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televise dan bahasa jurnalistik media cetak. Bahasa jurnalistik surat kabar, misalnya, kecuali harus 31 Sudaryanto. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganannya Objeknya, dan Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Dutawacana University Press. hal 23 32 Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. hal 7 32 tunduk kepada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus atau spesifik. Hal inilah yang membedakan dirinya dari bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media cetak. Persoalan bahasa sangat penting dalam dunia kerja jurnalistik, karena bahasa merupakan sarana menyampaikan informasi. Informasi tidak akan sampai ke pembaca dengan efektif jika sarana yang dipergunakan kacau. Dalam hal bahasa, persoalannya banyak kalangan yang menganggapnya sebagai hal sepele. Kesalahan ejaan masih sering dijumpai. Bahkan tak jarang terjadi kesalahan pilihan kata. Kata–kata yang tidak tepat digunakan dalam konteks yang tidak tepat pula, sehingga bisa menimbulkan salah penafsiran. Bahasa Indonesia adalah salah satu dari tiga unsur terpenting dalam praktek jurnalisme Indonesia. Kedua unsur terpenting lainnya adalah bobot isi (pesan) dan teknik penyajian atau sistematika. Bahasa Jurnalistik adalah bahasa Indonesia. Artinya bahasa jurnalistik terikat pada tatanan bahasa Indonesia yang baku. Namun pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya. Beda bahasa jurnalistik dengan ragam bahasa Indonesia lainnya adalah bahasa jurnalistik lebih sederhana, hingga pesan yang disampaikannya data diterima oleh khalayak yang lebih luas. Ini karena khalayak media massa sangat beragam. Usia dan pendidikan mereka bervariasi. Dalam menulis berita, seorang wartawan harus mengikuti karakteristik bahasa jurnalistik agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca. 33 Terdapat 17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut. Berikut penjelasannya. 1. Sederhana, berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh pembaca. 2. Singkat, berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. 3. Padat, dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. 4. Lugas, berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi. 5. Jelas, disini mengandung tiga arti : jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikatketerangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya. 6. Jernih, berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain bersifat negative seperti prasangka atau fitnah. Pers, atau lebih luas lagi media massa, dimanapun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun. 34 7. Menarik, artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca. 8. Demokratis, berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden ataukah tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung, secara sama. 9. Populis, berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan dibenak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. 10. Logis, berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. 11. Gramatikal, berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. 12. Menghindari kata tutur, ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata 35 yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Contoh kata-kata tutur : bilang, dibilangkan, bikin, dikasih tahu, kayaknya, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin. 13. Menghindari kata dan istilah asing. Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan. 14. Pilihan kata (diksi) yang tepat. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa journalist, tidak sekedar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak. 15. Mengutamakan kalimat aktif, mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Contoh : pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian bukan pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian oleh pencuri. 16. Menghindari kata atau istilah teknis. Bahasa jurnalistik harus sederhana mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah teknis. Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis 36 dalam dunia mikrobiologi, tidak akan dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca. Supaya mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung. 17. Tunduk kepada kaidah etika. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan katakata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma social budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca. Kata-kata yang menjurus pornografi, biasanya lebih banyak ditemukan pada pers kuning. 33 Berdasarkan uraian diatas, maka kaidah -kaidah atau ketentuan dalam penggunaan bahasa jurnalistik menurut Rosihan Anwar dalam buku Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi adalah : 1. Gunakan kalimat –kalimat jelas 2. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang 3. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya 4. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk 5. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif 33 Ibid. hal 13 37 6. Gunakan bahasa padat dan kuat 7. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif 8. Gunakan ekonomi kata Mengenai kalimat jelas, yang dimaksud disini adalah kalimat yang mudah dimengerti dan dipahami secara langsung oleh pembaca. Kalimat jelas terdiri dari subjek, objek, dan predikat. Salah satu cara membuat bahasa mudah dimengerti, yaitu harus berusaha menjauhi penggunaan kata -kata teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga maka harus ada penjelasan terlebih dahulu apakah arti kata -kata tersebut, juga harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Inilah prinsip dalam menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang. Tentang penggunaan bahasa sederhana, lebih melihat latar belakang khalayak media massa yaitu pembaca surat kabar yang terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap dan kebiasaan yang berbeda-beda pula. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka wartawan harus menggunakan bahasa sederhana yang jernih pengutaraannya. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Kaidah yang lain yaitu menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit–belit dan bertele-tele. Wartawan sebaiknya menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi tidak jelas. 38 Membuat berita menjadi hidup dan bergaya adalah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Dengan demikian berita akan lebih menarik untuk dibaca. Inilah mengapa kalimat aktif lebih diutamakan daripada kalimat pasif, karena dalam kalimat aktif menekankan subjek yang melakukan perbuatan. Bahasa yang padat dan kuat artinya bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal yang bersifat artifisial (bahasa yang disusun secara seni), karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Bahasa yang berbunga-bunga harus dihindarkan. Tentang penggunaan bahasa positif, suatu tulisan akan menarik jika ditulis dengan bahasa positif. Ia akan lebih hidup bila dibandingkan dengan penulisan bahasa negatif. Dengan demikian penggunaan bahas a positif pada media cetak dan kegiatan jurnalistik akan terasa netral serta isinya akan lebih berbobot. Dengan paparan bahasa jurnalistik seperti yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh jurnalis dalam menulis berita. Bahasa jurnalistik bersifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas dengan mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. 2.6 Tinjauan Tentang Pemahaman 2.6.1 Pengertian Pemahaman ―Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan‖ (KBBI, 1993: 636). Dalam hal ini pemahaman dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang diikuti hasil belajar sesuai dengan tujuan tujuan pembelajaran. (Suharsimi, 2009: 118) menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan 39 memperkirakan. Dengan pemahaman, mahasiswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep. Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa pemahaman mahasiswa muncul dari tahu, berpengetahuan yang banyak, dan mengerti benar tentang penulisan berita. 2.6.2 Tingkat Pemahaman Berdasarkan domain kognitif Bloom, pemahaman merupakan tingkatan kedua. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari .34 Aspek pemahaman merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti suatu materi. Aspek pemahaman ini menyangkut kemampuan seseorang dalam menangkap makna suatu konsep dengan kalimat sendiri. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: 35 1. Tingkat Terendah (Menerjemahkan/Translation) Kegiatan pertama dalam tingkatan pemahaman adalah kemampuan menerjemahkan. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan, diantaranya adalah: a) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain. b) Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya. 34 Ar miza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Pemantulan Cahaya. Tesis SPS UPI. 35 Sudjana, Nana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002. hal 24 40 c) 2. Terjemahan dari satu bentuk perkataan ke bentuk yang lain. Tingkat Kedua (Menafsirkan/interpretation) Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Menafsirkan merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan, diantaranya adalah: a) Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasi berbagai bacaan secara dalam dan jelas. b) Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data. c) Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial. d) Kemampuan untuk membuat batasan (kualifikasi) yang tepat ketika menafsirkan suatu data. 3. Tingkat Ketiga (Mengekstrapolasi/extrapolation) Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis pemahaman lainnya dan memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi, seperti membuat telaahan tentang kemungkinan apa yang akan berlaku. Beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi diantaranya adalah: a) Kemampuan menarik kesimpulan dan suatu pernyataan yang eksplisit. b) Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis). 41 c) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat dari kecenderungannya. d) Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dan suatu bentuk komunikasi yang digambarkan. e) Kemampuan menjadi peka terhadap faktor-faktor yang dapat membuat prediksi tidak akurat. f) Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. 2.7 Teori Model Kemungkinan Elaborasi Model kemungkinan elaborasi (Elaboration Likehood Model) yang termasuk dalam perubahan sikap yang terjadi dalam diri seseorang ini dikembangkan oleh ahli psiokologi sosial Richard Petty dan John Cacioppo yang telah menjadi teori persuasi paling populer dewasa ini. Pada tahap awal kedua ahli tersebut hanya ingin melakukan riset atau pengujian tentang persuasi dengan konsep pesan yang memiliki argumentasi yang lengkap atau berdasarkan kredibilitas sumber pengirim pesan. Selain membandingkan mereka juga menemukan pola kognisi penerimaan pesan dalam proses terpersuasi atau kemungkinan elaborasi tergantung pada cara sesorang memproses pesan. Terdapat dua cara yang dikenal dengan istilah rute sentral (central route) merupakan elaborasi atau pemikiran kritis. Dalam hal ini 42 seseorang dalam mengolah pesan akan stimulus suatu informasi akan mendikursuskan terlebih dahulu dalam aktivitas mentalnya, memilih, melakukan imajiner dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari informasi tersebut. Sehingga elaborasi atau pemikiran kritis terjadi pada rute sentral, dimana seseorang secara aktif memikirkan dan memboboti informasi sesuai dengan pengetahuannya. Selanjutnya rute periferal (periferal route) kecendurungan kognitif dimana penerimaan/penolakan suatu pesan lebih ditekankan pada kredibilitas pengirim informasi, reaksi lingkungan, atau terpengaruh oleh faktorfaktor lain di luar argumentasi (atribusi eksternal). Sehingga non elaborasi atau kurangnya pemikiran kritis terjadi pada rute peripheral.36 Gambar 1 berikut lebih memahami proses bagaimana sesorang mengolah informasi yang diterima melalui rute sentral dan rute periferal : Peripheral Route (message Elaboration) Central Route (message Elaboration) High Mental Effort Low Persuasive Communication? Personal Relevance Motivated to Prosess? Personal N Ye Relevance o s Able to Prosess Free form N Peripheral Distraction o Cues? Ye Speaker s Type of Credibility Cognitive N Ye Prosess Neutral Faverable o s Argument UNfaverab Case Case Quality le Case Weak Attitude No Change of Strong Strong Change Attitude Positive Negative Gambar 1 : Proses Kemungkinan Elborasi 36 Bahfiarti, Tuti. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makasar: Universitas Hasanudin. Hal.62-64 43 Sebuah gagasan penting tentang pengoperasian proses persuasi adalah bahwa proses sentral dan perifer dapat terjadi dan bersama-sama mempengaruhi penilaian, sementara dampak relatif tergantung pada elaborasi kemungkinan. ELM juga menyatakan bahwa konsekuensi kekuatan bisa mandiri. Misalnya, ketekunan temporal dan sikap ketahanan untuk menyerang konsekuensi konseptual ortogonal. Perubahan sikap tersebut dapat diterangkan melalui teori Elaboration Likelihood Model(ELM) atau Model Kemungkinan Elaborasi yang dikemukakan oleh Petty dan Cacioppo. Menurut mereka sewaktu individu dihadapkan pada pesan persuasif, ia akan memikirkan pesan itu, memikirkan argumentasi apa yang terkandung didalamnya dan argumentasi apa yang tidak. Pemikiran-pemikiran inilah yang membawa kepada penerimaan atau penolakan pesan yang disampaikan, bukan pesan elaborasi adalah cara berfikir itu yang sendiri. Dengan kata lain, relevan dengan pesan selama pemerosesan. 2.8 Kerangka Konsep Dalam penulisan berita dimedia cetak, mahasiswa haruslah sudah memahami segala jenis berita, teknik penulisan berita, dan penerapan kaidah bahasa jurnalistik guna mengurangi kesalahan dalam penulisan berita yang biasa dilakukan oleh wartawan sebelumnya. Demi mengurangi terjadinya kesalahan penulisan berita tersebut, peneliti melakukan penilitian tingkat pemahaman mahasiswa jurnalisitik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa aktif perkuliahan semester ganjil tahun ajaran 2013-2014 tentang penulisan berita yang didapat dari bangku perkuliahan. Mahasiswa jurnalistik merupakan generasi penerus dari 44 wartawan-wartawan senior. Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara peraturan dan pelaksanaan, antara rencana dan pelaksanaan.37 Tingkat pemahaman mahasiswa tentang penulisan berita di media cetak bisa berbeda satu dengan yang lainnya, mengenai jenis berita, teknik penulisan berita, dan penerapan kaidah bahasa jurnalistik. Untuk menyederhanakannya, peneliti mencoba kerangka konsep sebagai berikut: Teori Kemungkinan Elaborasi Rute Sentral Pemahaman Mahasiswa tentang Penulisan Berita didapat dari Perkuliahan Rute Periferal Pemahaman Mahasiswa Tentang Penulisan Berita didapat dari pengalaman Penulisan Berita di Media Cetak Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik tentang Penulisan Berita Gambar 2 : Kerangka Konsep 37 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. hal 32 45 2.9 Operasional Variabel Kuesioner disusun berdasarkan tabel operasionalisasi konsep sebagai berikut: Tabel 2.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan Berita di Media Cetak Dimensi Kemampuan menangkap pengertianpengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikan -nya Indikator 1. Pemahaman Tentang Jenis Berita 2. Pemahaman Tentang Unsur Berita 3. Pemahaman Tentang Konstruksi Berita 4. Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik Alat Ukur Skala Straight News Ordinal Depth News Investigation News Interpretative News Opinion News What Who When Where Whty How Headline(Judul) Lead (Teras) Body (Isi) kalimat –kalimat jelas bahasa biasa yang mudah dipahami orang bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya bahasa tanpa kalimat majemuk bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif bahasa padat dan kuat bahasa positif, bukan bahasa negatif ekonomi kata 46 2.10 Penelitian Sebelumnya Terdapat penelitian lain yang dianggap relevan dan ada keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian berjudul ―Pemahaman Idealisme dalam Profesi Wartawan (Studi pada Wartawan di Banten)‖ yang dilakukan Ririn Muthia Rislaesa. Ia merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Untirta angkatan 2007 yang melakukan studi kasus pada wartawan lokal di Banten pada tahun 2012. Penelitian ini dilatar belakangi oleh anggapan mengenai wartawan yang dijuluki sebagai kepanjangan tangan dan penyambung lidah rakyat. Pendapat setiap orang mengenai profesi wartawan tentu berbeda, begitu pula pendapat wartawan mengenai profesinya dan bagaimana ia memaknai idealisme dalam profesinya. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan pendapat atau paham yang telah ada dalam pikiran wartawan di Banten mengenai idealisme wartawan. Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana peneliti menggambarkan secara detail mengenai segala data dan informasi yang diperoleh. Persamaan dalam penelitian ini ialah adanya kesamaan penelitian yang membahas tentang pemahaman. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul ―Persepsi Mahasiswa Tentang Tingkat Akurasi Pemberitaan Media Online ―Detik.com‖ (studi Survei Mahasiswa Reguler FISIP Untirta)‖, dilakukan oleh Dani Prayudhi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Objek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu 47 Politik angkatan 2007 dan 2008 sebanyak 54 orang. Dengan menggunakan sampling jenuh . Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara tak berstruktur yang dilakukan secara random kepada responden. Analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, deksripsi tabel hasil, dan penghitungan tingkat akurasi. Dani Prayudhi melihat bahwa detikcom salah satu media online yang banyak dikunjungi dan selalu mengedepankan sisi aktualitas. Aktualisasi dan akurasi haruslah berjalan seimbang dalam sebuah media, terlebih media online seperti detikcom. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fakta-fakta yang dihadirkan detikcom, melihat sisi keberimbangan, dan mengukur seberapa besar tingkat akurasi yang dimiliki detikcom. Penelitian yang dilakukan oleh Dani Prayudhi menyimpulkan bahwa detikcom merupakan media online yang memperhatikan akurasi dalam tiap isi beritanya selain aktualitas yang memang sudah ciri mutlak media online. Persamaan dalam penelitian ini ialah adanya kesamaan objek penelitian dan membahas tentang berita. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul ―Persepsi Wartawan Hukum dan Kriminal Tentang Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 5 KEWI‖ pada tahun 2010 diteliti oleh Resgana Fitra Kumara, mahasiswa program studi ilmu komunikasi Untirta angkatan 2006. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi wartawan peliput Polda Metro Jaya yang memiliki job desk hukum dan kriminal tentang penerapan Pasal 5 KEWI yang telah disahkan oleh Dewan Pers 14 Maret 48 2006. Tujuannya yakni ingin menjelaskan tingkat pengetahuan, perhatian, dan penafsiran wartawan hukum dan kriminal tentang penerapan Pasal 5 KEWI. Penelitian ini bersifat deskriptif, yatu penelitian yang hanya menggambarkan situasi, peristiwa atau fenomena yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu terhadap 75 wartawan yang resmi terdaftar pada Humas Polda Metro Jaya, yang menggunakan total sampling. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Disonansi Kognitif dari Leon Festinger. Init dari teori ini adalah adanya ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri sendiri. Menurut hasil penelitian Resgana Fitra Kumara, tingkat persepsi wartawan hukum dan kriminal tentang penerapan Pasal 5 KEWI yang dipersepsikan sangat tinggi (86,6%) pada tahap pengetahuan, kemudian tinggi (70,2%) pada tahap perhatian, dan tinggi (80,6%) pada tahap penafsiran. Persamaan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan dan metode survei yang menggunakan total sampling. Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang berjudul ―Pemahaman Wartawan Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Fenomenologi Pemahaman Wartawan Waspada Online Tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia)‖. Penelitian ini dilakukan oleh Irwan Sitinjak mahasiswa Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang sejauhmana pemahaman wartawan terhadap KEJ dan bagaimana para wartawan mengaplikasikan landasan profesi mereka. Informan dalam penelitian ini adalah wartawan Waspada Online. 49 Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang memiliki paradigma konstruktivisme dimana dalam metode tersebut digunakan empat fase, yaitu fase epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi, dan sintesis makna dan esensi. Keempat proses tersebut dijadikan peneliti untuk merekam kondisi di lapangan atau pada saat penelitian. Lewat proses tersebut dapat diketahui bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta bagaimana wartawan Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Wartawan Waspada Online memiliki motivasi yang berbeda-beda berprofesi sebagai seorang jurnalis. Namun, mereka mempunyai kesamaan pemahaman tentang tugas seorang jurnalis yaitu mencari, mengumpulkan informasi, dan menjadikannya sebagai sebuah berita yang sesuai dengan fakta tanpa adanya opini. 2. Sebagian besar wartawan Waspada Online hanya memahami Kode Etik Jurnalistik sebatas teori saja tanpa pelaksanaan yang benar. Berdasarkan track record mereka yang cukup lama sebagai jurnalis, para wartawan secara teori paham setiap isi yang terdapat dalam 11 pasal KEJ, namun realisasinya berbanding terbalik dengan pemahaman tersebut. 3. Masih banyak wartawan Waspada Online yang melumrahkan penerimaan materi baik dalam bentuk uang maupun benda yang diberikan oleh nara sumber mereka. Kebanyakan alasan mereka menerima adalah sebagai ongkos liputan dan ada juga yang mengatakan 50 51 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Kesesuaian dan ketepatan data sangat dipengaruhi oleh metode yang dipakai oleh peneliti sehingga peneliti harus mampu menemukan metode penelitian apa yang tepat dalam penelitiannya. Tujuan dari metode penelitian adalah dapat membantu peneliti dalam menghasilkan penelitian yang objektif dan dapat dipertanggung-jawabkan berdasarkan atas data yang diperoleh.38 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel-variabel lainnya.39 Dalam penelitian mengenai ―Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan Berita di Media Cetak‖ menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang menggunakan angka-angka yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kata-kata/kalimat. 3.2 Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatam itu menjadi sistematis dan 38 39 Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta. hal.2 Ibid. hal.147 51 52 dipermudah olehnya. Instrumen riset merupakan sarana yang bisa diwujudkan dalam bentuk benda, seperti angket (kuesioner).40 Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Disebut juga angket. Kuesioner bisa dikirim melalui pos atau peneliti mendatangi secara langsung responden. Bisa diisi saat periset datang sehingga pengisiannya didampingi periset, bahkan peneliti bisa bertindak sebagai pembaca pertanyaan dan responden tinggal menjawab berdasarkan jawaban yang disediakan. Kuesioner bisa diisi responden tanpa bantuan atau kehadiran periset, kemudian hasilnya bisa dikirim atau diambil sendiri oleh periset.41 Peneliti akan menggunakan metode survei dan mengaplikasikannya dalam kuesioner yang akan disebarkan pada sampel-sampel yang sudah ditentukan. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan dalam 4 indikator. Keempat indikator tersebut dipecah kembali menjadi beberapa pernyataan pada setiap indikator. a. Pemahaman Tentang Jenis Berita b. Pemahaman Tentang Unsur Berita c. Pemahaman Tentang Konstruksi Berita d. Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik Kategori diatas akan dikembangkan sebagai indikator yang akan dijadikan butir-butir pertanyaan dan pernyataan sebagai standar-standar penilaian. 40 Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 92 41 Ibid. hal 93 53 Proses pengumpulan datanya, adalah sebagai berikut : 1. Kuesioner (angket) Salah satu proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner (angket), karena metode penelitian ini sendiri yang menggunakan metode survei. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.42 Penyusun mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuesioner mengenai tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita di media cetak dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan berdasarkan skala sebagai berikut : 1. Nilai Skor 5 berarti Sangat Tepat (ST) 2. Nilai Skor 4 berarti Tepat (T) 3. Nilai Skor 3 berarti Cukup Tepat (CT) 4. Nilai Skor 2 berarti Tidak Tepat (TT) 5. Nilai Skor 1 berarti Sangat Tidak Tepat (STT) 2. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan,gambar, atau karya-karya monumenter dari seseorang. 43 Dokumen dari penelitan ini adalah berita yang peneliti dapatkan dari media cetak yang dipilih secara Random untuk menjadi bahan pertanyaan pada 42 43 Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta. hal 142 Ibid. hal 240 54 kuesioner. Pemilihan berita dilakukan peneliti berdasarkan penulisan berita yang sesuai kaidah-kaidah jurnalistik. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tetentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.44 Populasi (kumpulan obyek riset) bisa berupa orang, organisasi, kata-kata, dan kalimat simbol-simbol non verbal, surat kabar, radio, televisi, iklan dan lainnya. Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi reponden adalah mahasiswa ilmu komunikasi konsentrasi jurnalistik aktif perkuliahan semester ganjil tahun 2013 yang telah mengambil mata kuliah Penulisan Berita. Mahasiswa yang menjadi populasi mulai dari angkatan 2008 sampai dengan 2011. Tabel 3.1 Rekapitulasi Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsetrasi Jurnalistik Tahun 2013 Angkatan Jumlah 2008 11 2009 32 2010 34 2011 34 Jumlah 111 Sumber: siakad-untirta.ac.id/ diakses pada Desember 2013 44 Ibid. hal 80 55 3.3.2 Sampel David Nachmias dan Vhava Nachmias dalam Bulaeng (2004:156) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari populasi yang karakteristiknya tidak berbeda dengan karakteristik populasi. Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenernya dalam penelitian, dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini, karena sampel sudah diketahui secara pasti dan menetap, maka sampelnya bersifat statufied random sampling. Probality Sampling, merupakan teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi seluruh anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.45 Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Propornate Random Sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan apabila sifat atau unsur dalam populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional.46 Populasi yang berjumlah lebih dari 100 orang memungkinkan peneliti melakukan penarikan sampel menggunakan rumus Yamane dengan tingkat signifikansi 10%. Berikut ini adalah perhitungan dengan menggunakan rumus Yamane: N n= Nd2 + 1 Keterangan: N= ukuran populasi d= kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir 10%, kemudian d ini dikuadratkan. 45 46 Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.67 Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal.68 56 Berdasarkan rumus tersebut, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut: 111 n= 111(0,1)2 + 1 = 52,61 = 52 3.4 Teknik Sampling Staratified random sampling adalah bentuk sampling random yang populasi atau elemen populasinya dibagi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata. Proses pengerjaannya adalah sebagai berikut: 1. Membagi populasi menjadi beberapa stratum 2. Mengambil sebuah sampel random dari setiap stratum. 3. Menggabungkan hasil dari pengambilan sampel tiap stratum, menjadi satu sampel yang diperlukan. Untuk Mengalokasikan sampel digunakan rumus sebagai berikut: Ni= Ni x n N Keterangan : Ni : Ukuran tiap strata sampel Ni : Ukuran tiap strata populasi n : Ukuran total sampel N : Ukuran total populasi 57 Berikut ini adalah teknik penarikan sampel dengan proportonate random sampling : Tabel 3.2 Penarikan Sampel Dengan Proportonate Random Sampling Angkatan Jumlah Populasi Sampel 11 x 52 2008 11 111 = 5,15 32 x 52 2009 32 111 = 15,13 34 x 52 2010 34 111 = 15,93 34 x 52 2011 34 111 = 15,93 Jumlah Sampel Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti 3.5 5 15 16 16 52 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Salah satu instrumen dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner). Sebuah instrumen memiliki kriteria yang baik apabila setelah uji validitas dan uji reliabilitas. Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauhmana instrumen (misalnya kuesioner) akan mengukur apa yang ingin diukur.47 Data yang digunakan dalam uji validitas dan relibilitas ini adalah skala ordinal. Tingkat ukuran ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial terutama untuk mengukur kepentingan, sikap, atau presepsi.48 47 Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 141 48 Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal 102 58 Dalam uji validitas peneliti menggunakan program aplikasi statistik SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16 dengan teknik korelasi. Teknik korelasi adalah teknik mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan skor total. Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik Tabel korelasi nilai – r.49 Karena penilitian ini menggunakan skala ordinal, maka teknik untuk menguji validitas yang dipakai adalah dengan koefisien korelasi Rank Spearmen. Penghitungan korelasi Rank Spearmen banyak digunakan untuk mengukur data ordinal. Jika ditemukan t hitung ≥ t table maka alat tersebut valid.50 Langkah pertama adalah melakukan uji coba skala pengukuran tersebut pada sejumlah responden. Dalam uji validitas dan reliabilitas, peneliti menyebar angket kepada 30 responden. Responden diminta untuk menyatakan jawabanya sesuai dengan pilihan jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda X atau √. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba minimal 30 orang.51 Langkah kedua ialah menentukan besarnya nilai table r dengan ketentuan df = jumlah responden – 2 atau 30 – 2 = 28 dengan tingkat signifikansi 5 % angkanya adalah 0,361. Jika nilai korelasi item (r) > 0,361 maka dinyatakan valid. Langkah ketiga adalah dengan menghitung r kuesioner untuk setiap butir pertanyaan. Hasil perhitungan tabel corrected item-total correlation yang terlihat pada tabel 3.1, jika dibandingkan dengan angka r tabel sebesar 0,361 maka semua pernyataan pada kuesioner dinyatakan valid. 49 Ibid.hal 140 Santoso, Singih. 2007. Menguasai Statistik dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo.hal 232 51 Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal 137 50 59 Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Item-Total Statistics Corrected Item – Total Correlatioan q1 Keterangan ** Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .529 .003 30 ** .529 .003 30 ** .639 .000 30 * .460 .011 30 .414* .023 30 .410* .025 30 .424* .020 30 .461* .010 30 .419* .021 30 .545** .002 30 .483** .007 30 .695** .000 30 Valid Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .592** .001 30 .625** .000 30 .668** .000 30 .552** .002 30 ** .484 .007 30 .570** .001 30 Valid Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .583** .001 30 q20 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .753** .000 30 Valid q21 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .628** .000 30 Valid q22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N .640** .000 30 Valid q2 q3 q4 q5 q6 q7 q8 q9 q10 q11 q12 q13 q14 q15 q16 q17 q18 q19 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 60 Setelah menguji validitas selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas. Guna menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliable.52 Dalam pengukuran reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS 16.0. adapun hasil dari uji reliabilitas sebagai berikut: Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Case Processing Summary N Cases Valid Excludeda Total % 30 100.0 0 .0 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .890 N of Items 22 Hasil uji Reliabilitas yang telah dilakukan peneliti adalah Alpha Cronbach 0.890. Jika nilai Alpha Cronbach ≥0,8 maka butir-butir pernyataan sudah reliabel. 52 Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.hal 140 61 Peneliti memiliki 22 pernyataan karena reliabilitas sudah valid semua maka peneliti menguji semua pernyataan. 3.6 Analisis Data Analisis data merupakan proses analisis suatu data yang telah peneliti dapatkan dari lapangan, yang selanjutnya akan disusun kembali ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan. Dalam proses ini sering kali digunakan statistik.53 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitif. Jenis riset ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, akurat tentang fakta-fakta populasi atau objek tertentu.54 Dalam analisis deskriptif ini perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat presentase skor jawaban dari masing – masing variabel dengan rumus sebagai berikut : %= X 100% Keterangan : n = skor empirik (skor yang diperoleh) N = jumlah seluruh skor atau nilai (skor ideal) Perhitungan deskriptif presentase ini mempunyai langkah – langkah sebagai berikut : 53 Ibid.hal 263 Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 67 54 62 1. Menentukan presentase maksimal X 100% X 100% = 100% 2. Menentukan angka presentase minimal X 100% X 100% = 20% 3. Menentukan interval kelas presentase, diperoleh dari pembagian criteria terhadap rentang presentase (100% - 20% = 80%), maka didapat 80% : 5 = 16%. Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh (dalam %) dengan analisis deskriptif presentase diperoleh sebagai berikut : Tabel 3.5 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase Persentase Kriteria No 1 16% - 32% Sangat Rendah 2 33% - 49% Rendah 3 50% - 66% Cukup 4 67% - 83% Tinggi 5 84% - 100% Sangat Tinggi Sumber: Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Hal 138 63 3.7 Tempat dan Waktu Dalam penilitian yang berjudul ―Tingkat Pemahaman Mahasiswa Jurnalistik Tentang Penulisan Berita Di Media Cetak‖, akan dilakukan lingkungan kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di jalan Raya Jakarta Km.4 gedung D Kota Serang, Banten. Adapun waktu penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 3.6 Jadwal Penelitian No 1 2 3 4 5 Kegiatan Penyusunan Proposal Prariset Bimbingan Riset Hasil April Mei Juni - September 1 2 3 4 1 2 3 4 1 x x x x x X x x x x X 2 3 4 1 x x x x x Oktober – Desember 2 3 4 x x x x Januari Februari X X x x x x 64 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) merupakan jurusan yang telah terakreditasi. Keberadaannya bersamaan dengan pendirian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pasca perubahan status menjadi Universitas Negeri pada tahun 2001. Izin operasional Jurusan ini diperoleh melalui SK Dirjen Dikti No. 1179/D/T/2003 tanggal 10 Juni 2003 dan perpanjangan izin studi pada tahun 2007. Re-akreditasi telah dilaksanakan pada tahun ini yakni di tahun 2013. Saat ini Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Untirta memiliki tiga konsentrasi yakni: Humas, Jurnalistik dan Marketing Komunikasi. Selama 10 tahun perjalannnya, Prodi Ilmu Komunikasi melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui (1) Kegiatan Akademik, Pengembangan dan Penyesuaian Kurikulum, Penempatan Mahasiswa Job Training, Penugasan Tugas Akhir Mahasiswa sesuai Payung Penelitian Prodi (2) Pengembangan Kompetensi Kelembagaan melalui Audit Kinerja, Penjamin Mutu dan Gugus Dosen (3) Penyelenggaraan Kegiatan Penunjang Akademik melalui kegiatan Seminar Nasional, Seminar Internasional, Workshop, Diskusi Internal dan Penerbitan Jurnal secara berkala (4) Penelitian dan Pengabdian baik yang dilakukan secara personal maupun secara kelembagaan. Untuk mendukung kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Prodi Ilmu Komunikasi memiliki 25 dosen tetap, satu Guru Besar di bidang Komunikasi 64 65 Lintas Budaya, dan delapan dosen yang sedang menempuh pendidikan S3 dan dirancang untuk menyelsaikan studi pada tahun 2015. Kompetensi dosen yang dimiliki sangat bervariatif diantaranya Ilmu Kehumasan, Komunikasi Organisasi dan Media, Jurnalistik, Fotografi, Film, Radio, Periklanan, Marketing Komunikasi, Public Speaking, dan lain-lain. Diantaranya terdapat 12 dosen pengajar untuk Konsentrasi Jurnalistik dan telah menempuh pendidikan S2. Jumlah mahasiswa aktif Prodi Ilmu Komunikasi sampai 2013 berjumlah 740 mahasiswa. Sedangkan jumlah lulusan sampai tahun 2013 berjumlah 462. Dengan jumlah mahasiswa aktif konsetrasi jurnalistik sebanyak 111 mahasiswa dan jumlah mahasiswa aktif konsentrasi humas 629 mahasiswa.55 Dalam mengaplikasikan kemampuan mahasiswa tentang Ilmu Jurnalistik dan menunjang penyelenggaraan akademik mahasiswa kosentrasi jurnalistik, Prodi Ilmu Komunikasi membuat program Job Training mahasiswa didasari pada kepeminatan dan kebutuhan stakeholder serta kompetensi yang dimiliki mahasiswa, sehingga ketika selesai Job Training mahasiswa sudah diserap oleh institusi tersebut dan menjadi pengalaman untuk mahasiswa di dunia kerja. Dan mendatangkan dosen tamu yang berkompeten dan berpengalaman di bidang Ilmu Jurnalistik guna memberi pemahaman lebih untuk mahasiswa didapat dari dosen pengajar yang ada. 55 www.siakad-untirta.ac.id/ diakses pada Desember 2013 66 4.2 Hasil Penelitian Pada sub bab ini dibahas mengenai analisis dan interpretasi data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner. Terdiri dari pembahasan mengenai proses penyebaran kuesioner, analisis univariate yang menyajikan identitas responden, dan hasil jawaban tiap item pernyataan kuesioner berdasarkan analisis tabel distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk menjawab permasalahan penelitian berdasarkan metode-metode yang telah dibahas pada bab sebelumnya. 4.2.1 Deskripsi Data Responden Sesuai dengan penetapan sampel, maka penulis menyebarkan kuesioner kepada 52 responden dari mahasiswa Jurnalistik Ilmu komunikasi Untirta. Dari penyebaran kuesioner yang dilakukan tidak ada satupun kuesioner yang dikembalikan maupun tidak diisi oleh responden sehingga jumlah kuesioner yang dapat dianalisis adalah 52 kuesioner. Jumlah penyebaran dan pengumpulan kuesioner serta jumlah jawaban kuesioner yang diolah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Distribusi kuesioner dan Pengumpulan data Uraian Jumlah Sampel terpilih 52 Jumlah kuesioner yang disebar 52 Jumlah kuesioner yang dikembalikan (terkumpul) 52 Pengisian tidak lengkap Jumlah Kuesioner yang diolah Persentase 0 52 100% Sumber: Hasil Penyebaran Kuesioner 67 4.2.1.1 Jenis Kelamin Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai jenis kelamin responden. Valid Pria Wanita Total Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden valid Frekuensi persen persen 33 63,5 63,5 19 36,5 36,5 52 100,0 100,0 Kumulatif Persen 63,5 100,0 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.1 Jenis Kelamin Responden 40 30 20 Pria 10 Wanita 0 Jenis Kelamin Sumber : Hasil Penelitian Dari tabel 4.1, dapat dilihat jumlah responden pria sebanyak 33 orang atau 63,5%, sedangkan responden wanita sebanyak 19 orang atau 36,5%. Sebanyak 52 orang yang dijadikan sampel 100% berpartisipasi dalam penelitian ini. Banyaknya mayoritas pria yang menjadi responden dalam penelitian ini bukan karena mengandung alasan apapun hanya pada persoalan bahwa dalam penyebaran angket penelitian, peneliti lebih banyak menemukan responden pria dibandingkan wanita. 68 4.2.1.2 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai intensitasi membaca berita di media cetak responden. Tabel 4.3 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak frekuensi Valid Setiap hari 1 kali seminggu 2 kali seminggu 3 kali seminggu Total 9 23 11 9 52 persen 17,3 44,2 21,2 17,3 100,0 valid persen 17,3 44,2 21,2 17,3 100,0 kumulatif persen 17,3 61,5 82,7 100,0 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.2 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak 25 Setiap hari 20 15 1 Kali Seminggu 10 5 0 Intensitas Membaca Berita di Media Cetak 2 Kali Seminggu Dari tabel 4.2, dapat dilihat sebanyak 9 orang atau 17,3% menjawab setiap hari membaca berita di media cetak, 23 orang atau 44,2% menjawab 1 kali dalam seminggu membaca berita di media cetak, 11 orang atau 21,2% menjawab 2 kali dalam seminggu membaca berita di media cetak, dan 9 orang menjawab 3 kali dalam seminggu membaca berita di media cetak. 69 Tabel presentase menunjukan intensitas atau minat baca berita di media cetak masih rendah dengan banyaknya responden menjawab hanya 1 kali dalam seminggu membaca berita di media cetak (43,2%). Rendahnya minat baca mahasiswa Jurnalitisk Ilmu Komunikasi Untirta dikarenakan adanya konvergensi media yaitu terpusatnya media-media konvensional kedalam media digital. Konvergesnsi terjadi karena kelemahan media cetak yang sulit mengantisipasi tuntutan akan informasi baru. Hal ini ditegaskan oleh Jacob Oetama dalam bukunya menyebutkan bahwa, ―Teknologi informasi (internet) mempengaruhi industri penerbitan pers, hampir-hampir secara radikal. Proses informasi lewat internet berlangsung lewat information brokers (perantara), tidak lewat penerbit. Penerbit media cetak bekerja lewat jalur linier yang searah. Kelemahan proses linier adalah sulit mengantisipasi tuntutan akan informasi baru.‖56 Bisnis-Jabar.com ikut menegaskan bahwa dalam 5-10 tahun, media cetak akan ditinggal. Proses digitalisasi yang digadang-gadangkan di dunia global tidak lantas menggerus posisi media cetak di Indonesia. Namun, dalam 5-10 tahun ke depan media cetak akan ditinggal untuk menuju media digital.57 56 Oetama, Jacob.2001. Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Hal.361 57 http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/bisnis-media-dalam-5-10-tahun-media-cetak-akanditinggal. Diakses 20-11-2013 70 4.2.1.3 Media Cetak yang Dibaca Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai media cetak yang dibaca responden. Tabel 4.4 Media Cetak yang Dibaca Valid Frekuensi persen Koran 31 59,6 Majalah 14 26,9 Tabloid 7 13,5 Total 52 100,0 valid persen 59,6 26,9 13,5 100,0 kumulatif persen 59,6 86,5 100,0 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.3 Media Cetak yang Dibaca 40 30 Koran 20 10 Majalah 0 Tabloid Media Cetak yang Dibaca Dari tabel 4.3, dapat terlihat lebih dari setengahnya 59,6% jumlah responden yaitu 31 orang membaca berita di koran. Sebanyak 14 orang atau 26,9% membaca berita di majalah dan 7 orang atau 13,5% membaca berita di tabloid. Membaca berita dari koran di kalangan mahasiswa jurnalistik cukup besar dibandingkan dengan membaca berita dari majalah dan tabloid. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor keunggulan koran dapat diperoleh dengan mudah dan harga yang terjangkau oleh mahasiswa jurnalistik dan menjadi bahan perkuliahan di mata kuliah Penulisan Berita. 71 4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Pernyataan 4.2.2.1 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang jenis berita straight news. Valid Tabel 4.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News kumulatif Frekuensi persen valid persen persen 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 10 19,2 19,2 19,2 4 19 36,5 36,5 55,8 5 23 44,2 44,2 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 4,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.4 Pemahaman Tentang Jenis Berita Straight News 25 Sangat Tepat 20 Tepat 15 Cukup Tepat 10 Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 1 Sumber : Hasil Penelitian Berdasarkan data tabel 4.5 dapat diambil penjelasan bahwa responden telah memiliki pemahaman Sangat Tinggi terkait dengan straight news sebagai berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Hal ini dapat dilihat dari total jawaban responden yang mayoritas menjawab Sangat Tepat dengan nilai 72 44,2% dan dengan nilai mean 4,3 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang jenis berita straight news. Mayoritas responden menjawab sanagat tepat, karena meteri yang diberikan dalam perkuliahan dapat dipahami baik seacara teori dan pratiknya. Pemahaman responden tentang jenis berita straight news ini dipengaruhi oleh seringnya jenis berita ini menjadi contoh bahan ajaran mata kuliah Teknik Penulisan Berita. Menurut Abdul Muiz, mahasiswa sekarang harus memiliki pemahaman yang tepat bahwa belajar tidak hanya di bangku perkuliahan, namun di semua tempat termasuk diskusi di luar kelas.58 Dan berita jenis berita ini hampir selalu disajikan di media cetak. Umumnya koran harian, secara tradisional biasanya sebuah laporan ditulis dengan primaida terbalik. Laporan ini lebih banyak digunakan untuk penulisan straight news atau hard news.59 Sehingga responden mampu memahami jenis berita Straight News dengan sangat baik. 4.2.2.2 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang jenis berita depth news. 58 Karni. Asrori S. 2009. Etos Studi Kaam Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam. Bandung: Mizan Pustaka.hal. 326 59 Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada.hal.34 73 Valid Tabel 4.6 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News valid kumulatif Frekuensi persen persen persen 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 3 8 15,4 15,4 15,4 4 25 48,1 48,1 63,5 5 19 36,5 36,5 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 4,2 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Depth News 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Tepat Tepat Cukup Tepat Pernyataan 2 Sumber : Hasil Penelitian Dari hasil uraian tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan Depth News sebagai berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan. Hal ini dapat diketahui dari nilai hasil hitung kuesioner dimana repsonden yang menjawab Tepat sebanyak 48.1% dan dengan nilai mean 4,2 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang jenis berita Depth News. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan di perkuliahan dapat dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya harus lebih mendalam daripada straight news. Hal tersebut disebabkan, Depth News memiliki 74 karakteristik berita mendalam yang membutuhkan waktu banyak untuk dapat dipahami oleh responden. Dalam materi perkuliahan pun jenis berita ini memiliki mata kuliah tersendiri untuk membahasnya. Mayoritas responden hanya mendapatkan pengertian tentang jenis berita ini dalam mata kuliah Penulisan Berita dan tidak mempratekkan menulis berita ini. Seperti yang dinyatakan oleh Tom E. Rolnicki bahwa investigation news berbeda dengan liputan berita biasa, liputan mendalam biasanya memerlukan lebih banyak waktu untuk melakukan riset berbagai bentuk, mulai dari wawancara dengan warga atau sesama mahasiswa, guru dan sebagainya hingga ke studi pustaka melalui perpustakaan atau internet.60 4.2.2.3 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News. Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang jenis berita Investigation News. Tabel 4.7 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 0 0,0 0,0 0,0 2 1 1,9 1,9 1,9 3 15 28,8 28,9 30,8 4 18 34,6 34,6 65,4 5 18 34,6 34,6 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 60 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.154 75 Grafik 4.6 Pemahaman Tentang Jenis Berita Investigation News 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Pernyataan 3 Sangat Tidak Tepat Sumber : Hasil Penelitian Mengacu kepada data tabel 4.7 dapat di peroleh penjelasan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi tentang Investigation News sebagai berita yang mendalam dikarenakan laporan yang hendak diberitakannya tersebut memiliki berita yang berat. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban responden yaitu Tepat dan Sangat Tepat dengan nilai 34,6% dan dengan nilai mean 4 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang jenis berita Investigation News. Mayoritas responden menjawab sangat tepat dan tepat, karena materi yang didapatkan dalam perkuliahan cukup dipahami secara teori, meskipun dalam pratiknya harus memahami jenis berita investigation news. Sama halnya jenis berita Depth News pemahaman tentang jenis berita ini memiliki mata kuliah sendiri agar lebih jelas dipahami materinya dalam waktu lama dan tidak hanya dalam 1 mata kuliah Penulisan Berita saja. Berdasarkan pendapat Nurudin tentang Invetigation News, seorang wartawan menulis berita dengan cara bagaimana dia mengendus pemberitaan, mencari narasumber yang sulit dilacak, melakukan wawancara secara mendalam, mencari data relevan untuk mendukung laporan dan 76 lain-lain.61 Sehingga terjadi penurunan nilai mean pada pemahaman tentang jenis berita ini. 4.2.2.4 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang jenis berita interpretative news Tabel 4.8 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 1 1,9 1,9 1,9 2 3 5,8 5,8 7,7 3 13 25,0 25,0 32,7 4 23 44,2 44,2 76,9 5 12 23,1 23,1 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,8 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.7 Pemahaman Tentang Jenis Berita Interpretative News 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Sangat Tidak Tepat Pernyataan 4 Sumber : Hasil Penelitian 61 Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada. hal.173 77 Data tabel 4.8 dapat diambil kesimpulan bahwa responden dalam hal ini mahasiswa jurnalistik Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki Pemahaman yang Tinggi tentang Interpretative News sebagai berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulis dengan nilai jawaban Tepat sebanyak 44,2% dan dengan nilai mean 3,8 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang jenis berita. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan dalam perkuliahan dapat dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya harus lebih mengembangkan laporan dari suatu berita. Penulisan jenis berita interpretative news ini, seorang wartawan tidak boleh memihak seseorang, organisasi atau salah satu pihak yang bertikai guna menjaga nilai faktual berita. Hal ini dipertegas oleh Nurudin, mengatakan bahwa wartawan tidak boleh memihak salah satu pihak yang bertikai. Seharusnya, ia justru perlu memberikan sebuah prespektif baru berkaitan dengan konflik yang terjadi.62 Dari pernyataan tersebut, responden harus mampu membedakan jenis berita pendapat atau opini sendiri dengan jenis berita pendapat sesuai fakta yang ada. Dan perlu dipahami lebih oleh responden tentang jenis berita interpretative news ini, agar tidak merusak nilai faktual dalam suatu berita. 4.2.2.5 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang jenis berita Opinion News. 62 Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. J akarta: Raja Grapindo Persada. hal.83 78 Valid Tabel 4.9 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News kumulatif Frekuensi persen valid persen persen 1 0 0 0 0 2 6 11,5 11,5 11,5 3 10 19,2 19,2 30,8 4 15 28,8 28,8 59,6 5 21 40,4 40,4 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.8 Pemahaman Tentang Jenis Berita Opinion News 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Sangat Tidak Tepat Pernyataan 5 Sumber : Hasil Penelitian enjabaran data tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden telah mengerti dan memahami terkati dengan Opinion News. Responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi bahwa Opinion News adalah berita mengenai pendapat seseorang yang biasanya berupa pendapat seorang cendikiawan, tokoh ahli atau pejabat mengenai suatu hal. Hal tersebut dapat dilihat dari mayoritas jawaban responden yaitu Sangat Tepat dengan nilai 40,4% dan dengan nilai mean 4 ada di kategori Tinggi pemahaman responden tentang jenis berita ini. 79 Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi yang didapatkan di perkuliahan dapat dipahami secara teori dan praktiknya dengan baik. Dalam memahami jenis berita ini responden harus memperhatikan beberapa etika yang harus dilakukan agar kreadibilitasnya terjaga. Hal ini didukung oleh Goenawan Muhamad yang menyatakan bahwa dalam opinion news etika opini dan fiksi tidak boleh ada, kecuali pada bagian tertentu surat kabar. Tajuk rencana, tentu saja, merupakan tempat mengutarakan pendapat. Untuk kepentingan sendiri, seorang wartawan harus tahu bahwa nama baiknya merupakan teruhan perjalanan kariernya.63 4.2.2.6 Pemahaman Tentang Unsur Berita What Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita what. Tabel 4.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita What Valid 1 2 3 4 5 Total Frekuensi persen valid persen 1 1,9 1,9 4 7,7 7,7 9 17,3 17,3 18 34,6 34,6 20 38,5 38,5 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean kumulatif persen 1,9 9,6 26,9 61,5 100,0 52 0 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 63 Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut Tempo. hal. 16-17 80 Grafik 4.9 Pemahaman Tentang Unsur Berita What 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 6 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan unsur What dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat dengan nilai 38,5% bahwa pada penggalan berita Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Satgas Perlindungan Anak melayangkan somasi kepada pemerintah terkait kondisi memperhatinkan yang dialami anak-anak yang tengah berkonflik dengan hukum terdapat unsur What .Dan dibuktikan dengan nilai mean 4 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang unsur what. Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur what yang diberikan di perkuliahan dapat dimengerti secara teori maupun praktiknya. Pemahaman responden tentang unsur what yang tinggi menjadi modal dalam meliput berita dan menggambarkan peristiwa dengan baik. Menurut Djuraid, seorang wartawan media cetak harus mampu menggambarkan sebuah peristiwa melalui tulisan yang baik. Ini berbeda dengan wartawan media elektronik yang bisa merekam kejadian itu melalui gambar maupun suara. 81 Kejelian melihat situasi di lapangan sangat berharga sebagai bahan tulisan untuk menghindari penampilan imajinasi wartawan.64 4.2.2.7 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita Where. Tabel 4.11 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where Valid 1 2 3 4 5 Total Frekuensi persen 0 0 0 0 8 15,4 20 38,5 24 46,2 52 100,0 N Valid Missing Mean valid persen 0 0 15,4 38,5 46,2 100,0 52 0 4,3 kumulatif persen 0 0 15,4 53,8 100,0 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita Where 30 25 Sangat Tepat 20 Tepat 15 Cukup Tepat 10 Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 7 Sumber : Hasil Penelitian 64 Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang. hal.41 82 Dari penjelasan data tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur Where dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat dengan nilai 46,2%% bahwa dalam penggalan berita Di Kabupaten Pasuruan, meskipun belum masuk daftar daerah kategori kekeringan kritis, kini sudah ada 14 desa krisis air bersih terdapat unsur Where. Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur where yang diberikan di perkuliahan dapat dipahami secar teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama yang ada dalam sebuah berita. Dengan memahami unsur where, responden dapat melokalisasikan berita akan membuat fakta setidaknya lebih relevan bagi pembaca. Tom E. Rolnici dkk menegaskan bahwa seorang reporter sebaiknya lebih mengedepankan sudut pandang lokal terhadap suatu berita jika dimungkinkan diawali dengan dimana, lokasi dari apa yang terjadi, terkadang merupakan pilihan terbaik untuk membuka berita. Kedekatan adalah salah satu elemen berita utama.65 4.2.2.8 Pemahaman Tentang Unsur Berita When Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita When. 65 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.41 83 Tabel 4.12 Pemahaman Tentang Unsur Berita When Valid 1 2 3 4 5 Total Frekuensi persen valid persen 1 1,9 1,9 4 7,7 7,7 11 21,2 21,2 14 26,9 26,9 22 42,3 42,3 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean kumulatif persen 1,9 9,6 30,7 57,7 100,0 52 0 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.11 Pemahaman Tentang Unsur Berita When 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Sangat Tidak Tepat Pernyataan 8 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.12 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur When dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat dengan nilai 42,3% bahwa dalam penggalan berita Lewat putusan pada 11 Juli lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan adanya penggunaan APBD untuk pemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) Sumatra Selatan yang dilakukan penahana, Alex Nurdin terdapat unsur When. Dan dibuktikan dengan nilai mean 4 ada di kategori Tinggi pemahamannya tentang unsur When. 84 Seperti yang terlihat pada tabel 4.12 mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur when yang diberikan di perkuliahan dapat dipahami secar teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsurunsur utama yang ada dalam sebuah berita. Apabila responden tidak memiliki pemahaman tentang unsur berita when dapat mengakibatkan keaktualan berita akan menjadi berkurang, sehingga daya tarik pembaca ikut berkurang. Unsur ―kapan‖ inilah yang juga dimaksudkan dengan unsur baru terjadinya (timeliness) demi mengejar aktualitas seperti yang disyaratkan oleh MacDougall.66 4.2.2.9 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita who. Tabel 4.13 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who Valid 1 2 3 4 5 Total Frekuensi persen valid persen 0 0 0 3 5,8 5,8 9 17,3 17,3 22 42,3 42,3 18 34,6 34,6 52 100,0 100,0 N Valid 52 Missing 0 Mean 4,1 kumulatif persen 0 5,8 23,1 65,4 100,0 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 66 Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. Hal.36 85 Grafik 4.12 Pemahaman Tentang Unsur Berita Who 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 9 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.13 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi terkait dengan unsur Who dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat dengan nilai 38,5% bahwa dalam penggalan berita Tiga saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, mengaku mendapat kelimpahan materi dari terdakwa Ahmad Fathanah terdapat unsur Who. Dan dibuktikan dengan nilai mean 4,1 ada di kategori Sangat Tinggi pemahamannya tentang unsur Who. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi tentang unsur who yang diberikan di perkuliahan dapat dipahami secar teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama yang ada dalam sebuah berita, meskipun dalam unsur who terkadang masih tertukar dengan unsur berita yang lain. Sangat penting pemahaman tentang unsur who dalam penulisan berita. Hal ini dikarenakan, berita yang baik didapat dari kualitas sumber beritanya. Apa yang sering membedakan berita baik dari berita yang lebih baik adalah kualitas sumber 86 yang dipakai oleh reporter, baik mengumpulkan data dan dalam apa-apa yang dipublikasikan.67 4.2.2.10 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita why. Tabel 4.14 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why Frekuensi Valid 1 2 3 4 5 Total 1 4 14 15 18 52 N Valid Missing Mean persen valid persen 1,9 1,9 7,7 7,7 26,9 26,9 28,8 28,8 34,6 34,6 100,0 100,0 kumulatif persen 1,9 9,6 36,5 65,4 100,0 52 0 3,9 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.13 Pemahaman Tentang Unsur Berita Why 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Sangat Tidak Tepat Pernyataan 10 Sumber : Hasil Penelitian 67 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.19 87 Data tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki pemahaman cukup tentang unsur why dalam sebuah berita, hal ini dapat dilihat dari nilai mayoritas responden yang menjawab Sangat Tepat dengan nilai 34,6% bahwa dalam penggalan berita Topan Ingrid dan badai tropis Manuel yang melanda Meksiko sejak Minggu (15/9), menyebabkan banjir dan longsor di negara tersebut terdapat unsur Why. Dan dengan nilai mean 3,9 ada di kategori Tinggi pemahaman responden tentang jenis berita Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur why yang diberikan di perkuliahan cukup dimengerti secara teori, meski praktiknya masih ada salah menganalisis unsur berita ini. Hal ini dibuktikan dengan 1orang (1,9%) responden menjawab sangat tidak tepat. Pemahaman tentang unsur why diperlukan responden untuk membuat observasi awal untuk mengetahui penyebab terjadinya suatu peristiwa dalam menulis dan melaporkan sebuah berita dari suatu kejadian. Seperti yang dikatakan Sedia Willing Barus Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu saja dan selalu mempunyai alasan mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa bisa terjadi juga perlu disampaikan atau dijelaskan kepada pembaca demi memenuhi rasa ingin tahunya.68 4.2.2.11 Pemahaman Tentang Unsur Berita How Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang unsur berita how. 68 Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. Hal.36 88 Tabel 4.15 Pemahaman Tentang Unsur Berita How Frekuensi Valid 1 2 3 4 5 Total persen 0 0 11 15 26 52 N Valid Missing Mean valid persen 0 0 21,2 28,8 50,0 100,0 0 0 21,2 28,8 50,0 100,0 kumulatif persen 0 0 21,2 50,0 100,0 52 0 4,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.14 Pemahaman Tentang Unsur Berita How 30 25 Sangat Tepat 20 Tepat 15 Cukup Tepat 10 Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 11 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.15 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki pemahaman Sangat Baik terkait unsur how dalam sebuah berita, hal ini dapat dilihat dari data hasil jawaban kuesioner responden mayoritas dengan nilai 50% bahwa dalam penggalan berita Akibat kekeringan, sejumlah petani di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah, menyewa pompa untuk menyirami tanaman palawija. Mereka menyedot air Sungai Tajum yang berjarak 89 sekitar 200-300 meter terdapat unsur How. Dengan nilai mean 4,3, pemahaman responden tergolong Sangat Tinggi tentang unsur berita How. Mayoritas responden menjawab sangat tepat, karena materi tentang unsur how yang diberikan di perkuliahan dapat dimengerti dengan baik secara teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis unsur-unsur utama dalam suatu berita. Responden harus memiliki pemahaman lebih tentang apa yang terjadi dilapangan dan bagaimana menjadikannya tulisan. Sehingga membuat pembaca dapat menggambarkan peristiwa yang terjadi dari suatu berita. Karena menurut Husnun N Djuraid ada wartawan yang mampu menulis dengan baik tapi lemah dalam liputan di lapangan, tapi sebaliknya hebat dalam liputan di lapangan tapi lemah dalam menulis.69 4.2.2.12 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Headline Berita Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang konstruksi penulisan headline berita. 69 Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang. hal.47 90 Tabel 4.16 Pemahaman Tentang Konstruksi Penulisan Headline Berita kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 0 0 0 0 2 3 5,8 5,8 5,8 3 16 30,8 30,8 36,5 4 21 40,4 40,4 76,9 5 12 23,1 23,1 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,8 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.15 Pemahaman Tentang Konstruksi Penulisan Headline Berita 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 12 Sumber : Hasil Penelitian Penjelasan data tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa Mahasiswa konsentrasi Jurnalistik Untirta yang menjadi responden dalam penelitian ini telah memiliki Pemahaman yang tinggi terkait headline dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mayoritas responden dengan angkan tertinggi yaitu 40,4% menyatakan Tepat bahwa pada berita Media Indonesia, 22/09/2013 ―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi kaidah penulisan 91 headline. Dengan nilai mean 3,8, pemahaman responden tergolong tinggi tentang kontruksi penulisan headline. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis konstruksi yang terdapat dalam suatu berita. Apabila pemahaman responden tentang headline sangat buruk, berita yang ditulisnya akan menjadi siasia. Karena headline yang buruk dan tidak menarik akan menyebabkan pembaca enggan membaca berita dan langsung melompat membaca ramalan bintang.70 Dan menurut Kustadi, headline pun berfungsi untuk memanggil khalayak agar mau membaca, mendengar atau menonton beritanya.71 4.2.2.13 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Lead Berita Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang konstruksi penulisan lead berita. 70 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.221 71 Suhandang, Kustadi. 2004. Organisasi, Produk dan Kode Etik Jurnalistik. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia. hal.115 92 Tabel 4.17 Pemahaman Tentang Konstruksi Lead Berita Frekuensi Valid 1 2 3 4 5 Total persen 0 3 23 20 6 52 N Valid Missing Mean 0 5,8 44,2 38,5 11,5 100,0 valid persen 0 5,8 44,2 38,5 11,5 100,0 kumulatif persen 0 5,8 50,0 88,5 100,0 52 0 3,6 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.16 Pemahaman Tentang Konstruksi Lead Berita 25 Sangat Tepat 20 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Pernyataan 13 Sangat Tidak Tepat Sumber : Hasil Penelitian Penjelasan data tabel 4.17 dapat ditarik kesimpulan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan Lead dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai mayoritas responden sebanyak 44,2% menjawab Cukup Tepat bahwa pada berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi kaidah penulisan Lead dengan nilai mean 3,6. Mayoritas responden menjawab cukup tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan cukup dimengerti secara teori, meski dalam praktiknya, 93 masih sedikit lemah dalam analisis konstruksi dari suatu berita. Sama halnya konstruksi headline berita menjadi bagian terpenting dalam menarik pembaca. Dalam memahami konstruksi lead responden harus memiliki daya imajinatif dan kreatifitas tinggi menulis lead dengan kata-kata yang memikat pembaca. Menurut Goenawan Mohamad mengatakan bahwa bagaimanapun imajinatif dan menariknya gagasannya untuk satu lead yang bagus, ia masih bisa tergelincir dalam merenggut perhatian pembaca bila kombinasi kata-katanya payah.72 4.2.2.14 Pemahaman Tentang Kontruksi Penulisan Body Berita Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang konstruksi penulisan body berita. Tabel 4.18 Pemahaman Tentang Konstruksi Body Berita Frekuensi Valid 1 2 3 4 5 Total 2 14 11 17 8 52 N persen valid persen 3,8 3,8 26,9 26,9 21,2 21,2 32,7 32,7 15,4 15,4 100,0 100,0 Valid Missing Mean kumulatif persen 3,8 30,7 51,9 84,6 100,0 52 0 3,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 72 Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut Tempo. hal.36 94 Grafik 4.17 Pemahaman Tentang Konstruksi Body Berita 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 14 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.18 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan pemenuhan kaidah body dalam penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Tepat dengan nilai 32,7% bahwa bahwa pada berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah memenuhi kaidah penulisan Body. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori dan praktiknya, misalnya dengan menganalisis konstruksi yang terdapat dalam suatu berita, walaupun masih butuh dilatih. Penulisan konstruksi body atau isi berita menjadi bagian utama dalam sebuah berita. Pemahaman responden tentang konstruksi body berita sangat diperlukan, karena pada konstruksi berita ini menentukan baik tidaknya suatu berita. Seperti pernyataan Prof. Drs. M. Atar Semi dalam buku Teknik penulisan Berita, Features, dan Artikel mengatakan bahwa tubuh berita merupakan 95 keseluruhan dari peristiwa yang diangkat menjadi berita. Tubuh berita merupakan penerusan dan penjabaran lebih lanjut isi teras berita.73 4.2.2.15 Pemahaman Tentang Pengunaan Kalimat-Kalimat Jelas Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas. Tabel 4.19 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat Jelas kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 1 1,9 1,9 1,9 2 10 19,2 19,2 21,2 3 19 36,5 36,5 57,7 4 17 32,7 32,7 90,4 5 5 9,6 9,6 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.18 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat-Kalimat Jelas 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 15 Sumber : Hasil Penelitian 73 Semi, M.Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel. Bandung: Multi Grafix Nusantara.hal.91 96 Dari Penjelasan data tabel 4.19 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Cukup Tinggi terkait dengan kalimat-kalimat jelas dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden menjawab Sangat Cukup dengan nilai 36,5% pada penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖. Mayoritas responden menjawab cukup tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pemahaman yang kurang tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas akan menjadi berita tidak dapat dipahami oleh pembaca. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Drs. M. Atar Semi bahwa tulisan yang kabur jalan pikirannya, tidak jelas mengungkapan bahasanya, tidak akan komunikatif, dan tidak akan dipahami pembaca.74 Oleh karena itu, responden harus menambah pengetahuannya tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas dalam suatu berita. 4.2.2.16 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Biasa Yang Mudah Dipahami Orang Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan bahasa biasa yang mudah dipahami orang. 74 Semi, M Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features dan Artikel. Bandung: Mugantara. hal.99 97 Tabel 4.20 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Mudah Dipahami kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 1 1,9 1,9 1,9 2 11 21,2 21,2 23,1 3 18 34,6 34,6 57,7 4 16 30,8 30,8 88,5 5 6 11,5 11,5 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.19 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Mudah Dipahami 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat 5 Tidak Tepat 0 Sangat Tidak Tepat Pernyataan 16 Sumber : Hasil Penelitian Penjabaran data tabel 4.20 dapat disimpulkan bahwa responden dalam hal ini mahasiswa Jurnalistik Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki Pemahaman yang Cukup Tinggi terkait dengan bahasa biasa yang mudah dipahami orang dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban responden sebanyak 34,6% menjawab Cukup Tepat bahwa dalam penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang. 98 Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik khususnya tentang penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Pemahaman tentang penggunaan bahasa yang mudah dipahami harus diperhatikan oleh responden untuk dapat memuaskan rasa akan informasi dari peristiwa yang terjadi. Menurut Daryl L. Frazel dan George Tuck, dua pakar pers Amerika dalam Principles of Editing, A Comprehensive Guide for Student and Journalist (1996:122-123) dikutip oleh AS Haris Sumadiria, pembaca berharap apa yang dibacanya dalam media massa adalah yang bisa dimengerti tanpa bantuan pengetahuan.75 4.2.2.17 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana Dan Jernih Pengaturannya Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan penggunaan bahasa sederhana dan jernih pengaturannya. 75 Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama Media hal.3 99 Tabel 4.21 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana dan Jernih kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 0 0 0 0 2 12 23,1 23,1 23,1 3 20 38,5 38,5 61,5 4 14 26,9 26,9 88,5 5 6 11,5 11,5 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,3 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.20 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Sederhana dan Jernih 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 17 Sumber : Hasil Penelitian Penjabaran data tabel 4.21 dapat disimpulkan bahwa mahasiswa jurnalistik Ilmu Komunikasi Untirta telah memiliki pemahaman Cukup Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa sederhana dan jernih dalam pengaturan sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mayoritas responden sebanyak 38,5% menjawab Cukup tepat bahwa pada penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan bahasa sederhana dan jernih pengaturannya. 100 Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Sangat disayangkan jiak responden tidak lebih memahami penggunaan bahasa sederhana dan jernih ini. Karena Tom E, Rolnici mengatakan bahwa kata yang familiar dan bahasa percakapan sehari-hari biasanya lebih baik untuk penulisan berita ketimbang istilah teknis atau akademik. Bahkan koran terkemuka seperti The New York Times dan Wall Street Journal menggunakan kata yang sederhana.76 4.2.2.18 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan kalimat-kalimat jelas. Tabel 4.22 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 2 3,8 3,8 3,8 2 9 17,3 17,3 21,2 3 22 42,3 42,3 63,5 4 13 25,0 25,0 88,5 5 6 11,5 11,5 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,2 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 76 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 64 101 Grafik 4.21 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Majemuk 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 18 Sumber : Hasil Penelitian Penjelasan data tabel 4.22 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Cukup Tinggi terkait dengan berita yang tidak menggunakan kalimat majemuk. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas jawaban responden sebanyak 42,3% menjawab Cukup Tepat bahwa dala penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, tanpa menggunakan kalimat majemuk. Mayoritas responden juga menjawab cukup tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pentingnya pemahaman tentang penggunaan kalimat majemuk dapat membantu responden mengurangi kebingungan pembaca. Menurut Goenawan Mohamad mengatakan bahwa kalimat majemuk yang panjang kadang kala memang benar menurut tata bahasa. Tapi, bila ternyata pembaca tersesat dan bingung, penulis itu gagal berkomunikasi.77 77 Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut Tempo. hal.48 102 4.2.2.19 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Dengan Kalimat Aktif Bukan Kalimat Pasif Di bawah ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan bahasa dengan kalimat aktif bukan kalimat pasif. Tabel 4.23 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Aktif kumulatif Frekuensi persen valid persen persen 1 2 3,8 3,8 3,8 2 7 13,5 13,5 17,3 3 11 21,2 21,2 38,5 4 23 44,2 44,2 82,7 5 9 17,3 17,3 100,0 Total 52 100,0 100,0 Valid N Valid Missing Mean 52 0 3,6 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.22 Pemahaman Tentang Penggunaan Kalimat Aktif 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 19 Sumber : Hasil Penelitian Penjelasan data tabel 4.23 dapat ditarik kesimpulan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa dengan 103 kalimat aktif dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai mayoritas jawaban responden sebanyak 44,2% menjawab Tepat bahwa dalam penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Menurut Tom E. Rolnici mengatakan bahwa ketika menulis sebuah kata kerja, penulis harus mempertimbangkan: Apakah kata ini adalah kata yang ingin saya ucapkan ataukah ingin saya dengar? Jika tidak, cari kata lain.78 Sehingga pemahaman tentang penggunaan kalimat aktif lebih dipakami lagi oleh responden agar berita yang ditulisnya dapat dimengerti pembaca. 4.2.2.20 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Padat dan Kuat Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan bahasa padat dan kuat. 78 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal 65 104 Valid Tabel 4.24 Pemahaman Tentang Penggunaan Padat dan Kuat kumulatif Frekuensi persen valid persen persen 1 1 1,9 1,9 1,9 2 6 11,5 11,5 13,5 3 16 30,8 30,8 44,2 4 24 46,2 46,2 90,4 5 5 9,6 9,6 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,5 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.23 Pemahaman Tentang Penggunaan Padat dan Kuat 30 25 Sangat Tepat 20 Tepat 15 Cukup Tepat 10 Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 20 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.24 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa yang padat dan kuat dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden sebanyak 46,2% menjawab Tepat bahwa penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan bahasa padat dan kuat. 105 Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Penggunaan kalimat padat dan kuat harus lebih dipahami kembali oleh respoden. Jika responden tidak melakukan pemahaman lebih tentang penggunaan kalimat padat dan jelas, akan berakibat kepada berita yang terlalu bertele-tele. Seperti yang dikatakan oleh Tom E. Rolnici, dengan menggunakan sedikit kata dan menghindari pengulangan kata yang sama seorang repoter dapat menulis dengan lebih jelas dan langsung. Penulis mesti menghindari kata yang terlalu bertele-tele dan kalimat kabur.79 4.2.2.21 Pemahaman Tentang Penggunaan Bahasa Positif Bukan Bahasa Negatif Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan bahasa positif bukan bahasa negatif. Tabel 4.25 Pemahaman Tentang Penggunaan Positif Bukan Bahasa Negatif kumulatif Frekuensi persen valid persen persen Valid 1 0 0 0 0 2 2 3,8 3,8 3,8 3 14 26,9 26,9 30,8 4 20 38,5 38,5 69,2 5 16 30,8 30,8 100,0 Total 52 100,0 100,0 N Valid Missing Mean 52 0 3,9 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 79 Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal.64 106 Grafik 4.24 Pemahaman Tentang Penggunaan Positif Bukan Bahasa Negatif 25 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 21 Sumber : Hasil Penelitian Dari penjelasan data tabel 4.25 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan bahasa positif dalam sebuah berita. Hal ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden sebanyak 38,5% menjawab Tepat bahwa penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan bahasa positif bukan bahasa negatif. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Pemahaman tentang penggunaan bahasa positif sangat penting menunjukan kualitas moral penulis dari suatu berita yang dimuat. Dengan nilai mean yang tinggi, dibandingkan dengan penggunaan bahasa jurnalistik lainnya membuktikan bahwa responden sangat memperhatikan kualitas penulisan berita. AS Haris Sumadiria mengatakan bahwa pers-pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata masyarakat, antara lain dengan senatiasa menghindari penggunaan kata-kata 107 atau istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera rendah.80 4.2.2.22 Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata Berikut ini adalah tabel dan grafik yang menyajikan identitas responden dari kuesioner yang terkumpul. Kuesioner yang berisi mengenai pemahaman responden tentang penggunaan ekonomi kata. Tabel 4.26 Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata kumulatif Frekuensi persen valid persen persen 1 2 3,8 3,8 3,8 2 5 9,6 9,6 13,5 3 17 32,7 32,7 46,2 4 18 34,6 34,6 80,8 5 10 19,2 19,2 100,0 Total 52 100,0 100,0 Valid N Valid Missing Mean 52 0 3,5 Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS Grafik 4.25 Pemahaman Tentang Penggunaan Ekonomi Kata 20 Sangat Tepat 15 Tepat 10 Cukup Tepat Tidak Tepat 5 Sangat Tidak Tepat 0 Pernyataan 22 Sumber : Hasil Penelitian 80 Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. hal.21 108 Dari penjelasan data tabel 4.26 dapat disimpulkan bahwa responden telah memiliki Pemahaman yang Tinggi terkait dengan penggunaan ekonomi kata. Hal ini dapat dilihat dari nilai jawaban responden sebanyak 34,6% menjawab Tepat bahwa penggalan berita Media Indonesia, 22/09/2013―Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah‖, sudah menggunakan sudah menggunakan ekonomi kata. Mayoritas responden menjawab tepat, karena materi yang didapatkan diperkuliahan dapat dimengerti secara teori meski dalam praktiknya masih butuh banyak memahami kembali tentang bahasa jurnalistik. Dengan memahami ekonomi kata, responden mengerti dalam menulis tidak hanya menghemat katakata tetapi merangkainya menjadi jelas dan sederhana. Sedia W. Barus menyatakan bahwa hal yang dimaksud dengan ekonomi kata dalam berbahasa adalah penggunaan kata-kata yang singkat dan sederhana, tetapi tidak sekedar menghemat kata-kata.81 4.3 Persentase Akumulasi Indikator Setelah mengolah data dengan memberikan deskripsi dari masing-masing pertanyaan yang dikembangkan dari indikator. Maka penulis mengukur persentase masing-masing indikator, yaitu sebagai berikut: Tabel 4.27 Kiteria Analisis Deskriptif Persentase 16% - 32% Sangat Rendah 33% - 49% Rendah 50% - 66% Cukup Tinggi 67% - 83% Tinggi 84% - 100% Sangat Tinggi Sumber: Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Hal 138 81 Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga. hal.214 109 4.3.1 Tingkat Pemahaman Tentang Jenis Berita Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang jenis berita : Tabel 4.28 Persentase Akumulasi Pemahaman Jenis Berita Pilihan Jawaban Jawaban Responden Sangat Tidak Tepat 1 Tidak Tepat 10 Cukup Tepat 56 Tepat 100 Sangat Tepat 93 260 Total Sumber : Hasil Penelitian Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 93 x 5 = 465 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 100 x 4 = 400 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 56 x 3 = 168 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 10 x 2 = 20 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 : Jumlah 1x1= 1 = 1054 Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita : Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 260 = 1300 Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 260 = 260 Maka : 1054/1300 x 100% = 81,1%, tergolong sangat tinggi. 110 Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman jenis berita dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang jenis berita tergolong sangat tinggi dengan kata lain mahasiswa Jurnalistik Untirta telah memiliki Pemahaman yang Sangat Tinggi. Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase yag mencapai 81,1%. R S T Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1054 termasuk dalam kategori interval ―Sangat Tinggi‖. 4.3.2 Persentase Akumulasi Pemahaman Tentang Unsur Berita Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang unsur berita : Tabel 4.29 Persentase Akumulasi Pemahaman Unsur Berita Pilihan Jawaban Jawaban Responden Sangat Tidak Tepat 3 Tidak Tepat 15 Cukup Tepat 62 Tepat 104 Sangat Tepat 128 Total 312 Sumber : Hasil Penelitian 111 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 128 x 5 = 640 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 104 x 4 = 416 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 62 x 3 = 186 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 15 x 2 = 30 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 : 3x1= Jumlah 3 = 1275 Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita : Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 312 = 1560 Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 312 = 312 Maka : 1275/1560 x 100% = 81,7%, tergolong sangat tinggi. Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Unsur Berita dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang unsur berita tergolong sangat tinggi. Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai 81,7%. Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1275 termasuk dalam kategori interval ―Sangat Tinggi‖. 4.3.3 Persentase Akumulasi Pemahaman Tentang Konstruksi Berita Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang konstruksi berita : Tabel 4.30 Persentase Akumulasi Pemahaman Konstruksi Berita Pilihan Jawaban Jawaban Responden Sangat Tidak Tepat 2 Tidak Tepat 20 Cukup Tepat 50 112 Tepat 58 Sangat Tepat 26 156 Total Sumber : Hasil Penelitian Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 26 x 5 = 130 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 58 x 4 = 232 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 50 x 3 = 150 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 20 x 2 = 40 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 : 2x1= Jumlah 2 = 554 Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita : Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 156 = 780 Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 156 = 156 Maka : 554/780 x 100% = 71,0%, tergolong tinggi. Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Konstruksi Berita dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang jenis konstruksi berita tergolong tinggi. Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai 71,0%. 113 Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 554 termasuk dalam kategori interval ―Tinggi‖. 4.3.4 Persentase Akumulasi Pemahaman Tentang Kaidah Bahasa Jurnalistik Berikut ini tabel akumulasi sub variabel pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik : Tabel 4.31 Persentase Akumulasi Pemahaman Kaidah Bahasa Jurnalistik Pilihan Jawaban Jawaban Responden Sangat Tidak Tepat 9 Tidak Tepat 62 Cukup Tepat 137 Tepat 145 Sangat Tepat 63 416 Total Sumber : Hasil Penelitian Jumlah skor akumulasi yang menjawab 5 : 63 x 5 = 315 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 4 : 145 x 4 = 580 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 3 : 137 x 3 = 411 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 2 : 62 x 2 = 124 Jumlah skor akumulasi yang menjawab 1 : 9x1= Jumlah 9 = 1439 Jumlah skor sub variabel pemahaman jenis berita : Skor tertinggi (untuk jawaban Sangat Tepat) : 5 x 416 = 2080 Skor terendah (untuk jawaban Sangat Tidak Tepat) : 1 x 416 = 416 114 Maka : 1439/2080 x 100% = 69,2%, tergolong tinggi. Dari hasil perhitungan akumulasi jawaban tahap pemahaman Kaidah Bahasa Jurnalistik dengan menggunakan perhitungan Likert, dapat diketahui tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang jenis konstruksi berita tergolong tinggi. Hal ini bisa ditunjukan dari akumulasi persentase mencapai 69,2%. Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 52 responden, maka nilai 1439 termasuk dalam kategori interval ―Tinggi‖. 4.4 Pembahasan Dari hasil data melalui kusioner yang telah diolah dari setiap pernyataan, akan dianalisis kembali berdasarkan inidkator atau sub variabel dari pemahaman tentang penulisan berita. Sub variabel tersebut adalah pemahaman tentang jenis berita, pemahaman tentang unsur berita, pemahaman tentang konstruksi berita dan pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik. Mahasiswa jurnalistik yang menjadi responden dalam penelitian ini, ketika memberikan jawaban dari pernyataan-pernyataan yang diberikan didasari dari pemahamannya. Baik pemahaman yang didapat di perkuliahan maupun pemahaman yang didapatnya di luar perkuliahan. Berdasarkan penjelasan tersebut dan hasil data yang didapat, maka dapat dikatakan tingkat pemahaman responden tergolong tinggi tentang penulisan berita di media cetak. Responden dianggap telah memenuhi unsur-unsur pemahaman diatas. Hal ini terlihat pada persentase di setiap indikator yang telah dihitung yakni pemahaman tentang jenis berita memperoleh skor 81,1%, pemahaman 115 tentang unsur berita memperoleh skor 81,7%, pemahaman tentang konstruksi berita 71% dan pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik memperoleh 69,2%. Tingkat pemahaman tentang jenis berita terdiri dari 5 pernyataan yang diajukan memperoleh persentase 81,1%,ini menandakan bahwa tingkat pemahaman responden sangat tinggi dalam pemahaman tentang jenis berita. Pemahaman tentang jenis berita menjadi tahap awal untuk wartawan menulis berita yang ingin ditulisnya. Dengan mengetahui jenis berita yang ingin ditulis dapat mempermudah seorang wartawan menentukan sudut pandangan mana yang harus diambil. Seorang Guru Besar Ilmu Komunikasi di Unversitas Terbuka Ina Ratna Mariani menambahkan bahwa dengan mengetahui hal tersebutn akan mempermudah tugas sebagai wartawan dalam mengidentifikasikan suatu hal atau kejadian berita dan menuliskannya dengan baik.82 Dalam tahap ini, responden dinilai lebih mudah dipahami mahasiswa jurnalistik terlihat dari jumlah skor rata-rata (Mean) dari setiap pernyataan. Hal ini disebabkan oleh jumlah materi tentang pengenalan jenis berita lebih lama. Materi tentang jenis berita ini didapatkan responden saat mengambil mata kuliah DasarDasar Jurnalistik dan Penulisan Berita. Dan dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa akan jenis berita ada dikategori tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide 82 Mariani, Ina Ratna. 2007. Teknik Mencari Berita dan Menulis Berita. Jakarta: Universitas Terbuka. hal. 2.2 116 atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. Tingkat pemahaman tentang unsur berita menyatakan bahwa tingkat responden tergolong sangat tinggi dengan memperoleh skor 81,7%. Dilihat dari hasil data yang diperoleh, responden memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi tentang mengaplikasikan unsur berita pelajaran dan dari menunjuk mata kuliah bahwa responden Penulisan Berita. mampu Selain mengaplikasikan pelajaran, responden juga dituntut untuk menguasai unsur-unsur dalam berita yang merupakan langkah penting yang dilakukan sebelum menguasai berita. Menguasai berita berarti responden mampu mencari serta menemukan setiap unsur-unsur yang mendasari sebuah berita. Menurut Husnun N. Djuraid mengatakan bahwa pelajaran dasar menulis berita dimulai dengan pengenalan bagian berita yaitu 5W + 1H.83 Sama halnya dengan jenis berita, pengenalan materi tentang unsur berita mendapatkan waktu pengajaran di perkuliahan yang cukup lama. Sehingga responden dapat lebih memahami agar berita yang ditulis mudah disusun dalam pola yang sudah baku dan mudah dipahami oleh khalayak. Dengan kata lain, materi tentang unsur-unsur berita yang diberikan dosen pengajar telah efektif. Dari hal tersebut, dapat dilihat tingkat pemahaman mahasiswa jurnalistik akan unsur berita ada pada tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi. Tingkat pemahaman tentang konstruksi berita. Setelah mengetahui dan mengenal jenis berita dan unsur berita, tahap selanjutnya adalah mengetahui 83 Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang.hal. 85 117 bagian dalam konstruksi berita. Dari data disetiap pernyataan di indikator pemahaman tentang konstruksi berita tingkat responden menujukan skor skor 71,0% tergolong tinggi. Melihat data tersebut, responden mengalami penurunan tingkat pemahaman dibandingkan dengan dua indikator sebelumnya. Hal ini diperkuat dengan banyak responden yang menjawab Tepat pada pernyataan di sub variabel pemahaman tentang konstruksi berita. Sangat disayangkan pemahaman responden tentang konstruksi berita kurang dari pemahaman tentang jenis berita dan unsurunsur berita. Karena dalam menulis berita, pada tahap membuat konstruksi penulisan berita sangat penting dan vital. Namun tingkat pemahaman ini ada di kategori tingkat ketiga atau tingkat ekstrapolasi. Dimana mahasiswa mampu membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. Tingkat pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik memiliki tingkat pemahaman tergolong tinggi, namun skor terendah dari indikator lainnya dengan skor 69,2%. Dengan presentase penilian terendah menggambarkan bahwa responden kurang mampu memahami dengan baik materi bahasa jurnalistik, baik dibangku perkuliahan maupun di luar perkuliahan. Pada dasarnya bahasa jurnalistik, bahasa baku yang tunduk pada kaidah-kaidah dan unsur-unsur pokok yang terdapat dan melekat dalam definisi jurnalistik.84 Hal tersebut membedakan bahasa berita dengan bahasa tulisan-tulisan lainnya. Pada tingkat pemahaman mahasiswa akan kaidah jurnalistik ada dikategori tingkat kedua atau menafsirkan. 84 Sumadiria, AS Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. hal.7 118 Dari pernyataan tersebut, responden harus lebih memahami lagi bahasa jurnalistik. Selain responden lebih memahami materi bahasa jurnlistik, pihak jurusan konsentrasi jurnalistik pun harus meningkatkan sistem perkuliahan dalam bidang bahasa jurnalistik. Dengan meningkatkan sistem perkuliahan dapat mengingkatan pemahaman lebih baik responden dan mampu mengaplikasikannya di dunia jurnalistik. Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan.85 Sedangkan pengertian pemahaman menurut Anas Sudijono, adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.86 Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Dengan pemahaman, mahasiswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta – fakta atau konsep. Berdasarkan domain kognitif Bloom, pemahaman merupakan tingkatan kedua. Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Aspek pemahaman merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti suatu materi. 87 Penelitian yang melibatkan 52 orang responden ini menghasilkan tingkat pemahaman tentang penulisan berita tergolong tinggi. Dari penelitian ini juga dapat diketahui intensitas membaca berita di media cetak dikalangan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta. Sebanyak 85 Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka Cipta. hal.118 Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 235 87 Armiza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Pemantulan Cahaya. Tesis SPS UPI. 86 119 9 orang (17,3%) mengaku Setiap Hari membaca berita di media cetak, 23 orang (44,2%) mengaku 1 kali seminggu membaca berita di media cetak, 11 orang (21,2%) mengaku 2 kali seminggu membaca berita di media cetak, dan 9 orang (17,3%) mengaku 3 kali seminggu membaca berita di media cetak. Dilihat dari data tersebut, responden mayoritas membaca berita di media cetak 1 kali seminggu. Artinya mayoritas responden mendapatkan pemahaman tentang penulisan berita di media cetak hanya di mata kuliah penulisan berita. Dapat dijelaskan juga bahwa lebih dari setengah responden yaitu sebanyak 31 orang (63,5%) membaca berita di media cetak melalui koran. Sebanyak 14 orang (26,9%) membaca berita di media cetak melalui majalah dan 7 orang (13,5%) melalui tabloid. Hal ini menandakan bahwa koran masih diminati oleh responden ketimbang media cetak pembanding lainnya. Alasan yang sederhana tentu karena media cetak Koran terbilang lebih murah dibandingkan yang lain. Fakta-fakta yang telah dijelaskan sebelumnya jika dikorelasikan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, bahwa mahasiswa mampu elaborasi hubungan antara pemahaman tentang penulisan berita di media cetak dengan pemahaman yang didapat di mata kuliah penulisan berita dan pengalaman. Sehingga dapat menentukan penulisan berita yang baik dan benar sesuai teknik penulisan berita dan kaidah bahasa jurnalistik di dalam penulisan berita di media cetak. Menurut Petty dan Cacioppo sewaktu individu (mahasiswa jurnalistik) dihadapkan pada pesan persuasif (penulisan berita di media cetak), ia akan memikirkan pesan itu, memikirkan argumentasi apa yang terkandung didalamnya dan argumentasi apa yang tidak. Pemikiran-pemikiran inilah yang 120 membawa kepada penerimaan atau penolakan pesan yang disampaikan, bukan pesan itu sendiri. Dengan kata lain, elaborasi adalah cara berfikir yang relevan dengan pesan selama pemerosesan. 121 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan interpretasi data pada pemahaman tentang jenis berita, pemahaman tentang unsur berita, pemahaman tentang konstruksi berita, dan pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik, peneliti dapat memberi kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat pemahaman akan jenis berita pada mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi 81,1%. Pemahaman tentang jenis berita menjadi tahap awal untuk wartawan menulis berita yang ingin ditulisnya. Dengan mengetahui jenis berita yang ingin ditulis dapat mempermudah seorang wartawan menentukan sudut pandangan mana yang harus diambil. 2. Tingkat pemahaman akan unsur berita pada mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi 81,7%. Mayoritas mahasiswa Program Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik memiliki tingkat pemahaman yang sangat tinggi tentang unsur berita dan menunjuk bahwa responden mampu mengaplikasikan pelajaran dari mata kuliah penulisan berita. 121 122 3. Tingkat pemahaman akan konstruksi berita pada mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta memiliki tingkat pemahaman yang tinggi 71,0% . Setelah mengetahui dan mengenal jenis berita dan unsur berita, tahap selanjutnya adalah mengetahui bagian dalam konstruksi berita. Pada tahap membuat konstruksi, penulisan berita sangat penting dan vital. 4. Tingkat pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik terjadi penurunan tingkat pemahaman pada mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta terhadap kaidah bahasa jurnalistik. Hal ini ditunjukan oleh 69,2% responden yang memahami tentang kaidah bahasa jurnalistik. Namun demikian, tingkat pemahaman mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik FISIP Untirta terhadap pemahaman tentang kaidah bahasa jurnalistik tinggi. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut: 1. Program Studi Ilmu Komunikasi, khususnya dosen mata kuliah Teknik Penulisan Berita, agar tidak hanya mengajarkan teori teknik penulisan berita saja, tetapi juga melatih mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik untuk lebih sering praktik menulis berita. Selain itu, harus bisa juga mendatangkan praktisi media cetak baik lokal atau nasional (pemimpin redaksi, redaktur, wartawan) sebagai dosen tamu atau pemateri dalam 123 kelas atau sebuah seminar. Kemudian, melakukan kunjungan langsung ke kantor media massa baik itu surat kabar lokal maupun nasional. 2. Untuk mahasiswa, agar meningkatkan lagi pemahaman tentang penulisan berita di media cetak agar mampu mengurangi kesalahan-kesalahan dalam penulisan berita. Selain dari bangku perkuliahan penulisan berita dapat dipelajari dari pelatihan-pelatihan kejurnalistikkan seperti seminar, workshop, atau talkshow. Tidak terpaku dari pendidikan formal di perkuliahan. Selain itu, harus dibiasakan juga membaca koran setiap hari, agar pemahaman seputar teknik penulisan berita terus terasah. 124 DAFTAR PUSTAKA Alex Sobur. 2001. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosda Kary Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Aneka Cipta Assegaf, Djafar. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Bandung: Remaja Rosdakary Bahfiarti, Tuti. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makasar: Universitas Hasanudin. Barus, Sedia W. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknik Menulis Berita. Jakarta: Erlangga Chaer, Abdul. 2010. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Djuraid, Husnun N. 2006. Panduan Menulis Berita. Malang: UPT Universitas Muhammadiyah Malang Djuroto, Totok. 2000. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Effendy,Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya ____________________. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Em Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory. Newyork: McGrraw-Hill Joseph A. DeVito.1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Jakarta: Profesional Books. Karni. Asrori S. 2009. Etos Studi Kaam Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam. Bandung: Mizan Pustaka Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Kusumaningrat, Hikmat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya Liliweri Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Mariani, Ina Ratna, dan June Kuncoro. 2001, Teknik Mencari dan Menulis Berita. Jakarta : Pusat Universitas Terbuka Mohamad, Goenawan. 2007. Seandainya Saya Wartawan Tempo (edisi revisi). Jakarta: Institut Tempo Nurudin.2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Raja Grapindo Persada 124 125 Oetama, Jacob.2001. Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Romli, Asep Syamsul M. 1999. Jurnalistik Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya. hal 5 _________________. 2002. Jurnalistik Terapan Dan Kepenulisan. Bandung : BATIC PRESS Santoso, Singih. 2007. Menguasai Statistik dengan SPSS 15. Jakarta: Elex Media Komputindo. Semi, M.Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features, dan Artikel. Bandung: Multi Grafix Nusantara Singarimbun, Masri, dan Sofian, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Sudaryanto. 1996. Linguistik: Identitasnya, Cara Penanganannya Objeknya, dan Hasil Kajiannya. Yogyakarta: Dutawacana University Press Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sudjana, Nana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif dam R&D. Bandung: Alfabeta Sumadiria, AS Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Suhandang, Kustadi. 2004. Organisasi, Produk dan Kode Etik Jurnalistik. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia Tom E. Rolnici dkk. 2008. Pengantar Dasar Jurnilisme (Scholatic Jourlism) Edisi Kesebelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Yurnaldi. 1992. Kiat Praktis Jurnalistik. Padang: PT. Angkasa Raya Pura Sumber lain: Armiza. 2007.Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi PemantulanCahaya. Tesis SPS UPI www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/bisnis-media-dalam-5-10-tahun-mediacetak-akan-ditinggal Diakses 20-11-2013 www. Repository.fisip-untirta.ac.id TINGKAT PEMAHAMAN MAHASISWA JURNALISTIK TENTANG PENULISAN BERITA DI MEDIA CETAK KUESIONER No. Responden : (Diisi oleh periset) Petunjuk Penelitian : 1. Berilah tanda (√) pada jawaban yang Anda pilih. 2. Diharapkan semua pertanyaan dijawab dan tidak ada yang terlewatkan. 3. Pilihlah jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan keadaan sebenarnya. Bagian I : Data Responden Jenis Kelamin : □ Pria □ Wanita 1. Seberapa sering Anda membaca berita di media cetak ? □ Setiap Hari □1 Kali Seminggu □2 Kali Seminggu □3 Kali Seminggu 2. Media cetak apa yang Anda baca ? □ Koran Bagian II □ Majalah □ Tabloid : Isi Kuesioner Berikut ini adalah beberapa pemahaman mahasiswa jurnalistik tentang penulisan berita di media cetak. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menggambarkan pendapat Anda. Alternatif jawabannya adalah - Nilai Skor 5 berarti Sangat Tepat (ST) - Nilai Skor 4 berarti Tepat (T) - Nilai Skor 3 berarti Cukup Tepat (CT) - Nilai Skor 2 berarti Tidak Tepat (TT) - Nilai Skor 1 berarti Sangat Tidak Tepat (STT) No. Pertanyaan 5 4 3 Pemahaman Jenis Berita 1. Straight News adalah berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. 2. Depth News adalah berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan. 3. Investigation News adalah berita mendalam karena 2 1 4. laporan yang hendak diberitakannya memiliki berita yang berat. Interpretative News adalah berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulis atau reporter. 5. Opinion News adalah berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendikiawan, tokoh ahli atau pejabat mengenai suatu hal atau peristiwa, kondisi epoleksosbudhankam, dsb. Pemahaman Tentang Unsur Berita 6. Pada penggalan berita ini terdapat unsur What: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Satgas Perlindungan Anak melayangkan somasi kepada pemerintah terkait kondisi memperhatinkan yang dialami anak-anak yang tengah berkonflik dengan hukum. 7. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Where: Di Kabupaten Pasuruan, meskipun belum masuk daftar daerah kategori kekeringan kritis, kini sudah ada 14 desa krisis air bersih. 8. Pada penggalan berita ini terdapat unsur When: Lewat putusan pada 11 Juli lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan adanya penggunaan APBD untuk pemenangan pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) Sumatra Selatan yang dilakukan petahana, Alex Nurdin. 9. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Who: Tiga saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, mengaku mendapat kelimpahan materi dari terdakwa Ahmad Fathanah. 10. Pada penggalan berita ini terdapat unsur Why: Topan Ingrid dan badai tropis Manuel yang melanda Meksiko sejak Minggu (15/9), menyebabkan banjir dan longsor di negara tersebut. 11 Pada penggalan berita ini terdapat unsur How: Akibat kekeringan, sejumlah petani di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah, menyewa pompa untuk menyirami tanaman palawija. Mereka menyedot air Sungai Tajum yang berjarak sekitar 200300 meter. Pemahaman Tentang Konstruksi Berita 12. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi kaidah penulisan Headline 13. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi kaidah penulisan Lead 14. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah memenuhi kaidah penulisan Body (isi berita) Pemahaman Tentang Bahasa Jurnalistik 15. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan kalimat-kalimat jelas 16. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang 17. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan bahasa sederhana dan jernih pengaturannya 18. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, tanpa menggunakan kalimat majemuk 19. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan bahasa dengan kalimat aktif bukan kalimat pasif 20. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan bahasa padat dan kuat 21. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan bahasa positif bukan bahasa negatif 22. Pada berita Media Indonesia, 22/09/2013“Jemaah Haji Lansia Dibekali Rekam Ibadah”, sudah menggunakan ekonomi kata Data Jawaban Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 q1 3 3 5 4 5 3 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 3 4 4 5 5 4 3 3 4 4 5 4 3 5 4 5 4 4 3 5 5 4 5 5 5 3 4 5 3 q2 4 4 5 4 5 4 4 4 3 5 4 5 5 3 5 4 4 5 5 4 4 5 5 3 4 3 5 5 4 4 4 4 5 4 4 3 5 5 5 4 4 4 5 5 4 3 4 3 3 4 5 4 q3 4 5 5 4 5 3 4 3 5 3 5 5 3 2 5 4 4 5 5 4 4 4 4 3 3 5 5 5 3 5 3 3 5 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 5 3 5 5 3 4 4 5 3 q4 3 4 5 4 5 3 4 3 4 5 3 5 2 2 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4 4 3 5 4 5 4 3 4 4 5 5 3 3 3 4 4 4 3 5 1 4 2 5 3 q5 4 5 5 3 5 2 4 3 2 5 4 5 5 2 5 4 4 5 2 4 2 5 5 5 3 4 3 5 4 4 3 4 5 4 3 5 5 5 5 4 4 3 4 4 3 5 5 2 3 3 5 5 q6 4 3 4 2 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 3 4 5 4 2 3 2 4 5 5 3 4 3 3 5 5 4 3 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 1 3 2 5 3 q7 4 4 4 5 4 3 3 3 4 5 4 5 5 5 5 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 3 5 5 3 5 5 4 5 4 5 4 4 5 3 3 4 5 5 5 5 4 4 5 5 q8 3 5 4 3 5 3 3 4 2 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 3 3 4 3 5 5 4 5 4 4 5 5 4 3 3 5 5 4 5 3 2 3 5 5 5 1 2 4 5 2 q9 5 5 4 4 4 3 3 4 4 5 4 5 3 5 5 4 4 5 5 4 2 5 4 4 3 3 5 5 4 4 5 4 5 2 3 4 4 5 5 4 4 4 3 3 5 3 5 4 4 4 5 2 q10 5 5 4 4 5 4 3 3 3 3 3 5 5 4 5 4 4 5 4 4 5 3 5 4 2 3 5 5 4 4 4 4 5 5 2 4 5 5 3 3 5 2 3 4 3 3 5 1 3 2 5 3 Jawaban Responden q11 q12 q13 q14 5 4 5 4 5 3 2 2 4 4 4 4 3 3 4 3 5 5 4 5 3 2 2 2 4 3 2 4 4 3 3 2 4 3 3 5 5 3 3 2 4 4 5 2 5 5 5 5 5 3 3 5 4 4 3 4 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 3 3 4 4 4 4 5 5 4 1 5 3 3 3 5 2 3 4 5 3 3 2 3 3 3 3 3 5 4 3 5 5 3 4 4 4 4 4 5 4 3 2 5 4 4 4 4 3 4 3 5 4 3 2 3 4 4 5 5 5 4 1 3 3 3 3 5 3 3 2 5 2 3 4 5 4 3 3 5 3 3 3 3 4 3 2 5 4 3 2 4 4 4 4 3 5 4 4 3 5 4 4 5 4 4 3 3 4 3 3 5 5 5 5 3 3 3 2 4 4 4 5 4 4 4 2 5 5 5 5 4 4 3 2 q15 3 4 4 3 5 2 4 3 3 2 4 4 2 4 4 3 4 5 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 2 3 4 2 4 3 3 2 3 3 2 2 1 4 5 4 4 5 4 3 4 4 5 3 q16 3 3 4 3 4 2 4 4 5 2 3 5 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 2 3 4 3 3 2 4 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 1 4 5 3 4 5 5 2 3 4 5 3 q17 3 2 4 4 5 2 4 4 5 2 3 5 2 3 4 3 4 3 3 3 3 2 3 2 3 4 2 3 3 4 2 3 2 3 3 2 3 4 2 3 2 4 5 4 3 4 5 3 4 4 5 3 q18 2 4 4 3 5 2 4 3 2 3 3 5 2 3 4 4 4 3 3 4 1 2 3 4 3 3 5 4 3 3 3 3 3 1 3 4 3 4 2 3 2 3 3 4 4 3 5 3 5 2 5 2 q19 4 2 4 4 5 1 4 3 4 2 2 5 2 3 4 3 4 3 4 4 4 2 3 4 4 3 5 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 2 4 1 3 5 4 5 4 5 2 5 4 5 5 q20 4 2 4 3 5 1 4 4 3 2 4 5 4 3 4 4 4 4 4 3 3 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 2 4 2 3 4 4 5 4 5 2 3 4 5 3 q21 3 3 4 4 5 2 4 3 5 3 4 5 5 4 4 4 4 4 5 3 5 3 3 5 3 3 5 5 4 4 4 4 4 5 3 5 3 4 3 4 2 3 5 4 5 5 4 3 4 5 5 4 q22 4 2 4 3 5 2 4 3 2 2 5 5 5 4 4 4 4 4 3 3 5 3 3 1 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 1 3 3 3 3 2 3 4 4 5 5 5 3 4 5 5 3 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama Alamat Kode Pos Nomor Telepon Email Jenis Kelamin Tanggal Kelahiran Warga Negara Agama : Andrianto Gunawan : Sindangsari, Rt.05/03 Kel. Mekarsari Kec. Neglasri-Tangerang : 15129 : 085693902486/081316055073 : [email protected] : Laki-Laki : 21 September 1990 : Indonesia : Islam Riwayat Pendidikan 1. 2. 3. 4. 1996-2002, SDN 2 Neglasari Tangerang 2002-2005, SMPN 2 Tangerang 2005-2008, SMK Yuppentek 1 Tangerang 2008-Sekarang, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa – Ilmu Komunikasi Jurnalistik Riwayat Pengalaman Organisasi 1. Pramuka SMPN 2 Tangerang 2005 2. Himpunan Ilmu komunikasi divisi Minat dan Bakat 2009 3. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik divisi Minat dan Bakat 2010 4. Komunitas Video komunikasi Untirta (Kovikita) 2011-Sekarang 5. Produser Tim Creatif 107.9 Tirta Fm 2011