KAJIAN KOMPOSISI KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI TEMPORAL

advertisement
KAJIAN KOMPOSISI KOMUNITAS DAN DISTRIBUSI TEMPORAL
SERANGGA PREDATOR PADA LAHAN PERKEBUNAN KAKAO DI DESA
JAMBANGAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG
1
Rany Primalia, 2Ibrohim, 2Suhadi
Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
2
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang 65145, Indonesia
Email: [email protected]
1
ABSTRAK
Penelitian mengenai komposisi komunitas serangga predator pada lahan perkebunan kakao ini
dilakukan dengan tujuan mengungkap komposisi komunitas, distribusi temporal, dan hubungan faktor
abiotik dengan jumlah individu serangga predator pada perkebunan kakao. Penelitian ini adalah penelitian
deskripsi eksploratif. Pengambilan data dilakukan menggunakan metode survey langsung, yellow trap,
dan light trap dengan tiga kali ulangan. Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode plotting,
dengan ukuran plot 5x5 m sebanyak 25 plot pada siang hari dan 13 plot pada malam hari. Berdasarkan
hasil identifikasi, komposisi serangga predator pada lahan perkebunan kakao terdiri dari 7 ordo, 9 familia,
dan 14 spesies. Spesies yang memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi adalah Dolichoderus thoracicus
(57,78%). Distribusi temporal serangga predator menunjukkan bahwa dominan muncul pada pagi hingga
siang hari. Dari hasil regresi antara faktor abiotik dengan jumlah individu D. thoracicus ditemukan
adanya hubungan antara keduanya. Faktor abiotik yang berpengaruh adalah kecepatan angin.
Kata kunci : komposisi komunitas, distribusi temporal, serangga predator, perkebunan kakao.
ABSTRACT
The aim of this research is to figure out the community composition, temporal distribution, and
the relationship between abiotic factor and the amount of predatory insects in cacao plantation. This
research applies explorative descriptive method. The data in this research was taken by using directive
method, yellow trap and light trap with three times repetitions. The researcher uses plotting method to
determine the sampling point, with 5x5 m in 25 plots in the afternoon and 13 plots at night. The result of
the identification shows that the composition of predatory insects in the cacao plantation consists of 7
ordo, 9 family, dan 14 species. This research shows that Dolichoderus thoracicus has the highest score of
relative abundance. The predator insects’ distribution shows that they dominantly appear in the morning
until afternoon. Furthermore, the result of the regression between biotic factor and the amount of
individual insects D.thoracicus shows the relationship between them. Abiotic factor that affects
D.thoracicus is the wind rapidity.
Key words: community composition, temporal distribution, predatory insects, cacao plantation
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar
1.462.000 ha yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta
dan negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/tahun (Siswanto dan Karmawati,
2012). Produktivitas kakao Indonesia hingga rata-rata masih rendah yaitu sekitar 900
kg/ha. Salah satu penyebabnya adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT),
diantaranya hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella) dan kepik
pengisap buah (Helopeltis spp.) (Karmawati, 2010). Akibat serangan hama penggerek
buah kakao dapat menurunkan produksi sampai 80% (Wiryadiputra, 1998 dalam
Kandowangko, et al., 2011).
1
Desa Jambangan merupakan desa yang terletak di Kecamatan Dampit,
Kabupaten Malang. Keunggulan dari desa ini adalah dari sektor perkebunannya, salah
satunya adalah perkebunan kakao. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada
bulan Desember 2014, ditemukan beberapa jenis hama yang mengganggu hasil produksi
kakao, yaitu kepik penghisap buah, penggerek buah dan penggerek daun. Oleh karena
adanya keberadaan hama tersebut, produksi kakao di lahan tersebut menurun. Pada
lahan perkebunan kakao di Desa Jambangan ini masih menggunakan sistem
konvensional, yaitu menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan hama kakao.
Penggunaan insektisida kimiawi secara berlebihan akan dapat menyebabkan
dampak yang tidak baik bagi tanaman kakao sendiri, bagi tanah, dan juga ekosistem
tersebut secara keseluruhan. Insektisida kimia bila digunakan secara terus menerus akan
dapat meningkatkan daya resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran
lingkungan, dan terseleksinya produk karena kandungan residu kimia yang sudah
melebihi ambang toleransi. Solusi yang dapat dijadikan alternatif pemecahan dari
masalah tersebut adalah dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT)
(Siswanto dan Karmawati, 2012). PHT lebih menekankan pada pemanfaatan musuh
alami dibanding penggunaan insektisida. Pengurangan penggunaan insektisida akan
mendatangkan keuntungan yang lebih besar, walaupun hasil yang diperoleh tetap.
Keuntungan lain dengan menggunakan musuh alami adalah tidak adanya residu
pestisida pada produk perkebunan. Adanya residu pestisida dalam produk perkebunan
akan mengurangi daya saing produk (Karmawati, 2010).
Pengendali hayati atau musuh alami yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi
populasi hama utama dari kakao, antara lain Dolichoderus bituberculatus (semut hitam),
Oecophylla smaragdina (semut rang-rang), belalang sembah, cecopet (Dermaptera) dan
lain-lain (Deptan, 2002). Penelitian tentang serangga predator pada kakao dilakukan
oleh Harmoko dan Syatrawati (2012), hasilnya ditemukan 6 ordo serangga predator,
yaitu Orthoptera, Coleoptera, Hemiptera, Hymenoptera, Odonata, dan Homoptera.
Selain itu juga telah dilaporkan oleh Putra, et al (2011) adanya keberadaan serangga
predator di perkebunan kakao, yaitu dari famili Famili Labiduridae, Anthocoridae,
Chrysopidae, Gryllidae dan Chalcididae. Ordo yang berperan sebagai predator yang
ditemukan terbanyak di perkebunan kakao adalah dari Famili Anthocoridae (kepik
perompak kecil). Yatno, et al (2013) melaporkan hasil penelitiannya mengenai
keanekaragaman arthropoda pada pertanaman kakao, ditemukan 11 ordo yang terdiri
dari 21 famili dan 307 populasi untuk arthropoda tajuk sedangkan arthropoda permukan
tanah terdapat 5 ordo yang terdiri dari 6 famili dan 871 populasi.
Penggunaan musuh alami, khususnya serangga predator lebih menguntungkan
untuk diterapkan tetapi penelitian mengenai serangga predator di perkebunan kakao
masih terbatas, sehingga kajian tentang musuh alami ini perlu untuk lebih
dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai manfaat yang dapat diambil setelah
dilakukannya penelitian tersebut. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan
mengungkap komposisi komunitas, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, indeks
kekayaan, distribusi temporal, dan hubungan faktor abiotik dengan jumlah individu
serangga predator pada perkebunan kakao.
METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan jenis, kelimpahan relatif,
keanekaragaman, kemerataan, kekayaan dan distribusi temporal serangga predator pada
2
perkebunan kakao. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2015 di lahan
perkebunan kakao di Desa Jambangan Kecamatan Dampit Kabupaten Malang.
Identifikasi serangga predator yang telah diambil dilakukan pada Laboratorium Ekologi
Universitas Negeri Malang.
Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode plotting pada lahan
perkebunan kakao. Luas lahan perkebunan kakao sebesar 8576 m2 (107,20 m x 80 m).
Pada saat pagi hingga sore hari plot yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 plot
5 m x 5 m yang merata di daerah pencuplikan. Pada saat malam hari, plot yang
digunakan dalam penelitian adalah 13 plot dengan ukuran 5m x 5m yang merata pada
daerah pencuplikan. Pengambilan sampel penelitian menggunakan tiga metode, yaitu
metode survey langsung, yellow trap, dan light trap. Pengambilan sampel srrangga
predator dilakukan dalam empat pembagian waktu, yaitu pagi hari pukul 07.00-09.00,
siang hari pukul 11.00-13.00, sore hari pukul 15.00-17.00 dan malam hari pukul 17.0006.00. WIB. Spesimen yang didapat kemudian diidentifikasi, dihitung kelimpahan
relatif, indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaannya kemudian dianalisis
regresi menggunakan SPSS untuk mengetahui pengaruh suhu, kelembaban, intensitas
cahaya, dan kecepatan angin terhadap jumlah inidvidu dan jumlah spesies serangga
predator.
HASIL
Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan 7 ordo, 9 familia, dan 14 spesies yang
berperan sebagai predator di perkebunan kakao.
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Serangga Predator yang Ditemukan
No
Ordo
Familia
Genus
Scymnus
Spesies
Scymnus sp
1.
Coleoptera
Coccinellidae
Cryptolaemus
Cryptolaemus montrouzieri
2.
Dermaptera
3.
Diptera
Forficulidae
Asilidae
Dolichopodidae
Reduviidae
Curinus
Marava
Zosteria
Condylostylus
Rocconota
4.
Hemiptera
Miridae
Deraeocoris
Camponotus
Curinus coeruleus
Marava sp.
Zosteria sp.
Condylostylus sp.
Rocconota sp.
Deraeocoris punctum
Deraeocoris sp.
Camponotus sp.
Acromyrmex
Acromyrmex versicolor
Dolichoderus
Dolichoderus thoracicus
5.
Hymenoptera
Formicidae
6.
Neuroptera
Hemerobiidae
Hemerobius
Hemerobius sp.
7.
Orthoptera
Gryllidae
Metioche
Metioche vittaticollis
Kelimpahan relatif serangga predator yang ditemukan pada lahan perkebunan
kakao dapat dilihat secara ringkas pada Tabel 4.2. Berdasarkan tersebut dapat diketahui
bahwa spesies serangga predator yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi adalah
Dolichoderus thoracicus. Spesies tersebut memiliki jumlah individu total sebanyak 78
individu, dengan nilai kelimpahan relatif sebesar 57,78%.
3
Tabel 4.2 Kelimpahan Relatif Serangga Predator
No
Nama Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Jumlah Individu
KR (%)
5
2
4
5
8
4
2
2
2
1
6
78
10
6
3.70
1.48
2.96
3.70
5.93
2.96
1.48
1.48
1.48
0.74
4.44
57.78
7.41
4.44
135
100
Scymnus sp.
Marava sp.
Zosteria sp
Rocconota sp
Camponotus sp.
Hemerobius sp.
Metioche vittaticollis
Condylostylus sp
Deraeocoris punctum
Deraeocoris sp
Acromyrmex versicolor
Dolichoderus thoracicus
Cryptolaemus montrouzieri
Curinus coeruleus
Jumlah
Hasil rincian analisis indek keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (E), dan
indeks kekayaan (R) serangga predator di lahan perkebunan kakao di Desa Jambangan,
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang dapat dilihat Tabel 4.3. Berdasarkan tabel
tersebut, diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman pada pagi, siang dan sore hari
termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang. Sedangkan nilai keanekaragaman
pada malam hari termasuk kategori rendah. Nilai kemerataan untuk pagi hari termasuk
ke dalam rentangan nilai kategori sedang. Kemerataan yang tinggi pada siang, sore dan
malam hari. Kekayaan pada pagi dan siang hari termasuk dalam kategori sedang, dan
nilai kekayaan sore dan malam hari termasuk dalam kategori rendah.
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H), Kemerataan (E) dan Kekayaan (R) Serangga Predator
Pagi
Nilai Kriteria
Siang
Nilai
Kriteria
Sore
Nilai
Kriteria
Malam
Nilai
Kriteria
H
1,57
Sedang
1,71
Sedang
1,56
Sedang
0,64
Rendah
E
R
0,59
3,03
Sedang
Sedang
0,71
2,69
Tinggi
Sedang
0,75
2,38
Tinggi
Rendah
0,92
0,91
Tinggi
Rendah
Indeks
Distribusi temporal serangga predator pada lahan perkebunan kakao dapat
diketahui berdasarkan jumlah individu tiap spesies serta jumlah spesies di setiap waktu
pengambilan sampel. Jumlah individu tiap spesies serangga predator di lahan
perkebunan kakao dapat dilihat pada Tabel 4.4, sedangkan jumlah spesies serangga
predator yang ditemukan pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
4
Tabel 4.4 Jumlah Individu Serangga Predator di Setiap Waktu Pengamatan
No
Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Scymnus sp.
Marava sp.
Zosteria sp
Rocconota sp
Camponotus sp.
Hemerobius sp.
Metioche vittaticollis
Condylostylus sp
Deraeocoris punctum
Deraeocoris sp
Acromyrmex versicolor
Dolichoderus thoracicus
Cryptolaemus montrouzieri
Curinus coeruleus
Jumlah
Jumlah Individu
Siang
Sore
3
1
0
1
1
0
2
0
2
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
3
21
10
6
0
2
1
41
19
Pagi
2
1
3
3
4
2
1
1
1
1
2
45
4
3
73
Malam
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
3
Jumlah
6
2
4
5
8
4
2
2
2
1
6
78
10
6
135
Tabel 4.5 Jumlah Spesies Serangga Predator yang Ditemukan pada Setiap Waktu Pengamatan
No
1
2
3
4
Waktu Pengamatan
Pagi
Siang
Sore
Malam
Jumlah Spesies
14
11
7
2
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa serangga predator pada lahan
perkebunan kakao memiliki waktu aktif pada pagi hingga siang hari yang ditandai
dengan tingginya jumlah individu serangga predator pada waktu tersebut. Berdasarkan
tabel 4.5, dapat diketahui bahwa jumlah spesies tertinggi ditemukan pada pagi hari.
Untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik yang meliputi suhu udara,
kelembaban udara, intensitas cahaya dan kecepatan angin dengan jumlah individu
serangga predator yang memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi, yaitu Dolichoderus
thoracicus dapat diketahui melalui hasil analisis regresi. Tabel ringkasan mengenai
hasil analisis regresi disajikan pada Tabel 4.6 Sedangkan Perbandingan nilai
signifikansi faktor abiotik pada hasil regresi dengan serangga predator disajikan pada
Tabel 4.7.
Tabel 4.6 Nilai R Square dengan Nilai Signifikansi Faktor Abiotik dengan Jumlah Spesies
No
1
Spesies
Dolichoderus thoracicus
R Square
Signifikansi
0,091
0,147
5
Keterangan
Tidak berpengaruh, hubungan
lemah
Tabel 4.7 Nilai Signifikansi Faktor Abiotik Hasil Regresi dengan Jumlah Individu
No.
1.
Spesies
Dolichoderus thoracicus
Faktor Abiotik
- Suhu Udara
- Kelembaban Udara
- Intensitas Cahaya
- Kecepatan Angin
Nilai Signifikansi
0,705
0,310
0,692
0,033
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa hasil
dari analisis regresi antara semua faktor abiotik pada tiap waktu pengamatan dengan
jumlah individu serangga predator Dolichoderus thoracicus menunjukkan hampir tidak
ada hubungan antara keduanya, karena nilai R Square termasuk dalam rentang 0-0,20
yang berarti adalah mempunyai hubungan atau keeratan yang lemah. Berdasarkan Tabel
4.8, dapat diketahui bahwa pada hasil regresi antara faktor abiotik dengan jumlah
individu Dolichoderus thoracicus, yang paling berpengaruh adalah kecepatan angin
karena memiliki nilai signifikansi < 0,1.
PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa komposisi serangga
predator pada lahan tersebut terdiri dari 7 ordo, 9 familia, dan 14 spesies. Spesies yang
ditemukan antara lain dari familia Coccinellidae, yaitu Scymnus sp., Cryptolaemus
montrouzieri,dan Curinus coeruleus. Ketiganya adalah spesies predator bagi kutu kebul,
kutu hijau dan kutu putih. Serangga predator yang ditemukan ada yang termasuk dalam
ordo Dermaptera, familia Forficulidae yaitu Marava sp. yang merupakan predator ulat
penggerek batang, penggulung daun (Susilo, 2007). Serangga predator dari ordo
Diptera, Zosteria sp, menurut Barnes (2007), merupakan predator yang buas yang dapat
memangsa belalang, kutu, lebah, dan telur-telur serangga lainnya. Selanjutnya
Condylostylus sp., merupakan pemangsa kutu daun dan serangga kecil lain yang efektif
(Deptan, 2002).
Dari ordo Hemiptera yaitu Rocconota sp. yang termasuk dalam familia
Reduviidae memangsa berbagai jenis ulat (Spodoptera, Helicoverpa), kumbang
(Epilachna), berbagai kepik (Dysdercus), Helopeltis, kutu tanaman, dan rayap (Susilo,
2007). Spesies Deraeocoris punctum dan Deraeocoris sp. yang termasuk dalam familia
Miridae, merupakan predator potensial, yang memangsa aphid, ulat, tungau dan
berbagai telur serangga dalam jumlah yang cukup banyak pada berbagai perkebunan
(Lamine, 2005). Selanjutnya ditemukan serangga predator dari ordo Hymenoptera,
familia Formicidae yaitu Camponotus sp., Acromyrmex versicolor, dan Dolichoderus
thoracicus. Serangga semut hitam (Dolichoderus thoracicus) bersama dengan semut
rangrang atau semut merah telah dikenal sebagai agen pengendali hayati hama
Helopeltis spp. pada tanaman kakao (Anshary dan Pasaru, 2008). Hemerobius sp.
merupakan predator penting bagi kutu putih, kutu daun atau aphid, telur serangga, dan
serangga yang berbadan lembut (Daane, et al., 2012). Spesies Metioche vittaticollis,
menurut Karindah, et al (2012) adalah salah satu serangga predator kutu daun, hama
peloncat daun (leafhopper), telur serangga, penggerek daun, dan juga ulat kecil.
Berdasarkan data yang telah disajikan pada Tabel 4.2, diketahui bahwa yang
memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi adalah Dolichoderus thoracicus. Hasil ini
dapat diartikan bahwa selama pengamatan spesies tersebut sangat melimpah dan
dominan keberadaannya. Menurut Herlinda, et al (2008), Famili Formicidae tergolong
serangga yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap insektisida, sehingga memiliki
6
tingkat dominasi yang tinggi. Spesies Dolichoderus thoracicus merupakan predator
utama bagi hama kakao, yaitu Helopeltis sp dan Conopomorpha cramerella. Menurut
penelitian Khoo dan Chung (2004) dalam Anshary dan Pasaru (2008) menunjukkan
bahwa D. thoracicus dapat menurunkan tingkat serangan hama Helopeltis sp. dan
C.cramerella pada pertanaman kakao. Jumlah dan dominasi dari spesies Dolichoderus
thoracicus sangat tinggi, karena adanya ketersediaan makanan yang cukup serta kondisi
lingkungan yang sesuai.
Indeks keanekaragaman pada pagi hingga sore hari termasuk dalam kategori
sedang. Keanekaragaman sedang menunjukkan bahwa keadaan di lahan perkebunan
kakao tersebut memiliki kestabilan ekosistem yang sedang. Menurut Soegianto (1994)
dalam Satria (2014), komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas
disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama.
Sebaliknya jika komunitas disusun oleh sedikit jenis dan sedikit jenis yang dominan
maka keanekaragaman jenisnya rendah. Keanekaragaman yang rendah pada malam hari
disebabkan oleh tingginya curah hujan pada saat pengambilan data. Pada saat cuaca
hujan, serangga-serangga akan bersembunyi dari air hujan, apabila sayap serangga
basah maka serangga tidak dapat terbang dengan mudah, sehingga tidak bisa terbang
untuk memperoleh makan dan jumlahnya berkurang (Putra, et al., 2011).
Nilai indeks kemerataan pada pagi hari termasuk dalam kategori kemerataan
sedang, sedangkan indeks kemerataan pada siang, sore dan malam hari termasuk dalam
kemerataan tinggi. Makin tinggi nilai E (Indeks Kemerataan) keadaan ekosistem akan
lebih baik. Nilai kemerataan akan cenderung tinggi bila jumlah populasi dalam suatu
famili tidak mendominasi populasi famili lainnya sebaliknya kemerataan cenderung
rendah bila suatu famili memiliki jumlah populasi yang mendominasi jumlah populasi
lain (Yatno, et al., 2013).
Indeks kekayaan yang termasuk dalam kategori sedang adalah kekayaan pada
pagi dan siang hari, sedangkan kekayaan sore dan malam hari termasuk dalam kategori
rendah. Menurut Agung (2014) tinggi rendahnya nilai indeks kekayaan serangga
predator disebabkan karena ketersediaan makanan dan kebiasaan dari serangga predator.
Selain itu kekayaan serangga juga dipengaruhi oleh iklim. Keadaan iklim yang stabil
menyebabkan kekayaan jenis serangga menjadi tinggi (Tambunan, 2013).
Distribusi temporal merupakan keberadaan individu serangga berdasarkan
dimensi waktu, yang berkaitan dengan perubahan dari terang ke gelap. Berdasarkan
hasil yang diperoleh diketahui bahwa jumlah individu dan jumlah spesies paling tinggi
adalah pada pagi hingga siang hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Fajarwati, et
al (2009) bahwa aktivitas kunjungan serangga, umumnya pada pagi sampai siang hari
dan aktivitas kunjungan di sore hari semakin menurun.
Faktor abiotik merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi
keberadaan serangga di alam. Faktor abiotik yang paling berpengaruh terhadap jumlah
individu dari D.thoracicus adalah kecepatan angin, karena memiliki nilai signifikansi
kurang dari 0,1. Pengaruh dari adanya kecepatan angin adalah adanya angin yang
bertiup kencang juga dapat menerbangkan sehingga jumlahnya berkurang (Harmoko
dan Syatrawati, 2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil identifikasi, komposisi serangga predator pada lahan
perkebunan kakao terdiri dari 7 ordo, 9 familia, dan 14 spesies. Serangga predator yang
memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi adalah Dolichoderus thoracicus. Komunitas
7
serangga predator di lahan perkebunan kakao pada pagi hari memiliki nilai
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan sedang. Sedangkan pada siang hari nilai
keanekaragaman sedang, kemerataan individunya tinggi, dan kekayaan sedang. Pada
sore hari nilai keanekaragaman sedang, kemerataan tinggi, dan kekayaan rendah,
selanjutnya pada malam hari nilai keanekaragamannya rendah, kemerataan tinggi, dan
kekayaan rendah. Jumlah individu dan jumlah spesies serangga predator tertinggi
ditemukan pada pagi hari hingga siang hari. Faktor abiotik yang paling berpengaruh
terhadap D.thoracicus adalah kecepatan angin.
SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai daya predasi serangga predator
yang paling banyak ditemukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan makan
dari masing-masing jenis. Informasi hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan
tambahan bagi para petani kakao dalam hal pengendalian hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, S.A.P. 2014. Kajian Struktur dan Komposisi Komunitas Serangga Predator
yang Berpotensi menjadi Agens Hayati di Perkebunan Kopi Desa Bangelan
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Skripsi: tidak diterbitkan. Malang:
FMIPA UM.
Anshary, A. dan Pasaru, F. 2008. Teknik Perbanyakan dan Aplikasi Predator
Dolichoderus thoracicus (Smith) (Hymenoptera: Formicidae) untuk
Pengendalian Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella (Snellen) di
Perkebunan Rakyat. Jurnal Agroland 15 (4) : 278 – 287.
Barnes, Jeffrey K. Norman Lavers, and Raney, H. 2007. Robber Flies (Diptera:
Asilidae) Of Arkansas, U.S.A.: Notes And A Checklist. Volume 118, Number 3.
Daane, M.K , Rodrigo P. P. A ,Bell, V.A ,Walker, J.T.S ,Botton, M.,Fallahzadeh, M.,
Mani,M, Miano, J.L.,Sforza R., Walton, V.M, and Zaviezo, T. 2012. Arthropod
Management in Vineyards: Pests, Approaches, 271 and Future Direction.
California : Springer Science+Business Media B.V.
Deptan. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Jakarta : Direktorat
Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
Fajarwati, R., Atmowidi, T., & Dorly. 2009. Keanekaragaman Serangga pada Bunga
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) di Lahan Pertanian Organik. Jurnal
Entomol Indon 6(2) : 77-85.
Harmoko, H. dan Syatrawati. 2012. Inventarisasi Serangga pada Pertanaman Kakao di
Desa Karueng, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang. Jurnal Agrisistem 8
(2) : 57-61.
Herlinda, S. Waluyo, Estuningsih, S.P., dan Irsan, C. 2008. Perbandingan
Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni
Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida. Jurnal
Entomol Indon 5(2) : 96-107.
Kandowangko, D., Engka,R. dan Rimbing,J. 2011. Jenis Parasitoid Telur Hama
Conopomorpha cramerella Pada Tanaman Kakao di Sulawesi Utara. Jurnal
Eugenia, Volume 17 .
8
Karindah, S., Yanuwiadi, B. dan Sulistyowati, L. 2012. Biology and Predatory
Behavior of Metioche vittaticollis (Stal) (Orthoptera: Gryllidae). Jurnal Trop.
Plant Prot. 1 (1): 1-9.
Karmawati, E. 2010. Pengendalian Hama Helopeltis Spp pada Tanaman Jambu Mete
Berdasarkan Ekologi; Strategi dan Implementasinya. Pengembangan Inovasi
Pertanian 3 (2) : 102-119.
Lamine, K., Lambine, M, dan Alauzet, C. 2005. Effect of Starvation on The Searching
Path of The Predatory Bug Deraeocoris lutescens. BioControl (2005) 50: 717727.
Lumingas, Lawrence J.L., Moningkey, Ruddy, D., Kambey, Alex D. 2011. Efek Stres
Antropogenik terhadap Struktur Makrozoobentos Substrat Lunak Perairan Laut
Dangkal di Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat Likupang (Semenanjung
Minahasa, Sulawesi Utara). Jurnal Matematika dan Sains, (online), 16 (5): 95105.
Odum,E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Thajono, S.
1993. Yogyakarta : UGM Press.
Putra, I.G.A, Watiniasih, N.L, Suartini, N.M. 2011. Inventarisasi Serangga Pada
Perkebunan Kakao (Theobroma cacao) Laboratorium Unit Perlindungan
Tanaman Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal
Biologi XIV (1) : 19 – 24.
Satria, M., Zulfikar, A. dan Zen, L.W. 2014. Keanekaragaman dan Distribusi
Gastropoda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Tanjungpinang :
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Siswanto dan Karmawati, E. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao (Conopomorpha
cramerella dan Helopeltis spp.) Dengan Pestisida Nabati Dan Agens Hayati.
Perspektif 11(2) : 103 – 99.
Susilo, F.X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama
Tanaman. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
Tambunan, M.M., Uly, M., dan Hasanuddin. 2013. Indeks Keanekaragaman Jenis
Serangga Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.) Di Kebun
Helvetia PT. Perkebunan Nusantara II. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(1) :
225-238.
Yatno, Pasaru, F. dan Wahid, A. 2013. Keanekaragaman Arthropoda pada Pertanaman
Kakao (Theobroma Cacao L.) di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jurnal
Agrotekbis 1 (5) : 421 – 428.
9
Download