Penyakit virus pada tanaman Profesor Darmono 17 Januari 2014

advertisement
Penyakit virus pada tanaman
Profesor Darmono
17 Januari 2014
Bila ditinjau pada segi ekonomi, virus pada jenis tanaman merupakan hal yang sangat
penting, karena virus dapat menyebar dan menyebabkan kerusakan pada tanaman komersial
yang menyebabkan penurunan produksi, seperti tanaman hortikultura, tanaman pangan, dan
tanaman keras/pohon di hutan. Diperkirakan kerugian kerusakan tanaman diseluruh dunia
karena penyakit virus pada tanaman mencapai 6 juta dolar per-tahunnya. Tidak seperti virus
pada mamalia atau pada bakteri dimana virus tersebut menyerang sel, virus pada tanaman
belum diketahui reseptor pada sel yang spesifik. Pada umumnya permukaan tanaman terdiri
dari lapisan lilin dan pektin yang merupakan lapisan pelindung, dan yang paling penting
adalah setiap sel tanaman dilapisi oleh dinding sel yang tebal yang terdiri dari selulose yang
mengelilingi membran sitoplasma. Dari hal tersebut maka virus tanaman masuk kedalam sel
tanaman sangat bergantung pada terjadinya perusakan sel tanaman secara mekanis, dimana
vektor serangga sangat berperan sebagai transmisi dari virus yang bersangkutan. Ada
beberapa jalan penularan atau transmisi virus tanaman yaitu:
-Melalui benih: Pada transmisi melalui benih ini disebabkan karena kontaminasi
eksternal dari partikel virus pada benih, atau karena terjadi kontaminasi pada embrio hidup
dari benih oleh partikel virus. Penularan melalui benih ini dapat menyebabkan outbreak
penyakit virus pada tanaman pangan yang biasanya dimulai dari tanaman berasal dari benih
tersebut, tetapi kadang dapat menyebar pada tanaman lainnya dengan mekanisme penyebaran
lainnya.
- Melalui perbanyakan vegetative tanaman: Tehnik vegetasi dalam perbanyakan
tanaman merupakan tehnik yang relatif murah dan mudah, tetapi merupakan kesempatan
yang ideal untuk penyebaran virus dari tanaman satu ketanaman lainnya.
- Melalui vektor: Banyak spesies organisme yang dapat bertindak sebagai vektor yang
menyebarkan virus tanaman dari tanaman satu kelainnya yaitu:
a. Bakteri: (misalnya Agrobacterium tumefaciens plasmid T dari organisme ini telah
digunakan secara eksperimental/penelitian untuk menularkan genom virus diantara tanaman)
b. fungi
c. Nematoda
d. Arthropoda (insekta)
e. Arachnida (kutu kecil)
- Penularan secara mekanik: Penularan secara mekanik virus tanaman banyak
digunakan untuk penelitian infeksi virus pada tanaman, biasanya dilakukan dengan
menggosokkan materi yang mengandung virus kedalam daun, dimana daun dari hampir
semua tamanan sangat peka terhadap infeksi virus. Hal tersebut sebetulnya juga terjadi secara
alamiah. Partikel virus dapat mengontaminasi tanah pada waktu yang lama dan dapat
menularkan virus kedalam daun pada tanaman yang baru ditanam, pada saat tertiup angin
melalui debu, atau percikan air hujan yang membawa lumpur yang mengandung virus dari
tanah tersebut masuk kedalam sel tanaman.
Virus multipartit
Virus multipartit yang menginfeksi tanaman, genomenya merupakan virus yang
bersegmen yang dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu bersegmen dua atau lebih yang
membagi segmen pada asam nukleatnya. Semua segmen asam nukleatnya menyatu dalam
partikel virus tunggal. Walaupun genomnya multipartit dan juga bersegmen, setiap segmen
genom disatukan dalam partikel virus yang terpisah. Genome yang bersegment mempunyai
kelebihan tersendiri, walaupun bersegment tetapi genom tersebut dapat mengurangi pengaruh
terhadap perpecahan segment yang disebabkan oleh proses enzimatis dalam tanaman
sehingga dapat meningkatkatkan kapasitas koding dari genom.
Tabel 3.1 Famili virus tanaman yang mempunyai segmen dua (bipartit) dan tiga (tripartit)
Famili:
Begomovirus (Geminiviridae) (single-stranded DNA)
Comovirus (single-strand RNA)
Furovirus (single-strand RNA)
Tobravirus (single-strand RNA)
Partitiviridae (double-strand RNA)
Bromoviridae (single-strand RNA)
Hordeivirus (single-strand RNA)
Segment
Bipartit
Bipartit
Bipartit
Bipartit
Bipartit
Tripartit
Tripartit
Partikel yang berbeda tersebut mempunyai struktur yang mirip dan mengandung
komponen protein yang sama, tetapi sering berbeda dalam ukurannya bergantung pada
panjangnya segmen genom yang menyatu. Memisahkan segmen genom menjadi partikel
yang berbeda (strategi multipartite) dapat memudahkan keperluan untuk menyortir nukleotida
secara akurat, tetapi menimbulkan masalah baru pada semua partikel virus yang harus
diambil oleh sel inang tunggal untuk dapat melakukan infeksi secara produktif. Hal inilah
mengapa virus multipartit hanya terdapat pada virus yang menyerang tanaman. Ada beberapa
cara infeksi virus pada tanaman di laboratorium yaitu: menyuntikkan getah pengisap dari
serangga, memasukan virus melalui luka pada tanaman, memasukkan sejumlah besar
inokulum partikel virus pada sel initial.
Transmisi virus tanaman oleh serangga
Transmisi virus melalui vektor serangga sangat penting dalam bidang pertanian.
Penyebab utama dari penyebaran virus tanaman melalui serangga ada beberapa hal yaitu:
Pertanian ekstensif pada satu jenis tanaman (monokultur), dan penggunaan pestisida yang
tidak benar yang membunuh predator menyebabkan ledakan peningkatan populasi serangga
jenis aphids. Infeksi virus tanaman sangat bergantung pada kerusakan secara mekanik dari
integritas dinding sel tanaman yang menyebabkan virus langsung masuk dalam sel. Hal ini
terjadi karena vektor pembawa membava virus yang bersangkutan atau virus masuk langsung
pada lokasi kerusakan tersebut. Virus masuk kedalam tanaman melalui vektor adalah hal
yang paling penting dan sering terjadi. Pada beberapa kejadian, virus di transmisikan secara
mekanik dari tanaman ke tanaman lain melalui vektor, insekta merupakan penyebaran
penyakit yang paling utama, dengan kemampuan serangga untuk terbang dan terbawa oleh
angin pada jarak yang jauh sampai ratusan kilometer dapat terjadi. Insekta sebagai hama
menggigit dan menghisap jaringan tanaman merupakan transmisi yang ideal dari virus untuk
mendapatkan hospes yang baru, kasus ini disebut transmisi non-propagasi. Pada beberapa
kasus lain (mis: rhabdovirus), virus dapat menginfeksi insekta dan bermultiplikasi dalam
tubuh insekta tersebut, kasus ini dinamakan transmisi propagasi, begitu juga terjadi propagasi
dalam tanaman. Pada kasus tersebut artinya vektor tidak hanya sekedar sebagai transmisi
tetapi juga dapat melipat gandakan agen infeksi.
Misalnya pada Begomovirus (Geminiviridae) di tularkan oleh insekta “whiteflies”
(Gb.3.1), hampir semua Begomovirus mempunyai genom sirkuler dua, dan molekul singel
strand DNA. Kelompok virus ini menyebabkan kerusakan yang besar pada tanaman pangan
seperti tanaman tomat, kedelai, ketela, dan tanaman kapas. Virus ini disebarkan secara luas
oleh insekta whiteflies jenis biotipe B yang sayapnya berwarna keperakan spesies Bemisia
tabaci. Vektor ini mencari pakan memilih-milih menurut yang disukainya, sehingga
menyebarkan virus dari spesies tanaman lokal ke tanaman pangan.
Gambar 3.1. Jenis insekta bersayap putih (whiteflies) yang menyebarkan virus Begomo.
Ada sejenis insekta kelompok Aphid (semacam kutu tanaman) menularkan berbagai
jenis virus yang berbeda genus termasuk Potyvirus, Cucumovirus dan Lutevirus. Spesies
Aphid Myzus persiae merupakan vektor dari bermacam virus tanaman termasuk Potato virus.
Gambar 3.2. Kutu Aphids Myzus persiae merupakan vektor virus tanaman kentang
(Potato virus)
Hopper atau belalang/insekta melompat dapat menularkan virus dari beberapa genera
virus termasuk virus vamili Rhaboviridae dan Reoviride. Hopper spesies Micrutalis
malleifera, merupakan vektor virus pada tanaman tomat Tomato pseudo-curly top virus.
Gambar 3.3. serangga hopper, Micrutalis malleifera sebagai vektor virus tanaman
tomat.
Sejenis serangga lainnya “Thrips”, membawa virus genus Tospovirus . Thrips spesies
Frankilella occidentalis, adalah pembawa utama (vektor utama) virus tanaman tomat Tomato
spotted wilt virus.
Gambar 3.4. Serangga Frankilella occidentalis serangga pembawa virus utama virus
tanaman tomat Tomato spotted wilt virus.
Serangga kutu loncat Diaphorina citri adalah serangga yang berbahaya pada tanaman
jeruk, karena serangga ini dapat bertindak sebagai vektor virus yang menyerang tanaman
jeruk, Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Akibat dari serangan virus yang dibawa
oleh serangga kutu loncat ini dapat merugikan petani jeruk sangat besar karena dapat
menyebabkan kematian pohon jeruk yang sangat luas. D. citri menyerang tangkai, kuncup
bunga dan daun, tunas serta daun-daun muda. Bagian tanaman yang terserang parah biasanya
mengering secara perlahan-lahan kemudian mati. Serangan ringan mengakibatkan tunastunas muda mengeriting dan pertumbuhannya terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi
berwarna putih transparan berbentuk spiral, biasanya diletakkan berserak di atas daun atau
tunas.
Gambar 3.5. Kutu loncat Diaphorina citri terlihat bersama telur dan sekresi serta bentuk
muda dan dewasanya yang membawa CVPD virus yang menyerang tanaman jeruk
Serangga lain yang bertindak sebagai vektor virus adalah Ceratoma arcuata dan
beberapa spesies lain dari genus serangga ini banyak menyerang tanaman melon di Amerika
Utara dan Amerika latin seperti Peru, Brazil, Mexico dan negara Amerika Selatan lainnya
yang merugikan petani buah melon dinegara tersebut. Serangga tersebut bertindak sebagai
vektor virus Squash mosaic comovirus (SMC).
Gambar 3.6 Serangga Ceratoma arcuata bertindak sebagai vektor SMCV pada tanaman buah
melon
Sejenis serangga melompat lainnya disebut “brown planthopper (BPH)” atau yang
populer disebut wereng coklat Nilaparvata lugens yang merupakan hama padi adalah jenis
serangga yang juga dapat bertindak sebagai vektor dari virus tanaman padi “ rice rage stunt
virus (RRSV)” dan “rice grassy stunt virus (RGSV)”. Selain vektor tersebut dapat
menyebabkan kerusakan tanaman padi yang luas, virus yang dibawanya juga merupakan
problema yang besar bagi tanaman padi terutama pada sistem monokultur. Virus RGSV
termasuk anggota dari kelompok Tenuivirus, sedangkan RRSV termasuk dalam kelompok
Oryzavirus dalam famili Reoviridae. Serangga Nephotettix virescens (Dist.) atau wereng
hijau sebagai vektor virus tungro.
Gambar 3.7. Serangga “brown planthopper” (wereng coklat), sebagai vektor virus tanaman
padi RRSV dab RGSV (kiri) dan serangga wereng hijau Nephotettix virescens (Dist.)
sebagai vektor virus tungro pada tanaman padi
Mekanisme bagaimana virus dapat di transmisikan kedalam jaringan tanaman hospes
ada beberapa cara yaitu:
a) Pengaruh alat penggigit dari serangga, sehingga virus cepat diserap kemudian dilepas
kedalam sel tanaman. Pada saat serangga memakan tanaman, virus terlepas dalam jaringan
tanaman yang belum terinfeksi virus, hal tersebut dinamakan hubungan “non-persisten”
antara tanaman dengan serangga. Proses tersebut telah diteliti pada penularan virus Potyvirus
oleh serangga Aphids.
b) Mekanisme lain, ialah virus masuk kedalam vektor, kemudian bersirkulasi dalam
tubuh vektor memperbanyak diri (propagasi) dan dilepas dalam kelenjar liur vektor. Vektor
perlu makan untuk dapat menginfeksi tanaman yaitu sekitar beberapa jam sebelum virus
ditransmisikan.
Pathogenesis infeksi virus pada tanaman
Pada awal terjadinya penyakit virus pada tanaman, kebanyakan virus bermultiplikasi
pada lokasi infeksi, hal tersebut menyebabkan gejala lokal seperti titik nekrosis pada daun.
Kemudian virus didistribusikan pada semua jaringan tanaman baik langsung melalui sel ke
sel ataupun melalui sistem pembuluh tanaman yang mengakibatkan infeksi secara sistemik
dapat melibatkan semua jaringan tanaman. Pada kejadian lain virus dapat melakukan
reinfeksi pada sel yang baru seperti pada saat pertama virus menyerang tanaman yaitu
menembus melalui dinding sel tanaman. Pada sel tanaman terdapat saluran yang disebut
“plasmodesmata” dimana sel tanaman saling berkomunikasi antara sel satu dengan lainnya
dan untuk menyalurkan metabolit diantara sel tersebut. Saluran tersebut sangat kecil untuk
dapat dilewati partikel virus atau genom asam nukleatnya, tetapi banyak virus tanaman dapat
melakukan modifikasi proteinnya untuk bergerak yang dapat memodifikasi plasmodesmata.
Misalnya pada tobacco mosaic virus (TMV) yang mempunyai ukuran protein 30kD, dimana
protein ini diekspresikan dari sub-genomik mRNA yang berfungsi untuk memodifikasi
plasmodesmata yang mengakibatkan genomik RNA dilapisi oleh protein 30kD yang
kemudian ditransport dari sel satu ke sel lainnya yang berdekatan. Virus lain seperti cowpea
mosaic virus (CPMV-famili comovirus) memiliki strategi yang sama dengan TMV, tetapi
virus ini mempunyai mekanisme molekuler yang berbeda. Pada CPVM protein 58 atau 48K
strukturnya berbentuk tubuler dimana virus utuh dapat melewati saluran sel secara langsung
dari sel satu kelain sel tanaman.
Gambar 3.8. skema saluran “plasmodesmata” pada dinding sel tanaman
Infeksi virus pada tanaman secara umum dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan,
distorsi, timbulnya pola mosaic pada daun, daun menguning, kemudian layu dan berbagai
perubahan patologik lainnya. Perubahan gejala makroskopik tersebut diakibatkan oleh:
Sel mengalami nekrosis, disebabkan oleh kerusakan langsung karena terjadinya
replikasi virus
Sel hypoplasia, sel mengecil terhambat pertumbuhannya pada lokasi infeksi yang
cenderung menjadi mosaic (terlihat menipis, lokasi kekuningan pada daun)
Sel hyperplasia, sel membesar tumbuh tidak normal, mengakibatkan pembengkakan
atau terjadi distorsi pada tanaman.
Gambar 3.9 Sel daun mengalami nekrosis, hypoplasia dan warna kekuningan pada
lokasi infeksi virus
Virus tanaman tomat dan tanaman hias
Genus Begomovirus terdiri dari lebih 200 spesies dan termasuk dalam famili
Geminiviridae. Virus tanaman ini merupakan kelompok virus yang berukuran besar dengan
hospes dari tanaman yang sangat bervariasi menginfeksi tanaman dikotil. Dilaporkan genus
virus ini menyerang tanaman diseluruh dunia dan menyebabkan kerugian ekonomi yang
besar, dari tanaman pangan seperti tomat, kacang, labu/gambas, ketela, tanaman hias dan
tanaman kapas. Partikel virus tidak beramplop, nukleokapsidnya berukuran panjang 38 nm
dan diameter 15-25 nm, mempunyai basik morfologi icosahedral simetri. Virus juga
mempunyai dua inkomplet icosahidral-missing satu vertex bergabung, ada 22 capsomer
setiap nukleokapsid. Genome virus mempunyai DNA pita tunggal sirkuler tertutup. Hampir
semua Begomovirus mempunyai genome bipartit, artingya genomenya bersegment dua
disebut segmen DNA-A dan segment DNA-B yang terbagi menjadi dua partikel yang
terpisah. Kedua segment perlu menyatu untuk dapat menimbulkan gejala penyakit pada sel
hospes, tetapi juga DNA-B sangat bergantung pada DNA-A untuk bereplikasi.
Gambar 3.10. Infeksi Begomovirus pada tanaman tomat (kiri), tanaman hias Duranta
erecta (tengah dan kanan), paling kanan tanaman normal
Infeksi begomovirus pada tanaman menunjukkan gejala yang hampir sama yaitu
pertumbuhan yang terhambat, daun mengecil (hypoplasia), dan nekrosis. Kerugian ekonomi
yang diakibatkan infeksi virus ini dapat mencapai 50%
Virus tanaman cucurbiate termasuk melon
Virus tanaman melon, SMV/CMV atau SqMV (curcubit squash mosaic virus),
virionnya tidak beramplop, berukuran diameter sekitar 25nm. Genomnya terdiri dari RNA
pita tunggal (ssRNA). Virus dalam kelompok ini adalah virus tripartit yang menginfeksi
berbagai jenis tanaman termasuk terong dan melon. Genom virus CMC mengandung empat
“open reading frame”(ORF); RNA-1 dan RNA-2, yang masing-masing mengandung dua
ORF yang terkode sebagai protein dengan BM 111 dan 97 kD. RNA-1 dan 2 diperlukan
untuk replikasi viral RNA. Dari sejumlah galur dari CMV mereka telah diidentifikasi dapat
menyebabkan perubahan patologi dari yang ringan yaitu timbulnya mosaic sampai terjadinya
nekrosis dan kekerdilan pada tanaman. Tanaman melon yang terserang SqMV
memperlihatkan gejala lesi chlorotik pada daun, titik bulat nekrosis, urat daun menjadi lebih
jelas, kemudian menguning/mosaic, dan daun muda mengkerut kecil. Buah melon yang
terserang virus juga menunjukkan perubahan patologi yang nyata yaitu adanya bintik putih
pada kulit buah dan pernukaan kulitnya tidak ditemukan gambaran jaring/urat seperti buah
sehat.
Gambar 3.11. Gejala penyakit infeksi SqMCV pada daun yang yang berubah warna menjadi
hijau tua menipis dan kaku (kiri), buah melon terlihat bintik-bintik keputihan dan
uratnya tidak terlihat (kanan sebelah kiri).
Virus tanaman pepaya
Virus yang menyerang tanaman pepaya dilaporkan oleh Jensen pada tahun 1949 di
Hawai, yang pada saat itu dinamakan papaya mosaic virus, belakangan ini virus tersebit
dinamakan “papaya ringspot virus” (PRSV). Virus tersebut menyebabkan penyakit pada
papaya dan tanaman curcubit pada lokasi yang sama. PRSV termasuk dalam genus Potyvirus,
famili Potyviridae. Virion dari virus ini berbentuk filamentous dan flexuous berukuruan 170
– 800 panjang dan 12 nm lebar, genomnya sebagai virus monopartite dan single strand RNA
sense (ssRNA sennse). Seperti pada jenis potyvirus lainnya, PRSV ditularkan oleh serangga
spesies aphids. Pada tanaman papaya virus mangakibatkan terjadinya gejala mosaic yang
prominen dan chlorosis pada lamina daun pepaya. Pada gejala yang lebih parah sering terjadi
distorsi dari daun yang masih muda dan daun seperti dimakan oleh serangga. Pohon yang
terinfeksi virus pada usia muda, akan mengalami kekerdilan seperti tanaman yang mengalami
defisiensi mineral boron dan pada buahnya sering terjadi adanya lesi titik-titik menyerupai
cincin.
Gambar 3.12 Pohon pepaya yang terserang PRSV (a) dan buah pepaya yang memperlihatkan
titik seperti cincin (b).
Virus tanaman jeruk
Virus yang menyerang tanaman jeruk biasanya ditularkan melalui serangga kutu loncat
termasuk spesies Diaphorina citri. Ada dua jenis virus yang menyerang tanaman jeruk yaitu
“Citrus Vein Phloem Degeneration” (CVPD) dan “Citrus tristeza virus” (CTV). Virus CPVD
dilaporkan telah menyerang tanaman berbagai perkebunan jeruk di Indonesia, dan
menimbulkan kerugian sangat besar. Pada tanaman jeruk yang masih muda gejala yang
nampak yaitu ditemukan adanya kuncup yang berkembang lambat, pertumbuhan mencuat ke
atas dengan daun-daun kecil dan belang-belang kuning. Tanaman biasanya menghasilkan
buah berkualitas rendah. Pada tanaman dewasa, gejala yang sering tampak adalah cabang
yang daun-daunnya kuning dan kontras dengan cabang lain yang daun-daunnya masih sehat.
Buah pada cabang-cabang terinfeksi biasanya tidak dapat berkembang normal dan berukuran
kecil, terutama pada bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal buah biasanya
muncul warna orange yang berlawanan dengan buah-buah sehat. Buah-buah yang terserang
rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna hitam.
Gambar 3.13 Daun jeruk yang terserang CVPD terlihat menguning (kiri) dan sebagian kebun
jeruk yang terserang panyakit virus CPVD(kanan).
Virus tanaman padi
Virus yang sering menyerang tanaman padi termasuk dalam kelompok genus
Tenuivirus yang mempunyai enam spesies termasuk “Rice strip virus” (RSV). Virus yang
sering menyerang tanaman padi dengan vektor pembawa wereng coklat adalah RGSV (rice
grassy stunt virus) dan rice rage stunt virus (RRSV). Genome virus mengandung 10-dsRNA
segment dengan terminal nukleotida 5’-GAUAAA---GUGC-3. Partikel virus RRSV limamayor struktur protein dengan bobot molekul masing-masing 33,39,43,70, dan 120 kD dan
sekitar lima minor struktur protein yaitu 49, 60,76,90 dan 94 kD. Tanaman padi yang
terinfeksi RGSV terlihat kerdil, daun pendek tegak dan menyempit. Daun berwarna pucat
kekuningan, daun muda timbul bintik, sedang pada daun yang tua terlihat banyak bintikbintik berkarat. Tanaman padi yang terinfeksi RRSV juga terjadi kekerdilan, daun tidak
normal dengan tepi bergerigi atau tepinya memutar dan vena daun membesar.
Gambar 3.14 Gejala tanaman padi yang terinfeksi virus RRSV dan RGSV yang
memperlihatkan kekerdilan, daun kekuningan, tepi daun bergerigi, dan daun
memutar.
Gambar 3.15 Hamparan sawah yang padinya terserang virus RRSV
Virus yang menyerang tanaman padi lainnya ialah “rice tungro bacilliform
virus”(RTBV), yang termasuk family Caulimoviridae. Virus ini dilaporkan pertama kali oleh
Galves tahun 1968 di Philippina. Partikel virus berbentuk polihedral dengan diameter 30-33
nm, yang mengakibatkan kekerdilan pada tanaman, daun menjadi kuning kemerahan dan
produksi bulir padi sangat menurun. Pada awal infeksi dapat menyebabkan kematian tanaman
padi, kerusakan menjadi parah bila terjadi kombinasi infeksi RTBV dengan RTSV.
Gambar 3.16 RTBV dilihat dengan elektron mikroskop (kiri), kerusakan tanaman padi
yang diserang virus tungro (kanan)
Usaha penanggulangan
Tidak seperti virus yang menginfeksi hewan maupun manusia yang dapat dicegah
dengan vaksinasi, penanggulangan infeksi virus pada tanaman dilakukan dengan
memodifikasi gen tanaman atau transgenik tanaman yang tahan terhadap serangan virus.
Tetapi dasar dari penanggulangan infeksi virus tanaman sebetulnya mirip dengan obat
antivirus pada hewan dan manusia. Pertama yang menjadi dasar penanggulangan infeksi virus
pada tanaman adalah identifikasi sensitifitas respon dari sel tanaman terhadap infeksi virus.
Hal tersebut dijadikan pedoman untuk merancang meminimalisasi efek patogenik/kerusakan
tanaman oleh infeksi virus. Untuk mengidentifikasi respon spesifik dari sel tanaman supaya
dapat bereaksi terhadap virus ada beberapa hal yaitu:
- Sintesis varian protein baru dari protein yang berhubungan dengan efek patogenitas
dari virus (Pathogenesis related/PR).
- Peningkatan produksi dinding sel fenolik dalam tanaman
- Pembebasan jenis oksigen aktif dalam sel tanaman
- Produksi phytoaleksin dalam tanaman
- Akumulasi asam salisilat dalam tanaman sebagai tanda akan adanya bahaya invasi
virus diantara tanaman.
Walaupun sistem respon tanaman tersebut masih belum jelas, paling tidak beberapa
jenis protein telah dikarakterisasi dan telah diketahui sebagai protease yang dapat merusak
protein virus sehingga dapat mengurangi penyebaran infeksi virus. Ada beberapa persamaan
respon terhadap penyakit virus pada tanaman dengan pada hewan, yaitu produksi
“interferon”. Resistensi secara sistemik terhadap penyakit virus secara alamiah terjadi melalui
fenomena galur/strain dari tanaman, misalnya pada tanaman tembakau pada protein
sitoplasma yang terkode gen-N yang merupakan “nucleotide binding site” dari tobacco
mosaic virus (TMV). Ada banyak kemungkinan terjadinya mekanisme untuk melawan virus
yang menginfeksi tanaman, tetapi pada umumnya timbulnya fokal nekrosis adalah karena
adanya substansi seperti enzim protease dan peroksidase yang diproduksi oleh tanaman untuk
membunuh virus yang menginfeksinya dan melindungi tanaman yang bersangkutan terhadap
penyebaran virus secara sistemik. Beberapa gen yang telah diidentifikasi untuk mencegah
infeksi virus adalah:
- Gen-N pada tanaman tembakau resisten terhadap TMV
- Gen RX1 pada tanaman kentang resisten terhadap “potato virus X”
- Gen HRT pada tanaman Arabidopsis resisten terhadap “turnip crinkle virus”
Tanaman yang resiten terhadap virus yang menyerangnya, diproduksi oleh tanaman
transgenik yang mengekspresikan rekombinasi antara protein virus (asam nukleat) menyatu
(interfere) dengan replikasi virus yang tanpa menyebabkan efek patogenik dari infeksinya
(bagian dari virus), misalnya:
- Protein pelapis virus (coat), hal ini menyebabkan efek yang komplek,
o Menghambat uncoating virus
o Ekspresi interfere dari virus pada tingkat RNA (timbulnya “gen silence” oleh
RNA yang tidak dapat diterjemahkan/“untranslatable”)
- Bagian dari virus (intact virus) interfere dengan genom virus
- Antisense RNA
- Viral genom yang defective
- Sequence satelite
- Katalitik sequen RNA (ribozymes)
- Modifikasi pergerakan protein
Tehnologi tersebut adalah tehnologi yang sangat menjanjikan untuk peningkatan
produksi pertanian tanpa menggunakan bahan yang mahal untuk memberantas penyakit pada
tanaman yang dapat menganggu lingkungan (pemupukan, herbisida, pestisida). Resistensi
tanaman terhadap virus biasanya melalui jalur antiviral atau RNA silencing, yang merupakan
mekanisme pertahanan alami dari tanaman untuk melawan virus. Pendekatan penelitian
meliputi isolasi segmen genom virus yang bersangkutan kedalam genom tanaman yang peka.
Penyisipan fragmen gen virus kedalam tanaman hospes tersebut tidak menyebabkan penyakit
(kalau yang diinfeksikan virus utuh maka dapat terjadi penyakit).
Tanaman transgenik seperti labu dan papaya transgenik yang tahan terhadap infeksi
virus telah dikembangkan dan dilepas secara komersiil pada tahun 1996 dan 1998 di
Amerika. Tanaman tersebut adalah tanaman transgenik pertama yang resisten terhadap
infeksi virus yang telah dilepas secara komersial dan telah di deregulasi dan di introduksi ke
pasar. Tanaman labu kultivar resisten terhadap “cucumber mosaic virus”(CMV), “zucchini
yelow mosaic virus” (ZYMV), dan “water melon mosaic virus” (WMV) dengan cara
mengekspresikan gen coat protein dari virus yang dibawa oleh vektor aphids (“aphid-borne
viruses”.
Gambar 3.17. Tanaman labu yang terinfeksi virus CMV(bawah kiri), ZYMV (atas kanan),
dan WMV (bawah kanan), sedangkan tanaman transgeniknya yang tahan ketiga virus
tersebut (atas kiri) pada gambar sebelah kiri; Pohon papaya yang terinfeksi PRSV
(gambar kanan sebelah kiri) dan transgeniknya yang tahan terhadap virus tersebut
(gambar kanan sebelah kanan).
Patogenik virus pada insekta hama tanaman
Disamping keberadaan virus pada tanaman dapt merusak tanaman, ada virus lain yang
dapat menyerang serangga yang menjadi hama tanaman. Keberadaan virus jenis ini dapat
digunakan sebagai kontrol biologik terhadap hama tanaman yang dapat juga dinamakan
sebagai insektisida nabati. Infeksi virus pada serangga hama tanaman telah ditemukan
mnenginfeksi pada 13 ordo insekta. Virus yang menginfeksi serangga, morfologinya terdiri
dari core nukleik capsid dan selubung protein kapsid. Nukleokapsid tersebut juga dikelilingi
oleh amplop lipida bilayer, bangunan tersebut dinamakan virion. Beberapa jenis virus
tersebut juga mengandung matrix protein, matrix tersebut dinamakan “occlusion body”.
Occlusion bodi tersebut ditemukan dalam tiga famili virus dan berperan terpisah untuk
masing masing famili.Virus insekta dapat mempunyai pita ganda atau tunggal (dsDNA dan
ssDNA) atau RNA (dsRNA dan ssRNA), mempunyai amplop atau tidak beramplop, dan
occluded dalam protein matrix atau tidak. Sampai sekarang virus yang ditemukan dalam
insekta termasuk dalam 12 famili dan satu belum diklasifikasi. Klasifikasinya sebagai
berikut:
Virus DNA: Baculovirus: Nucleo polyhedrsis virus (NPV), Granulovirus (GV).
Virus DNA: lainnya: Ascovirus, Indovirus, parvovirus, polydnavirus, poxvirus
Virus RNA Reovirus: cytoplamic polyhedrosis virus
Virus RNA lainnya: Nodavirus, Picorna like virus, Tetravirus
Nucclear polyhedrosis virus
Dalam kelompok Famili Baculoviridae yang paling penting dan banyak dipelajari
adalah “nuclear polyhedrosis virus (NPV)” dan “Granulosis virus”(GV). Keduanya
merupakan virus DNA (dsDNA) dengan nukleokapsid yang pipih memanjang (rod-shaped
nucleocapsid). Virus NPV adalah virus yang termasuk dalam kelompok virus berukuran besar
(1-15 um) dan dapat mengandung banuak virion. Bilamana hospes yang peka (ulat/larva
serangga) memakan polyhedra atau granule maka protein matrix virus akan terbebaskan
dalam saluran cerna larva/ulat tersebut. Virion masuk kedalam sel nuclei dari saluran cerna
dan organ lain dari ulat/serangga tersebut, terutama jaringan lemak, epidermis dan sel darah.
Hal ter sebut menyebabkan kematian ulat serangga tersebut, dengan epidermis/kulit meleleh
dan virus dapat mencemari lingkungan disekitarnya. Bilaman daun disekitarnya tercemar dan
dimakan oleh ulat lainnya menyebabkan ulat yangbersangkutan akan terinfeksi.
Gambar 3.18 siklus penularan NPV pada larva/ulat serangga
Gambar 4.19 Proses perjalanan virus didalam usus dan organ tubuh ulat serangga
Gambar 3.20 Ulat yang terinfeksi NPV, gambar paling kanan terlihat perbedaan ulat yang
terinfeksi granulo virus (panah) dan ulat yang sehat dibawahnya).
Baculovirus paling cocok untuk digunakan sebagai kontrol biologi serangga hama
tanaman, karena virus ini sangat spesifik menyerang hewan arthropoda. Tetapi perlu juga
diperhatikan dan dikontrol untuk tidak menyerang serangga yang berguna bagi manusia
seperti ulat sutera.
Virus NPV menginfeksi hanya pada insekta relative spesifik hospes yaitu genus
lepidoptera. Virus juga dapat mengifeksi Trichoptera dan crustacea (udang). Infeksius
partikel virus NVP dapat mempunyai amplop tunggal/singel (tipe SNPV) atau multipel (tipe
MNPV) dan diselubungi oleh protein bodi yang dibamakan polyhedra. Polihedra NPV dapat
mengandung beberapa virion atau banyak virion. Setelah termakan oleh hospes (insekta)
virus bermultplikasi dalam sel usus tengah serangga, juga sel jaringan lain, sehingga semua
organ insekta tersebut terinfeksi oleh virus, pertama j.aringan lemak, epidermis, dan sel
darah. Larva insek yang terinfeksi oleh NPV biasanya mat dalam waktu 5 sampai 12 hari
setelah infeksi, hal tersebut bergantung pada dosis infeksi, suhu dan jenis larva insekta.
Sebelum mengalami kematian, larva/ulat merayap menuju bagian atas dari tanaman atau
tempat lain dimana larva mati dan terdekomposisi (terurai). Jutaan virus polihydra terdapat
pada cairan dimana larva tersebut mati dan berjatuhan diatas daun atau batang tanaman
dimana larva/ulat memakannya, dengan jalan itulah virus akan tertular ke larva lainnya.
Epizootik NPV sangat menarik untuk dipelajari, walaupun virus tersebut sngat menting
keberadaannya secara alamiah dan menyebabkan kematian pada banyak spesies larva insekta,
bahkan virus tersebut hadir sete;ah penggunaan pestisida, sehingga dapat menguntungkan
dalam segi ekonomi.
Sebagai kontrol biologi
Seperti pada kelompok virus lainnya NPV hanya dapat bereplikasi didalam sel hospes,
sehingga tidak dapat diproduksi dalam kultur media tanpa sel hidup. Dari hal tersebut maka
produksi isolat NPV sebagai mikrba insektisida memerlukan koloni insekta atau biakan
jaringan dari sel insekta yang cocok untuk kelangsungan hidup virus tersebut.
Penggunaannya sebagai mikroba insektisida, NPV dapat latva insekta reltive cepat dan
hospes spesifik. Virus NPV dapat membunuh larva arthropod yang spesifik, terutama famili
Lepodoptera. Penelitian produksi NPV untuk mikrobial pestisida masih dalam taraf awal, hal
tersebut bertujuan untukpengembangan efisiensi metoda produksi jaringan insekta dalam
biakan jaringan begitu juga penbgembang strain virus NPV yang lebih virulen. Hampir
semua penelitian tersebut memerlukan gen insekta yang dapat memproduksi substansi toksik
kedalam locus polihedral gen yang diekspresikan pada saat polihedralge terekspresi. Toksin
yang dihasilkan akan membunuh insekta pada fase yang lewbih awal daripada terjadi pada
infeksi yang normal.
Virus granulosis
Granulosis virus (GV) sangat dekat hubungannya dengan NPV dan mempunyai struktur
yang sama serta pathogenitasnya. Yang sangat berbeda adalah virion yang tunggal berada
dalam occlusion bodie yang kecil yang disebut granule. Seperti pada NPV, produksi virus
terjadi didalam nukleus sel insekta. Jaringan yang terinfeksi dan perubahan gros pathologi
sama dengan infeksi NPV. Ada tiga tioe genetik dari GV yaitu tipe 1 GV yang ditemukan
dalam ulat sayur kobis, Trichoplusia ni, menginfeksi hanya pada sel usus tengah dan kadang
pada sel jaringan lemak tubuh. Karena tidak menginfeksi trachea atau epidermis, maka larva
dapat tahan hidup lebih lama daripada larva yang terinfeksi NPV. Tipe 2 GV, pertama
diisolasi dari ulat buah apel, Cydia pomonella, derajat infeksinya mirip dengan MPV.
Sedangkan tpe 3 GV, yang diketahui diisolasi dari ulat daun anggur, Harrisina brillians, yang
menginfeksi hanya pada jaringan sel usus bagian tengah larva.
Beberpa strain GV telah diformulasi untuk mikrobialindektisida, seperti pada NPV
virus ini diproduksi secara invivo. Hal tersebut karena adanya kesulitan untuk proses
produksi dalam biakan jaringan Produksi secaran invivo memerlukan biaya yang tinggi,
sedangkan hospes untuk virus ini sangat spesifik dan juga penggunaannya hanya
berstpektrum sempit (hanya untuk serangga tertentu saja).
Ascovirus
Ascovirus masih belum terklasifikasi, tetapi mungkin termasuk gamili yang berbeda
dengan virus yang telah ada. Gen Ascovirus adalan dsDNA mempunyai genom yang besar
dan diselubungi amplop heksagonal yang unik. Infeksi ascovirus dapat menyebabkan
hipertropi nukleus cel serangga lepodoptera, yang berakibat ruptur/robeknya nukleus sel.
Bentuk membran sitoplasma dalam sel terbentuk vesikel yang terbebaskan kedalam jaringan
larva dan kedalam hymolymfe (darah serangga) bila membran basal rusak. Infeksi ascovirus
banyak sel jaringan tubuh ulat tetapi yang utama adalah sel jaringan lemak. Infeksi biasanya
berjalan secara kronis,menyebabkan terjadinya perubahan warna pada hospes dan gagal
noulting (berganti kulit). Kematian dapat terjadi pada hari 12-21 hari setelah infeksi.
Penularan biasanya melalui parasitoid daripa melalui mulut dan telah dapat diisolasi dari
serangga Lepidoptera dan ichneumonid wasp. Digunakannya sebagai control biologi masih
belum banyak dilakukan penelitian, karena masih sedikit diketahui mengenai ekologi dan
genetiknya.
Iridoviridae
Iridovirus adalah virus yang besar, tidak beramplop, icosahedral dsDNA virus. Infeksi
virus dapat terjadi pada hewan vertebratadan invertebrata dan termasuk dalam genus yang
sama (Iridovirus) kecuali yang diisolasi dari nyamuk (Chloriridovirus). Famili dari virus ini
telah dapat diisolasi dari Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Lepidoptera dan Orthoptera begitu
jugadari non-insekta arthropod. Transmisi/penularan sangat bergantungpada dosis infeksi dan
mungkin karena terjadinya kanibalisme diantara serangga atau mekanisme transmisi melalui
parasitoid. Infeksi cenderung secara sistemik, tetapi jaringan lemak dan epidermis dari
serangga yang sering merupakan target infeksi. Walaupun jalannya penyakit kondisi alamiah
terjadi secara kronis, infeksi virus ini sangat mematikan. Karena nukleus durusak oleh virus,
maka virus langsung menghancurkan hemosit(sel darah serangga). Iridoviridai tidak
berpotensi ubtuk diguakan sebagai mikribial pestisida karena beberapa alasan yaitu,
iridoviridar rendahinfektivivitasnya, penyakit berjalan kronis, hospesnya sangat spesifik yaitu
nyamuk, tetapi mungkin virus merupakan komponen penting sebagai musuh alami insekta
yang komplek.
Parvoviridae
Satu genus dari famili Parvoviridae telah diperoleh dari insekta adalah Densovirus
(DNV). Yang pertama kali disisolasi dari “waxworm”, Galleria mellonella, virus tersebut
dperoleh kembali dari Dipter, Orthoptera, Blattodea, Odonata dan jenis Leptodora lainnya.
Virus tersebut adalah ssDNA. Virus ini tidak beramplop, dikarakterisasi dari efeknya pada
sel nukleus dari hospes, dan menyerang semua jaringan. Infeksi virus ini dapat menyebabkan
hipertropi nukleus sel sangat parah dan nukleus terisi oleh partikel isometrik kecil. Warna
tubuh hospes memudar dan terjadi paralysis. Virus menjadi sangat virulen dan infeksius, dan
tipe spesifik dari GnDNA mentyebabkan masalah yang serius terhadap industri umpan ikan
(ulat/hospes/waxworm). Walaupun virus ini sangat virulen DNV tidak menular ke makhluk
vertebrata. Karena sifat virulensinya yang sangat tinggi maka DNV sangat berpotensi untuk
digunakan sebagai biologikal pestisida. Ineksi terhadap ulat daun kelapa sawit Sibine fuscasa
telah berhasil membunuh organisme pengganggu tersebut.
Polydnaviridae
Genomik Polydnavirus adalah dobel-strand, polydisperse DNA virus (dari nama polyDNA-virus), bersifat unik karena erat hubungannya dengan hospes hymenoptera bersifat
obligat mutualistis. Walaupun beberapa penelitian melaporkan bahwa virus ditemukan pada
parasitik hymnoptera termasuk dalam kelompok poydna virus, tetapi polydnavirus hanya
dikenal pada beberapa hospes gnus ichneumonid dan brachonid. Poydnavirus dibagi menjadi
dua genera yaitu Brachovirus dar hospes brachonid dan Iichnovirus dari hospes ichneuroid.
Genera tersebut sesuai dengan nama hospes, tetapi berbeda juga pada jalur genetiknya.
Hubungan antara virus pada genera hospes biasanya paralel, artinnya pada hospes yang sama
karena DNA virus berintegrasi dengan DNA hosoes. Polydna virus berada dalam hospes
genom dan bereplikasin dalam ovarium hospes. Sampai sekarang belum diketahui efe
pathogenik pada hospes tersebut. Pada saat serangga betina ovposits kedalam, virus
diekskresikan bersama telurnya. Virus masuk kedalam jaringan sel hospes, pertama kedalam
hemocyt sel jaringan lemak, sel otot dan sel trachea. Virus tidak bereplikasi dalam sel tetapi
menghambat sistem imun. Begitu sistem imun terdepresmaka pertumbuhan menjadi
terhambat.
Poxviridae
Poxvirus yang ditemukan pada hewan vertebrata adalah dsDNA virus beramplop begitu
juga yang ditemuka pada hewan invertebrata, kedua kelompok virus tersebut mempunyai
bentuk morfologi dan genetik yang mirip. Virus yang menyerang insekta adalah
entomopoxvirus (EPV), tetapi banyak menyerupai baculovirus didalam matriks proteinnya
disebut spheroid. Pada poxvirus occlution bodi nya terlihat sendiri pada poxcirus, begitu juga
pada bacculovirus dan reovirus, kemngkinan protein tersebut diperoleh dari lingkungan
sekitarnya. Virus EPV telah ditemukan menginfeksi Coleoptera (GenusA), Lepidoptera dan
Orthop tera (Genus B), Diptera (Genus C) dan Hymenoptera. Lepidoptera yang terinfeksi
oleh EPV menunjukan gejala pembengkakan dan memutih karena infeksi pada jaringan
lemak tubuh, yang ,menyebabkan proliferas sel dan hipertropi. Mortalitas tidak begitu cepat,
larva dapat hidup sektar 12-72 hari setelah infeksi, dan perkembangan infeksinya terlihat
lambat pada Coleoptera. Virus ini telah ditemukan pada sejumlah ordo insekta yang termasuk
sebagai spesies hama, sehingga cukup berpotensi untuk digunakan sebagai agen kontrol
biologik.. Suatu pemikiran bahwa virus ini dapat dimanipulasi melalui teknik biologi
molekuler dengan meningkatkan kemampuan patogeniknya secara lebih cepat dan juga
meningkatkan daya virulensinya, terutama terhadap ordo insekta dimana baculovirus jarang
atau tidak pernah menginfeksinya.
Download