BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara
dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil
pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial
politik. Peranan keuangan daerah menjadi semakin penting karena adanya
keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan
bantuan. Selain itu juga karena semakin kompleksnya persoalan yang
dihadapi daerah yang pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari
masyarakat di daerah. Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan
kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih
nyata dan bertanggungjawab.
Menurut Mamesah (Halim, 2008: 86) keuangan daerah dapat
diartikan sebagai hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang, demikian
pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dikuasai atau dimiliki negara atau
daerah yang lebih tinggi atau pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut dapat dilihat
bahwa keuangan daerah terdapat dua unsur penting yaitu :
commit
to user
a. Semua hak dimaksudkan
sebagai
hak untuk memungut pajak daerah,
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
retribusi daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai
ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga
menambah kekayaan daerah;
b. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau
sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan
rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas
pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.
Berkaitan dengan hal ini Bastian (2006) menyatakan perspektif
dari sistem keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan
antara keuangan pusat dan daerah yang mencerminkan pembagian tugas
kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang transparan, memperhatikan aspirasi dan
partisipasi masyarakat serta kewajiban untuk membiayai tanggung jawab
otonominya dan memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang
berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan. Keuangan daerah
mencerminkan kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahannya berdasar azas otonomi daerah. Salah satu aspek
pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran daerah. Menurut peraturan pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 pasala 1 ayat (5) tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Jadi
keuangan daerah lebih ditekankan pada pengelolaan kekayaan daerah dan
digunakan untuk menunaikan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Halim (2008) menyatakan keuangan daerah memiliki ruang
liingkup yang terdiri atas keuangan yang dikelola langsung dan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Yang termasuk keuanngan daerah yang dikelola
langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan
barang-barang inventaris milik daerah. Di lain pihak, keuangan daerah
yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan
daerah dapat diartikan sebagai hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki
atau dikuasai oleh negara. Keuangan daerah berperan penting dalam
otonomi daerah karena dari keuangan daerah menggambarkan cerminan
kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan berdasarkan azas otonomi.
Salah satu aspek pemerintah daerah yang harus diatur adalah
masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam upaya
pemberdayaan pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus
bertumpu pada kepentingan publik, hal ini tidak saja terlihat dari besarnya
porsi penganggaran untuk kepentingan publik, tetapi pada besarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah menganut prinsip transparasi,
akuntabilitas, dan value for money. Transparasi merupakan wujud adanya
keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan
anggaran daerah. Dalam prinsip ini, anggota masyarakat memiliki hak dan
akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut
aspirasi dan kepentingan bersama. Adapun prinsip akuntabilitas terkait
dengan
pertanggungjawaban
publik
yang
berarti
bahwa
proses
penganggaran, mulai dari perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan
harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada
DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk
mengetahui
anggaran
tersebut
tetapi
juga
berhak
menuntut
pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
Sedangkan prinsip value for money menerapkan prinsip ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas dalam proses penganggaran. Ekonomi berkaitan
dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas
tertentu dengan harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa dalam
penggunaan dana masyarakat (public money) harus menghasilkan output
yang maksimal atau berdayaguna. Selanjutnya, efektifitas berarti bahwa
penggunaan anggaran harus mencapai target atau tujuan yang menyangkut
kepentingan publik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, tercantum
dalam pasal 283 Undang-Undang No.23 Tahun 2014 adalah sebagai
berikut:
a. Pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah sebagai akibat dari penyerahan urusan pemerintahan.
b. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatuhan dan manfaat
untuk masyarakat.
2. Kinerja Keuangan Daerah
a. Definisi Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja adalah pencapaian atas apa yang direncanakan, apabila
pencapaian sesuai dengan yang direncanakan maka kinerja yang
dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi apa
yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Berbeda
bila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan maka
dikatakan kinerjanya jelek. Mahmudi (2007) menyatakan bahwa kinerja
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang teruang dalam stategic planning suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
organisasi.
Sedangkan
menurut
Sedarmayanti
(2003)
kinerja
(performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah
proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana
hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan standar
yang telah ditentukan
Kinerja keuangan dalam organisasi sektor publik berkaitan
dengan prestasi dan akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam
menghasilan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas yang
merupakan salah satu ciri dari terapan good governance bukan hanya
sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang
publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien
(Mardiasmo 2002:121).
Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mencapai tujuan, visi, dan misi suatu organisasi
(Bastian, 2006). Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan kinerja
sebagai keluaran/hasil dari program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas yang terukur.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah capaian
atas apa yang direncanakan yang pada dasarmya dilakukan untuk
menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas dan potensi
kinerja berkelanjutan.
b. Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah
Pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu sistem keuangan
atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil
yang dicapai dari suatu aktivitas. suatu proses, atau suatu organisasi
(Erlina, 2008). Jadi kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat
capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi
anggaran dan realisasi dengan menggunakan indikator keuangan yang
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang–undangan
selama satu periode anggaran. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya
dilakukan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan
berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili
realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah
daerah adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang
telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2008). Penggunaan
analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum
banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian
dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur,
demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD
perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
berbeda dengan keuangan yang dimiliki oleh perushaan swasta (Halim,
2008).
Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan
membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan
dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana
kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan
cara membandingkan dengan rasio keuangan pemerintah daerah
tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat atauun potensi
daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi keuangan
pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.
Analisis kinerja keuangan diukur melalui penghitungan rasiorasio keuangan yang merupakan alat ukur kinerja keuangan. Rumus
yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan Pemerintah
Kabupaten/Kota/Provinsi menurut Halim (dalam Bisma dan Susanto,
2010) adalah sebagai berikut :
1) Rasio Kemandirian
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan
kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dah pelayanan kepada masyarakat yang
teah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh
besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya
bantuan pemerintah pusat maupun dari pinjaman.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi)
semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama
pendapatan daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan
retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang semakin tinggi (Halim,2008). Rasio kemandirian
dapat dihitung dengan cara :
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Transfer …………………….….……….. (2.1)
Tabel II.1 Kriteria Penilaian Kemandirian Keuangan Daerah
No
Persentase PAD
terhadap Dana
Perimbangan
1.
0,00 - 10.00
2.
10,01 - 20,00
3.
20,01 - 30,00
4.
30,01 - 40,00
5.
40,01 - 50,00
6.
> 50,00
Sumber : Bisma dan Susanto 2010
commit to user
Kemandirian Keuangan
Daerah
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
Sangat Baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
2) Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Tingkat Ketergantungan Daerah adalah ukuran tingkat
kemampuan daerah dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah
melalui optimalisasi PAD, yang diukur dengan pendapatan transfer
dan total pendapatan daerah. Dengan formulasi sebagai berikut :
Pendapatan Transfer
Total Pendapatan Daerah (TPD)……………………………… (2.2)
Kriteria untuk menetapkan ketergantungan keuangan daerah
dapat dilihat Tabel 3 berikut :
Tabel II.2 Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah
No
Persentase PAD
terhadap Total
Penerimaan Non Subsidi
Ketergantungan
Keuangan Daerah
1.
0,00 - 10.00
2.
10,01 - 20,00
3.
20,01 - 30,00
4.
30,01 - 40,00
5.
40,01 - 50,00
6.
> 50,00
Sumber : Bisma dan Susanto 2010
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi
3) Rasio Efektivitas
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah
dalam
merealisasikan
pendapatan
asli
daerah
yang
direncanakan dibandingkan dengan terget yang ditetapkan berdasar
poteni riil daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas
dikategorikan efektif apabila rasio yang di capai menimal seebesar 1
(satu) ataupun 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio
efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.
commit to user
Rasio efektivitas dapat dihitung dengan cara :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Rasio Efektivitas = (Realisasi Pendapatan Asli Daerah / Target
Pendapatan Asli Daerah) x 100%............................................ (2.3)
Tabel II.3 Kriteria Penilaian Efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah
No.
Persentase Kinerja
Keuangan
1.
Di Atas 100 %
2.
90 % - 100%
3.
80 % - 90%
4.
60% - 80%
5.
Kurang dari 60%
Sumber : Bisma dan Susanto 2010
Kriteria
Sangat Efektif
Efektif
Cukup Efektif
Kurang Efektif
Tidak Efektif
3. Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah
Untuk bisa menjalankan tugas dan fungsi pemerintah, pemerintah
daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana
menurut pasal 55 sumber pembiayaan pemerintah terdiri dari 3 komponen
yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari beberapa pos
pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah
dan pendapatan yang sah lainnya.
b. Pendapatan yang berasal dari pusat yang terdiri dari pendapatan hasil
pajak bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
c. Pendapatan daerah yang sah lainnya.
Pendapatan yang berasal dari besarnya dana dari pusat merupakan
cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat. Dengan demikian ada beberapa proyek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk dalam anggaran
pemerintah Daerah (APBD).
Kemampuan daerah dimaksud dalam arti seberapa jauh daerah dapat
menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya
tanpaharus selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat.
Kemampuan daerah untuk dapat membiayai keuangan daerahnya antara lain
dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang meningkat,
dibandingkan dana perimbangan, semakin besar PAD maka ketergantungan
terhadap pusat akan semakin kecil dan penggunaan surplus angggaran
kepada alokasi belanja terutamabelanja untuk pengembangan infrastruktur
umum daripada pengeluaran pembiayaan untuk rekening pemegang kas
daerah.
Kemampuan keuangan daerah ini dapat tercermin dari pelaksanaan
program dan kegiatan yang tercermin dari APBD. APBD mencerminkan
pelaksanaan pembangunan melalui realisasi pendapatan daerah (Dana
Perimbangan, PAD), Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. APBD pada
hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus
dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, walaupun pengukuran
kemampuan keuangan daerah ini akan menimbulkan perbedaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahannya.
Ciri
utama
yang
menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah
sebagai berikut (Nataluddin, 2001):
a. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan
terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Hal ini
dapat diukur dengan rasio DAU (RDAU).
Mengukur besarnya Rasio Dana Alokasi Umum (RDAU) terhadap
APBD
RDAU= DAU
TPD
x100% …………………………………. (2.4)
Keterangan:
RDAU = Rasio Dana Alokasi Umum
DAU = Dana Alokasi Umum
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daera
b. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
mempertahankan
dan
meningkatkan
keberhasilan yang dicapai dari periode ke periode lainnya. Pertumbuhan
commit
to userpenyusun APBD yang terdiri dari
APBD dilihat dari berbagai
komponen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Pendapatan Asli Daerah, total pendapatan, belanja rutin dan belanja
pembangunan (Rahman dkk, 2014). Rumus yang digunakan adalah :
r= Pn Pn1 x 100% ………………………………………………….
Pn1
(2.5)
Keterangan :
Pn : Data yang dihitung pada tahun ke-n
Pn1 : Data yang dihitung pada tahun ke-0
r
: Pertumbuhan
Apabila semakin tinggi nilai PAD, TPD dan Belanja Pembangunan
yang
diikuti
oleh
semakin
rendahnya
Belanja
Rutin,
maka
pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan
telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari
periode satu ke periode yang berikutnya. Selanjutnya jika semakin tinggi
nilai PAD, TPD, dan Belanja Rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya
Belanja Pembangunan, maka pertumbuhannya adalah negatif. Artinya
bahwa daerah yang bersangkutan belum mampu mempertahankan dan
meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode yang
berikutnya.
4. Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 285 ayat
bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan
yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundangundangan”. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudkan asas desentralisasi
(Penjelasan UU No.23 Tahun 2014). PAD dapat memberikan warna
tersendiri terhadap tingkat otonomi suatu daerah, karena jenis pendapatan
ini dapat digunakan secara bebas oleh daerah.
PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah
daerah yangbersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasilperusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yangdipisahkan, serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Dalam
rangka
menganalisis
kemampuan
keuangan
daerah,
perludiperhatikan ketentuan dasar mengenai sumber-sumber penghasilan
dan pembiayaan daerah. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah
menurut Undang-Undang RI No.23 Tahun 2014 yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1) Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang
ditetapkanoleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai
badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan
pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untu pengeluaran umum
yang balas jasanya tidak langsungdiberikan sedang pelaksanannya
bisa dapat dipaksakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
2) Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi
pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena
memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau
milik pemerintah daerahbersangkutan. Retribusi daerah mempunyai
sifat-sifat yaitu pelaksanaannyabersifat ekonomis, ada imbalan
langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratanformil dan
materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidakmembayar, merupakan
pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol,dalam hal-hal
tertentu
retribusi
daerah
adalah
pengembalian
biaya
yang
telahdikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan
anggota masyarakat
3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yangdipisahkan.
Hasil
perusahaan
milik
daerah
merupakan
pendapatan daerah darikeuntungan bersih perusahaan daerah yang
berupa dana pembangunan daerahdan bagian untuk anggaran belanja
daerah yang disetor ke kas daerah, baikperusahaan daerah yang
dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian danpengelolaan, maka sifat
perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksiyang bersifat
menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan
kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan
yang tidaktermasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah,
pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai
commit to userdaerah untuk melakukan kegiatan
sifat yang pembuka bagipemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
yang menghasilkan baik berupamateri dalam kegitan tersebut
bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu
kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
b. Dana Perimbangan
Dana ini diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari penerimaan
pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan
sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah danbangunan.
Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,dan
dana alokasi khusus.
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Termasuk disini adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya
sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam menyusun penelitian ini, dilakukan peninjauan terhadap
penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. Peneliti
memperhatikan dan menganalisis beberapa penelitian yang terkait dengan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Tema tersebut sebagai tinjauan pustaka
karena tema yang diambil untuk penelitian ini juga mengenai perbandingan
pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah diterapkannya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
1. Kinerja PAD
Hasil penelitian Rinaldi (2012) Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Bengkayang mengalami perkembangan yang
berfluktuatif dan perkembangan pertumbuhannya cendrung menurun,
secara riil meningkat rata-rata sebesar 14,34% pertahun. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) mengalami kecendrungan meningkat secara riil, dan ratarata pertumbuhannya setiap tahun relatif rendah yaitu sebesar 20,03%.
Kemampuan keuangan Kabupaten Bengkayang menunjukkan rasio yang
rendah, untuk Total Penerimaan Daerah (TPD) rasio kemandirian dibawah
25,39%. Derajat Otonomi Fiskal (DOF) rasio kemandirian dibawah 10%.
Tingkat Rasio Dana alokasi Umum (RDAU) rata-rata 69,94%. Indeks
Kemampuan Rutin (IKR) rata-rata 147,820%. Rasio Ketergantungan
Keuangan rata-rata 82,42%. Rasio pembiayaan rata-rata 3,10%. Artinya
pola hubungan yang instruktif bahwa peranan pemerintah pusat lebih
dominan melalui dana perimbangan dari pada kemandirian pemerintah
daerah dalam APBD.
Hasil kajian dari Bisma dan Susanto (2010) Berdasarkan analisis
kinerja keuangan daerah, secara umum Provinsi NTB pada Tahun
Anggaran 2003-2007 menggambarkan kinerja yang tidak optimal dalam
pelaksanaan otonomi daerah, hal ini ditunjukkan oleh indikator kinerja
keuangan yang antara lain; Ketergantungan Keuangan Daerah Sangat
Tinggi terhadap Pemerintah Pusat sehingga tingkat Kemandirian Daerah
Sangat Kurang. Desentralisasi Fiskal Cukup mengingat ketergantungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
keuangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Efektifitas pengelolaan
APBD Sangat Efektif, namun Efisiensi pengelolaan APBD menunjukkan
hasil Tidak Efisien
2. Kemampuan Daerah
Berdasarkan hasil penelitian Hidayat, Pratomo dan Harjito (2007)
dilihat dari sisi pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran anggaran,
kabupaten Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, dan
Pakpak Bharat secara rata-rata mengalami pertumbuhan pengeluaran yang
lebih besar dari pertumbuhan penerimaan. Sedangkan kabupaten Samosir,
kabupaten Serdang Bedagai, dan kota Padang Sidimpuan mengalami
pertumbuhan pengeluaran yang lebih besar dari pengeluarannya. Dilihat
dari indikator kinerja PAD, kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara
mengalami pertumbuhan (growth) PAD yang positif tetapi relatif masih
kecil peranannya (share) dalam struktur APBD. Dari peta kemampuan
keuangan (metode kuadran), mengindikasikan ketidaksiapan masingmasing kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara dan masih
kurangnya kemandirian dalam berotonom.
Temuan penelitian dari Bandyopadhyay (2015) menunjukkan
tingginya ketergantungan pada transfer dari tingkatan pemerintah lebih
atas ke New Delhi dan kurangnya upaya meningkatkan 'pendapatan
sendiri' di Kota Delhi (MCD). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
dapat digambarkan bahwa penelitian yang dilakukan sebelumnya,
keterkaitan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang membahas tentang
pendapatan asli daerah. Tema pada penelitian sebelumnya tidak ada yang
sama dengan tema yang diambil oleh peneliti, yaitu tentang evaluasi
commit to user
kinerja pendapatan asli daerah dan kemampuan keuangan daerah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Kabupaten/ Kota di Provinsi Lampung. Perbedaannya terletak pada dasar
hukum otonomi daerah, berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014
tentang pemerintahan daerah. Sedangkan penelitian terdahulu masih
menggunakan Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Serta objek penelitian
yang berbeda.
C. Kerangka Konseptual
Suatu penelitian akan mudah apabila berdasar pada suatu kerangka
pemikiran yang sudah tersusun dan terarah pada pemecahan masalah
tersebut.Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan sebagai bahan analisis
mengenai kinerja PAD Kabupaten / Kota di Provinsi Lampung adalah
pemetaan kinerja PAD dan menganalisis kemampuan keuangan daerah dengan
pendekatan IKK, tingkat kemdirian daerah, pola hubungan pusat dengan
pemerintah daerah, tingkat ketergantungan daerah, peta kemampuan keuangan
daerah.Apabila digambarkan dalam satu skema, maka peneliti membuat
kerangka konseptual penelitian sebagaimana ditunjukkan pada gambar sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Pemerintah Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung
APBD
Laporan Keuangan Daerah
Evaluasi Kinerja PAD dan Kemampuan Keuangan
Daerah
Kinerja
PAD
Kemampuan Keuangan
Daerah
1. Rasio Kemandirian
2. Tingkat
Ketergantungan
Daerah
3. Rasio Efektivitas
1. Rasio Dana Alokasi
Umum
2. Rasio Pertumbuhan
Hasil Evaluasi
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
commit to user
Download