sikap khalayak terhadap iklan intrusif dalam bentuk pre

advertisement
1 SIKAP KHALAYAK TERHADAP IKLAN INTRUSIF
DALAM BENTUK
PRE-ROLL VIDEO ADVERTISING DI YOUTUBE
Dave Ependi
Nadia Maritta Andayani
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Email : [email protected]
Abstrak
Format iklan video di internet yang sedang popular saat ini adalah pre-roll video
advertising, yang marak digunakan melalui situs YouTube, dalam bentuk dapat dihindari
maupun tidak. Format iklan ini dikategorikan sebagai iklan intrusif yang dapat
menimbulkan kejengkelan khalayak. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan pendapat
dan sikap khayalak terhadap penggunaan pre-roll video adversiting yang dilakukan
dengan menggunakan metode analisis isi pada tweet. Peneliti mengumpulkan 839 tweet
yang mengandung kata kunci di periode satu bulan. Analisa isi menunjukkan hasil
bahwa mayoritas pengguna membangun sikap negatif terhadap bentuk iklan ini.
Kemudian, dilakukan wawancara mendalam yang menemukan adanya faktor-faktor
seperti eksekusi, konten, dan interaksi dua arah yang dapat mengurangi rasa terganggu
dan sikap menghindar.
Audience Attitude Toward Intrusive Advertising in YouTube
Pre-Roll Video Advertising
Abstract
One popular format of online video advertising is pre-roll video advertising which now
recurrently used in YouTube site, both in skippable and non-skippable forms. This form
of advertising can be categorized as intrusive and could cause irritation and advertising
avoidance behavior. This research aims to portray consumers’ opinion toward the using
of pre-roll video advertising by utilizing content analysis method in analyzing tweets.
Researcher gathers 839 tweets that contains the keywords within one month period. The
findings show that majority of digital users have negative attitudes toward pre-roll video
advertising. Subsequently, the study utilizes in-depth interviews which finds several
factors, including: execution, content, and interactivity that could reduce irritation and
advertising avoidance.
Keywords : Online video advertising, internet advertising, intrusive advertising, pre-roll video
advertising, content analysis, attitude, Twitter, YouTube
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
2 Pendahuluan
Penelitian akan efektivitas penggunaan online video advertising dan perilaku
khayalak penting dilakukan demi kelangsungan evolusi penggunaan internet sebagai
media pemasaran (Krishnan & Sitaraman, 2013). Online video advertising adalah semua
bentuk iklan di dunia digital yang mengandung video (Winograd, 2011). Online video
advertising dapat dikategorikan berdasarkan durasi dan penempatan, salah satunya
adalah pre-roll video advertising. Pre-roll video advertising adalah iklan yang diputar
sebelum khayalak dapat mengakses informasi atau video yang mereka inginkan dan
memiliki format yang sama dengan iklan televisi (Interactive Advertising Bureau, 2009).
Penelitian akan efektivitas penggunaan online video advertising memberikan landasan
yang memiliki potensi besar untuk diaplikasikan dalam kegiatan komunikasi pemasaran
(Kusse, 2013). Pemahaman akan perilaku khayalak terhadap tren ini dapat memberikan
insight bagi pengiklan untuk dapat menggunakan pre-roll video advertising dengan lebih
efektif.
Pengguna internet di Indonesia telah menembus angka 71 Juta orang pada tahun
2013, meningkat 13 persen dari tahun sebelumnya (Sinaga, 2014). Perkembangan
internet yang sangat cepat ini diikuti pula dengan meningkatnya penggunaan media
digital dalam beriklan. Internet merupakan segmen beriklan yang paling cepat
berkembang di dunia (Gambaro & Puglisi, 2012), contohnya, dalam enam bulan pertama
pada tahun 2012, pengiklan di Amerika menghabiskan lebih dari 17 miliar US$ untuk
beriklan
di
internet
(Interactive
Advertising
Bureau,
2012).
Angka
tersebut
diprediksikan terus meningkat setiap tahunnya, menunjukkan minat pengiklan pada
dunia digital yang semakin tinggi.
Sebuah studi global dari Cisco pada tahun 2013 yang mendata dan
memprediksikan dampak dari pemakaian aplikasi jaringan visual sampai dengan tahun
2017, menunjukkan bahwa lebih dari setengah penggunaan internet sekarang ini
berhubungan dengan kegiatan menonton video. Angka itu diprediksi akan melampaui
85% pada tahun 2016 (Cisco, 2013). Online video advertising menarik perhatian para
pengiklan karena pertumbuhan minat pengguna internet pada online video yang sangat
cepat.
Penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJI) pada tahun
2012 menunjukkan bahwa 62,1% pengguna internet di Indonesia menggunakan internet
untuk mengunduh ataupun mengunggah video (APJJI, 2012). Studi tersebut dilakukan
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
3 dengan metode proportional area cluster sampling yang dilakukan terhadap 2000
responden yang tersebar di 42 kota di Indonesia. Beriklan pada online video platform
menjadi opsi yang sangat berprospek bagi para pemasar, menjadikan online video
advertising sebagai format beriklan digital yang kini paling cepat berkembang di dunia
(eMarketer, 2012).
Penggunaan online video advertising yang paling marak digunakan dapat dilihat
di online video platform terbesar dan paling terkenal sekarang ini, YouTube. Anak
perusahaan dari Google ini merupakan sebuah situs consumer generated media, dimana
siapapun dapat menjadi pembuat konten dan mengunggah video yang mereka buat.
eMarketer (2013) mempublikasikan pendapatan iklan YouTube yang meningkat dari 2
milyar menjadi 5,6 milyar USD di seluruh dunia dari tahun 2011 ke tahun 2013.
Sebagian besar pendapatan iklan tersebut berasal dari penjualan spot iklan dalam format
online video advertising. Salah satu bentuk monetisasi online video advertising yang
dilakukan YouTube adalah dengan menggunakan online video yang diputar sebelum
konten video dapat ditonton, atau yang disebut sebagai pre-roll video advertising.
Melalui format ini, di Amerika Serikat pada tahun 2013, YouTube mendapatkan 850 juta
USD atau 20,5% share dari keseluruhan pengeluaran iklan di situs tersebut (eMarketer,
2013).
Bentuk pre-roll video advertising yang dapat ditemukan di YouTube dapat
diklasifikasikan menjadi dua, non-skippable in-stream ads dan trueview in-stream ads.
Non-skippable in-stream ads adalah pre-roll video advertising berdurasi 15 sampai 20
detik yang mengharuskan pengguna menonton iklan tersebut sampai habis sebelum dapat
menonton video yang mereka inginkan. Iklan ini merupakan format iklan dengan potensi
revenue
juga
tingkat
pengabaian
tertinggi
karena
dianggap
mengganggu
(support.Google.com 2013a).
Trueview in-stream ads adalah pre-roll video advertising di YouTube yang
memberikan kontrol kepada khayalak atas iklan apa yang ingin mereka tonton. Bentuk
iklan ini biasanya berdurasi 30 detik atau lebih dan dapat dihindari oleh khayalak setelah
lima detik pertama dengan menyediakan panel bertuliskan “You can skip to video in 5”.
Pengiklan hanya harus membayar jika khayalak menonton keseluruhan iklan dan tidak
menekan tombol “skip” (support.Google.com 2013b).
Monetisasi YouTube melalui pre-roll video advertising baik dalam format yang
dapat ataupun tidak dapat dihindari dikategorikan sebagai iklan yang bersifat intrusif.
Intrusive advertising adalah iklan yang menginterupsi kegiatan khayalak, menciptakan
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
4 tingkat kefrustasian yang cukup signifikan pada mereka (Nielsen, et.al, 2009). Iklan
yang mengganggu dan menginterupsi khayalak akan mendorong khayalak untuk
menciptakan sikap menghindar terhadap iklan tersebut (Kelly, et al., 2010).
Berbagai penelitian mengenai pengaruh dari kontrol khayalak akan terpaan iklan
ketika menonton televisi menunjukkan bahwa ketika khayalak memiliki kesempatan
untuk menghindari iklan, mereka akan melakukan hal tersebut (Li et al., 2002). Salah
satu bentuk menghindar dari iklan televisi yang dilakukan khayalak adalah dengan
mengganti channel menggunakan remote televisi (Speck & Elliot, 1997). Perkembangan
teknologi seperti remote televisi, DVR, dan sistem pemblokiran otomatis mempermudah
khayalak untuk menghindari iklan yang menerpa mereka, baik di media tradisional
ataupun media digital seperti internet (Kelly et al., 2010). Di media digital hal ini
dilakukan misalnya dengan menggunakan perangkat lunak pop-up ad blocker. Dapat
dikatakan bahwa penggunaan pre-roll video advertising yang dapat dihindari juga
memberikan keleluasaan bagi khayalak untuk menghindari iklan tersebut.
Cho dan Cheon (2004) memproposisikan tiga faktor yang memicu sikap
menghindar terhadap iklan di dunia internet: anggapan penghalang tujuan, anggapan
banyaknya pesan iklan dan pengalaman negatif sebelumnya (perceived goal impediment,
perceived ad clutter, dan prior negative experience). Sikap menghindar dari iklan dipicu
pertama kali oleh faktor anggapan penghalang tujuan karena internet merupakan media
yang lebih ‘goal and task oriented’ dibandingkan media tradisional lainnya seperti
televisi (Kelly et al., 2010). Penggunaan iklan intrusif dalam bentuk pre-roll online
video advertising di YouTube akan memicu timbulnya sikap menghindar dari iklan
karena sifatnya yang menginterupsi kegiatan khayalak dalam mencari konten video yang
ingin mereka tonton.
Kegiatan menghindari iklan yang dilakukan khayalak turut terkait dengan adanya
dua faktor lainnya, yaitu advertising irritation dan advertising intrusiveness. Iklan yang
menjengkelkan (irritating) adalah iklan yang memicu kekesalan khayalak, menciptakan
rasa tidak nyaman dan rasa tidak sabar untuk menghindari iklan tersebut (Aaker et al.,
1985). Penyebab dari kejengkelan terhadap iklan dikategorikan menjadi tiga kategori:
konten, eksekusi, dan penempatan (Aaker et al., 1985; Bauer & Greyser, 1968).
Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan
dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi yang dilakukan khayalak (Ha,
1996). Intrusiveness adalah sebuah sikap dan konsekuensi psikologis yang terjadi ketika
kegiatan kognitif khayalak terinterupsi (Li et al., 2002). Khayalak harus merasa bahwa
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
5 iklan tersebut telah menginterupsi tujuan mereka sebelum mereka menetapkan bahwa
iklan tersebut mengganggu (intrusive). Li, Edwards dan Lee (2002) menciptakan model
untuk melihat sejauh mana sebuah iklan akan dipandang mengganggu oleh khayalak.
Mereka menetapkan 8 faktor yang mempengaruhi tingkat intrusiveness sebuah iklan
yaitu: interfering (menghalangi), bothersome (membosankan), invasive (menyerbu),
intrusive
(mengganggu),
forced
(memaksa),
obtrusive
(menonjol),
distracting
(membingungkan), dan disturbing (menggelisahkan).
Ketika suatu iklan dianggap mengganggu, rasa jengkel (irritation) cenderung
akan timbul. Iklan yang menginterupi proses pencarian informasi khayalak akan memicu
rasa jengkel yang lebih tinggi dibandingkan iklan yang tidak menginterupsi. Rasa
jengkel ini akan menjadi semakin tinggi jika faktor konten, eksekusi dan penempatan
dari iklannya sendiri turut diperhitungkan. Pada akhirnya, ketika khayalak merasa
jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar kemungkinan ia
menghindari iklan tersebut (Li et al., 2002).
Penggunaan format iklan intrusif, terutama dalam format pre-roll video
advertising tidak selalu memicu sikap menghindar dan negatif dari khayalak. Peneliti
menemukan suatu fenomena penggunaan format pre-roll video advertising yang
mendapatkan respon positif. Dove meluncurkan iklan “Real Beauty Sketches” pada tahun
2013 menggunakan iklan berdurasi tiga menit dalam format pre-roll video advertising
dengan metode trueview in-stream ad di YouTube. Dalam waktu sebulan, iklan video
online tersebut ditonton lebih dari 114 juta kali (Stampler, 2013), dan tautannya
disebarkan hingga 4,24 juta kali sehingga menjadikannya online video advertising paling
dibicarakan pada tahun 2013 (Feloni, 2013). Terdapat sebuah kesenjangan dari teori
advertising irritation, advertising intrusiveness dan advertising avoidance pada
penggunaan pre-roll video advertising yang dilakukan oleh Dove. Hal ini menarik untuk
diamati karena khayalak membangun sikap yang positif terhadap iklan yang format dan
pemakaiannya seharusnya menciptakan rasa frustasi dan mendorong sikap menghindar.
Salah satu penelitian sebelumnya berusaha menjelaskan faktor-faktor apa saja
yang berkontribusi terhadap sikap menghindar khayalak pada online video advertising.
Penelitian itu dilakukan dengan metode survey kepada 650 responden yang aktif
menggunakan internet untuk melakukan transaksi pembelian berdasarkan data yang
diperoleh dari agensi lokal di Prancis. Dari 207 data yang valid, penelitian ini
menemukan bahwa tingkat menghindar khayalak dapat dikurangi dengan peningkatan
relevansi, keotentikan pesan terkait dengan persepsi khayalak akan apakah pesan iklan
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
6 tersebut lebih bersifat manipulatif atau informatif, dan interaksi antara konten dengan
khayalak. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat interaksi konten terhadap khayalak
memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi rasa terganggu (advertising
intrusiveness) yang dirasakan khayalak. Ketika khayalak menganggap online video
advertising tidak interaktif, mereka menghindari jenis iklan tersebut secara keseluruhan
karena sifatnya yang dianggap intrusif. Timbulnya sikap menghindar karena rasa
terganggu akan online video advertisement yang tidak interaktif mengamplifikasi tingkat
relevansi dan persepsi akan kegunaan dari konten yang ingin disampaikan oleh sebuah
iklan (Hussain & Lasage, 2014).
Penelitian ini bermaksud untuk melihat sikap dari khayalak Indonesia terhadap
penggunaan iklan intrusive dalam format pre-roll video advertising di YouTube. Dengan
metode analisis isi, peneliti ingin memetakan pendapat khayalak media digital terkait
penggunaan pre-roll video advertising dalam beriklan. Peneliti juga ingin melihat sikap
yang dibangun oleh khayalak terhadap jenis iklan (dalam konteks ini: trueview in-stream
dan non-skippable in-stream ads) terkait dan asosiasi dari sikap advertising irritation
dan advertising intrusiveness terhadap sikap advertising avoidance yang mungkin
dibangun. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan pengiklan dapat menciptakan
strategi beriklan di dunia digital yang lebih efektif dalam mencapai tujuan perusahaan.
Tinjauan Teoritis
Iklan intrusif adalah iklan yang menginterupsi kegiatan khayalak, menciptakan
tingkat kefrustasian yang cukup signifikan pada mereka (Nielsen et al., 2009). Iklan
yang mengganggu dan menginterupsi khayalak akan mendorong khayalak untuk
menciptakan sikap menghindar terhadap iklan tersebut (Kelly et al., 2010).
Advertising avoidance yang dilakukan khalayak turut terkait dengan adanya
advertising irritation dan advertising intrusiveness. Iklan yang menjengkelkan
(irritating) adalah iklan yang memicu kekesalan khayalak, menciptakan rasa tidak
nyaman dan rasa tidak sabar untuk menghindari iklan tersebut (Aaker et al., 1985).
Penyebab dari kejengkelan terhadap iklan dikategorikan menjadi tiga ketegori: konten,
eksekusi, dan penempatan (Aaker et al., 1985; Bauer & Greyser, 1968).
Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan
dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi yang dilakukan khayalak (Ha,
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
7 1996). Intrusiveness adalah sebuah sikap dan konsekuensi psikologis yang terjadi ketika
kegiatan kognitif khalayak terinterupsi (Li et al., 2002). Khalayak harus merasa bahwa
iklan tersebut telah menginterupsi tujuan mereka sebelum mereka menetapkan bahwa
iklan tersebut mengganggu (intrusive).
Ketika suatu iklan dianggap mengganggu atau intrusif, rasa jengkel cenderung
akan timbul. Iklan yang menginterupi proses pencarian informasi khayalak akan memicu
rasa jengkel yang lebih tinggi dibandingkan iklan yang tidak menginterupsi. Ketika
khalayak merasa jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar
kemungkinan ia menghindari iklan tersebut (Li et al., 2002).
Dalam melihat sikap terhadap iklan, irritation adalah faktor penting yang dapat
mempengaruhi perilaku yang dibangun oleh khayalak (Aaker et al., 1992). Hal ini
sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Ducoffe, 1996; Shavitt et al., 1998)
yang mengatakan bahwa rasa terhibur ataupun terganggu dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap sikap khayalak. Selain memperhatikan faktor entertainment,
informativeness, dan credibility, pengertian mendalam terhadap sikap irritation dan
avoidance juga penting dalam melihat sikap khayalak terhadap iklan yang bersifat
intrusif.
Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan
dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi dari khalayak (Ha, 1996).
Intrusiveness, atau rasa terganggu, adalah persepsi dan konsekuensi psikologis yang
terjadi ketika proses kognitif dari khalayak terinterupsi. Tidak semua iklan yang ada di
antara program televisi atau unit editorial dapat dikategorikan sebagai iklan yang
menganggu. Iklan tersebut harus dianggap menghalangi tujuan dari khalayak sebelum
dapat dianggap intrusif (Li et al., 2002).
Perilaku menghindar (avoidance) akan sebuah iklan merupakan hasil dari sikap
terhadap iklan secara general (Li et al., 2002). Penelitian-penelitian sebelumnya
mendeskripsikan reaksi khayalak akan iklan yang menjengkelkan menggunakan berbagai
istilah berbeda. Penelitian sebelumnya berusaha melihat dampak dari kontrol khayalak
dalam
mengatur
eksposur
terhadap
iklan
ketika
menonton
televisi.
Mereka
menyimpulkan bahwa ketika khayalak memiliki kesempatan untuk dapat menghindari
sebuah iklan, mereka akan melakukan hal tersebut.
Dari berbagai penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa khayalak pada
dasarnya akan bersikap menghindar terhadap semua jenis iklan yang menerpa mereka,
namun faktor konten, eksekusi, dan penempatan berpengaruh dalam menentukan apakah
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
8 sebuah iklan akan dipandang menjengkelkan atau tidak. Karena ketika khayalak merasa
jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar kemungkinan khalayak
akan menghindari iklan tersebut.
Cho dan Cheon (2004) memproposisikan tiga faktor yang memicu sikap
menghindar dari iklandi dunia internet: anggapan penghalang tujuan, anggapan
banyaknya pesan iklan dan pengalaman negatif sebelumnya (perceived goal impediment,
perceived ad clutter, dan prior negative experience). Sikap advertising avoidance dipicu
pertama kali oleh faktor anggapan penghalang tujuan karena internet merupakan media
yang lebih ‘goal and task oriented’ dibandingkan media tradisional lainnya seperti
televisi (Kelly et al., 2010). Iklan digital akan dipandang intrusif dan menganggu
berdasarkan pada penempatan dari iklan tersebut, kapan iklan itu akan muncul, dan
bagaimana iklan tersebut berinteraksi dengan khayalak (Hussain & Lasage, 2014).
Partisipasi khayalak dalam proses pemasaran semakin meningkat dengan adanya
perkembangan user generated contents dimana konten media komunikasi di dunia
digital diciptakan dan dipengaruhi langsung oleh khayalak (Cooke & Buckley, 2008).
Khayalak yang semakin aktif di dunia digital mendorong pengiklan untuk dapat
menciptakan iklan yang lebih interaktif guna mengurangi sikap menghindar dari mereka
(Hussain & Lasage, 2014).
Hussain dan Lasage (2014) menemukan bahwa tingkat menghindar khayalak
terhadap iklan intrusif dalam format video di dunia digital dapat dikurangi dengan
peningkatan relevansi, keotentikan pesan terkait dengan persepsi khayalak akan apakah
pesan iklan tersebut lebih bersifat manipulatif atau informatif, dan interaksi antara
konten dengan khayalak. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat interaksi konten terhadap
khayalak memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi rasa terganggu
(advertising intrusiveness) yang dirasakan khayalak. Pernyataan tersebut juga diperkuat
oleh Sundar dan Kim (2005) dimana penelitian mereka sebelumnya menunjukkan bahwa
peningkatan tingkat interaksi dari iklan digital dapat membantu pengiklan menghadapi
sikap menghindar dari khayalak.
Ketika khayalak menganggap suatu iklan tidak interaktif, mereka menghindari
jenis iklan tersebut secara keseluruhan karena sifatnya yang dianggap intrusif.
Timbulnya sikap menghindar karena rasa terganggu akan iklan intrusif yang tidak
interaktif mengamplifikasi tingkat relevansi dan persepsi akan kegunaan dari konten
yang ingin disampaikan oleh sebuah iklan (Hussain & Lasage, 2014). Oleh karena itu,
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
9 tingkat interaksi dari iklan menjadi faktor penting untuk melihat sikap terhadap iklan
intrusif di dunia digital.
Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
post-positivis
dengan
menjadikan
kombinasi metode pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif sebagai dasar penelitian.
Bagian pertama dari penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif untuk
memetakan pendapat khalayak dan melihat hubungan dari stimulus dan juga faktorfaktor yang memengaruhi pembentukan sikap khalayak terhadap iklan intrusif. Untuk
memperkuat hasil temuan, bagian kedua menggunakan metode penelitian kualitatif
sebagai triangulasi untuk mengkonfirmasi temuan dari metode penelitian kuantitatif.
Analisis Isi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi terhadap
tweet khayalak yang mengandung kata kunci yang sudah ditentukan peneliti sebelumnya.
Krippendorff (2004) menjabarkan 6 tahapan dalam metode analisis isi untuk mengolah teks
menjadi hasil penelitian. Tahapan unitizing, sampling, coding, reducing, infering dan
narrating. Keenam tahapan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel.
Sampel dari penelitian ini adalah tweet yang mengandung kata-kata kunci kunci “iklan
YouTube”, “iklan video”, “iklan utube”, “iklan yutub”, “iklan yutup”, “iklan yt”, “iklan
skip”, dan “iklan diskip” yang di-tweet dalam periode satu bulan terhitung dari 1 April
2014 hingga 30 April 2014. Tweet yang digunakan hanyalah tweet yang berasal dari
wilayah geografis Indonesia karena penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap
khalayak pengguna internet di Indonesia. Untuk mengumpulkan tweet yang mengandung
kata kunci yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh peneliti, peneliti menggunakan website
Topsy.com.
Tweet konsumen kemudian didata dan dikoding ke coding form sesuai dengan buku
koding yang sudah disiapkan oleh peneliti. Pengkategorisasian yang dilakukan didasarkan atas
operasionalisasi konsep dari penelitian ini.
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
10 Tabel 1. Operasionalisasi Konsep
Variabel
Dimensi
Sikap
Entertainment
S.E
Indikator
0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor entertainment dalam membangun
sikap.
1. Rasa terhibur khalayak akibat eksekusi audio dan visual iklan
2. Rasa terhibur khalayak karena jalan cerita dari iklan
3. Rasa terhibur khalayak karena unsur humor dari iklan
4. Rasa terhibur khalayak karena bintang / pembawa isi pesan
Informativeness
S.I
0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor informativeness dalam membangun
sikap.
1. Khalayak mendapatkan informasi yang relevan
2. Khalayak mendapatkan informasi mengenai produk baru
3. Khalayak mendapatkan informasi mengenai keunggulan produk
Credibility
S.C
0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor credibility dalam membangun
sikap.
1. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan iklan karena kredibilitas perusahaan
2. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan iklan karena kredibilitas bintang /
pembawa isi pesan
3. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan karena medium beriklan
Interactivity
S.In
0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor interactivity dalam membangun
sikap
1. Khalayak menemukan interaksi dua arah dari konten iklan
2. Khalayak menemukan kemudahan navigasi ke halaman lain dari iklan
Advertising
1. Khalayak merasa jengkel pada iklan
Irritation
2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap jengkel / tidak jengkel
S.A1
3. Khalayak tidak merasa jengkel pada iklan
Advertising
1. Khalayak merasa terganggu pada iklan
Intrusiveness
2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap terganggu / tidak terganggu
S.A2
3. Khalayak tidak merasa terganggu pada iklan
Advertising
1. Khalayak menghindari iklan
Avoidance
2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap menghindar /tidak menghindar
S.A3
3. Khalayak tidak menghindari iklan
Masing-masing unit analisis dimasukkan dalam kategori dan direkam dalam form
koding berdasarkan panduan yang ada dalam buku koding. Proses koding dilakukan
untuk per tweet yang dibuat oleh sebuah akun dan total keseluruhan jumlah tweet yang
digunakan sebagai unit analisa adalah sebanyak 839 posts.
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
11 Tabel 2. Coding Form
Pengolahan data dilakukan dengan uji analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengumpulkan, meringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan data. Peneliti
menggunakan metode distribusi frekuensi yang diilustrasikan menggunakan pie chart untuk
menunjukkan pemetaan sikap khalayak terhadap penggunaan pre-roll video advertising di
YouTube.
Wawancara Mendalam
Untuk melihat pemaknaan dan alasan yang lebih mendalam dari khalayak di
dunia digital peneliti melakukan in-depth interview untuk menghasilkan temuan yang
ditujukan untuk memperkuat hasil temuan di tahapan pertama. Metode kualitatif
dijalankan dengan cara semi-structured in-depth interview. Peneliti menyusun panduan
wawancara berdasarkan dengan kerangka teori yang sebelumnya dibangun dan
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan
dengan metode convenience sampling dimana peneliti memilih satu user yang
menunjukkan sikap positif dan satu user yang menunjukkan sikap negatif.
Peneliti kemudian menghubungi kedua informan melalui tweet dan direct
message Twitter. Kedua informan menyatakan kesediaanya dan wawancara pun
dilanjutkan melalui dua tahap. Tahapan pertama berupa wawancara melalui instant
messaging dan tahapan kedua dilakukan melalui wawancara tatap muka. Kedua informan
berdomisili di daerah Jakarta dan sekitarnya dan bersedia meluangkan waktu untuk
melakukan wawancara tatap muka. Durasi wawancara berlangsung antara 45 menit
hingga 1 jam yang berlokasi di daerah Tangerang dan Jakarta Selatan.
Teknik analisa data wawancara adalah analisis tematik dimana peneliti berupaya
untuk mencari tema-tema yang muncul sebagai bahan pada intrepretasi. Melalui analisis
tematik, peneliti akan mencari temuan-temuan utama sesuai dengan hasil coding.
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
12 Melalui tema-tema yang ada, peneliti akan mendiskusikannya dengan konsep dan teori
yang terdapat pada kerangka pemikiran.
Hasil Penelitian
Analisis Isi
Dari hasil uji analisis deskriptif, peneliti menyimpulkan beberapa hal yang
menjadi dasar untuk memetakan sikap konsumen terhadap penggunaan pre-roll video
advertising, sebagai berikut:
•
Mayoritas khalayak menggunakan keyword “Iklan YouTube” untuk menyampaikan
pendapat mereka akan penggunaan pre-roll video advertising di YouTube.
•
Mayoritas khalayak tidak mendeskripsikan jenis iklan pre-roll video advertising
(trueview in-stream ads atau non-skippable in-stream ads) yang ditonton ketika
menyampaikan pendapat mereka melalui Twitter.
•
Mayoritas khalayak memiliki sentimen negatif terhadap penggunaan pre-roll video
advertising di YouTube.
•
Khalayak tidak menjelaskan faktor apa yang mempengaruhi pembentukan sikap mereka
atas pre-roll video advertising.
•
Mayoritas khalayak merasa jengkel akan penggunaan pre-roll video advertising di
YouTube.
•
Mayoritas khalayak merasa kegiatannya terganggu dengan adanya penggunaan pre-roll
video advertising di YouTube.
•
Mayoritas khalayak menghindari pre-roll video advertising di Youtube (jika dapat
mereka lakukan).
•
Ketika membandingkan frekuensi dalam variabel-variabel yang berbeda ini terlihat
bahwa opini khalayak mayoritas membahas faktor entertainment dari konten, serta sikap
jengkel, merasa terganggu, dan sikap menghindar mereka terhadap format iklan pre-roll
video advertising.
Dengan mempertimbangkan analisa hasil analisis deskriptif ini, peneliti
berasumsi bahwa kelemahan tweet sebagai unit analisa dalam penelitian ini salah
satunya adalah limitasi format dari Twitter itu sendiri (maksimal 140 karakter). Peneliti
kembali berasumsi bahwa sempitnya ruang dalam beropini membuat khalayak
menyempitkan opininya pada faktor-faktor utama yang menurut mereka menonjol dalam
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
13 pre-roll video advertising yang menerpa khalayak. Mayoritas tweet juga tidak
menjelaskan bentuk iklan (trueview in-stream ads atau non-skippable in-stream ads)
yang menerpa mereka.
Wawancara Mendalam
Informan pertama menunjukkan sikap yang positif terhadap sebuah iklan
YouTube dikarenakan konten dari iklannya sendiri yang menurutnya edukatif dan tidak
terlalu menjual merek/produk yang ditawarkan. Informan menyukai iklan Rinso yang ia
lihat dalam format pre-roll video advertising karena baginya, iklan tersebut memiliki
pesan di dalamnya. Selain cerita dan makna yang ada, visual dan pemilihan pemain juga
membantunya dalam pembentukan sikap yang positif karena eksekusinya yang tidak
berlebihan dan wajar.
Informan kedua mengutarakan kekesalannya terhadap iklan YouTube melalui
Twitter karena rasa muak yang ia rasakan akibat penggunaan pre-roll video advertising
yang menganggu. Semua jenis iklan di YouTube baginya bersifat menganggu, baik yang
bentuknya trueview in-stream ads maupun non-skippable in-stream ads. Penggunaan
format iklan ini menurutnya sangat mengganggu tujuannya untuk menikmati konten
tertentu yang ia inginkan di YouTube. Ketika digali, faktor kegunaan produk dan
relevansi kepada dirinya sebagai khalayak sasaran menjadi faktor penting mengapa ia
membenci hampir semua iklan yang ada di YouTube. Mayoritas iklan yang ia temui
menawarkan produk dan jasa yang tidak ia perlukan sehingga ia membangun sikap
negatif.
Informan pertama mengatakan bahwa ia lebih menyukai iklan yang bercerita
dibandingkan yang bersifat informatif. Ia pun menghindari beberapa iklan di YouTube
yang menurutnya mengganggu, seperti iklan Toko Bagus yang terlalu sering muncul dan
memiliki eksekusi yang tidak menarik. Informan mengakui efektivitas dari iklan Toko
Bagus yang membuatnya selalu ingat akan slogan dan eksekusinya, namun ia tidak
mengingat iklan tersebut dengan cara yang positif.
Informan kedua mengatakan bahwa faktor eksekusi memiliki peran yang cukup
penting dalam mengurangi rasa kekesalannya. Misalnya jika iklan tersebut menampilkan
seorang penyanyi, ketika penyanyi tersebut menyanyi dengan baik, maka ia akan sedikit
tertarik untuk menonton iklan tersebut sampai habis. Namun secara mayoritas, ia
menghindari semua jenis iklan di YouTube kecuali iklan yang produknya relevan bagi
dirinya seperti iklan mengenai video game. Beberapa iklan yang pada akhirnya ia tonton
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
14 sampai habis adalah iklan-iklan yang sudah terlalu sering muncul sampai ia “mengalah”
dan memilih untuk menonton iklannya.
Menurut informan pertama, tidak semua iklan di YouTube bersifat informatif.
Iklan yang memiliki cerita dan makna mendalam menurutnya memberikan banyak
informasi, namun iklan banyak memberikan informasi dan bersifat mengganggu. Ia juga
tidak terlalu memikirkan kredibilitas dari sebuah iklan karena ia lebih sering men-skip
sebuah iklan dibandingkan menontonnya sampai habis. Baginya, sebuah iklan YouTube
akan menjadi lebih menarik jika dikemas dengan pertanyaan menarik yang menggelitik
dan membuat penasaran dengan durasi yang tidak kepanjangan.
Bagi informan kedua, iklan di YouTube memberikan informasi jika itu berkaitan
dengan keberadaan suatu produk ataupun promo. Informasi yang ia dapat tidak ia
anggap berguna karena produk yang ditawarkan tidak memiliki relevansi dengan dirinya.
Kredibilitas iklan di YouTube baginya bersifat sama dengan kredibilitas iklan di televisi.
Informan mengatakan bahwa ia pernah menonton pre-roll video advertising yang
mendukung adanya interaksi dengan dirinya melalui pembangunan skenario dan cerita
yang berbeda-beda tergantung dari pilihan yang ia lakukan setelah menonton iklan
tersebut. Sifat iklannya yang lebih interaktif berhasil membuatnya tertarik dan menonton
iklan tersebut sampai habis.
Eksekusi menjadi faktor penting dalam membangun sikap kedua informan.
Meskipun mereka tidak melihat iklan tersebut memberikan informasi yang berguna
ataupun nilai kredibilitas yang tinggi, eksekusi audio dan visual yang menarik turut
berperan serta dalam membangun sikap. Faktor konten dan emotional appeal juga
menunjukkan pengaruh yang signifikan. Kedua responden menyetujui bahwa jika iklan
YouTube dikemas dengan lebih interaktif, mereka akan lebih tertarik untuk menonton
iklan tersebut, tidak merasa terganggu dan tidak membentuk sikap menghindar dengan
menekan tombol skip ad.
Diskusi
Dalam membangun sikap terhadap iklan intrusif dalam format pre-roll video
advertising, peneliti menemukan bahwa data yang ditemukan di dalam kedua tahap
penelitian cenderung menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai sikap
khalayak kepada iklan intrusive yang telah dipaparkan di kerangka teoritis. Peneliti
kemudian membagi pembahasan ke dalam faktor-faktor yang lebih spesifik sebagai
berikut:
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
15 •
Entertainment. Faktor ini kurang nampak terlihat sebagai sebuah faktor yang
memengaruhi pembentukan sikap dalam temuan metode analisis isi. Namun hasil
wawancara
menunjukkan
bahwa
khalayak
menganggap
bahwa
faktor
entertainment sangat krusial dalam membangun sikap mereka. Temuan ini sesuai
dengan penelitian Shavitt, et. al (1998) yang menjelaskan bahwa rasa terhibur
yang dibangun oleh konsumen merupakan faktor terpenting dalam melihat sikap
konsumen terhadap iklan. Faktor eksekusi (pendekatan iklan, misal yang
dikemas secara emosional) menjadi penting dalam menciptakan rasa terhibur
ataupun tidak akan sebuah pre-roll video advertising.
•
Informativeness. Walaupun faktor ini tidak dapat ditemukan melalui metode
analisis isi, pada tahapan wawancara ditemukan bahwa faktor ini berkaitan
dengan apakah iklan suatu produk relevan dengan kebutuhan khalayak atau
tidak. Hal ini terlihat cukup memengaruhi pembentukan sikap, mengingat
informan mengatakan tingkat informasi dalam pre-roll video advertising cukup
mengurangi rasa terganggu karena informan merasa bahwa iklan tersebut
mengandung informasi yang relevan dan berasal dari produk yang ia butuhkan.
Hal ini menguatkan temuan Hussain dan Lasage (2014) yang menyatakan bahwa
sikap terganggu terhadap iklan intrusif dapat dikurangi dengan adanya
peningkatan relevansi pesan dengan khalayak.
•
Credibility. Seperti faktor sebelumnya, faktor ini kurang nampak terlihat sebagai
sebuah faktor yang memengaruhi pembentukan sikap dalam temuan metode
analisis isi. Hasil wawancara juga menunjukkan hal tersebut tidak secara khusus
diperhatikan khalayak. Informan menyandingkan nilai kredibilitas dalam preroll video advertising setara dengan iklan televisi. Hal ini terutama terkait situs
YouTube yang kredibilitasnya disetarakan dengan media televisi. Hal ini
menguatkan temuan Chandra et al. (2012) yang menyatakan kredibilitas pesan
suatu iklan dapat dibangun dari kredibilitas perusahaan, penyampai pesan dan
juga medium yang digunakan dalam beriklan.
•
Interactivity. Terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, peneliti menemukan
bahwa faktor ini pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap khalayak
terutama di media digital. Temuan hasil wawancara menunjukkan bahwa preroll video advertising akan semakin menarik jika nilai interaksi dua arahnya
dengan khalayak meningkat. Hal ini mendukung temuan penelitian sebelumnya
bahwa faktor interaksi sangat penting sifatnya dalam iklan di medium digital
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
16 (Hussain dan Lasage, 2014). Namun, faktor ini nampaknya tidak cukup
diperhatikan oleh pemasar ketika memproduksi pre-roll video advertising yang
marak digunakan di Indonesia saat ini. Kedua informan yang merupakan
pengguna situs YouTube yang sangat aktif menyatakan bahwa mereka belum
menemukan pre-roll video advertising yang cukup interaktif dan menarik
perhatian mereka. Adanya interaksi dan komunikasi dua arah dari sebuah preroll video advertising diyakini dapat meningkatkan sikap yang dibangun
konsumen menjadi lebih positif.
Kesimpulan
Dari hasil temuan data yang telah dikemukakan, peneliti menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Mayoritas user twitter Indonesia memiliki pendapat yang negatif terhadap
penggunaan iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising di YouTube.
2. Mayoritas user twitter merasa jengkel, terganggu dan menghindari iklan intrusif
dalam format pre-roll video advertising di YouTube. Hal ini dilakukan terutama
dengan menekan tombol skip yang disediakan di dalam video setelah lima detik.
3. Sikap yang dibangun khalayak pada skippable dan non-skippable ad memiliki
perbedaan dimana khalayak membangun sikap yang lebih negatif pada iklan
yang tidak dapat di-skip. Khalayak lebih menghargai iklan yang memberikan
opsi skip meskipun pada akhirnya mereka tetap membangun sikap yang negatif
4. Mayoritas pengguna twitter mengindikasikan konten iklan yang mengandung
faktor entertainment dalam tweet mereka mengenai iklan intrusif dalam format
pre-roll video advertising di YouTube. Dapat disimpulkan bahwa konten
merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh khalayak.
5. Eksekusi dari iklan dan makna yang mendalam dari konten iklan merupakan
faktor yang dianggap penting dalam membangun sikap terhadap iklan YouTube.
Semakin interaktif dan dua arah bentuk komunikasi yang dibangun oleh iklan
YouTube, semakin baik sikap yang dibangun oleh khalayak.
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
17 Saran
Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan tweet sebagai unit
analisa dalam melihat sikap khalayak. Tujuan penelitian untuk memetakan pendapat
khalayak dapat dicapai melalui analisis isi tweet, namun peneliti menyarankan agar
dalam penelitian selanjutnya, pemilihan unit analisa yang dilihat dari segi konten dapat
dengan lebih dalam menunjukkan faktor-faktor lain di dalam iklan yang memengaruhi
pembentukan sikap.
Peneliti juga menyarankan agar penelitian berikutnya meneliti lebih lanjut
bagaimana pembentukan sikap terhadap iklan dalam format iklan intrusif seperti pre-roll
video advertising ini dapat memengaruhi sikap terhadap merek sehingga dapat
memperkaya penelitian akademik di ranah periklanan yang semakin berkembang dengan
adanya format-format baru dalam kegiatan pemasaran.
Saran Manajerial
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pre-roll video advertising di
YouTube menunjukkan adanya kecenderungan pembentukan sikap negatif, terutama jika
menggunakan bentuk yang mengambil kontrol khalayak untuk mengatur terpaan iklan
(non skippable). Hal ini dianggap sebagai sebuah gangguan yang menimbulkan
kejengkelan karena dianggap mengganggu tujuan khalayak dalam menikmati konten
yang ingin dilihatnya.
Namun demikian, faktor eksekusi, konten cerita, dan relevansi produk memiliki
pengaruh signifikan dalam pembentukan sikap. Hasil wawancara menunjukkan bahwa
tingkat interaksi yang lebih tinggi untuk dapat menarik perhatian mereka lebih banyak.
Untuk dapat memaksimalkan pemakaian iklan intrusif dalam format pre-roll video
advertising di YouTube, diperlukan adanya eksekusi yang baik dengan konten yang
bermakna. Karakter media digital yang memungkinkan terjadinya interaksi juga harus
sangat diperhatikan karena tingkat interaksi dan komunikasi dua arah dengan khayalak
yang lebih baik dapat menghasilkan pembentukan sikap yang lebih positif terhadap
penggunaan format iklan intrusif seperti ini. Faktor-faktor ini dapat menjadi
pertimbangan bagi pihak manajerial dalam merumuskan strategi komunikasi digital yang
lebih efektif ke depannya.
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
18 Daftar Referensi
Aaker, David S. and Donald E. Bruzzone (1985), "Causes of Irritation in Advertising,"
Journal of Marketing, 49 (2), 47-57.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2012). Profil Pengguna Internet Indonesia.
Bauer, Raymond A. and Stephen A. Greyser (1968), “Advertising in American: The Consumer
View”, Boston, MA: Harvard University.
Chandra, Bibhas, Shubham Goswani and Vineet Chouhan (2012), “Investigating Attitude
Towards Online Advertising on Social Media – An Empirical Study,” Management
Insight: The Journal of Incisive Analysers, Volume 8 (1): 1-14
Chatterjee, Patrali (2008), “Are Unclicked Ads Wasted? Enduring Effects of Banner and PopUp Ad Exposure on Brand Memory and Attitutudes,” Journal of Electronic Commerce
Research, Volume 9, 51-61
Chew, Cynthia and Gunter Eysenbach (2010), “Pandemics in the Age of Twitter: Content
Analysis of Tweets during the 2009 H1N1 Outbreak”, PloS ONE 5(11): e1118.
Cho, Chang-Hoan and Hongsik John Cheon (2004), "Why Do People Avoid Advertising on
the Internet?" Journal of Advertising, 33 (4), 89-97.
Cisco (2013). Visual Networking Index. http://bit.ly/KXDUaX.
Cooke, M., & Buckley, N. (2008). “Web 2.0, social networks and the future of market
research,” International Journal of Market Research, 50(2), 267-292.
Dobele, A., A. Lindgreen, M. Beverland, J. Vanhamme, and R. van Wijk. (2006).
“Forwarding viral messages: What role does emotion play?” Queensland: Central
Queensland University.
Ducoffe, R. H. (1996), "Advertising Value and Advertising on the Web,” Journal of
Advertising Research, Vol. 36, pp. 21- 36
Dvorak, J.C. (2007) This Week In Tech, www.twit.tv, February 11.
eMarketer, (2012). “From clicks to completion: online video ad effectiveness”. Diakses pada
16 Januari 2014 http://www.emarketer.com/Article/Clicks-Completion-Online-VideoAd-Effectiveness/1008989
eMarketer, (2013). “Advertisers to Spend $5.60 Billion on YouTube in 2013 Worldwide”.
Diakses pada 23 Maret 2014 http://www.emarketer.com/Article/Advertisers-Spend560-Billion-on-YouTube-2013-Worldwide/1010446
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
19 Feloni, Robert. Businessinsider.com, 2013. “The Top 5 Most Shared Ads of 2013” Diakses
pada 16 Januari 2014 http://www.businessinsider.com/the-top-5-most-shared-ads-of2013-2013-11
Fiegerman, S. Mashable.com, 2012. “Twitter Now Has More Than 200 Million Active
Users.” Diakses pada 23 Januari 2014 http://mashable.com/2012/12/18/twitter---­‐200--­‐million---­‐active---­‐users/
Gambaro, M. and Puglisi, R. (2012). “Complement or substitute? The internet as an
advertising channel, evidence on advertisers on the Italian market, 2004-2009”.
Departmental Working Papers from Department of Economics, Management and
Quantitative Methods at Università degli Studi di Milano
Ha, Louisa T (1996), "Advertising Clutter in Consumer Magazines: Dimensions and Effects,"
Journal of Advertising Research, 36 (July/August), 76-83.
Hussain, Dildar and Helene, Lasage (2014). “Online Video Advertisement Avoidance: Can
Interactivity Help?,” The Journal of Applied Business Research, Volume 30 Number 1
Interactive Advertising Bureau (2009). Digital Video Ad Impression Measurement Guidelines.
Interactive Advertising Bureau (2012). Bestedingen internetreclame. V.S. in eerste helft 2012
gestegen
tot
17
miljard
dollar.
Diakses
pada
16
Januari
2014.
http://www.iab.nl/2012/10/16/bestedingen-internetreclame-v-s-in-eerste-helft-2012gestegen-tot-17-miljard-dollar/
Jenkins, Blaise. (2011), “Consumer Sharing of Viral Video Advertisements: A Look into
Message and Creative Strategy Typologies and Emotional Content”, Washinton:
American University School of Communication
Krippendorff, Klaus (2004). “Content Analysis: An Introduction to Its Methodology”.
Thousand Oaks, CA: Sage
Krishnan, S. Shunmuga and Ramesh K. Sitaraman (2013), “Understanding the Effectiveness
of Video Ads: A Measurement Studies”, Amherst: University of Massachusets.
Kelly, Louise, Gayle Kerr & Judy Drennan (2010), “Avoidance of Advertising in Social
Networking Sites: The Teenage Perspective,” Journal of Interactive Advertising,
Volume 10, 16-27.
Kurniawan, Sigit. Themarketeers.com, 2014. “Google Kuasai 33 Persen Pendapatan Iklan
Online
Global,”
Diakses
pada
23
Januari
2014.
http://www.the-
marketeers.com/archives/google-kuasai-33-persen-pendapatan-iklan-onlineglobal.html#.UuCNWtL-LIU
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
20 Li, Hairong, Steven M. Edwards & Joo-Hyun Lee (2002),”Measuring the Intrusiveness of
Advertisements: Scale Development and Validation,” Journal of Advertising, Volume
31, 37-47.
Mathur, Nidhi (2008), “Advertisement Avoidance on Internet: Can Internet Printing Help?,”
ACM Special Interest Group on Electronic Commerce , Hawlett-Packard Development
Team
Nielsen, Jesper H. and Joel Huber (2009), “The Effect of Brand Awareness on Intrusive
Advertising”, Tucson: University of Arizone
Shavitt,W., Lowrey, P., and Haefner, J.(1998). “Public Attitudes Toward Advertising: More
Favorable Than You Might Think,” Journal of Advertising Research,38(4): 7-22.
Sinaga, Royke. Antaranews.com, 2014. “APJII: Pengguna Internet di Indonesia Terus
Meningkat,” Diakses pada 17 Maret 2014
http://www.antaranews.com/berita/414167/apjii-penguna-internet-di-indonesia-terusmeningkat
Speck, Paul Surgi and Michael T. Elliott (1997a), "Predictors of Advertising Avoidance in
Print and Broadcast Media," Journal of Advertising, 26 (3), 61-76.
Stampler, Laura. Businessinsider.com, 2013. “How Dove’s ‘Real Beauty Sketches’ Became
The Most Viral Video of All Time.” Diakses pada 16 Januari 2014.
http://www.businessinsider.com/how-doves-real-beauty-sketches-became-the-mostviral-ad-video-of-all-time-2013-5
Support.Google.com 2013 A. Diakses pada 16 Januari 2014.
https://support.Google.com/YouTube/answer/188038?hl=en
Support.Google.com 2013 B. Diakses pada 16 Januari 2014.
https://support.Google.com/YouTube/answer/1205675?hl=en
Susanto, Dwi Andi. Merdeka.com, 2013. “Pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai
74juta.” Diakses pada 16 Januari 2014. http://www.merdeka.com/teknologi/penggunainternet-di-indonesia-saat-ini-mencapai-74-juta.html
Winograd, Josh. Digiday.com, 2011. “What Exactly is a Video Ad?” Diakses pada 23 Januari
2014. http://digiday.com/social/what-exactly-is-a-video-ad/
Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014
Download