1 SIKAP KHALAYAK TERHADAP IKLAN INTRUSIF DALAM BENTUK PRE-ROLL VIDEO ADVERTISING DI YOUTUBE Dave Ependi Nadia Maritta Andayani Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email : [email protected] Abstrak Format iklan video di internet yang sedang popular saat ini adalah pre-roll video advertising, yang marak digunakan melalui situs YouTube, dalam bentuk dapat dihindari maupun tidak. Format iklan ini dikategorikan sebagai iklan intrusif yang dapat menimbulkan kejengkelan khalayak. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan pendapat dan sikap khayalak terhadap penggunaan pre-roll video adversiting yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi pada tweet. Peneliti mengumpulkan 839 tweet yang mengandung kata kunci di periode satu bulan. Analisa isi menunjukkan hasil bahwa mayoritas pengguna membangun sikap negatif terhadap bentuk iklan ini. Kemudian, dilakukan wawancara mendalam yang menemukan adanya faktor-faktor seperti eksekusi, konten, dan interaksi dua arah yang dapat mengurangi rasa terganggu dan sikap menghindar. Audience Attitude Toward Intrusive Advertising in YouTube Pre-Roll Video Advertising Abstract One popular format of online video advertising is pre-roll video advertising which now recurrently used in YouTube site, both in skippable and non-skippable forms. This form of advertising can be categorized as intrusive and could cause irritation and advertising avoidance behavior. This research aims to portray consumers’ opinion toward the using of pre-roll video advertising by utilizing content analysis method in analyzing tweets. Researcher gathers 839 tweets that contains the keywords within one month period. The findings show that majority of digital users have negative attitudes toward pre-roll video advertising. Subsequently, the study utilizes in-depth interviews which finds several factors, including: execution, content, and interactivity that could reduce irritation and advertising avoidance. Keywords : Online video advertising, internet advertising, intrusive advertising, pre-roll video advertising, content analysis, attitude, Twitter, YouTube Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 2 Pendahuluan Penelitian akan efektivitas penggunaan online video advertising dan perilaku khayalak penting dilakukan demi kelangsungan evolusi penggunaan internet sebagai media pemasaran (Krishnan & Sitaraman, 2013). Online video advertising adalah semua bentuk iklan di dunia digital yang mengandung video (Winograd, 2011). Online video advertising dapat dikategorikan berdasarkan durasi dan penempatan, salah satunya adalah pre-roll video advertising. Pre-roll video advertising adalah iklan yang diputar sebelum khayalak dapat mengakses informasi atau video yang mereka inginkan dan memiliki format yang sama dengan iklan televisi (Interactive Advertising Bureau, 2009). Penelitian akan efektivitas penggunaan online video advertising memberikan landasan yang memiliki potensi besar untuk diaplikasikan dalam kegiatan komunikasi pemasaran (Kusse, 2013). Pemahaman akan perilaku khayalak terhadap tren ini dapat memberikan insight bagi pengiklan untuk dapat menggunakan pre-roll video advertising dengan lebih efektif. Pengguna internet di Indonesia telah menembus angka 71 Juta orang pada tahun 2013, meningkat 13 persen dari tahun sebelumnya (Sinaga, 2014). Perkembangan internet yang sangat cepat ini diikuti pula dengan meningkatnya penggunaan media digital dalam beriklan. Internet merupakan segmen beriklan yang paling cepat berkembang di dunia (Gambaro & Puglisi, 2012), contohnya, dalam enam bulan pertama pada tahun 2012, pengiklan di Amerika menghabiskan lebih dari 17 miliar US$ untuk beriklan di internet (Interactive Advertising Bureau, 2012). Angka tersebut diprediksikan terus meningkat setiap tahunnya, menunjukkan minat pengiklan pada dunia digital yang semakin tinggi. Sebuah studi global dari Cisco pada tahun 2013 yang mendata dan memprediksikan dampak dari pemakaian aplikasi jaringan visual sampai dengan tahun 2017, menunjukkan bahwa lebih dari setengah penggunaan internet sekarang ini berhubungan dengan kegiatan menonton video. Angka itu diprediksi akan melampaui 85% pada tahun 2016 (Cisco, 2013). Online video advertising menarik perhatian para pengiklan karena pertumbuhan minat pengguna internet pada online video yang sangat cepat. Penelitian Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJJI) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa 62,1% pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk mengunduh ataupun mengunggah video (APJJI, 2012). Studi tersebut dilakukan Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 3 dengan metode proportional area cluster sampling yang dilakukan terhadap 2000 responden yang tersebar di 42 kota di Indonesia. Beriklan pada online video platform menjadi opsi yang sangat berprospek bagi para pemasar, menjadikan online video advertising sebagai format beriklan digital yang kini paling cepat berkembang di dunia (eMarketer, 2012). Penggunaan online video advertising yang paling marak digunakan dapat dilihat di online video platform terbesar dan paling terkenal sekarang ini, YouTube. Anak perusahaan dari Google ini merupakan sebuah situs consumer generated media, dimana siapapun dapat menjadi pembuat konten dan mengunggah video yang mereka buat. eMarketer (2013) mempublikasikan pendapatan iklan YouTube yang meningkat dari 2 milyar menjadi 5,6 milyar USD di seluruh dunia dari tahun 2011 ke tahun 2013. Sebagian besar pendapatan iklan tersebut berasal dari penjualan spot iklan dalam format online video advertising. Salah satu bentuk monetisasi online video advertising yang dilakukan YouTube adalah dengan menggunakan online video yang diputar sebelum konten video dapat ditonton, atau yang disebut sebagai pre-roll video advertising. Melalui format ini, di Amerika Serikat pada tahun 2013, YouTube mendapatkan 850 juta USD atau 20,5% share dari keseluruhan pengeluaran iklan di situs tersebut (eMarketer, 2013). Bentuk pre-roll video advertising yang dapat ditemukan di YouTube dapat diklasifikasikan menjadi dua, non-skippable in-stream ads dan trueview in-stream ads. Non-skippable in-stream ads adalah pre-roll video advertising berdurasi 15 sampai 20 detik yang mengharuskan pengguna menonton iklan tersebut sampai habis sebelum dapat menonton video yang mereka inginkan. Iklan ini merupakan format iklan dengan potensi revenue juga tingkat pengabaian tertinggi karena dianggap mengganggu (support.Google.com 2013a). Trueview in-stream ads adalah pre-roll video advertising di YouTube yang memberikan kontrol kepada khayalak atas iklan apa yang ingin mereka tonton. Bentuk iklan ini biasanya berdurasi 30 detik atau lebih dan dapat dihindari oleh khayalak setelah lima detik pertama dengan menyediakan panel bertuliskan “You can skip to video in 5”. Pengiklan hanya harus membayar jika khayalak menonton keseluruhan iklan dan tidak menekan tombol “skip” (support.Google.com 2013b). Monetisasi YouTube melalui pre-roll video advertising baik dalam format yang dapat ataupun tidak dapat dihindari dikategorikan sebagai iklan yang bersifat intrusif. Intrusive advertising adalah iklan yang menginterupsi kegiatan khayalak, menciptakan Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 4 tingkat kefrustasian yang cukup signifikan pada mereka (Nielsen, et.al, 2009). Iklan yang mengganggu dan menginterupsi khayalak akan mendorong khayalak untuk menciptakan sikap menghindar terhadap iklan tersebut (Kelly, et al., 2010). Berbagai penelitian mengenai pengaruh dari kontrol khayalak akan terpaan iklan ketika menonton televisi menunjukkan bahwa ketika khayalak memiliki kesempatan untuk menghindari iklan, mereka akan melakukan hal tersebut (Li et al., 2002). Salah satu bentuk menghindar dari iklan televisi yang dilakukan khayalak adalah dengan mengganti channel menggunakan remote televisi (Speck & Elliot, 1997). Perkembangan teknologi seperti remote televisi, DVR, dan sistem pemblokiran otomatis mempermudah khayalak untuk menghindari iklan yang menerpa mereka, baik di media tradisional ataupun media digital seperti internet (Kelly et al., 2010). Di media digital hal ini dilakukan misalnya dengan menggunakan perangkat lunak pop-up ad blocker. Dapat dikatakan bahwa penggunaan pre-roll video advertising yang dapat dihindari juga memberikan keleluasaan bagi khayalak untuk menghindari iklan tersebut. Cho dan Cheon (2004) memproposisikan tiga faktor yang memicu sikap menghindar terhadap iklan di dunia internet: anggapan penghalang tujuan, anggapan banyaknya pesan iklan dan pengalaman negatif sebelumnya (perceived goal impediment, perceived ad clutter, dan prior negative experience). Sikap menghindar dari iklan dipicu pertama kali oleh faktor anggapan penghalang tujuan karena internet merupakan media yang lebih ‘goal and task oriented’ dibandingkan media tradisional lainnya seperti televisi (Kelly et al., 2010). Penggunaan iklan intrusif dalam bentuk pre-roll online video advertising di YouTube akan memicu timbulnya sikap menghindar dari iklan karena sifatnya yang menginterupsi kegiatan khayalak dalam mencari konten video yang ingin mereka tonton. Kegiatan menghindari iklan yang dilakukan khayalak turut terkait dengan adanya dua faktor lainnya, yaitu advertising irritation dan advertising intrusiveness. Iklan yang menjengkelkan (irritating) adalah iklan yang memicu kekesalan khayalak, menciptakan rasa tidak nyaman dan rasa tidak sabar untuk menghindari iklan tersebut (Aaker et al., 1985). Penyebab dari kejengkelan terhadap iklan dikategorikan menjadi tiga kategori: konten, eksekusi, dan penempatan (Aaker et al., 1985; Bauer & Greyser, 1968). Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi yang dilakukan khayalak (Ha, 1996). Intrusiveness adalah sebuah sikap dan konsekuensi psikologis yang terjadi ketika kegiatan kognitif khayalak terinterupsi (Li et al., 2002). Khayalak harus merasa bahwa Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 5 iklan tersebut telah menginterupsi tujuan mereka sebelum mereka menetapkan bahwa iklan tersebut mengganggu (intrusive). Li, Edwards dan Lee (2002) menciptakan model untuk melihat sejauh mana sebuah iklan akan dipandang mengganggu oleh khayalak. Mereka menetapkan 8 faktor yang mempengaruhi tingkat intrusiveness sebuah iklan yaitu: interfering (menghalangi), bothersome (membosankan), invasive (menyerbu), intrusive (mengganggu), forced (memaksa), obtrusive (menonjol), distracting (membingungkan), dan disturbing (menggelisahkan). Ketika suatu iklan dianggap mengganggu, rasa jengkel (irritation) cenderung akan timbul. Iklan yang menginterupi proses pencarian informasi khayalak akan memicu rasa jengkel yang lebih tinggi dibandingkan iklan yang tidak menginterupsi. Rasa jengkel ini akan menjadi semakin tinggi jika faktor konten, eksekusi dan penempatan dari iklannya sendiri turut diperhitungkan. Pada akhirnya, ketika khayalak merasa jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar kemungkinan ia menghindari iklan tersebut (Li et al., 2002). Penggunaan format iklan intrusif, terutama dalam format pre-roll video advertising tidak selalu memicu sikap menghindar dan negatif dari khayalak. Peneliti menemukan suatu fenomena penggunaan format pre-roll video advertising yang mendapatkan respon positif. Dove meluncurkan iklan “Real Beauty Sketches” pada tahun 2013 menggunakan iklan berdurasi tiga menit dalam format pre-roll video advertising dengan metode trueview in-stream ad di YouTube. Dalam waktu sebulan, iklan video online tersebut ditonton lebih dari 114 juta kali (Stampler, 2013), dan tautannya disebarkan hingga 4,24 juta kali sehingga menjadikannya online video advertising paling dibicarakan pada tahun 2013 (Feloni, 2013). Terdapat sebuah kesenjangan dari teori advertising irritation, advertising intrusiveness dan advertising avoidance pada penggunaan pre-roll video advertising yang dilakukan oleh Dove. Hal ini menarik untuk diamati karena khayalak membangun sikap yang positif terhadap iklan yang format dan pemakaiannya seharusnya menciptakan rasa frustasi dan mendorong sikap menghindar. Salah satu penelitian sebelumnya berusaha menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap sikap menghindar khayalak pada online video advertising. Penelitian itu dilakukan dengan metode survey kepada 650 responden yang aktif menggunakan internet untuk melakukan transaksi pembelian berdasarkan data yang diperoleh dari agensi lokal di Prancis. Dari 207 data yang valid, penelitian ini menemukan bahwa tingkat menghindar khayalak dapat dikurangi dengan peningkatan relevansi, keotentikan pesan terkait dengan persepsi khayalak akan apakah pesan iklan Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 6 tersebut lebih bersifat manipulatif atau informatif, dan interaksi antara konten dengan khayalak. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat interaksi konten terhadap khayalak memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi rasa terganggu (advertising intrusiveness) yang dirasakan khayalak. Ketika khayalak menganggap online video advertising tidak interaktif, mereka menghindari jenis iklan tersebut secara keseluruhan karena sifatnya yang dianggap intrusif. Timbulnya sikap menghindar karena rasa terganggu akan online video advertisement yang tidak interaktif mengamplifikasi tingkat relevansi dan persepsi akan kegunaan dari konten yang ingin disampaikan oleh sebuah iklan (Hussain & Lasage, 2014). Penelitian ini bermaksud untuk melihat sikap dari khayalak Indonesia terhadap penggunaan iklan intrusive dalam format pre-roll video advertising di YouTube. Dengan metode analisis isi, peneliti ingin memetakan pendapat khayalak media digital terkait penggunaan pre-roll video advertising dalam beriklan. Peneliti juga ingin melihat sikap yang dibangun oleh khayalak terhadap jenis iklan (dalam konteks ini: trueview in-stream dan non-skippable in-stream ads) terkait dan asosiasi dari sikap advertising irritation dan advertising intrusiveness terhadap sikap advertising avoidance yang mungkin dibangun. Dengan memahami hal tersebut, diharapkan pengiklan dapat menciptakan strategi beriklan di dunia digital yang lebih efektif dalam mencapai tujuan perusahaan. Tinjauan Teoritis Iklan intrusif adalah iklan yang menginterupsi kegiatan khayalak, menciptakan tingkat kefrustasian yang cukup signifikan pada mereka (Nielsen et al., 2009). Iklan yang mengganggu dan menginterupsi khayalak akan mendorong khayalak untuk menciptakan sikap menghindar terhadap iklan tersebut (Kelly et al., 2010). Advertising avoidance yang dilakukan khalayak turut terkait dengan adanya advertising irritation dan advertising intrusiveness. Iklan yang menjengkelkan (irritating) adalah iklan yang memicu kekesalan khayalak, menciptakan rasa tidak nyaman dan rasa tidak sabar untuk menghindari iklan tersebut (Aaker et al., 1985). Penyebab dari kejengkelan terhadap iklan dikategorikan menjadi tiga ketegori: konten, eksekusi, dan penempatan (Aaker et al., 1985; Bauer & Greyser, 1968). Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi yang dilakukan khayalak (Ha, Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 7 1996). Intrusiveness adalah sebuah sikap dan konsekuensi psikologis yang terjadi ketika kegiatan kognitif khalayak terinterupsi (Li et al., 2002). Khalayak harus merasa bahwa iklan tersebut telah menginterupsi tujuan mereka sebelum mereka menetapkan bahwa iklan tersebut mengganggu (intrusive). Ketika suatu iklan dianggap mengganggu atau intrusif, rasa jengkel cenderung akan timbul. Iklan yang menginterupi proses pencarian informasi khayalak akan memicu rasa jengkel yang lebih tinggi dibandingkan iklan yang tidak menginterupsi. Ketika khalayak merasa jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar kemungkinan ia menghindari iklan tersebut (Li et al., 2002). Dalam melihat sikap terhadap iklan, irritation adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku yang dibangun oleh khayalak (Aaker et al., 1992). Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Ducoffe, 1996; Shavitt et al., 1998) yang mengatakan bahwa rasa terhibur ataupun terganggu dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap sikap khayalak. Selain memperhatikan faktor entertainment, informativeness, dan credibility, pengertian mendalam terhadap sikap irritation dan avoidance juga penting dalam melihat sikap khayalak terhadap iklan yang bersifat intrusif. Intrusiveness didefinisikan sebagai sebuah tingkatan sejauh mana sebuah iklan dianggap menginterupsi kegiatan pencarian informasi dari khalayak (Ha, 1996). Intrusiveness, atau rasa terganggu, adalah persepsi dan konsekuensi psikologis yang terjadi ketika proses kognitif dari khalayak terinterupsi. Tidak semua iklan yang ada di antara program televisi atau unit editorial dapat dikategorikan sebagai iklan yang menganggu. Iklan tersebut harus dianggap menghalangi tujuan dari khalayak sebelum dapat dianggap intrusif (Li et al., 2002). Perilaku menghindar (avoidance) akan sebuah iklan merupakan hasil dari sikap terhadap iklan secara general (Li et al., 2002). Penelitian-penelitian sebelumnya mendeskripsikan reaksi khayalak akan iklan yang menjengkelkan menggunakan berbagai istilah berbeda. Penelitian sebelumnya berusaha melihat dampak dari kontrol khayalak dalam mengatur eksposur terhadap iklan ketika menonton televisi. Mereka menyimpulkan bahwa ketika khayalak memiliki kesempatan untuk dapat menghindari sebuah iklan, mereka akan melakukan hal tersebut. Dari berbagai penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa khayalak pada dasarnya akan bersikap menghindar terhadap semua jenis iklan yang menerpa mereka, namun faktor konten, eksekusi, dan penempatan berpengaruh dalam menentukan apakah Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 8 sebuah iklan akan dipandang menjengkelkan atau tidak. Karena ketika khayalak merasa jengkel dan terganggu akan sebuah iklan, akan semakin besar kemungkinan khalayak akan menghindari iklan tersebut. Cho dan Cheon (2004) memproposisikan tiga faktor yang memicu sikap menghindar dari iklandi dunia internet: anggapan penghalang tujuan, anggapan banyaknya pesan iklan dan pengalaman negatif sebelumnya (perceived goal impediment, perceived ad clutter, dan prior negative experience). Sikap advertising avoidance dipicu pertama kali oleh faktor anggapan penghalang tujuan karena internet merupakan media yang lebih ‘goal and task oriented’ dibandingkan media tradisional lainnya seperti televisi (Kelly et al., 2010). Iklan digital akan dipandang intrusif dan menganggu berdasarkan pada penempatan dari iklan tersebut, kapan iklan itu akan muncul, dan bagaimana iklan tersebut berinteraksi dengan khayalak (Hussain & Lasage, 2014). Partisipasi khayalak dalam proses pemasaran semakin meningkat dengan adanya perkembangan user generated contents dimana konten media komunikasi di dunia digital diciptakan dan dipengaruhi langsung oleh khayalak (Cooke & Buckley, 2008). Khayalak yang semakin aktif di dunia digital mendorong pengiklan untuk dapat menciptakan iklan yang lebih interaktif guna mengurangi sikap menghindar dari mereka (Hussain & Lasage, 2014). Hussain dan Lasage (2014) menemukan bahwa tingkat menghindar khayalak terhadap iklan intrusif dalam format video di dunia digital dapat dikurangi dengan peningkatan relevansi, keotentikan pesan terkait dengan persepsi khayalak akan apakah pesan iklan tersebut lebih bersifat manipulatif atau informatif, dan interaksi antara konten dengan khayalak. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat interaksi konten terhadap khayalak memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi rasa terganggu (advertising intrusiveness) yang dirasakan khayalak. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Sundar dan Kim (2005) dimana penelitian mereka sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan tingkat interaksi dari iklan digital dapat membantu pengiklan menghadapi sikap menghindar dari khayalak. Ketika khayalak menganggap suatu iklan tidak interaktif, mereka menghindari jenis iklan tersebut secara keseluruhan karena sifatnya yang dianggap intrusif. Timbulnya sikap menghindar karena rasa terganggu akan iklan intrusif yang tidak interaktif mengamplifikasi tingkat relevansi dan persepsi akan kegunaan dari konten yang ingin disampaikan oleh sebuah iklan (Hussain & Lasage, 2014). Oleh karena itu, Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 9 tingkat interaksi dari iklan menjadi faktor penting untuk melihat sikap terhadap iklan intrusif di dunia digital. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivis dengan menjadikan kombinasi metode pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif sebagai dasar penelitian. Bagian pertama dari penelitian ini menggunakan metode analisis isi kuantitatif untuk memetakan pendapat khalayak dan melihat hubungan dari stimulus dan juga faktorfaktor yang memengaruhi pembentukan sikap khalayak terhadap iklan intrusif. Untuk memperkuat hasil temuan, bagian kedua menggunakan metode penelitian kualitatif sebagai triangulasi untuk mengkonfirmasi temuan dari metode penelitian kuantitatif. Analisis Isi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi terhadap tweet khayalak yang mengandung kata kunci yang sudah ditentukan peneliti sebelumnya. Krippendorff (2004) menjabarkan 6 tahapan dalam metode analisis isi untuk mengolah teks menjadi hasil penelitian. Tahapan unitizing, sampling, coding, reducing, infering dan narrating. Keenam tahapan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel. Sampel dari penelitian ini adalah tweet yang mengandung kata-kata kunci kunci “iklan YouTube”, “iklan video”, “iklan utube”, “iklan yutub”, “iklan yutup”, “iklan yt”, “iklan skip”, dan “iklan diskip” yang di-tweet dalam periode satu bulan terhitung dari 1 April 2014 hingga 30 April 2014. Tweet yang digunakan hanyalah tweet yang berasal dari wilayah geografis Indonesia karena penelitian ini bertujuan untuk melihat sikap khalayak pengguna internet di Indonesia. Untuk mengumpulkan tweet yang mengandung kata kunci yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh peneliti, peneliti menggunakan website Topsy.com. Tweet konsumen kemudian didata dan dikoding ke coding form sesuai dengan buku koding yang sudah disiapkan oleh peneliti. Pengkategorisasian yang dilakukan didasarkan atas operasionalisasi konsep dari penelitian ini. Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 10 Tabel 1. Operasionalisasi Konsep Variabel Dimensi Sikap Entertainment S.E Indikator 0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor entertainment dalam membangun sikap. 1. Rasa terhibur khalayak akibat eksekusi audio dan visual iklan 2. Rasa terhibur khalayak karena jalan cerita dari iklan 3. Rasa terhibur khalayak karena unsur humor dari iklan 4. Rasa terhibur khalayak karena bintang / pembawa isi pesan Informativeness S.I 0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor informativeness dalam membangun sikap. 1. Khalayak mendapatkan informasi yang relevan 2. Khalayak mendapatkan informasi mengenai produk baru 3. Khalayak mendapatkan informasi mengenai keunggulan produk Credibility S.C 0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor credibility dalam membangun sikap. 1. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan iklan karena kredibilitas perusahaan 2. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan iklan karena kredibilitas bintang / pembawa isi pesan 3. Khalayak mempercayai kredibilitas pesan karena medium beriklan Interactivity S.In 0. Khalayak tidak mengindikasikan pengaruh faktor interactivity dalam membangun sikap 1. Khalayak menemukan interaksi dua arah dari konten iklan 2. Khalayak menemukan kemudahan navigasi ke halaman lain dari iklan Advertising 1. Khalayak merasa jengkel pada iklan Irritation 2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap jengkel / tidak jengkel S.A1 3. Khalayak tidak merasa jengkel pada iklan Advertising 1. Khalayak merasa terganggu pada iklan Intrusiveness 2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap terganggu / tidak terganggu S.A2 3. Khalayak tidak merasa terganggu pada iklan Advertising 1. Khalayak menghindari iklan Avoidance 2. Khalayak tidak mengindikasikan sikap menghindar /tidak menghindar S.A3 3. Khalayak tidak menghindari iklan Masing-masing unit analisis dimasukkan dalam kategori dan direkam dalam form koding berdasarkan panduan yang ada dalam buku koding. Proses koding dilakukan untuk per tweet yang dibuat oleh sebuah akun dan total keseluruhan jumlah tweet yang digunakan sebagai unit analisa adalah sebanyak 839 posts. Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 11 Tabel 2. Coding Form Pengolahan data dilakukan dengan uji analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengumpulkan, meringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan data. Peneliti menggunakan metode distribusi frekuensi yang diilustrasikan menggunakan pie chart untuk menunjukkan pemetaan sikap khalayak terhadap penggunaan pre-roll video advertising di YouTube. Wawancara Mendalam Untuk melihat pemaknaan dan alasan yang lebih mendalam dari khalayak di dunia digital peneliti melakukan in-depth interview untuk menghasilkan temuan yang ditujukan untuk memperkuat hasil temuan di tahapan pertama. Metode kualitatif dijalankan dengan cara semi-structured in-depth interview. Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan dengan kerangka teori yang sebelumnya dibangun dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode convenience sampling dimana peneliti memilih satu user yang menunjukkan sikap positif dan satu user yang menunjukkan sikap negatif. Peneliti kemudian menghubungi kedua informan melalui tweet dan direct message Twitter. Kedua informan menyatakan kesediaanya dan wawancara pun dilanjutkan melalui dua tahap. Tahapan pertama berupa wawancara melalui instant messaging dan tahapan kedua dilakukan melalui wawancara tatap muka. Kedua informan berdomisili di daerah Jakarta dan sekitarnya dan bersedia meluangkan waktu untuk melakukan wawancara tatap muka. Durasi wawancara berlangsung antara 45 menit hingga 1 jam yang berlokasi di daerah Tangerang dan Jakarta Selatan. Teknik analisa data wawancara adalah analisis tematik dimana peneliti berupaya untuk mencari tema-tema yang muncul sebagai bahan pada intrepretasi. Melalui analisis tematik, peneliti akan mencari temuan-temuan utama sesuai dengan hasil coding. Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 12 Melalui tema-tema yang ada, peneliti akan mendiskusikannya dengan konsep dan teori yang terdapat pada kerangka pemikiran. Hasil Penelitian Analisis Isi Dari hasil uji analisis deskriptif, peneliti menyimpulkan beberapa hal yang menjadi dasar untuk memetakan sikap konsumen terhadap penggunaan pre-roll video advertising, sebagai berikut: • Mayoritas khalayak menggunakan keyword “Iklan YouTube” untuk menyampaikan pendapat mereka akan penggunaan pre-roll video advertising di YouTube. • Mayoritas khalayak tidak mendeskripsikan jenis iklan pre-roll video advertising (trueview in-stream ads atau non-skippable in-stream ads) yang ditonton ketika menyampaikan pendapat mereka melalui Twitter. • Mayoritas khalayak memiliki sentimen negatif terhadap penggunaan pre-roll video advertising di YouTube. • Khalayak tidak menjelaskan faktor apa yang mempengaruhi pembentukan sikap mereka atas pre-roll video advertising. • Mayoritas khalayak merasa jengkel akan penggunaan pre-roll video advertising di YouTube. • Mayoritas khalayak merasa kegiatannya terganggu dengan adanya penggunaan pre-roll video advertising di YouTube. • Mayoritas khalayak menghindari pre-roll video advertising di Youtube (jika dapat mereka lakukan). • Ketika membandingkan frekuensi dalam variabel-variabel yang berbeda ini terlihat bahwa opini khalayak mayoritas membahas faktor entertainment dari konten, serta sikap jengkel, merasa terganggu, dan sikap menghindar mereka terhadap format iklan pre-roll video advertising. Dengan mempertimbangkan analisa hasil analisis deskriptif ini, peneliti berasumsi bahwa kelemahan tweet sebagai unit analisa dalam penelitian ini salah satunya adalah limitasi format dari Twitter itu sendiri (maksimal 140 karakter). Peneliti kembali berasumsi bahwa sempitnya ruang dalam beropini membuat khalayak menyempitkan opininya pada faktor-faktor utama yang menurut mereka menonjol dalam Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 13 pre-roll video advertising yang menerpa khalayak. Mayoritas tweet juga tidak menjelaskan bentuk iklan (trueview in-stream ads atau non-skippable in-stream ads) yang menerpa mereka. Wawancara Mendalam Informan pertama menunjukkan sikap yang positif terhadap sebuah iklan YouTube dikarenakan konten dari iklannya sendiri yang menurutnya edukatif dan tidak terlalu menjual merek/produk yang ditawarkan. Informan menyukai iklan Rinso yang ia lihat dalam format pre-roll video advertising karena baginya, iklan tersebut memiliki pesan di dalamnya. Selain cerita dan makna yang ada, visual dan pemilihan pemain juga membantunya dalam pembentukan sikap yang positif karena eksekusinya yang tidak berlebihan dan wajar. Informan kedua mengutarakan kekesalannya terhadap iklan YouTube melalui Twitter karena rasa muak yang ia rasakan akibat penggunaan pre-roll video advertising yang menganggu. Semua jenis iklan di YouTube baginya bersifat menganggu, baik yang bentuknya trueview in-stream ads maupun non-skippable in-stream ads. Penggunaan format iklan ini menurutnya sangat mengganggu tujuannya untuk menikmati konten tertentu yang ia inginkan di YouTube. Ketika digali, faktor kegunaan produk dan relevansi kepada dirinya sebagai khalayak sasaran menjadi faktor penting mengapa ia membenci hampir semua iklan yang ada di YouTube. Mayoritas iklan yang ia temui menawarkan produk dan jasa yang tidak ia perlukan sehingga ia membangun sikap negatif. Informan pertama mengatakan bahwa ia lebih menyukai iklan yang bercerita dibandingkan yang bersifat informatif. Ia pun menghindari beberapa iklan di YouTube yang menurutnya mengganggu, seperti iklan Toko Bagus yang terlalu sering muncul dan memiliki eksekusi yang tidak menarik. Informan mengakui efektivitas dari iklan Toko Bagus yang membuatnya selalu ingat akan slogan dan eksekusinya, namun ia tidak mengingat iklan tersebut dengan cara yang positif. Informan kedua mengatakan bahwa faktor eksekusi memiliki peran yang cukup penting dalam mengurangi rasa kekesalannya. Misalnya jika iklan tersebut menampilkan seorang penyanyi, ketika penyanyi tersebut menyanyi dengan baik, maka ia akan sedikit tertarik untuk menonton iklan tersebut sampai habis. Namun secara mayoritas, ia menghindari semua jenis iklan di YouTube kecuali iklan yang produknya relevan bagi dirinya seperti iklan mengenai video game. Beberapa iklan yang pada akhirnya ia tonton Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 14 sampai habis adalah iklan-iklan yang sudah terlalu sering muncul sampai ia “mengalah” dan memilih untuk menonton iklannya. Menurut informan pertama, tidak semua iklan di YouTube bersifat informatif. Iklan yang memiliki cerita dan makna mendalam menurutnya memberikan banyak informasi, namun iklan banyak memberikan informasi dan bersifat mengganggu. Ia juga tidak terlalu memikirkan kredibilitas dari sebuah iklan karena ia lebih sering men-skip sebuah iklan dibandingkan menontonnya sampai habis. Baginya, sebuah iklan YouTube akan menjadi lebih menarik jika dikemas dengan pertanyaan menarik yang menggelitik dan membuat penasaran dengan durasi yang tidak kepanjangan. Bagi informan kedua, iklan di YouTube memberikan informasi jika itu berkaitan dengan keberadaan suatu produk ataupun promo. Informasi yang ia dapat tidak ia anggap berguna karena produk yang ditawarkan tidak memiliki relevansi dengan dirinya. Kredibilitas iklan di YouTube baginya bersifat sama dengan kredibilitas iklan di televisi. Informan mengatakan bahwa ia pernah menonton pre-roll video advertising yang mendukung adanya interaksi dengan dirinya melalui pembangunan skenario dan cerita yang berbeda-beda tergantung dari pilihan yang ia lakukan setelah menonton iklan tersebut. Sifat iklannya yang lebih interaktif berhasil membuatnya tertarik dan menonton iklan tersebut sampai habis. Eksekusi menjadi faktor penting dalam membangun sikap kedua informan. Meskipun mereka tidak melihat iklan tersebut memberikan informasi yang berguna ataupun nilai kredibilitas yang tinggi, eksekusi audio dan visual yang menarik turut berperan serta dalam membangun sikap. Faktor konten dan emotional appeal juga menunjukkan pengaruh yang signifikan. Kedua responden menyetujui bahwa jika iklan YouTube dikemas dengan lebih interaktif, mereka akan lebih tertarik untuk menonton iklan tersebut, tidak merasa terganggu dan tidak membentuk sikap menghindar dengan menekan tombol skip ad. Diskusi Dalam membangun sikap terhadap iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising, peneliti menemukan bahwa data yang ditemukan di dalam kedua tahap penelitian cenderung menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai sikap khalayak kepada iklan intrusive yang telah dipaparkan di kerangka teoritis. Peneliti kemudian membagi pembahasan ke dalam faktor-faktor yang lebih spesifik sebagai berikut: Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 15 • Entertainment. Faktor ini kurang nampak terlihat sebagai sebuah faktor yang memengaruhi pembentukan sikap dalam temuan metode analisis isi. Namun hasil wawancara menunjukkan bahwa khalayak menganggap bahwa faktor entertainment sangat krusial dalam membangun sikap mereka. Temuan ini sesuai dengan penelitian Shavitt, et. al (1998) yang menjelaskan bahwa rasa terhibur yang dibangun oleh konsumen merupakan faktor terpenting dalam melihat sikap konsumen terhadap iklan. Faktor eksekusi (pendekatan iklan, misal yang dikemas secara emosional) menjadi penting dalam menciptakan rasa terhibur ataupun tidak akan sebuah pre-roll video advertising. • Informativeness. Walaupun faktor ini tidak dapat ditemukan melalui metode analisis isi, pada tahapan wawancara ditemukan bahwa faktor ini berkaitan dengan apakah iklan suatu produk relevan dengan kebutuhan khalayak atau tidak. Hal ini terlihat cukup memengaruhi pembentukan sikap, mengingat informan mengatakan tingkat informasi dalam pre-roll video advertising cukup mengurangi rasa terganggu karena informan merasa bahwa iklan tersebut mengandung informasi yang relevan dan berasal dari produk yang ia butuhkan. Hal ini menguatkan temuan Hussain dan Lasage (2014) yang menyatakan bahwa sikap terganggu terhadap iklan intrusif dapat dikurangi dengan adanya peningkatan relevansi pesan dengan khalayak. • Credibility. Seperti faktor sebelumnya, faktor ini kurang nampak terlihat sebagai sebuah faktor yang memengaruhi pembentukan sikap dalam temuan metode analisis isi. Hasil wawancara juga menunjukkan hal tersebut tidak secara khusus diperhatikan khalayak. Informan menyandingkan nilai kredibilitas dalam preroll video advertising setara dengan iklan televisi. Hal ini terutama terkait situs YouTube yang kredibilitasnya disetarakan dengan media televisi. Hal ini menguatkan temuan Chandra et al. (2012) yang menyatakan kredibilitas pesan suatu iklan dapat dibangun dari kredibilitas perusahaan, penyampai pesan dan juga medium yang digunakan dalam beriklan. • Interactivity. Terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, peneliti menemukan bahwa faktor ini pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap khalayak terutama di media digital. Temuan hasil wawancara menunjukkan bahwa preroll video advertising akan semakin menarik jika nilai interaksi dua arahnya dengan khalayak meningkat. Hal ini mendukung temuan penelitian sebelumnya bahwa faktor interaksi sangat penting sifatnya dalam iklan di medium digital Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 16 (Hussain dan Lasage, 2014). Namun, faktor ini nampaknya tidak cukup diperhatikan oleh pemasar ketika memproduksi pre-roll video advertising yang marak digunakan di Indonesia saat ini. Kedua informan yang merupakan pengguna situs YouTube yang sangat aktif menyatakan bahwa mereka belum menemukan pre-roll video advertising yang cukup interaktif dan menarik perhatian mereka. Adanya interaksi dan komunikasi dua arah dari sebuah preroll video advertising diyakini dapat meningkatkan sikap yang dibangun konsumen menjadi lebih positif. Kesimpulan Dari hasil temuan data yang telah dikemukakan, peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Mayoritas user twitter Indonesia memiliki pendapat yang negatif terhadap penggunaan iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising di YouTube. 2. Mayoritas user twitter merasa jengkel, terganggu dan menghindari iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising di YouTube. Hal ini dilakukan terutama dengan menekan tombol skip yang disediakan di dalam video setelah lima detik. 3. Sikap yang dibangun khalayak pada skippable dan non-skippable ad memiliki perbedaan dimana khalayak membangun sikap yang lebih negatif pada iklan yang tidak dapat di-skip. Khalayak lebih menghargai iklan yang memberikan opsi skip meskipun pada akhirnya mereka tetap membangun sikap yang negatif 4. Mayoritas pengguna twitter mengindikasikan konten iklan yang mengandung faktor entertainment dalam tweet mereka mengenai iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising di YouTube. Dapat disimpulkan bahwa konten merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh khalayak. 5. Eksekusi dari iklan dan makna yang mendalam dari konten iklan merupakan faktor yang dianggap penting dalam membangun sikap terhadap iklan YouTube. Semakin interaktif dan dua arah bentuk komunikasi yang dibangun oleh iklan YouTube, semakin baik sikap yang dibangun oleh khalayak. Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 17 Saran Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan tweet sebagai unit analisa dalam melihat sikap khalayak. Tujuan penelitian untuk memetakan pendapat khalayak dapat dicapai melalui analisis isi tweet, namun peneliti menyarankan agar dalam penelitian selanjutnya, pemilihan unit analisa yang dilihat dari segi konten dapat dengan lebih dalam menunjukkan faktor-faktor lain di dalam iklan yang memengaruhi pembentukan sikap. Peneliti juga menyarankan agar penelitian berikutnya meneliti lebih lanjut bagaimana pembentukan sikap terhadap iklan dalam format iklan intrusif seperti pre-roll video advertising ini dapat memengaruhi sikap terhadap merek sehingga dapat memperkaya penelitian akademik di ranah periklanan yang semakin berkembang dengan adanya format-format baru dalam kegiatan pemasaran. Saran Manajerial Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pre-roll video advertising di YouTube menunjukkan adanya kecenderungan pembentukan sikap negatif, terutama jika menggunakan bentuk yang mengambil kontrol khalayak untuk mengatur terpaan iklan (non skippable). Hal ini dianggap sebagai sebuah gangguan yang menimbulkan kejengkelan karena dianggap mengganggu tujuan khalayak dalam menikmati konten yang ingin dilihatnya. Namun demikian, faktor eksekusi, konten cerita, dan relevansi produk memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan sikap. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat interaksi yang lebih tinggi untuk dapat menarik perhatian mereka lebih banyak. Untuk dapat memaksimalkan pemakaian iklan intrusif dalam format pre-roll video advertising di YouTube, diperlukan adanya eksekusi yang baik dengan konten yang bermakna. Karakter media digital yang memungkinkan terjadinya interaksi juga harus sangat diperhatikan karena tingkat interaksi dan komunikasi dua arah dengan khayalak yang lebih baik dapat menghasilkan pembentukan sikap yang lebih positif terhadap penggunaan format iklan intrusif seperti ini. Faktor-faktor ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak manajerial dalam merumuskan strategi komunikasi digital yang lebih efektif ke depannya. Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 18 Daftar Referensi Aaker, David S. and Donald E. Bruzzone (1985), "Causes of Irritation in Advertising," Journal of Marketing, 49 (2), 47-57. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2012). Profil Pengguna Internet Indonesia. Bauer, Raymond A. and Stephen A. Greyser (1968), “Advertising in American: The Consumer View”, Boston, MA: Harvard University. Chandra, Bibhas, Shubham Goswani and Vineet Chouhan (2012), “Investigating Attitude Towards Online Advertising on Social Media – An Empirical Study,” Management Insight: The Journal of Incisive Analysers, Volume 8 (1): 1-14 Chatterjee, Patrali (2008), “Are Unclicked Ads Wasted? Enduring Effects of Banner and PopUp Ad Exposure on Brand Memory and Attitutudes,” Journal of Electronic Commerce Research, Volume 9, 51-61 Chew, Cynthia and Gunter Eysenbach (2010), “Pandemics in the Age of Twitter: Content Analysis of Tweets during the 2009 H1N1 Outbreak”, PloS ONE 5(11): e1118. Cho, Chang-Hoan and Hongsik John Cheon (2004), "Why Do People Avoid Advertising on the Internet?" Journal of Advertising, 33 (4), 89-97. Cisco (2013). Visual Networking Index. http://bit.ly/KXDUaX. Cooke, M., & Buckley, N. (2008). “Web 2.0, social networks and the future of market research,” International Journal of Market Research, 50(2), 267-292. Dobele, A., A. Lindgreen, M. Beverland, J. Vanhamme, and R. van Wijk. (2006). “Forwarding viral messages: What role does emotion play?” Queensland: Central Queensland University. Ducoffe, R. H. (1996), "Advertising Value and Advertising on the Web,” Journal of Advertising Research, Vol. 36, pp. 21- 36 Dvorak, J.C. (2007) This Week In Tech, www.twit.tv, February 11. eMarketer, (2012). “From clicks to completion: online video ad effectiveness”. Diakses pada 16 Januari 2014 http://www.emarketer.com/Article/Clicks-Completion-Online-VideoAd-Effectiveness/1008989 eMarketer, (2013). “Advertisers to Spend $5.60 Billion on YouTube in 2013 Worldwide”. Diakses pada 23 Maret 2014 http://www.emarketer.com/Article/Advertisers-Spend560-Billion-on-YouTube-2013-Worldwide/1010446 Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 19 Feloni, Robert. Businessinsider.com, 2013. “The Top 5 Most Shared Ads of 2013” Diakses pada 16 Januari 2014 http://www.businessinsider.com/the-top-5-most-shared-ads-of2013-2013-11 Fiegerman, S. Mashable.com, 2012. “Twitter Now Has More Than 200 Million Active Users.” Diakses pada 23 Januari 2014 http://mashable.com/2012/12/18/twitter---­‐200--­‐million---­‐active---­‐users/ Gambaro, M. and Puglisi, R. (2012). “Complement or substitute? The internet as an advertising channel, evidence on advertisers on the Italian market, 2004-2009”. Departmental Working Papers from Department of Economics, Management and Quantitative Methods at Università degli Studi di Milano Ha, Louisa T (1996), "Advertising Clutter in Consumer Magazines: Dimensions and Effects," Journal of Advertising Research, 36 (July/August), 76-83. Hussain, Dildar and Helene, Lasage (2014). “Online Video Advertisement Avoidance: Can Interactivity Help?,” The Journal of Applied Business Research, Volume 30 Number 1 Interactive Advertising Bureau (2009). Digital Video Ad Impression Measurement Guidelines. Interactive Advertising Bureau (2012). Bestedingen internetreclame. V.S. in eerste helft 2012 gestegen tot 17 miljard dollar. Diakses pada 16 Januari 2014. http://www.iab.nl/2012/10/16/bestedingen-internetreclame-v-s-in-eerste-helft-2012gestegen-tot-17-miljard-dollar/ Jenkins, Blaise. (2011), “Consumer Sharing of Viral Video Advertisements: A Look into Message and Creative Strategy Typologies and Emotional Content”, Washinton: American University School of Communication Krippendorff, Klaus (2004). “Content Analysis: An Introduction to Its Methodology”. Thousand Oaks, CA: Sage Krishnan, S. Shunmuga and Ramesh K. Sitaraman (2013), “Understanding the Effectiveness of Video Ads: A Measurement Studies”, Amherst: University of Massachusets. Kelly, Louise, Gayle Kerr & Judy Drennan (2010), “Avoidance of Advertising in Social Networking Sites: The Teenage Perspective,” Journal of Interactive Advertising, Volume 10, 16-27. Kurniawan, Sigit. Themarketeers.com, 2014. “Google Kuasai 33 Persen Pendapatan Iklan Online Global,” Diakses pada 23 Januari 2014. http://www.the- marketeers.com/archives/google-kuasai-33-persen-pendapatan-iklan-onlineglobal.html#.UuCNWtL-LIU Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014 20 Li, Hairong, Steven M. Edwards & Joo-Hyun Lee (2002),”Measuring the Intrusiveness of Advertisements: Scale Development and Validation,” Journal of Advertising, Volume 31, 37-47. Mathur, Nidhi (2008), “Advertisement Avoidance on Internet: Can Internet Printing Help?,” ACM Special Interest Group on Electronic Commerce , Hawlett-Packard Development Team Nielsen, Jesper H. and Joel Huber (2009), “The Effect of Brand Awareness on Intrusive Advertising”, Tucson: University of Arizone Shavitt,W., Lowrey, P., and Haefner, J.(1998). “Public Attitudes Toward Advertising: More Favorable Than You Might Think,” Journal of Advertising Research,38(4): 7-22. Sinaga, Royke. Antaranews.com, 2014. “APJII: Pengguna Internet di Indonesia Terus Meningkat,” Diakses pada 17 Maret 2014 http://www.antaranews.com/berita/414167/apjii-penguna-internet-di-indonesia-terusmeningkat Speck, Paul Surgi and Michael T. Elliott (1997a), "Predictors of Advertising Avoidance in Print and Broadcast Media," Journal of Advertising, 26 (3), 61-76. Stampler, Laura. Businessinsider.com, 2013. “How Dove’s ‘Real Beauty Sketches’ Became The Most Viral Video of All Time.” Diakses pada 16 Januari 2014. http://www.businessinsider.com/how-doves-real-beauty-sketches-became-the-mostviral-ad-video-of-all-time-2013-5 Support.Google.com 2013 A. Diakses pada 16 Januari 2014. https://support.Google.com/YouTube/answer/188038?hl=en Support.Google.com 2013 B. Diakses pada 16 Januari 2014. https://support.Google.com/YouTube/answer/1205675?hl=en Susanto, Dwi Andi. Merdeka.com, 2013. “Pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 74juta.” Diakses pada 16 Januari 2014. http://www.merdeka.com/teknologi/penggunainternet-di-indonesia-saat-ini-mencapai-74-juta.html Winograd, Josh. Digiday.com, 2011. “What Exactly is a Video Ad?” Diakses pada 23 Januari 2014. http://digiday.com/social/what-exactly-is-a-video-ad/ Sikap khalayak…, Dave Ependi, FISIP UI, 2014