TINJAUAN PUSTAKA Bacillus sp. Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang yang mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi yang kurang menguntungkan. Bakteri ini dapat ditemukan dan dapat diisolasi dari tanah. Bentuk endospora merupakan nilai lebih bagi bakteri yang sangat terkait secara ekologi di dalam tanah. Kemampuannya membentuk endospora menyebabkan bakteri ini relatif lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan kritis misalnya radiasi, panas, asam, desinfektan, kekeringan, nutrisi yang terbatas dan dapat dorman dalam jangka waktu yang lama hingga bertahun-tahun. Struktur spora tidak akan terjadi jika sel sedang berada pada fase pembelahan secara eksponensial tetapi akan dibentuk terutama pada kondisi nutrisi esensial misalnya karbon dan nitrogen terbatas. Pada Bacillus subtilis sporulasi terjadi sekitar 8 jam dengan melibatkan hingga 200 gen (Madigan et al. 2000). Selain itu Bacillus sp. mempunyai sifat katalase positif sehingga mampu menguraikan peroksida toksik menjadi air dan oksigen. Bacillus sp. termasuk kelompok PGPR yang memiliki banyak potensi karena mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, memsekresi siderofor dan berperan sebagai agens biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan antibiotik (Compant et al. 2005). Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) pertama kali didefinisikan oleh Kloepper dan Schroth (1978) untuk mendeskripsikan bakteri tanah yang berkumpul di akar setelah benih ditanam. PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan berbagai mekanisme antara lain fiksasi nitrogen, produksi siderofor, sebagai pengkelat besi dan sintesis fitohormon. Bakteri tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan sistem perakaran tanaman. Menurut Enebak et al. 1998 (diacu dalam Mello et al. 2004) PGPR dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui satu mekanisme atau lebih termasuk meningkatkan fiksasi nitrogen, produksi auksin, giberelin, 5 sitokinin, etilen, melarutkan fosfat dan oksidasi sulfur, meningkatkan ketersediaan nitrat, produksi antibiotik ekstraseluler, enzim litik, asam hidrosianik, meningkatkan permiabilitas akar dan kompetisi dalam nutrisi. Kemampuan rizobakteria dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada karakter yang merupakan ciri khas dan spesifik gen yang dimilikinya (Nelson 2004). Mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuhan seperti auksin, sitokinin dan giberelin (Leveau & Lindow 2005). Asam indol asetat atau Indol acetic acid (IAA) merupakan hormon auksin pertama pada tumbuhan yang mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi pembelahan dan perkembangan sel, diferensiasi jaringan serta respons terhadap cahaya dan gravitasi (Salisbury & Ross 1992). Tumbuhan mungkin saja tidak mampu mencukupi kebutuhan auksin untuk pertumbuhannya secara optimal sehingga diperlukan tambahan hormon pemacu pertumbuhan dari luar. Menurut Patten dan Glick (2002) respons tanaman terhadap IAA yang dihasilkan mikrob berbedabeda bergantung pada spesies tanaman dan konsentrasi IAA yang dihasilkan. Menurut Leveau dan Lindow (2005) hormon IAA atau yang dikenal sebagai auksin merupakan hormon pemacu pertumbuhan dan mengontrol berbagai proses fisiologi seperti pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan membantu berbagai proses tersebut dengan memasukkan IAA ke dalam pool auksin tanaman. Akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya pada peningkatan jumlah IAA eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar liar, sampai penghentian pertumbuhan. Biosintesis IAA oleh mikrob ditingkatkan oleh prekursor fisiologi tertentu yaitu L-Tryptophan (Husen 2003). Protein –TRAP (AT) yang diproduksi oleh trpA pada Bacillus subtilis dapat mengikat dan menghambat aktifitas triptofan protein yang berikatan lemah antara Trp-RNA (TRAP). Pada Bacillus subtilis diperlukan ekspresi dari tujuh gen untuk berlangsungnya biosintesis L-triptofan dari asam korismat termasuk prekursor asam amino amoniak. Enam dari tujuh gen terorganisasi sebagai operan triptofan, suboperan dalam superoperon aromatik. 6 Gen triptofan yang ketujuh trpG (pabA) terletak pada operan folat dan menghasilkan polipeptida yang berperan dalam biosintesis triptofan dan folat (Wen & Charles 2005). Manulis et al. (1998) mengemukakan bahwa beberapa lintasan sintesis IAA pada bakteri yang melibatkan senyawa intermediat indole-3-pyruvate (IpyA) yaitu indole-3-acetamide (IAM), tryptamine (TAM) dan indole-3-acetonitrile (IAN). Jalur utama yang ada pada bakteri yaitu lintasan IAM dan IPyA. Bakteri yang memproduksi IAA menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang. Sel tumbuhan memproduksi IAA dari L-tripthofan melalui intermediet IAM, lintasannya melalui enzim triptofan 2-monooksenase yang mengkatalisis konversi triptofan menjadi IAM dan enzim indoleacetamid hidrolase yang mengkatalisis konversi IAM menjadi IAA (Mazzola & White 1993). Tien et al. (1979) mengamati bahwa produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi triptofan dari 1 – 100 ug / ml. Konsentrasi IAA juga meningkat seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan lebih disukai untuk memproduksi IAA, terutama pada yang mengandung nitrogen sedangkan fitohormon lainnya juga terdeteksi pada media kultur yaitu giberelin dan senyawa serupa sitokinin. Produksi IAA tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri, dimungkinkan terdapat dalam sel bakteri karena hormon tersebut berperan penting dalam interaksi antara bakteri dan tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Patten dan Glick (2002) diperoleh bahwa bakteri yang memproduksi IAA menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang. Keuntungan dari asosiasi tanaman dengan bakteri adalah mensuplai sebanyak produk metabolit fiksasi karbon oleh tumbuhan yang telah hilang ke rhizosfer sebagai eksudat (Martens et al. 1994, diacu dalam Patten & Glick 2002). Reaksi awal pengubahan triptofan menjadi indol-3-piruvat dikatalisis oleh aminotransferase aromatik, dimana empat enzim berhasil diidentifikasi pada Azospirillum lipoferum. Enzim-enzim yang ditemukan ini spesifik terhadap berbagai asam amino aromatik dan tidak hanya pada triptofan, sehingga deteksi pada protein-protein ini kurang membuktikan bahwa IAA disintesis melalui indole-3-piruvat pada Azospirillum. 7 iaaM Indole-acetamide Triptofan typtamine Indole-3-pyruvic acid Indole-3-acetaldehyde iaaH ipdC Indole-3-acetic acid (IAA) Indole-3-acetic acid Inndole-3-acetic acid Gambar 1 Diagram alir lintasan biosintesis IAA pada Bakteri (Hartman et al. 1983; Brandl et al. 1996; Manulis et al. 1980). Gen-gen iaaM, iaaH dan ipdC masing-masing menyandikan tryptohan-2-monooygenase, indole-3-acetamide hydrolase dan indole-pyruvat decarboxylase. Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman. Di dalam tanah hanya sebagian kecil saja fosfat yang dapat diserap oleh tanaman karena masih terikat dengan kation logam misalnya Fe, Ca dan Al. Adanya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat berpotensi untuk meningkatkan penyerapan unsur fosfat ke dalam tanaman apabila tersedia cukup endapan fosfat dalam tanah. Bakteri pelarut fosfat dapat menyediakan fosfat terikat menjadi fosfat yang dapat terlarut sehingga dapat diserap oleh tanaman. Mekanisme utama pelarutan fosfat pada bakteri dengan memisahkan kation dari senyawa asam menggunakan asam organik yang disintesisnya (Altomare et al. 1999). Bakteri pelarut fosfat melepaskan ikatan ion fosfat anorganik yang sukar larut dengan mensekresikan sejumlah asam organik. Beberapa bakteri yang dilaporkan mempunyai aktifitas fitase (enzim kelompok fosfomonoesterase) yang mampu menghidrolisis polifosfat organik tak larut (fitat) menjadi rangkaian ester fosfat dengan bobot molekul yang rendah dari myo-inositol dan fosfat yang penting untuk prokariot dan eukariot. Bakteri yang mempunyai kemampuan melarutkan fosfat antara lain Bacillus amyloliquefaciens, B. subtilis, Klebsiella terrigena, Pseudomonas spp. dan Enterobacter sp. (Idriss et al. 2002). 8 Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi (Fe3+ ) yang diproduksi oleh bakteri terutama pada tanah netral dan alkalin yang banyak diteliti saat ini. Siderofor disekresikan oleh mikroorganisme dan tanaman dari famili Gramineae sebagai respons terhadap defisiensi unsur besi (Crowley 2001, diacu dalam Nawangsih 2006). Jenis agen pengkelat besi, siderofor, yang dihasilkan oleh mikroorganisme antara lain berupa hydroxamate dan enterobactin (pada E. coli). Hidroxamate mengikat besi ferric (Fe3+) yang direduksi dan dilepaskan ke dalam sel bakteri sebagai besi ferro (Fe2+) (Madigan 2003). Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa galur Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor. Adanya siderofor pada bakteri ini mendukung kemampuan bakteri sebagai PGPR karena dapat bertindak dalam kompetisi dengan mikroorganisme patogen dalam menggunakan Fe3+ yang konsentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Namun pengambilan Fe3+ oleh mikroorganisme ini tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang sangat sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme Kemampuan Bacillus sp. sebagai pengendali penyakit tanaman antara lain karena kemampuannya memproduksi antibiotik yang diekskresikan saat kultur memasuki fase stasioner (Madigan et al. 2000) dan produksi metabolit sekunder misalnya enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin dan zwittermicin. Menurut Benhamou et al. (1996) bakteri endofit Bacillus pumilus strain SE34 dapat digunakan untuk menginduksi ketahanan secara sistemik pada buncis (Pisum sativum). Bakteri ini dapat merangsang penebalan dinding sel terutama pada jaringan korteks dengan produksi kitin sehingga patogen tidak dapat melakukan penetrasi. Patogen hanya terdistribusi pada jaringan epidermis dan tidak dapat menyebar ke jaringan korteks. Bacillus subtilis diketahui menunjukkan aktifitas antagonis terhadap bakteri dan fungi fitopatogen. Sedangkan Bacillus cereus diketahui dapat mereduksi pertumbuhan miselia Sclerotium rolfsii., Fusarium oxysporum, Pythium aphanidermatum, Helminthosporium maydis dan Rhizoctonia solani dengan zona inhibisi 35.3% - 53.3 % (Muhammad & Amusa 2003). 9 Kemampuan Bacillus sebagai biokontrol juga dapat terjadi melalui mekanisme resistensi terinduksi oleh B. subtilis pada tanaman yang diserang cendawan A. niger (Sailaja et al. 1997). Fungi Patogen Akar Kedelai Penyakit-penyakit pada tumbuhan baik pada bagian akar, batang, daun dan bunga ataupun biji sebagian besar disebabkan oleh fungi. Fungi masuk ke dalam jaringan tanaman melalui struktur terbuka yang alami pada jaringan tanaman misalnya stomata lentisel, dan hidatoda atau melalui jaringan tanaman yang terluka. Beberapa fungi mengkolonisasi tanaman kedelai dan benih secara asimtom. Beberapa fungi yang dikenal menyerang akar tanaman kedelai antara lain Rhizoctonia solani penyebab penyakit busuk akar dan rebah kecambah (damping off) serta Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk akar dan batang (Hartman et al. 2001) dan damping off pada benih (Agrios 2004). Kedua fungi ini menyebabkan penyakit yang cukup serius baik pada akar, batang dan bagianbagian tanaman lainnya. Rhizoctonia solani merupakan fungi saprofit yang dapat bertahan walau tidak berada pada tanaman inang. R. solani memiliki sel multinukleat yang hifanya berwarna coklat dan mampu membentuk sklerotia berwarna coklat hingga hitam. Fungi ini menginfeksi pada saat penanaman benih dan menginfasi hipokotil selanjutnya menyebabkan damping off atau jika tidak akan menyebabkan busuk akar. Semua Rhizoctonia terdapat sebagai miselium steril dan kadang-kadang sebagai sklerotia kecil tanpa diferensiasi jaringan internal (Agrios 2004). Penggunaan Bacillus megaterium diketahui dapat menurunkan tingkat penyakit yang disebabkan fungi ini (Hartman et al. 2001). Tanaman kedelai sangat rentan terhadap serangan S. rolfsii yang menyerang tanaman sejak pembenihan. S. rolfsii memiliki hifa hialin berseptat, tidak memproduksi spora aseksual, dan mampu membentuk struktur pertahanan berupa sklerotia sperikel. Massa miselium yang menyerang jaringan memproduksi sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim yang dapat membunuh dan mengurai jaringan tanaman sebelum penetrasi (Agrios 2004). 10 Gen 16S rRNA RNA di dalam sel dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen yaitu mRNA, tRNA dan kelompok rRNA yang tidak berhubungan dengan ekspresi gen. Ribosomal RNA merupakan salah satu makromolekul yang menarik karena molekul ini bersifat stabil, terdapat sekitar 83% dari keseluruhan RNA dalam sel dan merupakan kerangka ribosom yang sangat berperan dalam mekanisme translasi. Semua rRNA identik secara fungsional yakni terlibat dalam produksi protein, walaupun demikian sekuen-sekuen di bagian tertentu terus berevolusi dan mengalami perubahan pada level struktur primer sambil mempertahankan struktur sekunder dan tersier yang homolog (Gutell et al. 1994). Kemampuannya mewakili semua informasi filogenetik dan kepraktisannya menyebabkan sekuen 16S rRNA lebih sesuai digunakan untuk identifikasi bakteri daripada menggunakan 5S rRNA atau 23S rRNA. Menurut Bottger (1996) aplikasi molekuler untuk menganalisis keragaman mikrob melalui analisis gen 16S rRNA sesuai untuk mengidentifikasi mikroorganisme karena gen ini terdapat pada semua organisme prokariot. Molekul 16S rRNA memiliki daerah-daerah berbeda berupa sekuen yang konservatif dan sekuen lain yang sangat variatif. Terdapat lebih dari 4000 entri (sekuen yang terdaftar ) yang ada pada database 16S rRNA yang mencakup sekitar 1800 species yang terus bertambah jumlahnya. Strategi yang sering digunakan untuk melihat keragaman mikrob meliputi tahaptahap isolasi DNA dari komunitas alami, amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan PCR, penapisan klon-klon untuk variabilitas genetik, pemilihan klon unik untuk disekuen dan menentukan hubungan filogeniknya (Marchesi et al. 1998). Gen 16S rRNA bersifat relatif stabil dalam sel bakteri daripada rRNA yang biasanya didegradasi dan hanya terdapat pada fase-fase tertentu saja.