361-698-1-SP - Biotropika

advertisement
Uji Potensi Bakteri Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dari Tanah Rhizosfer
Cengkeh (Syzigium aromaticum L.)
Desak Ketut Tristiana Sukmadewi1, Suharjono1, Sarjiya Antonius2
1Jurusan
2
Biologi, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong
[email protected]
ABSTRAK
Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
memiliki peranan penting bagi pendapatan devisa negara. Perkebunan cengkeh rutin mengunakan pupuk kimia
sintetik dalam proses pertumbuhannya. Permintaan produk pertanian dan perkebunan yang bebas akan bahan
kimia semakin meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari potensi isolat bakteri penghasil hormon
IAA dari tanah rhizosfer tanaman cengkeh. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel tanah, isolasi
bakteri penghasil hormon IAA dan analisa hormon IAA. Bakteri yang berpotensi menghasilkan hormon IAA
tertinggi adalah isolat TCKI 5 (32,84 ppm) dari Karangasem. Hasil tertinggi ini didapatkan pada waktu inkubasi
48 jam. Berdasarkan nilai OD terlihat bahwa isolat TCKI 5 pada waktu inkubasi 48 dan 72 jam memiliki nilai
OD yang sama yang merupakan fase stasioner
Kata kunci: bakteri, tanaman cengkeh, Indole Acetic Acid (IAA), rhizosfer
ABSTRACT
Cloves (Syzygium aromaticum L.) is one of the plantation commodities which have an important role
for the country's foreign exchange earnings. The clove plantation, was routine use of synthetic fertilizer. The
demand of agricultural and plantation product free of chemicals has increased. Synthetic fertilizer has negative
impact on soil productivity The purpose of this research is studied the potencyl of bacteria isolate to produce
IAA hormone from rhizosphere of clove plant. The research includes collecting sample of rhizosphere soil of
clove plant, isolation and analysis the potency of bacteria IAA hormone producing. Isolate TCKI 5 from
Karangasem has highest IAA hormone producing (32,84 ppm) in 48 hours incubation. Based on the OD seen
TCKI 5 produce IAA hormone of stationer phase
Keywords: bacteria, cloves plant, Indole Acetic Acid (IAA), rhizosphere
PENDAHULUAN
Tanaman
cengkeh
(Syzygium
aromaticum (L.)) adalah salah satu komoditi
perkebunan yang memiliki peranan penting
bagi pendapatan devisa negara melalui cukai
rokok dan ekspornya. Walaupun produksi
cengkeh terus meningkat, Indonesia masih
tetap mengimpor cengkeh untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Masalah yang
dihadapi petani cengkeh adalah (1) masa awal
produksi cengkeh yang cukup lama yaitu
setelah umur 5 - 7 tahun, (2) fluktuasi hasil
yang cukup tinggi yang dikenal dengan siklus
2 - 4 tahun, produksi yang tinggi pada satu
tahun tertentu diikuti dengan penurunan
produksi 1 - 2 tahun berikutnya (Direktorat
jenderal perkebunan, 2004).
Perkebunan cengkeh secara rutin mengunakan
pupuk dalam proses pertumbuhannya. Pupuk
yang biasa digunakan adalah pupuk kimia
sintetis Permintaan produk pertanian dan
perkebunan yang bebas akan bahan kimia
semakin meningkat. Pengurangan penggunaan
pupuk kimia sintetik
pada pertanian
membawa banyak manfaat untuk memperbaiki
sifat biokimia tanah. Aplikasi bahan organik
yang diperkaya dengan mikrobia penyubur
perakaran pada berbagai tanah pertanian dan
dapat meningkatkan aktivitas respirasi dan
enzimatik tanah (Antonius dkk., 2007).
Rhizosfer merupakan zona dalam
tanah tempat mikrobia dan akar tanaman hidup
berinteraksi secara efektif. (Repository IPB,
2010). Mikrobia dalam tanah
tersebut
memiliki banyak peran penting di tanah
terutama dalam daur unsur organik untuk
kehidupan seperti penghasil hormon IAA.
Hormon IAA adalah auksin endogen yang
berperan
dalam
perkembangan
akar,
menghambat pertumbuhan tunas samping,
merangsang terjadinya absisi, serta berperan
dalam pembentukan jaringan xylem dan floem
(Silitonga dkk., 2008). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mngetahui potensi bakteri
penghasil hormon IAA (indole acetic
acid) dari tanah rhizosfer cengkeh
(syzigium aromaticum l.)
METODE PENELITIAN
Pengambilan sampel. Sampel diambil
pada tanaman cengkeh di lokasi yang berbeda
dengan kisaran umur 27 sampai 30 tahun.
Sampel pertama diambil di Desa Sangkan
Gunung, Kecamatan Sidemen, Kabupaten
Karangasem. Kabupaten Karangasem terletak
di ujung timur Pulau Bali. Sampel kedua
diambil pada perkebunan cengkeh di Desa
Kayuputih, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Buleleng. Kabupaten Buleleng terletak di
belahan utara Pulau Bali. Sampel tanah
diambil pada daerah rhizosfer. Masing-masing
sampel diambil sebanyak 5 kali ulangan.
Pengambilan sampel pada setiap ulangan
dilakukan pada 5 titik yang kemudian
dikomposit menjadi satu sampel tanah. Sampel
diambil pada kedalaman 0-10 cm dari
permukaan akar.
Isolasi Bakteri Penghasil Hormon IAA.
Sampel tanah 25 g disuspensikan dengan 225
ml garam fisiologis steril pada masing-masing
Erlenmeyer (pengenceran 10-1). Sampel
digojog dengan vorteks 120 rpm selama 60
detik. Selanjutnya suspensi sampel dilakukan
pengenceran sampai konsentrasi 10-6. Suspensi
sampel setiap tingkat pengenceran sebanyak
0,1 ml diinokulasikan pada media Tryptic Soy
Agar yang telah ditambahkan dengan triptofan
200 µg/ml secara spread plate (de-Bashan
dkk., 2008). Sampel kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama tiga hari.
Analisa hormon IAA. Isolat bakteri
yang tumbuh pada media TSA diuji dengan
cara ditetesi larutan Salkowski. Hasil positif
setelah ditetesi larutan Salkowsky ditunjukkan
dengan terjadinya perubahan warna menjadi
merah muda setelah diinkubasi di tempat
gelap selama 30 menit. Percobaan untuk
analisis IAA secara kuantitatif dilakukan
menurut rancangan acak lengkap (RAL).
Perlakuan pada percobaan ini adalah jenis
isolat dan waktu inkubasi. Untuk analisa IAA
secara kuantitatif dilakukan menggunakan
Trypthic Soy Broth (TSB) steril 25 ml dalam
labu Erlenmeyer dan ditambahkan triptofan 0,5
ml. Suspensi tersebut ditambahkan isolat yang
sebelumnya menunjukkan hasil yang positif.
Densitas optik diukur dengan cara disampling
sebanyak 2 ml media TSB yang telah
diinokulasi isolat dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 436
nm pada waktu inkubasi 0, 24, 48 dan 72 jam.
Media TSB yang telah diinokulasi isolat
diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan
ke
dalam
tabung
sentrifus.
Kultur
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 10 menit. Absorbansi suspensi diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 535 nm kemudian dihitung
konsentrasi IAA menggunakan persamaan
kurva standar IAA. Kurva standar konsentrasi
IAA dalam medium TSB dibuat berdasarkan
korelasi variasi konsentrasi IAA dengan
absorbansinya yang diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 535
nm. Sampling dilakukan pada waktu inkubasi
0, 24, 48 dan 72 jam (Gravel dkk., 2007;
Khakipour, dkk., 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji kualitatif IAA sebagai
screening awal didapatkan 8 isolat yang
kemudian diuji kuantitatif lebih lanjut
menggunakkan spektrofotometer (Gambar 1.).
Berdasarkan hasil uji kuantitatif menunjukkan
isolat TCKI 5 dari Karangasem menghasilkan
IAA tertinggi 32,84 ppm (p < 0,05). Hasil
tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi 72
jam yang berbeda nyata dengan waktu inkubasi
24 jam.
Gambar 1. Konsentrasi IAA yang dihasilkan
oleh isolat bakteri rhizosfer
tanaman cengkeh
Keterangan:
1. Huruf besar untuk isolat yang berbeda pada
waktu sampling yang sama.
2. Huruf kecil untuk isolat yang sama pada
sampling yang berbeda.
Hormon IAA yang dihasilkan oleh bakteri
melimpah pada fase stasioner. Produksi IAA
akan meningkat pada kondisi pertumbuhan
menurun, ketersediaan karbon yang terbatas
dan dalam kondisi lingkungan pH asam.
Kondisi tersebut terjadi pada saat bakteri
memasuki fase stasioner (Dewi dkk., 2015).
Hal ini sesuai pula dengan lokasi Karangasem,
lokasi ini memiliki kandungan bahan organik
(2,83 %) yang lebih rendah dibandingkan
Buleleng (p < 0,05) serta memiliki nilai pH
5,025 yang tergolong kategori pH asam.
Parameter lingkungan ini diduga sebagai faktor
pemacu isolat TCKI 5 dari lokasi karangasem
menghasilkan hormon IAA paling tinggi untuk
tetap bertahan hidup.
Pada penelitian ini analisis IAA
menggunakan asam asmino triptofan sebesar
200 ppm yang merupakan prekursor yang
berperan penting dalam biosintesis IAA. Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini tertinggi
oleh isolat TCKI 5 (32,84 ppm) bila
dibandingkan dengan penelitiaan Dewi dkk.
(2015) tergolong kecil karena dengan
konsentrasi triptofan yang sama dihasilkan
IAA tertinggi mencapai 158, 651 ppm. Bila
dibandingkan dengan penelitian Nita dkk.
(2011) yang menghasilkkan IAA 26,28 ppm
dengan konsentrasi triptofan 1200 ppm, IAA
yang dihasilkan isolat TCKI 5 dapat dikatakan
cukup tinggi.
Isolat TCKI 5 berdasarkan
hasil cat Gram merupakan bakteri Gram
negatif berbentuk coccus.
Berdasarkan nilai OD terlihat bahwa
isolat TCKI 5 pada waktu inkubasi jam ke-48
dan 72 memiliki nilai OD yang sama. Hal ini
diduga pada waktu inkubasi 48 menuju 72 jam
merupakan fase stasioner.
Gambar 3. Isolat TCKI 5 (M= 1000x)
Gambar 2. Optical density bakteri penghasil
hormon IAA
Bakteri yang mampu menghasilkan
IAA akan berwarna merah saat ditetesi
salkowski, karena adanya interaksi antara
IAA dan Fe membentuk senyawa kompleks
[Fe2(OH)2(IA)4]. Warna merah muda yang
semakin pekat menunjukkan konsentrasi IAA
yang dihasilkan oleh bakteri semakin tinggi
(Kovacs, 2009). Hormon tumbuh IAA
berfungsi sebagai sinyal molekul penting
dalam regulasi perkembangan tanaman,
memacu perkembangan perakaran tanaman
inang, meningkatkan ketahanan terhadap
patogen dan memacu pertumbuhan tanaman
(Shaharoona, dkk., 2006; Joshi dan Bath,
2011).
Gambar 3. Perubahan warna menjadi merah
muda saat ditetesi larutan
Salkowski
Hormon IAA yang disintesis dari
triptofan dapat terjadi melalui 3 (tiga) jalur
alternatif yaitu, jalur pertama, triptofan-2monooxygenase (IaaM) mengoksidasi triptofan
menjadi indole-3-acetamide, kemudian indole3-acetamide
dihidrolisasi
oleh
indoleacetamide hydrolase. Jalur kedua triptofan
diubah menjadi tryptamine oleh enzim
triptofan dekarboksilase. Tryptamine diubah
menjadi indole-3-acetaldehyde oleh enzim
amin oksidase, yang kemudian diubah lagi
menjadi Indole-acetid acid oleh enzim indol
acetaldehid dehidrogenasae. Jalur ketiga,
triptofan diubah menjadi asam indol piruvat
oleh enzim triptofan transaminase, kemudian
diubah menjadi indol-3-acetaldehid oleh
indole acetid acid (IAA) (Taghavi dkk., 2008).
KESIMPULAN
Bakteri yang berpotensi menghasilkan
hormon IAA tertinggi adalah isolat TCKI 5 ( 32,84
ppm) dari Karangasem pada waktu inkubasi 48
jam. Berdasarkan nilai OD isolat TCKI 5
menghasilkan IAA pada fase stasioner.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada proyek DIPA
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong yang telah
mendanai penelitan ini, sehingga bisa berjalan
dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Antonius, S., D. Agustyani, M. Rahmansyah,
dan B. Martono, 2007. Development of
Sustainable agriculture: Soil Microorganisms
Enzymantic Activity of Organic Farming on
jabopuncur Catchment’s Area Treated with
agricultural wastes as Biofertilizier. Faculty of
Biology-UGM,
Yogyakarta.
Proceedings
International Seminar Advances in Biological
Science: Contribution Towards a Better Human
Prosperity.
[2] de Bashan L.E., H. Antoun, Y. Bashan. 2008.
Involvement of Indole -3-Acetic Acid Produced
By
The
Growth-Promoting
Bacterium
Azospirilium spp. In promoting Growth of
Chlorella Vulgaris. J. Phycol of Amerika.
44:938-947.
[3] Dewi, T.K., E. S. Arum, H. Imamuddin, S.
Antonius.
2015.
Karakterisasi
mikroba
perakaran (PGPR) agen penting pendukung
pupuk organik Hayati. Proseding Seminar
Nasional Masyi Biodiv Indonesia. 1(2) : 289295.
[4]Direktorat
jenderal
perkebunan,
2012.
Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Mutu
Tanaman Rempah Dan Penyegar. Direktorat
Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
[5] Gravel V, H. Antoun, R.J. Tweddel. 2007.
Effect indole-acetic acid (IAA) o the
development of symptoms caused Pythium
ultimum on tomato plant. Eur J Plant Pathol
119:457-462.
[6] Joshi, P dan A.B. Bath. 2011. Diversity and
Function
of
plant
growth-promoting
rhizobacteria associated with
with wheat
rhizosphere in North Himalaya Region. Int J
Environ Sci (16): 1135-1143.
[7] Khakipour, N., K. Khavazi, dan H. Mojallali.
2008. Production of Auxin Hormone by
Fluorescent Pseudomonas. American-Eurasian
J. Agric. & Environ. Sci. 4: 687-692.
[8] Kovavcs, K. 2009. Applications of Mossbauer
Spectroscopy in Plant Physiology. ELTE
Chemistry Doctoral School, ELTE Institute of
Chemistry, Budapest. Disertasi.
[9] Nita, B.P., G. Milind, A. Sanggita, S.,
G.Aparna,
B.,
K.
Balasaheb,
P.
2011.Optimazation of indole 3-acetic acid
(IAA)
production
by
Acetobacter
diazotrophicus L1 isolated from sugarcane. J
Environ Sci 2(1):307-314.
[10] Shaharoona B., M. Arshad, Z.A. Khalid, 2006.
Performance of Pseudomonas spp. containing
ACC-diaminase for improving growth and
yield of maize (Zea mays L.) in the presence
of nitrogenous fertilizer. Soil Biol Biochem
38:2971-2975.
[12] Silitonga, D.M., N. Priyani, I. Nurwahyuni.
2008. Isolasi dan Uji Potensi Isolat bakteri
Pelarut Fosfat
dan Bakteri Penghasil
Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Terhadap
Pertumbuhan Kedelai
(Glicine max L.)
Pada Tanah Kuning. Departemen Biologi,
Fakultas MIPA, USU. Medan.
[13] Khakipour, N., K. Khavazi, dan H. Mojallali.
2008. Production of Auxin Hormone by
Fluorescent
Pseudomonas.
AmericanEurasian J. Agric. & Environ. Sci. 4: 687-692.
Download