DAFTAR ISI halaman Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. .................................................................................. .................................................................................. ............…………………………………………….. …………………………………………………….. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……..................................................... 1.2. Pengertian Ketahanan Sosial…................................... 1.3. Ruang Lingkup ……………………………………… BAB. II. 13 17 19 22 24 25 STATISTIK KETAHANAN EKONOMI 4.1. Tingkat Inflasi ............................................................. 4.2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 4.3. Pendapatan Perkapita .................................................. 4.4. Kemiskinan ................................................................. 4.5. Ketahanan Pangan ...................................................... BAB. V. 4 5 8 10 STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT 3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk …..… 3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin 3.3. Ketenagakerjaan ……………………………………… 3.4. Pendidikan ………………………………….………… 3.5. Kesehatan …………………………………….……… 3.6. Sosial Budaya ………………………………….…….. BAB. IV. 1 2 2 STATISTIK KETAHANAN WILAYAH 2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang..................... 2.2. Wilayah Geografis ....................................................... 2.3. Kondisi Sumber Daya Alam ...............................……. 2.4. Kondisi Lingkungan Hidup …………………………. BAB. III. i ii iii iv 27 29 33 34 36 STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN 5.1. Politik……………………………………................... 5.2. Keamanan dan Ketertiban ………………………….. 5.3. Bencana Alam ………………………………………. 38 39 41 DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan................ 7 Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap.....................………... 12 Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang………... 14 Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART …………………….. 16 Tabel 5. TPAK dan TPT ……………………………………………... 20 Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah................... 23 Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan 25 Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa ………….. 26 Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha ……. 32 Tabel 10. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun 2005 – 2009 ............................................................................ 33 Tabel 11. Hasil Pendataan PPLS Tahun 2008 ................................ .… 34 Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang ............................................... 36 Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (dalam Ton)..........… 37 Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal …... 40 Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iii DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan …………................…….. 8 Gambar 2. Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2009 .......................................................... 18 Gambar 3. Persentase penduduk Kota Semarang menurut Pendidikan yang Ditamatkan (tahun 2009) .......................................................... 23 Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun 2004-2009 ..... 28 Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun 2004 2009 ………………….………………………………………… 31 Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iv BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung. Untuk itu dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama dibidang sosial yang akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan eksistensinya. Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang terjadi seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat. Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak yang negatif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa didalam menyikapi perubahan yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 1 tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu. Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 ini mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang diperlukan, baik untuk kepentingan nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini. 1.2. Pengertian Ketahanan Sosial Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan ketahanan sosial dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu wilayah tertentu dipengaruhi/ditentukan oleh berbagai fenomena/faktor independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat dan ketahanan lingkungan. 1.3. Ruang Lingkup Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya, sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 2 selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari sinergi masing-masing ketahanan wailayah. Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal atau masyarakat setempat. Didalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk didalam wilayah ini lebih besar dibandingkan dengan penduduk diluar wilayahnya. Atas dasar ini, maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik ketahanan lingkungan dan statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut (internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal). Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya pengukuran ini maka ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang bersifat kuantitatif ukuran dimaksud dapat berupa indikator maupun indeks komposit. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 3 BAB II STATISTIK KETAHANAN WILAYAH Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi maupaun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat. 2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah tersebut. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 4 Dimasa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah barat disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Dibawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 Masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu maka secara adat dan politis berdirilah Kota Semarang. 2.2. Wilayah Geografis Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o 50’ – 7o 10’ Lintang Selatan dan garis 109o 50’ – 110o 35’ Bujur Timur. Letak Kota Semarang tersebut hampir berada ditengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 – 348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 5 Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5 km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 Km2 yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Mijen (57,55 km2) diikuti oleh kecamatan Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan (5,93 km2). Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22 persen diwilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90-348 meter diatas permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 – 3,5 MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan Semarang Atas atau kota atas. Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung, sedangkan kota atas struktur geologinya sebagaian besar terdiri dari batuan beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman, bangunan, kawasan industri, tambak. Disamping itu Kota bawah juga sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 6 dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan. Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5oC dengan temperatur rendah berkisar antara 24,2oC dan tertinggi berkisar 31,8oC, dengan kelembaban udara rata-rata 79 persen. Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM2) PERSEN 1 Mijen 57,55 15,40 2 Gunungpati 54,11 14,48 3 Banyumanik 25,69 6,87 4 Gajahmungkur 9,07 2,43 5 Semarang Selatan 5,93 1,59 6 Candisari 6,54 1,75 7 Tembalang 44,20 11,83 8 Pedurungan 20,72 5,54 9 Genuk 27,39 7,33 10 Gayamsari 6,18 1,65 11 Semarang Timur 7,70 2,06 12 Semarang Utara 10,97 2,93 13 Semarang Tengah 6,14 1,64 14 Semarang Barat 21,74 5,82 15 Tugu 31,78 8,50 16 Ngaliyan 37,99 10,16 373,70 100,00 Jumlah Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 7 2.3. Kondisi Sumber Daya Alam Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/ tambak, bahan-bahan material untuk bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya. Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan. Untuk tanah persawahan luasnya 39,90 km2 pada tahun 2009, tidak berselisih jauh bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, sebesar 39,80 km2. Kondisi ini tentu saja bisa dimaklumi karena dengan semakin tinggi perkembangan penduduk maka alih guna lahan pertanian otomatis sudah menjadi keniscayaan. Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan Kolam/ Tambak; 5% Lainnya; 23% Tegalan; 24% Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 Sawah; 11% Bangunan; 38% 8 Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar 89,89 km2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar 16,91 km2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan seluas 140,49 km2 atau sekitar 38 persen dari luas wilayah Kota Semarang. Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungaisungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol, Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak. Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 % selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang. Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 9 tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20-40 meter. Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM untuk golongan rumahtangga sebanyak 120.204 rumahtangga atau 93 persen, sedangkan pelanggan lain dari kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak 9.111 pelanggan. 2.4. Kondisi Lingkungan Hidup Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian, mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan (tata ruang). Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 10 Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan, lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari hak penguasaan tanah, jumlah tanah yang bersertifikat yang berupa hak milik terus meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 sebanyak 15.894 buah melesat menjadi 80.604 buah pada tahun 2009. Sedangkan Hak Guna Bangunan meningkat dari 3.914 buah pada tahun 2008 menjadi 12.633 pada tahun 2009. Demikian pula dengan Hak Pakai, naik dari 110 buah pada tahun 2008 menjadi 2.911 buah pada tahun 2009. Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2009, 65,38 persen rumahtangga di Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri. Kemudian 8,51 persen rumahtangga dengan status mengontrak, 8,88 persen dengan menyewa/bebas sewa/dinas dan sisanya dengan status lainnya sebesar 17,23 persen. Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2,75 persen rumah di Kota Semarang beratapkan beton, kemudian 83,97 persen beratapkan genteng dan 13,28 beratapkan sirap/asbes/seng/lainnya. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 terlihat mengalami penurunan untuk jenis atap rumah asbes, sedangkan jenis atap selain asbes mengalami peningkatan. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 11 Tabel 2. Persentase rumah menurut jenis atap Jenis Atap 2008 2009 (1) (2) (3) 1. Beton 1,94 2,75 2. Genteng 82,30 83,97 3. Seng 0,48 0,72 4. Asbes 15,15 12,33 Sumber : BPS Kota Semarang Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan. Pada tahun 2009 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan air kemasan dan ledeng sebesar 66,66 persen, sedangkan sisanya menggunakan air dari sumur, mata air dan lain-lain. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 12 BAB III STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi didalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan dititik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk yang besar hanya dapat merupakan modal atau aset pembangunan jika kualitasnya baik, sebaliknya hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya rendah. 3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2009 tercatat sebesar 1.506.924 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi Jawa Tengah, sedangkan 4(empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes, disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tegal. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 13 Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Hal ini bisa dilihat pada tabel.1 dimana selama kurun waktu Tahun 2004 sampai dengan 2006 laju pertumbuhan penduduk terus mengalami penurunan, kemudian pada periode 2006-2008 mengalami kenaikan, kemudian kembali menurun pada Tahun 2009. Namun pertumbuhan penduduk tersebut masih cukup tinggi, hal ini bisa terjadi mengingat daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan ketahanan wilayah/sosialnya. Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%) (1) (2) (3) 2004 1.399.133 1.52 2005 1.419.478 1,45 2006 1.434.025 1,02 2007 1.454.594 1,43 2008 1.481.640 1,86 2009 1.506.924 1,71 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 14 Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu tahun. Selama periode enam tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan. Untuk CBR selama periode 2004-2009 terus mengalami peningkatan, hal ini menjadi salah satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan. Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 20042009. Sebagai gambaran pada tahun 2009 angka CBR sebesar 17,01, yang berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 17 orang karena kelahiran. Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,98 yang artinya setiap 1.000 penduduk selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 10 orang perseribu bila dinyatakan dalam persen sebesar 1 % merupakan angka pertumbuhan penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI). Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration), dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2009 tingkat migrasi masuk sebesar 24,62 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama 1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 25 orang, sedangkan tingkat Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 15 migrasi keluar sebesar 22,07 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 2,55 atau 0,26 persen, angka inilah yang dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration rate). Keadaan ini tentu saja sangat logis, mengingat Kota Semarang sebagai ibukota provinsi berpotensi sebagai daerah tujuan penduduk baik dalam hal pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya. Sebagai kota besar Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, pada tahun 2009 ini kepadatan penduduknya sebesar 4.032 jiwa per km², selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2007 sebesar 3.892 jiwa per km2 dan pada tahun 2008 sebesar 3.965 jiwa per km2. Bila dilihat tiap Kecamatan ada 6 (enam) Kecamatan yang mempunyai kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Angka kepadatan penduduk yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 868 jiwa per km² diikuti dengan Kecamatan Mijen (887 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati (1.267 jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah pengembangan industri. Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Tahun Kepadatan Penduduk Jumlah ART 2007 3.892 4,13 2008 3.965 3,96 2009 4.032 3,64 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 16 Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.437 jiwa per km², diikuti oleh Kecamatan Candisari (12.309 jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah (11.981 jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari (11.960 jiwa/km²), dan Kecamatan Semarang Utara (11.610 jiwa/km²). Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial, semakin padat suatu rumahtangga semakin berkurang karena ketahanan wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan ratarata jumlah anggota rumahtangga mengalami fluktuasi, dari tahun 2007 sebesar 4,13 jiwa per rumahtangga, menjadi 3,96 jiwa di tahun 2008 dan pada tahun 2009 turun sebesar 3,64 jiwa per rumahtangga. 3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin, dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 17 Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan penduduk yang produktif (15-64 tahun). Angka beban ketergantungan memberikan gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/ aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Untuk penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua sekali, maka beban ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara berkembang karena struktur umur penduduknya muda, maka angka beban ketergantungannya biasanya relatif tinggi. Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 600.000 555.871 558.363 500.000 400.000 300.000 200.000 145.786 151.715 54.260 40.929 100.000 0 pria wanita 0 - 14 15 - 64 65+ Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2009 sebesar 35,24 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 26,70 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 8,54 persen. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 18 perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 35,23 persen, 26,66 persen 8,57 persen. Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis kelamin (sex ratio). Dari 1.506.924 jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun 2009, sebanyak 748.515 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan 758.409 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100 ada sebanyak 4 (empat) kecamatan, yang paling tinggi adalah Kecamatan Kecamatan Tembalang (102) , kemudian Mijen (101), Kecamatan Gajahmungkur (101) dan Kecamatan Gunungpati (101) yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. 3.3. Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan (terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 19 eskalasinya menunjukkan/mengindikasikan seberapa kuatnya ketahan wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang ketenagakerjaan. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Perkembangan TPAK terlihat mengalami peningkatan selama periode 20082009, yaitu dari 63,74 persen menjadi 66,24 persen. Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indikator (1) TPAK TPT 2008 (2) 2009 (3) Laki-laki 74,64 76,03 Perempuan 53,39 56,93 Total 63,74 66,24 Laki-laki 12,41 11,28 Perempuan 10,32 9,88 Total 11,51 10,66 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 20 Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 4, TPAK laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan. Besarnya TPAK laki-laki pada tahun 2008 adalah 74,64 persen naik menjadi 76,03 persen pada tahun 2009. Sedangkan TPAK perempuan naik dari 53,39 persen menjadi 56,93 persen pada periode yang sama. Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2009 sebesar 10,66 persen sedangkan pada tahun 2008 sebesar 11,51 persen. Bila dirinci menurut jenis kelamin, keduanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari 12,41 menjadi 11,28 untuk tingkat pengangguran terbuka dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan tingkat pengangguran untuk jenis kelamin perempuan yakni dari 10,32 menjadi 9,88 di tahun 2009. Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk kedalam pasar kerja semakin banyak, namun masih rendah dalam ketrampilan sehingga penyerapan tenaga kerja perempuan masih cukup banyak. Disamping itu permintaan dan jenis lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan masih relatif terbatas, sehingga persaingan yang terjadi cukup tajam,yang pada akhirnya tenaga kerja trampil saja yang bisa diterima bekerja. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 21 3.4. Pendidikan Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar sesama. Dengan asumsi bahwa memperoleh semakin lama penduduk suatu wilayah pendidikan/bersekolah, ketahanan wilayah/sosialnya relatif semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah ( baik itu angka partisipasi kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM)), kemudian angka buta huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah indikator untuk mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 22 Tabel 6. Angka Melek Huruf (persen) dan Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Tahun 2008-2009 Uraian Angka Melek Huruf (persen) (2) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) (3) Tahun 2008 95,94 9,80 Tahun 2009 96,44 9,98 (1) Sumber : BPS Kota Semarang Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang pendidikan relatif terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf di Kota Semarang mencapai 95,94 persen pada 2008 dan 96,44 pada tahun 2009. Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 2008 sekitar 9,8 tahun dan 9,98 tahun pada tahun 2009. Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Kota Semarang menurut Pendidikan Yang Ditamatkan (Tahun 2009) SLTP 18,15% SD 24,89% SLTA 30,91% <SD 13,61% <SD D4/S1/S2/S3 8,08% SD SLTP SLTA Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 D1/D2/D3 4,36% D1/D2/D3 D4/S1/S2/S3 23 Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2009 persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 61,5 persen, terjadi penurunan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 sebesar 73,21 persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung angka Indeks Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama sekolah. 3.5. Kesehatan Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial pendududk di suatu wilayah tertentu. Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya. Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosialnya. Pada tahun 2009 status kesehatan penduduk tergambar dari angka kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang mencapai 39,74 persen. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek, asma/sesak nafas, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan lainnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 24 Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan Jenis Kelamin 2008 2009 (1) (2) (3) 1. Laki-laki 38.01 19,15 2. Perempuan 37.69 20,59 Sumber : BPS Kota Semarang Tabel diatas memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan penduduk pada tahun 2009 tampak lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Keluhan utama yang di paling sering dirasakan penduduk Kota Semarang di tahun 2009 adalah pilek sebesar 26,35 persen, batuk sebesar 25,22 persen dan panas sebesar 20,55 persen. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jenis keluhan terbanyak yang dirasakan oleh penduduk memiliki pola yang relatif sama. 3.6 Sosial Budaya Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan, kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama. Dari berbagai agama yang ada, sebagian besar penduduk Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 25 memeluk agama Islam 1.251.059 jiwa atau 83,02 persen, kemudian yang memeluk agama Kristen Katholik sebesar 114.636 jiwa atau 7,61 persen, agama Kristen Protestan sebesar 109.266 jiwa atau 7,25 persen, agama Budha sebanyak 18.994 jiwa atau 1,26 persen dan pemeluk agama Hindu sebesar 10.729 jiwa atau mencapai 0,71 persen. Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa pada Th 2000 NO SUKU BANGSA 1 Batak, Tapanuli 2 Betawi 3 JUMLAH PENDUDUK PERSEN 3.362 0,25 996 0,07 Cina 58.356 4,33 4 Jawa 1.255.768 93,24 5 Madura 2.052 0,15 6 Melayu 1.727 0,13 7 Minangkabau 1.253 0,09 8 Sunda, Priangan 9.582 0,71 9 Lainnya 13.717 1,03 Jumlah 1.346.813 100,00 Sumber : SP2000 BPS Kota Semarang Kondisi sumber daya manusia khusunya penduduk menurut suku bangsa juga menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial yang akan terjadi. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah tentu saja akan mempengaruhi keberadaan masyarakat dari bermacam kultur budaya, karena sebagai pusat pemerintahan tentu saja masyarakatnya tidak hanya berasal dari suku bangsa Jawa saja. Hal ini bisa dilihat dari data hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dimana, data suku bangsa ditanyakan dalam kuesionernya. Data selengkapnya bisa dilihat pada tabel 7 diatas. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 26 BAB IV STATISTIK KETAHANAN EKONOMI Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/ sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan. Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan, diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah rumahtangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat Kota Semarang. 4.1. Tingkat Inflasi Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian. Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/ sosial masyarakatnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 27 Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun 2000 - 2009 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Semarang 8,73 13,98 13,56 6,07 5,98 16,46 6,08 6,75 10,34 3,19 Nasional 9,35 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 Laju inflasi Kota Semarang setiap tahun selama kurun waktu 2000-2002 berfluktuasi. Sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi sebesar 13.56 persen dan pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 6.07 persen. Kemudian pada tahun 2004 terus mengalami penurunan sebesar 5,98 persen, namun akibat kenaikan BBM yang cukup tinggi pada bulan Oktober 2005 maka inflasi pada tahun 2005 melejit lagi menjadi dua digit sebesar 16,46 persen. Namun seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, maka inflasi pada tahun 2006 turun menjadi hanya 6,08 persen dan pada tahun 2007 relatif stabil sebesar 6,75 persen. Sedangkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup besar, mencapai dua digit yaitu 10,34 persen. Tahun 2009 laju inflasi Kota Semarang turun menjadi 3,19 persen. Turunnya inflasi yang terjadi pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 disebabkan oleh rendahnya perubahan harga beberapa komoditi pada kelompok pengeluaran, dimana kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 28 adalah kelompok sandang sebesar 7,67 persen, hal ini menggambarkan bahwa Kota Semarang merupakan salah satu pusat perdagangan sandang. Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang selama periode 2000-2005 cenderung masih dibawahnya kecuali pada periode 2001-2003. Pada tahun 2006, 2007 dan 2009 angka inflasi Kota Semarang sebesar 6,08; 6,75 dan 3,19 persen masih sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 6,60, 6,59 dan 2,78 persen. Hanya pada tahun 2008 angka inflasi Kota Semarang lebih kecil nilainya dibandingkan dengan angka inflasi Nasional, yaitu 10,34 untuk Kota Semarang dan 11,06 untuk Nasional. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota Semarang bisa dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap ketahanan sosial dari masyarakatnya. 4.2. Pertumbuhan Ekonomi Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat dan meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dengan demikian arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi regional bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan perangkat pokok dalam neraca ekonomi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 29 regional. Secara lebih konkret neraca ekonomi regional pada umumnya berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata (riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara ini maka dapat diperkirakan laju partumbuhan perekonomian setiap tahun atau selama periode tertentu. Dalam Gambar 5, terlihat sampai dengan tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang melambat yaitu 5,34, yang berarti pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami peningkatan lebih kecil dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 5,59 persen. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 30 Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun 2004-2009 2009 13,19 5,34 2008 13,19 5,59 2007 14,62 5,98 2006 14,72 5,71 14,30 2005 5,14 11,16 2004 0 5 3,82 10 adhBerlaku 15 20 25 adhKonstan Gambaran lebih jauh mengenai struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian peranannya mengalami penurunan dari 1,33 persen pada tahun 2008 menjadi 1,32 persen pada tahun 2009. Penurunan ini lebih banyak disebabkan oleh semakin sedikitnya lahan-lahan pertanian dan penggalian karena beralih fungsi menjadi areal perumahan atau industri, sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian lebih banyak disebabkan karena sumber daya alamnya yang semakin terbatas. Di lain pihak, sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik dan air bersih serta sektor bangunan peranannya cukup stabil, memiliki peranan sebesar 45,31 persen pada tahun 2008, meningkat yaitu menjadi sebesar 45,62 tahun 2009. Dari beberapa sektor tersebut ternyata sektor industri pengolahan yang menyumbang peranan terbesar kedua dan mengalami penurunan yaitu sebesar 25,13 persen pada tahun 2008 menjadi 24,66 persen pada tahun 2009. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 31 Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha (1) Harga Berlaku Harga Konstan 2008 (2) 2009 (3) 2008 (4) 2009 (5) 1. Pertanian 1.15 1.15 1.19 1.16 2. Pertambangan dan Penggalian 0.18 0.17 0.16 0.16 3. Industri Pengolahan 25.13 24.66 27.33 27.08 4. Listrik, Gas dan Air 1.66 1.58 1.31 1.29 5. Bangunan 18.52 19.38 14.87 15.27 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 28.87 28.30 30.83 30.81 7. Pengangkutan dan Komunikasi 9.77 9.92 9.66 9.67 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.88 2.80 2.86 2.80 9. Jasa-jasa 11.84 12.03 11.78 11.76 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah Sumber : BPS Kota Semarang Catatan: Untuk semua data Tahun 2009, masih Angka Sangat Sementara Sedangkan sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa, sedikit mengalami penurunan dari 53,35 persen pada tahun 2008 menjadi 53,05 persen pada tahun 2009. Sektor ini secara umum merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Semarang, terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran dimana peranannya sebesar 30,83 persen pada tahun 2008 menjadi sebesar 30,81 pada tahun 2009. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 32 4.3. Pendapatan Perkapita Tabel 10. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun 2005 – 2009 Pendapatan per Kapita (Rp) Tahun (1) Harga Berlaku Harga Konstan ’00 (2) Pertumbuhan (persen) Harga Berlaku Harga Konstan’00 (3) (4) (5) 2005 14.993.722,29 10.447.557,87 12,30 3,76 2006 17.067.350,89 10.912.000,11 13,83 4,85 2007 19.394.727,40 12.651.241,90 13,64 4,95 2008 21.352.860,09 11.897.251,91 10,10 2,64 2009 23.424.984,24 12.344.819,92 9,70 3,76 Sumber : BPS Kota Semarang Apabila angka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun diperoleh rata-rata produk yang dihasilkan atau pendapatan yang dibayarkan setiap penduduk daerah tersebut. Rata-rata ini disebut sebagai pendapatan penduduk per kapita. Selama periode 2005-2009 pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan yang cukup besar, pada tahun 2005 pendapatan perkapita penduduk Kota Semarang sebesar 14,99 juta rupiah per tahun, setahun kemudian pada meningkat menjadi 17,07 juta rupiah dan pada tahun 2007 meningkat manjadi 19,39 juta rupiah. Pada tahun 2008 terus Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 33 meningkat menjadi 21,35 juta rupiah dan meningkat menjadi 23,42 juta rupiah pada tahun 2009. Bila dilihat pendapatan perkapita atas dasar harga konstan, pada tahun 2005 pendapatan perkapitanya sebesar 10,45 juta rupiah pertahun, kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 10,91 juta rupiah dan tahun 2007 meningkat menjadi 12,65 juta rupiah, tahun 2008 meningkat menjadi 11,90 juta rupiah dan meningkat lagi menjadi 12,34 juta rupiah pada tahun 2009. Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/ sosial masyarakat. 4.4. Kemiskinan Tabel 11. Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2008 Kategori Hampir Miskin Miskin Sangat Miskin PPLS 2008 30.991 17.620 6.610 Sumber : BPS Kota Semarang Indikator Kemiskinan sampai saat ini menjadi salah satu indikator sosial yang cukup populer. Tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi saja, tetapi juga berdampak pada sisi politis. Sehingga sebagain besar menjadikan isu Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 34 kemiskinan ini menjadi salah satu tolok ukur tentang keberhasilan pembangunan suatu wilayah atau pemerintahan. Namun dari sisi pengaruh terhadap ketahanan sosial jelas sangat berpengaruh, karena kemiskinan akan berdampak pada kerawanan sosial yang tentu saja rentan terhadap ketahanan sosial masyarakat. Jumlah rumahtangga miskin di Kota Semarang pada tahun 2008 hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sebesar 55.221 rumahtangga atau 14,77 % dari 373.920 seluruh rumahtangga yang ada di Kota Semarang. Apabila dirinci menurut klasifikasinya sebanyak 30.991 rumahtangga (56,12 %) adalah kategori hampir miskin, kemudian kategori miskin sebanyak 17.620 rumahtangga (31,91 %) dan kategori sangat miskin sebesar 6.610 rumahtangga atau 11,97 persen. Terjadi penurunan jumlah rumahtangga miskin bila dibandingkan dengan tahun 2006, namun secara kualitas tetap saja bahwa rumahtangga miskin di Kota Semarang lebih dari 50 persen masih dalam batas hampir miskin, sedangkan yang miskin dan sangat miskin sekitar 44 persen, jadi masalahan kemiskinan di Kota Semarang yang berkaitan dengan tingkat ketahanan sosial, masih tergolong kecil kontribusinya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 35 4.5. Ketahanan Pangan Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang Tanaman Luas Panen (dalam Ha.) Pangan Tahun 2008 Tahun 2009 Produksi Panen (dalam Ton) Tahun 2008 Tahun 2009 (1) Padi Sawah (2) 5.086 (3) 5.876 (4) 27.352 (5) 32.815 Padi Gogo 413 464 1.394 1.445 Jagung 944 976 4.238 4.474 Ubi Jalar 61 196 685 2.203 Ubi Kayu 809 697 14.580 31.654 Kacang Hijau 158 158 151 151 Kacang Tanah 558 558 763 1.063 0 0 0 0 Kacang Kedelai Sumber: Dinas Pertanian Kota Semarang. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 36 Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (Dalam Ton) Jenis Produksi Tahun 2008 Tahun 2009 (1) Tambak (2) 447,20 (3) 322,17 Kolam 26,40 42,85 Perairan Umum 73,11 73,15 5230,77 5962,30 82,64 69,41 Pengawetan Tempat Pelelangan Ikan Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang. Ketahanan pangan juga menjadi salah satu indikator yang populer dalam beberapa tahun terakhir ini, hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan pangan dan konsumsi masyarakatnya. Kota Semarang sebagai kota besar tentu saja berkepentingan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya, namun demikian permasalahan yang terjadi di kota Semarang tidak saja terkait dengan jumlah produksi pertanian khususnya pangan. Hal ini karena sumber daya alam kaitannya dengan areal persawahan dan perkebunan jelas tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Semarang. Jadi permasalahan ketahanan pangan di Kota Semarang adalah dari sisi ekonomi yaitu jalur distribusi bahan kebutuhan pokok khususnya pangan. Olah karena itu untuk mengatasi ketahanan pangan, jalur yang harus ditempuh adalah memperbaiki dan memonitor jalur distribusi serta harga komoditas pangan yang masuk di Kota Semarang. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 37 BAB V STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN Kondisi politik dan keamanan di suatu wilayah dewasa ini nampaknya dapat ditunjukkan dengan baik oleh tingkat kerawanan/potensi konflik di wilayah yang bersangkutan. Perkembangan kondisi politik khususnya sejak reformasi sangat pesat perkembangannya, dan berdampak pada ketahanan sosial kaitannya dengan potensi konflik yang ditimbulkannya. Kondisi keamanan juga mengalami pergeseran kualitas maupun kuantitas, yaitu dengan adanya pergeseran global tentang paradigma keamanan yang terkait dengan ancaman konflik antar negara berbasis militer, berkecenderungan munculnya transbational crime. Dalam bagian ini akan diuraikan secara singkat kondisi ketahanan sosial di bidang politik dan keamanan meliputi kondisi politik, hukum, keamanan dan ketertiban serta bencana alam. 5.1. Politik Perkembangan politik dewasa ini semakin cepat melebihi perkembangan ekonomi maupun perkembangan penduduk. Disadari bahwa sejak bergulirnya proses reformasi kondisi perpolitikan di tanah air mengalami revolusi baik dari sisi ideologi, organisasi politik maupun proses demokrasi. Kondisi ini menjadi latar belakang untuk mulai dikembangkan statistik politik yang sementara ini berpatokan pada tiga pilar utama sumber data statistik dasar bidang politik. Yang pertama rakyat/penduduk Warga Negara Indonesia, kaitannya dengan keragaman suku, bahasa, agama dan budaya, penduduk yang punya hak pilih, yang tidak punya hak pilih, penduduk yang tidak tercatat dan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 38 lain-lain. Yang kedua adalah partai politik itu sendiri dilihat dari mulai jumlah partai politik, banyaknya kantor cabang, banyaknya pengurus, banyaknya anggota, program kerja partai dan lain-lain. Dan pilar ketiga adalah pemilihan umum, pemilihan kepala daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan dari mulai jumlah perolehan suara, anggota legislatif, jumlah suara, jumlah kursi dan lain-lain Pada tahun 2009 jumlah anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 45 orang, terdiri dari 40 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Anggota DPRD ini terdiri dari 6 fraksi, yaitu Fraksi PDI, Fraksi Golkar, Fraksi Gabungan, Fraksi PKS, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN. Sedangkan jumlah anggota dewan berdasarkan partai terdiri dari : 12 orang dari PDI, 9 orang dari Partai Golkar, 6 orang dari Fraksi Gabungan, 6 orang dari PAN, 7 orang dari Partai Demokrat dan 5 orang dari PKS. Dari sisi infrastruktur politik, jumlah parpol di Kota Semarang berjumlah 44 parpol. Jumlah organisasi kemasyarakatan berdasarkan profesi dari tahun 2008 ke tahun 2009 konstan sebanyak 108 organisasi. Sedangkan organisasi berdasarkan agama pada tahun 2009 berjumlah 202 organisasi, sedangkan jumlah LSM pada tahun 2009 ini sebanyak 193 LSM tersebar di seluruh Kota Semarang. 5.2. Keamanan dan Ketertiban Perkembangan otonomi daerah, pemekaran wilayah, makin kritisnya masyarakat terhadap aktivitas sistem politik dan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, berakibat kepada status keamanan di suatu wilayah. Permasalahan yang ditimbulkan dari mulai masalah Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 39 hukum, keamanan dan ketertiban juga mengalami perkembangan yang cukup pesat hal ini menuntut para pelaksana di bidang ini untuk lebih meningkatkan kualitas maupun kuatitasnya. Permasalahan hukum di Kota Semarang yang menyangkut pelanggaran hukum perkara biasa dan singkat mencapai 3.972 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 1.331 perkara. Sedangkan masalah perkara perdata gugatan mencapai 1.596 perkara dan perkara yang sudah diselesaikan/diputus sebanyak 296 perkara. Kemudian perkara pidana, sebanyak 1.683 pidana penjara dan 68.413 pidana denda dengan dari Poltabes jumlah denda mencapai Rp. 18.757.422.210,-. Sedangkan data Semarang mengenai banyaknya kejahatan/pelanggaran menurut jenis kejahatan/pasal terjadi peningkatan yang cukup besar. Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal Jenis Kejahatan/Pasal 2008* 2009 (1) (2) 1. Pasal 362 248 (3) 377 2. Pasal 363 870 1426 3. Pasal 365 30 50 4. Pasal 368 63 96 5. Pasal 372 376 600 6. Pasal 378 327 465 Sumber :Polwilltabes Semarang Catatan: *) Data Tahun 2007 Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 40 Dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, jumlah tindak kejahatan menurut jenis kasusnya di Kota Semarang pada tahun 2007 tercatat sebanyak 6.978 kejadian, menurun pada tahun 2008 sebanyak 4.449 kejadian, sedikit meningkat pada tahun 2009 sebanyak 4805 kejadian. Jumlah kasus unjuk rasa pada tahun 2008 sebanyak 198 kejadian, meningkat menjadi 230 kejadian pada tahun 2009. Sedangkan jumlah kasus pemogokan kerja sebanyak 4 kejadian pada 2008 dan 6 kejadian pada tahun 2009. 5.3. Bencana Alam Semarang kaline banjir, itulah bagian dari syair lagu yang sangat dikenal. Kendatipun hanya sebuah syair tetapi patut dicermati oleh masyarakat Kota Semarang. Banjir sebenarnya merupakan fenomena alam yang terjadi dimanamana. Banjir yang terjadi di Kota Semarang bisa diklasifikasikan menjadi tiga yaitu banjir kiriman, banjir lokal dan akibat pasang air laut atau dikenal dengan istilah ROB. Problem banjir dan rob sudah bertahun-tahun menjadi masalah yang menimpa masyarakat pantai di Kota Semarang. Bahkan saat ini luasan genangan terus bertambah masuk ke pusat kota yaitu mencapai areal disekitar Pasar Johar. Hal ini disebabkan adanya penurunan permukaan tanah pada wilayah Kota Semarang Bagian Bawah, khususnya di dekat pantai. Adanya pengambilan air melalui sumur artetis menambah percepatan penurunan tanah di daerah pantai, disamping adanya tanah aluvial yang mudah bergerak serta makin sedikitnya rawa dan tambak di laut Jawa sebagai tempat penampungan air pasang. Kasus insendental yang menonjol di Kota Semarang adalah musibah bencana alam banjir dan tanah longsor. Kasus bencana alam yang terjadi pada Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 41 tahun 2006 tercatat menimbulkan korban jiwa sebanyak 1 orang, dengan sebaran lokasi bencana terdiri dari 12 Kecamatan dengan kerugian materiil sebesar Rp. 5.142.000.000,-. Adapun bencana kebakaran pada tahun 2008 sebanyak 193 peristiwa dengan nilai kerugian Rp. 13.447.333.650,- menurun pada tahun 2009 menjadi 185 peristiwa dengan nilai kerugian sebesar Rp. 8.977.500.000,-. Secara umum kondisi politik dan kemanan di Kota Semarang boleh dibilang sangat kondusif. Penilaian ini tidaklah berlebihan mengingat sejak peristiwa reformasi tahun 1998, kemudian pemilihan umum 2004, pemilihan kepala daerah tahun 2005 tidak ada permasalahan keamanan besar yang cukup berarti terjadi di Kota Semarang. Dengan bukti empiris tersebut maka bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa ketahanan sosial masyarakat khususnya dibidang politik dan keamanan di Kota Semarang bisa dikatakan cukup kuat. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 42