22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pasar Pasar merupakan suatu lapangan atau pelataran yang sebagian beratap atau sebagian terbuka, seluruhnya terbuka atau tertutup yang sesuai berdasarkan peraturan dan ketentuan pemerintah setempat. Menurut Umar (2005), pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, atau saling bertemunya antara kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga. Secara fisik pasar merupakan pemusatan beberapa pedagang tetap yang selanjutnya para pedagang tersebut menempati bangunan-bangunan. Sedangkan secara fungsional, pasar adalah suatu tempat dimana terjadi proses tukar menukar dan proses itu berlangsung bila sejumlah penjual dan pembeli bertemu satu sama lainnya yang kemudian sepakat untuk memindah tangankan barang-barang yang diperjualbelikan kepada pembeli yang dinyatakan dengan bentuk transaksi. Secara ekonomi, pasar merupakan sebagai pusat sosial ekonomi suatu lingkungan, dimana penduduk dapat memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan barang-barang pokok sehari-hari atau kebutuhan jasa-jasa dalam bentuk eceran, sedangkan pengertian dari sudut pelayanannya pasar merupakan sarana umum yang ditempatkan oleh pemerintah sebagai tempat transaksi jual beli umum dimana pedagang secara teratur dan langsung memperdagangkan barang dan jasa dengan mengutamakan adanya barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah melembaga serta tempat bertemunya antara produsen (pedagang) dan konsumen (pembeli) untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk yang menurut kelas mutu pelayanan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, dan menurut pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/ grosir (Yogi, 2000). Jika dilihat dari jenis usahanya, maka pasar di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis usaha, yaitu minimarket, supermarket, hypermarket, toko dengan sistem pembayaran cash and carry, toko kecil dengan layanan penuh dan pasar 23 tradisional. Secara lengkap dan detil dapat dilihat pada Tabel 2 mengenai batasan fisik dan barang yang dijualnya. Table 2. Jenis Usaha Ritel di Indonesia Usaha Ritel Minimarket “Convenience Stores” Batasan Fisik - Supermarket - Hipermarket - Toko dengan sistem pembayaran cash and carry - Toko kecil dengan layanan penuh - Mempekerjakan 2–6 orang Luasnya kurang dari 350 m3 Luasnya 350–8000 m3 Memiliki lebih dari 3 mesin hitung Berdiri sendiri (tanpa bergabung dengan yang lain) Luasnya di atas 8.000 m3 Memiliki mesin hitung untuk setiap 1.000 m3 Mempekerjakan 350– 400 orang Luasnya lebih dari 500 m3 Perlu menjadi anggota untuk masuk Milik keluarga Luasnya kurang dari 200 m3 Independen Banyak pedagang Lapak kecil dengan ukuran 2–10 m3 Barang-barang yang Tersedia - Makanan kemasan - Barang-barang higienis pokok - Makanan - Barang-barang rumahtangga - Makanan - Barang rumahtangga - Elektronik - Busana/Pakaian - Alat olah raga - Makanan Barang rumahtangga Makanan tertentu Barang rumahtangga tertentu Pasar tradisional - Bahan-bahan segar - Barang-barang produksi rumahtangga - Barang-barang pokok rumahtangga Diadaptasi dari Collett & Wallace (2006), dalam Suryadarma, D et al, 2007 2.2 - Pasar Tradisional dan Modern Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi, atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha 24 berupa toko, kios atau los dan tenda, yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil dan menengah dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Sedangkan pasar modern adalah pasar yang umumnya dimiliki oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen dengan cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discount-discount menarik (Zumrotin, 2002). Pasar modern pada umumnya diisi oleh retailer (pengecer besar), baik perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun nasional. Mereka ini merupakan pesaing yang mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah modernisasi pasar dengan manajemen pengelolaan secara modern baik dari sistem pengelolaan maupun kelembagaannya perlu ditingkatkan untuk mengembangkan perekonomian pedagang kecil serta pemacu pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Yamato (2011) dalam blognya, kelebihan dan kelemahan pasar tradisional dan pasar modern adalah sebagai berikut: 1. Pasar tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Biasanya lokasi dari pasar tradisional ini strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, memiliki harga yang rendah, serta sistem tawar menawar yang menunjukkan sikap keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan tersendiri yang dimiliki pasar tradisional. Sisi kekeluargaan inilah yang menjadi salah satu pemandangan yang indah kala berada di pasar 2. Pasar tradisional memiliki kelemahan yang sangat urgen ialah pada kumuh dan kotornya lokasi pasar. Bukan hanya itu saja, banyaknya produk yang mayoritas diperjualbelikan oleh oknum pedagang yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan bahan kimia yang tak seharusnya dipakai, dan praktek seperti itu marak sekali terjadi di pasar tradisional. Bukan hanya itu saja, kurang menariknya kemasan produk di pasar tradisional juga yang membuat kurang dilirik konsumen, bahkan makin hari bukannya semakin bagus akan tetapi malah semakin memburuk kondisinya. Dan jelas hal seperti itu cukup membahayakan keberadaan pasar tradisional. 3. Kelebihan pasar modern dibanding pasar tradisional cukup jelas, mereka memiliki banyak keunggulan yakni; nyaman, bersih serta terjamin. Dan tiga hal 25 tersebut yang membuat para konsumen mau membeli ke pasar modern. Sejuk, bersih, nyaman mempunyai peranan penting bagi pasar modern, dan ketiga komponen tadi menjadi andalan dari pasar modern dan hal tersebut tidak dimiliki oleh pasar tradisional. 4. Secara sekilas, tidak terdapat kelemahan dari pasar modern ini. Mungkin kelemahannya terdapat pada praktik jual belinya dimana konsumen tidak bisa menawar harga barang yang hendak dibelinya. Secara keseluruhan kelebihan dan kekurangan dari kedua pasar ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Pasar Tradisional dan Pasar Modern Pasar Tradisional Kelebihan Pasar Modern lokasi yang strategis - nyaman area penjualan yang luas - bersih keragaman barang yang - terjamin lengkap - harga yang rendah - keakraban antara penjual dan pembeli dengan adanya sistem tawar menawar - mendongkrak perekonomian daerah untuk kalangan menengah ke bawah Kekurangan - kumuh - konsumen tidak bisa menawar - kotor harga - banyaknya produk yang diperjualbelikan oleh oknum pedagang yang tak bertanggung jawab menggunakan bahan kimia yang tak seharusnya dipakai - cara pengemasan di pasar tradisional yang kurang baik Sumber: http://fhryamato.blogspot.com/2011/03/kekurangan-dan-kelemahanpasar-modern.html 2.3 - Permasalahan Utama Pasar Pasar sebagai suatu infrastruktur publik yang disediakan oleh pemerintah tentunya memiliki berbagai permasalahan yang perlu diselesaikan oleh pengelola. Beberapa permasalahan utama pasar yang berasal dari Zumrotin, 2002: 26 1. Pengelolaan : Ketidakmampuan dalam mengelola pasar tradisional untuk menciptakan pasar yang bersih, aman, nyaman, serta tidak adanya upaya untuk melakukan pembinaan kepada para pedagang untuk berpraktek dagang yang sehat dan jujur akan menyebabkan konsumen enggan berbelanja dipasar tradisional. Selain itu pasar yang becek, berbau tidak sedap, tidak aman/ rawan keamanan, dan praktek dagang yang tidak sehat akan menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan konsumen sehingga mereka lebih baik meninggalkan pasar tradisional karena memiliki resiko tinggi 2. Tata Ruang dan Lokasi : Masalah timbul dari operasional tata ruang, lokasi dan masih tersdianya tempat usaha yang tidak produktif. 3. Pola Pembangunan dan Pendanaan : Selama ini pemerintah melakukan sistem pengadaan atau penyediaan pasar khususnya pasar tradisional sebagai salah satu infrastruktur, yaitu dengan melakukan pembangunan fisik pasar yang belum ada wujudnya, dimulai dengan penyediaan lahan sampai berdirinya bangunan pasar yang dioperasikan (Thamrin, 2000). Keterbatasan dan tantangan yang dihadapi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pengelola pasar tradisional (Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) saat ini adalah adanya kebijakan regulasi di bidang dunia usaha nasional yang mulai menitikberatkan pada usaha perekonomian rakyat. Situasi pasar yang lebih bebas dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas dan kuantitas menghasilkan produk yang lebih tinggi. Kurang dan terbatasnya modal yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasional dan pemeliharaan perusahaan, dan rendahnya hasil usaha, mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan pengembangan investasi, kurangnya profesionalisme, transparansi, dan pengawasan dalam manajemen pengelolaan perusahaan serta banyaknya BUMD yang mengalami kesulitan keuangan (Subowo, 2002). Pengembangan penyediaan prasarana yang efisien melalui keterlibatan pihak swasta tidak lain karena untuk memenuhi keinginan masyarakat, artinya tidak saja efisien dan ekonomis tetapi juga harus memiliki dimensi sosial. Keterlibatan swasta dalam sektor prasarana dikarenakan hal-hal sebagai berikut (Darrin dan Mervin, 2001) : 27 1. Keterbatasan pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, di satu sisi disebabkan oleh keterbatasan teknologi, daya dan dana. Sedangkan di pihak lain kebutuhan akan infrastruktur semakin mendesak. 2. Partisipasi pembangunan berdasarkan keinginan masyarakat (Community Driven Development) melalui pembagian resiko yang sebelumnya menjadi tanggungjawab pemerintah, didistribusikan kepada pihak swasta. 3. Motivasi profit dari pihak swasta akan mendorong organisasi yang dikelola menjadi lebih efisien, transparan dan kompetitif. 4. Capacity Building 5. Kebijakan pemerintah, diantaranya adalah terdapatnya peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai perusahaan daerah yang masih berlaku hingga saat ini adalah undang-undang No 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam rangka melakukan usaha Perusahaan Daerah mengenai “Bisnis Birokrasi” yaitu kebijakan pengembangan sangat ditentukan oleh pemerintah daerah sebagai pihak yang mewakili daerah sebagai pemilik Perusahan Daerah. Pada masa itu direksi dan mayoritas pegawai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari birokrasi pemerintahan daerah. Sehingga dalam prakteknya pengelolaan mirip dengan pengelolaan lembaga birokrasi. Akibatnya dalam banyak kasus, manajemen kurang memiliki independensi dan fleksibilitas inovasi usaha guna mencapai tujuan organisasinya (Subowo, 2002). Pengaturan misi Perusahaan Daerah secara luas yaitu memberi jasa, menyelenggarakan kepentingan umum, dan memupuk pendapatan tanpa melihat apakah usaha Perusahaan Daerah tersebut sesungguhnya merupakan bidang komersial atau bukan. Keberadaan Perusahaan Daerah berorientasi ganda yaitu public sevice oriented dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum dan profit oriented dalam rangka memupuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi jika dilihat secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, public mission dan profit hal tersebut merupakan dua sisi yang sangat sulit untuk disatukan. Menurut Davey adalah ‘Bagaimana Perusahaan daerah memaksimumkan keuntungan tanpa mengorbankan layanan terhadap masyarakat, terutama kelas bawah dan menengah’ (Davey, 1983). 28 2.4 Manajemen Pasar Manajemen berasal dari kata to manage yang mempunyai arti mengatur. Pada hakikatnya manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk dapat mengatur kegitan yang berlangsung maka harus terdapat unsur-unsur manajemen yang menunjang proses kegiatan tersebut yaitu : manusia, uang, metode, material, mesin dan pasar. Keenam unsur tersebut perlu diatur agar lebih berdaya guna, berhasil guna, terintegrasi dan terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang dinginkan (Hasibuan, 1996). Adapun pengertian umum manajemen adalah pendayagunaan sumberdaya manusia dengan cara yang paling baik agar dapat mencapai rencana-rencana dan sasaran perusahaan (Madura, 2001). Manajemen pasar merupakan proses pengaturan kegiatan perdagangan yang berlangsung dipasar dengan sumber daya meliputi pedagang, tempat usaha dan pengorganisasiannya. Serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam fungsifungsi manajemen pasar merupakan sebuah proses manajemen. Untuk melaksanakan manajemen tersebut maka diperlukan adanya manajer yang dalam pelaksanaan tugas kegiatan serta kepemimpinannya harus melakukan tahap-tahap seperti dibawah ini : 1. Perencanaan, adalah suatu proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih alternatif yang terbaik dan beberapa perencanaan yang ada. 2. Pengorganisasian, adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitasnya masing-masing, menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan wewenang secara relatif untuk kemudian didelegasikan kepada setiap individu yang melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. 3. Pengarahan, adalah mengarahkan semua bawahan agar mau bekerjasama secara aktif untuk mencapai tujuan. Tujuan dan pengarahan untuk membuat semua anggota kelompok mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. 4. Pengendalian, adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Tujuan 29 untuk mengukur dan memperbaiki kinerja bawahan, apakah sudah sesuai dengan rencana sebelumnya atau tidak. 2.5 Pedagang dan Struktur Kegiatannya Kegiatan perdagangan di pasar merupakan suatu kegiatan ekonomi pasar, seperti yang digambarkan oleh Geertz (1969), yaitu suatu perekonomian dimana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi-transaksi orang ke orang yang masing-masing tidak ada hubunganya yang mana jumlahnya sangat besar, sangat berbeda dengan ekonomi barat yang berpusatkan firma, dimana perdagangan dan industri dilakukan melalui serangkaian pranata sosial yang tidak bersifat pribadi, yang mengorganisasikan berbagai pekerjaan yang bertalian dengan tujuan-tujuan produksi dan distribusi tertentu, maka ekonomi jenis ini adalah berdasarkan pada kegiatan yang independen dan pedagang terpacu untuk bersaing secara sehat antara satu dengan lainnya (Nas, 1986). Pedagang yang menempati kios dianggap telah masuk kedalam sektor formal karena telah menjadi pedagang yang tetap di pasar. Pedagang tetap ini merupakan kelompok pedagang yang telah mapan di kota, yang berusaha mengorganisasikan kegiatan mereka dengan lebih sistematis dengan modal usaha yang besar seperti yang dahulu pernah dilakukan oleh orang tua mereka. Sedangkan pedagang yang tidak menempati kios menjadi sektor informal atau yang lebih dikenal dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pedagang pengecer, hanya menggunakan jalan masuk dan wilayah sekitar pasar sebagai tempat menggelar dagangannya. Jenis kegiatan usahanya cenderung berkelompok sesuai dengan ciri-ciri khas daerah atau suku bangsa mereka. Barang dagangan mereka peroleh dari juragan atau tokoh yang menjadi patron bagi pedagang kaki lima sekaligus menyewakan peralatan jualan yang berupa gerobak ataupun meja gelaran. Mengingat Pasar Tradisional memiliki peranan yang sangat strategis, selain akan menciptakan lapangan kerja juga akan menumbuhkan dunia usaha dan kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai keterkaitan dengan sektor industri dan jasa lainnya. Dalam kegiatan inilah membangun pasar tradisional menjadi perlu dilakukan. Pembinaan dan penataan 30 melalui uluran tangan pemerintah secara terus menerus perlu dilakukan. Dengan demikian, diharapkan karena peranannya maka pasar tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar, efektif, efisien dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional yang kokoh (Yogi, 2000). 2.6 Persepsi Pelanggan Persepsi merupakan suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan peraba). Namun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan adalah harga, citra, tahap pelayanan dan momen pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat kepentingan pelangggan, kepuasan pelanggan, dan nilai pelanggan (Rangkuti, 2003). 2.6.1 Tingkat Kepentingan Pelanggan Tingkat kepentingan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Menurut Lovelock dan Wraight (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan, yaitu : 1. Adequate service, adalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. 2. Desire service, adalah tingkat kualitas jasa yang diidam-idamkan yang diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan. Diantara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu rentang dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan. 2.6.2 Kepuasan Pelanggan 31 Kepuasan pelanggan merupakan persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya (Irawan, 2007). Pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi dan sebaliknya pelanggan akan puas apabila persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, kualitas pelayanan dan faktor-faktor yang bersifat situasional. Kepuasan didefinisikan juga sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan maka pelanggan tidak puas, jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan pelanggan sangat puas (Kotler, 2005). Sedangkan menurut Lovelock dan Wright (2005), kepuasan pelanggan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. 2.6.3 Nilai Pelanggan Tugas pertama bagi sebuah perusahaan adalah untuk menciptakan pelanggan. Nilai yang diterima pelanggan (Customer Delivered Value) adalah selisih antara total customer value atau jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost atau biaya total pelanggan. Total customer value adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk jasa tersebut (Druker dalam Kotler, 2005). Menurut Lovelock dan Wright (2005), dalam menciptakan nilai untuk pelanggan berkaitan dengan konsep 8 P, yaitu : 1. Place and Time (tempat dan waktu), keputusan manajemen tentang kapan, dimana, dan bagaimana menyampaikan jasa tersebut kepada pelanggan. 32 2. Process (proses), metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. 3. Productivity (produktivitas), seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. 4. Product (produk), semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. 5. People (orang), karyawan (kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat dalam proses produksi. 6. Promotion and Education (promosi dan edukasi), semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun prefensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu. 7. Phisical Evidence (bukti fisik), petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa. 8. Price and other cost service (harga dan biaya jasa lainnya), pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa. Nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat suatu produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan. 2.6.4 Survei Kepuasan Pelanggan Menurut Berry dalam Lovelock dan Wraight (2005) agar survei berkelanjutan seharusnya dilakukan dengan menggunakan portofolio teknik riset yang membentuk sistem informasi kualitas jasa (service quality information system) suatu perusahaan. Pendekatan yang memungkinkan dapat mencakup : 1. Survei transaksi (transactional survei), didesain untuk mengukur kepuasan dan persepsi pelanggan tentang pengalaman jasa pada saat masih segar dalam ingatan pelanggan tersebut. 2. Survei pasar menyeluruh (total market survei), mengukur penilaian total pelanggan terhadap kualitas jasa. 33 3. Belanja misterius, orang yang disewa perusahaan untuk bertindak sebagai pelanggan biasa. 4. Survei pelanggan yang baru, berkurang, dan sebelumnya, bertanya kepada pelanggan sebelumnya mengapa mereka berpindah dapat sangat membantu jika informasinya menenangkan hati untuk melihat bidang-bidang di mana kekurangan kualitas jasa suatu perusahaan. 5. Wawancara kelompok fokus (focus group interview), dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada sekelompok wakil pelanggan tentang masalah atau topik khusus. 6. Laporan lapangan karyawan, merupakan metode sistematis untuk mengetahui apa yang dipelajari karyawan dari interaksi mereka dengan pelanggan dan dari pengamatan langsung mereka terhadap perilaku pelanggan. Salah satu tujuan dari survei kepuasan pelanggan adalah untuk membuat produk atau jasa yang ditawarkan dapat memberikan keuntungan yang optimal kepada pelanggan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang mampu menciptakan nilai superior kepada pelanggan. 2.6.5 Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan Menurut Gerson (2004), terdapat lima manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan pelanggan, sebagai berikut : 1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. 2. Pengukuran bisa dijadikan dasar dalam menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan meningkat. 3. Pengukuran dapat memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberikan pelayanan. 34 4. Pengukuran memberitahukan anda apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. 5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Menurut Kotler dan Keller (2007) lima model mutu jasa menurut tingkat kepentingan : 1. Keandalan – Kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2. Daya tanggap – Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Jaminan – Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayan dan keyakinan. 4. Empati – Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 5. Benda berwujud – Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi. 2.7 Kajian Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain : Penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2005) dengan judul Analisis Kesiapan Kabupaten Dalam Menarik Investor, Studi Kasus Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dianggap penting oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi, menganalisis kesiapan pemerintah Kabupaten temanggung terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan investasi sebagaimana yang diharapkan oleh investor, menguji perbedaan persepsi antara aparat pemerintah daerah dengan para investor terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan investasi dan merumuskan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemda setempat agar mampu menarik investor. Penelitian ini menggunakan metode studi 35 kasus. Alat analisis yang digunakan adalah analisis rentang kriteria terhadap tingkat harapan dan tingkat kinerja, importance performance analisys (IPA), uji beda rata-rata t Test terhadap responden investor dengan pemda untuk melihat perbedaan persepsi diantara kedua responden. Relevansinya dengan penelitian ini adalah dalam penelitian ini juga menggunakan analisis IPA untuk menganalisis persepsi pelanggan pasar tradisional di Kota Bogor. Perbedaannya yaitu, objek penelitian yang berbeda dan pada penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2005) tidak melakukan analisis faktor internal dan eksternal dan hanya melakukan analisis persepsi terhadap investor. Oktaviani dan Suryana (2006) dalam penelitiannya menganalisis kepuasan pengunjung dan pengembangan fasilitas wisata agro. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis Importance Performance Analisys (IPA). Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa pihak manajemen kebun wisata agro Pasir Muku sebaiknya memperbaiki kinerja dari promosi, kemudahan mencapai lokasi, serta sarana peribadatan. Selain itu manajemen sebaiknya mempertahankan kinerja dari kegiatan edukatif yang merupakan keunggulan perusahaan dimata pengunjung dibandingkan dengan objek wisata lain yang sejenis. Relevansinya dengan penelitian ini adalah penggunaan metode Importance Performance Analisys (IPA). Zarkoni (2007) melakukan penelitian dengan tujuan menganalisis berbagai peluang, ancaman, kekuatan serta kelemahan, menganalisis tingkat persaingan, mengidentifikasi faktor strategis internal, mengidentifikasi faktor strategis eksternal dan merekomendasikan strategi bersaing bagi PT. Nalco Indonesia dalam industri pengolahan air di industri minyak kelapa sawit. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu tahapan input, tahap penyocokan, tahapan kompilasi kemudian tahapan keputusan. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kasus. Pendekatan survei dilakukan dengan menyebar kuisioner dan wawancara langsung kepada para ahli yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bisnis pengelolaan air di industri minyak kelapa sawit. Relevansi terhadap penelitian ini adalah data diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden, serta telaah pustaka. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap input, pencocokan, kompilasi kemudian 36 keputusan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Zarkoni (2007) tidak melakukan analisis persepsi dan hanya melakukan analisis strategi melalui faktor internal dan eksternal. Mattanette, 2008, mengadakan kajian analisis kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeurep I. Metode analisis yang digunakan dalam kajian tersebut menggunakan Importance and Performance Analysis, Customer Satisfaction Index, analisis Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation-EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Atribut yang digunakan sebanyak 17 buah atribut, hasil analisis Importance and Performance Analysis adalah: (1) Prioritas utama atribut kualitas jasa, yaitu kondisi bangunan/gedung pasar, kondisi kebersihan pasar, kondisi tempat usaha/berdagang, pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada, (2) Pertahankan prestasi atribut kualitas jasa, yaitu kondisi MCK di pasar, pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar, keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi, (3) Prioritas rendah atribut kualitas jasa, yaitu besarnya retribusi, petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang, pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur, pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dan (4) Berlebihan untuk atribut kualitas jasa, yaitu kebersihan kantor unit pasar, kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, besarnya sewa tempat usaha, kejujuran petugas penarik retribusi, pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang, sikap pegawai unit pasar. Sedangkan hasil Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa sebesar 56,023 persen, menunjukkan pedagang pasar Citeureup I ”Cukup Puas” dengan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor. Prioritas strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang terpilih adalah: (1) Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I; (2) Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I.; dan (3) Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I.