Di susun oleh Moh.delly varendra (09610227) IID Fakultas ekonomi Kata pengantar Dengan ini kami mencari tugas yang di beri judul dampak ekonomi terhadap ketahanan pangan masyarakat dengan ada nya yang saya bahas adalah tentang perdagangan yang di sekitar masyarakat sekitar dan bagai mana cara mengatasi perekonomian dan perdaganan di indonesia dan selain itu di jelaskan dampakdampak ekonomi terhadap ketauan pangan di masyarakat dan bila mana kita harus lbh memperhatikan nya itu untuk kita sendiri nanti Pada kondisi sebelum krisis, sebagian besar rumahtangga ( 100 % di kota dan 68 % di desa) dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Kasus tidak terpenuhi kebutuhan pangan sebelum krisis hanya terjadi di desa. Namun kategori “kebutuhan pangan” yang dimaksud lebih terfokus pada pemenuhan pangan pokok yaitu beras. Kecenderungan ini menunjukkan betapa kuatnya peran beras sebagai pangan pokok, sehingga menjadi indikator pemenuhan kebutuhan pangan. Sejak krisis ekonomi, jumlah rumahtangga yang terpenuhi kebutuhan pangannya menurun, dari 100 persen menjadi 91 persen di kota dan dari 68 persen menjadi 30 persen di desa. Analisis profil rumahtangga berpendapatan rendah ini menggunakan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Definisi rumahtangga berpendapatan rendah yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumahtangga atau penduduk yang tingkat pendapatannya (diproksi dengan pengeluaran) kurang dari atau lebih rendah dari batas garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan yang digunakan BPS tahun 1996 untuk daerah kota dan desa di Propinsi NTB masing-masing Rp 33918/kapita/bulan dan Rp 25586/kapita/bulan. Dengan menggunakan batas tersebut, proporsi penduduk atau rumahtangga berpendapatan rendah di daerah kota (15,5 %) relatif lebih besar dari pada di daerah pedesaan (13,3 %). Struktur Pendapatan Rumahtangga Salah satu tujuan pembangunan (ekonomi) nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, dimana tingkat pendapatan per kapita dapat dijadikan salah satu indikatornya. Pada tingkat mikro, pendapatan per kapita penduduk dapat diperoleh dari membagi total pendapatan rumahtangga (dari berbagai sumber) dengan jumlah anggota rumahtangga. Data yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ratarata tingkat pendapatan penduduk berpendapatan rendah di daerah kota lebih tinggi dari pada penduduk desa. Pada tahun 1996 rata-rata pendapatan penduduk berpendapatan rendah di kota sekitar Rp 28 ribu/kapita/bulan, sedangkan di desa hanya Rp 22 ribu/kapita/bulan Wilayah Uraian Tingkat pendapatan (Rp/kapita/bulan) Sumber pendapatan (%) Desa 28.286 21.869 1. Pertanian 30,1 66,8 2. Industri 16,8 13,4 3. Perdagangan 26,6 9,6 4. Jasa 25,7 6,4 0,8 3,8 100,0 100,0 5. Lainnya Total Sumber pendapatan rumahtangga dapat berasal dari sektor pertanian (dalam arti luas) dan non pertanian. Dalam Susenas 1996, pengelompokkan sumber pendapatan rumahtangga dibagi dalam 10 kelompok. Untuk penyederhaan dalam pembahasan ini sumber pendapatan rumahtangga dikelompokkan menjadi lima seperti pada Tabel 1. Untuk daerah pedesaan, sumber pendapatan terbesar bagi rumahtangga berpendapatan rendah berasal dari sektor pertanian yang berperan hampir 67 persen dari total pendapatan rumahtangga No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kelompok pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu Konsumsi lainnya Makanan dan 13 minuman jadi 14 Minuman beralkohol 15 Tembakau dan rokok Total 45,52 0,84 6,89 2,97 2,11 9,37 4,22 3,07 3,57 4,85 1,98 0,97 Desa 56,02 0,93 5,52 0,79 1,43 8,88 2,35 1,68 4,63 4,72 2,84 0,52 9,21 0,03 4,89 100 5,74 0,02 3,92 100 No Kelompok Pengeluaran 1 Perumahan dan fasilitas RT 61,55 56,22 2 23,32 20,38 3 Barang dan jasa Pakaian, alas kaki & tutup kepala 10,75 14,73 4 Barang-barang tahan lama 1,85 5,73 5 Pajak dan asuransi Keperluan pesta dan upacara 1,37 1,84 1,16 1,1 Total 100 100 6 Desa Analisis dampak krisis ekonomi terhadap ketahanan pangan dalam bahasan ini menggunakan data primer. Hasilnya adalah seperti diuraikan di bawah ini. Karakteristik Rumahtangga Rata-rata usia kepala keluarga baik di desa maupun di kota berusia di atas 40 tahun, sedangkan usia istri berkisar antara 32-38 tahun. Tingkat pendidikan suami dan istri relatif rendah, berkisar antar 2,2 – 3,6 tahun dan pada umumnya tingkat pendidikan di kota lebih tinggi dibandingkan di desa. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan suami/istri untuk mengerti pentingnya makanan bergizi untuk anggota keluarganya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan mengadopsi informasi menjadi tidak maksimal. Sehingga di lokasi penelitian banyak ditemukan kasus gizi buruk dan banyak terjadi pola makanan tradisional yang kurang mengutamakan aspek gizi. Ketahanan Pangan Rumahtangga Di lokasi penelitian, pada umumnya masyarakat baik di desa maupun di kota tidak menyimpan bahan pangan pokok (80 %). Mereka cenderung membeli pangan pokok (beras) setiap mempunyai uang dan bersifat harian. Kecenderungan ini juga terjadi di pedesaan, yang sebagian besar kepala keluarga bekerja di sektor pertanian. Fenomena ini menunjukkan bahwa rumahtanga berpendapatan rendah sangat rentan terhadap perubahan harga pangan. Apabila mereka menyimpan bahan pangan maka komoditi yang disimpan terbatas pada padi yang diperoleh dari hasil panen atau upah buruh panen dalam bentuk beras maupun gabah dan disimpan di dalam rumah dengan menggunakan karung atau gentong. Masih banyaknya petani yang tidak menyimpan bahan pangan bukan semata-mata karena panen yang kurang berhasil, tetapi lebih karena keinginan mendapatkan uang tunai segera setelah panen untuk berbagai keperluan mendesak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kelompok pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi Minuman beralkohol Tembakau dan rokok Total Desa 48,4 0 10,3 4,5 1,3 9,2 6,6 3 4 5,3 3,4 1,6 0,1 0 2,4 100 52,5 1 7,4 1,3 0,8 11,3 1,9 2,4 3,8 4,8 4,3 1 0,6 0 7,1 100