BERITA KERUSUHAN SUPORTER DI

advertisement
BERITA KERUSUHAN SUPORTER DI SURAKARTA
(Analisis Framing Media terhadap Penyajian Berita Kerusuhan Suporter di
Surat Kabar Joglosemar edisi Juni – September 2013)
Erfan Martha Nugraha
Mursito BM
Aryanto Budhy S.
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Case The study was based on the interest of researchers about the news of this
incident supporter unrest attract many sides. Researchers are trying to capture how
the framing created by the daily newspaper Joglosemar to see fans riot Persis Solo
and PSS Sleman. Newspapers Joglosemar grow and develop in Solo and Yogyakarta
where the fans are coming from. This study is a qualitative study using analytical
approach to framing. The object of this study is the news about riots fans in general
daily Joglosemar edition from June to September 2013. The analysis used in the study
Zhongdang framing Pan and Gerald M. Kosicki methods, analyzing the text message
to see the four elements: syntax, script, thematic, and rhetorical. This model is used
by researchers because it is important to give an opportunity to specifically look at a
frame constructed by the media in capturing a scene.
The conclusion of this analysis is provided by the news lifted by Joglosemar
and highlighted the fact that there are facts omitted, the news from the Newspaper
Joglosemar impressed cornering for one group of supporters, both from fans and
supporters Persis Solo PSS Sleman. Labelling on one group of supporters for the lay
community can lead the wrong opinion on one group of supporters. In the
manufacture of a news riot supporters, do not use the scheme Joglosemar good news,
that there are some irrelevant news between the headline and lead story. Some news
in Newspapers Joglosemar completeness news are not used, that is why the element
in an event.
Keywords: Framing Media, Daily Newspaper, riots Supporters
1
Pendahuluan
Media cetak memberitakan hal-hal yang menarik perhatian masyarakat, salah
satunya berita kerusuhan. Karena peristiwa kerusuhan merupakan salah satu hal yang
menyangkut kepentingan publik, sehingga menimbulkan keingintahuan dari publik
yang cukup besar. Nyaris tak ada peristiwa penting mengenai kerusuhan yang luput
dari perhatian media cetak. Media selalu hadir dalam peristiwa penting tersebut,
mengamati, mencatat dan merekam, dan kemudian melaporkannya pada masyarakat
dengan frame atau sudut pandang tertentu.
Kericuhan sepak bola yang melebar menjadi isu primordialisme itu
merupakan bahaya laten yang sangat meresahkan. Sebagai contoh, masyarakat
Soloraya yang akan pergi ke jogja menggunakan kendaraan pribadi dibuat waswas
dengan ancaman sweeping oleh warga Jogja, demikian juga sebaliknya. Hal ini pula
yang terjadi di Bandung-Jakarta dan Malang-Surabaya.
Ini merupakan pekerjaan rumah besar yang harus segera disikapi bersama.
Tidak hanya oleh PSSI, tetapi juga melibatkan klub dan pemerintah. Indonesia
sebetulnya patut berbangga karena fanatisme supporter sudah diakui di tingkat dunia.
Namun potensi luar biasa itu tercoreng dengan berbagai kasus kerusuhan di berbagai
daerah di Indonesia. Sebenarnya kita bisa belajar banyak dari Negara Inggris yang
dikenal mempunyai supporter garis keras nan brutal, hooligans. Kebrutalan itu bisa
dijinakkan dan dunia sekarang bisa melihat hasilnya. Hanya di Inggris jarak supporter
dan lapangan begitu dekat, bahkan tanpa sekat. Hebatnya, tidak ada kerusuhan disana,
bahkan dalam kondisi emosional sekalipun para supporter melakukan standing
ovation memberikan penghormatan kepada pemain yang telah berjuang di lapangan.
Di Inggris atau kebanyakan Negara di Eropa, supporter sudah mendapatkan
pemahaman bahwa eksistensi mereka terikat oleh klub. Jadi, jika mereka berbuat
negatif, sanksi tidak hanya diberikan kepada mereka tetapi juga berlaku bagi klub
yang bersangkutan. Mereka bisa dilarang ke stadion hingga batas waktu tertentu,
sedangkan klub bisa dikenai denda dan pengurangan poin. Revolusi itu kini
menjadikan sepak bola di Inggris benar-benar menjadi industri. Kondisi di Inggris itu
2
sangat mungkin segera diterapkan di Indonesia jika payung hukum yang khusus
mengatur soal suporter segera direalisasikan oleh pemerintah dan PSSI. Tidak bisa
dipungkiri, sepak bola merupakan olahraga nomor wahid dan paling merakyat di
Indonesia. Apalagi selama ini berbagai formula mulai mempertemukan pentolan
organisasi suporter hingga pemberian sanksi untuk membina suporter tidak
membuahkan hasil. Justru permusuhan itu kian terasa dan menggerogoti akal sehat
suporter Indonesia.
Menurut peneliti, berita mengenai kerusuhan suporter memiliki nilai berita
yang tinggi. Hal ini terlihat dari berbagai topik mengenai kerusuhan supporter selalu
mewarnai berbagai pemberitaan media massa pada rentan waktu bulan JuniSeptember, dan salah satunya adalah pemberitaan di media cetak. Hal itulah yang
mendorong peneliti untuk melihat sejauh mana media cetak yaitu harian Joglosemar
mengemas realitas tentang kerusuhan supporter.
Masing-masing media memiliki pandangan dan sikap atau idealisme tertentu.
Hal ini tergantung dari sudut pandang wartawan dalam melihat dan memaknai fakta
yang ditemui di lapangan. Bisa jadi fakta tertentu dilihat sebagai hal yang menarik
menurut media A tetapi belum tentu menarik menurut media B. Mungkin saja ada
fakta-fakta yang ditonjolkan, atau mungkin dihilangkan.
Framing berita mencirikan cara kerja jurnalis dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi sebuah peristiwa sebelum disajikan secara tepat kepada pembaca.
Kegiatan Framing merupakan kegiatan menyeleksi beberapa aspek dari realita dan
membuatnya menonjol atau dianggap penting dalam sebuah berita teks. Oleh karena
itu, frame sering diidentifikasi sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan
konstruksi makna spesifik tentang objek wacana. Selain itu berperan dalam
penyelesaian dari sebuah masalah, interpretasi dari sebab akibat, evaluasi moral dan
rekomendasi metode–metode selanjutnya. Seorang wartawan bertugas tidak hanya
sekedar mengumpulkan informasi dan merangkainya menjadi sebuah berita, tetapi
juga mengarahkan pembacanya untuk melihat dari sudut pandang tertentu.
Sebuah realitas, seperti berita kerusuhan supporter pada akhirnya akan
dikonstruksi kembali oleh media masa terutama Joglosemar menjadi berita atau
3
realitas media. Realitas media dibangun dan dikonstruksi berdasarkan syarat-syarat
dan aturan-aturan tertentu, atau dengan kata lain disebut pembatasan, seperti news
value, memiliki format straight news dengan model penulisan piramida terbalik, etika
jurnalistik dan juga undang-undang. Fakta-fakta yang didapat diseleksi dan disusun
kembali dengan mempertimbangkan aspek tertentu untuk kemudian disampaikan
kepada audiens. Wartawan kedua media tersebut secara sadar melakukan proses
pengabaian dan penonjolan dari konstruksi teks beritanya, proses tersebut mengarah
dalam konsep yang di sebut framing atau pembingkaian.
Proses konstruksi yang dilakukan oleh media mengenai sebuah realitas dapat
dipahami bahwa berita bukanlah sebuah cerminan dari realitas. Berita merupakan
hasil akhir dari sebuah proses konstruksi yang berisi informasi yang diyakini oleh
media kebenarannya, baru setalah itu media menyusunnya dengan menonjolkan
bagian yang dianggap penting tanpa menghilangkan fakta-fakta yang ada untuk
disampaikan kepada khalayak. Sehingga pengaruh framing yang dilakukan oleh
media berujung pada penerimaan pesan oleh khalayak. Apa yang ingin media
tanamkan kepada khalayak bisa diterima melalui fakta-fakta yang telah disusun
sedemikian rupa. Sehingga ketika khalayak membaca berita yang disajikan tadi,
memiliki opini yang terbentuk sesuai bingkai yang telah dibuat oleh media tersebut.
Penelitian ini akan meneliti berita-berita yang berisikan mengenai kerusuhan
supporter. Dengan menggunakan analisis framing maka akan diketahui bagaimana
media tersebut mengemas dan membingkai berita kerusuhan supporter. Peneliti
memilih waktu empat bulan (Juni-September 2013) dikarenakan media Joslosemar
mulai menampilkan pemberitaan mengenai kerusuhan supporter.
Rumusan Masalah
Bagaimana framing penyajian berita mengenai kerusuhan supporter pada
harian Joglosemar edisi Juni – September 2013?
4
Tujuan
Untuk mengetahui framing penyajian berita mengenai kerusuhan supporter
pada harian Joglosemar edisi Juni – September 2013.
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin, yakni communico yang artinya
membagi dan communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang
atau lebih.1
Menurut
Trenholm
dan
Arthur
Jensen
dalam
Marhaeni
Fajar
mendefinisikan komunikasi yaitu:
“A process by which a source transmits a message to a receiver
through some chanel” (Komunikasi adalah suatu proses dimana sumber
mentransmisikan pesan kepada penerima melalui berbagai saluran)2
Sedangkan menurut Menurut Raymond S. Ross dalam Jalaluddin
Rakhmat, mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:
“a transactional process involving cognitive sorting, selecting and
sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own
experiences a meaning or responses similar to that intended by the
source”. (proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan
bersama lambang secara kognitif sedemikian rupa sehingga membantu
orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau
respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber)3
Secara sederhana, Harold D. Lasswell seperti yang dikutip oleh Sedjaja
menggambarkan komunikasi secara mudah dengan menjawab pertanyaan berikut
1
Hafied Cangara.2009.Komunikasi Politik.Rajawali Pers:Jakarta.Hal.18
Fajar Marhaeni, Ilmu Komunikasi Teori&Praktik, Graha Ilmu. 2009. Hal 31
3
Rakhmat Jalaluddin,Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2009, hal 3.
2
5
Who Says What in what chanel to whom with what effect?(Siapa mengatakan apa
dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?)4.
2. Pesan
Komunikasi massa dilakukan dan diselenggerakan oleh sebuah organisasi
sebagai institusi yang disebut media massa. Sebagai penyelenggara, media
memproses, memformat, dan memproduksi sekaligus mentransmisikan pesanpesan yang ditujukan kepada massa atau khalayak luas. “Komunikasi massa
adalah suatu proses dengan nama organisasi-organisasi media memproduksi dan
mentransmisikan pesan-pesan kepada publik yang benar, dan mentransmisikan
pesan-pesan kepada publik yang besar, dan proses dimana pesan-pesan itu dicari,
digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audiens5.”
Organisasi-organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang
akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu
informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam.
Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di
masyarakat. Dalam komunikasi massa, media massa menjadi otoritas tunggal
yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.
“Dalam praktiknya memproduksi pesan adalah memproses
fenomena-fenomena yang ada di masyarakat menjadi pesan, Fenomenafenomena di masyarakat itu bias berupa kejadian, peristiwa, opini, bisa
pula berupa situasi, kondisi, atau kecenderungan. Sedangkan pesan
merupakan format informasi, yang di media cetak bisa berupa berita,
feature, atau artikel. Di media televise, format informasi ini lebih banyak
dan beragam. Disamping berita dan format-format lain di media cetak, ada
documenter, film, sinetron, dan lain-lainnya. Kita konsepsikan saja, faktafakta di masyarakat kita sebut realitas empirik, sedangkan pesan yang
diformat di media kita sebut realitas media6”.
3. Berita
4
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Grasindo, 2004. Hal. 6-7
Littlejohn W., Theories of Human Communication. 1999. Hal 327.
6
Mursito BM, Jurnalisme Komprehensif, Literate. 2013. Hal. 17-18
5
6
Komunikasi memiliki beberapa bentuk, namun dalam penelitian ini hanya
di fokuskan pada komunikasi massa saja. Komunikasi massa secara singkat dapat
dikatakan sebagai komunikasi melalui media massa. Media massa yang dimaksud
adalah TV, koran atau radio. Bahkan saat ini dikenal juga new media yang disebut
internet.
Dalam pengertian awam, komunikasi massa sering dipahami sebagai
“komunikasi berhadapan dengan massa,” atau “berpidato dihadapan orang
banyak.” Contohnya seorang calon legislative berpidato di hadapan massa
pendukungnya di sebuah lapangan terbuka. Secara konseptual pemahaman ini
kurang tepat. Dalam bahasa Inggris, untuk menyebut “komunikasi berhadapan
dengan massa atau publik” ini, digunakan istilah public speaking atau komunikasi
publik7.
Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa menurut Onong Uchjana Effendy
yaitu8:
a. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Komunikasi massa berlangsung satu arah dan tidak ada arus balik atau
feedback dari komunikan ke komunikator.
b. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga,
yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya
melembaga.
c. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum karena
ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum.
d. Media massa menimbulkan keserempakan
Mempunyai kemampuan untuk menimbulkan keserempakan pada
pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan.
e. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen
7
8
Mursito BM, Jurnalisme Komprehensif, Literate. 2013. Hal. 15-16
Fajar Marhaeni, Op.Cit., Hal.226-230
7
Komunikan yang terlibat dalam komunikasi masa sebagai sasaran yang
dituju komunikator bersifat heterogen.
4. Kerusuhan Massa
Kemunculan teori ini sebenarnya untuk melengkapi Teori Deprivasi
Relatif yang tidak menyinggung tahapan-tahapan yang menyertai munculnya
kekerasan atau konflik. Ahli yang mengemukakan teori ini adalah N.J. Smelser
yang menjelaskan tahap-tahap terjadinya kekerasan massa. Menurutya, ada lima
tahapan yang menyertai munculnya kekerasan ini, yaitu sebagai berikut :
a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akibat
struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya saluran yang jelas dalam
masyarakat, tidak adanya media untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan
komunikasi antarmereka.
b. Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota
masyarakat merasa bahwa banyak nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar.
c. Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran
tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu
peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan.
d. Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan
mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap
akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran
aksi ini bisa ditujukan kepada pihak yang memicu kerusuhan atau di sisi lain
dapat dilampiaskan pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak
lawan tersebut.
e. Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk
mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan. Semakin kuat kontrol
sosial, semakin kecil kemungkinan untuk terjadi kerusuhan.
5. Konstruksi Media
Setiap media memiliki nilai – nilai serta sudut pandang masing- masing
sehingga peristiwa yang sama terkadang di bingkai sedemikian rupa sehingga
dalam penyajiannya berbeda dengan media lain. Audience “membaca peristiwa”
8
yang fakta-faktanya telah diseleksi, di format, diberi struktur, dan menurut
perspektif media. Seperti apa cerita suatu peristiwa bergantung pada bagaimana
media mengkonstruksinya9. Audience Istilah konstruksi atas realitas sosial
pertama kali diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckman. Ia
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya dimana individu
menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subyektif10.
Bagi Berger dan Luckmann, realitas tidak terbentuk dengan sendirinya
secara ilmiah, namun dibentuk dan dikonstruksi. Realitas berwajah ganda/plural,
setiap orang dapat memiliki konstruksi yang berbeda-beda terhadap sebuah
realitas, selain itu realitas juga bersifat dinamis dan dialektis. Realitas tidak statis
maupun tunggal karena ada relativitas sosial dari apa yang disebut pengetahuan
dan kenyataan. Teori dan pendekatan konstruksi realitas Peter L. Berger dan
Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa
menjadi sangat subtansi dalam proses eksternalisasi, subyektivitasi dan
internalisasi. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis. Pada dasarnya, pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas. Isi media
adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan realitas yang dipilihnya.
6. Analisis Framing
Analisis framing merupakan perkembangan terbaru yang lahir dari
elaborasi terhadap pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menghasilkan
suatu metode yang up to date untuk memahami fenomena-fenomena media
mutakhir. Ide tentang framing pertama kali diperkenalkan oleh Beterson tahun
1955.
9
Mursito BM, Realitas Media, Smart Media, Solo, 2012. Hal. 1
M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L.Berger&Thomas Luckmann,
Kencana, Jakarta, 2008. Hal.13
10
9
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam
kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi.11 Sehingga
dalam hal pemberitaan media, apa yang disampaikan dalam berita bukanlah
cerminan dari realitas, tetapi konstruksi dari realitas. Berita yang di sampaikan
kepada masyarakat adalah realitas yang dikonstruksi oleh wartawan. Teks berita
tak bisa dilepaskan dari proses pengolahan realitas. Bagi Peter L. Berger, realitas
tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan.
Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini,
realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbedabeda atas suatu realitas.12
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau
cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis
berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana di tonjolkan dan dihilangkan.13 Tetapi framing bukan hanya
berkaitan dengan skema individu (wartawan), melainkan juga berhubungan
dengan proses produksi berita, kerangka kerja dan rutinitas organisasi media.14
Media framing pada dasarnya adalah framing berita yang mencerminkan
produk media sekaligus produk dari wartawannya ketika harus mengeidentifikasi
dan mengklasifikasi serta kemudian menyampaikan informasi dan opini kepada
khalayak. Dengan kata lain, media framing pada hakikatnyamerupakan konstruksi
atau pendefinisian oleh media mengenai realitas atau peristiwa-peristiwa yang ada
atau terjadi dalam masyarakat.15
Media framing dapat mempengaruhi secara sistematik bagaimana
khalayak memahami peristiwa-peristiwa, atau lebih luasnya adalah realitas.16
Bagaimana media mengkonstruksi realitas dapat diketahui dengan menggunakan
11
Eriyanto,Analisis Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal. 37
Ibid,hal. 15
13
Ibid, hal. 162
14
Ibid, hal. 99
15
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS, Yogyakarta, 2008, hal 188
16
Ibid, hal. 188
12
10
analisis framing. Secara sederhana analisis framing dapat digambarkan sebagai
analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau
apa saja) dibingkai oleh media.17
Metodologi
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan analisis framing karena bertujuan untuk menggambarkan suatu
gejala yang diteliti dengan melihat bagaimana media memberitakan sebuah berita,
yang dalam hal ini adalah mengenai kerusuhan suporter, dengan menggunakan
analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Penelitian deskriptif
dalam menafsirkan data tidak bermaksud untuk menguji suatu teori, tetapi
mendapatkan gambaran yang cukup komprehensif tentang suatu fenomena. Data
yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti
lebih daripada sekedar angka atau frekuensi.18 Jenis berita yang diambil dalam
penelitian ini adalah straight news yaitu berita yang aktual mengenai peristiwa yang
sedang terjadi.
Sajian dan Analisis Data
1. Penyajian Data
Penyajian data dan analisis data dalam penelitian ini, diawali dengan
analisis teks terhadap berita-berita yang berkaitan dengan kerusuhan suporter
pada surat kabar harian Joglosemar. Berita yang dianalisis adalah berita yang
muncul pada periode Juni - September 2013, yang sesuai dengan tema yang
diangkat oleh peneliti.
17
18
Eriyanto, Op.Cit., hal 3
Pawito, Op.Cit., hal. 35.
11
Tabel II
Daftar Berita Joglosemar Yang di Teliti
No
Judul Berita
1
Pendukung PSS Sleman Lempari Persis
Tanggal Terbit
(2013)
Senin, 10 Juni
2
Persis Siap Adukan Panpel PSS Sleman
Selasa, 11 Juni
3
Ricuh Suporter 8 Luka
Kamis, 5 September
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis framing. Ada
berbagai model framing yang digunakan untuk melihat upaya media dalam
mengemas berita. Setelah dilakukan penelitian, analisis data model yang
paling mendekati adalah model yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan
Gerald M. Kosicki (1993). Pan dan Kosicki sendiri mendefinisikan framing
sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi
lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.
Framing oleh Pan dan Kosicki merupakan hasil integrasi secara
bersama-sama konsepsi psikologis yang melihat frame semata sebagai
persoalan internal dengan konsep sosiologis yang lebih tertarik melihat frame
dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Dalam media
framing dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi
membuat kode, menafsirkan dan menyimpannnya untuk dikomunikasikan
dengan khalayak, yang semuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas dan
praktek kerja profesional wartawan. Framing lalu dimaknai sebagai suat
stratgi atau cara wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa
yang disajikan kepada khalayak.
Pan dan Kosicki mengoperasionalkan empat dimensi struktural teks
berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Model
ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai
12
pusat dari organisasi ide frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan
elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar
informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu kedalam teks secara
keseluruhan). Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dalam tanda yang dimunculkan dalam
teks.
Secara singkat empat dimensi sebagai perangkat framing yang di
kembangkan oleh Pan dan Kosicki adalah sebagai berikut:
1. Strukktur Sintaksis
Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata atau frase
dalam kalimat. Kaitannya dengan bagaimana wartawan menyusun
peristiwa. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang
bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak dibawa kemana
berita tersebut akan dibawa. Aspek-aspek yang diteliti dalam elemen
sintaksis diantaranya adalah headline, lead, latar informasi,sumber, dan
penutup
2. Struktur Skrip
Berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau
menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Struktur ini melihat
bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan
dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk berita.
Struktur skrip pada umumnya terdiri dari Siapa (Who), Apa (What),
Kapan (When), Mengapa (Why), dan Bagaimana (How). Namun terkadang
dalam penyajian wacana berita, beberapa unsur terlihat lebih menonjol.
Penonjolan unsur-unsur tertentu dari kelengkapan berita inilah yang akan
memberi makna lain pada suatu berita. Skrip adalah satu strategi wartawan
dalam mengkonstruksi berita. bagaimana suatu peristiwa dengan urutan
tertentu dipahami dengan cara tertentu dengan menyususn bagian-bagian
dengan urutan tertentu.
13
3. Struktur Tematik
Dalam jurnal internasionalnya yang berjudul Framing Analysis: An
Approach to News Disourse Pan dan Kosicki mengatakan:
We may consider a thematic structure as consisting of a summary
and a main body. The summary is usually represented by the headline,
lead, or conclusion. The main body is where evidence supporting a
hypothesis is introduced that contains episodes,background information,
and quotes .(Kami mungkin mempertimbangkan tematik struktur yang
terdiri dari ringkasan dan tubuh utama. Ringkasan biasanya diwakili oleh
judul, lead, atau kesimpulan. Tubuh utama adalah di mana bukti yang
mendukung hipotesis diperkenalkan yang berisi episode, latar belakang
informasi, dan kutipan)
Maka dari itu tema suatu berita dapat dilihat dari bagian penting
yaitu headline, lead dan penutup. Selain itu juga berhubungan dengan
bagaimana wartawan menuliskan pandangannya atas peristiwa kedalam
proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks
secara keseluruhan . Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu
diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.
Ada beberapa perangkat tematik yang dapat diamati salah satunya
adalah koherensi, yaitu menyangkut pertalian atau jalinan antar kata,
proposi, atau kalimat. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta
berbeda dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Fakta yang tidak
berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seorang
wartawan menghubungkannya.
Ada beberapa macam koherensi, Pertama, koherensi sebab akibat,
yang memandang proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab
dari proposisi lain.
Kedua, Koherensi yang memandang kalimat satu
dilihat sebagai penjelas kalimat lain. Ketiga, Koherensi pembeda yaitu
proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi
atau kalimat lain.
14
4. Struktur Retoris
Berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu
ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai
pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya
mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti teretentu kepada
pembaca.
Dari analisis berita yang dilakukan Solopos dan Joglosemar sering
menempatkan pemberitaan mengenai keikutsertaan Jokowi dalam Pilkada
DKI Jakarta pada halaman depan, yang menandakan bahwa peristiwa
tersebut mempunyai news value yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan
adanya unsur kedekatan antara kedua media dan juga Jokowi yang
notabene berasal dari kota Solo dimana kedua media tersebut tumbuh dan
berkembang.
Kesimpulan
Harian Umum Joglosemar media cetak yang tumbuh dan berkembang di
kota Solo. Dalam peristiwa kerusuhan suporter, media tersebut cukup banyak
memberitakan mengenai kerusuhan suporter. Dari sekitar 14 berita yang ada,
hanya diambil 3 berita yang sesuai dengan tema yang diambil.
Dalam proses framing media tersebut memiliki cara penyampaian dan
gaya bahasa untuk dituangkan dalam sebuah berita, yang nantinya akan disajikan
pada khalayak. Ada fakta yang dihilangkan, maupun ditonjolkan, hal tersebut
merupakan salah satu proses konstruksi. Dari hasil penelitian yang dilakukan
dengan metode Pan dan Kosicki untuk melihat frame harian umum Joglosemar
dalam kerusuhan suporter didapatkan kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Hasil Framing Analisis Teks.
a. Pada berita “Ricuh Suporter, Delapan Luka” yang terbit kamis, 5
September 2013, Joglosemar menyebutkan suporter dari Persis Solo hanya
15
satu yaitu Pasoepati, sedangkan fakta yang ada suporter Persis Solo telah
terpecah menjadi dua, yaitu Pasoepati dan Casual.
b. Pada berita “Persis Siap Adukan Panpel PSS Sleman” yang terbit selasa, 11
Juni 2013, terdapat berita follow up dari berita sebelumnya “Pendukung
PSS Sleman Lempari Persis” yang tetap menyebut pelaku kerusuhan
adalah dari pihak suporter PSS Sleman yaitu BCS (Brigata Curva SUD).
c. Pada berita “Pendukung PSS Sleman Lempari Persis” yang terbit senin, 10
Juni 2013, Joglosemar menggunakan judul berita tentang peristiwa yang
terjadi di dalam stadion, tetapi pada lead berita justru membahas kejadian
amukan Pasoepati di perbatasan Sleman-Klaten yang dikarenakan tidak
diperbolehkannya Pasoepati masuk ke area Sleman.
d. Pada berita “Persis Siap Adukan Panpel PSS Sleman” yang terbit selasa, 11
Juni 2013, terdapat isi berita yang tidak menyangkut judul berita. Pada
akhir berita terdapat informasi tentang kesiapan tim Persis Solo pada
putaran kedua, hal tersebut tidak relevan dengan tema berita.
2.
Hasil Wawancara mengapa framing Joglosemar seperti yang terdapat di
Analisis Teks.
a. Joglosemar menghilangkan fakta dan menonjolkan fakta.
b. Skema Berita di Surat Kabar Joglosemar belum memenuhi unsur
pembuatan berita.
Saran
1. Hasil penelitian memperlihatkan Joglosemar dalam pemberitaan kerusuhan
suporter telah menonjolkan dan menghilangkan fakta. Joglosemar seharusnya
menyadari fungsinya yang berperan sebagai sumber informasi bagi
masyarakat, hendaknya menyampaikan informasi secara netral dan juga
berimbang, serta menuliskan fakta-fakta yang ada tanpa memihak pihak
tertentu. Sehingga apa yang diterima masyarakat merupakan informasi yang
dapat dipercaya kebenaranya.
16
2. Hasil penelitian memperlihatkan Joglosemar dalam pemberitaan kerusuhan
suporter skema berita yang digunakan belum memenuhi unsur pembuatan
berita. Dalam membuat skema berita hendaknya juga memperhatikan tentang
koherensi antara judul yang dimuat dan isi berita yang disajikan, sehingga
masyarakat tidak rancu dalam menerima informasi yang diberikan.
Daftar Pustaka
Bungin, M. Burhan. (2008). Kostruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh
Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik
Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. Jakarta : Kencana.
Cangara, Hafied. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta : Rajawali Pers.
Eriyanto. (2002). Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media.
Yogyakarta : LkiS.
Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori & Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. (2009). Jurnalistik Teori dan
Praktik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mursito BM. (2013). Jurnalisme Komprehensif. Solo : Literate.
__________. (2012). Realitas Media. Solo : Smart Media.
Pawito. (2009). Komunikasi Politik Media Massa dan Kampanye Pemilihan.
Yogyakarta : Jalasutra.
_____. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LkiS.
Rakhmat, Jalaluddin. (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.
Sutopo, HB. (2002). Metode Penelititan Kualitatif. UNS Press.
Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Grasindo.
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Framing Analysis : An Approach to News
Discourse. Political Communication, Volume 10.
17
Download