Media dan Pilkada Oleh : Muh. Bahruddin Sekalipun banyak kalangan meragukan peran media sebagai alat kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, thesis Zongdan Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) yang berjudul “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” sedikit banyak bisa menjawab keraguan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa cawali-cawawali maupun cabup-cawabup yang menjadi bagian dari media atau paling tidak mempunyai keterikatan khusus dengan media. Peristiwa ini menarik untuk dicermati, mengingat secara tidak langsung pemberitaan media akan berkaitan dengan perolehan suara yang didapat oleh para kandidat. Dalam thesisnya, Pan dan Kosicki melihat kondisi sosial politik di Amerika yang memungkinkan campur tangan media dalam bilik suara. Melalui pemberitaan media, menurut mereka, para kandidat tidak perlu mengeluarkan dana cukup besar untuk mengkampanyekan atau mengiklankan dirinya. Cukup dengan strategi pemberitaan atau yang dikenal dengan analysis framing, para kandidat akan memperoleh keuntungan besar berkaitan dengan perolehan suara mereka. Bagi Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi khusus yang mempengaruhi seorang wartawan dalam menulis peristiwa. Pertama, konsepsi psikologis, yakni menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Konsepsi ini berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah informasi dalam suatu konteks yang unik atau khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dan kognisi seseorang. Kedua, konsepsi sosiologis, yakni menekankan pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame (bingkai) berita dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan kedua konsepsi tersebut. Framing dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan untuk dikomunikasikan dengan khalayak – yang kesemuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktek kerja profesional wartawan. Dalam hal ini menurut Pan dan Kosicki, framing dimaknai sebagai suatu strategi atau cara wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak. Maka tidak bisa dimungkiri apabila ada kandidat yang berasal dari perusahaan media, akan memperoleh keuntungan dari media bersangkutan dalam setiap pemberitaannya. Meskipun dari pihak media tidak memberikan statemen resmi untuk mendukung sosok kandidat tersebut, namun secara psikologis, media – yang didalamnya terdiri dari wartawan, editor, redaktur, atau bahkan pemimpin umum yang sebelumnya sebagai rekan kerja sang kandidat – akan berpihak kepada kandidat bersangkutan. Media mempunyai kuasa untuk memilah dan memilih setiap peristiwa yang berkaitan dengan kandidat, untuk kemudian jadi sebuah berita yang dikonsumsi khalayak. Dalam hal ini, pemberitaan bukan menyangkut apakah peristiwa tersebut benar atau salah, tetapi menyangkut apakah peristiwa tersebut layak dimuat atau tidak, sesuai dengan perspektif media. Berkaitan dengan hal ini, Pan dan Kosicki membagi perangkat framing dalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis, yaitu bagaimana cara wartawan menyusun berita. Dalam struktur ini wartawan meletakkan headline yang menurutnya menguntungkan bagi sang kandidat. Selain itu wartawan juga berkepentingan untuk menyusun lead, kutipan, sumber mana yang harus diwawancarai, pernyataan-pernyataan nara sumber yang harus ditulis, serta dalam hal menyusun penutup berita. Semuanya bertendensi subyektifitas wartawan. Kedua, struktur skrip, yaitu bagaimana cara wartawan mengisahkan fakta. Memang hampir semua yang ditulis wartawan adalah fakta. Namun yang menjadi persoalan adalah fakta bagaimana yang mampu membuat simpati khalayak sehingga kesengsem dengan sang kandidat? Ketiga, struktur tematik, yaitu bagaimana wartawan menulis fakta. Artinya, dalam menulis fakta wartawan mempunyai strategi khusus dalam mengkombinasikan setiap kalimat berita, detail berita, bahkan dalam menulis kata ganti yang menguntungkan sang kandidat. Pendek kata wartawan akan menentukan tema berita berkaitan dengan citra yang dibangun pada sang kandidat. Dan keempat, struktur retoris, yaitu bagaimana wartawan menekankan fakta. Dalam hal ini fakta yang ditulis wartawan adalah memberikan penekanan dengan cara membuat grafis, menampilkan foto, atau melukiskan sang kandidat dengan metafor-metafor yang mampu membius khalayak. Kendati masih harus dibuktikan kebenarannya pada akhir pemungutan suara kelak, setidaknya analisis framing yang digagas Pan dan Kosicki menjadi bahan analisis yang cukup menarik berkaitan dengan peran media dalam mempengaruhi perspektif khalayak. Terutama kaitannya dengan perolehan suara cawali-cawawali atau cabup-cawabup pada Pilkada mendatang.