BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksionis Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma prositivis atau paradigma transmisi. 5 Pradigma ini melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana seorang mengirim pesan, tetapi bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Disini diandaikan tidak ada pesan dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Fokus menelitian ini adalah bagaimana pesan politik dibuat dan diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan secara aktif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima.6 5 6 Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LKiS, 2002 Hlm:43 Ibid. 46 7 Pradigma konstruksionis ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif Peter L. Berger bersama Thomas Luckman, ia banyak mengembangkan aliran ini dengan banyak menulis karya dan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesisi utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal dalam masyarakat. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan. Berger dalam Eriyanto (2002:16-17) menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan ke tempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil ini menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivitas ini, masyarakat menjadi suatu realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non material dalam bentuk bahasa. 8 Baik alat maupun bahasa tadi adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada “disana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Ketiga, Proses internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadaranya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui iternalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi Berger, relitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, namun tidak juga turun karena campur tangan tuhan, tetapi sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi.7 Dengan pemahaman seperti ini, realitas berwajah ganda atau plural. Oleh sebab itu realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbedabeda oleh setiap orang. Karena setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau kehidupan sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial 7 Ibid. 18-21 9 yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah kopi dari realitas, ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang saman dikonstruksi secara berbeda. Wartawan juga mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksikan peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bila merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisai, wartawan dilanda oleh realitas. Realitas dialami oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut. 8 8 Ibid. 17 10 Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut: Penilaian Paradigma Paradigma Positivis Konstruksionis Fakta/peristiwa adalah hasil Fakta merupakan Ada fakta yang “riil” yang konstruksi atas realitas. konstruksi. diatur oleh kaidah-kaidah Kebenaran suatu fakta tertentu yang berlaku bersifat relatif, berlaku universal. sesuai konteks tertentu. Media adalah agen Media sebagai agen Media sebagai saluran konstruksi. konstruksi pesan. pesan. Berita bukan refleksi dari Berita tidak mungkin Berita adalah cermin dan realitas. Ia hanyalah merupakan cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah konstruksi dari realitas. refleksi dari realitas. sama dan sebangun Karena berita yang terbentuk nerupakan dengan fakta yang hendak konstruksi atas realitas. diliput. Berita bersifat Berita bersifat subyektif, Berita bersifat oyektif, subyektif/konstruksi atas opini tidak dapat menyingkirkan opini dan realitas. dihilangkan karena ketika pandangan subyektif dari meliput, wartawan melihat pembuat berita. dengan perspektif dan pertimbangan subyektif. Wartawan bukan pelapor. Ia Wartawan sebagai Wartawan sebagai agen konstruksi realitas. partisipan yang pelapor. menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. Etika, pilihan moral, dan Nilai, etika, atau Nilai, etika, opini, dan keberpihakan wartawan keberpihakan wartawan pilihan moral berada adalah bagian yang integral tidak dapat dipisahkan diluar proses peliputan dari proses peliputan dan berita. dalam produksi berita. pelaporan suatu peristiwa. Etika, dan pilihan moral Nilai, etika, dan pilihan Nilai, etika, dan pilihan peneliti, menjadi bagian moral bagian tak moral harus berada di luar yang integral dalam terpisahkan dari suatu proses penelitian. penelitian. penelitian. Khalayak mempunyai Khalayak mempunyai Berita diterima sama penafsiran tersendiri atas penafsiran sendiri yang dengan apa yang berita. bisa jadi berbeda dari dimaksudkan oleh pembuat berita. pembuat berita. 11 Karakteristik penelitian isi media yang berkatagori konstruksionis terutama dilakukan dengan melakukan pembedaan dengan paradigma positivis, yaitu pada tabel berikut: Penilaian Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial Peneliti sebagai fasilitator keragaman subyektifitas sosial. Makna suatu teks adalah hasil negosiasi antara teks dan peneliti. Penafsiran bagian yang tak terpisahkan dalam analisis. Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti— teks. Kualitas penelitian diukur dari otentisitas dan refleksivitas temuan. Paradigma Paradigma Positivis Konstruksionis Rekonstruksi realitas sosial Eksplanasi, prediksi, dan secara dialektis antara kontrol. peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Peneliti sebagai passionate Peneliti berperan sebagai participant, fasilitator yang disinterested scientist. menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. Negosiasi; makna adalah Transmisi; makna secara hasil dari proses saling inheren ada dalam teks, dan mempengaruhi antara teks ditransmisikan kepada dan pembaca. Makna pembaca. bukan ditransmisikan, tetapi dinegosiasikan. Subyektif; penafsiran Obyektif; analisis teks tidak bagian tak terpisahkan dari boleh menyertakan penelitian teks. Bahkan penafsiran atau opini dasar dari analisis teks. peneliti. Reflektif/dialektik; Intervensionis; pengujian menekankan empati dan hipotesis dalam struktur hipoteticodeductive method. interaksi dialektis antara peneliti—teks untuk Melalui lab eksperimen merekonstruksi realitas atau survai eksplanatif, dengan analisis kuantitatif. yang diteliti melalui metode kualitatif. Kriteria kualitas penelitian; Kriteria kualitas penelitian; otentisitas dan refleksivitas, obyektif, validitas, dan sejauh mana temuan reliabilitas (internal dan merupakan refleksi otentik eksternal). dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial. 12 Secara sederhana kontruksionis dapat disimpulkan sebagai pandangan yang melihat fakta atau peristiwa sebagai hasil konstruksi media bukan suatu realitas sebenarnya, karena tidak ada realitas yang bersifat objektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif (sudut pandang) dari wartawan yang membuat beritannya. Berita sudah direkonstruksi dan dibingkai oleh media dengan makna tertentu. Jadi tidak heran jika berita yang sama akan disajikan berbeda tergantung dari sudut pandang medianya. Penyajian berita yang berbeda-beda dengan makna tertentu yang sudah dikonstruksi tidak begitu saja terjadi, tetapi memiliki beberapa tahap proses. Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut : 9 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada disetiap media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbedabeda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu : a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana kita ketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipat gandaan. 9 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kencana, Jakarta :2008, Hlm: 195-200 13 b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari berpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi kepentingan kapitalis. c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk dari keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar. Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri pada tiga hal tersebut diatas, namun pada umumnya keberpihakan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan. 2. Tahap sebaran konstruksi Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian, terbit mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut. Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu 14 arah, dimanamedia menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca. 3. Tahap pembentukan konstruksi realitas a. Tahap pembentukan konstruksi realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran, kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah kesedian dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa adalah karena pilihanya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. 15 Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Pada tingkatan tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca koran. b. Pembentukan konstruksi citra Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model: 1) model good news dan 2) model bad news.Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri. Sementara pada model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri. 4. Tahap konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa mampu pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai 16 bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu: a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa. b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses. Konstruksi sosial media massa tidak secara tiba-tiba ada, tetapi melalui proses yang simultan dan melalui tahap-tahap tertentu. Pertama mulai dari penyiapan materi konstruksi, lalu disebarkan ke khalayak menggunakan metode satu arah. Setelah sampai kepada pembaca maka terjadi tahap pembentukan kostruksi di masyarakat. Selanjutnya tahap konfirmasi. 2.2. Media Massa Media massa adalah alat-alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan sangat heterogen. Alex Sobur mendefinisikan media massa sebagai berikut, “Suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk 17 opini publik, antara lain karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekanan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris”10 Maka itu media memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun opini publik dalam melihat sebuah peristiwa. Media Massa merupakan tempat dimana berbagai keyakinan digambarkan. Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan melalui produk media massa dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah 1. Sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis. 2. Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada. 3. Keikutsertakan baik sebagai pengirim atau penerima sukarela. 4. Mengunakan standar profesional dan birokrasi. 5. Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan. 11 Peranan media sebagai institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainya maka konsekuensinya adalah perubahan sosial yang ada didalam masyarakat, baik itu kearah positif maupun negatif. Bagaikan pedang bermata dua, disatu sisi media berfungsi sebagai sarana penyebaran ideologi penguasaan, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Namun, di sisi lain media juga bisa menjadi alat untuk membangun budaya dan ideologi yang sangat berpengaruh bagi kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun pandangan keduanya berbeda, namun terdapat kesamaan bahwa media massa merupakan sesuatu yang netral dan seimbang dengan berbagai kepentingan yang ada didalamnya. Tidak hanya ideologi, akan tetapi media massa memiliki 10 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2002 Hal:31 Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013 Hal.13 11 18 kepentingan lain untuk disampaikan. Misalnya kepentingan kapitalisme pemilik modal, demonstrasi buruh, dan lain sebagainya. Ini berarti, media massa tidak mungkin selalu berdiri di tengah-tengah, akan tetapi bergerak, bergeser sesuai dengan hal-hal yang baru atau yang sedang bermain. Denis Mcquail menjabarkan beberapa poin penting dan mendasar dari media, antara lain : 1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki aturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainya. Dilain pihak institusi media diatur oleh masyarakat. 2. Media massa merupakan sumber alat kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan dan sumber daya lainya. 3. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat baik yang bersifat nasional maupun internasional. 4. Media seringkali berperan sebagai wahana perkembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan tata cara mode gaya hidup dan norma-norma. 5. Media telah menjadi sumber dominan. Bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat 19 dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normative yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media online (internet).12 Dalam komunikasi media massa adalah institusi atau alat yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan melalui produk media massa dihasilkannya dalam menyebarkan informasi. 2.3 Surat Kabar Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainya. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Prototipe pertama surat kabar diterbitkan di Bremen Jerman pada tahun 1609. Pada tahun yang sama, surat kabar yang sangat sederhana terbit di Strasborg Jerman. Bentuk surat kabar yang sesungguhnya terbit pada tahun 1620 di Frankfurt, Berlin, Humberg, Vienna, Amsterdam dan Antwerp. Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, serta zaman orde lama dan serta 12 Ardianto,Elvinaro, dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007, Hlm:103 20 orde baru. Di Indonesia surat kabar sering disebut juga dengan istilah koran. Namun dari penelitian seksama, bahasa yang mendekati kata “koran” adalah “Quran” dari bahasa Arab yang berarti bacaan. Selain itu ada juga kata yang cukup dekat dengan kata “koran” yaitu “Courantos” merupakan sebuah buletin yang terbit di Jerman pada abad ke-16 masehi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita dan sebagainya, koran. Surat kabar adalah lembaran yang dicetak dan didistribusikan dengan selang waktu tertentu, terbit dalam bentuk harian atau mingguan serta mengutamakan penyajian berita. Atau dengan kata lain adalah alat komunikasi massa dalam arti pernyataan manusia yang bersifat umum atau terbuka dan waktu terbitnya serta dalam bentuk tercetak, yang isinya aktual meliputi perwujudan kehidupan manusia.13 2.3.1. Karakteristik Surat Kabar Karateristik surat kabar sebagai media massa mencakup antara lain: 1. Publisitas Publisitas atau Publicity adalah penyebaran pada publik atau khalayak. Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah pesan dapat diterima oleh sebanyak-banyaknya khalayak yang tersebar diberbagai tempat, karena pesan tersebut penting untuk diketahui umum, atau menarik bagi khalayak pada umumnya. Dengan demikian, semua aktivitas manusia yang menyangkut kepentingan umum dan atau menarik untuk umum 13 Anwar Arifin, Jurnal Penelitian Pers dan Pendapat Umum, Vol 3, No.2. 1999. 21 adalah layak untuk disebarluaskan. Pesan-pesan melalui surat kabar harus memenuhi kriteria tersebut. 2. Periodesitas Periodesitas menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan, atau dwi mingguan. Sifat periodesitas sangat penting dimiliki media massa, khususnya surat kabar. Kebutuhan manusia akan informasi sama halnya dengan kebutuhan manusia akan makan, minum, dan pakaian. Setiap hari manusia selalu membutuhkan informasi. Bagi penerbit surat kabar, selama ada dana dan tenaga yang terampil, tidaklah sulit untuk menerbitkan surat kabar secara periodik. Disekeliling kita banyak sekali fakta serta peristiwa yang dapat dijadikan berita dalam surat kabar. Selama ada kehidupan, selama itu pula surat kabar terbit. 3. Universalitas Universalitas menunjuk pada kesemastaan isinya, yang beraneka ragam dan dari seluruh dunia. Dengan demikian atau isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan dan lain-lain. Selain itu, lingkup kegiatannya bersifat lokal, regional, nasional bahkan internasioanl. Jadi, apabila ada penerbit (sekalipun bentuknya surat kabar) yang hanya memuat atau berisi salah satu aspek saja, maka penerbit tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai surat kabar. Contohnya PT.Telkom yang memiliki karyawan ribuan orang menerbitkan sejenis surat kabar, dan isinya adalah berita seputar 22 perusahaan, maka surat kabar PT. Telkom itu bukan media massa karena pesannya bukan untuk konsumsi umum. 4. Aktualitas Aktualitas menurut kata asalnya, berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya” . Kedua istilah tersebut erat kaitannya dengan berita, karena definisi berita adalah laporan tercepat mengenai fakta-fakta atau opini yang penting atau menarik minat, atau kedua-keduanya bagi sejumlah besar orang. Laporan tercepat menunjuk pada “kekinian” atau terbaru dan masih hangat. Fakta dan peristiwa penting atau menarik tiap hari berganti dan perlu untuk dilaporkan, karena khalayak pun memerlukan informasi yang paling baru. Hal ini dilakukan oleh surat kabar, karena surat kabar sebagian besar memuat berbagai jenis berita. 5. Terdokumentasikan Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita atau artikel, dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihakpihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan atau dibuat kliping. Misalnya karena berita tersebut berkaitan dengan instansinya, atau artikel itu bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Kliping berita oleh sebuah instansi biasanya dilakukan oleh staf public relation untuk dipelajari dalam rangka menentukan kebijakan selanjutnya.14 14 Ardianto, op.cit., 112-113 23 2.3.2. Fungsi Surat Kabar Surat kabar memiliki fungsi yaitu : Informasi, edukasi, hiburan dan persuasif. 15 Dari keempat fungsi tersebut, fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar yaitu, keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Karenanya sebagian besar rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita. Namun demikian, fungsi hiburan surat kabar pun tidak terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan, feature (laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang unik), rubrik cerita bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pun dengan fungsi mendidik dan memengaruhi akan ditemukan pada artikel ilmiah, tajuk rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers, khususnya surat kabar pada perkembanganya bertambah, yakni sebagai kontrol sosial yang konstruktif. 2.3.3. Kategorisasi Surat Kabar Surat kabar dapat dikelompokan pada beberapa kategori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar lokal, regional, dan nasional. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dilihat dari bahasa yang digunakan, ada surat kabar berbahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa daerah.16 Surat kabar nasional, diantaranya Kompas, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Sindo, Suara Karya. Surat kabar regional, diantaranya 15 16 Ibid. 111-112 Ibid. 114 24 Pikiran Rakyat (Jawa Barat), Jawa Pos dan Surabaya Pos (Jawa Timur), Suara Merdeka (Jawa Tengah), Waspada (Sumatra Utara), Bali Pos (Bali). Surat Kabar lokal, diantaranya adalah Tribun Jabar (Bandung-Jabar), Pos Kota (Jakarta), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta). Surat Kabar bentuk tabloid, adalah Bintang, Citra, Nova, Wanita Indonesia, Bola, GO (Gema Olahraga). Surat Kabar berbahasa Inggris, diantaranya The Jakarta Post. 2.4. Berita Berita adalah salah satu produk informasi yang mempunyai komoditas tinggi namun juga memiliki citra diri yang dapat membentuk opini masyarakat terhadap penayangan-penayangan yang telah disiarkannya Menurut Mc Quail Dennisdalam bukunya “Teori Komunikasi Massa”karena berita merupakan satu dari sedikit konstribusi media yang orisinal. Berita ditulis dan di laporkan atas dasar realitas sosial atau fakta sebagai peristiwa yang tidak pernah di rancanakan atau wacana yang sengaja di munculkan dengan pertanyaan yang secara tidak langsung sangat berkaitan dengan aspek-aspek informasi tersebut.17 Berita adalah fakta tentang atau pendapat yang penting atau menarik bagi khalayak yang di sebar luaskan melalui media massa atau” News is a newly report of fact or opinion which is important or interesting for the audien and published trhought mass media”.18 17 Syaiful Halim. Post komodifikasi media & Cultural studies, Penerbit Matahati Production. Jakarta:2012. Hlm: 79 18 Jani Yosef, To Be A Journalist menjadi jurnalis TV, radio dan surat kabar yang professional, Graha Ilmu, Yogyakarta:2009, Hlm: 22 25 Menurut Kamus Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, berita diartikan sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita terdiri dari beberapa bagian. Bagian terkecil dari berita adalah data. Data berasal dari datum, sedangkan datum diambil dari semua kejadian atau peristiwa. Untuk bisa jadi berita, data harus dibuat atau diolah lebih dahulu. Jadi berita dapat dikaitkan dengan kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi.19 Secara sederhana,berita di definisikan sebagai laporan tentang peristiwa dan pendapat. Intinya, berita memuat tiga hal yaitu: keterangan atau laporan, peristiwa dan pendapat. Laporan menyangkut teknik pelaporan dengan aturan tertentu.Peristiwa merupakan berbagai hal yang terjadi secara nyata atau seperti disebutkandi atas, terkait dengan “kreasi” Tuhan melalui alam atau manusia.sedangkan pendapat adalah perkatan atau penjelasan seseorang.20 Andrew boyd menjabarkan lebih rinci soal unsur-unsur yang dikandung sebuah berita yang memiliki berita, yakni proximity, relevance, immediacy, interest, drama, entertainment.21Deskrpsi masing – masing unsur: a. Kedekatan Psikologi(proximity), kedekatan psikis (ikatan emosional, meliputi ras, kebangsaan, kesukuan, agama, jenis kelamin, umur, dsb) antara peristiwa dan pembaca. Semakin dekat ikatan emosional antara khalayak dan peristiwa maka berita itu dianggap memiliki nilai berita tinggi. 19 Totok Djuroto. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung, Remaja Rosda, 2000, Hal 47 Syaiful Halim.Gado-gado sang jurnalis:Rundown wartawan Ecek-ecek. Gramata Publishing: Jakarta: 2009 Hlm:3. 21 AndrewBoyd,.Broadcast Journalism: Techniquesof Radio and Television News, Focal Press: London: 1988 Hal:18. 20 26 b. Relevansi(relevance), hubungan keterpengaruhan antara peristiwa dan massa. Semakin besar pengaruh peristiwa terhadap khalayak, maka berita itu dianggap memiliki berita tinggi. c. Keterbaruan (immediacy) atau aktualitas, keterbaruan fakta yang di sajikan. Semakin fakta itu baru dan belum di ketahui orang banyak, maka nilai beritanya di katakana tinggi. d. Daya tarik (interest), daya magis fakta dalam berita yang dianggap luar biasa di mata khalayak. Semakin fakta itu dianggap menarik, maka nilai beritanya pun dianggap tinggi. e. Drama, berbagai ornamen dramatik dalam berita yang dianggap mengharukan bagi khalayak, semakin fakta itu dianggap dramatik, maka nilai beritanyapun dianggap tinggi. f. Menghibur (entertaiment) kelengkapan unsur menyenangkan pembaca dengan fakta tertentu. Semakin fakta itu dianggap mampu menyuguhkan fakta yang menghibur, maka nilai beritanya dianggap tinggi.22 Dengan demikian dapat di simpulkan, bahwa berita bukan sekedar menghidangkan peristiwa atau pendapat yang mencerminkan sebuah realitas kenyataan, melainkan berbagai macam aspek kehidupan yang mengandung informasi dan makna dari sudut pandang yang berbeda. Dan itu terjadi dalam pengemasan berita. Berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu: hard news (berita berat), soft news (berita ringan), dan investigative reports (laporan 22 Syaiful, loc.cit., 27 penyelidikan). Pembedaan terhadap tiga kategori tersebut didasarkan pada jenis peristiwa dan cara-cara pengendalian data, yaitu akan di uraikan seagai berikut:23 1. Hard News Hard News (berita berat) adalah berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat baik secara individu, kelompok, maupun organisasi. Misalnya tentang mulai diberlakukannya suatu kebijakan baru pemerintah. Ini tentu saja akan menyangkut hajat orang banyak sehingga orang ingin mengetahuinya karena itu harus di beritakan. 2. Soft News SoftNews(berita ringan) seringkali disebut dengan feature, yaitu berita yang tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Berita-berita semacam ini seringkali lebih menitik beratkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan atau mengherankan pemirsa.Ia juga dapat menimbulkan kekhawatiran bahkan ketakutan atau mungkin juga menimbulkan simpati objeknya bisa manusia, hewan, benda, tempat atau apa saja yang dapat menarik perhatian pemirsa. 3. Investigative Reports Investigative Report atau disebut juga laporan penyelidikan(investigasi) adalah jenis berita yang ekslusif.Datanya tidak bisa diperoleh dipermukaan, tetapi 23 harus dilakukan berdasarkan Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional, Remaja Rosdakarya, Januari 2005, Hlm:40. 28 penyelidikan. Sehingga penyajian berita ini membutuhkan waktu yang lama dan tentu akan menghabiskan energi reporternya. 2.5. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media.24 Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentuk tertentu. Hasilnya pemberitaan akan dimaknai dan ditampilkan berbeda-beda oleh setiap media. Maka tidak mengherankan jika peristiwa yamg sama bisa diperlakukan berbeda oleh media. Ada peristiwa yang diberitakan, ada yang tidak diberitakan. Ada yang menganggap penting, ada yang tidak menganggap sebagai berita. Media bukanlah cerminan realitas yang memberitakan apa adanya, tetapi justru media mengkonstruksi sedemikian rupa realitas. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta.25 Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk mengiringi interpelasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan cara dan teknik apa peristiwa ditekankan dan ditonjolkan. Apakah dalam berita itu ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan. 24 25 Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LKiS, 2002 Hlm:3 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004 Hal:162 29 Model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki adalah salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Analisis ini lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang dapat berupa teks, gambar, simbol dan sebagainya untuk memahami budaya atau fenomena dalam suatu konteks sosial atau peristiwa tertentu. Dalam analisis isi media kualitatif ini semua jenis data atau dokumen yang dianalisis lebih cenderung disebut dengan istilah “teks” apapun bentuknya. Baik itu gambar, tanda, simbol, gambar bergerak, dan sebagainya. Menurut Pan dan Kosicki ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu/peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Freme disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya. Frame disini berfungsi 30 membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.26 Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing. Disatu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran seseorang, disisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam wacana sosial/politik. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologi yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsep sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi dalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis. Sintaksisi berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa dalam bentuk susunan umum berita. Dapat diamati dari bagian berita (lead, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya). Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, 26 Eriyanto, op.cit., 291 31 grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca. 27 Keempat struktur tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut: Tabel. 2.5 Skema framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki STRUKTUR PERANGKAT FRAMING SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta SKRIP 1. Skema Berita 2. Kelengkapan Berita UNIT YANG DIAMATI Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup 5W + 1H Cara wartawan mengisahkan fakta TEMATIK 3.Detail Cara wartawan 4. Koherensi menulis fakta 5. Bentuk Kalimat Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat 6. Kata Ganti RETORIS 7. Leksikon Cara wartawan Menekankan 8. Grafis fakta 9. Metafora 27 Ibid. 294 32 Kata, idiom, gambar/foto, grafik Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukan framing dari suatu media. Kecenderungan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati dari keempat struktur tersebut. Dengan kata lain. Dengan begitu dapat dilihat dan diamati bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idium yang dipilih. 33