Cyber ektension sebagai media komunikasi dalam

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan agribisnis hortikultura, khususnya sayuran saat ini
menghadapi terbukanya arus informasi yang mendorong pada semakin
berkembangnya desakan produk ekspor maupun impor dan peningkatan selera
konsumen, baik domestik maupun global. Pada era globalisasi ekonomi seperti
Asean Free Trade Area (AFTA) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC),
sebagian pasar domestik Indonesia saat ini telah diisi oleh produk hortikultura
impor dengan kualitas, cara pengepakan, diversifikasi produk, dan penampilan
yang lebih baik serta harga yang bersaing dengan produk domestik.
Pada
komoditas sayuran, pengembangan teknologi jenis sayuran dengan bibit/benih
yang didatangkan dari luar negeri semakin membuat petani sayuran dalam negeri
bergantung pada ketersediaan benih impor.
Volume impor hortikultura di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
997.370.460 ton dan meningkat menjadi 1.080.661.604 ton (naik 8,35 persen)
pada tahun 2008. Kenaikan ini banyak terjadi pada jenis sayuran, yaitu dari
529.355.406 ton dengan nilai US$ 206.706.456 ton menjadi 621.029.091 ton
dengan nilai US$ 243.942.637 (18 persen). Umumnya impor ini digunakan untuk
mengisi permintaan khusus di pasar-pasar modern, perhotelan, dan menunjang
pariwisata.
Meskipun segmen pasar produk impor ini hanya terbatas pada
konsumen kelas menengah ke atas dan hanya berada di daerah perkotaan, namun
nilai produk impor tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai ekspor. Hal ini
ditunjukkan dengan jauh lebih rendahnya nilai ekspor sayuran pada tahun 2008
yaitu hanya sebesar 90.379.772 ton dengan nilai US$ 38.588.789. Sedangkan
perkembangan terakhir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
impor sayuran periode Januari-Februari 2011 senilai US$ 82.641.159. Nilai ini
naik 45,99 persen dari impor periode yang sama tahun 2010 sebesar US$
56.607.726 (BPS 2011). Oleh karena itu, guna menghadapi persaingan global
sejalan dengan perkembangan IPTEK yang ada, sistem informasi pertanian yang
mampu mendukung kegiatan agribisnis bidang hortikultura khususnya sayuran
perlu dikembangkan.
2
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan
kontribusi yang nyata dalam proses berkembangnya sistem pengembangan
informasi pertanian, khususnya sebagai media komunikasi
inovasi pertanian.
Teknologi informasi dan komunikasi juga mempunyai kontribusi yang potensial
dalam mencapai manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di Indonesia, bidang
teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu dari enam bidang fokus
utama pengembangan Iptek (Ristek
2005), yaitu [1] ketahanan pangan, [2]
sumber energi baru dan terbarukan; [3] teknologi dan manajemen transportasi, [4]
teknologi informasi dan komunikasi, [5] teknologi pertahanan, dan [6] teknologi
kesehatan dan obat-obatan. Dalam mendukung kegiatan pembangunan pertanian
berkelanjutan, teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan yang sangat
penting untuk mendukung tersedianya informasi pertanian yang relevan dan tepat
waktu. Selanjutnya, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010 – 2014 tercatat bahwa salah satu kegiatan penting dalam
pembangunan perdesaan adalah peningkatan akses informasi dan pemasaran
(Bappenas 2010).
Dewasa ini, pelaku pembangunan dan pengembangan pertanian di
Indonesia masih merasakan minimnya informasi pertanian tepat guna yang siap
dimanfaatkan untuk mendukung tugas dan fungsinya. Salah satu tantangan yang
dihadapi dalam pengembangan pertanian bidang hortikultura khususnya sayuran
diantaranya adalah kurangnya informasi tentang kebutuhan sayuran baik dalam
jenis, jumlah, dan mutu temasuk harga produk pada masing-masing provinsi. Hal
ini menyebabkan sulitnya pengaturan pola tanam di tingkat petani, sehingga pada
daerah tertentu terjadi kelebihan produksi sedangkan di daerah lain kekurangan
pasokan. Informasi ini sangat dibutuhkan mengingat komoditas sayuran memiliki
sifat mudah rusak dan tidak tahan untuk disimpan dengan fluktuasi harga produk
yang
sangat tinggi sepanjang hari. Selain itu, dalam pengembangan ekspor
produk sayuran masih mengalami hambatan antara lain kurangnya informasi
tentang preferensi konsumen (jenis sayuran, jumlah produk, dan kualitas) pada
negara importir (Tamba 2007).
Cyber extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan
jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif
3
dengan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem
komunikasi inovasi atau penyuluhan pertanian yang diharapkan dapat
meningkatkan keberdayaan petani melalui penyiapan informasi pertanian yang
tepat waktu dan relevan kepada petani dalam mendukung proses pengambilan
keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya. Cyber extension
juga merupakan salah satu mekanisme komunikasi inovasi pertanian yang dapat
difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan
pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan
kelompok stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan
jenis dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis
dan saling melengkapi (Sumardjo et al. 2009).
Maureen (2009) menyatakan bahwa cyber extension berfungsi untuk
memperbaiki aksesibilitas petani terhadap informasi pasar, input produksi, tren
konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi.
Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru,
teknologi pengendalian penyakit dan hama tanaman/ternak, ketersediaan
transportasi, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun output
pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara ekonomi.
Meskipun cyber extension memiliki peranan yang sangat penting dalam
mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, namun sampai saat ini petani
di dunia, khususnya di Indonesia, masih belum diikutsertakan dalam
bisnis
teknologi informasi dan komunikasi. Fakta yang agak mengejutkan adalah bahwa
aplikasi teknologi informasi dan komunikasi memiliki kontribusi yang tinggi
secara ekonomi bagi masing-masing Gross Domestic Product (GDP).
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembangunan pertanian
membutuhkan proses pendidikan dan peningkatan kapasitas karena masih terdapat
kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam bisnis secara elektronis (ebusiness). Membangun sebuah masa depan elektronis (berwawasan teknologi
informasi dan komunikasi) yang berkelanjutan (sustainable e-future) memerlukan
strategi dan program untuk menyiapkan petani dengan kompetensi teknologi
informasi dan komunikasi. Hal ini bermanfaat untuk mendukung perdagangan
dan kewirausahaan, sehingga pemerintah dapat meningkatkan kapasitas petani
4
untuk berperan serta dan bermanfaat bagi tiap pertumbuhan ekonomi. Dengan
mengimplementasikan
cyber
extension
dalam
pembangunan
pertanian
berkelanjutan melalui peningkatan fungsi sistem pengetahuan dan informasi
pertanian dan peningkatan kapasitas petani, maka petani akan berpikir dengan
cara yang berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya
secara berbeda.
Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural
Sciences (ISHS) telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi
teknologi informasi dan komunikasi oleh pelaku komunikasi khususnya untuk
bidang
hortikultura
di
Srilanka.
Hambatan-hambatan
tersebut
meliputi:
keterbatasan kemampuan, sulitnya akses terhadap pelatihan (training), kesadaran
akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, waktu, biaya dari teknologi
yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Partisipan dari
negara-negara maju menekankan pada hambatan: tidak adanya manfaat ekonomi
yang dapat dirasakan, tidak memahami nilai lebih dari teknologi informasi dan
komunikasi, tidak cukup memiliki waktu untuk menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi, dan tidak mengetahui bagaimana mengambil manfaat dari
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Responden dari negara-negara
berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi informasi dan komunikasi”
dan “kesenjangan infrastruktur teknologi”. Hasil kuesioner dari the Institute for
Agricultural and Fisheries Research sejalan dengan survei ISHS dan survei dari
the European Federation for Information Technology in Agriculture (EFITA)
yang mengindikasikan adanya suatu pergeseran dari kecakapan secara teknis
teknologi informasi dan komunikasi sebagai suatu faktor pembatas menuju pada
kesenjangan pemahaman bagaimana mengambil manfaat dari pilihan teknologi
informasi dan komunikasi yang bervariasi (Taragola et al. 2009).
Meskipun masih terdapat beberapa kendala sehingga pemanfaatan cyber
extension menjadi sangat kompleks dan sulit untuk diadopsi, cyber extension
sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai
suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani apabila didukung oleh
kompetensi pelaku komunikasi yang terkait. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa
lembaga penelitian dan pengembangan menyampaikan studi kasus yang
5
mendeskripsikan bagaimana cyber extension telah dimanfaatkan oleh petani dan
stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang
yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya. Keberhasilan
pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran di Indonesia dalam memajukan
usaha taninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan
internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan
menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre
(CTLC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft
bekerja sama dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential.
Petani mengenal teknologi budidaya paprika dalam rumah kaca melalui internet.
Sejak mengirimkan profil produksi di internet, permintaan terhadap produk
pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat
memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh
di bawah harga pasar (Sigit et al. 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi
Pertanian tingkat Desa – Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi
(UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar
lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi
hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu Selatan - P4MI 2009).
Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan
komunikasi dalam bidang pertanian, khususnya cyber extension belum pernah
dilakukan secara khusus di Indonesia. Penelitian tentang cyber extension sebagai
media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran ini dilakukan karena
adanya dua alasan utama. Pertama, secara empiris karena masih lemahnya sistem
informasi pertanian dan lambatnya pengembangan teknologi yang sudah ada di
tingkat petani. Alasan kedua adalah terkait dengan adanya peluang pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam komunikasi pembangunan yang
partisipatif dengan mengacu pada konsep teori communication for development.
Integrasi teknologi informasi dan komunikasi (khususnya komputer dan telepon
genggam) dalam komunikasi pembangunan pertanian melalui cyber extension
merupakan unsur yang baru dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya.
Cyber extension melalui aplikasi teknologi informasi
6
dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendukung knowledge sharing
dalam pemberdayaan petani.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah skenario strategi pemanfaatan cyber
extension sebagai media komunikasi inovasi dalam pemberdayaan petani sayuran
yang akan disinergikan dengan kelembagaan komunikasi lokal dalam perspektif
komunikasi pembangunan partisipatif. Yoon (2009) menyatakan bahwa dalam
era kemunculan paradigma baru komunikasi pembangunan partisipatif-horisontal
dimunculkan kembali (revitalisasi) konsep komunikasi antarpribadi (interpersonal
communication), media rakyat (folk media), komunikasi kelompok (group
communication)
communication).
dan
model
komunikasi
dua
tahap
(two-step
flow
Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan Cornish dan Alison
(2009) bahwa komunikasi partisipatif adalah sebuah konsep dan praktek
keterlibatan masyarakat menciptakan dan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta
keinginannya untuk mencapai dan menentukan tujuan (agenda) nya sendiri.
Penciptaan dan berbagi pengetahuan tersebut diekspresikan dengan menggunakan
berbagai saluran komunikasi yang ditentukan oleh masyarakat sendiri sehingga
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penyebab lemahnya fungsi sistem
informasi pertanian bidang hortikultura khususnya tanaman sayuran diantaranya
adalah: 1) Adanya distorsi kegiatan komunikasi inovasi pertanian (melalui
mekanisme penyuluhan) karena tidak adanya satu kesatuan kelembagaan
manajemen yang mengakibatkan rendahnya motivasi dan kinerja pelaku
komunikasi inovasi pertanian (Tamba 2007), 2) Kualitas sumber informasi
pertanian umumnya masih rendah dan terbatasnya kemampuan sumber informasi
dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu karena
belum ada institusi/lembaga yang bertanggungjawab mengolah dan menyediakan
informasi pertanian bagi petani dan kurangnya komitmen pemerintah dalam
menyediakan informasi pertanian bagi petani (Anwas 2009), 3) Rendahnya
tingkat interaksi petani dengan kelompok tani, penyuluh inovator, dan masyarakat
luas, rendahnya penggunaan saluran komunikasi melalui media massa tercetak
maupun elektronis/teknologi informasi dan komunikasi lainnya (telepon genggam,
7
komputer, dan internet) untuk akses informasi, dan 4) Belum dimanfaatkannya
secara optimal teknologi informasi dan komunikasi secara bijaksana untuk
pengelolaan dan akses inovasi pertanian karena keterbatasan infrastruktur,
kapasitas sumber daya manusia, dan manajerial (Sumardjo et al. 2009).
Sinergi aplikasi teknologi informasi dalam komunikasi inovasi pertanian
melalui cyber extension merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan peran
teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan sistem informasi
pertanian.
Berdasarkan adanya kesenjangan dari berbagai hasil penelitian
tersebut, secara rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Sejauhmana perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan teknologi informasi
dan sejauhmana cyber extension dimanfaatkan oleh petani sayuran untuk
mendukung kegiatan usahatani?
2. Sejauhmana
terdapat
faktor
dominan
yang
mempengaruhi
perilaku
pemanfaatan teknologi informasi, tingkat pemanfaatan cyber extension, dan
tingkat keberdayaan petani sayuran?
3. Bagaimana strategi yang tepat untuk memanfaatkan cyber extension sebagai
media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan permasalahan, maka tujuan utama penelitian ini
adalah untuk:
1. Menganalisis perilaku petani sayuran dalam memanfaatkan teknologi
informasi dan menganalisis pemanfaatan cyber extension oleh petani sayuran
untuk mendukung kegiatan usahatani.
2. Mengungkap faktor dominan yang mempengaruhi perilaku petani dalam
memanfaatkan eknologi informasi, tingkat pemanfaatan cyber extension, dan
tingkat keberdayaan petani sayuran.
3. Merumuskan strategi yang tepat untuk memanfaatkan cyber extension sebagai
media komunikasi dalam pemberdayaan petani sayuran.
8
Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan dapat menghasilkan rumusan strategi pemanfaatan
cyber extension sebagai media komunikasi inovasi pertanian dalam pemberdayaan
petani sayuran. Secara spesifik, kegunaan penelitian ini disajikan sebagai berikut.
Kegunaan dalam lingkungan akademis/keilmuan
1. Memperkaya khasanah keilmuan tentang pemahaman proses komunikasi
inovasi pertanian yang mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi sebagai
media baru dengan pemanfaatan cyber extension dalam pemberdayaan petani
sayuran yang memungkinkan media massa digunakan sekaligus sebagai media
komunikasi interaktif dengan sifat umpan balik secara langsung.
2. Memberikan informasi bagi penelitian yang serupa agar dapat melakukan
penyempurnaan dalam metode untuk analisis media komunikasi yang
mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi sebagai media baru dalam
komunikasi inovasi pertanian.
3. Mengembangkan dan menyempurnakan secara empiris teori komunikasi
pembangunan yang partisipatif dengan mengintegrasikan antara media
komunikasi baru dan media komunikasi konvensional untuk pemberdayaan
petani sayuran.
Kegunaan dalam lingkungan praktis
1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk tambahan informasi
sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan pemanfaatan
cyber extension sebagai komunikasi inovasi pertanian dalam pemberdayaan
petani sayuran sesuai dengan kategori tingkat pemanfaatan cyber extension
untuk memperoleh peluang yang lebih besar bagi peningkatan kesejahteraan
petani sayuran.
2. Hasil penelitian diharapkan menjadi tambahan informasi bagi semua
stakeholders untuk bahan masukan dalam menyusun strategi dan program
komunikasi inovasi pertanian, khususnya bidang hortikultura melalui
pemanfaatan cyber extension secara spesifik lokasi.
9
Kebaruan (Novelty)
Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan
komunikasi yang banyak dilakukan di kalangan akademis sebagian besar adalah
terkait dengan akses informasi melalui internet dengan sarana komputer oleh
pengguna baik di lingkungan pendidikan/proses pembelajaran jarak jauh maupun
akses untuk mendukung bidang pertanian.
Penelitian yang mensinergikan
teknologi informasi dan komunikasi khususnya melalui telepon genggam maupun
komputer untuk bidang pertanian belum pernah dilakukan secara khusus di
Indonesia. Penelitian tentang cyber extension yang mensinergikan teknologi
informasi dan komunikasi, khususnya telepon genggam dan komputer sebagai
media komunikasi bagi pemberdayaan petani sayuran ini dilakukan dengan
harapan menghasilkan kebaruan (novelty) dari hasil penelitian yang dilakukan
sebagai berikut.
1. Mengangkat isu pemanfaatan teknologi informasi dalam kaitannya dengan
cyber extension sebagai media komunikasi inovasi pertanian yang bersifat
massa namun dapat sekaligus menjadi media yang interaktif dalam perspektif
hybrid media untuk meningkatkan keberdayaan petani sayuran.
2. Merumuskan strategi pemanfaatan cyber extension dalam pemberdayaan petani
sayuran yang mampu mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan
beragam media komunikasi yang ada di tingkat petani.
Download