UNDAGI DESEMBER Volume 5 N0 1 th 2017.1.1

advertisement
UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017, Hal 9-16
ISSN 2338-0454
IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI
Oleh:
I Made Suwirya
Dosen Jurusan Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik
Universitas Warmadewa, Jl. Terompong No. 24 Denpasar – Bali, Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Lumbung adalah bangunan tradisional Bali yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan
padi. Lumbung dapat dibedakan menjadi empat jenis. Antara lain: Jineng, Kelumpu,Gelebeg, dan
Kelingking. Perwujudan arsitektur lumbung dipengaruhi oleh fungsi yang mewadahinya dan
status sosial ekonomi masayarakat setempat. Bangunan Lumbung bukan hanya tanggap
terhadap iklim dan lingkungan tetapi yang penting diingat adalah dari segi waktu. Sebelum
ditemukannya bibit unggul, waktu panen bisa mencapai 6 bulan, dan persediaan bahan pangan
harus memenuhi waktu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi varian arsitektur
lumbung pada aspek wujud, struktur, dan material yang digunakan. Metode yang digunakan
dalam menganalisis adalah rasionalistik kualitatif.
Kata Kunci : Jineng, Kelumpu, Gelebeg, Kelingking
PENDAHULUAN
Bali merupakan salah satu provinsi
di Indonesia. Luas wilayah Bali sebesar
5,636 km². Letak geografis provinsi 114°
BT - 40° BT, 8°LS- 48° LS. Ketinggian
maksimum 300 m dan minimum 22m.
Curah hujan maksimal 355 mm
perbulan dan minimal 50 mm perbulan.
Suhu udara 27-70°C, kelembaban ratarata 77.70%. Melihat kondisi iklim yang
demikian dan curah hujan yang tinggi
perlu dipikirkan strategi dari segi desain
terutama untuk penyimpanan bahan
pangan. Bukan hanya dari segi
tanggapan
terhadap
iklim
dan
lingkungan tetapi yang penting diingat
adalah dari segi waktu. Sebelum
ditemukannya bibit unggul, waktu
panen bisa mencapai 6 bulan, dan
persediaan bahan pangan harus
memenuhi waktu tersebut. Untuk
mengatasi
masalah
tersebut
diciptakanlah bangunan yang bernama
lumbung.
Lumbung
adalah
bangunan
tradisional Bali yang berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan padi.
Lumbung dapat dibedakan menjadi
empat jenis. Antara lain: Kelumpu,
Kelingking, Jineng dan gelebeg.
Lumbung memiliki beberapa fungsi
adalah sebagai berikut: pada bagian
atas lumbung digunakan sebagai
tempat untuk menyimpan hasil
pertanian. Dibanjar yang sebagian besar
penduduknya sebagai petani, lumbung
dibuat
untuk
menyimpan
hasil
pertanian milik banjar. Lumbung dadia
digunakan untuk menyimpan bahan
pangan dan bahan upacara di desa.
Bangunan lumbung juga berfungsi
sebagai ungkapan identitas yang dapat
menunjukkan status sosial. Halaman
9|P age
disekitar lumbung digunakan sebagai
tempat
berkumpul
dan
tempat
menjemur
padi.
Lumbung
juga
berfungsi sebagai tempat memuja Dewi
Sri sebagai dewa kemakmuran. Fungsi
lumbung lainnya adalah sebagai tempat
melaksanakan kerja-kerja sosial dalam
kehidupan beradat dan beragama.
KAJIAN LITERATUR
Lumbung
adalah
bangunan
tradisional Bali yang berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan padi.
Lumbung dapat dibedakan menjadi 4
jenis menurut bentuknya, yaitu:
1.
Jineng
Bangunan
penyimpanan
padi
dengan denah persegi empat, memiliki
4 kolom, dengan atap pelana lengkung,
letak jineng umumnya berdekatan
dengan paon, sehingga ruang bale
jineng dapat difungsikan sebagai
perluasan dari kegiatan paon. Jineng
jika
dilihat
dari
struktur
dan
konstruksinya merupakan bangunan
bertingkat, dengan ruang penyimpanan
padi diatas. Langki kepala tiang dengan
lantai selasar terbatas sisi dalam atap
lengkung, dan balai di bagian bawah
untuk tempat duduk, istirahat, atau
tempat bekerja. Sesuai dengan fungsi
aslinya dan adanya ruang bertingkat,
maka konstruksi jineng dibuat dengan
kolom yang cukup besar, bukan hanya
satu rai seperti umumnya bangunan
tradisional bali lainnya.
2.
Klumpu
Bangunan
dengan
denah
berbentuk segi empat dengan empat
atau enam kolom (tiang), dengan atap
pelana dari atas bale-bale sampai ke
atap. Padi dimasukkan ke ruang
penyimpanan
dari
sisi
samping
bangunan. Namun, terdapat juga
kelumpu yang memiliki pintu di atas
bangunan, dan untuk memasukkan padi
ke dalam ruang penyimpanan harus
menggunakan bantuan tangga. Dinding
dan selasar ruang penyimpanan terbuat
dari bahan gedeg anyaman bambu atau
papan kayu, atap bangunan umumnya
dari alang-alang atau bahan lain yang
ditentukan dari iklim setempat.
3.
Gelebeg
Serupa dengan jineng, berdenah
segi empat dengan atap pelana
lengkung, dan memiliki 6 sampai 8
kolom. Tempat menyimpanan padi di
bawah atap sampai dengan bagian atas
bale, dengan dinding papan atau bambu
dari bale sampai bertemu atap. Pintu
masuk untuk menyimpan padi searah
dengan panjang bangunan dari sisi
bagian atas. Gelebeg ada yang
dilengkapi dengan gelagar sebagai
pemisah ruang bawah balai sampai kea
tap. Ruang bagian atas digunakan untuk
menyimpan bibit padi.
4.
Kelingking
Merupakan lumbung padi yang
menggandakan dimensi atau luas ruang
kelumpu. Pola ruang, bentuk, dan
struktur serupa dengan kelumpu. Sesuai
dengan fungsi aslinya sebagai tempat
menyimpan padi dengan beban cukup
berat, maka dimensi disesuaikan
dengan pembebanan, stabilitas, dan
estetika. Batu sendi alas tiang dan
pondasi (jongkok asu) ukurannya lebih
besar dibandingkan lumbung tradisional
Bali tipe lainnya.
Pengunaan bahan untuk pondasi,
bebaturan, menggunakan batu alam
mengambil jenis-jenis batuan setempat.
Desa yang memiliki kali yang berbatu
basalt digunakan batu tersebut untuk
bangunan begitu juga dengan desa yang
menghasilkan batu kapur atau padas
Penggunaan bahan untuk tiang
saka dan keperluan kayu lainnya
menggunakan bahan-bahan yang ada di
daerah disekitar. Sedangkan untuk
bahan atap dipegunungan penghasil
bambu memakai sirap bambu, di pantai
yang banyak kebun kelapa di pakai daun
10 | P a g e
kelapa sebagai atap. Di bukit atau
daratan tegal alang-alang, perumahan,
dan
pembangunan
lainnya
menggunakan alang-alang sebagai
penutup atap.
Lumbung padi menurut asta kosala
– asta kosali – asta gumi terletak di
zona nista (Barat daya untuk daerah bali
bagian selatan) dari pekarangan rumah
tinggal bali tradisional Bali, tepatnya di
sebelah timur atau utara paon (dapur).
Konsep tata letak ini mengikuti filosofi
dan nilai fungsi bangunan.
KETERANGAN
A. SANGGAH
B. BALE DAJA
C. BALE/ROMPOK
D. TUGUN KARANG
E. BALE DAUH
F.
BALE DANGIN
G. BALE DELOD + DAPUR
H. BALE/ROMPOK
I.
KLUMPU
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Kelumpu
Bangunan dengan denah segi
empat tiang empat atau enam atap
pelana ruang terkurung dari atas balaibalai sampai keatap.Memasukkan padi
ke dalam ruangan penyimpanan dari sisi
bangunan. Dalam bentuknya yang lain
ada pula Kelumpu dengan pintu
dibagian atas. Dinding dan selasar ruang
penyimpanandari papan atau gedeg
anyaman bambu. Atap bangunan
umumnya menggunakan alang-alang
atau bahan lain yang disesuaikan
dengan iklim dan fungsi bangunan.
a.
Tata Letak
Pemilik : I Wayan Suka
Alamat : Br. Sema, Ds. Melinggih, Kec.
Payangan, Gianyar
Gambar 7. Tata Letak Bangunan
Kelumpu
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Zonasi bangunan klumpu terdapat
pada bagian Utamaning Nista pada
natah tersebut, memiliki orientasi
menghadap ke Barat.
b.
Perwujudan
Bangunan
klumpu
ini
menggunakan bentuk persegi empat
panjang dan memiliki jumlah tiang /
saka empat atau enam. Menggunakan
bentuk atap pelana dengan sudut
kemiringan atap yang sangat curam dan
melengkung untuk mengantisipasi
gangguan dari binatang pengerat
seperti
tikus.
Memiliki
ruang
penyimpanan yang besar dari badan
bangunan hingga atap bangunan yang
terlindung dari struktur dinding gedeg.
Bangunan ini menggunakan material
kayu taep untuk struktur bangunannya,
meliputi saka, sunduk dan lambang.
Sedangkan untuk waton menggunakan
kayu kelapa dan struktur atapnya serta
menggunakan kayu kelapa. Struktur
atap bangunan ini menggukan tipe atap
11 | P a g e
pelana yang konstruksi atapnya
dikombinasi konstruksi sudut atap yang
curam dengan perkuatan balok jepit
pada bidang atapnya yang lengkung.
Struktur ini juga dimaksudkan agar
ruang
penyimpanan
lumbung
mendapatkan luas yang cukup untuk
kualitas penghawaan ruangan serta
dimensinya. Untuk struktur badan
bangunannya
digunakan
struktur
rangka yang kaku dari hubungan saka
dan sunduk. Sedangkan untuk tempat
penyimpanan dengan struktur dinding
yang dibuat dari anyaman bamboo
(gedeg) dengan stuktur rangka. Struktur
bawah
bangunan
menggunakan
struktur pondasi setempat yang
posisinya dibawah sendi dan saka untuk
menyalurkan beban bangunan.
2.
Jineng
Bangunan tempat penyimpanan
padi dengan bentuk denah segi empat
tiang empat dengan atap pelana
lengkung. Ruang tempat penyimpanan
diatas langki kepala tiang dengan lantai
selaras berbatas sisi pada atap lengkung
sisi dalam pintu masuk dari depan di
bagian atas. Ruang balai-balai untuk
tempat duduk-duduk atau untuk
berbaai kegiatan kerja. Letak jineng
biasanya didekat dapur sehingga ruang
balai-balai
jineng
dapat
untuk
mengerjakan atau sebagai perluasan
ruang kerja dapur.
Bangunan
jineng
struktur
kontruksinya merupakan bangunan
bertingkat, balai-balai diruang bawah
untuk
tempat
duduk,
tempat
tidursementara
atau
tempat
kerja.Bangunan atau ruang diatas untuk
tempat menyimpan. Sesuai funngsi dan
kontruksinya
sebagai
bangunan
bertinkat, dengan beban berat dimensi
tiangnya cukup besar, bukan 1 rai
seperti dimensi tradisional.
a.
Tata Letak
Gambar 9. Tata Letak Bangunan Jineng
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Gambar 8. Wujud Bangunan Kelumpu
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Zonasi bangunan jineng terdapat
pada bagian Utamaning Nista pada
natah tersebut, memiliki orientasi
menghadap ke Barat.
12 | P a g e
b.
Perwujudan
Bangunan
ini
menggunakan
material kayu taep untuk struktur
bangunannya, meliputi saka, sunduk
dan lambang. Sedangkan untuk waton
menggunakan kayu kelapa dan struktur
atapnya serta menggunakan kayu
kelapa. Struktur atap bangunan ini
menggukan tipe atap pelana yang
konstruksi
atapnya
dikombinasi
konstruksi sudut atap yang curam
dengan perkuatan balok jepit pada
bidang atapnya yang lengkung.Struktur
ini juga dimaksudkan agar ruang
penyimpanan lumbung mendapatkan
luas yang cukup untuk kualitas
penghawaan ruangan serta dimensinya.
Untuk struktur badan bangunannya
digunakan struktur rangka yang kaku
dari
hubungan
saka
dan
sunduk.Sedangkan
untuk
tempat
penyimpanan dengan struktur dinding
yang dibuat dari anyaman bamboo
(gedeg) dengan stuktur rangka. Struktur
bawah
bangunan
menggunakan
struktur pondasi setempat yang
posisinya dibawah sendi dan saka untuk
menyalurkan beban bangunan.
Bangunan Jineng inimenggunakan
bentukpersegi
empat
panjang
danmemiliki jumlah tiang / saka empat
atau enam. Menggunakanbentuk atap
pelana dengan sudut kemiringan atap
yang sangat curam dan melengkung
untuk mengantisipasi gangguan dari
binatang pengerat seperti tikus.
Memiliki ruang penyimpanan yang
besar dari badan bangunan hingga atap
bangunan yang terlindung dari struktur
dinding papan kayu.
Gambar 10. Wujud Bangunan Jineng
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
3.
Gelebeg
Bangunannya
serupa
dengan
jineng, segi empat dengan atap pelana
lengkung cembung.Bedanya dengan
jineng, bangunan gelebeg jumlah
tingnya enam atau delapan dan ruang
tempat penyimpanan padi dari bawah
atap sampai ke balai-balai denan
dingding papan atau bambu dari balaibalai sampai keatap.Pada banunan tidak
ada
balai-balai
untuk
tempat
dudukseperti pada jineng.Semua ruang
diatas balai-balai dibawah atap untuk
tempat penyimpanan padi.Pintu masuk
untuk memasukkan padi searah dengan
panjang bangunan dari sisi atas.Ukuran
tiang gelebeg 1 musti dengan pengurip
dan dimensi-dimensi kontruksi dan
ruang, dari bagian atau kelipatan 1
mustisebagai
ukuran
sisi-sisi
penampang tiang. Bangunan gelebeg
ada yang dilengkapi dengan gelegar
sebagai lantai pemisah ruang bawah
dari balai-balai sampai ke atap. Padi
untuk bibit ditaruh di ruang atas.
13 | P a g e
a. Tata Letak :
Gambar 13. Tampak Bangunan Gelebeg
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Gambar 11. Tata Letak Bangunan
Gelebeg
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Zonasi bangunan jineng terdapat
pada bagian Utamaning Nista pada
natah tersebut, memiliki orientasi
menghadap ke Barat.
b. Perwujudan
Gambar 12. Denah Bangunan Gelebeg
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
Bangunan gelebeg inimenggunakan
bentukpersegi
empat
panjang
danmemiliki jumlah tiang / saka empat
atau enam. Menggunakanbentuk atap
pelana dengan sudut kemiringan atap
yang sangat curam dan melengkung
untuk mengantisipasi gangguan dari
binatang pengerat seperti tikus.
Memiliki ruang penyimpanan yang
besar di atap bangunan yang terlindung
dari struktur atap.
Bangunan
ini
menggunakan
material kayu kutat untuk struktur
bangunannya, meliputi saka, sunduk
dan lambang. Sedangkan untuk waton
menggunakan kayu base dan struktur
atapnya menggunakan kayu kelapa.
Struktur atap bangunan ini menggukan
tipe atap pelana yang konstruksi
atapnya dikombinasi konstruksi sudut
atap yang curam dengan perkuatan
balok jepit pada bidang atapnya yang
lengkung. Struktur ini juga dimaksudkan
agar ruang penyimpanan lumbung
mendapatkan luas yang cukup untuk
kualitas penghawaan ruangan serta
besarnya volume untuk penyimpanan
bahan pangan. Untuk struktur badan
bangunannya serta waton / tempat
untuk
beraktivitas
menggunakan
struktur rangka dengan hubungan kayu
system pen dan lubang anatara saka
dan sunduk. Struktur bawah bangunan
menggunakan
struktur
pondasi
setempat yang posisinya dibawah sendi
dan saka untuk menyalurkan beban
bangunan.
Gambar 14. Potongan Bangunan
Gelebeg
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
14 | P a g e
bangunan yang terlindung dari struktur
atap.
Gambar 15. Perspektif Bangunan
Gelebeg
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
4.
Kelingking
Sebagaimana bangunan gelebeg
yang merupakan bangunan jineng
dengan ukuran besar atau luas ruang
penggandaan dari ukuran atau luas
ruang jineng.Bangunan type kelinking
merupakan penggandaan dimensi atau
luas ruang dari bangunan lumbung type
kelumpu.Pola ruang, struktur bentuk,
dan lokasi kelingking serupa dengan
kelumpu.
Bahan penutup atap bangunanbangunan lumbung umumnya alangalang, untuk pengkondisian suhu
ruang.Sesuai dengan fungsinya untuk
tempat penyimpanan dengan beban
yang cukup berat. Dimensi-dimensi
disesuaikan.
Bangunan
Kelingking
ini
menggunakan bentuk persegi empat
panjang dan memiliki jumlah tiang /
saka lebih dari enam. Menggunakan
bentuk atap pelana dengan sudut
kemiringan atap yang sangat curam dan
melengkung untuk mengantisipasi
gangguan dari binatang pengerat
seperti
tikus.
Memiliki
ruang
penyimpanan yang besar di atap
Bangunan
ini
menggunakan
material kayu albesia untuk struktur
bangunannya, meliputi saka, sunduk
dan lambang. Sedangkan untuk waton
menggunakan kayu seseh dan struktur
atapnya menggunakan kayu seseh.
Struktur atap bangunan ini menggukan
tipe atap pelana yang konstruksi
atapnya dikombinasi konstruksi sudut
atap yang curam dengan perkuatan
balok jepit pada bidang atapnya yang
lengkung. Struktur ini juga dimaksudkan
agar ruang penyimpanan lumbung
mendapatkan luas yang cukup untuk
kualitas penghawaan ruangan serta
besarnya volume untuk penyimpanan
bahan pangan. Untuk struktur badan
bangunannya serta waton / tempat
untuk
beraktivitas
menggunakan
struktur rangka dengan hubungan kayu
sistem pen dan lubang anatara saka dan
sunduk. Struktur bawah bangunan
menggunakan
struktur
pondasi
setempat yang posisinya dibawah sendi
dan saka untuk menyalurkan beban
bangunan.
Gambar 16. Tampak Bangunan
Kelingking
(Sumber : Hasil Observasi, 2017)
15 | P a g e
KESIMPULAN
Pada dasarnya jenis lumbung
memiliki kemiripan atau kesamaan
fungsi dan struktur, yaitu :




Klumpu : umumnya memiliki atap
berbentuk segitiga dan
memiki
dinding pada bagian selasarnya
sehingga tertutup
Kelingking
:
sebutan
yang
digunakan untuk klumpu yang
memiliki ukuran yang lebih besar,
namun Pola ruang, struktur, dan
bentuk kelingking serupa dengan
kelumpu, biasanya terdapat pada
keluarga kerajaan seperti puri.
Jineng : umumnya memiliki atap
segitiga namun sedikit melengkung
dan tidak terdapat dinding pada
bagian
selasarnya
sehingga
biasanya
digunakan
sebagai
tempat duduk atau penyimpanan.
Gelebeg : sebutan yang digunakan
untuk jineng yang memiliki ukuran
lebih besar dan daya tampung
lebih banyak, namun Pola ruang,
struktur, dan bentuk Gelebeg
sangat mirip dengan jineng,
biasanya terdapat pada keluarga
yang
perekonomiannya
mapan.
lebih
Dari penjabaran di atas ternyata
penyebab desain lumbung mampu
menanggulangi masalah iklim dan
lingkungan terlihat dari system struktur
atap kampiah yang mampu menjaga
kelembaban dan pengaruh hujan,
Struktur bale yang didalamnya terdapat
sambungan anti gempa dan anti
binatang liar serta struktur bebaturan
yang disebut jongkok asu, yang kokoh
menahan beban mati misalnya padi
atau hasil panen lainnya.
REFERENSI
Gelebet, I Nyoman, dkk. 2002.
Arsitektur Tradisional Daerah Bali.
Denpasar: Badan Pengembangan
Kebudayaan dan pariwisata Deputi
Bidang
Pelestarian
dan
Pengembangan
Budaya
Bagian
Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan
Sejarah dan Tradisi Bali.
Mayu, Ida Bagus. 1986. Arsitektur
Tradisional Daerah Bali. Denpasar.
16 | P a g e
Download