UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENETAPKAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) MELALUI LOKAKARYA DI SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI SARWONO Guru SMPN 8 Tebing Tinggi Email: [email protected] ABSTRAK Masalah dalam penelitian ini adalah guru dalam menetapkan KKM tidak berdasarkan analisis dan tidak memperhatikan prinsip serta langkah-langkah penetapan, oleh karena itu perlu ada kegiatan pada awal tahun pelajaran yang dapat memberikan informasi kepada Guru yang dijadikan pedoman dalam penetapan KKM. Lokakarya merupakan proses perbantuan (facilitating) Guru untuk mendapatkan keefektivan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berfikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai Kata kunci: Kemampuan guru, Lokakarya. PENDAHULUAN Di dalam GBHN 1999-2004 telah dikemukakan mengenai visi dan misi pembangunan nasional. Visi pembangunan tersebut dapat disebut sebagai agenda reformasi. Sebagai agenda reformasi yang menentukan visi haluan Negara di dalamnya terdapat dua hal penting. Pertama,khusus dalam bidang pendidikan dinyatakan bahwa pendidikan yang bermakna diperlukan bagi pengembangan pribadi dan watak bagi hidup kebersamaan dan toleransi. Kedua,diperlukan pembangunan suatu masyarakat yang demokratis,damai,berkeadilan,dan berdaya saing.kedua visi tersebut mempunyai implikasi yang sangat jauh dalam membenahi pendidikan nasional. Dunia Pendidikan Nasional Indonesia saat ini berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internal kepentingan pembangunan bangsa, maupun secara eksternal dalam kaitan dengan kompetisi antar bangsa (Surya, 2002).Oleh sebab itu perlu segera diatasi masalah-masalah pendidikan termasuk yang berkaitan langsung dengan guru. Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses dari hasil belajar, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar. Menurut Djamarah (2000), tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan 138 ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkan dalam kehidupan demi masa depan anak didik. Untuk melaksanakan tugas guru tersebut di atas seorang guru harus memiliki semangat kerja yang baik dan diwujudkan dalam sikap prilakunya. Oleh karena itu, tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi juga sebagai fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Rasa gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki era globalisasi yang sarat tantangan dan persaingan. Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No.1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM)), atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kurikulum 2004 dan sesuai dengan pelaksanaan Standar Isi, yang menyangkut masalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD ) maka berdasarkan petunjuk dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, dipandang perlu setiap sekolah-sekolah untuk menentukan Standar Ketuntasan Minimal (KKM) nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah dimana sekolah itu berada. Artinya antara sekolah A dengan sekolah B bisa KKM-nya berbeda satu sama lainnya. Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada beberapa rambu-rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah. Adapun rambu-rambu yang dimaksud adalah : 1. KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran. 2. KKM ditetapkan oleh forum MGMP sekolah. 3. KKM dinyatakan dalam bentuk persentase berkisar antara 0-100, atau rentang nilai yang sudah ditetapkan. 4. Kriteria ditetapkan untuk masingmasing indikator idealnya berkisar 75 %. 5. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kriteria ideal (sesuai kondisi sekolah). 6. Dalam menentukan KKM haruslah mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta kemampuan sumber daya pendukung. 7. KKM dapat dicantumkan dalam LHBS sesuai model yang ditetapkan atau dipilih sekolah. Selanjutnya dari rambu-rambu tersebut melalui kegiatan Musyawarah Guru Bidang Studi 139 (MGMP) maka akan dapat diperoleh berapa nilai nominal KKM dari masing-masing bidang studi. Ada beberapa kriteria penetapan KKM yang dapat dilaksanakan, diantaranya : 1. Kompleksitas indikator ( kesulitan dan kerumitan). 2. Daya dukung ( sarana dan prasarana yang ada, kemampuan Guru, lingkungan, dan juga masalah biaya) 3. Intake siswa ( masukan kemampuan siswa ) Permasalahannya sekarang adalah dalam penetapan KKM ini masih ada beberapa sekolah atau Guru bidang studi yang belum memahaminya. Akibatnya, banyak Guru mengalami kesulitan untuk menetapkan KKM pada Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS) atau dulu kita kenal dengan Rapor. Melalui Lokakarya ini, Guru diajak untuk menemukan konsepkonsep dan pengetahuan tentang KKM yang dapat diterapkannya dalam bidang studi yang diasuhnya. Melalui Lokakarya ini, hasil pembelajaran kepada Guru dapat lebih bermakna dan dipahami. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Prestasi Belajar Prestasi belajar secara teoritis dari berbagai sumber dapat disimpulkan adalah kemampuan siswa dalam menyerap materi yang disampaikan oleh Guru selama dalam proses belajar mengajar (PBM). Pembelajaran dikatakan berhasil apabila siswa mengalami peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya tersebut. Tingkat keberhasilan siswa tersebut dalam menyerap pengetahuan dinyatakan dalam bentuk Skor atau angka yang diberi nilai atau bobot tertentu. Apabila jumlah/persentase siswa dalam satu kelas mayoritas memperoleh angka atau bobot yang tinggi terhadap mata pelajaran tersebut maka proses pembelajaran tersebut dapat dikatakan berhasil. Namun akan terjadi sebaliknya, yaitu jika sebagian besar siswa di kelas tersebut tidak mampu memperoleh nilai/bobot yang tinggi terhadap mata pelajaran tersebut maka proses pembelajaran tidak berhasil. 2. Pengukuran Prestasi Belajar Prestasi belajar atau keberhasilan dalam mencapai tujuan belajar perlu diukur agar Guru dan siswa mengetahui penguasaan dan pemahaman materi yang telah diajarkan sebelumnya. Penilaian prestasi belajar menekankan pada informasi tentang seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Banyak alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar, diantaranya berupa test atau test prestasi. Menurut Azwar (1996), Test Prestasi Belajar merupakan bentuk instrumen pengukuran berupa test yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan- 140 bahan atau materi yang telah diajarkan. Fungsi utama test prestasi di kelas adalah mengukur prestasi belajar siswa. Prosedur test dalam mengukur prestasi mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat penting. Test membantu para Guru dalam memberikan nilai yang lebih akurat dan lebih dapat dipercaya. 3. Teori Belajar Menurut Sardiman ( 2001:93) bahwa : ” Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Proses Belajar tidak ada kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau azas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar”. Selanjutnya menurut pandangan ilmu jiwa modern Sardiman (2001:97) menerjemahkan bahwa :” Jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alami siswa juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar menurut Paul B. Diedricch dalam Sardiman (2001: 99) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Visual activites, yang termasuk didalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c. Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan diskusi, musik, pidato. d. Writing activities, seperti menulis : cerita, karangan, laporan, menyalin, angket. e. Drawing activities, seperti; menggambar, membuat grafik, peta, diagram. f. Motor activities, seperti: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak. g. Mental activities, seperti: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan. Clifford T. Morgan (1988) mengartikan belajar sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang telah berlalu. Menurut Slameto (2002) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Ngalim 141 Purwanto (1992) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. 4. Pengertian Belajar Menurut Aliran Psikologi Ilmu Psikologi yang mempelajari tentang jiwa manusia memiliki pengertian dan pandangan yang berbeda tentang belajar. Menurut aliran Psikologi Behavioristik dengan tokohnya Ivan Petrovitch Patlov berpendapat, kemampuan seorang individu dalam belajar dipengaruhi oleh faktorfaktor kondisional yang disebabkan oleh lingkungan. Dengan kata lain, belajar dapat dianggap sebagai salah satu cara membentuk kebiasaan individu dengan jalan menghubungkan suatu rangsangan yang kuat dalam pikiran dan yang lemah secara serempak (simultan). Sedangkan menurut Psikologi Kognitif, belajar sebagai suatu usaha (kreatifitas) untuk mengetahui tentang sesuatu secara aktif. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan dan lainnya guna mencapai tujuan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut: a. suatu kesadaran atau disengaja. b. adanya suatu aktifitas. c. perubahan terhadap perilaku. d. hasilnya relatif menetap. 5. Guru dan Prestasi Belajar Menurut Barlow, kompetensi adalah 'the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately' (Muhibin Syah,1995:230) atau “ kemampuan seorang Guru untuk menunjukkan secara bertanggung jawab tugastugasnya dengan tepat” Dalam hal standar kompetensi Guru, Pearson (1980) telah mengidentifikasi Guru yang kompeten dengan tiga masalah pokok, yakni: (1) what standards must a teacher meet to teach satisfactorily rather than minimally, (2) what skills are required in general for a person to perform at this level, (3) does the person in question have these requisite skills. Untuk menjelaskan tentang pengertian tentang kompetensi itulah maka Gronczi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan bahwa “An integrated view sees competence as a complex combination of knowledge, attitudes, skills, and values displayed in the context of task performance “ Dengan kata lain secara singkat dapat diartikan bahwa kompetensi Guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh Guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan kepadanya. 6. Kemampuan Guru Kompetensi tersebut akan diwujudkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari 142 perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai Guru. a. Indikator kemampuan Guru Untuk memperoleh gambaran yang terukur pada pemberian nilai untuk setiap kemampuan , maka perlu ditetapkan kinerja setiap kemampuan. Kinerja kemampuan / kompetensi terlihat dalam bentuk indikator ( Anonim , 2003 : 12 ). Tabel 01 Komponen Pengelolaan Pembelajaran Khusus pada Kompetensi Penilaian Prestasi Belajar Peserta Didik. Kompetensi Penilaian Prestasi Belajar Peserta Didik Indikator 1. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran. 2. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda 3. Mampu memperbaiki soal yang tidak valid 4. Mampu memeriksa jawaban 5. Mampu mengklasifikasikan hasil – hasil penilaian 6. Mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian 7. Mampu menyusun laporan hasil penilaian 8. Mampu membuat interpretasi kecendrungan hasil penilaian 9.Mampu menentukan korelasi antar soal berdasarkan hasil penilaian 10. Mengidentifikasi tingkat variasi hasil tes 11. Mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan Logis. b. Profesionalisme Guru dan komitmen Guru 1). Profesionalisme Guru Guru adalah tenaga fungsional yang bertugas khusus untuk mengajar, mendidik , melatih , dan menilai hasil pembelajaran peserta didik serta efektifitas mengajar Guru. Tugas Guru adalah profesi maka dari itu diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan baik. Karena profesi menurut Sikun Pribadi dalam bukunya Etty menyatakan bahwa : “ Profesi itu pada hakekatnya suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa “. ( Etty , 2003 : 2 ). Profesional Guru sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya adalah : 1. Mampu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 2. Mampu mengkonstruksi tes hasil belajar yang berkualitas. 3. Terampil menyajikan bahan ajar di kelas dan di luar kelas, profesional dalam mengevaluasi hasil belajar. 2). Komitmen Guru Kewajiban Guru dalam melaksanakan tugas hendaknya disiplin, obyektif, jujur, bertanggung jawab, kreatif, inovatif serta berkinerja. Profesional dan komitmen Guru menurut Flanangan 143 dalam hand out oleh Maba menyebutkan ada empat dimensi antara lain : Dimensi 1 , dimensi 2 , dimensi 3, dimensi 4 (Maba:2007 :2) Keterangan : Dimensi 1 ( P : + dan K : - ) adalah Guru mampu mempersiapkan bahan ajar ( RPP ) , pintar menyajikan bahan ajar sehingga siswa mengerti, tetapi kurang disiplin ( suka terlambat , malas , subyektif , sore memberi les, malam hari tidak jelas pekerjaannya ). Dimensi 2 ( P : + dan K : + ) adalah Guru mampu menyusun RPP dan terampil menyajikan bahan ajar. Guru ideal (pintar mengajar, sistematis, rajin, disiplin, obyektif , Guru selalu ada di hati siswa. Bila tidak mengajar doa siswa baik ( semoga selamat, semoga dilindungi Tuhan , dimurahkan rejekinya oleh Tuhan dan lain-lain ). Dimensi 3 ( P : - dan K : - ) adalah Guru kurang mampu menyusun RPP, kurang terampil menyajikan bahan ajar, siswa jadi bingung , Guru malas, subyektif, kurang pas jadi Guru, lebih cocok alih profesi. Guru hanya dihina siswa, bila tidak masuk doa siswa yang tidak baik. Dimensi 4 ( P : - dan K : + ) adalah Guru kurang mampu menyusun RPP, kurang terampil menyajikan bahan ajar, Guru rajin, disiplin dan obyektif serta selalu mengutamakan kepentingan siswa (kombinasi matreo sentrisme dengan paedo sentrisme ). 7. Konstruksi Tes Hasil Belajar . Kontruksi adalah langkah menyusun tes hasil belajar. Tes adalah prosedur yang sistematis untuk mewujudkan sampel perilaku sebagai pencerminan tingkat ketuntasan belajar siswa . ( Maba , 2007 : 1 ) . Guru memiliki kompetensi di dalam mengkontruksi tes karena tes dipakai sebagai alat untuk mengukur ketercapaian pembelajaran. Hasil belajar merupakan prestasi yang dapat ditunjukkan dalam bentuk simbol angka oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Jenis hasil tes belajar seperti : post tes , formatif tes, diagnostik tes dan sumatif tes . Konstruksi tes hasil belajar melibatkan tiga keahlian : Ahli bahan ajar , ahli konstruksi dan ahli bahasa yang baik dan benar. Untuk mendapatkan hasil tes yang baik diuji dengan kalibrasi / validasi secara teoritik, dalam satu panel yang terdiri dari ahli kontruksi , konten ajar dan bahasa. Kalibrasi / validasi emperik , dalam satu uji coba lapangan untuk memperoleh respon verbal dari responden. Kalibrasi empirik bertujuan : Menentukan validasi butir reliabelitas tes , tingkat kesukaran butir tes , dan daya beda tes ( Maba , 2007 : 3 ) . Karena pelaksanaan tes yang profesional siswa dengan mudah memahami hal yang ditanyakan sebab penyampaiannya secara sistemasis dan bahasa yang dipergunakan cukup jelas. Evaluasi proses adalah evaluasi selama pembelajaran 144 berlangsung meliputi ; pre tes , tugas, post tes, formatif dan diagnostik . Evaluasi produk adalah evaluasi akhir semester , tahun pelajaran atau jenjang pendidikan , sebaiknya dilakukan oleh Guru secara individu atau kelompok MGMP. Evaluasi produk yang berbentuk UN disusun oleh pusat ( bukan oleh Guru pengajar ) untuk beberapa mata pelajaran seperti : Matematika , Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris , untuk mewujudkan standarisasi proses internalisasinya sangat jauh berbeda baik tigkat provinsi, kabupaten , sekolah negeri maupun swasta , sehingga menimbulkan pro kontra . 8. Kriteria Ketuntasan Minimal Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ) merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan KKM dengan analisis dan memperhatikan mekanisme, yaitu prinsip dan langkah-langkah penetapan. Berdasarkan surat Dirjendikdasmen No.1321/c37/MN/20037 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM)), atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Kurikulum 20037 dan sesuai dengan pelaksanaan Standar Isi, yang menyangkut masalah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD ) maka berdasarkan petunjuk dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, dipandang perlu setiap sekolah-sekolah untuk menentukan Standar Ketuntasan Minimal (KKM) nya masing-masing sesuai dengan keadaan sekolah dimana sekolah itu berada. Artinya antara sekolah A dengan sekolah B bisa KKM-nya berbeda satu sama lainnya. 9. Usaha Meningkatkan Kemampuan Guru Menetapkan KKM Banyak cara yang dapat digunakan dan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Guru dalam menetapkan KKM . Dalam kaitan ini penulis menggunakan Lokakarya/Workshop. Penulis berkeyakinan jika Guru diberi materi pengetahuan dan informasi yang relevan dengan penetapan KKM dapat memotivasi dan menambah keterampilan Guru untuk menetapkan KKM berdasarkan analisis dan kondisi siswa serta sekolah yang sebenarnya. Lokakarya ini akan dilaksanakan selama sehari penuh dengan peserta : para Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi . 10. Tinjauan Tentang Lokakarya (Workshop) Pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan manusia dikembangkan melalui belajar. 145 Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga aspek tersebut seperti belajar di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja, sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan melalui Lokakarya. Lokakarya adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata.(Badudu,1988:3703). Lebih lanjut (Harbinson,1973:52) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pengalihan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan satu sama lainya karena memiliki tujuan yang berbeda. Nadler (1970:370-371) membedakannya dengan pendidikan dan pelatihan. Latihan merupakan kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki unjuk kerja (perfomance) dalam tugas yang dihadapi ataupun di kerjakan. Lokakarya umumnya mempunyai masalah mengenai prestasi penatar dalam mengajar, yaitu masalah evaluasi dan validasi kelangsungannya. Jika pelajaran telah diajarkan dengan baik dan penatar telah belajar pelajaran tersebut sesuai dengan ukuran penatarnya maka efektivitas Lokakarya sudah dianggap valid. Lokakarya merupakan proses perbantuan (facilitating) Guru untuk mendapatkan keefektivan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berfikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai (Dahana and Bhatnagar,1980: 672). Procton dan Thornton (1983:9) mengemukakan bahwa kalangan manajemen terlalu membebankan harapan besar terhadap Lokakarya, sementara Lokakarya itu sendiri diselenggarakan kurang mengarah kepada kebutuhan sebenarnya. Demikian juga Feldman dan Arnold (1983:83) mengemukakan bahwa sering kali program Lokakarya diselenggarakan begitu banyak persoalan sehingga malah tidak mampu memberikan informasi memadai dan penting sesuai dengan kebutuhan dan harapan peserta Lokakaryanya. Peter Drucker (dalam Bambang Kusrianto, 1993:118) menunjukkan bahwa justru dengan Lokakarya yang terus meneruslah orang Jepang merasa makin besar tanggung jawabnya terhadap pekerjaan dan alat-alat yang digunakannya. Pelatihan membuat orang semakin mengerti akan prestasinya, prestasi peserta didiknya, serta prestasi sekolah dan berusaha untuk meningkatkan prestasi-prestasi itu. 11. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan Lokakarya sebagai salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan Guru yang telah dilakukan oleh 146 beberapa peneliti seperti : Agus Salim (2006) meneliti tentang upaya meningkatkan kemampuan Guru dalam menyusun RPP di SD Negeri 078898 Surabaya melalui kegiatan Lokakarya. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan Lokakarya di SD Negeri 078898 Surabaya Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi Guru dalam menyusun RPP melalui pembinaan berupa Lokakarya di SD Negeri 078898 Surabaya dari siklus I ke siklus II dan mencapai target minimal yang telah ditetapkan yakni 80%, artinya 80% Guru telah efektif dalam menyusun RPP pada masing-masing aspek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Lokakarya dapat meningkatkan kompetensi Guru dalam menyusun RPP di SD Negeri 078898 Surabaya. Berdasarkan hasil analisis pada masing-masing siklus menunjukkan peningkatan kemampuan Guru dalam membuat alat evaluasi, yakni peningkatan banyak Guru yang mampu membuat pre tes 4 butir, postes 8 butir, ulangan harian sebanyak 30 dan tes blok 45 butir dari siklus I ke siklus II dan dari siklus II ke siklus III. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan Lokakarya dapat meningkatkan kemampuan Guru dalam mengevaluasi hasil belajar pada Guru SD Negeri 078898 Surabaya. METODE PENELITIAN Peneliti melakukan kegiatan penelitian ini dalam dua siklus. Setiap Siklus terdiri dari : Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi dan Refleksi. Secara rinci prosedur penelitian ini akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : Siklus I 1. Perencanaan Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Mengundang Guru yang akan mengikuti Lokakarya b. Menyusun Instrumen Penelitian c. Merencanakan dan menyusun Jadwal Lokakarya d. Menyiapkan materi Lokakarya. e. Menghimbau Guru untuk membawa: Kurikulum, Silabus, RPP f. Menyiapkan konsumsi untuk Lokakarya. g. Menghimbau Guru yang mengikuti Lokakarya untuk membawa Laptop 2. Pelaksanaan a. Hari Pertama - Pengarahan dari Kepala Sekolah dan Narasumber (Pengawas Sekolah) - Pemaparan tentang Arti dan Isi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) b. Hari Ke Dua - Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal masing-masing Mata Pelajaran - Diskusi antara peserta Lokakarya 147 - Presentasi hasil diskusi dalam kelompok kecil - Revisi hasil presentasi c. Hari ketiga - Presentasi secara Visual tentang Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) - Revisi hasil presentasi 3. Observasi Aspek-aspek yang diamati dan diperhatikan dalam fase Observasi ini antara lain adalah : a. Kesiapan mental dan fisik Guru untuk mengikuti Lokakarya b. Kesiapan bahan-bahan yang dibawa Guru pada saat Lokakarya. c. Kehadiran Guru dalam Lokakarya dari awal pertemuan sampai akhir pertemuan. d. Kesiapan Guru membawa Laptop. e. Hasil sementara - Proses pelaksanaan Lokakarya. - Kualitas KKM. - Respon atau Sikap Guru. 4. Refleksi Untuk menentukan keberhasilan suatu tindakan digunakan norma / kriteria sebagai berikut : a. Analisis kompleksitas, daya dukung, dan intake per indikator. b. Penetapan KKM indikator yang terdapat pada KD. c. Penetapan KKM KD, rata-rata dari indikator yang terdapat pada KD. d. Penetapan KKM SK rata-rata dari KD yang terdapat pada SK. e. Penetapan KKM mata pelajaran rata-rata dari SK yang terdapat pada mata pelajaran. f. Penetapan KKM oleh Guru, disahkan oleh Kepala Sekolah. g. KKM disosialisasikan kepada peserta didik, orang tua, dan Dinas Pendidikan. h. KKM dicantumkan dalam LHB. b. Hasil Pelaksanaan Lokakarya - 85 % Guru menetapkan KKM sesuai dengan kriteria diatas. - 85 % Guru memperoleh nilai Baik dan Sangat Baik. Apabila kurang dari 85 % Guru tidak memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, berarti tindakan melalui Lokakarya dianggap belum berhasil. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan perbaikan dan dilaksanakan pada siklus II. Siklus II Pada dasarnya siklus II memiliki prosedur yang sama dengan siklus I, hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta memperhatikan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Selain itu tidak menutup kemungkinan juga peneliti melakukan modifikasi terhadap halhal yang sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak menimbulkan kejenuhan bagi peserta. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Kondisi Awal Gambaran hasil yang didapat berdasarkan rekaman fakta dan observasi dilapangan, para Guru di 148 SMP Negeri 8 Tebing Tinggi pada sekaligus bertugas sebagai Kepala awalnya pemahaman terhadap Sekolah di SMP Negeri 8 Tebing Kriteria Ketuntasan Minimal masih Tinggi ingin melihat secara spesifik Sangat Kurang, hal ini dikarenakan apakah melalui kegiatan Lokakarya persepsi Guru menganggap bahwa dapat meningkatkan kemampuan Kriteria Ketuntasan Minimal tidak Guru untuk menetapkan KKM sesuai terlalu penting, disamping itu acuan, dengan ketentuan yang berlaku. referensi, pelatihan, atau sosialisasi 2. Deskripsi siklus I ( Pertama ) KKM juga jarang sekali Berdasarkan hasil dilaksanakan. pengamatan peneliti terhadap Berdasarkan kondisi awal aktivitas peserta Lokakarya di SMP seperti inilah perlu adanya tindakan Negeri 8 Tebing Tinggi yang nyata yang diharapkan mampu berjumlah 10 orang dengan meningkatkan kemampuan Guru menggunakan lembar observasi dalam menetapkan Kriteria yang telah disiapkan, diperoleh data Ketuntasan Minimal berupa sebagai berikut : Lokakarya. Peneliti yang juga Tabel 02. Rangkuman Hasil Observasi Tentang Kesiapan Guru Mengikuti Lokakarya Pada Siklus I Aspek Yang Diamati Kesiapan Kesiapan Kehadir Kesiapan Mental dan Bahan an Guru Laptop Fisik Guru S TS S TS H TH S TS 5 5 5 5 10 0 2 8 Persentase (%) 50 % 50 % 50 % 50 % 100 0 20 % 80 % Pencapaian Belum Belum Sudah Belum Indikator Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai Keberhasilan Dari tabel 4.1. diatas , ditetapkan Indikator Keberhasilan terlihat bahwa pada bagian aspek dari aspek kesiapan secara Mental Kesiapan Mental dan Fisik , Guru di dan Fisik harus mencapai 85 % dari SMP Negeri 8 Tebing Tinggi yang Jumlah Guru yang mengikuti mengikuti Lokakarya hanya Lokakarya. Oleh sebab itu dapat sebahagian yaitu 5 orang yang siap disimpulkan bahwa dari aspek secara Mental dan Fisik untuk kesiapan secara Mental dan Fisik, mengikuti Lokakarya KKM Belum Tercapai. sedangkan sejumlah 5 orang Guru ( Aspek Kesiapan Bahan yang dibawa peserta dalam Lokakarya 50 %) tidak siap secara Mental terlihat sebanyak 5 orang (50 %) dan Fisik untuk mengikuti Lokakarya ini. Namun dalam yang siap membawa bahan-bahan Penelitian Tindakan Sekolah ini telah dalam Lokakarya seperti buku, 149 modul, RPP dan Sillabus sedangkan sejumlah 5 orang (50 %) lainnya belum siap membawa bahan-bahan Lokakarya. Berdasarkan Indikator Keberhasilan dalam penelitian ini, maka kondisi dari aspek Kesiapan Bahan, peserta Belum Tercapai. Berdasarkan Daftar Hadir, Peserta Lokakarya yang berjumlah 10 orang Guru hadir semua, sehingga dari aspek Kehadiran berdasarkan Indikator Keberhasilan Sudah Tercapai. Data ini memperlihatkan bahwa Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi sangat bersemangat untuk mengikuti Lokakarya KKM ini. Hal ini terbukti semua Guru turut serta dalam Lokakarya ini. Data ini juga relevan dengan kondisi awal yang memperlihatkan bahwa mayoritas Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi menetapkan KKM tanpa analisis, karena belum pernah mengikuti pelatihan KKM yaitu sejumlah 10 orang (100 % ). Untuk persiapan sarana mengikuti Lokakarya yaitu membawa Laptop (Note Book) , para peserta yang membawanya hanya 2 orang ( 20 %), sedangkan yang lainnya sejumlah 8 orang (80 %) tidak membawa Laptop. Sehingga dapat disimpulkan dari aspek persiapan sarana yaitu membawa Laptop Belum Tercapai. Berdasarkan deskripsi hasil observasi ini terlihat bahwa hanya satu indikator keberhasilan saja yang sudah dapat dinyatakan Sudah Tercapai yaitu dari aspek Kehadiran. Sedangkan tiga indikator lainnya yaitu dari aspek kesiapan secara Mental dan Fisik, Kesiapan Bahan, dan Kesiapan membawa Laptop masih dapat dikategorikan Belum Tercapai. 3. Hasil Lokakarya tentang Penetapan KKM Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi terhadap penetapan KKM yang dibuat oleh 10 orang Guru yang mengikuti Lokakarya pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini. Penetapan KKM ditinjau dari aspek Penetapan KKM mata pelajaran memperhatikan Kompleksitas, Daya Dukung dan Intake berdasarkan Indikator Keberhasilan termasuk dalam kategori Baik dengan pencapaian nilai rata-rata yaitu 83,62. Sedangkan langkah-langkah Penetapan KKM ditinjau dari aspek KKM dibuat per indikator, kemudian KD, SK, dan terakhir mata pelajaran berdasarkan Indikator Keberhasilan termasuk dalam kategori Cukup dengan pencapaian nilai rata-rata dari 70 orang Guru sebagai peserta Lokakarya yaitu 60,71. Namun demikian, pada aspek yang ketiga dan ke empat yaitu Hasil penetapan KKM oleh Guru mata pelajaran disahkan oleh Kepala Sekolah dan KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu Peserta Didik, Orang Tua, dan Dinas Pendidikan pelajaran berdasarkan Indikator Keberhasilan termasuk dalam kategori Baik dengan pencapaian nilai rata-rata dari 10 150 orang Guru sebagai peserta Lokakarya yaitu 84,61 dan aspek ke empat termasuk dalam kategori Sangat Baik dengan pencapaian nilai rata-rata 90. Untuk aspek yang ke lima yaitu penetapan KKM dicantumkan dalam Lembaran Hasil Belajar (Rapor), berdasarkan Indikator Keberhasilan juga mencapai kategori yang Sangat Baik yaitu dengan nilai rata-rata 88. Berdasarkan fakta dan data yang terlihat pada tabel 4.1. dan 4.2. dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi belum memenuhi Indikator Keberhasilan yang telah ditetapkan. Hanya dua aspek saja yang sudah mencapai Indikator Keberhasilan yaitu hanya pada aspek KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu Peserta Didik, Orang Tua, dan Dinas Pendidikan dan penetapan KKM dicantumkan dalam Lembaran Hasil Belajar (Rapor). Kedua aspek ini dapat dikatakan sudah memenuhi Indikator Keberhasilan karena telah mencapai nilai di atas 85 yaitu 90 dan 88. Dengan demikian berdasarkan masalah yang ditemukan tersebut maka diambil keputusan untuk memperbaiki langkah-langkah perbaikan dalam siklus I, yakni memfokuskan penyampaian materi dan melatih Guru tentang penetapan KKM per indikator, mencari solusi mengatasi kendala bagi peserta yang belum menyerahkan hasil tugasnya, dan peningkatan atau menyediakan sarana serta bahanbahan yang lebih lengkap tentang KKM pada siklus ke II. 4. Deskripsi Hasil Siklus II (kedua) Pada Siklus II, langkahlangkah yang diambil disesuaikan dengan hasil refleksi pada Siklus I, dengan memfokuskan narasumber menyampaikan penjelasan aspekaspek yang belum dipahami Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal, lebih menitik beratkan pada aspek pembimbingan secara individu. Pada Siklus ke dua ini sudah mulai terlihat ada peningkatan dari keadaan pada Siklus Pertama. Pada aspek kesiapan mental dan fisik sebanyak 10 orang atau 100 % % Siap dan tidak ada yang Tidak Siap. Data ini memperlihatkan adanya kenaikan persentase jumlah Guru yang siap secara Mental dan Fisik untuk mengikuti Lokakarya KKM ini dari sebelumnya yang siap hanya sejumlah 50 % ( pada Siklus Pertama). Dapat disimpulkan pada Siklus Kedua ini aspek Kesiapan Mental dan Fisik sudah memenuhi Indikator Keberhasilan yaitu termasuk dalam kategori Sudah Tercapai. Demikian juga halnya pada aspek Kesiapan Bahan : tampak bahwa 10 orang atau 100 % siap dan tidak ada yang tidak siap. Berdasarkan Indikator Keberhasilan maka aspek Kesiapan Bahan 151 termasuk dalam kategori Sudah Tercapai. Pada aspek Kehadiran masih sama dengan Siklus pertama yaitu seluruh peserta sejumlah 10 orang Guru tetap hadir pada Siklus ke dua. Berdasarkan Indikator Keberhasilan maka aspek Kehadiran termasuk dalam kategori Sudah Tercapai Dari ke empat aspek Kesiapan Proses Pelaksanaan Lokakarya maka semua aspek sudah tercapai yaitu aspek Kesiapan menyediakan Laptop. Berdasarkan hasil observasi pada Siklus ke dua ini terlihat tampak 10 orang atau 100 % sudah membawa. Berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti hal ini terjadi karena sarana tersebut sudah dianggap benda yang biasa saja dalam aktivitas keseharian mereka. Dari hasil evaluasi terhadap penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal oleh Guru yang ikut Lokakarya pada siklus II diperoleh hasil seperti pada tabel 4.4. berikut. Tabel 03. Rangkuman Hasil Penilaian Guru Dalam Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal pada siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5. Aspek Penetapan KKM mata pelajaran memperhatikan tiga aspek; kompleksitas, daya dukung, dan intake. KKM dibuat per indikator, kemudian KD, SK, dan terakhir mata pelajaran Hasil penetapan KKM oleh Guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan Dinas Pendidikan KKM dicantumkan dalam LHB Jumlah Rata - rata Dari tabel 4.4. diatas, bila dilihat dari rata-rata secara umum dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal pada siklus 2 berdasarkan kepada Indikator Keberhasilan termasuk berada dalam kategori Sangat Baik ( rata-rata 88,38 ), Jumlah Nilai 4965,38 Rata-rata Nilai 85,61 Persentase 85,61 5007,14 86,33 86,33 5349,34 5220 92,23 90 92,23 90 5104 88 88 25645,86 88,38 Jika kita lihat dari nilai atau persentase Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi yang dapat menetapkan KKM dengan memenuhi mekanisme dan ketentuan yang berlaku dimulai dari Kondisi Awal hanya 4,93 %, Siklus I mengalami peningkatan yaitu rata-rata 82,72 % , 152 dan Siklus 2 terus mengalami peningkatan yaitu 85,61 %. Apabila dilihat dari tingkat kenaikan maka ini menunjukkan peningkatan yang sangat berarti. Demikian juga halnya dengan langkah-langkah Penetapan KKM ditinjau dari aspek KKM dibuat per indikator, kemudian KD, SK, dan terakhir mata pelajaran berdasarkan Indikator Keberhasilan termasuk dalam kategori Cukup dengan pencapaian nilai rata-rata dari 10 orang Guru sebagai peserta Lokakarya yaitu 60,71. Pada Siklus ke Dua, nilainya bertambah menjadi 86,33, sehingga dapat dikategorikan sebagai Sangat Baik. Namun demikian, pada aspek yang ketiga dan ke empat yaitu Hasil penetapan KKM oleh Guru mata pelajaran disahkan oleh Kepala Sekolah dan KKM yang ditetapkan disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu Peserta Didik, Orang Tua, dan Dinas Pendidikan pelajaran berdasarkan Indikator Keberhasilan termasuk dalam kategori Baik dengan pencapaian nilai rata-rata dari 10 orang Guru sebagai peserta Lokakarya yaitu 84,61 (Siklus Pertama) dan aspek ke empat termasuk dalam kategori Sangat Baik dengan pencapaian nilai ratarata 90 (Siklus Kedua ). Untuk aspek yang ke lima yaitu penetapan KKM dicantumkan dalam Lembaran Hasil Belajar (Rapor), berdasarkan Indikator Keberhasilan juga mencapai kategori yang Sangat Baik yaitu dengan nilai rata-rata 88 (Siklus Pertama). Sedangkan pada Siklus Kedua tidak mengalami kenaikan . 5. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktifitas peserta dalam kegiatan Lokakarya tentang Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal bagi Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi . Disamping itu juga terjadi peningkatan kemampuan Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal melalui Lokakarya di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi dari Siklus I ke Siklus II pada masing-masing aspek dengan target ketercapaian sesuai dengan Indikator Keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Lokakarya dapat meningkatkan kemampuan Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi . Dalam kaitannya dengan pembinaan melalui Lokakarya, maka penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Amstrong (1990 : 209) bahwa tujuan Lokakarya ádalah untuk memperoleh tingkat kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan mereka dengan cepat dan ekonomis dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada sehingga prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan 153 mereka dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. Siswanto ( 1989 : 139 ) mengatakan Lokakarya bertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan. Lokakarya dimaksudkan untuk mempertinggi kemampuan dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri ( As’ ad,1987: 637 ) PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan Guru dalam menetapkan KKM melalui Lokakarya dimulai dari supervisi awal. Supervisi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang ada dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. Langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil supervisi kemudian ditindak lanjuti dengan mengadakan Lokakarya. Penyelenggaraan Lokakarya dilakukan dengan melalui tahapantahapan yang lebih menekankan kepada pengetahuan praktis sehingga mudah dipahami oleh Guru. Selanjutnya adalah memberikan latihan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan. Untuk meyakinkan Guru membuat Kriteria Ketuntasan Minimal dilaksanakan presentasi pada masing-masing kelompok Guru mata pelajaran. Selanjutnya, Peneliti mengamati (Observasi) dan menilai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan Guru. Dari penilaian tersebut kemudian dievaluasi aspek materi yang belum sesuai dengan Kriteria Penetapan KKM, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan dengan memberi masukan dan revisi dari hasil presentasi tersebut. Melalui tahapan tersebut kemampuan Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal meningkat. Peserta Lokakarya yaitu Guru di SMP Negeri 8 Tebing Tinggi memberikan respon dan tanggapan positif terhadap kegiatan penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal melalui Lokakarya. Dengan demikian kegiatan Lokakarya memberikan dampak positif terhadap kemampuan Guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan beberapa hal, antara lain : 1. Kegiatan Lokakarya untuk meningkatkan kemampuan Guru dalam menetapkan KKM hendaknya dapat dilakukan secara periodik agar kualitas dan keterampilannya dapat terjaga dengan baik. 154 2. Melalui pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh Guru melalui kegiatan Lokakarya sebaiknya para Guru dapat menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan memperhatikan mekanisme yang sebenarnya yaitu prinsip dan langkah-langkah penetapan. 3. Dalam kegiatan Lokakarya ini sebaiknya semua Guru harus mampu bekerja sama dengan peserta lain yang bersifat kolaboratif konsultatif, sehingga hasil Lokakarya dapat berjalan dengan effektif. 4. Pihak sekolah sebaiknya secara rutin dapat memfasilitasi Lokakarya peningkatan kemampuan Guru dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal agar kemampuan dan keterampilan Guru dalam menetapkan KKM dapat terjaga dengan baik. 5. Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional di Pusat dan Dinas Pendidikan di Propinsi serta di Kabupaten/ Kota hendaknya senantiasa memfasilitasi semua kegiatan dalam rangka meningkatkan kemampuan Guru menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal. 6. Lokakarya dapat menjadi sarana yang effektif untuk meningkatkan kompetensi Guru dalam pengembangan proses belajar mengajar dan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal. RUJUKAN Abdullah, A,E. 1989. Pokok-pokok Layanan Bimbingan Belajar. Ujung Pandang; Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Ujung Pandang. Abdurrahman, H. 1990. Pengelolaan pengajaran. Bandung Tarsito. Anonim, 1998. Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian dan Penilaian Hasil Belajar. Jakarta : Bina Aksara. --------, 1993. Dasar-dasar Evaluasi dan pendekatan Praktek. Jakarta :Bina Aksara. Ahmadi, Abu. Didaktik Metodik. Cet.II; Semarang: CV. Toha Putra. 1998 Ali, M. Guru dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1993. Boediono, 1998. Pembinaan Profesi Guru dan Psikologi Pembinaan Personalia, Jakarta ; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bahri, D.S. 19937. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha nasional. Edward., J.D. 1995.Statistik Matematika Modern. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gie. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberti. 1995. 155 Hardjana. Kiat Sukses di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Kanisius. 1994. Hudoyo, H. Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Usaha Nasional. 1984. Loekmono. Belajar Bagaimana Belajar. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1994. Mappa, S, 1970. Psikologi Pendidikan . Ujung pandang: Fakultas Ilmu pendidikan IKIP Ujung pandang. Mardanu , 1997 Peranan Orang Tua dalam Upaya meningkatkan Mutu Pendidikan anak. Jakarta: Cakrawala Pendidikan. Muhtar, Pedoman Bimbingan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PGK & PTK Dep.Dikbud. 1992 Mathis dan Jackson . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba Empat. Nasution, S. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Cet. IV; Jakarta. PT. Bina Aksara. 1988 Nurkancana, W.J.S. 19837. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sardiman, A.M. 1992. Interaksi dan Motivasi belajar mengajar. Jakarta: CV Rajawali Press. Slameto. 1995. Belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhi, Jakarta : Rineka Cipta. Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet. IV; Jakarta: Rajawali Pers. 1992. Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta. 1995. Sudarmono. Tuntunan Metodologi Belajar. Jakarta: Grasindo. 1994. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Cet.I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Sudibyo, Bambang. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2002 Sungkowo M, Perangkat Penilaian Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2003 Usman, H. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar. Ujungpandang: FIP IKIP Ujungpandang. 1994 Utuh, Harun. Proses Belajar Mengajar. Cet. I; Surabaya: Usaha Nasional. 1987 156