KESIMPULAN DAN REKOMENDASI LOKAKARYA Lokakarya tentang INTELLECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN E-MEDICINE yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)-Departemen Hukum dan HAM bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yang berlangsung selama 1 (satu) hari telah berjalan dengan baik. Semua topik yang dijadwalkan telah dibahas dan didiskusikan secara tuntas danLokakarya tentang INTELLECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN E-MEDICINE yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)-Departemen Hukum dan HAM bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, yang berlangsung selama 1 (satu) hari telah berjalan dengan baik. Semua topik yang dijadwalkan telah dibahas dan didiskusikan secara tuntas dan mendalam oleh seluruh pembicara dan peserta lokakarya yang melahirkan ideide atau gagasan-gagasan yang kreatif dan kritis, antara lain; 1. Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan diperlukan untuk melindungi kepentingan Para Kreator dan Produsen Obat-obatan. Pembajakan atau Pamalsuan obat-obat sekarang sudah lebih besar dan mengalahkan pemasaran obat-obatan terlarang. Dengan banyaknya pembajakan ini, motivasi dan jumlah kreator semakin menurun karena merasa hak ekonominya telah dilanggar. 2. Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan juga sangat diperlukan untuk melindungi konsumen, berkaitan dengan penyalahgunaan zat. 3. Peraturan mengenai tenaga kesehatan sangat ketat ketika menyangkut mengenai pengawasan profesi tenaga kesehatan, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun oleh organisasi profesinya. Kriteria terhadap kapasitas kesehatan pun menjadi sangat ketat, namun justru kelompok masyarakat di luar profesi kesehatan yang melakukan praktek pelayanan kesehatan masih kurang tersentuh. 4. Sebenarnya landasasan hukum bagi perlindungan konsumen sudah cukup baik, seperti UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU NO.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, dan PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, sayangnya penerapannya masih kurang konsisten. 5. Perlu peraturan-peraturan yang mengatur rinci, terkait dengan standar, penggolongan obat, persyaratan, peredaran sampai dengan pengadaan. Standar-standar tersebut sebagian telah diatur secara rinci oleh pemerintah. 6. Perlu diupayakan agar perundang-undangan eksistensi seharusnya norma-norma tidak hanya dalam peraturan berorientasi pada perlindungan hak produsen, tetapi juga mengedepankan hak-hak konsumen 7. Dengan kemajuan teknologi yang luar biasa ini perlu juga disadari bahwa tidak semua hal bisa diteknologikan. Untuk beberapa hal tetap diperlukan penanganan yang konvensional dengan sentuhan yang lebih humanistik. 8. Sebuah sistem teknologi informasi harus memiliki keandalan misalnya dalam bentuk Trust Mark, apakah produk yang ditawarkan memang asli dan sesuai dengan standar. Kalau sudah memenuhi itu baru bisa dikatakan bahwa promosi obat-obatan tersebut mengikat secara hukum. 9. Dalam menangani berbagai permasalahan pemalsuan obat, Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian tanpa bantuan dari masyarakat. 10. Harus ada kehati-hatian dari masyarakat dalam menerima informasi dan menggunakan obat-obatan. 11. Pemalsuan obat telah melanda dunia dan sangat membahayakan karena langsung menjadi dikonsumsi oleh manusia. Pemalsuan obat dilakukan dengan cara menggunakan merek obat yang sudah terkenal sehingga aspek hukumnya tidak hanya persaingan usaha, merek juga perlindungan konsumen. Peredaran obat palsu juga dilakukan melalui internet. Hal ini sangat menghawatirkan karena produk obat yang diperjualbelikan melalui media internet konsumen tidak dapat langsung mengenali obat yang akan dibelinya. 12. Pemalsuan obat itu terjadi biasanya karena beberapa alasan diantaranya tidak ada batasan harta eceran tertinggi bagi obat generic, pengawasan lemah dari BP POM, Tidak berjalannya peraturan pemerintah yang berkaitan dengan peredaran dan pengawasan obat, terlalu tingginya harga obat di Indonesia, serta adanya dugaan persekongkolan antara produsen obat dan pengecer. 13. Cara obat dipalsukan dilakukan dengan memalsukan label, memalsukan kemasan, mengisi botol kosong dengan isi yang lain (refill). Sedangkan obat-obat yang sering dipalsukan Obat yang banyak dipalsukan adalah antibiotika, obat yang mahal harganya, obat untuk penyakit yang tergantung kepada obat seperti obat untuk darah tinggi. 14. Pengaturan tentang kejahatan yang berkaitan dengan obat-obatan diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang 23 tahun 1992 tentang kesehatan serta PP No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Ketiga regulasi tersebut bersifat saling mengisi satu sama lain karena sebelum Undang-Undang No.8 Tahun 1999 diberlakukan perlindungan konsumen telah tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada diantaranya dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang khusunya untuk perlindungan atas pengkonsumsian produk yang berkaitan dengan kesehatan dan salah satunya adalah perlindungan konsumen dari peredaran obat palsu. 15. Dalam peredaran obat palsu, konsumen sebagai pengguna obat palsu sendiri seharusnya melakukan tindakan kehati-hatian dalam membeli obat tesebut. Kehati-hatian tersebut merupakan salah satu kewajiban konsumen. Wujud konkritnya yaitu membaca seluruh informasi berkenaan dengan label obat juga mengikuti segala petunjuk penggunaan obat tersebut. 16. Era globalisasi telah memanjakan peran teknologi informasi dan komunikasi ke dalam issue strategis karena menghadirkan dunia tanpa batas jaran ruang dan waktu, namun di lain pihak kerugian teknologi, informasi dan komunikasi telah menimbulkan dua sisi yagn saling bertentangan untuk kemajuan ddan kebaikan, sekaligus juga kejahatankejahatan baru (cybercrime) yang lebih canggih dibandikan kejahatankejahatan konvensional karena itu perlu dibentuk undang-undang maya (cyber law) seperti undang-undang informasi dan transaksi elektronik. 17. Pemanfaatan obat-obatan dalam praktik kedokteran pasien dari obat palsu dilakukan melalui dan perlindungan penggunaan obat secara rasional, memberikan informasi yang jelas, akurat dan tidak menyesatkan, serta pasien dapat membuka kritik terhadap seluruh informasi tentang obat-obatan. 18. Isu baru HKI yang terdapat dalam diskusi-diskusi baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional adalah pengetahuan tradisional. Pembicaraan mengenai pengetahuan tradisional tidak dapat terlepas dari konteks sumber daya hayati dan ekspresi folklor. Organisasi yang paling aktif melahirkan rekomendasi-rekomendasi baru di bidang Genetic Resource, Traditional Knowledge and Expression of Folklore (selanjutnya disesebut GRTKF) adalah WIPO. Fenomena yang terjadi adalah adanya obat-obatan tradisional yang dimanfaatkan secara tidak semestinya (missappropriation) dalam rangka komersialisasi. Negara-negara maju menggunakan kemampuan teknologinya untuk mengambil ekstrak obatobatan yang berasal dari sumber daya genetik di negara berkembang untuk kemudian dipatenkan. Dalam hal pemanfaatan pengetahuan tradisional khususnya obat-obatan tradisional, diperlukan mekanisme akses (izin) dan benefit sharing (pembagian keuntungan) bagi masyarakat setempat. 19. Kekayaan intelektual yang terkait dengan kekayaan budaya dan sumber daya alam, termasuk pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan, merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sesegera mungkin menetapkan mekanisme pengelolaan dan perlindungan terhadap bentukbentuk kekayaan intelektual seperti ini dalam kerangka kebijakan nasional