DAFTAR ISI (proceding bandung)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu
komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
masyarakat. Hal ini tertuang dalam Bab 28 Peraturan Presiden No. 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (Bab 28 RPJMN), dimana dalam arahan tersebut dikatakan
bahwa untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat,
akan dilaksanakan “program obat dan perbekalan kesehatan serta
program pengawasan obat dan makanan”.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program kerja
seperti tertuang dalam RPJMN tersebut di atas, tentunya bertujuan agar
kesehatan masyarakat terjaga. Namun tidak dapat dihindari, bahwa
upaya mulia tersebut terganjal dengan adanya perderan obat ilegal.
Beredarnya obat-obatan ilegal saat ini telah membawa konsekuensi
terhadap
permasalahan
hukum
dan
permasalahan
kesehatan
masyarakat yang serius1. Obat-obatan ilegal dalam pengertian obat
palsu2, pastinya telah melanggar ketentuan-ketentuan di bidang HaKI,
karena pemegang lisensi obat (dalam hal ini produsen) akan terlanggar
hak-haknya. Sedang dari sisi kesehatan, jelas hal ini akan merugikan
konsumen (pengkonsumsi obat), karena disamping membeli barang
yang tidak bermanfaat, kesehatannya juga pasti akan terganggu.
Permasalahan obat palsu saat ini menjadi permasalahan yang
serius, karena perderannya tidak hanya di dalam negeri saja, sehingga
1
Lihat : Masalah obat-obatan Ilegal, dalam http://www.ristek.go.id/. Jenis obat-obatan illegal
yang berkembang saat ini meliputi : obat palsu, obat-obatan kadaluwarsa, kemasan yang tidak aman dan
jaringan distribusi tidak resmi.
2
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 242/Menkes/SK/V/1990 obat palsu
adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan,
obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat khasiatnya menyimpang lebih dari 20 persen di bawah
batas kadar yang ditetapkan.
permasalahan ini menjadi permasalahan global3. Di Indonesia sendiri
terdapat sekitar 1.800 jenis obat diduga palsu dengan nilai Rp.2,5
triliun4. Dan, BPOM sampai saat ini hanya mampu menangani 1% dari
total obat palsu yang beredar di masyarakat tersebut. Ini merupakan
suatu ancaman yang
serius bagi masyarakat kita. Oleh karena itu
perlindungan terhadap masyarakat atas beredarnya obat-obatan yang
diindikasikan palsu dan sangat berbahaya bagi kesehatan harus menjadi
perhatian bersama.
Beberapa faktor yang sangat penting dalam menanggulangi
perderaran obat palsu adalah tersedianya perangkat regulusi yang
ditindaki dengan penegakan hukumnya. Selain itu infrastruktur berupa
sistem informasi di bidang pengobatan menjadi bagian yang tak kalah
penting, karena salah satu indikasi dari perderan obat palsu adalah
akibat kurangnya informasi kepada masyarakat atas obat-obatan.
Bahkan sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki daftar obat
esensial5.
Atas dasar latar belakang di atas, maka pertemuan ilmiah berupa
lokakarya perlu dilakukan. Hal ini guna merumuskan berbagai kebijakan
yang akan ditempuh dalam penanggulangan pemalsuan obat-obatan.
B.
Permasalahan
Untuk menampung pandangan-pandangan yang dikemukakan
dalam lokakarya ini, beberapa permasalahannya adalah :

Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen obat-obatan?
3
Lihat : Memutus Mata Rantai Peredaran Obat Palsu dalam http://www.republika.co.id/,
dikatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 10 persen dari total obat yang
beredar di dunia adalah obat palsu. Padahal, 15 tahun yang lalu peredaran obat palsu masih berkisar
antara 4-5 persen. Menurut WHO, persentase peredaran obat palsu akan semakin besar di negara-negara
berkembang seperti Indonesia.
4
Lihat : Laporan yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, dalam http://www.republika.co.id/.
5
Diakses dari :http://pikas.bkkbn.go.id/
2

Bagaimana memanfaatkan teknologi informasi (ICT) dalam rangka
mencegah pemalsuan obat-obatan dan memberikan perlindungan
konsumen obat?

Bagaimana mencegah penyalahgunaan ICT di bidang kesehatan,
khususnya obat-obatan?

Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi
pemalsuan
merek
obat-obatan
dalam
rangka
memberikan
perlindungan intelectual property right produsen obat?
C.
Maksud dan Tujuan Seminar
Adapun maksud dan tujuan diadakannya lokakarya ini adalah
untuk menggali, menghimpun dan membina pendapat umum dari para
ahli baik teoritisi maupun praktisi mengenai upaya pencegahan dan
penanggulangan intellectual property crime, khususnya di bidang obatobatan. Serta dapat memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan
bahan bagi pembentukan dan pembinaan hukum (kekayaan intelektual)
terkait dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi
khususnya di bidang obat-obatan.
D.
Sub Topik dan Pembicara
Lokakarya yang akan berlangsung selama 1(satu) hari ini, akan
membahas 5 (lima) kertas kerja, sebagai berikut:
1.
Pemalsuan Obat Dikaitkan dengan Perlindungan Konsumen
Oleh: dr. Marius W.
2.
Pemanfaatan ICT Dalam Pemasaran Obat-Obatan Dan Upaya
Menghindari Pemalsuannya
Oleh: Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH
3.
Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan Obat-Obatan Palsu
Oleh: Dr. Faiq Bahfen, SH, MH
4.
Traditional
Knowledge
Dan
Genetic
Resources
Dalam
Perlindungan Obat-Obatan Tradisional
Oleh: Achmad Gusman, SH, LL..M
3
5.
Pemanfaatan
Obat-Obatan
Dalam
Praktek
Kedokteran
Dan
Perlindungan Pasien Dari Obat Palsu
Oleh: Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr.,SpFK(K)
E.
Peserta Lokakarya
Lokakarya ini akan diikuti oleh para praktisi kesehatan, akademisi
dan kalangan industri obat-obatan di wilayah Bandung.
F.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Lokakarya ini dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, di Hotel Grand
Aquila, Bandung, pada 28 Juli 2007.
4
BAB II
LAPORAN PANITIA PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN (KEYNOTE
SPEECH)
A. LAPORAN PENYELENGGARA LOKAKARYA TENTANG INTELEKTUAL
PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMATIKA
DAN E-MEDICINE
BANDUNG, 28 JULI 2007
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Yang terhormat:
-
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
-
Para Guru Besar Fakulas Hukum Universitas Padjajaran;
-
Dekanat Fakulas Hukum Universitas Padjadjaran;
-
Saudara-saudara
Penyaji,
Moderator,
Sekretaris
Sidang,
Peserta, dan para Undangan Lokakarya yang berbahagia;
Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Pertama-tama, marilah kita bersama-sama memanjatkan do'a
puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat dan Hidayah-Nya
pada pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama-sama dalam rangka
mengikuti acara lokakarya ini.
Kemudian rasa terima kasih kami sampaikan kepada yang
terhormat:
-
Bapak Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional yang
bersedia
menyampaikan sambutan dan sekaligus membuka
secara resmi lokakarya ini.
5
-
Para Penyaji yang telah bersedia menuangkan buah pikirannya
ke dalam sebuah kertas kerja untuk dibahas bersama dalam
lokakarya ini;
-
Para Panitia, Peserta Seminar dan para Undangan yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi dalam
lokakarya ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan kami
menyampaikan laporan mengenai penyelenggaraan Lokakarya ini,
sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan Lokakarya tentang Intellectual Property
Crime Dikaitkan dengan Teknologi Informatika dan Emedicine merupakan salah satu kegiatan pertemuan ilmiah
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan
HAM RI dalam Tahun Anggaran 2007;
2.
Adapun maksud dan tujuan diadakannya lokakarya ini adalah
untuk menggali, menghimpun dan membina pendapat umum
dari para ahli baik teoritisi maupun praktisi mengenai upaya
pencegahan dan penanggulangan intellectual property crime,
khususnya di bidang obat-obatan. Serta dapat memberikan
rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukan
dan pembinaan hukum (kekayaan intelektual) terkait dengan
perkembangan
dan
pemanfaatan
teknologi
informasi
khususnya di bidang obat-obatan.
6
3.
Lokakarya yang akan berlangsung selama 1(satu) hari ini, akan
menyajikan Keynote Speech oleh Kepala Badan Pembinaan
Hukum Nasional dan juga menyajikan dan membahas 5 (lima)
kertas kerja, sebagai berikut:
a)
Pemalsuan
Obat
Dikaitkan
dengan
Perlindungan
Konsumen
Oleh: dr. Marius Widjajarta.
b)
Pemanfaatan ICT Dalam Pemasaran Obat-Obatan Dan
Upaya Menghindari Pemalsuannya
Oleh: Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH
c)
Upaya
Pemerintah
Dalam
Penanggulangan
Obat-
Obatan Palsu
Oleh: Dr. Faiq Bahfen, SH, MH
d)
Traditional Knowledge Dan Genetic Resources Dalam
Perlindungan Obat-Obatan Tradisional
Oleh: Achmad Gusman, SH, LL..M
e)
Pemanfaatan Obat-Obatan Dalam Praktek Kedokteran
Dan Perlindungan Pasien Dari Obat Palsu
Oleh: Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr.,SpFK(K)
4.
Lokakarya ini dihadiri oleh sekitar ± 100 orang peserta terdiri
dari praktisi kesehatan, akademisi, kalangan industri farmasi
dan LSM.
5.
Lokakarya ini dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN)-Departemen Hukum dan HAM bekerjasama
dengan
Fakultas
Hukum
Univ.
Padjadjaran.
Susunan
7
kepanitiaan ditetapkan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) Departemen Hukum Dan HAM RI.
6.
Lokakarya ini dilaksanakan tanggal 28 Juli 2007
Demikianlah beberapa hal yang perlu kami laporkan, dan atas
perhatian Bapak/Ibu/Saudara sekalian, kami ucapkan terima kasih.
Akhirnya
izinkanlah
kami
memohon
kepada
Kepala
Badan
Pembinaan Hukum Nasional untuk menyampaikan sambutan serta
berkenan dengan resmi membuka Lokakarya ini.
Atas kesediaan Bapak-bapak dan Ibu-ibu peserta Lokakarya,
kami ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT senantiasa
memberkati kita semua, Amin.
Bandung, 28 Juli 2007
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sistem Hukum Nasional
Dr. Jeane Neltje Saly, SH, MH
8
B. SAMBUTAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALPADA
LOKAKARYA TENTANG INTELECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN
DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN E-MEDICINE
Bandung 27-28 Juli 2007
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Yth. Para Guru Besar Fakulas Hukum Universitas Padjajaran;
Dekanat Fakulas Hukum Universitas Padjajaran;
Para Kepala Pusat di Lingkungan Badan Pembinaan Hukum Nasional;
Para Penyaji, moderator dan peserta Lokakarya yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
S.W.T., karena pada pagi ini kita dapat berkumpul di ruangan ini untuk
mengikuti : LOKAKARYA TENTANG INTELLECTUAL PROPERTY CRIME
DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN E-MEDICINE, yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama
dengan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung.
Hadirin peserta lokakarya yang berbahagia,
Peredaran obat sudah menjadi trend global. Tak hanya terjadi di
Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 10 persen dari
total obat yang beredar di dunia adalah obat palsu. Menurut WHO, persentase
peredaran obat palsu akan semakin besar di negara-negara berkembang
seperti Indonesia.
Dalam laporan yang disampaikan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), di Indonesia terdapat sekitar 1.800 jenis obat diduga palsu
dengan nilai Rp2,5 triliun. Dan, BPOM sampai saat ini hanya mampu
menangani 1% dari total obat palsu yang beredar di masyarakat tersebut. Ini
merupakan suatu ancaman yang serius bagi masyarakat kita. Oleh karena itu
perlindungan
terhadap masyarakat atas beredarnya obat-obatan yang
9
diindikasikan palsu dan sangat berbahaya bagi kesehatan harus menjadi
perhatian bersama.
Hadirin yang saya hormati,
Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen
pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini
tertuang dalam Bab 28 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Bab 28 RPJMN), dimana dalam
arahan tersebut dikatakan bahwa untuk dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan masyarakat, akan dilaksanakan “program obat dan perbekalan
kesehatan serta program pengawasan obat dan makanan”.
Idealisme dan tugas mulia yang diemban pemerintah tentu tidak selalu
berjalan dengan mulus. Pengadaan obat, khususnya obat jadi kini mengalami
berbagai permasalahan, seperti banyaknya obat-obatan ilegal yang beredar di
masyarakat. Jenis obat-obatan illegal yang berkembang saat ini meliputi : obat
palsu, obat-obatan kadaluwarsa, kemasan yang tidak aman dan jaringan
distribusi tidak resmi.
Obat jadi (bentuk sediaan yang siap dipakai) yang beredar di Indonesia
dapat dikelompokkan atas beberapa kategori seperti : a). Obat jadi dengan
merek dagang tertentu yang diproduksi atas lisensi pemegang HaKI (lisensi ini
dapat berupa paten bahan aktif/bulk pharmaceutical, formula, teknologi
formulasi atau merek dagang dan/atau kombinasinya); b) Obat jadi dengan
merek dagang tertentu yang diproduksi berdasarkan hasil pengembangan
formula dan teknologi formulasi sendiri (tanpa lisensi) menggunakan bahan
obat yang masih dilindungi paten atau perlindungan paten yang sudah
kadaluwarsa; c) Obat jadi generik (tidak bermerek dagang). Pelanggaran HaKI
atas jenis-jenis produk "obat jadi" ini, tentu akan menjadi kasus pelanggaran
hukum, khususnya dengan diberlakukannya TRIPs.
Obat-obatan illegal, dalam pengertian obat palsu menurut Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) No 242/Menkes/SK/V/1990 adalah obat yang
diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundangundangan, obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat khasiatnya
menyimpang lebih dari 20 persen di bawah batas kadar yang ditetapkan.
10
Kita semua sekarang ini tidak terlepas dari Hak Atas Kekayaan Intelektual
mulai dari baju yang kita pakai, kita bawa flash disk yang berisi lagu-lagu yang
dilindungi dengan copy right dan lain-lain. Adapun Hak Atas Kekayaan
Intelektual yang sangat terkait dengan obat-obatan: Merek, Paten, Rahasia
dagang.
HaKI perlu dilindungi karena HaKI merupakan karya individual untuk
menghasilkan sesuatu sehingga harus mendapatkan insentif. Banyaknya
pembajakan akan menurunkan motivasi dari para creator dan akan
menurunkan jumlah dari creator karena hak ekonomi nya telah dilanggar. HaKI
juga untuk melindungi konsumen, karena apabila yang dibajak/dipalsu
misalnya adalah obat-obatan bisa dibayangkan betapa rugi dan terdholiminya
konsumen yang membutuhkan obat tersebut.
Kerugian yang diderita masyarakat (masyarakat konsumen dan
masyarakat produsen) atas beredarnya obat palsu sangat besar. Konsumen
yang menggunakan obat palsu pastinya akan terancam kesehatannya. Bila
banyak konsumen mengonsumsi obat palsu tentu bangsa dan generasigenerasinya juga akan terancam. Demikian pula halnya dengan masyarakat
produsen obat-obatan (pemegang lisensi), obat palsu dinilai sangat merugikan.
Pencatutan nama misalnya disamping merugikan secara finansial seperti tidak
dibayarnya
royalti
HaKI,
secara
moral
juga
mengancam
kredibilitas
perusahaannya. Dan dari kesemuanya tentu berujung pada negara, kerugian
negara tak terhitungkan seperti tidak dibayarnya pajak hingga dicap sebagai
negara pemalsu (dalam konteks global).
Oleh karena itu mengingat sudah
demikian parahnya tingkat sindikasi pemalsu obat ini, maka pelmalsuan obat
yang dalam undang-undang HaKI hanya dianggap sebagai suatu pelanggaran
seharusnya dikategorikan sebagai suatu kejahatan (crime). Dianggap sebagai
suatu kejahatan karena disana terlihat ada niat jahat dari pelakunya.
Hadirin yang saya hormati,
Atas merebaknya peredaran obat palsu pada saat ini, pencegahan dan
penanggulangan harus menjadi prioritas. Ketersedian perangkat regulasi dan
penegakan hukumnya harus menjadi agenda dalam pembangunan hukum,
11
khususnya pembangunan hukum kesehatan. Beberapa perangkat regulasi di
bidang kesehatan sebenarnya telah tersedia, namun semuanya belum
dianggap cukup untuk mengakomodir berbagai permasalahan yang muncul di
bidang kesehatan, khususnya atas pemalsuan obat-obatan. Peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan tersebut, misalnya adalah : Undangundang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pelaksananannya
berupa
Peraturan
Pemerintah
Nomor
72/1992
tentang
Pengamanan
Ketersediaan Farmasi.
Perangkat regulasi lainnya yang berkaitan dengan masalah pemalsuan
obat adalah masalah kekayaan intelektual, seperti paten dan merek. Perangkat
regulasi ini penting dalam kaitannya memberikan perlindungan kepada penemu
dan produsen obat-obatan dari pemalsuan. Saat ini di bidang
Kekayaan
Intelektual peraturan yang telah tersedia adalah Undang-undang No. 14 Tahun
2001 tentang Paten dan Undang-undang No. 15 tentang Merek.
Tak kalah
pentingnya
dalam
memberikan
perlindungan
kepada
konsumen, secara khusus, dikeluarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Beberapa praktisi dan pengamat dibidang HaKI dan Kesehatan menilai
bahwa peraturan perundang-undang yang ada saat ini mengandung beberapa
kelemahan. Misalnya ketentuan
mengenai sanksi dari undang-undang
kesehatan, dinilai terlalu ringan, sehingga hal ini tidak membuat jera dari pelaku
tindak pidana (pemalsu obat). Demikian pula dengan undang undang HakI,
yang menganggap bahwa pemalsuan adalah pelanggaran. Oleh karena itu
untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan mengantisipasi
kondisi akan datang, telah dilakukan beberapa perubahan dan pembentukan
hukum baru atas undang-undang terkait dengan bidang kesehatan. Beberapa
RUU yang diajukan tersebut seperti terlihat dari daftar prolegnas 2005-2009,
yaitu : RUU Kesehatan (perubahan), RUU Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat, RUU tentang Praktik Kefarmasian, RUU tentang Pengawasan
Obat dan Makanan, dan RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam
mengenai Prior Informed Consent untuk Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dan
Pestisida dalam Perdagangan Internasional. Keberadaan RUU ini nantinya
12
diharapkan akan memberikan perlindungan kepada masyarakat mengenai
kesehatan mereka serta memberikan jaminan bahwa obat-obatan yang
dikonsumsi oleh masyarakat benar-benar berkualitas dan terhindar dari
pemalsuan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Hadirin yang saya hormati,
Disamping pembenahan atas perangkat regulasi yang ada saat ini, hal
yang tidak boleh terabaikan adalah penegakan hukum. Sebenarnya ini yang
paling krusial. Kinerja lembaga yang bertanggung jawab atas penegakan
hukum khususnya dalam melakukan pemberantasan peredaran obat palsu
lebih diintensifkan. Institusi terkait dengan pelaksanaan penegakan hukum di
bidang ini adalah Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, BPOM,
Departemen Hukum dan HAM, Bea Cukai, Departemen Industri dan
Perdagangan.
Tidak kalah pentingnya upaya untuk menanggulangi perederan obat
palsu adalah infrastruktur sistem informasi pengobatan. Saat ini Indonesia
memang belum memiliki sistem informasi pengobatan (e-medicine). Bahkan
berdasarkan data atas munculnya kasus-kasus pemalsuan obat dikarenakan
Indonesia belum belum mempunyai daftar obat esensial. Oleh karena itu untuk
memberikan informasi yang transparan kepada publik mengenai pengobatan
dan menghindari masyarakat mengonsumsi obat palsu, kiranya segera
diupayakan pembangunan
sistem
informasi pengobatan elektronik (e-
medicine).
Hadirin yang saya hormati,
Memerangi peredaran obat palsu memang tak bisa dilakukan secara
reaksioner, namun harus dilakukan secara berkelanjutan. Dan, ini merupakan
tugas kita bersama. Penanggulangan pencegahan dan pengawasan terhadap
peredaran obat palsu memang membutuhkan perhatian yang serba ekstra dan
intensif. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan misalnya : melakukan
pengawasan
atas
produk
import,
menyediakan
akses
pengaduan,
13
menginformasikan temuan obat palsu kepada publik, memberikan informasi
yang membantu konsumen membuat pilihan.
Selain itu, produsen juga berkewajiban melakukan upaya-upaya
penanggulangan beredarnya obat palsu, misalnya membuat
pengamanan
pada produk, melakukan edukasi pada seluruh rantai distribusi, melakukan
pengawasan
di
mengumumkan
tempat-tempat
temuan
penjualan,
pemalsuan
obat,
dan
dan
tak
kalah
pentingnya
menyediakan
akses
informasi/pengaduan.
Untuk apotek dan apoteker tentunya juga harus mengupayakan dan
menjamin produk yang dijual bukan produk palsu, menggunakan jalur
legal, edukasi konsumen. Dan, bagi masyarakat juga diupayakan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang obat, tidak terpengaruh harga lebih murah,
memanfaatkan jalur informasi yang ada, dan berani bertindak apabila ada
kecurigaan.
Hadirin yang saya hormati,
Keterkaitan HaKI dengan Industri Farmasi yang akan dibahas hari ini,
adalah misalnya mengenai Merek, banyak kemiripan merek antara satu produk
dengan produk yang lainnya seperti aqua dengan aquaria. Atau kompetisi yang
tidak fair, seperti memanfaatkan ketenaran merek lain.
Obat palsu sudah dibuat di laboratorium kelas pabrik dan sudah dipasarkan di
internet, dan juga sudah memasuki pasar Amerika Serikat.
Untuk itu pada pagi ini kita akan memotret keterkaitan HaKI dan perlindungan
konsumen serta pemalsuan obat-obatan melalui dunia maya.
Sebagai konsekuensi dari perkembangan masyarakat dan teknologi
sering berakibat hukum selalu tertinggal. Demikian halnya dengan hukum di
bidang kesehatan dan HaKI, karenanya tidak salah apabila perangkat regulasi
di bidang kesehatan dan HaKI membutuhkan berbagai pembaharuan.
Untuk menjawab dan mendapatkan masukan atas hal tersebut,
khususnya dalam mengantisipasi berbagai bentuk kejahatan di bidang
14
kesehatan yang berkaitan dengan masalah Intelektual Property Right, diadakan
lokakarya ini.
Dari lokakarya selama 1 (satu) hari ini diharapkan ada masukanmasukan konkrit dan rasional untuk : pertama, membuat kebijakan tentang
penanggulangan dan pengawasan obat-obat palsu; kedua, memberikan
rekomendasi dan masukan-masukan atas peraturan yang akan dibentuk
seperti peraturan di bidang kesehatan dan peraturan di bidang HaKI.
Demikian sambutan saya dalam mengawali Lokakarya ini. Dengan
mengucapkan Bismilahirrahamanirrahim, secara resmi Lokakarya ini saya
buka.
Bandung, 28 Juli 2007
KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, S.H., MH
15
BAB III
SESSI PERSIDANGAN
SESSI I
Moderator : Yesmil Anwar, SH.,M.Si
A. POKOK-POKOK PIKIRAN PENYAJI
1. Pembicara I (Dr. Marius Widjajarta : Pemalsuan obat
dikaitkan dengan perlindungan konsumen)

Hak Konsumen terdapat dalam UU no. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, dimana konsumen berak mendapatkan
jaminan kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Serta konsumen
oleh memilih dan berhak mendapatkan informasi yang jelas dan jujur.

Adanya oknum dokter yang bekerjasama dengan produsen dengan
mengatakan obat tersebut adalah obat paten tetapi ternyata obat
generik yang diberi merek.

Keterbatasan YPKKI hanya sebagai mediasi saja dan tidak dapat
mendampingi korban sampai ke pengadilan

Konsumen hanya punya kewajiban, antara lain membayar nilai tukar
yang telah disepakati, Cuma masalah hak-hak konsumen yang harus
diberikan, tidak di utamakan dan diperhatikan

Kosmetika
bermasalah
dengan
registrasi,
tidak
ada
nomor
registrasinya bahkan pernah suatu kali ada pemalsuan registrasi
sudah dilaporkan ke BPPOM untuk diberi sanksi, tetapi justru
sebaliknya oleh BPPOM hasilnya malah diberikan registrasi resmi.

Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan kesehatan
dalam pasal 1 menyatakan bahwa: Sediaan farmasi termasuk obat,
bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam pasal 41
menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat keseatan hanya dapat
diedarkan apabila sudah mendapat izin edar, artinya sudah di
16
registrasi, bila tidak mendapatkan izin edar (tidak diregistrasi) maka
tidak boleh dijual, tetapi kenyataannya dipasaran banyak obat-obatan
yang seperti itu.

dalam undang undang kesehatan tersebut juga juga diatur tentang
sangsi yang dikenakan pada pengimpor dan penjual obat yang tidak
terregistrasi atau tidak dapat izin edar baik sanksi pidana maupun
perdata

UU kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang kesehatan, sudah
cukup baik dalam perumusannya hanya saja penegakannya yang
kurang baik. Sehingga konsumen kurang bisa merasakan dampak
dari adanya peraturan-peraturan tersebut

dalam kemasan obat biasanya ada tanda lingkaran Hijau berarti obat
boleh dijual bebas, lingkaran Biru berarti bebas terbatas hanya apotik
dan toko obat yang boleh menjualnya, sedangkan lingkaran Merah
(K), artinya harus dengan resep dokter (apotik)

Macam Jenis obat di Indonesia, yaitu : Obat generik: obat sesuai
dengan nama zat berkhasiat, Obat bermerek: obat dengan merek
dagang, Obat patent: obat baru dan dipatenkan secara internasional,
diproduksi dan dipasarkan oleh produsennya

Praktek yang terjadi: obat bermerek sering dikatakan sebagai obat
patent dengan maksud agar konsumen membeli obat tersebut
dengan harga yang lebih mahal

Di Indonesia, produsen masih jarang sekali menerapkan nama
generiknya, dan tidak menerapkan HET (harga eceran tertinggi)

Mengapa harga obat mahal di Indonesia? Berkaitan dengan komisi
kepada dokternya

berbgai cara memalsukan obat yang terjadi sekarang ini, seperti:
-
label (tidak dengan persis, untuk meringankan hukuman)
-
memalsukan kemasan
-
mengisi botol kosong dengan isi yang lain
sehingga posisi konsumen sekarang ini seperti ikan dan produsen
masih seperti buaya
17
2. Pembicara II ( Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH : Pemanfaatan
ICT dalam pemasaran obat-obatan)

Teknologi
komunikasi
dan
informasi
yang
digunakan
dalam
menyebarluaskan obat palsu (.secara massal dan kolosal.)

Teknologi Informasi dan Komunikasi seperti pedang bermata dua,
karena
memiliki
sisi
positif
dan
negatif.
Positifnya
dapat
mempercepat, mempermudah dan mengurangi biaya, hemat,
mempercepat proses bisnis (Trading Analysis, E-Commerce).
Sedangkan Negatifnya dengan adanya Viruses (brontox, patah hati,
dago) yang dapat merusak system, e-mail spam (yang tidak jelas).

dengan adanya teknologi informasi ini sekarang 12 keahlian baru
bagi orang yang sering menggunakan internet:
a. searching
b. collecting
c. creating
d. sharing (webpages, blog)
e. communicating
f. coordinating
g. meeting
h. socializing
i.
evaluating
j.
buying-selling
k. gaming
l.

learning (jurnal online, riset online)
Dunia internet begitu menarik, antara lain karena banyaknya
kemudahan yang didapat, tidak perlu memberitahukan identitas
pengguna (anonymity), bisa sulih suara ( voice chatting ), bahkan
dapat memudahkan pemalsuan brand images. Bila digunakan
sebagai sarana penjualan
akan sangat menekan biaya sehingga
mendorong orang untuk marketing (pemasaran).
18

Dengan E-Marketing dapat Memanfaatkan teknologi informasi untuk
menurunkan biaya, sehingga keuntungan bisa lebih besar disamping
itu target pasar (e-market place) tidak berdasarkan region melainkan
seluruh dunia (besar dan sangat luas).

Kejahatan dalam bidang teknologi informasi dengan melakukan
serangan elektronik berpotensi menimbulkan kerugian pada bidang
politik, ekonomi, social budaya, yang lebih besar dampaknya
dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya

FBI (2004) melaporkan bahwa kehadiran produk-produk dalam
bentuk digital dan munculnya internet membuat penegakan hukum
HaKI semakin kompleks. Produk-produk digital dimaksud dapat
direproduksi hampir secara bersamaan, berulang-ulang, dan murah.

Mengatasi kejahatan HaKI bukanlah suatu hal yang mudah terlebih
di dunia maya (Internet). Ketika sumberdaya pemerintah diarahkan
untuk mencegah kejahatan dimaksud, seperti orang, penyelundupan
obat-obatan, dan terorisme, para industriawan merasa bahwa
merekalah
yang
menjadi
target
operasi
ini.
Namun
upaya
pencegahan kejahatan HaKI ini harus tetap dilakukan mengingat
HaKI merupakan kekayaan yang terlalu bernilai untuk dipertaruhkan.

Departemen Kominfo telah membentuk
ID-SIRTI (Indonesian
Security Incident Response Team on Information Infrastructure),
POLRI juga membentuk Cyber Task Force Center, disamping itu
juga ada ID-CERT sebagai institusi independen yang bertujuan
melakukan sistem keamanan teknologi informasi.

Strategi untuk mengatasi pemalsuan merek secara elektronik dapat
dilakukan sbb.:
a. Menyusun rencana membangun sebuah Program Anti Counterfeit
dengan membentuk tim Brand Protection Task Force;
b. Mendaftarkan merek secara on-line (Register & Enforce
Trademarks;
c. Mengintegrasikan teknologi (Integrate Technologies);
d. Membangun Kesadaran (Drive Education/Awareness);
e. Mewaspadai tindakan-tindakan pemalsuan (Counterfeiting);
f. Memerangi Jaringan Pensuplai (Attack the Supply Chain);
g. Mengajukan gugatan peradilan (Take Legal Action);
19
h. Menyempurnakan peraturan (Influence Regulation), dan
i. Memanfaatkan teknologi (Embrace Technology to
Technology).

Fight
Strategi Keamanan Informasi:
a. Penyediaan teknologi keamanan informasi:
b. Standarisasi dan regulasi
c. Pengembangan hukum dan penegakan hukum yang terkait
dengan keamanan informasi.
d. Pembentukan Lembaga Pendukung
e. Edukasi
f. Sosialisasi
dan
pendidikan
masyarakat
luas
secara
komprehensif dan berkesinambungan tentang pentingnya
keamanan informasi dan semua aspek penanggulangannya.

kasus pemalsuan merek juga marak terjadi di dunia maya ini
diantaranya Adidas di temukan bahwa 40% adalah Palsu, Louis
Vuitton hanya10% yang asli, untuk itu perlu Strategi untuk mengatasi
pemalsuan merek secara elektronik dapat dilakukan sbb.:
a. Menyusun rencana membangun sebuah Program Anti Counterfeit
dengan membentuk tim Brand Protection Task Force;
b. Mendaftarkan merek secara on-line (Register & Enforce
Trademarks;
c. Mengintegrasikan teknologi (Integrate Technologies);
d. Membangun Kesadaran (Drive Education/Awareness);
e. Mewaspadai tindakan-tindakan pemalsuan (Counterfeiting);
f. Memerangi Jaringan Pensuplai (Attack the Supply Chain);
g. Mengajukan gugatan peradilan (Take Legal Action);
h. Menyempurnakan peraturan (Influence Regulation), dan
i. Memanfaatkan teknologi (Embrace Technology to Fight
Technology).

Definisi Ciber Crime menurut UN Manual on the Prevention and
Control of Computer-Related Crime adalah Aktivitas yang termasuk
dalam kejahatan dunia maya termasuk kejahatan tradisional seperti
penipuan dan pemalsuan serta kejahatan lain yang spesifik dunia
maya seperti sabotase komputer/jaringan, akses ilegal terhadap
komputer, dan penggandaan ilegal dari software.
20

Tindak pidana ini menggunakan jaringan informasi dan komukasi,
sehingga kejahatannya disebut hi-crime karena menggunakan hitech dan dibenahi dengan hi-touch

Karakteristik dari kejahatan dunia maya ini adalah:
a. Terdapat sistem elektronik (komputer) yang terhubung dengan
jaringan (baik non maupun via telekomunikasi).
b. Dapat berbentuk Kejahatan lama dan atau kejahatan baru
(contoh: spamming).
c. Pelaku tindak pidana sulit terjangkau
d. Tidak meninggalkan bekas secara fisik melainkan secara
elektronik dalam bentuk data elektronik.
e. Tindak pidana bersifat lintas batas.
f. Dilakukan melalui jaringan sistem informasi baik privat maupun
publik.

Jenis dari kejahatannya, dapat :
a. Komputer sebagai target, dapat berupa sabotase computer,
akses illegal, penyadapan illegal, Interferensi data, Interferensi
system, penggunaan peralatan yang tidak semestinya
b. Komputer sebagai alat penyimpan, misalnya pornografi anak
melalui komputer
c. Komputer sebagai instrumen kejahatan, misalnya pemalsuan
menggunakan komputer (uang palsu)
d. Penipuan melalui komputer (phising, carding)
e. Pelanggaran HaKI menggunakan computer, ini banyak terjadi
sekarang seperti penggandaan software secara ilegal

Intellectual Property/HaKI : asset utama sebuah perusahaan (bisnis)
yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi
isu yang amat penting.

Bahkan FBI pada tahun 2004 menyatakan bahwa produk-produk
digital dan munculnya internet membuat penegakan hukum HaKI
21
semakin kompleks. Penyebabnya karen mudah direproduksi jumlah
massal (bersamaan), berulang-ulang, dan murah.

Internet berperan revolusioner dalam hal distribusi baik produkproduk legal (licensed digital products) maupun produk illegal.

Pemalsuan yang terjadi di dunia maya ini sangat menggiurkan
karena mempunyai nilai ekonomis (economic value), seperti kasus
Viagra, ternyata Viagra yang dijual on line 50% dari obat yang dijual
adalah palsu (counterfeits), Pamalsuan obat-obat sekarang lebih
besar dan mengalahkan pemasaran obat-obatan terlarang.

Disamping itu banyak dari global brand yang dipalsukan ( Top 24
Most Counterfeited Brands), seperti Microsoft, prada, adobe,
oackley, louis vuiton, chanel, sony, rolex, disney, fendi, viagra,
burberry, adidas, christian dior, puma, gucci, nike dll

Saat ini aturan yang berkaitan dengan teknologi informasi, peraturanperaturanya masih terpisah-pisah dan terkadang tumpang tindih,
sedangkan dibandingkan dengan negara lain yang sudah cukup baik
regulasinya seperti di philipna, hongkong, singapura seperti Ecommerce act, cyber promotion act), australia (digital transaction)
dan yang paling bagus regulasinya adalah amerika serikat.
3. Pembicara III (Faiq Bahfein : Upaya Pemerintah dalam
pemalsuan obat-obatan)

Permasalahan yang kita hadapi adalah : perlindungan masyarakat
terhadap obat yang beredar, hak konsumen untuk mendapatkan obat
sesuai standar ketentuan hukum/ regulasi.

Peratuan
ordonanasi
perundang-undangan
obat
keras,
yang
berkaitan
ordonanasi
dengan
obat-obatan
obat:
berbahaya,
perllindungan konsumen, kesehatan, HAKI.

Aspek hukum pengaturan obat:
22
a. Subjek hukum:
Dokter, farmasi yang membeli obat tidak di tempat yang
sebenarnya
Pasal 1320 KUHPerdata
2 syarat subjektif
2 syarat objektif
Kasus viagra_ subjek hukum nya tidak sesuai dan tidak boleh
memasarkan viagra
b.
upaya
hukum
pidana,
perdata
dan
administrasi dalam
menghadapi hal ini.
c. peraturan perundang-undangan, perlu upaya untuk komparasi
dengan negara lain mengenai peraturan perundang-undangan.
d. di samping itu perlu ditingkatkan dan diperhatikan tenaga atau
ahli yang sangat kompeten dalam hal obat-obatan, sarana
kesehatan mana yang boleh menjual, terkait dengan tempattempat penjualan; upaya, terkait dengan pengadaan obat pada
tata cara pengadaan;
komoditi, terdapat standar-standar
mengenai substansi dari obat-obatan.

Terdapat kesulitan tersendiri bagi apotik, pengawasan yang sangat
ketat namun justru pedagang kaki lima yang menjual viagra tidak
pernah disentuh. Padahal untuk menjadi seorang apoteker telah
memenuhi
prasyaratan
perundang-undangan,
yang
sangat
namun
pada
rinci
dengan
peraturan
kenyataannya
terdapat
pelanggaran-pelanggaran.

Peraturan mengenai tenaga kesehatan ini sangat ketat, pada
konteks
profesi
tenaga
kesehatan
pengawasan
tidak
hanya
dilakukan oleh pemerintah namun oleh organisasi profesinya. Kriteria
terhadap kapasitas kesehatan pun menjadi sangat ketat.

Telah diatur dengan sangat ketat sekali, hal ini terjadi karena
kesadaran masyarakat terutama pelaku dalam bidang kesehatan
23
tidak memiliki kesadaran terhadap pentingnya penegakan aturanaturan tersebut.

untuk penataan komoditi, hal ini dapat dibagi dua, ialah komoditi
yang berdampak pada tenaga kesehatan dan konsumen.

Terdapat peraturan-peraturan yang mengatur sangat rinci, terkait
dengan standar, penggolongan obat, persyaratan, peredaran sampai
dengan pengadaan. Standar-standar tersebut telah diatur secara
rinci oleh pemerintah. Sebagai contoh, standar menganai obat
adalah sebagai berikut :
Farmakope & peraturan perundang-undangan; GMP; GDP; GPP;
Penyimpanan dan pemusnahan.
Kemudian pengaturan lainnya adalah Izin edar obat, dalam
pengawasan obat seperti :
-
obat produk D.N. & L.N.;
-
proses mendapatkan izin edar;
-
pengawasan dan
-
penarikan kembali.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa contoh, misalnya beredarnya
obat-obatan produksi luar negeri di Indonesia.
Secara hukum penggolongan obat, dilakukan oleh resep dokter dan
tidak memerlukan obat bebas. Kategorisasi obat bebas, pun
bermacam-macam hal ini menjadi persoalan. Sehingga saya
mengusulkan agar hanya pada dua obat ini, sehingga jelas bahwa
obat dengan resep dokter merupakan obat yang perlu diberikan oleh
pihak yang berwenang.

Mekanik
prosedur
peredaran
obat,
seharusnya
Pabrik
obat
mengeluarkan kepada PBF kemudian baru diedarkan ke toko obat.
Persoalan ini kemudian yang menjadi wilayah persoalan di dalam IT,
karena dia terikat pada proses peredaran obat. Persoalan-persoalan
ini menjadi persoalan juga pada wilayah teori ekonomi, karena obat
telah menjadi komoditas bisnis. Kemudian pada wilayah apotik, juga
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanannya.
24
Hal
ini
yang
kemudian
menjadi
persoalan,
karena
terjadi
pelanggaran-pelanggaran

Beberapa persyaratan dalam peredaran obat terutama mulai dari
proses harus ada surat pesanan; tenaga; faktur; pencatatan;
penilaian; dan informasi dan promosi.
Sebagai contoh, ialah
penggunaan IT dalam pembuatan resep dalam memesan obat.
Namun perlindungannya belum bisa dibayangkan, karena perlu
pengaturan agar tidak ada penambahan-penambahan terhadap
resep yang dikirim oleh melalui saran IT tersebut. Hal yang menjadi
persoalan juga terdapat pada wilayah promosi, yang sering tidak
memberikan informasi yang benar

Dalam kasus peredaran obat, terdapat beberapa penyimpangan
diantaranya ialah :
a. obat substandar, pengawasan yang dilakukan ialah dengan
cara pengumuman kepada masyarakat bahwa obat-obatan
ini substandar;
b. obat palsu, terdapat beberapa kemungkinan dari pemalsuan
yakni obatnya palsu atau palsu karena substansinya bukan
obat yang dimaksud.;
c. Obat tidak terdapat izin edar, hal ini menyangkut hak-hak
konstutisonal warga mayarakat. Izin edar ini perlu untuk
melakukan fungsi kontrol;
d. obat yang diperoleh bukan sumber resmi;
e. penggunaan obat yang tidak rasional, termasuk memberikan
obat-obat yang tidak perlu diberikan kepada pasien, hal ini
timbul akibat permainan dokter dengan perusahaan obat;
f. penyalahgunaan obat, terdapat pada undang;
g. penggunaan yang salah.

Beberapa kegiatan di dalam upaya pemerintah :
a. pemberian izin;
b. pabrik obat, pbf, apotek dan to;
25
c. edar obat;
d. pengawasan;
e. produksi;
f. peredaran;
g. penyuluhan kepada masyarakat, hal ini sering menjadi
kendala karena tidak berkelanjutan; dan
h. tindakan administrasi; dan
i.
tindakan hukum, terdapat anomali-anomali di dalam proses
penegakan hukum terutama pada penggunaan pasal-pasal
untuk mendakwa.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah melalui pembentukan
hukum dan pembaruan hukum bagi hukum yang tidak memenuhi
tuntutan masyarakat modern disertai dengan langkah-langkah
penegakan hukum disatu sisi dan disisi lain disertai dengan
pemberdayaan masyarakat

Aspek hukum perdata dalam peredaran obat meliputi subjek hukum,
hubungan hukum, akibat hukum, PMH / WP dang anti rugi.

Aplikasi hukum pidana Dilakukan melalui dengan PPNS oleh
BPPOM dan Depkes di bawah koordinasi Polri.
B. Sesi tanya jawab:
Pertanyaan :
1. Firman (FH Unpas)
Kepada dr. Marius: apakah identik pasien dengan konsumen? Dasar
hukumnya dimana?
Apakah juga dokter bisa dikatakan pelaku usaha? Apakah UU
perlindungan konsumen bisa dijadikan instrumen untuk menuntut pelaku
usaha?
Kepada Pak cahyana: apakah promosi terhadap obat2an ini bisa
memiliki akibat hukum?
26
2. Daniel (Universitas Nasional)
Kepada
Pak
Cahyana:
Pembajak
tidak
bisa
disalahkan
atas
berkurangnya motivasi dari para creator, lebih pada pemerintah sebagai
penyusun regulasi dan pembuat kebijakan.
3. Ibu Ria (BPHN)
Kepada Pak Faiq: mohon perhatian terhadap dokter yang kurang teliti
dalam memeriksa pasien dan mengeluarkan resep.
Mohon perhatian terhadap apotik dan toko obat, yang lebih pas dalam
memberikan resep atau obat dibandingkan dengan dokter. bagaimana
tindak lanjut DEPKES
4. Pak Anas (Farmasi Unpad)
Kepada Pak Marius: Obat tradisional yang memiliki atau mengandung
zat-zat kimia, Apakah dalam memberikan pengawasan bapak bekerja
sama dengan BPPOM?
Kurangnya pembicara dari BPPOM, alangkah baiknya kalau ada karena
mereka dalam prakteknya yang paling sering berhubungan.
5. Norman (FKU Unpad)
Kepada Pak Cahyana: sejauh mana peraturan perundang-undangan
kita menanggulangi pemasaran obat ini
ICT tidak dapat dimasukkan dalam standar pelayanan kedokteran
IPR juga tidak terkait dengan kedokteran
Jawaban
1. Jawaban dari Pak Faiq:

Yang harus diperhatikan bukan saja pada produsen tetapi juga
kepada konsumen dimana sangat berhak terhadap hak kesehatan.
27

Hubungan antara pasien, dokter dan apoteker: Dokter bukan mesin,
dan manusia terbatas sesuai dengan informasi yg dia dapatkan,
makanya pasien harus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya.
Dokter menggunakan kaidah-kaidah keilmuan kedokteran seperti
ketelitian, menurut ilmu kedokteran, kalau terjadi kekeliruan harus
dibandingkan dengan hal yang sama, tujuannya apa.

Kecanggihan informasi dan teknologi tidak mudah diterapkan dalam
ilmu kedokteran.

Apotik
tidak
berwenang
dalam
memberikan
diagnosa
dan
memberikan obat seperti dokter karena subjek hukumnya sudah
tidak memenuhi syarat. Apotik harus memperhatikan how to keep
medicine

Kalaupun menggunakan telemedicine harus diperhatikan seperti
resolusi warna dan lain sebagainya.
2. Jawaban dari Pak Cahyana:

Sebuah sistem teknologi informasi harus memiliki keandalan
misalnya dalam bentuk Trust Mark, apakah produk yang ditawarkan
memang asli dan sesuai dengan standar. Kalau sudah memenuhi itu
baru bisa dikatakan bahwa promosi obat-obatan tersebut mengikat
secara hukum.

Proses sosialisasi harus dimulai dari tahap RUU, bukan pada saat
sudah menjadi UU karena perubahan, masukan dan saran bisa
disikapi. Semua peraturan-peruuan harus disebarluaskan melalui
internet dan melalui uji publik selama 1 (satu) bulan.

Dokter dalam menjalankan prakteknya harus memperhatikan etika
kedokteran

Tidak semua hal bisa di IT-kan, sehingga harus diperhatikan sesuai
dengan peruntukkannya.

Layanan berbasis elektronik harus memiliki standarisasi.

Nanotech: chip yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk
menyedot kolesterol.
28

Promosi online harus diterapkan atau dijalankan setelah undangundangnya berlaku seperti RUU ITE, untuk menjaga kepastian
hukumnya dan menjamin perlindungan konsumennya.
3. Jawaban dari Pak Marius

Pasien adalah konsumen, dalam WTO juga dimasukkan dalam
hospital services.Dan juga tercantum dalam jakarta declaration
(WHO 19 Juli 2007). Pada tahun no. 756 /menkes/sk/vi/2004 tentang
persiapan liberalisasi perdagangan dan jasa bidang kesehatan.

Terdapat beberapa tahapan dalam pemerikasaan. Dan juga ada
tahapan lanjutan (lab) baru setelah itu ada resep.

Kelemahan BPPOM: tidak bisa menginspeksi produk-produk yang
dijual pasaran.
4. Keyword Pak Faiq

Ketentuan hukum harus huruf hidup, pemberdayaan masyarakat
harus baik, karena input dari masyarakat sangat penting. Depkes
sangat memerlukan masukan tersebut

Tolong masukan unsur kesehatan dalam ITE untuk melindungi
masyarakat secara keseluruhan
5. Keyword Pak Cahyana
Apabila pemanfaaan IT sudah cukup massal dan kolosal, bercirikan:
- Virtual
- Intellegent
- Personal: bisa dilakukan secara personal, dengan demikian ITE akan
memasukkan unsur kesehatan
6. Keyword Pak marius

Kalau dokter mau memberikan Viagra harus kursus dulu dan juga
bukan merupakan obat tahan lama.
29

Masukan Depkumham: dalam mengkaji telemedicine harus hati-hati
dan juga penggunaan internet jangan sampai konsumen semakin
tertipu dengan promosi melalui internet. Jangan sampai konsumen
dirugikan dengan kemajuan teknologi.
Kesimpulan:

Memperhatikan hubungan antara pasien(konsumen), dokter
dan masyarakat

Penegakan peraturan per-uuan.
30
SESSI II
Moderator:
Danrivanto Budhijanto SH., LL.M.
A. POKOK-POKOK PIKIRAN PENYAJI
1. Pembicara I Prof. Dr. dr. Herri S. Sastramihardja, SPFK (K).
Ketua BKU Farmakologi pada program pascasarjana UNPAD dan PPCD
FK Unpad.
PEMANFAATAN OBAT-OBAT DAN DALAM
DAN
PERLINDUNGAN
PASIEN
PRAKTIK DOKTER
TERHADAP
OBAT
PALSU
(Counterfeit Drugs)

Definisi WHO tentaang Obat-obatan adalah Setiap subtansi yang
digunakan untuk mencegah atan memyembuhkan penyakit ptologis
dan mengekplorasi mekanisme fisiologis atau patologis untuk
kebaikan pasien.

Praktik Kedokteran adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter maupun dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan
upaya kesehatan.

Dokter harus melakukan pelayanan dengan standar keseahtan,
standar teknis dan standar pelayanan.

Tujuan manajemen sistem obat-obatan, Untuk memberikan obat
yang tepat kepada pasien yng membutuhkan.

Guna mencapai tujuan tersebut, terapi obat-obatan harus diberikan
sesuai dengan prinsip pemberian resep secara rasional.
31

Penggunaan Obat Secara Rasional (RUD) WHO, 1985, dikatakan
rasional ketika, sesuai terhadp kebutuhan klinik, Harga Terjangkau
oleh pasien, Indikasi yang sesuai, berdasarkan indikasi medis yang
tepat.

Penggunaan pharmacotherapy telah terbukti merupakan alternatif
yang lebih baik. Kesesuaian obat, kecocokan, keamanan dan
kenyemanan obat-obatan, misalnya dengan memperhatikan bahwa
satu obat tidak sesuai dengan kepada orang lain.

Informasi ini merupakan bagian integral di dalam pengobatan dan
mestinya diinformasikan dengan baik kepada pasien, kegagalan
dalam memberikan informasi akan menimbulkan ketidakpatuhan
dalam pengobatan.

Resep adalah instruksi dari pemberi resep kepada penyedia obat
dengan informasi yang jelas dan lengkap.

Memberikan informasi, instruksi dan peringatan tentang Efek obat,
efek samping, janji selanjutnya, semuanya menjadi jelas dan tuntas
untuk mencegah salah pemberian obat.

Penggunaan obat yang tidak rasional (Irrational Use of Drugs=
IRUD) terjadi di semua negara. Contoh IRUD, sebenarnya tidak
memerlukan penggunaan obat-obatan, atau salah memberikan obat,
obat yang tidak efektif, dan tidak merugikan, misalnya antibitotik tidak
diperlukan untuk penyakit influenza, penggunaan obat yang tidak
aman dan tidak benar. Memberikan obat yang sebenarnya sama
efeknya tetapi harganya berlebihan, memberikan resep yang
berlebihan, pemberian resep yang multipel, atau memberikan resep
yang bersifat kurang dari seharusnya, misalnya takaran 3 kali 1
ternyata Cuma dua kali 1.
32

Self
Medication
adalah
melakukn
terapi
kesehatan
tanpa
pengawasan medis, dengan menggunakan secara umum obatobatan tanpa resep, obat-obatan tradisional atau obat tradisional
plus, obat-obatan harus dengan resep. Pharmacies yang secara
bebas diberikan obat-obatan yang ada di toko informal dan
pengecer, penggunaan copy resep untuk penggunaan. (Reuse
prescription).

Self Medication atau pengobatan sendiri adalah pilihan yang umum
dilakukan oleh orang-orang yang seringkali bersandarkan pada
saluran-sluran informal dan tidak resmi lainnya.

Obat Palsu, secara fisik sulit untuk membedakan obat palsu dan obat
asli, cara yang paling baik adalah dengan pemeriksaan laboratorium.
Beberapa perlindungan pasien dari obat palsu melalui Informasi yang
benar, regulasi dan pendidikan bagi pasien.
Kesimpulan:

Untuk mencapai tujuan pharmacotherapy, obat-obatan tersebut
harus digunakan secara rasional.

Informasi tersebut harus jelas, akurat dan tidak menyesatkan.

Pasien harus kritis terhadap semua informasi mengenai obatobatan.
2.
Pembicara kedua Achmad Gusman, SH., LL.M
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung.
HKI, TRADITIONAL KNOWLEDGE DAN SUMBER DAYA GENETIK
DALAM KONTEKS OBAT-OBATAN TRADISIONAL
33

Ada dua website yang berbicara tentang e-medicine, yang
membahas
beberapa
tentang
Plants
obat-obatan
Poisoning,
dengan
obat-obatan
menggunakan
verbal,
tumbuhan
kadangkala mempunyai efek samping. Walaupun sebagain besar
obat-obatan yg bahan bakunya adlah tanaman dengan khasiat
tertentu kadang mengandung toxic ingredients yang tidak
diidentifikasi dalam resepnya. Dan kadangkala kita harus
waspada dengan efek samping yang mungkin tidak terduga
karena tidak melalui prosedur klinis. Dalam diseclaimer dari web
site tersebut dinyatakan bahwa mereka sebenarnya (authors)
akan ikut bertanggung jawab terhadap efek yang tidak diinginkan.

Website tentang the lunar clinic, yaitu klinik virtual yang
menggunakan
metode
Chinese
Consultations.
Merek
mengklaim
Medicine,
E-
melakukan
Medicine
kombinasi
pengobatan terbaik dri dunia kedokteran barat dan cina.

Pembahasan mengenai obat-obatan tradisional sudah cukup
banyak mendapat perhatian masyarakat, misalany tahun 2001
telah
diselenggarakan
konferensi
internasional
di
Jakrta
mengenai sumber daya genetik tradisional.

Mengapa pengobatan tradisional itu penting, adalah salah satu
sebabnya sejak kemajuan di bidang HKI menjadi penting. Dan
pada umumnya masyarakat internasional sadar pentingny
pengobatan tradisional dengan ideologi back to nature. Namun, di
lain pihak tidak semua negara tidak mempunyai sumber daya
(raw material) bahan-bahan tradisonal untuk menjadi obat. Yaitu
ada negara yang tidak mempunyai bahan mentah tetapi
mempunyai teknologi. Akhirnya terjadi masalah kalsik, yaitu
negara maju berhadapan dengan negara berkembang. Akan
tetapi negara maju sangat menaruh perhatian terhadap akses
34
terhadap sumber daya genetik bahan baku obat tradisional
tersebut, termasuk terhadap Indonesia yang dikenal sebagai
negara mega sumberdaya genetik.

intelektual Properti dapat dihubungan dengan kreasi yang
dihasilkan dari pemikiran manusia, mencakup antara lain karya
kreatif, inventif, termasuk pembedaan tanda atau merek. Namun
dari pengaturan tentang HKI tidak ada yang membahas mengenai
TK.

Pengetahuan Tradisional, menurut WIPO WIPO/GRTKF/IC/10/5:
a. Substansi dari pengetahuan yang dihasilkan dari aktivitas
intelektual dalam konteks tradisional;
b. Termasuk keterampilan, keahlian, inovasi, praktik, dan
pembelajaran
yang
merupakan
bagian
dari
sistem
pengetahuan tradisional;
c. Pengetahuan yang mencakup cara hidup tradisional
masyarakat asli dan lokal, atau terdapat dalam sistem
pengetahuan serta pengetahuan yang terkait dengan
sumber daya genetik terkodifikasi yang disampaikan antar
generasi;
d. Tidak terbatas pada bidang teknis spesifik, dan dapat
mencakup pengetahuan tentang pertanian, lingkungan,
dan obat-obatan,

Permasalahan adalah produk yang dikembangkan berdasarkan
pengetahuan tradisional, khususnya di bidang obat-obatan ,
mencapai 100 milyar dolar.

Faktor-Faktor Kompleks yang menyulitkan melakukan pengaturan
khusus terhadap Pengetahuan Tradisional.
35

Beberapa hal Undang-Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual
memang terkait dengan Pengetahuan Tradisional, tetapi ketika
masuk dalam masalah substansi akan ditemukan beberapa
Mismatch’ (ketidak cocokan, ketimpangan), misalnya undangundang Hak Cipta keterkaitan dengan Pengetahuan Tradisional
dalam masalah karya seni dan sastra hanya mengatur ‘folklore’,
kemudian undang-undang Desain Industri keterkaitan dengan
Pengetahuan Tradisional dalam masalah kreasi berkesan estetis
yang diujudkan dalam suatu produk, tetapi tidak mengatur
mengenai motif/desain tradisional.

Contoh lain tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan, Hudia,
banyak digunakan oleh masyarkat Bushman, misalnya badan
mereka tinggi dan ramping karena dalam tanaman Hudia
tersebut, mereka bisa menahan lapar untuk beberapa waktu lebih
lama, tetapi kemudian dikembangkan oleh pabrik farmasi menjadi
obat diet.

Dasar
Hukum
Sumber
Daya
Genetik,
seperti
Konvensi
Keanekaragaman Hayati (Convention On Biological Diversity,
1992) Konvensi ini mengadakan perubahan radikal terhadap
SDG, SDG bukan lagi common property, tetapi menjadi hak
berdaulat
bagi
setiap
negara,
dan
siapapun
yang
ingin
memanfaatkan SDG tersebut harus meminta ijin terlebh dahulu
terhadap negara yang bersangkutan.

Seperti dalam Pasal 8 (j) CBD, Memberikan pengakuan dan
penghormatan terhadap komunitas lokal atau masyarakat asli,
dan lebih jauh juga mempromosikan dan mengembangaknobatobatan tradisional tersebut.
36

Traditional knowledge, harus bersifat sui generis yang diatur di
luar dari rezim HKI. Dan hal ini sudah dibahas di dalam forumforum internasional, yang dimaksud dengn sui generis ialah
pengatauran secara spesifik. Beberapa negara yang melakukan
hal ini adalah Thailand. Melalui traditional medical act, dimana
ruang
lingkup
pengaturannya
meliputi
pelaku
pengobatan
tradisional, perlindungan sumber daya alam dan lingkungan.
Contoh mekanisme perjanjian dan beberapa perkembangan
terkini, Deklrasi Bandung (Bandung Declaration on The Protection
of Traditional Cultural Expressions.
Kesimpulan:
 Kekayaan intelektual yang terkait dengan kekayaan budaya dan sumber
daya alam, termasuk pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan,
merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia
 Batik, tenun ikat, kerajinan rotan, hasil-hasil pertanian, pengetahuan
tentang khasiat tanaman-tanaman tertentu seperti buah merah dan buah
mengkudu, hanyalah sebagian kecil saja dari hasil kekayaan intelektual
masyarakat negeri ini
 Salah satu hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sesegera
mungkin menetapkan mekanisme pengelolaan dan perlindungan
terhadap bentuk-bentuk kekayaan intelektual seperti ini dalam kerangka
kebijakan nasional
 Mekanisme pengelolaan dan perlindungan juga dapat mencegah
terjadinya klaim dan pemanfaatan yang tidak sah oleh pihak asing atas
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia
B. Tanya jawab dan diskusi
37
Pertanyaan:
1. Sentosa Sembiring
Saya adalah pengguna obat tradisional tetapi dari pemaparan prof.
Herii apakah betul bahwa semua obat-obatan baru bisa dibuktikan
keaslian nya melalui uji labortorium? Bagaimana caraa melindungi
obat tradisional hingga bisa mendapat royalti?
Apa betul jika orang-orang sakit gondongan menggunakan daun
pisang akan sembuh dan bisa dikatakan pengobatan tradisional?
Bagaimana perlindungan oleh negara berkembang terhadp obat
tradisional yang belum tentu aman?
2. Firman:
Sudah adakah perlindungan konsumen terhadap pengobatan
tradisional, misalnya dukun, terkun (dokter dukun), banyak yang
malpraktek, ditambah dibukanya cabang mak erot?
Mungkin Bapak dari kedokteran sudah menemukan belum alternatif
pengganti formalin?
Perlindungan terhadap ganja sebagai bumbu masak bila di aceh?
Bagaimana halnya regulasi selama ini apkah sudah ada?
3. Hernadi
Untuk Prof Herri:
Bagaimana peluang e-medicine di Indonesia?
Tentang obat, ada upaya untuk menghindarkan obat yang coba-coba
kepada pasien? Apakah kita tidak perlu menebus resep bila
diberikan kepada kita?
Setuju dengan Achmad Gusman, bagaimana perlindungan terhadap
orang Indonesia yang melakukan penelitian kemudian diproduksi di
luar negeri, kemudian karena sponsornya orang asing menjadi paten
orang asing.
38
Pijat Cimande, seperti apa pengaturan ke depan karena tanpa
operasi tulang yang patah tersebut dapat dikembalikan menjadi utuh.
Jawaban:
1. Dari Ahmad Gusman
1. Tidak adanya data base yang bisa menunjukkan bahwa hal tersebut
adalah traditional knowledge, misalnya dalam kasus klasik Turmerik
(kunyit) yang berhasil melakukan advokasi oleh India membatalkan
paten di USA terhadap kunyit. Karena kunyit tersebut telah lama
dikenal oleh masyarakat India dan telah ditulis dalam Kitab
Ayurveda.
2. Tentang pengobatan tradisional, tersebut harus memiliki ciri-ciri,
deskripsi, tulisan dan bukati-bukti kebaruan, bila tidak bisa dengan
oral
evidence
pun
dapat
dijadikan
dasar
untuk
melakukan
perlindungan terhadap pengetahuan pengobatan tradisional tersebut.
Namun prosedur penelitian di indonesia masih mengadung banyak
loopholes, apalagi dikaitkan dengan pertanyaan Pak Hernadi,
memang kita masih kesulitan dalam melakukan perliddungan dan
efeknya akan hilangnya pengetahuan tradisional.
3. Hambatan lain yang sulit dilakukan adalah penjelasan secara ilmiah
terhadap pengetahuan tradisional, misalnya nasi panas untuk sakit
gondongan. Test Drugs, sebaiknya memang BPOM lah yang
berwenang dan melakukan penertiban karena kita tidak mau menjadi
korban terhadap test drugs tersebut.
4. Perlindungan konsumen dalam hal perlindungn konsumen, selama ini
sulit karen tidak ada uji klinik, karena masyarakat biasanya
menggunakan perlindungannya adalah cocok dan tidak cocok, kalau
selama ini YLKI melakukan perlindungan konsumen dengan UU
39
Perlindungan Konsumen. Bila kita ingin obat-obatan tradisional kita
mendapat tempat di duni internasional, maka harus memperhatikn
keamanan
produk,
dan
keseimbangan
terhadap
masyarakat
tradisional dan kepentingan publik.
5. Terhadap pertanyaan Pak Hernadi, memang benar bahwa selama
ini, peneliti lokal kita kurang mendapat perhatian dan insentif yang
rendah. Sedangkan peneliti asing sering mempunyai agenda
tersendiri yang berbeda dengan kepentingan nasional kita. Hal inilah
yang harus diwaspadai guna mencegah terjadinya biopiracy. Karena
itu sebaiknya walaupun aturan penelitian terhadap orang asing
belum begitu lengkap namun kita tetap mesti bisa menduga bila
terjadi pelanggaran hukum.
Perlindungan sui generis, mencoba memberikan perlindungan
terhadap pengetahuan tradisioanal sesuai karakter TK.
2. Dari Prof. Herri:
1.
Mekanisme
mengunakan
obat
tradisional,
dalam
praktiknya
sebenarnya obat tradisional sudah ad pre clinic, namun untuk
kedokteran tetap mensyaratkan uji klinik.
2. Menggunakan metode tradisional sebenarnya tergantung dari berat
ringannya
penyakit,
sebaiknya
untuk
life
saving
jangan
menggunakan obat tradisional karena membutuhkan waktu lama dan
tidak ada bukti klinik.
3. Pengobatn tradisional; baru bisa digunakan bila metodenya, khasiat
dan penyakitny sudah dapat dimengerti dengan baik. Untuk dokter,
sebaiknya memang dokter tidak mecoba-coba metode di luar dri
yang telah diajarkan dalam dunia kedokteran. Bila tidak, maka akan
dapat menyebabkan malpraktik dan merupakan pelanggaran hukum
yang dapat ditindak secara hukum.
40
Moderator :
Sebagai satu kesimpulan, untuk masalah kesehatan jagalah isi perut
kita, tidak perlu coba-coba obat.
41
BAB IV
PENUTUP
Dengan mengucapkan Syukur Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan Nikmat, Rahmat, dan Karunia-Nya kepada kita semua, pada hari
ini kita telah dapat mengikuti dan menyelesaikan Lokakarya tentang
INTELLECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI
INFORMATIKA DAN E-MEDICINE yang diselenggarakan oleh Badan
Pembinaan
bekerjasama
Hukum
dengan
Nasional
Fakultas
(BPHN)-Departemen
Hukum
Universitas
Hukum
dan
HAM
Padjadjaran,
yang
berlangsung selama 1 (satu) hari telah berjalan dengan baik.
Semua topik yang dijadwalkan telah dibahas dan didiskusikan secara
tuntas dan mendalam oleh seluruh pembicara dan peserta lokakarya yang
melahirkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang kreatif dan kritis, antara lain;
1.
Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan diperlukan untuk
melindungi kepentingan Para Kreator dan Produsen Obat-obatan.
Pembajakan atau Pamalsuan obat-obat sekarang sudah lebih besar dan
mengalahkan pemasaran obat-obatan terlarang. Dengan banyaknya
pembajakan ini, motivasi dan jumlah kreator semakin menurun karena
merasa hak ekonominya telah dilanggar.
2.
Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan juga sangat
diperlukan
untuk
melindungi
konsumen,
berkaitan
dengan
penyalahgunaan zat.
3.
Peraturan mengenai tenaga kesehatan sangat ketat ketika menyangkut
mengenai pengawasan profesi tenaga kesehatan, pengawasan tidak
hanya dilakukan oleh pemerintah namun oleh organisasi profesinya.
Kriteria terhadap kapasitas kesehatan pun menjadi sangat ketat, namun
justru kelompok masyarakat di luar profesi kesehatan yang melakukan
praktek pelayanan kesehatan masih kurang tersentuh.
4.
Sebenarnya landasasan hukum bagi perlindungan konsumen sudah
cukup baik, seperti UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, UU NO.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, dan PP No. 72
42
tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan,
sayangnya penerapannya masih kurang konsisten.
5.
Perlu peraturan-peraturan yang mengatur rinci, terkait dengan standar,
penggolongan obat, persyaratan, peredaran sampai dengan pengadaan.
Standar-standar tersebut sebagian telah diatur secara rinci oleh
pemerintah.
6.
Perlu diupayakan agar eksistensi norma-norma dalam peraturan
perundang-undangan
seharusnya
tidak
hanya
berorientasi
pada
perlindungan hak produsen, tetapi juga mengedepankan hak-hak
konsumen
7.
Dengan kemajuan teknologi yang luar biasa ini perlu juga disadari
bahwa tidak semua hal bisa diteknologikan. Untuk beberapa hal tetap
diperlukan penanganan yang konvensional dengan sentuhan yang lebih
humanistik.
8.
Sebuah sistem teknologi informasi harus memiliki keandalan misalnya
dalam bentuk Trust Mark, apakah produk yang ditawarkan memang asli
dan sesuai dengan standar. Kalau sudah memenuhi itu baru bisa
dikatakan bahwa promosi obat-obatan tersebut mengikat secara hukum.
9.
Dalam menangani berbagai permasalahan pemalsuan obat, Pemerintah
tidak bisa bekerja sendirian tanpa bantuan dari masyarakat.
10.
Harus ada kehati-hatian dari masyarakat dalam menerima informasi dan
menggunakan obat-obatan.
11.
Pemalsuan obat telah melanda dunia dan sangat membahayakan
karena langsung menjadi dikonsumsi oleh manusia. Pemalsuan obat
dilakukan dengan cara menggunakan merek obat yang sudah terkenal
sehingga aspek hukumnya tidak hanya persaingan usaha, merek juga
perlindungan konsumen. Peredaran obat palsu juga dilakukan melalui
internet. Hal ini sangat menghawatirkan karena produk obat yang
diperjualbelikan melalui media internet konsumen tidak dapat langsung
mengenali obat yang akan dibelinya.
43
12.
Pemalsuan
obat
itu
terjadi
biasanya
karena
beberapa
alasan
diantaranya tidak ada batasan harta eceran tertinggi bagi obat generic,
pengawasan lemah dari BP POM, Tidak berjalannya peraturan
pemerintah yang berkaitan dengan peredaran dan pengawasan obat,
terlalu tingginya harga obat
di Indonesia, serta adanya dugaan
persekongkolan antara produsen obat dan pengecer.
13.
Cara
obat
dipalsukan
dilakukan
dengan
memalsukan
label,
memalsukan kemasan, mengisi botol kosong dengan isi yang lain (refill).
Sedangkan obat-obat yang sering dipalsukan Obat yang banyak
dipalsukan adalah antibiotika, obat yang mahal harganya, obat untuk
penyakit yang tergantung kepada obat seperti obat untuk darah tinggi.
14.
Pengaturan tentang kejahatan yang berkaitan dengan obat-obatan diatur
dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-Undang 23 tahun 1992 tentang kesehatan serta
PP No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan. Ketiga regulasi tersebut bersifat saling mengisi satu sama
lain karena sebelum Undang-Undang No.8 Tahun 1999 diberlakukan
perlindungan konsumen telah tersebar dalam beberapa peraturan
perundang-undangan yang ada diantaranya dalam Undang-Undang
No.23 Tahun 1992 tentang khusunya untuk perlindungan atas
pengkonsumsian produk yang berkaitan dengan kesehatan dan salah
satunya adalah perlindungan konsumen dari peredaran obat palsu.
15.
Dalam peredaran obat palsu, konsumen sebagai pengguna obat palsu
sendiri seharusnya melakukan tindakan kehati-hatian dalam membeli
obat tesebut. Kehati-hatian tersebut merupakan salah satu kewajiban
konsumen.
Wujud
berkenaan
dengan
konkritnya
label
obat
yaitu
juga
membaca
mengikuti
seluruh
informasi
segala
petunjuk
penggunaan obat tersebut.
44
16.
Era globalisasi telah memanjakan peran teknologi informasi dan
komunikasi ke dalam issue strategis karena menghadirkan dunia tanpa
batas jaran ruang dan waktu, namun di lain pihak kerugian teknologi,
informasi dan komunikasi telah menimbulkan dua sisi yagn saling
bertentangan untuk kemajuan ddan kebaikan, sekaligus juga kejahatankejahatan baru (cybercrime) yang lebih canggih dibandikan kejahatankejahatan konvensional karena itu perlu dibentuk undang-undang maya
(cyber law) seperti undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
17.
Pemanfaatan obat-obatan dalam praktik kedokteran dan perlindungan
pasien dari obat palsu
dilakukan melalui
rasional,
informasi
memberikan
yang
penggunaan obat secara
jelas,
akurat
dan
tidak
menyesatkan, serta pasien dapat membuka kritik terhadap seluruh
informasi tentang obat-obatan.
18.
Isu baru HKI yang terdapat dalam diskusi-diskusi baik di tingkat
nasional,
regional,
maupun
internasional
adalah
pengetahuan
tradisional. Pembicaraan mengenai pengetahuan tradisional tidak dapat
terlepas dari konteks sumber daya hayati dan ekspresi folklor.
Organisasi yang paling aktif melahirkan rekomendasi-rekomendasi baru
di bidang Genetic Resource, Traditional Knowledge and Expression of
Folklore (selanjutnya disesebut GRTKF) adalah WIPO. Fenomena yang
terjadi adalah adanya obat-obatan tradisional yang dimanfaatkan secara
tidak semestinya (missappropriation) dalam rangka komersialisasi.
Negara-negara maju menggunakan
kemampuan teknologinya untuk
mengambil ekstrak obat-obatan yang berasal dari sumber daya genetik
di negara berkembang untuk kemudian dipatenkan. Dalam hal
pemanfaatan
pengetahuan
tradisional
khususnya
obat-obatan
tradisional, diperlukan mekanisme akses (izin) dan benefit sharing
(pembagian keuntungan) bagi masyarakat setempat.
19.
Kekayaan intelektual yang terkait dengan kekayaan budaya dan sumber
daya alam, termasuk pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan,
45
merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Oleh karena itu,
hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sesegera mungkin
menetapkan mekanisme pengelolaan dan perlindungan terhadap
bentuk-bentuk kekayaan intelektual seperti ini dalam kerangka kebijakan
nasional
Kita menyadari, berbagai permasalahan yang telah dieksplorasi bersamasama pada hari ini hingga melahirkan berbagai tawaran solusi, tidaklah mungkin
untuk diwujudkan saat ini juga, tetapi memerlukan proses yang cukup panjang,
yang diantaranya dimulai dari lokakarya ini.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
seluruh penyaji kertas kerja dan peserta yang telah berpartisipasi secara penuh
dalam lokakarya ini. Diharapkan segala jerih payah dan pemikiran kita semua
yang tercurah selama berlangsungnya acara lokakarya ini akan membawa
manfaat bagi pembangunan hukum dan peraturan perundang-undangan.
46
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………….
hal.
I
Daftar I s I …………..………………………………………………………………….
Ii
BAB I.
……………………
……………………
……………………
……………………
……………………
……………………
1
1
2
3
3
4
4
BAB II.
LAPORAN DAN SAMBUTAN (KEYNOTE SPEECH)
A.
Laporan Ketua Panitia Penyelenggara
……………………
B.
Sambutan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional ……..
5
5
9
BAB III.
PERSIDANGAN LOKAKARYA
16
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Permasalahan
C.
Maksud dan Tujuan
D.
Sub Topik dan Pembicara
E.
Peserta Lokakarya
F.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Sessi I
A. Pokok-pokok Pikiran Penyaji
1. Pemalsuan
obat
dikaitkan
dengan
perlindungan konsumen
(Dr. Marius)
2. Pemanfaatan ICT dalam pemasaran obatobatan
(Ir.Cahyana Ahmadjayadi, MH)
3. Upaya Pemerintah dalam pemalsuan obatobatan
(Faiq Bahfein)
B. Tanya Jawab / Diskusi
.. ………………….
…………………...
16
16
…………………..
18
……………………
22
……………………
26
Sessi II
A. Pokok-pokok Pikiran Penyaji
…………………..
1. Pemanfaatan Obat-Obat Dan Dalam Praktik …………………..
Dokter Dan Perlindungan Pasien Terhadap
Obat Palsu (Counterfeit Drugs)
(Prof. Dr. dr. Herri S. Sastramihardja, SPFK
(K).
2. HKI,Traditional Knowledge Dan Sumber ……………………
Daya Genetik Dalam Konteks Obat-Obatan
Tradisional
(Achmad Gusman, SH., LL.M)
B. Tanya Jawab / Diskusi
…………………..
31
31
33
38
47
BAB IV.
P E N U T U P …………………………………………………………………
42
Lampiran-lampiran:
a.
Sambutan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional
Makalah Keynote Speech
b.
Makalah-Makalah Penyaji
c.
Jadual Lokakarya
d.
Daftar Hadir Peserta
e.
Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
48
Download