BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini tertuang dalam Bab 28 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Bab 28 RPJMN), dimana dalam arahan tersebut dikatakan bahwa untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, akan dilaksanakan “program obat dan perbekalan kesehatan serta program pengawasan obat dan makanan”. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program kerja seperti tertuang dalam RPJMN tersebut di atas, tentunya bertujuan agar kesehatan masyarakat terjaga. Namun tidak dapat dihindari, bahwa upaya mulia tersebut terganjal dengan adanya perderan obat ilegal. Beredarnya obat-obatan ilegal saat ini telah membawa konsekuensi terhadap permasalahan hukum dan permasalahan kesehatan masyarakat yang serius1. Obat-obatan ilegal dalam pengertian obat palsu2, pastinya telah melanggar ketentuan-ketentuan di bidang HaKI, karena pemegang lisensi obat (dalam hal ini produsen) akan terlanggar hak-haknya. Sedang dari sisi kesehatan, jelas hal ini akan merugikan konsumen (pengkonsumsi obat), karena disamping membeli barang yang tidak bermanfaat, kesehatannya juga pasti akan terganggu. Permasalahan obat palsu saat ini menjadi permasalahan yang serius, karena perderannya tidak hanya di dalam negeri saja, sehingga 1 Lihat : Masalah obat-obatan Ilegal, dalam http://www.ristek.go.id/. Jenis obat-obatan illegal yang berkembang saat ini meliputi : obat palsu, obat-obatan kadaluwarsa, kemasan yang tidak aman dan jaringan distribusi tidak resmi. 2 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 242/Menkes/SK/V/1990 obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan, obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat khasiatnya menyimpang lebih dari 20 persen di bawah batas kadar yang ditetapkan. permasalahan ini menjadi permasalahan global3. Di Indonesia sendiri terdapat sekitar 1.800 jenis obat diduga palsu dengan nilai Rp.2,5 triliun4. Dan, BPOM sampai saat ini hanya mampu menangani 1% dari total obat palsu yang beredar di masyarakat tersebut. Ini merupakan suatu ancaman yang serius bagi masyarakat kita. Oleh karena itu perlindungan terhadap masyarakat atas beredarnya obat-obatan yang diindikasikan palsu dan sangat berbahaya bagi kesehatan harus menjadi perhatian bersama. Beberapa faktor yang sangat penting dalam menanggulangi perderaran obat palsu adalah tersedianya perangkat regulusi yang ditindaki dengan penegakan hukumnya. Selain itu infrastruktur berupa sistem informasi di bidang pengobatan menjadi bagian yang tak kalah penting, karena salah satu indikasi dari perderan obat palsu adalah akibat kurangnya informasi kepada masyarakat atas obat-obatan. Bahkan sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki daftar obat esensial5. Atas dasar latar belakang di atas, maka pertemuan ilmiah berupa lokakarya perlu dilakukan. Hal ini guna merumuskan berbagai kebijakan yang akan ditempuh dalam penanggulangan pemalsuan obat-obatan. B. Permasalahan Untuk menampung pandangan-pandangan yang dikemukakan dalam lokakarya ini, beberapa permasalahannya adalah : Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen obat-obatan? 3 Lihat : Memutus Mata Rantai Peredaran Obat Palsu dalam http://www.republika.co.id/, dikatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 10 persen dari total obat yang beredar di dunia adalah obat palsu. Padahal, 15 tahun yang lalu peredaran obat palsu masih berkisar antara 4-5 persen. Menurut WHO, persentase peredaran obat palsu akan semakin besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia. 4 Lihat : Laporan yang disampaikan oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Husniah Rubiana Thamrin Akib, dalam http://www.republika.co.id/. 5 Diakses dari :http://pikas.bkkbn.go.id/ 2 Bagaimana memanfaatkan teknologi informasi (ICT) dalam rangka mencegah pemalsuan obat-obatan dan memberikan perlindungan konsumen obat? Bagaimana mencegah penyalahgunaan ICT di bidang kesehatan, khususnya obat-obatan? Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menanggulangi pemalsuan merek obat-obatan dalam rangka memberikan perlindungan intelectual property right produsen obat? C. Maksud dan Tujuan Seminar Adapun maksud dan tujuan diadakannya lokakarya ini adalah untuk menggali, menghimpun dan membina pendapat umum dari para ahli baik teoritisi maupun praktisi mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan intellectual property crime, khususnya di bidang obatobatan. Serta dapat memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukan dan pembinaan hukum (kekayaan intelektual) terkait dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi khususnya di bidang obat-obatan. D. Sub Topik dan Pembicara Lokakarya yang akan berlangsung selama 1(satu) hari ini, akan membahas 5 (lima) kertas kerja, sebagai berikut: 1. Pemalsuan Obat Dikaitkan dengan Perlindungan Konsumen Oleh: dr. Marius W. 2. Pemanfaatan ICT Dalam Pemasaran Obat-Obatan Dan Upaya Menghindari Pemalsuannya Oleh: Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH 3. Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan Obat-Obatan Palsu Oleh: Dr. Faiq Bahfen, SH, MH 4. Traditional Knowledge Dan Genetic Resources Dalam Perlindungan Obat-Obatan Tradisional Oleh: Achmad Gusman, SH, LL..M 3 5. Pemanfaatan Obat-Obatan Dalam Praktek Kedokteran Dan Perlindungan Pasien Dari Obat Palsu Oleh: Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr.,SpFK(K) E. Peserta Lokakarya Lokakarya ini akan diikuti oleh para praktisi kesehatan, akademisi dan kalangan industri obat-obatan di wilayah Bandung. F. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Lokakarya ini dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, di Hotel Grand Aquila, Bandung, pada 28 Juli 2007. 4 BAB II LAPORAN PANITIA PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN (KEYNOTE SPEECH) A. LAPORAN PENYELENGGARA LOKAKARYA TENTANG INTELEKTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN E-MEDICINE BANDUNG, 28 JULI 2007 ------------------------------------------------------------------------------------------------- Yang terhormat: - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional - Para Guru Besar Fakulas Hukum Universitas Padjajaran; - Dekanat Fakulas Hukum Universitas Padjadjaran; - Saudara-saudara Penyaji, Moderator, Sekretaris Sidang, Peserta, dan para Undangan Lokakarya yang berbahagia; Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua Pertama-tama, marilah kita bersama-sama memanjatkan do'a puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat dan Hidayah-Nya pada pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama-sama dalam rangka mengikuti acara lokakarya ini. Kemudian rasa terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat: - Bapak Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional yang bersedia menyampaikan sambutan dan sekaligus membuka secara resmi lokakarya ini. 5 - Para Penyaji yang telah bersedia menuangkan buah pikirannya ke dalam sebuah kertas kerja untuk dibahas bersama dalam lokakarya ini; - Para Panitia, Peserta Seminar dan para Undangan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi dalam lokakarya ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan kami menyampaikan laporan mengenai penyelenggaraan Lokakarya ini, sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Lokakarya tentang Intellectual Property Crime Dikaitkan dengan Teknologi Informatika dan Emedicine merupakan salah satu kegiatan pertemuan ilmiah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI dalam Tahun Anggaran 2007; 2. Adapun maksud dan tujuan diadakannya lokakarya ini adalah untuk menggali, menghimpun dan membina pendapat umum dari para ahli baik teoritisi maupun praktisi mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan intellectual property crime, khususnya di bidang obat-obatan. Serta dapat memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukan dan pembinaan hukum (kekayaan intelektual) terkait dengan perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi khususnya di bidang obat-obatan. 6 3. Lokakarya yang akan berlangsung selama 1(satu) hari ini, akan menyajikan Keynote Speech oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan juga menyajikan dan membahas 5 (lima) kertas kerja, sebagai berikut: a) Pemalsuan Obat Dikaitkan dengan Perlindungan Konsumen Oleh: dr. Marius Widjajarta. b) Pemanfaatan ICT Dalam Pemasaran Obat-Obatan Dan Upaya Menghindari Pemalsuannya Oleh: Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH c) Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan Obat- Obatan Palsu Oleh: Dr. Faiq Bahfen, SH, MH d) Traditional Knowledge Dan Genetic Resources Dalam Perlindungan Obat-Obatan Tradisional Oleh: Achmad Gusman, SH, LL..M e) Pemanfaatan Obat-Obatan Dalam Praktek Kedokteran Dan Perlindungan Pasien Dari Obat Palsu Oleh: Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr.,SpFK(K) 4. Lokakarya ini dihadiri oleh sekitar ± 100 orang peserta terdiri dari praktisi kesehatan, akademisi, kalangan industri farmasi dan LSM. 5. Lokakarya ini dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)-Departemen Hukum dan HAM bekerjasama dengan Fakultas Hukum Univ. Padjadjaran. Susunan 7 kepanitiaan ditetapkan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum Dan HAM RI. 6. Lokakarya ini dilaksanakan tanggal 28 Juli 2007 Demikianlah beberapa hal yang perlu kami laporkan, dan atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara sekalian, kami ucapkan terima kasih. Akhirnya izinkanlah kami memohon kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk menyampaikan sambutan serta berkenan dengan resmi membuka Lokakarya ini. Atas kesediaan Bapak-bapak dan Ibu-ibu peserta Lokakarya, kami ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT senantiasa memberkati kita semua, Amin. Bandung, 28 Juli 2007 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Dr. Jeane Neltje Saly, SH, MH 8 B. SAMBUTAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALPADA LOKAKARYA TENTANG INTELECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN E-MEDICINE Bandung 27-28 Juli 2007 Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh Yth. Para Guru Besar Fakulas Hukum Universitas Padjajaran; Dekanat Fakulas Hukum Universitas Padjajaran; Para Kepala Pusat di Lingkungan Badan Pembinaan Hukum Nasional; Para Penyaji, moderator dan peserta Lokakarya yang berbahagia. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T., karena pada pagi ini kita dapat berkumpul di ruangan ini untuk mengikuti : LOKAKARYA TENTANG INTELLECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN E-MEDICINE, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung. Hadirin peserta lokakarya yang berbahagia, Peredaran obat sudah menjadi trend global. Tak hanya terjadi di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 10 persen dari total obat yang beredar di dunia adalah obat palsu. Menurut WHO, persentase peredaran obat palsu akan semakin besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dalam laporan yang disampaikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di Indonesia terdapat sekitar 1.800 jenis obat diduga palsu dengan nilai Rp2,5 triliun. Dan, BPOM sampai saat ini hanya mampu menangani 1% dari total obat palsu yang beredar di masyarakat tersebut. Ini merupakan suatu ancaman yang serius bagi masyarakat kita. Oleh karena itu perlindungan terhadap masyarakat atas beredarnya obat-obatan yang 9 diindikasikan palsu dan sangat berbahaya bagi kesehatan harus menjadi perhatian bersama. Hadirin yang saya hormati, Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini tertuang dalam Bab 28 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Bab 28 RPJMN), dimana dalam arahan tersebut dikatakan bahwa untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, akan dilaksanakan “program obat dan perbekalan kesehatan serta program pengawasan obat dan makanan”. Idealisme dan tugas mulia yang diemban pemerintah tentu tidak selalu berjalan dengan mulus. Pengadaan obat, khususnya obat jadi kini mengalami berbagai permasalahan, seperti banyaknya obat-obatan ilegal yang beredar di masyarakat. Jenis obat-obatan illegal yang berkembang saat ini meliputi : obat palsu, obat-obatan kadaluwarsa, kemasan yang tidak aman dan jaringan distribusi tidak resmi. Obat jadi (bentuk sediaan yang siap dipakai) yang beredar di Indonesia dapat dikelompokkan atas beberapa kategori seperti : a). Obat jadi dengan merek dagang tertentu yang diproduksi atas lisensi pemegang HaKI (lisensi ini dapat berupa paten bahan aktif/bulk pharmaceutical, formula, teknologi formulasi atau merek dagang dan/atau kombinasinya); b) Obat jadi dengan merek dagang tertentu yang diproduksi berdasarkan hasil pengembangan formula dan teknologi formulasi sendiri (tanpa lisensi) menggunakan bahan obat yang masih dilindungi paten atau perlindungan paten yang sudah kadaluwarsa; c) Obat jadi generik (tidak bermerek dagang). Pelanggaran HaKI atas jenis-jenis produk "obat jadi" ini, tentu akan menjadi kasus pelanggaran hukum, khususnya dengan diberlakukannya TRIPs. Obat-obatan illegal, dalam pengertian obat palsu menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 242/Menkes/SK/V/1990 adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundangundangan, obat yang tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat khasiatnya menyimpang lebih dari 20 persen di bawah batas kadar yang ditetapkan. 10 Kita semua sekarang ini tidak terlepas dari Hak Atas Kekayaan Intelektual mulai dari baju yang kita pakai, kita bawa flash disk yang berisi lagu-lagu yang dilindungi dengan copy right dan lain-lain. Adapun Hak Atas Kekayaan Intelektual yang sangat terkait dengan obat-obatan: Merek, Paten, Rahasia dagang. HaKI perlu dilindungi karena HaKI merupakan karya individual untuk menghasilkan sesuatu sehingga harus mendapatkan insentif. Banyaknya pembajakan akan menurunkan motivasi dari para creator dan akan menurunkan jumlah dari creator karena hak ekonomi nya telah dilanggar. HaKI juga untuk melindungi konsumen, karena apabila yang dibajak/dipalsu misalnya adalah obat-obatan bisa dibayangkan betapa rugi dan terdholiminya konsumen yang membutuhkan obat tersebut. Kerugian yang diderita masyarakat (masyarakat konsumen dan masyarakat produsen) atas beredarnya obat palsu sangat besar. Konsumen yang menggunakan obat palsu pastinya akan terancam kesehatannya. Bila banyak konsumen mengonsumsi obat palsu tentu bangsa dan generasigenerasinya juga akan terancam. Demikian pula halnya dengan masyarakat produsen obat-obatan (pemegang lisensi), obat palsu dinilai sangat merugikan. Pencatutan nama misalnya disamping merugikan secara finansial seperti tidak dibayarnya royalti HaKI, secara moral juga mengancam kredibilitas perusahaannya. Dan dari kesemuanya tentu berujung pada negara, kerugian negara tak terhitungkan seperti tidak dibayarnya pajak hingga dicap sebagai negara pemalsu (dalam konteks global). Oleh karena itu mengingat sudah demikian parahnya tingkat sindikasi pemalsu obat ini, maka pelmalsuan obat yang dalam undang-undang HaKI hanya dianggap sebagai suatu pelanggaran seharusnya dikategorikan sebagai suatu kejahatan (crime). Dianggap sebagai suatu kejahatan karena disana terlihat ada niat jahat dari pelakunya. Hadirin yang saya hormati, Atas merebaknya peredaran obat palsu pada saat ini, pencegahan dan penanggulangan harus menjadi prioritas. Ketersedian perangkat regulasi dan penegakan hukumnya harus menjadi agenda dalam pembangunan hukum, 11 khususnya pembangunan hukum kesehatan. Beberapa perangkat regulasi di bidang kesehatan sebenarnya telah tersedia, namun semuanya belum dianggap cukup untuk mengakomodir berbagai permasalahan yang muncul di bidang kesehatan, khususnya atas pemalsuan obat-obatan. Peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan tersebut, misalnya adalah : Undangundang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pelaksananannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 72/1992 tentang Pengamanan Ketersediaan Farmasi. Perangkat regulasi lainnya yang berkaitan dengan masalah pemalsuan obat adalah masalah kekayaan intelektual, seperti paten dan merek. Perangkat regulasi ini penting dalam kaitannya memberikan perlindungan kepada penemu dan produsen obat-obatan dari pemalsuan. Saat ini di bidang Kekayaan Intelektual peraturan yang telah tersedia adalah Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan Undang-undang No. 15 tentang Merek. Tak kalah pentingnya dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, secara khusus, dikeluarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Beberapa praktisi dan pengamat dibidang HaKI dan Kesehatan menilai bahwa peraturan perundang-undang yang ada saat ini mengandung beberapa kelemahan. Misalnya ketentuan mengenai sanksi dari undang-undang kesehatan, dinilai terlalu ringan, sehingga hal ini tidak membuat jera dari pelaku tindak pidana (pemalsu obat). Demikian pula dengan undang undang HakI, yang menganggap bahwa pemalsuan adalah pelanggaran. Oleh karena itu untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada dan mengantisipasi kondisi akan datang, telah dilakukan beberapa perubahan dan pembentukan hukum baru atas undang-undang terkait dengan bidang kesehatan. Beberapa RUU yang diajukan tersebut seperti terlihat dari daftar prolegnas 2005-2009, yaitu : RUU Kesehatan (perubahan), RUU Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, RUU tentang Praktik Kefarmasian, RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan, dan RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam mengenai Prior Informed Consent untuk Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dan Pestisida dalam Perdagangan Internasional. Keberadaan RUU ini nantinya 12 diharapkan akan memberikan perlindungan kepada masyarakat mengenai kesehatan mereka serta memberikan jaminan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat benar-benar berkualitas dan terhindar dari pemalsuan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Hadirin yang saya hormati, Disamping pembenahan atas perangkat regulasi yang ada saat ini, hal yang tidak boleh terabaikan adalah penegakan hukum. Sebenarnya ini yang paling krusial. Kinerja lembaga yang bertanggung jawab atas penegakan hukum khususnya dalam melakukan pemberantasan peredaran obat palsu lebih diintensifkan. Institusi terkait dengan pelaksanaan penegakan hukum di bidang ini adalah Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, BPOM, Departemen Hukum dan HAM, Bea Cukai, Departemen Industri dan Perdagangan. Tidak kalah pentingnya upaya untuk menanggulangi perederan obat palsu adalah infrastruktur sistem informasi pengobatan. Saat ini Indonesia memang belum memiliki sistem informasi pengobatan (e-medicine). Bahkan berdasarkan data atas munculnya kasus-kasus pemalsuan obat dikarenakan Indonesia belum belum mempunyai daftar obat esensial. Oleh karena itu untuk memberikan informasi yang transparan kepada publik mengenai pengobatan dan menghindari masyarakat mengonsumsi obat palsu, kiranya segera diupayakan pembangunan sistem informasi pengobatan elektronik (e- medicine). Hadirin yang saya hormati, Memerangi peredaran obat palsu memang tak bisa dilakukan secara reaksioner, namun harus dilakukan secara berkelanjutan. Dan, ini merupakan tugas kita bersama. Penanggulangan pencegahan dan pengawasan terhadap peredaran obat palsu memang membutuhkan perhatian yang serba ekstra dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan misalnya : melakukan pengawasan atas produk import, menyediakan akses pengaduan, 13 menginformasikan temuan obat palsu kepada publik, memberikan informasi yang membantu konsumen membuat pilihan. Selain itu, produsen juga berkewajiban melakukan upaya-upaya penanggulangan beredarnya obat palsu, misalnya membuat pengamanan pada produk, melakukan edukasi pada seluruh rantai distribusi, melakukan pengawasan di mengumumkan tempat-tempat temuan penjualan, pemalsuan obat, dan dan tak kalah pentingnya menyediakan akses informasi/pengaduan. Untuk apotek dan apoteker tentunya juga harus mengupayakan dan menjamin produk yang dijual bukan produk palsu, menggunakan jalur legal, edukasi konsumen. Dan, bagi masyarakat juga diupayakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang obat, tidak terpengaruh harga lebih murah, memanfaatkan jalur informasi yang ada, dan berani bertindak apabila ada kecurigaan. Hadirin yang saya hormati, Keterkaitan HaKI dengan Industri Farmasi yang akan dibahas hari ini, adalah misalnya mengenai Merek, banyak kemiripan merek antara satu produk dengan produk yang lainnya seperti aqua dengan aquaria. Atau kompetisi yang tidak fair, seperti memanfaatkan ketenaran merek lain. Obat palsu sudah dibuat di laboratorium kelas pabrik dan sudah dipasarkan di internet, dan juga sudah memasuki pasar Amerika Serikat. Untuk itu pada pagi ini kita akan memotret keterkaitan HaKI dan perlindungan konsumen serta pemalsuan obat-obatan melalui dunia maya. Sebagai konsekuensi dari perkembangan masyarakat dan teknologi sering berakibat hukum selalu tertinggal. Demikian halnya dengan hukum di bidang kesehatan dan HaKI, karenanya tidak salah apabila perangkat regulasi di bidang kesehatan dan HaKI membutuhkan berbagai pembaharuan. Untuk menjawab dan mendapatkan masukan atas hal tersebut, khususnya dalam mengantisipasi berbagai bentuk kejahatan di bidang 14 kesehatan yang berkaitan dengan masalah Intelektual Property Right, diadakan lokakarya ini. Dari lokakarya selama 1 (satu) hari ini diharapkan ada masukanmasukan konkrit dan rasional untuk : pertama, membuat kebijakan tentang penanggulangan dan pengawasan obat-obat palsu; kedua, memberikan rekomendasi dan masukan-masukan atas peraturan yang akan dibentuk seperti peraturan di bidang kesehatan dan peraturan di bidang HaKI. Demikian sambutan saya dalam mengawali Lokakarya ini. Dengan mengucapkan Bismilahirrahamanirrahim, secara resmi Lokakarya ini saya buka. Bandung, 28 Juli 2007 KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, S.H., MH 15 BAB III SESSI PERSIDANGAN SESSI I Moderator : Yesmil Anwar, SH.,M.Si A. POKOK-POKOK PIKIRAN PENYAJI 1. Pembicara I (Dr. Marius Widjajarta : Pemalsuan obat dikaitkan dengan perlindungan konsumen) Hak Konsumen terdapat dalam UU no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimana konsumen berak mendapatkan jaminan kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Serta konsumen oleh memilih dan berhak mendapatkan informasi yang jelas dan jujur. Adanya oknum dokter yang bekerjasama dengan produsen dengan mengatakan obat tersebut adalah obat paten tetapi ternyata obat generik yang diberi merek. Keterbatasan YPKKI hanya sebagai mediasi saja dan tidak dapat mendampingi korban sampai ke pengadilan Konsumen hanya punya kewajiban, antara lain membayar nilai tukar yang telah disepakati, Cuma masalah hak-hak konsumen yang harus diberikan, tidak di utamakan dan diperhatikan Kosmetika bermasalah dengan registrasi, tidak ada nomor registrasinya bahkan pernah suatu kali ada pemalsuan registrasi sudah dilaporkan ke BPPOM untuk diberi sanksi, tetapi justru sebaliknya oleh BPPOM hasilnya malah diberikan registrasi resmi. Undang-Undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan kesehatan dalam pasal 1 menyatakan bahwa: Sediaan farmasi termasuk obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam pasal 41 menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat keseatan hanya dapat diedarkan apabila sudah mendapat izin edar, artinya sudah di 16 registrasi, bila tidak mendapatkan izin edar (tidak diregistrasi) maka tidak boleh dijual, tetapi kenyataannya dipasaran banyak obat-obatan yang seperti itu. dalam undang undang kesehatan tersebut juga juga diatur tentang sangsi yang dikenakan pada pengimpor dan penjual obat yang tidak terregistrasi atau tidak dapat izin edar baik sanksi pidana maupun perdata UU kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang kesehatan, sudah cukup baik dalam perumusannya hanya saja penegakannya yang kurang baik. Sehingga konsumen kurang bisa merasakan dampak dari adanya peraturan-peraturan tersebut dalam kemasan obat biasanya ada tanda lingkaran Hijau berarti obat boleh dijual bebas, lingkaran Biru berarti bebas terbatas hanya apotik dan toko obat yang boleh menjualnya, sedangkan lingkaran Merah (K), artinya harus dengan resep dokter (apotik) Macam Jenis obat di Indonesia, yaitu : Obat generik: obat sesuai dengan nama zat berkhasiat, Obat bermerek: obat dengan merek dagang, Obat patent: obat baru dan dipatenkan secara internasional, diproduksi dan dipasarkan oleh produsennya Praktek yang terjadi: obat bermerek sering dikatakan sebagai obat patent dengan maksud agar konsumen membeli obat tersebut dengan harga yang lebih mahal Di Indonesia, produsen masih jarang sekali menerapkan nama generiknya, dan tidak menerapkan HET (harga eceran tertinggi) Mengapa harga obat mahal di Indonesia? Berkaitan dengan komisi kepada dokternya berbgai cara memalsukan obat yang terjadi sekarang ini, seperti: - label (tidak dengan persis, untuk meringankan hukuman) - memalsukan kemasan - mengisi botol kosong dengan isi yang lain sehingga posisi konsumen sekarang ini seperti ikan dan produsen masih seperti buaya 17 2. Pembicara II ( Ir. Cahyana Ahmadjayadi, MH : Pemanfaatan ICT dalam pemasaran obat-obatan) Teknologi komunikasi dan informasi yang digunakan dalam menyebarluaskan obat palsu (.secara massal dan kolosal.) Teknologi Informasi dan Komunikasi seperti pedang bermata dua, karena memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya dapat mempercepat, mempermudah dan mengurangi biaya, hemat, mempercepat proses bisnis (Trading Analysis, E-Commerce). Sedangkan Negatifnya dengan adanya Viruses (brontox, patah hati, dago) yang dapat merusak system, e-mail spam (yang tidak jelas). dengan adanya teknologi informasi ini sekarang 12 keahlian baru bagi orang yang sering menggunakan internet: a. searching b. collecting c. creating d. sharing (webpages, blog) e. communicating f. coordinating g. meeting h. socializing i. evaluating j. buying-selling k. gaming l. learning (jurnal online, riset online) Dunia internet begitu menarik, antara lain karena banyaknya kemudahan yang didapat, tidak perlu memberitahukan identitas pengguna (anonymity), bisa sulih suara ( voice chatting ), bahkan dapat memudahkan pemalsuan brand images. Bila digunakan sebagai sarana penjualan akan sangat menekan biaya sehingga mendorong orang untuk marketing (pemasaran). 18 Dengan E-Marketing dapat Memanfaatkan teknologi informasi untuk menurunkan biaya, sehingga keuntungan bisa lebih besar disamping itu target pasar (e-market place) tidak berdasarkan region melainkan seluruh dunia (besar dan sangat luas). Kejahatan dalam bidang teknologi informasi dengan melakukan serangan elektronik berpotensi menimbulkan kerugian pada bidang politik, ekonomi, social budaya, yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan kejahatan yang berintensitas tinggi lainnya FBI (2004) melaporkan bahwa kehadiran produk-produk dalam bentuk digital dan munculnya internet membuat penegakan hukum HaKI semakin kompleks. Produk-produk digital dimaksud dapat direproduksi hampir secara bersamaan, berulang-ulang, dan murah. Mengatasi kejahatan HaKI bukanlah suatu hal yang mudah terlebih di dunia maya (Internet). Ketika sumberdaya pemerintah diarahkan untuk mencegah kejahatan dimaksud, seperti orang, penyelundupan obat-obatan, dan terorisme, para industriawan merasa bahwa merekalah yang menjadi target operasi ini. Namun upaya pencegahan kejahatan HaKI ini harus tetap dilakukan mengingat HaKI merupakan kekayaan yang terlalu bernilai untuk dipertaruhkan. Departemen Kominfo telah membentuk ID-SIRTI (Indonesian Security Incident Response Team on Information Infrastructure), POLRI juga membentuk Cyber Task Force Center, disamping itu juga ada ID-CERT sebagai institusi independen yang bertujuan melakukan sistem keamanan teknologi informasi. Strategi untuk mengatasi pemalsuan merek secara elektronik dapat dilakukan sbb.: a. Menyusun rencana membangun sebuah Program Anti Counterfeit dengan membentuk tim Brand Protection Task Force; b. Mendaftarkan merek secara on-line (Register & Enforce Trademarks; c. Mengintegrasikan teknologi (Integrate Technologies); d. Membangun Kesadaran (Drive Education/Awareness); e. Mewaspadai tindakan-tindakan pemalsuan (Counterfeiting); f. Memerangi Jaringan Pensuplai (Attack the Supply Chain); g. Mengajukan gugatan peradilan (Take Legal Action); 19 h. Menyempurnakan peraturan (Influence Regulation), dan i. Memanfaatkan teknologi (Embrace Technology to Technology). Fight Strategi Keamanan Informasi: a. Penyediaan teknologi keamanan informasi: b. Standarisasi dan regulasi c. Pengembangan hukum dan penegakan hukum yang terkait dengan keamanan informasi. d. Pembentukan Lembaga Pendukung e. Edukasi f. Sosialisasi dan pendidikan masyarakat luas secara komprehensif dan berkesinambungan tentang pentingnya keamanan informasi dan semua aspek penanggulangannya. kasus pemalsuan merek juga marak terjadi di dunia maya ini diantaranya Adidas di temukan bahwa 40% adalah Palsu, Louis Vuitton hanya10% yang asli, untuk itu perlu Strategi untuk mengatasi pemalsuan merek secara elektronik dapat dilakukan sbb.: a. Menyusun rencana membangun sebuah Program Anti Counterfeit dengan membentuk tim Brand Protection Task Force; b. Mendaftarkan merek secara on-line (Register & Enforce Trademarks; c. Mengintegrasikan teknologi (Integrate Technologies); d. Membangun Kesadaran (Drive Education/Awareness); e. Mewaspadai tindakan-tindakan pemalsuan (Counterfeiting); f. Memerangi Jaringan Pensuplai (Attack the Supply Chain); g. Mengajukan gugatan peradilan (Take Legal Action); h. Menyempurnakan peraturan (Influence Regulation), dan i. Memanfaatkan teknologi (Embrace Technology to Fight Technology). Definisi Ciber Crime menurut UN Manual on the Prevention and Control of Computer-Related Crime adalah Aktivitas yang termasuk dalam kejahatan dunia maya termasuk kejahatan tradisional seperti penipuan dan pemalsuan serta kejahatan lain yang spesifik dunia maya seperti sabotase komputer/jaringan, akses ilegal terhadap komputer, dan penggandaan ilegal dari software. 20 Tindak pidana ini menggunakan jaringan informasi dan komukasi, sehingga kejahatannya disebut hi-crime karena menggunakan hitech dan dibenahi dengan hi-touch Karakteristik dari kejahatan dunia maya ini adalah: a. Terdapat sistem elektronik (komputer) yang terhubung dengan jaringan (baik non maupun via telekomunikasi). b. Dapat berbentuk Kejahatan lama dan atau kejahatan baru (contoh: spamming). c. Pelaku tindak pidana sulit terjangkau d. Tidak meninggalkan bekas secara fisik melainkan secara elektronik dalam bentuk data elektronik. e. Tindak pidana bersifat lintas batas. f. Dilakukan melalui jaringan sistem informasi baik privat maupun publik. Jenis dari kejahatannya, dapat : a. Komputer sebagai target, dapat berupa sabotase computer, akses illegal, penyadapan illegal, Interferensi data, Interferensi system, penggunaan peralatan yang tidak semestinya b. Komputer sebagai alat penyimpan, misalnya pornografi anak melalui komputer c. Komputer sebagai instrumen kejahatan, misalnya pemalsuan menggunakan komputer (uang palsu) d. Penipuan melalui komputer (phising, carding) e. Pelanggaran HaKI menggunakan computer, ini banyak terjadi sekarang seperti penggandaan software secara ilegal Intellectual Property/HaKI : asset utama sebuah perusahaan (bisnis) yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi isu yang amat penting. Bahkan FBI pada tahun 2004 menyatakan bahwa produk-produk digital dan munculnya internet membuat penegakan hukum HaKI 21 semakin kompleks. Penyebabnya karen mudah direproduksi jumlah massal (bersamaan), berulang-ulang, dan murah. Internet berperan revolusioner dalam hal distribusi baik produkproduk legal (licensed digital products) maupun produk illegal. Pemalsuan yang terjadi di dunia maya ini sangat menggiurkan karena mempunyai nilai ekonomis (economic value), seperti kasus Viagra, ternyata Viagra yang dijual on line 50% dari obat yang dijual adalah palsu (counterfeits), Pamalsuan obat-obat sekarang lebih besar dan mengalahkan pemasaran obat-obatan terlarang. Disamping itu banyak dari global brand yang dipalsukan ( Top 24 Most Counterfeited Brands), seperti Microsoft, prada, adobe, oackley, louis vuiton, chanel, sony, rolex, disney, fendi, viagra, burberry, adidas, christian dior, puma, gucci, nike dll Saat ini aturan yang berkaitan dengan teknologi informasi, peraturanperaturanya masih terpisah-pisah dan terkadang tumpang tindih, sedangkan dibandingkan dengan negara lain yang sudah cukup baik regulasinya seperti di philipna, hongkong, singapura seperti Ecommerce act, cyber promotion act), australia (digital transaction) dan yang paling bagus regulasinya adalah amerika serikat. 3. Pembicara III (Faiq Bahfein : Upaya Pemerintah dalam pemalsuan obat-obatan) Permasalahan yang kita hadapi adalah : perlindungan masyarakat terhadap obat yang beredar, hak konsumen untuk mendapatkan obat sesuai standar ketentuan hukum/ regulasi. Peratuan ordonanasi perundang-undangan obat keras, yang berkaitan ordonanasi dengan obat-obatan obat: berbahaya, perllindungan konsumen, kesehatan, HAKI. Aspek hukum pengaturan obat: 22 a. Subjek hukum: Dokter, farmasi yang membeli obat tidak di tempat yang sebenarnya Pasal 1320 KUHPerdata 2 syarat subjektif 2 syarat objektif Kasus viagra_ subjek hukum nya tidak sesuai dan tidak boleh memasarkan viagra b. upaya hukum pidana, perdata dan administrasi dalam menghadapi hal ini. c. peraturan perundang-undangan, perlu upaya untuk komparasi dengan negara lain mengenai peraturan perundang-undangan. d. di samping itu perlu ditingkatkan dan diperhatikan tenaga atau ahli yang sangat kompeten dalam hal obat-obatan, sarana kesehatan mana yang boleh menjual, terkait dengan tempattempat penjualan; upaya, terkait dengan pengadaan obat pada tata cara pengadaan; komoditi, terdapat standar-standar mengenai substansi dari obat-obatan. Terdapat kesulitan tersendiri bagi apotik, pengawasan yang sangat ketat namun justru pedagang kaki lima yang menjual viagra tidak pernah disentuh. Padahal untuk menjadi seorang apoteker telah memenuhi prasyaratan perundang-undangan, yang sangat namun pada rinci dengan peraturan kenyataannya terdapat pelanggaran-pelanggaran. Peraturan mengenai tenaga kesehatan ini sangat ketat, pada konteks profesi tenaga kesehatan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun oleh organisasi profesinya. Kriteria terhadap kapasitas kesehatan pun menjadi sangat ketat. Telah diatur dengan sangat ketat sekali, hal ini terjadi karena kesadaran masyarakat terutama pelaku dalam bidang kesehatan 23 tidak memiliki kesadaran terhadap pentingnya penegakan aturanaturan tersebut. untuk penataan komoditi, hal ini dapat dibagi dua, ialah komoditi yang berdampak pada tenaga kesehatan dan konsumen. Terdapat peraturan-peraturan yang mengatur sangat rinci, terkait dengan standar, penggolongan obat, persyaratan, peredaran sampai dengan pengadaan. Standar-standar tersebut telah diatur secara rinci oleh pemerintah. Sebagai contoh, standar menganai obat adalah sebagai berikut : Farmakope & peraturan perundang-undangan; GMP; GDP; GPP; Penyimpanan dan pemusnahan. Kemudian pengaturan lainnya adalah Izin edar obat, dalam pengawasan obat seperti : - obat produk D.N. & L.N.; - proses mendapatkan izin edar; - pengawasan dan - penarikan kembali. Dalam konteks ini, terdapat beberapa contoh, misalnya beredarnya obat-obatan produksi luar negeri di Indonesia. Secara hukum penggolongan obat, dilakukan oleh resep dokter dan tidak memerlukan obat bebas. Kategorisasi obat bebas, pun bermacam-macam hal ini menjadi persoalan. Sehingga saya mengusulkan agar hanya pada dua obat ini, sehingga jelas bahwa obat dengan resep dokter merupakan obat yang perlu diberikan oleh pihak yang berwenang. Mekanik prosedur peredaran obat, seharusnya Pabrik obat mengeluarkan kepada PBF kemudian baru diedarkan ke toko obat. Persoalan ini kemudian yang menjadi wilayah persoalan di dalam IT, karena dia terikat pada proses peredaran obat. Persoalan-persoalan ini menjadi persoalan juga pada wilayah teori ekonomi, karena obat telah menjadi komoditas bisnis. Kemudian pada wilayah apotik, juga sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanannya. 24 Hal ini yang kemudian menjadi persoalan, karena terjadi pelanggaran-pelanggaran Beberapa persyaratan dalam peredaran obat terutama mulai dari proses harus ada surat pesanan; tenaga; faktur; pencatatan; penilaian; dan informasi dan promosi. Sebagai contoh, ialah penggunaan IT dalam pembuatan resep dalam memesan obat. Namun perlindungannya belum bisa dibayangkan, karena perlu pengaturan agar tidak ada penambahan-penambahan terhadap resep yang dikirim oleh melalui saran IT tersebut. Hal yang menjadi persoalan juga terdapat pada wilayah promosi, yang sering tidak memberikan informasi yang benar Dalam kasus peredaran obat, terdapat beberapa penyimpangan diantaranya ialah : a. obat substandar, pengawasan yang dilakukan ialah dengan cara pengumuman kepada masyarakat bahwa obat-obatan ini substandar; b. obat palsu, terdapat beberapa kemungkinan dari pemalsuan yakni obatnya palsu atau palsu karena substansinya bukan obat yang dimaksud.; c. Obat tidak terdapat izin edar, hal ini menyangkut hak-hak konstutisonal warga mayarakat. Izin edar ini perlu untuk melakukan fungsi kontrol; d. obat yang diperoleh bukan sumber resmi; e. penggunaan obat yang tidak rasional, termasuk memberikan obat-obat yang tidak perlu diberikan kepada pasien, hal ini timbul akibat permainan dokter dengan perusahaan obat; f. penyalahgunaan obat, terdapat pada undang; g. penggunaan yang salah. Beberapa kegiatan di dalam upaya pemerintah : a. pemberian izin; b. pabrik obat, pbf, apotek dan to; 25 c. edar obat; d. pengawasan; e. produksi; f. peredaran; g. penyuluhan kepada masyarakat, hal ini sering menjadi kendala karena tidak berkelanjutan; dan h. tindakan administrasi; dan i. tindakan hukum, terdapat anomali-anomali di dalam proses penegakan hukum terutama pada penggunaan pasal-pasal untuk mendakwa. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah melalui pembentukan hukum dan pembaruan hukum bagi hukum yang tidak memenuhi tuntutan masyarakat modern disertai dengan langkah-langkah penegakan hukum disatu sisi dan disisi lain disertai dengan pemberdayaan masyarakat Aspek hukum perdata dalam peredaran obat meliputi subjek hukum, hubungan hukum, akibat hukum, PMH / WP dang anti rugi. Aplikasi hukum pidana Dilakukan melalui dengan PPNS oleh BPPOM dan Depkes di bawah koordinasi Polri. B. Sesi tanya jawab: Pertanyaan : 1. Firman (FH Unpas) Kepada dr. Marius: apakah identik pasien dengan konsumen? Dasar hukumnya dimana? Apakah juga dokter bisa dikatakan pelaku usaha? Apakah UU perlindungan konsumen bisa dijadikan instrumen untuk menuntut pelaku usaha? Kepada Pak cahyana: apakah promosi terhadap obat2an ini bisa memiliki akibat hukum? 26 2. Daniel (Universitas Nasional) Kepada Pak Cahyana: Pembajak tidak bisa disalahkan atas berkurangnya motivasi dari para creator, lebih pada pemerintah sebagai penyusun regulasi dan pembuat kebijakan. 3. Ibu Ria (BPHN) Kepada Pak Faiq: mohon perhatian terhadap dokter yang kurang teliti dalam memeriksa pasien dan mengeluarkan resep. Mohon perhatian terhadap apotik dan toko obat, yang lebih pas dalam memberikan resep atau obat dibandingkan dengan dokter. bagaimana tindak lanjut DEPKES 4. Pak Anas (Farmasi Unpad) Kepada Pak Marius: Obat tradisional yang memiliki atau mengandung zat-zat kimia, Apakah dalam memberikan pengawasan bapak bekerja sama dengan BPPOM? Kurangnya pembicara dari BPPOM, alangkah baiknya kalau ada karena mereka dalam prakteknya yang paling sering berhubungan. 5. Norman (FKU Unpad) Kepada Pak Cahyana: sejauh mana peraturan perundang-undangan kita menanggulangi pemasaran obat ini ICT tidak dapat dimasukkan dalam standar pelayanan kedokteran IPR juga tidak terkait dengan kedokteran Jawaban 1. Jawaban dari Pak Faiq: Yang harus diperhatikan bukan saja pada produsen tetapi juga kepada konsumen dimana sangat berhak terhadap hak kesehatan. 27 Hubungan antara pasien, dokter dan apoteker: Dokter bukan mesin, dan manusia terbatas sesuai dengan informasi yg dia dapatkan, makanya pasien harus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya. Dokter menggunakan kaidah-kaidah keilmuan kedokteran seperti ketelitian, menurut ilmu kedokteran, kalau terjadi kekeliruan harus dibandingkan dengan hal yang sama, tujuannya apa. Kecanggihan informasi dan teknologi tidak mudah diterapkan dalam ilmu kedokteran. Apotik tidak berwenang dalam memberikan diagnosa dan memberikan obat seperti dokter karena subjek hukumnya sudah tidak memenuhi syarat. Apotik harus memperhatikan how to keep medicine Kalaupun menggunakan telemedicine harus diperhatikan seperti resolusi warna dan lain sebagainya. 2. Jawaban dari Pak Cahyana: Sebuah sistem teknologi informasi harus memiliki keandalan misalnya dalam bentuk Trust Mark, apakah produk yang ditawarkan memang asli dan sesuai dengan standar. Kalau sudah memenuhi itu baru bisa dikatakan bahwa promosi obat-obatan tersebut mengikat secara hukum. Proses sosialisasi harus dimulai dari tahap RUU, bukan pada saat sudah menjadi UU karena perubahan, masukan dan saran bisa disikapi. Semua peraturan-peruuan harus disebarluaskan melalui internet dan melalui uji publik selama 1 (satu) bulan. Dokter dalam menjalankan prakteknya harus memperhatikan etika kedokteran Tidak semua hal bisa di IT-kan, sehingga harus diperhatikan sesuai dengan peruntukkannya. Layanan berbasis elektronik harus memiliki standarisasi. Nanotech: chip yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk menyedot kolesterol. 28 Promosi online harus diterapkan atau dijalankan setelah undangundangnya berlaku seperti RUU ITE, untuk menjaga kepastian hukumnya dan menjamin perlindungan konsumennya. 3. Jawaban dari Pak Marius Pasien adalah konsumen, dalam WTO juga dimasukkan dalam hospital services.Dan juga tercantum dalam jakarta declaration (WHO 19 Juli 2007). Pada tahun no. 756 /menkes/sk/vi/2004 tentang persiapan liberalisasi perdagangan dan jasa bidang kesehatan. Terdapat beberapa tahapan dalam pemerikasaan. Dan juga ada tahapan lanjutan (lab) baru setelah itu ada resep. Kelemahan BPPOM: tidak bisa menginspeksi produk-produk yang dijual pasaran. 4. Keyword Pak Faiq Ketentuan hukum harus huruf hidup, pemberdayaan masyarakat harus baik, karena input dari masyarakat sangat penting. Depkes sangat memerlukan masukan tersebut Tolong masukan unsur kesehatan dalam ITE untuk melindungi masyarakat secara keseluruhan 5. Keyword Pak Cahyana Apabila pemanfaaan IT sudah cukup massal dan kolosal, bercirikan: - Virtual - Intellegent - Personal: bisa dilakukan secara personal, dengan demikian ITE akan memasukkan unsur kesehatan 6. Keyword Pak marius Kalau dokter mau memberikan Viagra harus kursus dulu dan juga bukan merupakan obat tahan lama. 29 Masukan Depkumham: dalam mengkaji telemedicine harus hati-hati dan juga penggunaan internet jangan sampai konsumen semakin tertipu dengan promosi melalui internet. Jangan sampai konsumen dirugikan dengan kemajuan teknologi. Kesimpulan: Memperhatikan hubungan antara pasien(konsumen), dokter dan masyarakat Penegakan peraturan per-uuan. 30 SESSI II Moderator: Danrivanto Budhijanto SH., LL.M. A. POKOK-POKOK PIKIRAN PENYAJI 1. Pembicara I Prof. Dr. dr. Herri S. Sastramihardja, SPFK (K). Ketua BKU Farmakologi pada program pascasarjana UNPAD dan PPCD FK Unpad. PEMANFAATAN OBAT-OBAT DAN DALAM DAN PERLINDUNGAN PASIEN PRAKTIK DOKTER TERHADAP OBAT PALSU (Counterfeit Drugs) Definisi WHO tentaang Obat-obatan adalah Setiap subtansi yang digunakan untuk mencegah atan memyembuhkan penyakit ptologis dan mengekplorasi mekanisme fisiologis atau patologis untuk kebaikan pasien. Praktik Kedokteran adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter maupun dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter harus melakukan pelayanan dengan standar keseahtan, standar teknis dan standar pelayanan. Tujuan manajemen sistem obat-obatan, Untuk memberikan obat yang tepat kepada pasien yng membutuhkan. Guna mencapai tujuan tersebut, terapi obat-obatan harus diberikan sesuai dengan prinsip pemberian resep secara rasional. 31 Penggunaan Obat Secara Rasional (RUD) WHO, 1985, dikatakan rasional ketika, sesuai terhadp kebutuhan klinik, Harga Terjangkau oleh pasien, Indikasi yang sesuai, berdasarkan indikasi medis yang tepat. Penggunaan pharmacotherapy telah terbukti merupakan alternatif yang lebih baik. Kesesuaian obat, kecocokan, keamanan dan kenyemanan obat-obatan, misalnya dengan memperhatikan bahwa satu obat tidak sesuai dengan kepada orang lain. Informasi ini merupakan bagian integral di dalam pengobatan dan mestinya diinformasikan dengan baik kepada pasien, kegagalan dalam memberikan informasi akan menimbulkan ketidakpatuhan dalam pengobatan. Resep adalah instruksi dari pemberi resep kepada penyedia obat dengan informasi yang jelas dan lengkap. Memberikan informasi, instruksi dan peringatan tentang Efek obat, efek samping, janji selanjutnya, semuanya menjadi jelas dan tuntas untuk mencegah salah pemberian obat. Penggunaan obat yang tidak rasional (Irrational Use of Drugs= IRUD) terjadi di semua negara. Contoh IRUD, sebenarnya tidak memerlukan penggunaan obat-obatan, atau salah memberikan obat, obat yang tidak efektif, dan tidak merugikan, misalnya antibitotik tidak diperlukan untuk penyakit influenza, penggunaan obat yang tidak aman dan tidak benar. Memberikan obat yang sebenarnya sama efeknya tetapi harganya berlebihan, memberikan resep yang berlebihan, pemberian resep yang multipel, atau memberikan resep yang bersifat kurang dari seharusnya, misalnya takaran 3 kali 1 ternyata Cuma dua kali 1. 32 Self Medication adalah melakukn terapi kesehatan tanpa pengawasan medis, dengan menggunakan secara umum obatobatan tanpa resep, obat-obatan tradisional atau obat tradisional plus, obat-obatan harus dengan resep. Pharmacies yang secara bebas diberikan obat-obatan yang ada di toko informal dan pengecer, penggunaan copy resep untuk penggunaan. (Reuse prescription). Self Medication atau pengobatan sendiri adalah pilihan yang umum dilakukan oleh orang-orang yang seringkali bersandarkan pada saluran-sluran informal dan tidak resmi lainnya. Obat Palsu, secara fisik sulit untuk membedakan obat palsu dan obat asli, cara yang paling baik adalah dengan pemeriksaan laboratorium. Beberapa perlindungan pasien dari obat palsu melalui Informasi yang benar, regulasi dan pendidikan bagi pasien. Kesimpulan: Untuk mencapai tujuan pharmacotherapy, obat-obatan tersebut harus digunakan secara rasional. Informasi tersebut harus jelas, akurat dan tidak menyesatkan. Pasien harus kritis terhadap semua informasi mengenai obatobatan. 2. Pembicara kedua Achmad Gusman, SH., LL.M Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung. HKI, TRADITIONAL KNOWLEDGE DAN SUMBER DAYA GENETIK DALAM KONTEKS OBAT-OBATAN TRADISIONAL 33 Ada dua website yang berbicara tentang e-medicine, yang membahas beberapa tentang Plants obat-obatan Poisoning, dengan obat-obatan menggunakan verbal, tumbuhan kadangkala mempunyai efek samping. Walaupun sebagain besar obat-obatan yg bahan bakunya adlah tanaman dengan khasiat tertentu kadang mengandung toxic ingredients yang tidak diidentifikasi dalam resepnya. Dan kadangkala kita harus waspada dengan efek samping yang mungkin tidak terduga karena tidak melalui prosedur klinis. Dalam diseclaimer dari web site tersebut dinyatakan bahwa mereka sebenarnya (authors) akan ikut bertanggung jawab terhadap efek yang tidak diinginkan. Website tentang the lunar clinic, yaitu klinik virtual yang menggunakan metode Chinese Consultations. Merek mengklaim Medicine, E- melakukan Medicine kombinasi pengobatan terbaik dri dunia kedokteran barat dan cina. Pembahasan mengenai obat-obatan tradisional sudah cukup banyak mendapat perhatian masyarakat, misalany tahun 2001 telah diselenggarakan konferensi internasional di Jakrta mengenai sumber daya genetik tradisional. Mengapa pengobatan tradisional itu penting, adalah salah satu sebabnya sejak kemajuan di bidang HKI menjadi penting. Dan pada umumnya masyarakat internasional sadar pentingny pengobatan tradisional dengan ideologi back to nature. Namun, di lain pihak tidak semua negara tidak mempunyai sumber daya (raw material) bahan-bahan tradisonal untuk menjadi obat. Yaitu ada negara yang tidak mempunyai bahan mentah tetapi mempunyai teknologi. Akhirnya terjadi masalah kalsik, yaitu negara maju berhadapan dengan negara berkembang. Akan tetapi negara maju sangat menaruh perhatian terhadap akses 34 terhadap sumber daya genetik bahan baku obat tradisional tersebut, termasuk terhadap Indonesia yang dikenal sebagai negara mega sumberdaya genetik. intelektual Properti dapat dihubungan dengan kreasi yang dihasilkan dari pemikiran manusia, mencakup antara lain karya kreatif, inventif, termasuk pembedaan tanda atau merek. Namun dari pengaturan tentang HKI tidak ada yang membahas mengenai TK. Pengetahuan Tradisional, menurut WIPO WIPO/GRTKF/IC/10/5: a. Substansi dari pengetahuan yang dihasilkan dari aktivitas intelektual dalam konteks tradisional; b. Termasuk keterampilan, keahlian, inovasi, praktik, dan pembelajaran yang merupakan bagian dari sistem pengetahuan tradisional; c. Pengetahuan yang mencakup cara hidup tradisional masyarakat asli dan lokal, atau terdapat dalam sistem pengetahuan serta pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik terkodifikasi yang disampaikan antar generasi; d. Tidak terbatas pada bidang teknis spesifik, dan dapat mencakup pengetahuan tentang pertanian, lingkungan, dan obat-obatan, Permasalahan adalah produk yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan tradisional, khususnya di bidang obat-obatan , mencapai 100 milyar dolar. Faktor-Faktor Kompleks yang menyulitkan melakukan pengaturan khusus terhadap Pengetahuan Tradisional. 35 Beberapa hal Undang-Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual memang terkait dengan Pengetahuan Tradisional, tetapi ketika masuk dalam masalah substansi akan ditemukan beberapa Mismatch’ (ketidak cocokan, ketimpangan), misalnya undangundang Hak Cipta keterkaitan dengan Pengetahuan Tradisional dalam masalah karya seni dan sastra hanya mengatur ‘folklore’, kemudian undang-undang Desain Industri keterkaitan dengan Pengetahuan Tradisional dalam masalah kreasi berkesan estetis yang diujudkan dalam suatu produk, tetapi tidak mengatur mengenai motif/desain tradisional. Contoh lain tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan, Hudia, banyak digunakan oleh masyarkat Bushman, misalnya badan mereka tinggi dan ramping karena dalam tanaman Hudia tersebut, mereka bisa menahan lapar untuk beberapa waktu lebih lama, tetapi kemudian dikembangkan oleh pabrik farmasi menjadi obat diet. Dasar Hukum Sumber Daya Genetik, seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention On Biological Diversity, 1992) Konvensi ini mengadakan perubahan radikal terhadap SDG, SDG bukan lagi common property, tetapi menjadi hak berdaulat bagi setiap negara, dan siapapun yang ingin memanfaatkan SDG tersebut harus meminta ijin terlebh dahulu terhadap negara yang bersangkutan. Seperti dalam Pasal 8 (j) CBD, Memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap komunitas lokal atau masyarakat asli, dan lebih jauh juga mempromosikan dan mengembangaknobatobatan tradisional tersebut. 36 Traditional knowledge, harus bersifat sui generis yang diatur di luar dari rezim HKI. Dan hal ini sudah dibahas di dalam forumforum internasional, yang dimaksud dengn sui generis ialah pengatauran secara spesifik. Beberapa negara yang melakukan hal ini adalah Thailand. Melalui traditional medical act, dimana ruang lingkup pengaturannya meliputi pelaku pengobatan tradisional, perlindungan sumber daya alam dan lingkungan. Contoh mekanisme perjanjian dan beberapa perkembangan terkini, Deklrasi Bandung (Bandung Declaration on The Protection of Traditional Cultural Expressions. Kesimpulan: Kekayaan intelektual yang terkait dengan kekayaan budaya dan sumber daya alam, termasuk pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan, merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia Batik, tenun ikat, kerajinan rotan, hasil-hasil pertanian, pengetahuan tentang khasiat tanaman-tanaman tertentu seperti buah merah dan buah mengkudu, hanyalah sebagian kecil saja dari hasil kekayaan intelektual masyarakat negeri ini Salah satu hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sesegera mungkin menetapkan mekanisme pengelolaan dan perlindungan terhadap bentuk-bentuk kekayaan intelektual seperti ini dalam kerangka kebijakan nasional Mekanisme pengelolaan dan perlindungan juga dapat mencegah terjadinya klaim dan pemanfaatan yang tidak sah oleh pihak asing atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia B. Tanya jawab dan diskusi 37 Pertanyaan: 1. Sentosa Sembiring Saya adalah pengguna obat tradisional tetapi dari pemaparan prof. Herii apakah betul bahwa semua obat-obatan baru bisa dibuktikan keaslian nya melalui uji labortorium? Bagaimana caraa melindungi obat tradisional hingga bisa mendapat royalti? Apa betul jika orang-orang sakit gondongan menggunakan daun pisang akan sembuh dan bisa dikatakan pengobatan tradisional? Bagaimana perlindungan oleh negara berkembang terhadp obat tradisional yang belum tentu aman? 2. Firman: Sudah adakah perlindungan konsumen terhadap pengobatan tradisional, misalnya dukun, terkun (dokter dukun), banyak yang malpraktek, ditambah dibukanya cabang mak erot? Mungkin Bapak dari kedokteran sudah menemukan belum alternatif pengganti formalin? Perlindungan terhadap ganja sebagai bumbu masak bila di aceh? Bagaimana halnya regulasi selama ini apkah sudah ada? 3. Hernadi Untuk Prof Herri: Bagaimana peluang e-medicine di Indonesia? Tentang obat, ada upaya untuk menghindarkan obat yang coba-coba kepada pasien? Apakah kita tidak perlu menebus resep bila diberikan kepada kita? Setuju dengan Achmad Gusman, bagaimana perlindungan terhadap orang Indonesia yang melakukan penelitian kemudian diproduksi di luar negeri, kemudian karena sponsornya orang asing menjadi paten orang asing. 38 Pijat Cimande, seperti apa pengaturan ke depan karena tanpa operasi tulang yang patah tersebut dapat dikembalikan menjadi utuh. Jawaban: 1. Dari Ahmad Gusman 1. Tidak adanya data base yang bisa menunjukkan bahwa hal tersebut adalah traditional knowledge, misalnya dalam kasus klasik Turmerik (kunyit) yang berhasil melakukan advokasi oleh India membatalkan paten di USA terhadap kunyit. Karena kunyit tersebut telah lama dikenal oleh masyarakat India dan telah ditulis dalam Kitab Ayurveda. 2. Tentang pengobatan tradisional, tersebut harus memiliki ciri-ciri, deskripsi, tulisan dan bukati-bukti kebaruan, bila tidak bisa dengan oral evidence pun dapat dijadikan dasar untuk melakukan perlindungan terhadap pengetahuan pengobatan tradisional tersebut. Namun prosedur penelitian di indonesia masih mengadung banyak loopholes, apalagi dikaitkan dengan pertanyaan Pak Hernadi, memang kita masih kesulitan dalam melakukan perliddungan dan efeknya akan hilangnya pengetahuan tradisional. 3. Hambatan lain yang sulit dilakukan adalah penjelasan secara ilmiah terhadap pengetahuan tradisional, misalnya nasi panas untuk sakit gondongan. Test Drugs, sebaiknya memang BPOM lah yang berwenang dan melakukan penertiban karena kita tidak mau menjadi korban terhadap test drugs tersebut. 4. Perlindungan konsumen dalam hal perlindungn konsumen, selama ini sulit karen tidak ada uji klinik, karena masyarakat biasanya menggunakan perlindungannya adalah cocok dan tidak cocok, kalau selama ini YLKI melakukan perlindungan konsumen dengan UU 39 Perlindungan Konsumen. Bila kita ingin obat-obatan tradisional kita mendapat tempat di duni internasional, maka harus memperhatikn keamanan produk, dan keseimbangan terhadap masyarakat tradisional dan kepentingan publik. 5. Terhadap pertanyaan Pak Hernadi, memang benar bahwa selama ini, peneliti lokal kita kurang mendapat perhatian dan insentif yang rendah. Sedangkan peneliti asing sering mempunyai agenda tersendiri yang berbeda dengan kepentingan nasional kita. Hal inilah yang harus diwaspadai guna mencegah terjadinya biopiracy. Karena itu sebaiknya walaupun aturan penelitian terhadap orang asing belum begitu lengkap namun kita tetap mesti bisa menduga bila terjadi pelanggaran hukum. Perlindungan sui generis, mencoba memberikan perlindungan terhadap pengetahuan tradisioanal sesuai karakter TK. 2. Dari Prof. Herri: 1. Mekanisme mengunakan obat tradisional, dalam praktiknya sebenarnya obat tradisional sudah ad pre clinic, namun untuk kedokteran tetap mensyaratkan uji klinik. 2. Menggunakan metode tradisional sebenarnya tergantung dari berat ringannya penyakit, sebaiknya untuk life saving jangan menggunakan obat tradisional karena membutuhkan waktu lama dan tidak ada bukti klinik. 3. Pengobatn tradisional; baru bisa digunakan bila metodenya, khasiat dan penyakitny sudah dapat dimengerti dengan baik. Untuk dokter, sebaiknya memang dokter tidak mecoba-coba metode di luar dri yang telah diajarkan dalam dunia kedokteran. Bila tidak, maka akan dapat menyebabkan malpraktik dan merupakan pelanggaran hukum yang dapat ditindak secara hukum. 40 Moderator : Sebagai satu kesimpulan, untuk masalah kesehatan jagalah isi perut kita, tidak perlu coba-coba obat. 41 BAB IV PENUTUP Dengan mengucapkan Syukur Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan Nikmat, Rahmat, dan Karunia-Nya kepada kita semua, pada hari ini kita telah dapat mengikuti dan menyelesaikan Lokakarya tentang INTELLECTUAL PROPERTY CRIME DIKAITKAN DENGAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN E-MEDICINE yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan bekerjasama Hukum dengan Nasional Fakultas (BPHN)-Departemen Hukum Universitas Hukum dan HAM Padjadjaran, yang berlangsung selama 1 (satu) hari telah berjalan dengan baik. Semua topik yang dijadwalkan telah dibahas dan didiskusikan secara tuntas dan mendalam oleh seluruh pembicara dan peserta lokakarya yang melahirkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang kreatif dan kritis, antara lain; 1. Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan diperlukan untuk melindungi kepentingan Para Kreator dan Produsen Obat-obatan. Pembajakan atau Pamalsuan obat-obat sekarang sudah lebih besar dan mengalahkan pemasaran obat-obatan terlarang. Dengan banyaknya pembajakan ini, motivasi dan jumlah kreator semakin menurun karena merasa hak ekonominya telah dilanggar. 2. Perlindungan HaKI, khususnya mengenai obat-obatan juga sangat diperlukan untuk melindungi konsumen, berkaitan dengan penyalahgunaan zat. 3. Peraturan mengenai tenaga kesehatan sangat ketat ketika menyangkut mengenai pengawasan profesi tenaga kesehatan, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun oleh organisasi profesinya. Kriteria terhadap kapasitas kesehatan pun menjadi sangat ketat, namun justru kelompok masyarakat di luar profesi kesehatan yang melakukan praktek pelayanan kesehatan masih kurang tersentuh. 4. Sebenarnya landasasan hukum bagi perlindungan konsumen sudah cukup baik, seperti UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU NO.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, dan PP No. 72 42 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, sayangnya penerapannya masih kurang konsisten. 5. Perlu peraturan-peraturan yang mengatur rinci, terkait dengan standar, penggolongan obat, persyaratan, peredaran sampai dengan pengadaan. Standar-standar tersebut sebagian telah diatur secara rinci oleh pemerintah. 6. Perlu diupayakan agar eksistensi norma-norma dalam peraturan perundang-undangan seharusnya tidak hanya berorientasi pada perlindungan hak produsen, tetapi juga mengedepankan hak-hak konsumen 7. Dengan kemajuan teknologi yang luar biasa ini perlu juga disadari bahwa tidak semua hal bisa diteknologikan. Untuk beberapa hal tetap diperlukan penanganan yang konvensional dengan sentuhan yang lebih humanistik. 8. Sebuah sistem teknologi informasi harus memiliki keandalan misalnya dalam bentuk Trust Mark, apakah produk yang ditawarkan memang asli dan sesuai dengan standar. Kalau sudah memenuhi itu baru bisa dikatakan bahwa promosi obat-obatan tersebut mengikat secara hukum. 9. Dalam menangani berbagai permasalahan pemalsuan obat, Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian tanpa bantuan dari masyarakat. 10. Harus ada kehati-hatian dari masyarakat dalam menerima informasi dan menggunakan obat-obatan. 11. Pemalsuan obat telah melanda dunia dan sangat membahayakan karena langsung menjadi dikonsumsi oleh manusia. Pemalsuan obat dilakukan dengan cara menggunakan merek obat yang sudah terkenal sehingga aspek hukumnya tidak hanya persaingan usaha, merek juga perlindungan konsumen. Peredaran obat palsu juga dilakukan melalui internet. Hal ini sangat menghawatirkan karena produk obat yang diperjualbelikan melalui media internet konsumen tidak dapat langsung mengenali obat yang akan dibelinya. 43 12. Pemalsuan obat itu terjadi biasanya karena beberapa alasan diantaranya tidak ada batasan harta eceran tertinggi bagi obat generic, pengawasan lemah dari BP POM, Tidak berjalannya peraturan pemerintah yang berkaitan dengan peredaran dan pengawasan obat, terlalu tingginya harga obat di Indonesia, serta adanya dugaan persekongkolan antara produsen obat dan pengecer. 13. Cara obat dipalsukan dilakukan dengan memalsukan label, memalsukan kemasan, mengisi botol kosong dengan isi yang lain (refill). Sedangkan obat-obat yang sering dipalsukan Obat yang banyak dipalsukan adalah antibiotika, obat yang mahal harganya, obat untuk penyakit yang tergantung kepada obat seperti obat untuk darah tinggi. 14. Pengaturan tentang kejahatan yang berkaitan dengan obat-obatan diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang 23 tahun 1992 tentang kesehatan serta PP No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Ketiga regulasi tersebut bersifat saling mengisi satu sama lain karena sebelum Undang-Undang No.8 Tahun 1999 diberlakukan perlindungan konsumen telah tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada diantaranya dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang khusunya untuk perlindungan atas pengkonsumsian produk yang berkaitan dengan kesehatan dan salah satunya adalah perlindungan konsumen dari peredaran obat palsu. 15. Dalam peredaran obat palsu, konsumen sebagai pengguna obat palsu sendiri seharusnya melakukan tindakan kehati-hatian dalam membeli obat tesebut. Kehati-hatian tersebut merupakan salah satu kewajiban konsumen. Wujud berkenaan dengan konkritnya label obat yaitu juga membaca mengikuti seluruh informasi segala petunjuk penggunaan obat tersebut. 44 16. Era globalisasi telah memanjakan peran teknologi informasi dan komunikasi ke dalam issue strategis karena menghadirkan dunia tanpa batas jaran ruang dan waktu, namun di lain pihak kerugian teknologi, informasi dan komunikasi telah menimbulkan dua sisi yagn saling bertentangan untuk kemajuan ddan kebaikan, sekaligus juga kejahatankejahatan baru (cybercrime) yang lebih canggih dibandikan kejahatankejahatan konvensional karena itu perlu dibentuk undang-undang maya (cyber law) seperti undang-undang informasi dan transaksi elektronik. 17. Pemanfaatan obat-obatan dalam praktik kedokteran dan perlindungan pasien dari obat palsu dilakukan melalui rasional, informasi memberikan yang penggunaan obat secara jelas, akurat dan tidak menyesatkan, serta pasien dapat membuka kritik terhadap seluruh informasi tentang obat-obatan. 18. Isu baru HKI yang terdapat dalam diskusi-diskusi baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional adalah pengetahuan tradisional. Pembicaraan mengenai pengetahuan tradisional tidak dapat terlepas dari konteks sumber daya hayati dan ekspresi folklor. Organisasi yang paling aktif melahirkan rekomendasi-rekomendasi baru di bidang Genetic Resource, Traditional Knowledge and Expression of Folklore (selanjutnya disesebut GRTKF) adalah WIPO. Fenomena yang terjadi adalah adanya obat-obatan tradisional yang dimanfaatkan secara tidak semestinya (missappropriation) dalam rangka komersialisasi. Negara-negara maju menggunakan kemampuan teknologinya untuk mengambil ekstrak obat-obatan yang berasal dari sumber daya genetik di negara berkembang untuk kemudian dipatenkan. Dalam hal pemanfaatan pengetahuan tradisional khususnya obat-obatan tradisional, diperlukan mekanisme akses (izin) dan benefit sharing (pembagian keuntungan) bagi masyarakat setempat. 19. Kekayaan intelektual yang terkait dengan kekayaan budaya dan sumber daya alam, termasuk pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan, 45 merupakan potensi yang sangat besar bagi Indonesia. Oleh karena itu, hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah sesegera mungkin menetapkan mekanisme pengelolaan dan perlindungan terhadap bentuk-bentuk kekayaan intelektual seperti ini dalam kerangka kebijakan nasional Kita menyadari, berbagai permasalahan yang telah dieksplorasi bersamasama pada hari ini hingga melahirkan berbagai tawaran solusi, tidaklah mungkin untuk diwujudkan saat ini juga, tetapi memerlukan proses yang cukup panjang, yang diantaranya dimulai dari lokakarya ini. Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh penyaji kertas kerja dan peserta yang telah berpartisipasi secara penuh dalam lokakarya ini. Diharapkan segala jerih payah dan pemikiran kita semua yang tercurah selama berlangsungnya acara lokakarya ini akan membawa manfaat bagi pembangunan hukum dan peraturan perundang-undangan. 46 DAFTAR ISI Kata Pengantar ………………………………………………………………………. hal. I Daftar I s I …………..…………………………………………………………………. Ii BAB I. …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… 1 1 2 3 3 4 4 BAB II. LAPORAN DAN SAMBUTAN (KEYNOTE SPEECH) A. Laporan Ketua Panitia Penyelenggara …………………… B. Sambutan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional …….. 5 5 9 BAB III. PERSIDANGAN LOKAKARYA 16 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Maksud dan Tujuan D. Sub Topik dan Pembicara E. Peserta Lokakarya F. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Sessi I A. Pokok-pokok Pikiran Penyaji 1. Pemalsuan obat dikaitkan dengan perlindungan konsumen (Dr. Marius) 2. Pemanfaatan ICT dalam pemasaran obatobatan (Ir.Cahyana Ahmadjayadi, MH) 3. Upaya Pemerintah dalam pemalsuan obatobatan (Faiq Bahfein) B. Tanya Jawab / Diskusi .. …………………. …………………... 16 16 ………………….. 18 …………………… 22 …………………… 26 Sessi II A. Pokok-pokok Pikiran Penyaji ………………….. 1. Pemanfaatan Obat-Obat Dan Dalam Praktik ………………….. Dokter Dan Perlindungan Pasien Terhadap Obat Palsu (Counterfeit Drugs) (Prof. Dr. dr. Herri S. Sastramihardja, SPFK (K). 2. HKI,Traditional Knowledge Dan Sumber …………………… Daya Genetik Dalam Konteks Obat-Obatan Tradisional (Achmad Gusman, SH., LL.M) B. Tanya Jawab / Diskusi ………………….. 31 31 33 38 47 BAB IV. P E N U T U P ………………………………………………………………… 42 Lampiran-lampiran: a. Sambutan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Makalah Keynote Speech b. Makalah-Makalah Penyaji c. Jadual Lokakarya d. Daftar Hadir Peserta e. Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI 48