Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 DAYA ANTIBAKTERIAL PIGMEN PYOCYANIN DARI ISOLAT Pseudomonas aeruginosa TERHADAP Aeromonas hydrophila SECARA IN VITRO ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF PYOCYANIN FROM Pseudomonas aeruginosa ISOLATE TO Aeromonas hydrophila WITH IN VITRO METHOD Ribut Wijayaning Putri, Wahju Tjahjaningsih dan Didik Handijatno Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Kampus C Jl. Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5992785 Abstract This research is looking for the natural alternative ant ibacterial to control bacterial disease Motile Aeromonad Septicaemia (MAS) in fishes caused by Aeromonas hydrophila. This research using pyocyanin blue-green pigmen from Pseudomonas aeruginosa isolate which is tested for antibacterial potency to Aeromonas hydrophila by in vitro of dilution and diffusion method. Purpose of this research was to know Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) of pyocyanin, diameter of inhibitory zone Aeromonas hydrophila and correlation between pyocyanin concentration and diameter of inhibitory zone Aeromonas hydrophila. The research use experimental method completely random design with twelve treatment and three times repetitions. Parameter observed are Optical Density (OD) value for MI C test, growth of Aeromonas hydrophila colonies for MBC test and diameter of inhibitory zone Aeromonas hydrophila for diffusion disk test. Other parameter are temperature incubation and pH medium. Data from diffusion method was analysed by Analysis of Variance (ANOVA) continued with Duncan’s Multiple Range Test. Result of research at dilution method shows that pyocyanin have bacteriostatic activity to Aeromonas hydrophila. There are real influence from pyocyanin concentration to diameter of inhibitory zone. The best treatment is concentration 100% which is not differ with 90% (p>0.05). At diffusion method, concentration 20% with Optical Density (OD) 0.058 was able to inhibit the growth of Aeromonas hydrophila. Furthermore research should be done to know Aeromonas hydrophila density that can be inhibited by pyocyanin which had been extracted and purificated to get active material α hydroxyphenazine and also require furthermore research to know direct influence or activity from pyocyanin for disease treatment caused by Aeromonas hydrophila infection and other of bacterial disease agents in fishes with in vivo method. Key words : antibacterial activity, pyocyanin, Pseudomonas aeruginosa, in vitro, Aeromonas hydrophila. PENDAHULUAN Penyakit merupakan salah satu masalah utama dalam usaha budidaya perikanan yang timbul akibat ketidakseimbangan interaksi antara faktor lingkungan, agen penyakit dan inang. Infeksi bakteri patogen Aeromonas hydrophila merupakan salah satu penyebab kerugian utama dalam akuakultur (Gram et al, 1998) yang menimbulkan penyakit bercak merah (Motile Aeromonad Septicaemia ) (Irianto, 2003). Aeromonas hydrophila melimpah pada lingkungan air tawar terutama dengan kandungan bahan organik yang tinggi dan dapat menyerang berbagai jenis ikan a ir tawar (Austin dan Austin, 1999) di daerah tropis (Noga, 2000). Infeksi biasanya bersifat oportunistik dan mudah dikenali karena adanya luka -luka eksternal (ulcer), lendir mengering, terdapat bercak pendarahan pada daerah latero -ventral tubuh dan sirip serta sisik terkelupas (Hasmi, 2006). Pengendalian penyakit menggunakan antibiotik secara terus menerus dapat memicu terjadinya resistensi bakteri, residu antibiotik pada ikan dan terjadinya pencemaran lingkungan (Alderman dan Michel, 1992). Banyak penelitian dilakukan untuk mengembangkan beberapa antibakterial alami yang berasal dari komponen toksik patogen, faktor virulensi maupun bakteri utuh (Yanuhar, 2005). Salah satu penelitian yang belum berlanjut hingga saat ini adalah tentang pigmen blue-green pyocyanin yang dihasilkan dalam 65 Daya Antibakterial Pigmen Pyocyanin ............ jumlah besar dari kultur Pseudomonas aeruginosa yang masih aktif. Pyocyanin bersifat larut dalam air (water soluble) dan kloroform yang memiliki daya antibakterial untuk berbagai jenis bakteri serta aktivitas antibiotik terhadap fungi dan protozoa (Baron dan Rowe, 1981). Oleh sebab itu, pigmen ini sangat potensial dimanfaatkan sebagai alternatif antibakterial alami dan perlu dilakukan suatu penelitian awal secara in vitro tentang daya hambat pigmen tersebut terhadap bakteri penyeb ab penyakit bakterial ikan, salah satunya adalah Aeromonas hydrophila. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat dan konsentrasi minimum pyocyanin yang mampu menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila serta sejauh mana keeratan hubungan (korel asi) antara konsentrasi pyocyanin dan diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila secara in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi awal mengenai pemanfaatan pigmen pyocyanin dari isolat Pseudomonas aeruginosa sebagai alternatif antibakteri untuk pengendalian penyakit bakterial ikan, salah satunya untuk infeksi Aeromonas hydrophila. Tidak menutup kemungkinan pula ke depannya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pigmen tersebut terhadap beberapa agen peny akit infeksi lainnya pada ikan maupun udang sehingga memungkinkan pyocyanin dimanfaatkan untuk aplikasi yang lebih luas. Metodologi Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2006 di Laboratorium Bakteriol ogi Mikologi dan Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga, Laboratorium Mikrobiologi Stasiun Karantina Ikan Kelas I Tanjung Perak Surabaya dan Laboratorium Gastroenteritis Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya. Alat dan Bahan Isolat Aeromonas hydrophila diuji pewarnaan Gram dan beberapa uji biokimiawi antara lain uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar), uji MIO (Motilitas, Indole dan Ornithin), Methyl Red (MR) dan Voges-Proskauer (VP) test, uji gula-gula (laktosa, manitol, maltosa, inositol, arabinosa, sorbitol dan sukrosa), uji hemolisin, uji resistensi novobiocin, tes O/F dan tes oksidase. Identifikasi utama dari Pseudomonas 66 aeruginosa adalah produksi pigmen blue-green yang larut dalam air dan b erdifusi ke dalam media pertumbuhannya (Ringen dan Drake, 1952). Isolat Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas aeruginosa yang sudah terbukti kebenarannya berdasarkan hasil identifikasi selanjutnya diremajakan setiap 7 hari sekali pada media Tripticase Soya Agar (TSA) dan MacConkey Agar (MCA) sebagai stok hingga saat dibutuhkan. Perbanyakan Pyocyanin Penelitian ini menggunakan potato gliserol broth sebagai media untuk kultur cair Pseudomonas aeruginosa (Young, 1947). Potato broth yang digunakan adalah sar i kentang yang berasal dari air rebusan kentang. Kentang sebanyak satu kilogram dipotong kecil kecil terlebih dahulu kemudian direbus dengan 1000 ml air sampai mendidih. Air rebusan tersebut disaring dua kali kemudian disterilisasi. Komposisi media potato gliserol broth adalah 100 ml Nutrient Broth kemudian ditambah dengan gliserin dan potato broth masing-masing sebanyak 1%. Campuran ketiga media tersebut disterilisasi terlebih dahulu sebelum diinokulasi Pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas aeruginosa dikultur terlebih dahulu pada media Tripticase Soya Agar (TSA) sebanyak satu plate pada suhu 37 oC selama 24 jam, kemudian dipanen dan diinokulasikan ke dalam media kultur cair dengan masa inkubasi dua minggu pada suhu 37oC dan terdapat sinar untuk merangsang pembentukan pigmen (Young, 1947). Kultur cair Pseudomonas aeruginosa disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC untuk mendapatkan supernatan yang mengandung pigmen pyocyanin. Supernatan pertama disentrifuse kembali dan supernat an terakhir yang mengandung 100% pyocyanin disterilkan menggunakan filter unit dengan membran Sartorius filter 0.45µm. Kepekatan supernatan ditentukan melalui pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang sinar 520 nm. Supernatan disimpan dalam freezer pada suhu 5oC sampai -10oC hingga saat dibutuhkan (Palumbo, 1972). Pembuktikan sterilitas supernatan dilakukan dengan cara menginokulasi supernatan tersebut pada media Tripticase Soya Agar (TSA) kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 18 -24 jam. Jika terdapat pertumbuhan bakteri maka supernatan tersebut masih mengandung kontaminan sehingga harus difilter ulang. Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 Pembuatan Larutan Mc. Farland’s 1 Suspensi bakteri yang digunakan untuk uji terlebih dahulu disetarakan dengan larutan Mc. Farland’s 1. Isolat murni Aeromonas hydrophila berumur 24 jam diambil sebanyak 4 5 koloni kemudian diinokulasikan pada media Brain Heart Infusion (BHI) broth dan diinkubasi selama 3-4 jam pada suhu ruang sehingga terbentuk kekeruhan yang sama dengan standart Mc. Farland’s 1 (setara dengan jumlah bakteri 3 x 10 8 CFU/ml) (Wahyuni, 2006). Metode Dilusi dan Difusi Metode uji yang digunakan adalah metode dilusi melalui uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) serta metode difusi melalui uji difusi disk. Konsentrasi pyocyanin yang digunakan pada peneli tian ini seperti pada Tabel 1. Kontrol negatif yaitu 1 ml suspensi Aeromonas hydrophila ditambah dengan 1 ml NaCl fisiologis, sedangkan kontrol positif adalah 1 ml pyocyanin konsentra si 100% ditambah dengan 1 ml NaCl fisiologis. Semua perlakuan (kecuali kontrol) masing -masing ditambah dengan 1 ml suspensi Aeromonas hydrophila yang telah disetarakan dengan Mc. Farland’s 1 untuk dilakukan uji MIC dengan suhu inkubasi 27 oC-28oC selama 24 jam. Penentuan MIC berdasarkan pengamatan kekeruhan atau kejernihan media pada seluruh tabung reaksi dan membandingkannya dengan kontrol (Pelczar et al, 1993). Kejernihan media yang mendekati kontrol positif mengindikasikan bahwa pyocyanin mampu menghamb at pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Perbedaan tingkat kekeruhan atau kejernihan antar perlakuan secara kuantitatif ditentukan melalui pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang sinar 520 nm (Palumbo, 1972). Konsentrasi hasil MIC dijadikan sebagai dasar konsentrasi pada pengujian Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Pada uji MBC, inokulum dari warna jernih media hasil uji MIC ditanam pada media Tripticase Soya Agar (TSA) namun tanpa pyocyanin kemudian diinkubasi pada suhu 27 oC-28oC selama 24 jam. Jika terdapat pertumbuhan koloni Aeromonas hydrophila, maka pyocyanin hanya bersifat bakteriostatik (Volk dan Wheeler, 1984). Kontrol positif dan negatif digunakan sebagai kontrol pertumbuhan bakteri sehingga bila terjadi kontaminasi akan dapat diketah ui secara langsung. Pada uji difusi disk, sensitivitas bakteri terhadap antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona jernih yang merupakan daerah hambat pertumbuhan bakteri (Pelczar et al, 1993) pada media Muller Hinton Agar (MHA) (Jang et al, 1978). Kertas disk direndam dalam masing-masing konsentrasi pyocyanin selama ± 10-15 menit sehingga diperkirakan telah jenuh (Salle, 1961; Pelczar et al, 1993), kemudian dikeringkan dalam plate steril pada suhu 37oC selama 24 jam. Sebanyak 0.1 ml dari suspensi Aeromonas hydrophila diteteskan pada media MHA, kemudian diratakan ke seluruh permukaan media menggunakan spatula dan didiamkan selama ± 15-30 menit (Wahyuni, 2006). Kertas disk yang telah jenuh dengan pyocyanin diletakkan pada permukaan lempeng agar dan agak ditekan supaya pyocyanin dapat meresap ke dalam media agar dengan baik. Pembacaan hasil dilakukan setelah inkubasi pada suhu 27 oC-28oC selama 24 jam dengan cara mengukur diameter daerah berwarna jernih yang merupakan zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila menggunakan mistar kemudian diskoring karena untuk senyawa antimikroba dari alam belum memiliki interpretasi daerah hambatan yang dibakukan seperti antibiotik. Positif (+) jika zona hambat pertumbuhan bakteri di sekitar kertas disk <2 mm, (++) jika lebar zona tersebut ≥ 2 mm, (+++) jika ≥ 7 mm dan negatif jika tidak terbentuk zona hambat di sekitar kertas disk (Thompson et al, 1985). Tabel 1. Penentuan konsentrasi pyocyanin untuk metode dilusi dan difusi Konsentrasi (%) Pyocyanin 100% (ml) NaCl fisiologis (ml) 100 1 0 90 0.9 0.1 80 0.8 0.2 70 0.7 0.3 60 0.6 0.4 50 0.5 0.5 40 0.4 0.6 30 0.3 0.7 20 0.2 0.8 10 0.1 0.9 67 Daya Antibakterial Pigmen Pyocyanin ............ Parameter Penelitian Parameter utama dalam penelitian ini adalah nilai Optical Density (OD) dari kejernihan media untuk uji MIC, tumbuh atau tidaknya koloni Aeromonas hydrophila pada media TSA untuk uji MBC dan diameter daerah hambatan pyocyanin terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila untuk uji difusi disk. Sedangkan parameter penunjang dalam penelitian ini adalah suhu inkubator dan pH media yang keduanya merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 12 perlakuan (konsentrasi pyocya nin 100%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, 20%, 10%), kontrol (+) (pyocyanin dan NaCl fisiologis) serta kontrol (-) (suspensi Aeromonas hydrophila dan NaCl fisiologis). Masing masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Data penelitian dari hasil uji difusi disk dianalisis menggunakan Analisis Varian (Anava). Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) pada tingkat kepercayaan 95% (Rochiman, 1989). Analisis regresi digunakan untuk mengetahui sejauh mana keeratan hubungan (korelasi) antara konsentrasi pyocyanin dengan diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Hasil dan Pembahasan Hasil Nilai Optical Density (OD) atau kepekatan dari 50 ml supernatan kultur cair Pseudomonas aeruginosa adalah 0.350. Hasil secara kualitatif pada uji MIC menunjukkan bahwa warna jernih media yang mendekati kontrol positif hanya terjadi pada konsentrasi 100% dan 90%, sedangkan pada konsentrasi 80% hingga 10% terbentuk kekeruhan media yang relatif hampir sama dan cenderung mendekati kontrol negatif sehingga secara visual sulit untuk membedakan tingkat kekeruhan media antar tabung (Tabel 3). Hasil secara kuantitatif ditentukan melalui pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 68 sinar 520 nm. Namun spektrofotometer tersebut tidak mampu membedakan kekeruhan warna pigmen pyocyanin dengan kekeruhan bakteri sehingga nilai OD yang diperoleh merupakan gabungan dari keduanya. Selisih nilai OD pyocyanin sebelum dan sesudah uji MIC dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan nilai OD kekeruhan bakteri (Tabel 4). Pada uji MBC, koloni Aeromonas hydrophila masih dapat tumbuh pada semua konsentrasi pyocyanin bahkan pada konsentrasi 100% dan 90%. Hal ini mengindikasi kan bahwa pyocyanin hanya bersifat menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila secara in vitro (bakteriostatik) (Tabel 5). Hasil pengukuran diameter zona hambat pyocyanin terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada uji difusi disk disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Analisis Varian (Anava), perlakuan konsentrasi pyocyanin yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila (p<0.01). Sedangkan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi pyo cyanin yang memberikan hasil terbaik adalah 100%, yang membentuk rata-rata diameter zona hambat sebesar 20 mm namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 90% (p>0.05). Rata rata diameter zona hambat terkecil terletak pada konsentrasi pyocyanin 20% yang me rupakan konsentrasi minimum terbentuknya zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Sedangkan pada konsentrasi pyocyanin 10% tidak terbentuk zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila di sekitar kertas disk. Hasil analisis regresi mendapatkan persamaa n garis regresi y = 5.596 + 0.161x dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.85 yang menyatakan hubungan (korelasi) antara konsentrasi pyocyanin dan diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila (Gambar 1). Hasil pengukuran media kultur saat cair dengan kertas lakmus adalah pH 7 dan pyocyanin adalah pH 7.5. Sedangkan suhu inkubator menunjukkan 37 oC untuk inkubasi kultur cair Pseudomonas aeruginosa dan termometer pada laminary airflow menunjukkan suhu ruang yang berkisar antara 27 oC-28oC untuk uji biokimiawi bakteri, uji MIC, MBC dan uji difusi disk. Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 Tabel 2. Hasil identifikasi Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas aeruginosa Jenis pengujian Aeromonas hydrophila Pseudomonas aeruginosa Morfologi koloni a. Warna b. Bentuk c. Tepi Krem Bulat cembung Berawan Abu-abu Bulat kecil Berserabut Pewarnaan Gram a. Warna/ Gram b. Bentuk bakteri Merah/ negatif Batang pendek Merah/ negatif Batang kecil ramping Tidak memproduksi pigmen Memproduksi pigmen Produksi pigmen hijau biru (blue-green) Uji biokimiawi a. Oksidase b. Indol c. Ornithin d. e. f. g. h. i. TSIA Motilitas O/F Novobiocin 30 µg Hemolisin Uji gula-gula ● Maltosa ● Laktosa ● Arabinosa ● Inositol ● Manitol ● Sukrosa ● Sorbitol Methyl Red (MR) j. Menghasilkan enzim oksidase Menghasilkan indol Tidak menghasilkan ornitin Menghasilkan enzim oksidase Tidak menghasilkan indol Tidak menghasilkan ornitin A/A, gas +, H 2S – Motil Fermentatif Resisten β-hemolisin K/K, gas -, H2S – Motil Oksidatif (tidak diuji) (tidak diuji) + + (lemah) + + Memfermentasi glukosa Tidak memfermentasi glukosa Tidak menghasilkan acetion (acetyl carbitol) Menghasilkan acetion (acetyl carbitol) k. Voges Proskauer(VP) Keterangan : + = memfermentasi karbohidrat menjadi asam. - = tidak mampu memfermentasi karbohidrat menjadi asam. A/A = asam/ asam K/K = alkali/ alkali 69 Daya Antibakterial Pigmen Pyocyanin ............ Tabel 3. Hasil pengamatan visual kekeruhan media pada uji MIC setelah inkubasi 24 jam Konsentrasi pyocyanin (%) dan ko ntrol Ulangan 1 Jernih Jernih Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Jernih 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Kontrol (-) Kontrol (+) 2 Jernih Jernih Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Jernih 3 Agak Jernih Agak Jernih Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Jernih Keterangan : Keruh : tidak menghambat bakteri. Jernih : menghambat bakteri. Tabel 4. Nilai Optical Density (OD) masing-masing konsentrasi Pyocyanin dan kontrol sebelum serta sesudah uji MIC Konsentrasi pyocyanin (%) dan kontrol 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Kontrol (-) Kontrol (+) Nilai OD sebelum uji MIC Rata-rata nilai OD sesudah uji MIC Selisih nilai OD 0.350 0.293 0.279 0.241 0.197 0.163 0.126 0.089 0.058 0.022 0.334 0.161 0.621 0.635 0.713 0.706 0.682 0.625 0.597 0.551 0.504 0.398 0.652 0.161 0.271 0.342 0.434 0.465 0.485 0.462 0.471 0.462 0.446 0.376 0.318 0 Tabel 5. Hasil pengamatan uji MBC Pyocyanin terhadap Aeromonas hydrophila Konsentrasi pyocyanin (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Kontrol (+) 1 +* + + + + + + + + + - Ulangan 2 + + + + + + + + + + - Keterangan : + = tumbuh koloni Aeromonas hydrophila - = tidak tumbuh koloni Aeromonas hydrophila * = tumbuh koloni Aeromonas hydrophila paling sedikit 70 3 + + + + + + + + + + - Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 Tabel 6. Rata-rata dan Skoring Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada Uji Difusi Disk Konsentrasi pyocyanin (%) Rata-rata diameter zona hambat (mm) Skoring 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Kontrol (-) 20a 19ab 17.33bc 17bcd 17.666cde 14.666 f 14.666 fg 13.333 fgh 11i 6j 0 +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ - Keterangan : (Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan hasil yang nyata). (+) : lebar zona hambat di sekitar kertas disk < 2 mm. (++) : lebar zona hambat di sekitar kertas disk ≥ 2 mm. (+++) : lebar zona hambat di sekitar kertas disk ≥ 7 mm. (-) : tidak terbentuk zona hambat di sekitar kertas disk. (Sumber : Thompson et al, 1985). Gambar 1. Grafik hubungan (korelasi) antar a konsentrasi pyocyanin dan rata -rata diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Pembahasan Pada Tabel 4. terlihat bahwa nilai OD pyocyanin sebelum uji MIC menurun seiring dengan menurunnya konsentrasi pyocyanin. Setelah uji MIC, nilai OD ya ng diperoleh seharusnya berbanding terbalik dengan konsentrasi pyocyanin karena mengindikasikan bahwa pada konsentrasi tinggi, aktivitas hambat pyocyanin terhadap bakteri jauh lebih besar sehingga warna media yang terbentuk semakin jernih. Namun rata-rata nilai OD sesudah uji MIC terlihat berbanding lurus dengan konsentrasi pyocyanin. Hal ini karena 71 Daya Antibakterial Pigmen Pyocyanin ............ spektrofotometer tidak mampu membedakan kekeruhan warna pigmen dengan kekeruhan bakteri. Nilai OD pyocyanin setelah uji MIC pada konsentrasi 100% dan 90% lebih kecil daripada konsentrasi 80% hingga 60%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada konsentrasi 100% dan 90% lebih signifikan dalam menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila, yang didukung pula oleh nilai OD kekeruhan bakteri (selisih nilai OD) pada konsentra si 100% dan 90% ternyata paling kecil dibandingkan dengan konsentrasi pyocyanin yang lain. Nilai OD kekeruhan bakteri secara keseluruhan dari masing-masing konsentrasi pyocyanin lebih kecil dibandingkan nilai OD kontrol negatif setelah uji MIC. Hal ini men gindikasikan bahwa sebenarnya pertumbuhan Aeromonas hydrophila mampu dihambat pada semua konsentrasi pyocyanin, namun tidak terjadi signifikansi antar konsentrasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut terutama pada konsentrasi 80% hingga 10%. Berdasarkan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi, terlihat adanya keeratan hubungan (korelasi) antara konsentrasi pyocyanin dan diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hyrophila yang menunjukkan korelasi positif antara 2 variabel tersebut. Arti dari korelasi positif tersebut adalah semakin besar konsentrasi pyocyanin, maka semakin lebar diameter zona hambat yang terbentuk (Hadi, 1977). Koefisien korelasi mendekati 1.00 menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang diduga mempengaruhi aktivitas antibakteri dari pyocyanin antara lain konsentrasi dan ekstraksi pyocyanin, resistensi bakteri serta masa inkubasi (pengeraman). Konsentrasi berhubungan dengan kepekatan pyocyanin yang dihasilkan dari kultur cair Pseudomonas aeruginosa. Nilai kepekatan pyocyanin dari media kultur cair berbeda dengan media solid. Selain itu, komposisi media kultur juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan pigmen pyocyanin (Ringen dan Drake, 1952). Pyocyanin hasil ekstraksi dan purifikasi memiliki daya antibakteri jauh lebih tinggi terhadap bakteri Gram positif dan negatif (Young, 1947). Perbedaan metode ekstraksi dan strain Pseudomonas aeruginosa juga turut berpengaruh terhadap konsentrasi serta aktivitas antibakteri dari pyocyanin (El-ssamerraie et al, 1997). Pada penelitian uji potensi antibakteri pyocyanin ini menggunakan Aeromonas 72 hydrophila yang merupakan bakteri Gram negatif, sedangkan pyocyanin lebih efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif dibanding Gram negatif. Hal tersebut berkaitan dengan perbedaan struktur membran luar kedua jenis bakteri tersebut yang berperan dalam resistensi bakteri terhadap antibiotik (Baron dan Rowe, 1981). Pada penelitian ini, masa inkubasi yang digunakan adalah 24 jam sehin gga dimungkinkan aktivitas pyocyanin kurang optimal dan menyebabkan tidak terjadi signifikansi konsentrasi pyocyanin dalam menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila pada uji MIC. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang daya antibakterial pigmen pyocyanin terhadap Aeromonas hydrophila secara in vitro, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Supernatan yang mengandung pyocyanin dari kultur cair Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas menghambat (bakteriostatik) terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila 2. Konsentrasi minimum hambatan pyocyanin terhadap Aeromonas hydrophila adalah 20% yang diperoleh dari metode difusi dengan nilai Optical Density (OD) sebesar 0.058. 3. Terdapat keeratan hubungan (korelasi) antara konsentrasi pyocyanin dan diameter zona hambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila yang menunjukkan korelasi positif antara 2 variabel tersebut. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jumlah sel Aeromonas hydrophila yang mampu dihambat menggunakan pyocyanin yang telah diekstrak dan dimurnikan sehingga didapatkan zat aktif α-hydroxyphenazine. 2. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau aktivitas dari pigmen tersebut sebagai treatment penyakit akibat infeksi Aeromonas hydrophila dan agen penyakit bakterial lainnya pada ikan secara in vivo. Daftar Pustaka Alderman, D.J and C. Michel. 1992. Chemotherapy in Aquaculture Today. In : Chemoterapy in Aquaculture from Theory to Reality Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 (ed. by C. Michel and D.J. Alderman). Office International Des Epizooties. Paris. p : 3-4. Austin, B and D.A. Austin. 1999. Disease of Farmed and Wild Fish (Third Revised Edition). Bacterial Fish Pathogens. Praxis Publishing Ltd. Chichester, UK. 457 p. Baron, S.S and J.J. Rowe. 1981. Antibiotic Action of Pyocyanin. Antimicrobial Agents and Chemotherapy Vol. 20 No. 6. p : 814-820. El-ssamerraie, F.T; A.R. Mohammed; M.A. Al mmosawi; S.E.A. Matloob. 1997. Treatment of Pseudomonas Life Threatening Chronic Suppurative Otitis Media by New Conservative Therapy a Prospective Study. Journal of Islamic Academy of Sciences 10 : 4, 109-112. Frobisher, M. 1962. Fundamentals of Microbiology (7 th). W.B Saunders Company. Philadelphia. 610 p. Gram, L; J. Melchiorsen; B. Spanggaard; I. Huber; T.F. Nielsen. 1998. Inhibition of Vibrio anguillarum by Pseudomonas fluorescens AH2, a Possible Probiotic Treatment of Fish. Applied and Environme nt Microbiology Vol. 65 No. 3. American Society for Microbiology. p : 969-973. Hadi, S. 1977. Statistik 2. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hal : 285 313. Hasmi, F. 2006. Mengusut dan Memberantas Penyakit Hewan Akuatik. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. 2 hal. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur (Cetakan Pertama). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 102 hal. Jang, S.S; E.L. Biberstein; D.C. Hirsh. 1978. A Diagnoctic Manual of Veterinary Clinical Bacteriology and Micology. Microbiological Diagnostic Laboratory at Veterinary Medical Teaching Hospital. University of California. 171 p : 67-69. Merchant, I.A and R.A. Packer. 1967. Veterinary Bacteriology and Virology (7th Edition). Iowa State University Press. Ames, Iowa. United States of America. 752 p. Noga, E.J. 2000. Fish Disease (Diagnosis and Treatment). Iowa State Press. United States of America. 367 p. Palumbo, S.A. 1972. Role of Iron and Sulfur in Pigment and Slime Formation by Pseudomonas aeruginosa. Journal of Bacteriology. Vol. 111 No. 2. p : 430-436. Pelczar, M.J; E.C.S. Chan; N.R. Krieg. 1993. Microbiology Concepts and Applications. Mc Graw-Hill Inc. United States of America. 896 p : 231-232. Ringen, L.M and C.H Drake. 1952. A Study of The Insidence of Pseudomonas aeruginosa from various Natural Sources. Department of Bacteriology and Public Health. Washington State College. Pullman, Washington. p : 841-845. Rochiman, Kusriningrum. 1989. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Universitas Airlangga. Surabaya. 143 hal. Salle, A.J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology (5 th). Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York. United States of America. 812 p. Thompson, J.F; R.P. Walker; D.J. Fa ulkner. 1985. Screening and Bioassay for Biologically Active Substances from Forty Marine Sponge from San Diego, California USA. Marine Biology 88. p : 11-21. Volk, W.A dan M.F. Wheler. 1984. Mikrobiologi Dasar. Editor : Soenarto A. Penerbit Erlangga. Jakarta. 396 hal. Wahyuni, P.F. 2006. Daya Antibakteri Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale) terhadap Kuman Salmonella pullorum secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 35 hal. Yanuhar, Uun. 2005. Peran Molekul Adhesi untuk Diagnostik dan Vaksin Bakteri Patogen. Makalah Seminar Nasional Aplikasi Bioteknologi Akuakultur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. 6 hal. Young, G. 1947. Pigment Production and Antibiotic Activity in Cultures of Pseudomonas aeruginosa. Department of Biology. Boston University. Boston, Massachusette . p:109-117. 73