I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele dumbo merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Ikan lele dumbo memiliki kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak, dan kandungan gizinya cukup tinggi. Di Kabupaten Badung-Bali misalnya, kendati produksinya telah mencapai 22,1 ton pertahun, tetapi sebagian permintaannya masih belum bisa terpenuhi. Demikian pula di Provinsi Banten membutuhkan pasokan lele 6-7 ton perhari. Sementara wilayah Jabotabek membutuhkan sekitar 100 ton ikan lele perhari (Anonimus, 2007a), sehingga minat masyarakat untuk membudidayakan ikan lele dumbo sangat besar. Teknologi budidaya ikan lele dumbo yang digunakan di Indonesia adalah sistem budidaya intensif dengan padat tebar yang tinggi dengan pemberian pakan tambahan yang optimal. Sama seperti usaha budidaya perikanan lainnya, masalah utama dalam budidaya ikan lele dumbo adalah serangan penyakit. Kematian ikan lele dumbo dan kegagalan panen akan dialami jika serangan penyakit tidak ditanggulangi secara dini. Untuk menghindari keadaan ini, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit secara tepat. Salah satu penyakit yang sering menyebabkan kematian ikan lele dumbo adalah penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicaemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penyakit MAS dapat menyebabkan kematian benih ikan lele dumbo antara 80-100% dalam waktu yang relatif singkat (Tonguthai et al., 1993 dalam Grant, 2004). Pengendalian penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila biasanya dilakukan dengan pencampuran pakan dengan antibiotik seperti chloramphenicol, terramycin atau oxytetracycline. Dosisnya sebanyak 5-7,5 gram/100 kg pakan. Selain itu, penanggulangan penyakit akibat bakteri Aeromonas hydrophila juga bisa dilakukan dengan menaburkan furaltadone sebanyak 50 ppm/jam (Anonimus, 2007b). Namun, pemakaian antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap antibiotik tertentu. Penelitian tentang resistensi dari bakteri Aeromonas hydrophila terhadap antibiotik telah dilakukan. Sebanyak 80 galur dari bakteri Aeromonas hydrophila resisten terhadap antibiotik bacitracin dan ampicilin serta sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol, neomycin, streptomycin, dan kombinasi trimethoprim dengan sulfamethoxazole (Wang dan Silva, 1999). Pengaruh lain dari penggunaan antibiotik ini dikhawatirkan akan menimbulkan residu dalam ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu dibutuhkan obat alternatif yang aman digunakan, murah, dan tidak merugikan bagi pembudidaya dan konsumen ikan lele dumbo. Tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan masyarakat. Tidak hanya buahnya, daun pepaya muda juga dapat dibuat sebagai bahan berbagai ragam sayuran. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Dalam dunia perikanan, hasil penelitian Marsul (2005) telah membuktikan potensi ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan cendawan pada perkembangan awal ikan gurame (Osphronemus gouramy). Di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007). Selain itu terdapat pula tocophenol dan flavonoid (Markham, 1988) yang memiliki daya antimikroba. Dalam penelitian ini diuji keefektifan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri serta imunostimulan, sehingga diperoleh dosis yang tepat untuk pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan ekstrak daun pepaya dalam pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.