“PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL & INTERNASIONAL” Oleh: Prof.Dr.Aloysius Uwiyono,SH,MH. Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia HUKUM BURUH/PEKERJA MIGRAN • Dilihat dari Hukum : 1. Hk. Nasional: Undang-Undang 39/2004. 2. Hk. Asing: Singapore, Malaysia, Saudi Arabia. 3. Hk. Internasional: Konvensi PBB/ILO tentang Buruh Migran & Perj. Bilateral/Multilateral. • Dilihat dari TKI: 1. Sblm Bekerja TKI & PPTKI Hk.Nasional. 2. Sdh Kerja Pekerja Migran & Majikan Asing Hukum Asing & Hukum Internasional. 1 PERMASALAHAN UU NASIONAL 1. Ketidak Pastian Hukum. 2. Ketidak Effektivan Hukum. 3. Ketiadaan Sistim Penempatan yang berpihak pada TKI dan PPTKI. 4. Mendorong proses terjadinya ”Human Trafficking”. KETIDAK PASTIAN HUKUM 1. Ketidak-jelasan Subyek Hukum. (Ps.24, 27, 29, 34(1) ). 2. Inkonsistensi pengaturan. (Ps. 4 vs 30). 3. Ketidak-sinkronan isi kaedah hukum dengan sanksinya. (Ps.20(1) vs.100). 4. Overlaping dalam pengaturan. (Ps. 95(1) vs. Ps. 69(3,4) ). 2 KETIDAK EFFEKTIVAN HUKUM 1. Beban tanggung jawab PPTKI yang terlalu besar. ( Ps. 82 ). 2. Perumusan Kebolehan, bukan Kewajiban. ( Ps. 21(1), 27(1), 78(2) ). 3. Ketiadaan Larangan Pegawai/Pejabat Negara yang aktif ataupun yang sudah mantan, membantu / melakukan Bisnis Penempatan TKI ke LN. 4. Subyek Hukum Asing dikenai Kewajiban Hukum. ( Ps. 24(2) ). KETIADAAN SISTIM PENEMPATAN 1. Kementrian Tenaga Kerja vs BNP2TKI. ( Ps. 69(3) vs. Ps. 95(2,b2). 2. BNP2TKI berfungsi sebagai Pembuat Kebijakan dan Pelaksana Penempatan. (Ps.95(1) dan Ps.95(2a). 3. Ketidak-jelasan penanggung jawab pada pra-penempatan, masa penempatan, dan purna penempatan. (Ps. 5; Ps. 82; Ps. 95(1), (2) ). 3 HUMAN TRAFFICKING 1. Memungkinkan perekrutan TKI secara langsung. (Tak ada pasal yg melarang). 2. Tidak ada kewajiban PPTKI memiliki Perwakilan Cabang. (Ps.21(1) ). KESIMPULAN I. INPUT HUKUM NASIONAL 1. Menciptakan Lembaga PraPenempatan bertanggung jawab dalam kegiatan rekruitmen dan pelatihan. Mempersiap: TKI Siap Kerja ke LN. 2. Mengangkat Atase Perburuhan di setiap Negara Penempatan yang bertugas melayani & menangani persoalan TKI di LN baik secara preventif dan represif. Monitor & tangani persoalan TKI diLN. 4 3. Menciptakan Lembaga PurnaPenempatan yang khusus bertugas. Melayani sekaligus menjemput TKI. 4. Mereposisi PPTKI sebagai perusahaan yang semata-mata menempatkan TKI ke Luar Negeri. 5. Mereposisi Kementrian TK sbg Pembuat dan Pengawas Kebijakan (Regulator). 6. Mereposisi BNP2TKI sbg Lembaga PraPenempatan & Purna-Penempatan. Kementrian Ketenagakerjaan: Atase Perburuhan Kebijakan. Pengawasan. TKI Bekerja di LN Lembaga PraPenempatan (BNP2TKI) PPTKI TKI Pulang ke kampung halaman Lembaga Purna Penempatan (BNP2TKI) 5 7. Menciptakan pasal-pasal yang bersifat Preventif, khususnya Kaedah Hukum yang bersifat Indirect Preventif. Misalnya: Ketentuan yang melarang Pejabat Publik (Mantan/Aktive) melakukan bussiness Penempatan TKI ke Luar Negeri. II. INPUT HUKUM INTERNASIONAL • Hapuskan Pasal 24 (2) UU No.39/2004. • Melengkapi Perjanjian Bilateral: 1. Pasport di tangan BMI. 2. Besarnya Upah. 3. Lembaga penyelesaian Perselisihan. 4. Hari Libur/Cuti. 5. BMI boleh berhub. dengan keluarganya. 6. Dan lain-lain. 6 • Konvensi PBB/ILO: Konvensi PBB 1990, Konvensi ILO No.97, 143, Recomendasi No.86,151 mengatur Buruh Migran Asing yang bekerja di Indonesia, bukan Buruh Migran Indonesia. • Hukum Asing: Sejalan dengan asas Teritorial, kita patuh pada Hukum Asing. “TERIMAKASIH” 7