BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketidaksetaraan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan) merupakan salah satu tantangan utama bagi kesehatan masyarakat,
sehingga dibutuhkan suatu sistem asuransi kesehatan nasional untuk menjamin
kesehatan bagi seluruh penduduk (universal coverage). Dalam upaya
mewujudkan universal coverage, Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan
UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU-SJSN).
Undang-undang ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi
seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui
suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Jaminan kesehatan adalah perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan ekuitas. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan
perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan
medis habis pakai yang diperlukan (Pemerintah Negara Republik Indonesia,
2004).
1
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan
sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan
kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan.
BPJS menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan
efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pemerintah Negara Republik Indonesia, 2004).
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah aktifitas pemerintah yang
paling rawan dengan korupsi (Kaufmann, 2006). Hasil kajian Pemerintah
Indonesia yang bekerjasama dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan
Asia yang berjudul “Country Procurement Assesment Report (CPAR)”
tahun 2001 menyebutkan 10%-50% pengadaan barang dan jasa mengalami
kebocoran dan menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kasus
korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah sebanyak 38% dari kasus
yang ditangani oleh KPK (Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2012).
Pengadaan barang dan jasa yang tidak sehat ini menurut (Sutedi, 2008)
dapat mengakibatkan: (1) inefisiensi, dimana secara umum proses
pengadaan barang dan jasa belum dapat menghasilkan harga yang
kompetitif, dimana harga barang dan jasa yang diperoleh melalui proses
pengadaan barang dan
jasa cenderung lebih tinggi dibandingkan
pembelian langsung/harga pasar,
(2) Lemahnya daya saing nasional,
pelaksanaan pengadaan yang tidak efisien dan iklim usaha yang tidak
2
sehat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menimbulkan ekonomi biaya
tinggi sehingga harga tidak kompetitif, yang pada akhirnya menyebabkan
belanja publik tidak cukup mendorong pertumbuhan industri dalam negeri
untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan, (3) Pendekatan yang
protektif, ditunjukkan dengan banyaknya pembatasan dalam keikutsertaan
dunia usaha dalam pengadaan seperti penggolongan penyedia barang dan
jasa,
pembatasan
wilayah
operasi
berdasar
golongan
usaha
dan
pembidangan usaha yang kaku dan sebagainya.
Untuk
mencegah/mengurangi
potensi
korupsi
dalam
sistem
pengadaan barang/jasa dalam sistem jaminan kesehatan nasional,
pemerintah mengeluarkan kebijakan baru. Berdasarkan Surat Edaran
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 167 Tahun 2014, pengadaan obat
pemerintah
harus
dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
penyelenggaraan
pemerintah yang baik dan bersih, prinsip keadilan, transparansi, profesional,
dan akunTabel untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang
wajar baik untuk program jaminan kesehatan nasional maupun program
kesehatan lainnya. Untuk mempermudah pengadaan obat, Lembaga Kebijakan
Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) telah menetapkan elektronik
katalog atau disingkat e-katalog obat yang berisi daftar harga, spesifikasi dan
a
penyedia obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014 ).
Peraturan tersebut lebih diutamakan untuk rumah sakit pemerintah
sesuai dengan surat edaran nomor KF/Menkes/337/VII/2013, Berdasarkan
surat edaran tersebut pengadaan obat di rumah sakit pemerintah harus
3
didasarkan pada e-katalog dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan dan
pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi
kebutuhan
pelayanan
kesehatan
(Kementerian
Kesehatan
Republik
a
Indonesia, 2013 ).
Elektronik katalog obat adalah sistem informasi elektronik yang memuat
daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia
b
barang/jasa tertentu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 ).
Harga yang tercantum dalam e-katalog adalah harga satuan terkecil, dimana
sudah termasuk pajak dan biaya distribusi. Pengadaan obat generik yang sudah
termuat dalam e-katalog dilaksanakan melalui mekanisme e-Purchasing, serta
bersifat penunjukkan langsung oleh satuan kerja, atau bila terdapat kendala
operasional dapat dilakukan secara manual-Purchasing (Kementerian
c
Kesehatan Republik Indonesia, 2013 ).
Berdasarkan Perpres 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Perpres
No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka ePurchasing, sistem e-katalog sekurang-kurangnya memuat informasi teknis
dan harga barang/jasa, dimana e-katalog diselenggarakan oleh LKPP.
Barang/Jasa yang dicantumkan dalam e-katalog ditetapkan oleh Kepala LKPP,
dan pengelolaannya berdasarkan kontrak payung dengan penyedia barang/jasa
untuk barang/jasa tertentu.
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dibuat untuk mewujudkan
harapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
Layanan yang tersedia dalam SPSE saat ini adalah e-Tendering, audit secara
4
online (e-audit), dan e-Purchasing obat pemerintah. e-Purchasing dibuat agar
proses untuk pengadaan obat pemerintah dapat dilakukan secara elektronik.
Dalam e-Purchasing obat pemerintah, terdapat fitur untuk pembuatan paket,
unduh (download) format surat pesanan, unduh format standar kontrak unggah
(upload) hasil scan kontrak yang sudah ditandatangan sampai dengan cetak
pesanan obat. Dengan adanya e-Purchasing
obat
pemerintah,
diharapkan
proses pengadaan obat pemerintah dapat dimonitor dan lebih transparan
(Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia,
2013).
Beberapa manfaat melalui pengadaan elektronik diantaranya yaitu
mengurangi
siklus
waktu
pemesanan,
pembayaran
lebih
sederhana,
memperluas basis pemasok, mengurangi dokumen, menghilangkan kesalahan
pemesanan,
pengurangan
persediaan,
meningkatkan
produktivitas
dan
pelayanan, menghemat waktu, mengurangi biaya transaksi, manajemen
pengadaan terdesentralisasi, meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan
pemasok, meningkatkan perencanaan dan proses kontrol dan lain-lain
(Calipinar dan Soysal, 2012).
Proses pengadaan obat melalui elektronik selain memberi manfaat juga
terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Diantaranya resiko internal
bisnis (membangun integrasi dengan sistem infrastuktur seperti akuntan,
sumber daya manusia, manajemen aset, manajemen persediaan, biaya hutang,
perencanaan produksi, dan sistem kas manajemen), resiko eksternal bisnis
(antara pembeli dan pemasok harus ada standar komunikasi dan operasi yang
5
sama), resiko teknologi (harus disesuaikan dengan kebutuhan pembeli), resiko
proses pengadaan elektronik (keamanan sistem harus dijaga pembeli dan
pemasok) (Calipinar dan Soysal, 2012).
Sistem pelayanan kesehatan dalam era jaminan kesehatan nasional berlaku
sistem rujukan berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan
kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer
seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu
peserta BPJS Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh
dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat
kedua atau fasilitas kesehatan sekunder. Dalam sistem pelayanan sekunder ini
terdiri dari pelayanan spesialistik, sehingga perbekalan farmasi harus selalu
dijamin ketersediaannya sesuai kebutuhan rumah sakit untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien.
Rumah Sakit Umum Pemerintah Daerah (RSUD) Kelas B sebagai sarana
fasilitas sekunder harus berupaya keras dalam pengadaan obat agar obat
tersedia dan tidak pernah kosong melalui penerapan sistem e-katalog. Staf
pengadaan Rumah sakit umum perlu memahami persyaratan pelayanan medis
rumah sakit dan memperoleh spesifikasi yang tepat dari obat-obatan yang
memenuhi kebutuhan pasien, dari sumber yang tepat, kuantitas yang tepat, dan
pengiriman pada waktu yang tepat (Bwana dkk., 2014).
Hal ini dapat dicapai melalui koordinasi staf pengadaan dengan
departemen terkait seperti farmasi/apotik di rumah sakit dalam memantau obat
farmasi dengan permintaan tinggi dan rendah untuk merencanakan pengadaan
6
yang baik dan menghindari kehabisan stok (stockout) ataupun kelebihan stok
(overstock) (Bwana dkk., 2014).
Efisiensi pengadaan obat secara elektronik dapat dipengaruhi oleh persepsi
dari tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengadaan secara langsung maupun
secara tidak langsung. Dalam hal ini tenaga kesehatan yang terkait meliputi
tenaga kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian, dan staf pengadaan yang
berperan dalam menjamin ketersediaan obat di rumah sakit misalnya
meminimalkan terganggunya pasokan, mencegah kelangkaan dan menghindari
penggunaan obat-obat substandar.
Sedangkan tenaga kesehatan yang terkait secara tidak langsung adalah
perawat yang melakukan pelayanan kepada pasien secara langsung. Perawat
dapat berkolaborasi dengan bagian farmasi untuk dapat mempertahankan
persediaan obat dengan cara koordinasi pemberian dan distribusi obat ke depo
farmasi rawat inap atau apotik sesuai tuntutan permintaan resep individu pasien
sehari-hari (Colella dkk., 1999).
Melihat sistem pengadaan obat berdasarkan elektronik katalog yang baru
berjalan, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang Hubungan
Penerapan Elektronik Katalog terhadap Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan
Obat di RSUD Kelas B Yogyakarta.
7
1. Rumusan Masalah
a. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara e-Purchasing
(persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan
obat di RSUD Kelas B Yogyakarta?
b. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara manualpurchasing (persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap
efisiensi pengadaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta?
c. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara e-Purchasing
dan manual-purchasing (manfaat kendala) terhadap ketersediaan obat
di RSUD Kelas B Yogyakarta?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai hubungan penerapan elektronik katalog terhadap
efisiensi pengadaan dan ketersediaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta, belum
pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan antara lain:
a. Studi Penerapan e-Procurement Pada Proses Pengadaan di Pemerintah Kota
Surabaya (Wijaya dkk., 2011)
b. e-Procurement : A Case Study about The Health Sector in Turkey (Calipinar
dan Soysal, 2012).
c. Effects Of Information Communication Technology On The Procurement Of
Pharmaceutical Drugs In Public Hospitals In Kenya: A Case Of Kisii
County (Bwana dkk., 2014).
8
Perbedaan masing-masing penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Peneliti
Subyek
penelitian
Wijaya dkk, Panitia
pengadaan
2011
pada Unit layanan
Pengadaan Pemerintah
Kota Surabaya atau
pihak-pihak
yang
terlibat dalam sistem
e-procurement
Calipinar dan Farmasis
Soysal, 2012
Bwana
dkk,2014
Bagian
pengadaan
obat dan pemasok
Penelitian
yang
dilakukan
Farmasi dan pelaksana
pengadaan yang terkait
pengadaan obat dan
perawat bangsal rawat
inap
3.
Perbedaan
Variabel penelitian
Tempat
penelitian
Variabel bebas : kinerja yaitu Unit Layanan
manajemen kontrol data, kualitas Pengadaan
hasil dan produksi, hubungan Pemerintah
dengan mitra kerja,
Kota Surabaya
Variabel terikat : efisiensi biaya
dan waktu
Variabel bebas : manfaat dan
halangan aplikasi e-Procurement
Variabel terikat :
Implementasi teknologi dalam
sistem pengadaan di Rumah Sakit
Variabel bebas : pengaruh
teknologi
informasi
dan
komunikasi (TIK)
Variabel terikat :
Pengadaan obat di Rumah sakit
umum
Variabel bebas :
Persiapan, pelaksanaan manfaat &
kendala pengadaan obat secara ePurchasing
dan
manualPurchasing
Variabel terikat:
efisiensi
pengadaan
dan
ketersediaan obat
Rumah Sakit
Swasta
di
Ankara , Turki
Rumah Sakit
Umum
di
Kabupaten
Kisii Kenya.
RSUD Kelas
B Yogyakarta
Manfaat Penelitian
a. Bagi pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan dapat memberikan
masukan untuk mengevaluasi dan mengkaji kembali pengadaan obat
melalui
e-katalog untuk mendukung ketersediaan obat dalam sistem
Jaminan Kesehatan Nasional kedepannya.
9
b. Bagi RSUD Kelas B Yogyakarta, penelitian ini dapat menunjukkan
kondisi penerapan e-katalog dalam pengadaan obat dalam era jaminan
kesehatan nasional dan mengevaluasi hambatan-hambatan yang terjadi
sehingga pelayanan kesehatan dapat lebih ditingkatkan lagi.
c. Bagi peneliti dan peneliti lain , hasil penelitian dapat menambah wawasan
dalam pengadaan obat berdasarkan e-katalog baik secara e-Purchasing
maupun manual-Purchasing di Rumah Sakit setelah penerapan sistem
jaminan kesehatan nasional
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1.
Mengetahui
hubungan
penerapan
e-katalog
secara
e-Purchasing
(persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan
obat di RSUD Kelas B Yogyakarta.
2.
Mengetahui hubungan penerapan e-katalog secara manual-purchasing
(persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan
obat di RSUD Kelas B Yogyakarta.
3.
Mengetahui hubungan penerapan e-katalog secara e-Purchasing dan
manual-purchasing (manfaat kendala) terhadap ketersediaan obat di
RSUD Kelas B Yogyakarta.
10
Download