implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan

advertisement
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
SMP NEGERI 4 SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
SYAIFULLAH GODI ISMAIL
NIM 111 09 106
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
2
3
4
MOTTO
5
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)
PERSEMBAHAN
6
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Keluarga besarku terutama pada ayahku Bapak Kardiyanto Godi Ismail dan
Ibuku tercinta Sakdiyah yang selalu memberi nasihat, kasih sayang,
bimbingan dan motivasi serta dukungan materi.
2. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) yaitu Pak Fegi, Anita, Said, Pras, bang Imtihan, bang ini, Iman,
Takul,
dan keluarga besar HMI Cabarg Salatiga lainnya yang selalu
memberikanku semangat berjuang dalam berorganisasi serta memberikan
banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat.
3. Teman-temanku Kampus kelas PAI D angkatan tahun 2009 yaitu Agus,
Rozak, Juliono, dan yang lainya
4. Teman-teman kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN
Salatiga.
KATA PENGANTAR
7
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI).
3. Bapak Fatchurrahman,S.Ag.,M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
4. Ibu Dr.Muna Erawati,M.Si selaku pembimbing akademik.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
8
6. Kepala sekolah, guru, dan siswa SMP Negeri 4 Salatiga yang telah
memberikan izin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian
di sekolah tersebut.
7. Kepada orang tuaku tercinta Bapak kardiyanto godi ismail dan Ibu
Sakdiyah serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan
membantu dalam bentuk moril maupun materiil untuk membiayai
penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh
kasih sayang dan kesabaran.
8. Kepada kawan-kawan seperjuangan keluarga
besar
Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga (pras, anita, said, sahal, takul,
istad, bang imtihan, bang indi, fegi dan yang lainnya) yang tak akan
pernah putus mencari ilmu dan selalu yakin usaha sampai.
9. Kepada teman-temanku tercinta PAI D 2009 (agus, rozaq, anwar, fegi,
faisal) serta teman-teman yang saya kenal dan yang mengenal saya,
yang tak mungkin dapat saya sebutkan semuanya yang telah
memberikan saran do‟a serta motivasinya
10. Generasi muslim, pemuda pemudi penerus cita-cita bangsa.
Oleh karenanya, penulis tak kan berarti apa-apa tanpa mereka semua, kami
ucapkan banyak terimakasih. Semoga amal perbuatan yang diberikan dengan
ikhlas, akan dihitung oleh Allah serta memperoleh balasan kebaikan dan
mendapatkan Ridho Allah SWT. Amin.
9
10
ABSTRAK
Ismail, G. Syaifullah. 2015 Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran
pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran
2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Fatchurrahman,S.Ag, M.Pd
Kata kunci: Implementasi dan pendidikan profetik.
Latar belakang penelitian ini bertolak pada keadaan di Indonesia saat ini yang
krisis moral karena masih kurangnya akan pendidikan moral dan akhlak dalam
membentuk dan membangun moral serta akhlak para peserta didik. Disadari atau
tidak pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada dimensi kognitif yang
hanya mencetak manusia cerdas dan terampil, maka tidak heran jika terjadi krisis
moral dan akhlak. Dalam pendidikan Islam pendidikan karakter merupakan
pendidikan akhlak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pendidikan
karakter atau pembentukan moral dan akhlak seperti konsep pendidikan yang di
ajarkan Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan pendidik yang paling berhasil
dan menjadi suri tauladan. Dengan meneladani dan meniru pendidikan yang
digunakan nabi diharapkan dapat membentuk dan membangun moral serta
akhlakul karimah. Maka salah satu caranya dengan mengimplementasikan
pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran agama Islam. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah ; 1) Bagaimana Implementasi pendidikan tradisi
profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?,
2) Bagaimana problematika Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 3) Bagaimana
hasil Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Sesuai dengan tema yang
peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan ( field
research). Yaitu peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan
tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah. Pengumpulan data
menggunakan wawancara/interview, dokumen dan observasi. Lokasi Penelitian
dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di Jl. Pattimura, 47 Salatiga
50711 dan subjek penelitian adalah pendidik, tenaga kependidikan dan siswa.
Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa implementasi pendidikan
profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
diterapkan dalam model pembelajaran dengan pembiasaan dan keteledanan
kolektif, penanaman misi dan nilai-nilai kenabian pada peserta didik melalui
materi pembelajaran, metode dan evaluasi pembelajarannya. Terdapat beberapa
problematika dalam implementasi pendidikan profetik, ada beberapa hambatan
dan solusi yang ditawarkan. Hasil dari implementasi pendidikan profetik dapat
11
membangun dan membentuk akhlak serta moral peserta didik, sehingga peserta
didik mempunyai sikap menghormati, menghargai dan toleran. Menumbuhkan
tingkat keagamaan dan motivasi ibadah siswa. Sehingga intelektual, emosional,
akhlak dan moral peserta didik dapat berkembang secara utuh.
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................
i
LEMBAR BERLOGO........................................................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN .....................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...........................................
v
MOTTO...............................................................................................
vi
PERSEMBAHAN...............................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................
viii
ABSTRAK..........................................................................................
xi
DAFTAR ISI.....................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................
1
B. Rumusan Masalah...................................................................
10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
10
D. Landasan Teori .......................................................................
11
E. Manfaat Penelitian .................................................................
14
F. Metode Penelitian ...................................................................
15
G. Sistematika Pembahasan ........................................................
21
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
22
A. Pendidikan dalam Islam .......................................................
22
1. Pengertian Pendidikan .....................................................
22
2. Pendidikan dalam Islam ..................................................
23
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ..........................................
30
4. Tujuan Pendidikan Islam ..................................................
34
B. Pendidikan Profetik ................................................................
39
1. Pengertian Profetik ...........................................................
39
2. Filsafat Profetik ................................................................
41
3. Filsafat Pendidikan Profetik .............................................
41
4. Pengertian Pendidikan Profetik ........................................
45
5. Tujuan Pendidikan Profetik ..............................................
46
6. Materi pendidikan Profetik ..............................................
47
7. Pendidik Pendidikan Profetik ...........................................
50
8. Peserta didik Pendidikan Profetik ....................................
54
9. Metode Pendidikan Profetik .............................................
56
10. Media Pendidikan profetik ...............................................
60
11. Evaluasi Pendidikan Profetik ...........................................
62
C. Kontekstualisasi Pendidikan Profetik ....................................
64
1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoirul
64
Ummah) ...........................................................................
2. Pendidikan Profetik untuk Pengembangan Kebudayaan .
65
3. Paradigma Pendidikan Profetik dalam model pendidikan
66
14
D. Pendidikan Profetik dalam Pendidikan Agama Islam
72
BAB III HASIL PENELITIAN..........................................................
79
A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian .....................
79
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga .......................
79
2. Letak Geografi .................................................................
79
3. Visi dan misi SMP Negeri 4 salatiga ..............................
80
4. Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga .....................
81
5. Guru, karyawan dan Siswa Struktur Personalia SMP
84
Negeri 4 salatiga ...............................................................
6. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 4 salatiga .....................
89
7. Ekstrakurikuler ................................................................
90
B. Temuan Penelitian .................................................................
92
1. Hasil Penelitian ..............................................................
92
a. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam
92
Pembelajaran pendidikan agama Islam ............................
b. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik
97
dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ................
c. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam
101
Pembelajaran pendidikan agama Islam ...........................
BAB IV PEMBAHASAN ...............................................................
A. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam
15
105
105
Pembelajaran pendidikan agama Islam .................................
B. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik
110
dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam .....................
C. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam
115
Pembelajaran pendidikan agama Islam ..................................
BAB V PENUTUP..............................................................................
119
A. Kesimpulan .............................................................................
119
B. Saran .......................................................................................
121
DAFTAR PUSTAKA
123
LAMPIRAN-LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga .............................
82
Tabel 3.2 Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ............................
83
Tabel 3.3 Data siswa SMP Negeri 4 salatiga ..........................................
84
Tabel 3.4 Data Guru SMP Negeri 4 salatiga ..........................................
85
Tabel 3.5 Data kualifikasi pendidikan guru SMP Negeri 4 Salatiga ......
85
Tabel 3.6 Data Karyawan SMP Negeri 4 salatiga ...................................
86
Tabel 3.7 Data sarana SMP Negeri 4 salatiga .........................................
87
Tabel 3.8 Data Prasarana SMP Negeri 4 salatiga ...................................
88
Tabel 3.9 Kegiatan Intrakulikuler SMP Negeri 4 salatiga ......................
91
Tabel 3.10 Kegiatan Ekstrakuliker SMP Negeri 4 salatiga ....................
91
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan manusia.
Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan, yang diharapkan akan
dapat bermanfaat bagi diri pribadi maupun kepentingan orang banyak. Selain
itu pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang
mempunyai nilai penting dan strategis bagi peradaban manusia. Hampir semua
negara menempatkan pendidikan sebagai suatu hal terpenting dan utama dalam
membangun suatu bangsa dan negara. Di Indonesia sendiri hal ini jelas sudah
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang menegaskan bahwa
salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa yaitu melalui pendidikan. Serta dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3)
memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
Menurut Ahmad Makki dalam bukunya karya Jamal Ma‟mur Asmani
mengatakan bahwa jika pendidikan dalam sebuah bangsa sudah maju , niscaya
18
akan maju pula bangsa itu. Sebaliknya, ketika pendidikan disuatu bangsa
tidak berkembang, maka dapat dipastikan bangsanya akan terbelakang.
Pendidikan di Indonesia
sudah berjalan sekian puluh tahun sejak
kemerdekaannya dan selama itu pula terdapat perkembangan pendidikan di
Indonesia. Tetapi jika disadari pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada
dimensi kognitif yang mencetak manusia-manusia yang cerdas, terampil dan
mahir yang melahirkan manusia yang berkepribadian dan integritas.
Kurangnya pengejawantahan dimensi afektif dan psikomotorik dalam sistem
pendidikan menjadikan krisis identitas serta hilangnya Nilai-nilai luhur yang
melekat pada bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan, kesopanan,
hormat pada orang lain , religius dan kebersamaan. Hal ini menjadi
keprihatinan kita semua sebagai warga negara Indonesia.
Masifikasi gelombang modernitas telah membawa siapapun termasuk
dunia pendidikan untuk hanyut mengikuti mainstream dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian agar tidak teraleniasi. Dalam keadaan seperti ini
hegemoni konsep-konsep pendidikan ala barat sulit untuk dihindari, yang mana
memarginalkan konsep-konsep dan ajaran lokal yang syarat akan nilai-nilai
moral. Adanya problematika internal dalam sektor pendidikan serta hilangnya
orientasi untuk memberikan pencerahan dan membentuk jati diri bangsa
menjadikan kesinambungan program-program pendidikan belum bisa berjalan
mulus. Ditambah dengan perubahan politik di negara ini karena adanya
kebijakan-kebijakan baru pada setiap pergantian menterinya. Munculnya
realitas pendidikan saat ini yang lebih sibuk melayani golongan sosial tertentu
19
menjadikan adanya materialisasi pendidikan yang sudah mulai menggejala dan
menggeser ideologi pendidikan yang telah dicita-citakan bangsa Indonesia
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membedakan status sosial.
Kurikulum seakan disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan
pekerjaan yang dibungkus dengan baju modernitas. Kemudian adanya
dikotomi ilmu pendidikan antara ilmu pengetahuan umum dan agama
memunculkan problematika tersendiri. Hal itu menjadikan pembagian dalam
hal pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu umum dan agama
sehingga dalam mengembangkan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya
menjadi kurang maksimal.
Dunia pendidikan dituntut perannya untuk kembali memurnikan arah
perjalanan bangsa. Dunia pendidikan akan berada pada kondisi dilematiskontradiktif karena adanya tuntutan modernitas sekaligus sebagai tuntutan
peran untuk selalu menjaga nilai-nilai moral. Sementara dunia pendidikan
berada dalam paradoks, disuatu sisi ingin menanamkan dan mengajarkan nilainilai moral namun pada sisi lain justru institusi atau lembaga pendidikan
mencerminkan praktek-praktek pendidikan yang menyimpang dari niliai-nilai
moral dan identitas bangsa. Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia
dan pengembangan potensi serta bakat yang harus diubah orientasinya untuk
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berkembang dalam tiga
ranah yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Pendidikan haruslah
menanamkan
dan
mengembangkan
karakter
individu
dan
nilai-nilai
kemanusian. Pendidikan juga diarahkan dalam menanamkan integritas, etik dan
20
akhlak serta mengembalikan makna “pendidikan” bukan hanya sekedar
“pengajaran”. Penggunaan metode-metode pendidikan yang mengedepankan
keteladanan
dan
memberikan
kesempatan
peserta
didik
untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai yang diajarkan.
Pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan
nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam
pembangunan bangsa dan karakter. Dengan adanya penanaman dan
pengembangan karakter bagi setiap peseta didik atau individu dalam sistem
pendidikan maka diharapkan akan menciptakan manusia yang berkualitas yang
mampu beradaptasi dengan zaman.
Dengan berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah pendidikan
karakter. Pada hakikatnya pendidikan karakter adalah sebuah perjuangan bagi
setiap individu untuk menghayati kebebasan dalam hubungan mereka dengan
orang lain dan lingkungannya, sehingga menjadikan dirinya sebagai pribadi
21
yang
unik
dan
khas
serta
memiliki
integritas
moral
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan
tiga matra pendidikan yaitu pendidikan individual, pendidikan sosial dan
pendidikan moral. Melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi
dinamis dari struktur antropologi individu. Pendidikan karakter dalam arti
demikian itu menurut Amin dalam Etika (1989) adalah pendidikan yang sejak
lama telah diperjuangkan oleh para filusuf, bahkan para rosul utusan Tuhan.
Yaitu
pendidikan karakter
yang
bersifat
integral,
holistik,
dinamis,
komprehensif dan terus menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina
seluruh potensi dirinya serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk
mengekspresikannya dalam seluruh aspek kehidupan.
Untuk mewujudkan visi misi dan tujuan tersebut pendidikan karakter
membutuhkan dukungan salah satunya dari pendidikan agama. Dalam pada itu
pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dan
berperan penting dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas
tertinggi yaitu Tuhan Sang Pencipta. Pendidikan karakter yang ditopang salah
satunya oleh pendidikan agama membantu peserta didik untuk tumbuh secara
lebih matang dan lebih baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial
dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Namun hal tersebut juga harus
didukung dengan upaya yang disertai dengan keteladanan dari seluruh
komponen yang terlibat dalam pendidikan (terutama guru), lingkungan dan
atmosfer pendidikan yang kondusif.
22
Pendidikan karakter di dalam pendidikan Islam disebut juga dengan
pendidikan akhlak mulia. Secara normatif-teologis merupakan sebuah agenda
dan misi utama bagi setiap agama. Secara yuridis ajaran akhlak mulia secara
eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Jika dilihat secara historis pendidikan akhlak mulia
merupakan respon terhadap adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat.
Lahirnya agama Islam di mekkah dan berkembang di madinah merupakan
sampling yang representative tentang perlunya agama ini membentuk akhlak
masyarakat. Hal itu terjadi karena keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam
menetapkan kebijakan, strategi, taktik dan hal lainnya (Abuddin , 2012: 210).
Pendidikan Islam sendiri merupakan sebuah pembentukan kepribadian
seorang muslim. Pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan
sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan. Disegi lain pendidikan
Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis yang mana pendidikan
Islam mengajarkan pendidikan iman dan amal. Secara historis Islam dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudia disebarkan ke mekkah atau Islam
diajarkan di mekkah, yang tadinya menyembah berhala, musyrik, dan sombong
dengan usaha dan kegiatan Nabi mengajarkan Islam kepada mereka, lalu
tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin,
muslim dan menghormati orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin
sebagaimana yang dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik,
membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus
menjadi pendidik yang berhasil. Islam sebagai agama yang universal, yang
23
oleh pemeluknya diakui sebagai pandangan hidup dalam aktivitas sehari-hari,
mensejajarkan pendidikan pada posisi yang sangat strategis. Pendidikan versi
Islam tidak hanya sebagai penentu segala-galanya bagi vested interested
(kepentingan) manusia di dunia, melainkan menjangkau kepentingan manusia
masa depan yang esensial di akhirat kelak.
Di dalam Islam dan dalam pendidikan Islam khususnya, secara tidak
langsung telah berupaya untuk mengajarkan dan menanamkan pendidikan
karakter atau akhlak mulia yaitu membentuk kepribadian seorang muslim
sebagaimana cita-cita Islam yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur‟an dan
sunnah yang berdialoq secara kontinu dengan tradisi dan budaya setempat.
Pendidikan karakter atau pendidikan akhlak mulia merupakan bagian dari
pendidikan Islam yang sudah ada sejak 15 abad yang lalu. Ajaran Islam yang
berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan
hidup perorangan dan bersama maka pendidikan Islam adalah pendidikan
individu dan pendidikan masyarakat. Semua orang yang bertugas mendidik
adalah para nabi dan rosul, selanjutnya para ulama dan cerdik pandailah
sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka (Zakiah Darajat, 2012: 20). Telah
disebutkan sebelumnya bahwa Nabi Muhammad merupakan pendidikan yang
paling berhasil dan menjadi suri tauladan (QS.33:21).
24
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)
Maka perlunya pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan karakter atau
akhlak untuk filter dan tameng bagi adanya kemajuan teknologi khususnya
teknologi komunikasi dan informasi yang dikuasai barat yang menjadikan
kekalahan beruntun secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya, komunitas
muslim merasa kelimpungan dengan reaksi yang beragam. Diakui bahwa hal
ini disebabkan karena masih ada beberapa hambatan dalam pendidikan agama
Islam.
Karena
terjadinya
pengadopsian
pendidikan
barat
untuk
mengembangkan pendidikan muslim. Yang terjadi adalah pendidikan modern
(barat) plus pendidikan agama Islam untuk peserta didik muslim dan bukan
yang dikonstruk berdasarkan nilai-nilai Islam yang dikembangkan dalam teori
dan keilmuan Islam.
Pendidikan akhlah mulia yang terdapat dalam pendidikan agama Islam
saat ini telah terdikotomi oleh pendidikan nasional. Terlebih yang terdapat di
lembaga pendidikan umum (SD, SMP dan SMA). Mengamati pendidikan
agama Islam di Indonesia dari masa ke masa, tergambar jelas bahwa
pendidikan agama Islam merupakan bagian yang terpisah dari sistem
pendidikan nasional. Bahkan saat ini pendidikan Islam di Indonesia sedang
menghadapi berbagai persoalan dan hambatan dalam berbagai aspek, terutama
masalah orientasi pendidikan itu sendiri, dengan kata lain masih belum
jelasnya konsep pendidikan yang dibawa serta bagaimana implementasi yang
25
berbentuk pembelajaran sebagai upaya menciptakan manusia yang mandiri dan
profesional. Mengingat bahwa pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan
dasar bagi setiap muslim, maka pendidikan agama Islam harus selalu ditumbuh
kembangkan secara sistematis oleh setiap umat Islam dimanapun. Berangkat
dari karangka ini, pendidikan agama Islam haruslah selalu senantiasa
mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul
dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
Kurangnya pembelajaran pendidikan agama Islam dalam lembaga pendidikan
umum menghambat pembentukan manusia ideal (seorang muslim) yang siap
dengan agenda globalisasi dan modernisasi yang terjadi. Lembaga pendidikan
umum tidak berfokus kepada pendidikan agama, hal ini berbeda dengan
lembaga pendidikan agama yang fokus pendidikannya adalah keagamaan.
Kurangnya jam pembelajaran pendidikan agama Islam dalam pendidikan
umum misalnya yang hanya 3 jam setiap minggu, maka perlu adanya strategi
untuk memberikan bekal tentang pendidikan agama di pendidikan umum.
Strategi dalam sistem pembelajarannya, metodenya, maupun dalam hal konsep
pembelajarannya. Seperti penggunaan pendidikan profetik, yaitu dengan proses
pengetahuan dan nilai yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan.
Dengan adanya strategi dalam hal pembelajaran pendidikan agama Islam maka
mampu untuk mencetak manusia-manusia keseimbangan dalam pandangan
hidupnya serta memiliki penguasaan atau pengetahuan keagaaman untuk bekal
individu dalam kehidupan sehari-hari.
26
Ditetapkanya SMP Negeri 4 Salatiga sebagai tempat penelitian, karena
adanya strategi dan upaya-upaya yang digunakan Sekolah Menengah Pertama
ini dalam hal menumbuhkan pendidikan keagamaan Islam terhadap peserta
didiknya. Secara geografis yang terletak di pusat kota Salatiga, berada pada
pusat jalur ekonomi Salatiga. Dalam hal pendidikan keteladanan yang
ditumbuhkan oleh pihak sekolah dalam kesehariannya di lingkungan sekolah,
seperti adanya sholat berjama‟ah dan kegiatan keIslaman untuk peserta didik.
Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam
penelitian ini adalah: “ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Di SMP
NEGERI 4 SALATIGA PADA TAHUN PELAJARAN 2014-2015”.
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan judul skripsi diatas, maka ada sejumlah permasalahan yang
penulis ajukan untuk dicari jawabannya. Sejumlah masalah tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
Implementasi
Pendidikan
Profetik
dalam
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?
2. Apa problematika yang muncul dalam implementasi Pendidikan Profetik
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?
3. Bagaimana hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?
27
C. TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
2. Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam implementasi
Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 4 Salatiga
3. Untuk mengetahui hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
D. LANDASAN TEORI
1. Pendidikan Profetik
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari
bahasa
yunani
paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti
“pergaulan dengan anak-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya
membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi
sendiri disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos
(anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai
“ usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anakanak untuk membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya
ke arah kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan
yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak
28
dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi
diri sendiri dan masyarakatnya.”
Sedangkan Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau
berkenaan dengan nabi. Kata dari bahasa inggris ini berasal dari bahasa
yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang
berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga
orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk
pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru,
dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya disebut rasul
(messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama
yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi
(Prophet).
Nabi (Prophet) yang menjadi acuan dalam pendidikan profetik
adalah Nabi Muhammad SAW yang mana sebagai suri tauladan dan
sebagai pendidik yang hebat. Nabi Muhammad SAW menyebarkan dan
mengajarkan islam di mekkah yang tadinya kondisi mereka menyembah
berhala, musyrik, dan sombong, maka dengan usaha dan kegiatan Nabi
mengajarkan Islam kepada mereka, lalu tingkah laku mereka berubah
menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin, muslim dan menghormati
orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin sebagaimana yang dicitacitakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian
yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus menjadi pendidik yang
berhasil. Di dalam kehidupannya nabi SAW selalu memberikan
29
ketauladanan kepada ummatnya. Hal inilah yang menjadikan nabi
Muhammad menjadi acuan Profetik atau kenabian dalam hal pendidikan.
Jadi, Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan
(knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun
akhlak, moral serta mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus
memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul
ummah). Serta tercapainya intelektual, emosional, akhlak dan moral
peserta didik yang dapat berkembang secara utuh.
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, kebiasaan dan tingkah laku, belajar juga diartikan sebagai
pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi (Syaiful Bahri,
2002:22).
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik
(santri). Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran
tersebut ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode
atau strategi yang optimal untuk mengapai hasil pembelajaran yang
diinginkan dalam kondisi tertentu (Muhaimin, 2003:82).
Menurut Muhammad Fadhil Al Jamaly sebagaimana dikutip
Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju
berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga
30
terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,
perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008: 35).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati
hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan hadist
(Abdul Majid & Dian Andatani, 2004: 7).
Jadi pengertian pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah
upaya membelajarkan siswa secara sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga
mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits,
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan
pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan berdasarkan kondisi
pembelajaran yang ada.
3. Implementasi pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Jadi, penerapan
pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Maka,
pendidikan dibangun dan dikembangkan dalam keluarga dan masyarakat
memiliki tradisi dan budaya akademik yang kondusif dalam keluarga dan
lingkungan sosial. Tradisi dan budaya edukatif atau akademik ini secara
otomatis akan bergerak sesuai dengan hukum budaya yang mewakili
31
simbol-simbol agama dalam mentransfer ilmu, teknologi dan seni kepada
siapapun. Tradisi dan budaya profetik yang sudah terbangun kokoh bahkan
diluar kesadaran akan menggulirkan semangat keilmuan yang tinggi.
Komitmen profetik yang berlangsung lama akan membetuk tradisi dan
dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pilar pendidikan profetik
yang akan menghasilkan tradisi dan lingkungan yang sehat.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberi tawaran dan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan pendidikan di Indonesia dalam
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang siap untuk
menghadapi tantangan zaman dan modernisasi, dan juga dengan ini diharapkan
dapat membentuk individu berkarakter yang dapat beradaptasi dengan
perkembangan zaman dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai. Serta
memberikan konsep pendidikan Islam dalam membentuk dan mengembangkan
potensi intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara utuh.
Sedangkan secara dimensi praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menemukan sebuah pola pendidikan Islam sebagai
pengembangan diri manusia dalam membentuk manusia sempurna menurut
Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan Alam
sekaligus untuk memahaminya. Hal tersebut menjadi kerangka acuan dalam
pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang dikemas dalam
konsep pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan Islam, karena
32
adanya dikotomi pendidikan yang terjadi dalam pendidikan umum dan
pendidikan agama.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini disebut juga sebagai
metode artistik, karena proses penelitiannya lebih bersifat seni (kurang terpola),
dan disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih
berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.
metode ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi
(gabungan), analisis data bersifat induksi/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi(Sugiyono, 2014:13).
Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (2003) adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (J. Moeleong,
2003:3).
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa
pertimbangan yang pertama, karena dari judul skripsi ini hanya mengandung
satu variabel. Kedua, dari rumusan masalah yang penulis angkat dalam skripsi
ini menuntut penulis untuk terjun langsung mengadakan penelitian. Ketiga,
33
metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi.
Dengan demikian, peneliti dapat memilah – milah sesuai dengan fokus
penelitian yang telah tersusun dan dapat mengenal lebih dekat menjalin
hubungan dengan Subjek penelitian ( Responden ) serta berusaha memahami
keadaan Subjek dalam penggalian info atau data yang diperlukan. Maka
Penelitian ini penulis arahkan untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang
implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 4 Salatiga tersebut.
Sesuai dengan tema yang peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian lapangan ( field research). Yaitu peneliti berangkat ke
lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu
keadaan ilmiah ( (J. Moeleong, 2006:26). Alasan peneliti menggunakan jenis
penelitian ini adalah peneliti bermaksud untuk melakukan analisis secara
mendalam dibantu dengan data empiris yang diperoleh di lapangan sesuai
dengan teori yang relevan yang pada akhirnya bisa melakukan simpulan.
2. Lokasi dan Subjek penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di
Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711.
Adapun Subjek penelitian adalah komponen pendidikan meliputi :
kepala sekolah, pengajar, karyawan dan siswa.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Partisipan
34
Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data,
yaitu dakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Marshal (1995) menyatakan bahwa, melalui observasi peneliti belajar
tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut( Sugiyono, 2014:309).
Susan Stainback (1988) menyatakan, dalam observasi partisipatif
peneliti mengamati apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam
aktivitas mereka. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan
suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari
setiap perilaku yang tampak.
Dengan observasi kita dapat secara langsung terjun kedalam objek
penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan KBM, situasi
di sekolah dan pendidik. Dalam observasi di SMP Negeri 04 Salatiga
selain melakukan pengamatan juga ikut ambil bagian dalam melaksanakan
aktifitas pendidikan di lingkungan sekolahan. Selain itu juga berpartisipasi
dalam pembelajaran, seperti : ikut mengajar dan mengikuti proses
pembelajaran pendidikan Islam.
b. Pengumpulan data dengan wawancara/interview
35
Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik. Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi
juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara semi
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan lebih terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide-idenya. (Sugiyono, 2014:318).
c. Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dalam penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian. Hasil penelitian dari
observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau
didukung oleh adanya dokumen. Pengumpulan dokumen yang berkaitan
dengan objek penelitian yaitu berupa buku sejarah, buku profil sekolah,
pajangaan struktur, buku informasi pendataan siswa dan guru, kurikulum
pelajaran dan perangkat pembelajaran.
36
d. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang ada. Triangulasi berguna untuk
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumulan data dan
berbagai sumber data (Sugiyono, 2014:327). Pengumpulan data diambil
dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Adanya observasi, kemudian dilanjutkan dengan wawancara
yang mendalam serta pengumpulan dokumentasi untuk sumber data yang
sama dan melakukan wawancara atau pengumpulan data pada beberapa
sumber data yang berbeda.
4. Teknis Analisi Data
Bogdan menyatakan tentang analisis data kualitatif sebagai proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Susan Stainback, mengemukakan bahwa
analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif.
Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data
37
sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi (Sugiyono,
2014:332).
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama
proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono,
2014:333). Peneliti melakukan analisis data terlebih dahulu sebelum
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan atau data sekunder untuk menentukan fokus penelitian. Fokus
penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
peneliti masuk dan selama di lapangan. Analisis data dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
wakttu tertentu. Pada saat wawancara analisis sudah dilakukan terhadap
jawaban dari hasil wawancara. Setelah data diperoleh cukup banyak dan
dicatat secara teliti dan rinci, maka dilanjutkan dengan mereduksi data.
Dengan merangkum memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data akan memberikan gambaran
yang jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah penyajian data atau mendisplaykan
data yang menjadikan data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data menggunakan teks
bersifat naratif (Sugiyono, 2014:333). Langkah terakhir adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
38
bersifat sementara dan bisa berubah. Apabila pengumpulan data valid dan
konsisten maka kesimpulannya kredibel.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 (lima)
BAB, yaitu :
BAB I
: Bab I ini, berisi pendahuluan yang didalamnnya akan diuraikan
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II
: Dalam Bab II, berisi kajian teori yang didalamnya akan
dipaparkan tentang pengertian Pendidikan Profetik, Sistem Pendidikan Profetik
dan Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
BAB III
: Bab III berisi laporan hasil penelitian yang didalamnya akan
diuraikan tentang gambaran umum SMP Negeri 4 Salatiga, gambaran
pembelajaran Pendidikan Islam di SMP Negeri 4 Salatiga, Konsep Pendidikan
Profetik yang diterapkan di SMP Negeri 4 Salatiga. Dan implementasi
pendidikan Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP
Negeri 4 Salatiga.
BAB IV
: Bab IV berisi Hasil penelitian yang berupa deskripsi hasil
penelitian, temuan hipotesis dari penelitian dan hasil pengujian Hipotesis
mengenai implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga.
39
BAB V
: Bab V berisi penutup yang di dalamnya akan dipaparkan
mengenai kesimpulan dan saran-saran.
40
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENDIDIKAN DALAM ISLAM
1. Pengertian pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anakanak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik alam
pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri disebut paedgogos. Istilah
paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,
memimpin).
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha yang
dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam
pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri
dan masyarakatnya.”
John Dewey mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman
hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi
Nasional
Pendidikan
mendefinisikan
pendidikan
adalah
usaha
nyata
menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan
akhir pendidikan.
41
Meski berawal dari akar kata yang sama, tetapi pemberian makna terhadap
istilah pendidikan begitu beragam. Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan
tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setip
masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografis,
apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang bercorak teoritis dan praktis
(Armai, 2007:16).
2. Pendidikan dalam Islam
Dari sudut pandang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni
memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam
kehidupan. Sosiologi Emile Durkheim dalam karyanya, Education and
Sociology (1956) mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia
yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu
konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW
bersabda : “Didiklah anakmu-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk
zamannya, dan bukan untuk zamanmu”. Jadi pendidikan harus berorientasi
masa depan dan futuristik (Khoiron Rosyadi, 2004:137).
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai
program bimbingan sunyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek
pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu,
dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut
Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal
dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya.
42
Menurut Muyazin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembengannya
( Armai, 2007:18).
Secara estimologis, pengertian pendidikan Islam digali dari Al-Qur‟an dan
Hadist sebagai sumber pendidikan Islam. Menurut Muhammad Fadhil Al
Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan
Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia
lebih maju berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia,
sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,
perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008:35)
Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum
terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi
dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran,
memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberikan motivasi, dan
menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan
pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita
harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam
bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam
bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata
“pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya
43
“ „allama”. Pendidikan dan Pengajaran dalam bahasa arabnya “Tarbiyah wa
ta‟lim”, sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah
“Tarbiyah Islamiyah” (Zakiyah Daradjat, 2012:25).
Dalam konteks pendidikan Islam, kita mengenal terminologi pendidikan
Islam sebagai Al-Ta‟dib, Al-Ta‟lim dan Al-Tarbiyah. Sejak dekade 1970-an,
sering terjadi diskusi berkepanjangan berkenaan dengan persoalan apakah
Islam itu memiliki konsep pendidikan atau tidak. Dalam bahasan berikut kita
akan menjernihkan dan mencoba mempertajam ketiga istilah tersebut sebagai
terminologi pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:138).
a.
Al-Ta‟dib
Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan
pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan
kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruhaniah, pengenalan dan
pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud ditata secara hirarkis sesuai
denagn berbagai tingkat dan derajat.
Bagi Al-Attas konsep ta‟dib untuk pendidikan Islam adalah lebih tepat
dari at-Tarbiyah dan at-Ta‟lim. Sementara Dr.Fatah Abdul Jalal beranggapan
sebaliknya karena yang lebih sesuai menurutnya justru al-Ta‟lim. Menurut AlAttas, pendidikan adalah beban masyarakat. Penekanan pada adab yang
mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk
menjamin bahwasanya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam
masyarakat. Pendidikan dalam kenyataannya adalah ta‟dib karena adab,
44
sebagaimana didefinisikan disini, sudah mencakup ilmu dan amal. Simaklah
sabda Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :
“dari ibnu mas‟ud: Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian
menjadikan pendidikanku yang terbaik (HR.Ibnu Mas‟ud) (Al-Suyuthi,
jamius Shaghir I:14)
Terjemahan addaba dalam hadist di atas sebagai “ mendidik” yang menurut
Ibnu Manzhur merupakan padanan kata „allama, dan yang oleh al-Zajjaz
dikatakan sebagi cara Tuhan mengajar NabiNya. Mashdar addaba adalah
Ta‟dib yang diterjemahkan sebagai “pendidikan” dan dapat rekanan
konseptualnya di dalam istilah Ta‟lim.
Dengan jelas dan sistematik, Al-Attas menurunkan penjelasan sebagai
berikut :
1) Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta‟dib mengandung tiga
unsur: pembangunan iman, ilmu dan amal.
2) Dalam hadis Nabi SAW terdahulu secara eksplisit dipakai istilah ta‟dib
dari addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu
saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.
3) Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti : ilmu,
pengetahuan dan pengasuhan yang baik.
4) Dan akhirnya,Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama,
sopan-santun, adab dan semacamnya, atau secara tegas, akhlak yang
terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta‟dib.
b. Al-Ta‟lim
45
Menurut Abdul Fatah Jalal, proses ta‟lim
justru lebih universal
dibandingkan proses tarbiyah. Untuk menjelaskan pendapat ini, jalal memulai
uraiannya dengan menjelaskan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam
Islam. Ia mengutip Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 30-34. Menurut jalal,
dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa kata ta‟lim jangkauannya
lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal mengutip
ayat 151 surah Al-Baqarah, yang menurut jalal berdasarkan ayat itu dapat
diketahui bahwa proses ta‟lim lebih universal dibandingkan dengan proses
tarbiyah. Sebab ketika mengajar bacaan Al-Qur‟an kepada kaum muslimin,
Rosul SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca,
tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab
dan amanah.
Jadi, berdasarkan analisis di atas itu Jala menyimpulkan bahwa menurut AlQur‟an, ta‟lim lebih luas dari tarbiyah. Berbeda dengan Al-Attas, Jalal tidak
membandingkan dengan ta‟dib. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta‟lim
tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak sampai pada
pengetahuan taklid. Akan tetapi ta‟lim mencakup pula pengetahuan teoritis,
mengulang kaji secara lisan dan meyeluruh melaksanakan pengetahuan itu.
Ta‟lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan, juga ketrampilan yang
dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku.
c. Al-Tarbiyah
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, At-Tarbiyah adalah lebih tepat
digunakan dalam terminologi pendidikan Islam. An-Nahlawi mencoba
46
menguraikan secara sistematik semantik, lafal at-Tarbiyah yang (dianggap)
berasal dari tiga kata sebagai berikut :
1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat
dilihat dalam Al-Qur‟an surah Al-Rum ayat 39.
2) Rabiya-yarbu denagn wazan, Khafiya-yakhfa yang berarti, menjadi
besar.
3) Rabba-yarabbu dengan wazan madda-yamuddu, berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Imam Al-Baidhawi mengatakan, makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah,
yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Al-Raghib
Al-Asfahani menyatakan, makna asal al-Rabb adalah al-tarbiyah, yaitu
memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
Dari ketiga istilah tersebut, Abdurrahman an-Nahwali, menyimpulkan
bahwa pendidikan (al-tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan
memelihara fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh
potensi
dan
kesiapan
yang
bermacam-macam.
Ketiga,
mengarahkan
keseluruhan fitrah dan potendi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan
yang layak baginya. Dan keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap
sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Baidhawi dan Al-Raghib, dengan sedikit
demi sedikit hingga sempurna.
Tumpang tindih pemakaian dan pemahaman istilah di atas sebenarnya tidak
perlu terjadi, jika konsep yang dikandung ketiga istilah tersebut diaplikasikan
dalam kegiatan praksis proses edukatif kependidikan. Terdapat kelebihan dan
47
kekurangan dalam masing-masing istilah yang kemudian perlu dirumuskan dan
diantisipasikan untuk lebih mencerminkan konsep dan aktivitas pendidikan
Islam, sehingga dalam lapangan praksis operasional akan menjadi sebagai
berikut :
1) Istilah tarbiyah kirannya bisa disepakati untuk dikembangkan mengingat
kandungan istilah tersebut lebih mencakup dan lebih luas dibanding
kedua istilah lainnya.
2) Dalam interaksi edukatif, konsep ta‟lim bagaimanapun juga tidak bisa
diabaikan, mengingat salah satu metode mancapai tujuan tarbiyah
adalah dengan melalui proses ta‟lim, dan,
3) Keduanya, baik tarbiyah maupun ta‟lim, harus lebih mengacu pada
konsep ta‟dib dalam perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi
dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak sekedar dirumuskan
dengan kata-kata singkat “fadilah”, tetapi rumusan tujuan pendidikan
Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada
pertumbuhan dan pembinaan keimanan, keIslaman dan keihsanan,
disamping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan
intelektual peserta didik.
Jadi, antara ta‟dib, ta‟lim, dan tarbiyah adalah mempunyai hubungan yang
sangat erat dan saling mengisi kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan
yang lain. Hal demikian sangat terlihat bila pendidikan kita bicarakan dalam
bingkai lapangan praksis dalam interaksi edukatif. Maka dari tiga hal di ataslah
lahir terminologi-definitif dalam pendidikan Islam.
48
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar.
Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak
dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul,
memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan Islam tidak
boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang
mendasar. Ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu : a) AlQur‟an b) Al-Sunnah, c) Al-Kaun, dan d) Ijtihad.
a) Al-Qur‟an
Al-Qur‟an diakui oleh orang-orang Islam sebagai firman Allah
SWT, dan karenanya ia merupakan dasar hukum bagi mereka. Al-Qur‟an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi kaum
muslimin dari waktu ke waktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan
yang terjadi. Al-Qur‟an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan
manusia. Segala persoalan terdapat hal pokoknya di dalam Al-Qur‟an serta
berisi tentang aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela,
mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai
ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.
Al-Qur‟an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara
umum. Juga merupakan kitab pendidikan secara khusus, pendidikan sosial,
moral dan spiritual. di dalam al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.
Sebagai contoh dapat dibaca kisah lukman mengajari anaknya dalam surat
49
Lukman ayat 21-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan
yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan.
Maka Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktivitas manusia dalam
setiap sendi kehidupannya, yang akan mengantarkan manusia mampu
berdialog secara ramah dengan dirinya sendiri, dengan alam sekitar, dan
dengan Tuhannya, maka al-Qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan
paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan
keparipurnaan hidup manusia secara hakiki. Oleh karena itu pendidikan
Islam harus menggunakan Al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam
merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi,
2004:155).
b) As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul
Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan
saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
Dijadikannya as-sunnah sebagai dasar pendidikan Islam tidak
terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap Al-Qur‟an. Yaitu : Sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang bersifat umum. Maka
dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang
diterangkan, - Sunnah mengkhidmati al-Qur‟an. Memang as-sunnah
menjelaskan
mujmal
al-Qur‟an,
menerangkan
musykilnya
dan
memanjangkan keringkasannya. Al-Qur‟an menekankan bahwa Rosul
50
SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-fiman Allah (QS.16:44).
Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya al-sunnah fi makanatiha wa fi
Tarikhiha, menulis bahwa as-sunna mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan Al-Qur‟an dan fungsi berkaitan dengan pembinaan hukum syara‟.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an.
Sunnah berisi tentang petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup
manusia dalam segala aspekny, untuk membina umat menjadi manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi
guru dan pendidik utama. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan
kedua bagi cara pembinaan manusia muslim dalam setiap sendi
kehidupannya.
c) Al-Kaun
Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah
melalui
perantara
malaikat
jibril
dan
kepada umat manusia
nabi-nabiNya,
ia
juga
membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta
dengan segala macam partikel dan heteroginitas berbagai entitas yang ada
di dalamnya: langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya,
laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan, gunung-gunung,
berbagai macam binatang dan sebagainya.
Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, beberapa ayat di dalam alQur‟an menyatakan dengan gamblang dalam surah Ar-Ra‟d ayat 3 dan AlJatsiyah. Alam semesta selain sebagai ayat-ayat kauniyah yang merupakan
jejak-jejak keagunganNya, ia juga merupakan himpunan-himpunan teks
51
secara konkret yang tidak henti-hentinya mengajarkan kepada manusia
secara mondial begaimana bersikap dan berperilaku mulia. Ditilik dari
wacana pedagogis, hal itu amatlah berarti bagi berlangsungnya proses
pendidikan demi tercapainya (setidaknya) dan hal bagus; bukan hanya
tumpukan ilmu dan kepandaian, tapi juga sikap arif dan kedewasaan jiwa.
d) Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha,
yaitu berpikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan sayri‟at Islam
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam halhal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan
sunnah (Zakiyah Daradjat, 2012:21). Ijtihad sebagai langkah untuk
memperbaharui interpretasi dan pelembagaan ajaran Islam dalam
kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan Islami.
Ijtihad yang diarahkan pada interpretasi wahyu dan al-kaun akan
menghasilkan kemajuan
menggembirakan.
ilmu
pengetahuan dan teknologi
Sebab interpretasi manusia
yang
atas wahyu akan
menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual. Orang
yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid
senantiasa menggunakan akal budinya untuk memecahkan problematika
kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan
akal budinya oleh Al-Qur‟an disebut sebagai ulul-albab (Khoiron
Rosyadi, 2004:159).
52
Menurut Al-Qur‟an ulul-albab adalah sekelompok manusia tertentu
yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistemewaannya
adalah mereka diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan
yang diperoleh secara empiris (QS.2:269).
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur‟an
dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan
Islam. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah adalah bersifat pokokpokok dan prinsip-prinsip saja (Zakiyah Daradjat, 2012:22).
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah apa yang dicanangkan oleh manusia, atau sesuatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha serta kegiatan selesai. Ketika
berbicara mengenai tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita untuk
berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab, pendidikan
hanyalah suatu alat yang digunakan oelh manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Al-Syaibany menampilkan definisi tujuan sebagai perubahan yang
diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau upaya yang diusahakan
oleh proses pendidikan, atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada
tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya, maupun pada kehidupan
masyarakat dan alam sekitar. Jadi, tujuan-tujuan pendidikan jika mengikuti
definisi ini maka ada perubahan yang diinginkan dalam tiga bidang,yaitu : a.)
53
tujuan-tujuan individual, b.) tujuan-tujuan sosial dan c.) tujuan-tujuan
profesional (Khoiron Rosyadi, 2004:161).
Dilihat dari segi UU No.23 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan
nasional dalam Bab II dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3, maka tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Ada beberapa tujuan pendidikan Islam.
a. Tujuan Umum pendidikan Islam
1) Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan
Islam menyimpulkan bahwa tujuan umum yang asasi bagi pendidikan
Islam, yaitu :
a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan.
d) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan
memuaskan keinginan untuk mengetahui (co-riosity).
e) Menyiapkan pelajar dari segi profesional
2) Prof.
Abdurrahman
An-Nahlawi
dalam
bukunya,
Dasar-dasar
Pendidikan Islam dan Metode-metode pengajarannya, tujuan umum
yang ditampilkan, yaitu :
54
a) Pendidikan akal dan Persiapan pikiran.
b) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak.
c) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda.
d) Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan
kesediaan-kesediaan manusia.
3) Menurut Muhammad Quthb, tujuan umum pendidikan Islam adalah
manusia yang taqwa, itulah manusia yang baik menurutnya. Sungguh
yang paling mulia di antara kalian menurut pandangan Allah ialah
yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya (QS. Al-Hujurat (49):13).
4) Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah
terwujudnya manusia Hamba Allah. Jadi, menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia sebagai makhluk yang
menghambakan diri kepada Allah(beribadah kepadaNya). Karena
sesuai dengan pesan Al-Qur‟an bahwa Allah menciptakan jin dan
manusia supaya mereka beribadah kepadaNya (QS.al-Dzariyat
(51):56).
Tujuan umum pendidikan Islam diberi perhatian dan tidak terkena
perubahan dari waktu ke waktu. Finalitas kenabian secara implisit menyatakan
finalitas cita-cita yang diajarkan Nabi SAW kepada sekalian manusia. Jadi,
tujuan umum pendidikan Islam adalah tujuan yang berada jauh dari masa
sekarang, sebuah hasil pencapaian yang tidak dapat terlaksana melalui kerja.
Taqwa kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam, ia
sebagai ultimate goal dari serangkaian tujuan yang ditampilkan di atas, dan
55
masing-masing tujuan tersebut mempunyai hubungan sistematik satu sama
lainnya yang tak dapat terpisahkan (Khoiron Rosyadi, 2004:170).
b. Tujuan khusus Pendidikan Islam
Adapun tujuan khusus yang dimaksud adalah perubahan-perubahan
yang diingini yang bersifat atau bagian yang termasuk di bawah tujuan
umum pendidikan. Dengan kata lain, gabungan pengetahuan, ketrampilan,
pola-pola tingkah laku, sikap, nilai-nilai, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang terkandung dalam tujuan umum bagi pendidikan, yang tanpa
terlaksananya, tujuan umum juga tidak akan terlaksana dengan sempurna.
Contoh, tujuan umum “ untuk menumbuhkan semangat agama dan
akhlak”, maka pada tujuan khusus sebagai berikut :
1) Memperkenalkan akidah-akidah Islam kepada generasi muda.
2) Menumbuhkan kesadaran pada diri terhadap agama.
3) Menambah keimanan kepada Allah Sang Pencipta.
4) Menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung
jawab, menghargai, tolong menolong, dan berkorban.
5) Mendidik
naluri,
motivasi,
keinginan generasi
muda
dan
membentengi mereka menahan motivasinya dan membimbingnya
dengan baik.
6) Membersihkan hati mereka dari dengki, iri hati, benci, egoisme,
khianat, perpecahan dan perselisihan.
56
c. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan
akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula.
Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah
Surat Ali Imron ayat 102 :
(
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dengan sebenar-benarnya takwa; dan janganlah kamu mati kecuali
dalam keadaan muslim (menurut ajaran Islam).” (QS. Ali Imron (3):102).
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim
yang merupakan ujung dari akwa sebagai akhir dari proses hidup jelas
berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang
dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan
menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan
Islam (Zakiyah Daradjat, 2012:31).
B. PENDIDIKAN PROFETIK
57
1. Pengertian Profetik
Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan
nabi. Kata dari bahasa Inggris ini berasal dari bahasa yunani “prophetes”
sebuah kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang
memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan.
Profetik atau kenabian disini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang
menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan
pada umatnya disebut rasul (messenger), sedang seseorang yang menerima
wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk
mendakwahkannya disebut nabi (Prophet) (Moh.Roqib, 2011:49).
Kenabian dari kata arab “nabiy” dan kemudian membentuk kata
nubuwwah yang berarti kenabian. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an,
nabi adalah hamba Allah yang ideal secara fisik (berbadan sehat dengan fungsi
optimal) dan psikis (berjiwa bersih dan cerdas) yang telah berintegrasi dengan
Allah dan malaikatNya, diberi kitab suci dan hikmah bersamaan dengan itu dia
mampu mengimplementasikan dalam kehidupan dan mengkomunikasikannya
secara efektif kepada sesama manusia. Sedang kenabian mengandung makna
segala ihwal yang berhubungan dengan seorang yang telah memperoleh
potensi kenabian. Potensi kenabian dapta menginternal dalam individu setelah
ia melakukan proses edukasi yang didasarkan oleh nilai-nilai kenabian dalam
Al-qur‟an, Sunnah dan Ijtihad dengan berbagai upaya melakukan pemikiran
sehingga dapat menemukan kebenaran normatif dan faktual. Pemikiran
filosofis ini kemudian disebut dengan filsafat profetik atau filsafat kenabian.
58
Dengan potensi tersebut nabi mampu menyampaikan risalah dan membangun
umat dan bangsa sejahtera lahir batin.
Agar tugas-tugas kenabian tercapai, setiap nabi diberikan sifat-sifat mulia
yaitu: a. Jujur (al-sidq), b. Amanah (al-amanah), c. Komunikatif (al-tablig)
dalam arti selalu menyampaikan ajaran dan kebenaran; dan d. Cerdas (alfatanah). Setiap Nabi memiliki misi utama yang harus dipahami dan
dilaksanakan oleh ulama sebagai pewaris para nabi. Misi kenabian tersebut
dalam bingkai mengembangkan kitab suci yaitu: a. menjelaskan ajaranajaranNya, b. menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan sesuai dengan perintahNya,
c. memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat; dan d.
memberikan contoh pengamalan.
Keempat tugas dan misi ini jika dimaknai dalam konteks pendidikan, nabi
memiliki tugas pertama adalah memahami Al-Qur‟an berarti nabi harus
menguasai ilmu (ilahiyah) yang akan menjadi materi dan dijelaskan kepada
peserta didik, kedua menyampaikan materi (ajaran) tersebut kepada umat
(peserta didik),
ketiga melakukan kontrol dan evaluasi dan jika terjadi
penyelewengan dilakukan pendisiplinan diri agar tujuan pendidikan (ajaran)
dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Terakhir, nabi memberikan contoh dan
model ideal personal dan sosial lewat pribadi nabi yang menjadi rasul dan
manusia biasa (Moh.Roqib, 2011:49).
Seorang nabi yang memiliki potensi sempurna yang diberikan Tuhan yang
merupakan model utama moral utama yang patut dicontoh dalam kehidupan
59
termasuk dalam dunia pendidikan, bagaimana potret pendidikan kenabian dan
bagaimana potret itu dapat menjadi faktual saat ini.
2. Filsafat profetik
Filsafat profetik atau filsafat kenabian adalah pemikiran filosofis yang
didasarkan pada nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur‟an dan Sunnah dengan
berbagai upaya pemikiran reflektif-spekulatif sampai pada penelitian empirik
sehingga menemukan kebenaran normatif dan faktual aplikatif yang memiliki
daya sebagai penggerak umat sehingga terbentuk khaira ummah atau
komunitas ideal. Secara teologis filsafat profetik ini diambil dari pemikiran
sufi yang membincang tentang bentuk kemanunggalan (ittihad) Tuhan yang
Esa (tauhid) yang transenden dengan manusia yang relatif dan plural.
Filsafat profetik atau filsafat kenabian sebagai upaya mendialogkan
manusia, Tuhan dan alam dapat dimaknai sebagai filsafat yang mengkaji
tentang hakikat kebenaran dengan mendasarkan pada wahyu yang masuk dan
menginternal dalam diri manusia agung (an-nabiy) kemudian dikomunikasikan
pada manusia dan keseluruhan alam agar kebenaran tersebut menjadi mungkin
untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia sehingga tercipta manusia
terbaik (khaira ummah) dengan kehidupan yang sejahtera
(Moh.Roqib,
2011:53).
3. Filsafat pendidikan profetik
Berdasarkan pada pemahaman terhadap filsafat profetik, sebagaimana
telah disebutkan, filsafat pendidikan profetik adalah pemikiran filosofis
kependidikan yang mendasarkan pada pemahaman terhadap alam dan hukum
60
dialektikanya yang bermuara pada hubungan antara tuhan dan manusia yang
menyatu (tauhid) tanpa menghilangkan keEsaan Tuhan dan tidak pula melebut
eksistensi manusia sehingga manusia yang percaya terhadap yang profon akan
bertindak sebagai manifestasi kepercayaan kepada Allah sekaligus memahami
keterbatasan dan kelemahan memahami realitas hukum dan alam Tuhan
(Moh.Roqib ,2011:86). Filsafat pendidikan profetik merupakan proses transfer
pengetahuan dan nilai untuk pengEsaan terhadap Allah yang dilakukan secara
kontinu dan dinamis disertai pemahaman bahwa dalam diri ada kelebihan dan
kelemahan yang menunjukkan adanya campur tangan Tuhan (yang transenden).
Islam merupakan agama yang abadi karenanya menuntut perubahan yang
permanen yang disertai dengan cita-cita mengenai tujuan (a sense of goal)
yaitu membuat manusia lebih dekat dengan Tuhan. Untuk memberi arah ke
mana transformasi tersebut akan dibawa maka dibutuhkan ilmu sosial profetik
untuk memberikan petunjuk kearah transformasi yang dilakukan. Perubahan
yang didasarkan pada cita-cita Humanisasi, emansipasi, Liberasi, dan
Transendensi yang mengkarakteristikkan pendidikan profetik. Humanisasi,
Liberasi dan Transendensi merupakan dasar cita-cita profetik dalam pendidikan.
Tiga muatan itulah yang mengkarakteristikkan pendidikan profetik dengan
berdasarkan Al-Qur‟an surat Ali Imron ayat 110 :
.
61
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. (QS. Ali Imron : 110)
a. Transendensi
Transendensi berasal dari bahasa Latin “transcendere” yang
berarti naik ke atas; dalam bahasa inggris “to transcend” berarti
menembus, melewati, melampui, artinya perjalanan di atas atau di luar.
“transcend” berarti melebihi, lebih penting dari, “transcendent”
berarti sangat, teramat, atau sukar dipahamkan, atau diluar pengertian
dan pengalaman biasa. Transendensi bisa diartikan Hablun min Allah,
ikatan spiritual yang mengikatkan antara manusia dan Tuhan.
Transendensi dalam teologi Islam berarti percaya kepada Allah, kitab
Allah dan yang ghaib (Moh.Roqib ,2011:78).
Berdasarkan pada filsafat profetik indikator transendensi dapat
dirumuskan: 1) mengakui adanya kekuatan supranatural,Allah. 2)
melakukan upaya mendekatkan diri kepada Allah. 3) berusaha untuk
memperoleh kebaikan Tuhan sebagai tempat
bergantung.
4)
memahami suatu kejadian dengan pendekatan mistik (kegaiban),
mengembalikan sesuatu kepada kemahakuasaanNya. 5) mengaitkan
perilaku, tindakan dan kejadian dengan ajaran kitab suci. 6) melakukan
sesuatu disertai harapan untuk kebahagiaan hari akhir (kiamat). 7)
menerima masalah atau problem hidup dengan rasa tulus dan dengan
62
harapan agar mendapat balasan di akhirat untuk itu kerja keras selalu
dilakukan untuk meraih anugerahNya.
b. Liberasi
Liberasi dari bahasa Latin “liberare” berarti memerdekakan atau
pembebasan. Liberation dari kata “liberal” yang berarti bebas.
Liberation berarti membebaskan atau tindakan memerdekakan.
Artinya pembebasan terhadap semua yang berkonotasi dengan
signifikasi sosial seperti mencegah bernarkoba, memberantas judi,
membela nasib buruh dan mengusir penjajah (Moh.Roqib ,2011:82).
Dari definisi dan pemahaman terhadap filsafat profetik dapat
dirumuskan indikator ilberasi yaitu: 1) memihak kepada kepentingan
rakyat, wong cilik dan kelompok mustad‟afin. 2) menegakkan
keadilan
dan
kebenaran.
3)
memberantas
kebodohan
dan
keterbelakangan sosial-ekonomi. 4) menghilangkan penindasan dan
kekerasan.
c. Humanisasi
Humanisasi berasal dari kata Yunani, humanitas berarti makhluk
manusia menjadi manusia. Dalam bahasa inggris human
berarti
manusia, bersifat manusia, humane berarti peramah, orang penyayang,
humanism berarti peri kemanusiaan. Humanisasi (insaniyyah) artinya
memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan,
kekerasan, dan kebencian dari manusia (Moh.Roqib, 2011:84).
63
Indikator Humanisasi: 1) menjaga persaudaraan meski berbeda
agama, kayakinan, status sosial dan tradisi. 2) memandang seseorang
secara total. 3) menghilangkan berbagai bentuk kekerasan. 4)
membuang jauh sifat kebencian terhadap sesama.
Ketiganya disebut visi profetik. Untuk filsafat pendidikan profetik. Unsurunsur profetik tersebut harus menjadi tema pendidikan Islam. Setiap
pendidikan Islam harus menyertakan unsur transendensi. Humanisasi plus
transendensi, liberasi plus transendensi, karena transendensi begitu sentral.
4. Pengertian Pendidikan Profetik
Pendidikan profetik adalah proses transfer pengetahuan (knowledge) dan
nilai (values) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam
sekaligus memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal
(khairul ummah). Pendidikan profetik peserta didiknya dipersiapkan sebagai
individu sekaligus komunitas untuk itu standar keberhasilan pendidikan diukur
berdasarkan capaian yang menginternal dalam individu dan yang teraktualisasi
secara sosial (Moh.Roqib, 2011: 88).
Pendidikan profetik merupakan upaya sadar dalam proses transfer
pengetahuan dan nilai-nilai kenabian yang bertujuan untuk membentuk dan
mengembangkan intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara
utuh dengan berlandaskan Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Strategi pendidikan profetik sebagaimana Nabi, dimulai keteladanan diri
dan bangunan keluarga ideal (maslahah). Pendidikan dalam perspektif profetik
memiliki dasar tradisi akademik dan kondusif, sebagaimana Nabi membangun
64
tradisi Madinah (sunnah madaniyyah) atau sunnah nabawiyyah yang memiliki
daya kolektif untuk terus bergerak progresif secara kontinu dengan pilar
transendensi yang kuat berpengaruh pada seluruh dimensi dan sistem
kependidikan yang dalam kegiatan riilnya dibarengi dengan pilar humanisasi
atau membangun nilai kemanusiaan dan liberasi, memupus berbagai hal yang
merusak kepribadian.
Kompetensi pendidik atau guru dalam pendidikan profetik meliputi empat
hal yaitu kejujuran (sidq), tanggung jawab (amanah), komunikatif (tabliq), dan
cerdas (fatanah). Pendidikan Profetik secara faktual berusaha menghadirkan
nilai kenabian dalam konteks kekinian. Secara skematis bagaimana
epistemologi, model integrasi dan koneksitas, serta pola bangunan profetik.
5. Tujuan Pendidikan Profetik
Tujuan pendidikan ada tujuan akhir, ultimate goals, immediate goals dan
tujuan khusus. Semua tujuan tersebut harus berjalan dan berhubungan dengan
berbagai sistem sebab akibat, hukum-hukum material dan keharmonisan
kehidupan praktis duniawi.
Di dalam pendidikan Islam tujuannya adalah
membentuk kepribadian muslim paripurna (kaffah) yang memiliki indikator
kemandirian, multi kecerdasan dan kratif dinamis sehingga mampu memberi
rahmat bagi alam.
Tujuan pendidikan profetik sesungguhnya tidak lepas dari prinsip-prinsip
pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur‟an dan as-Sunnah. Pertama,
prinsip integrasi (tauhid) yang memandang adanya wujud kesatuan dunia-
65
akhirat. Karena itu pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk
mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus akhirat.
Kedua, prinsip keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari
prinsip integrasi. Keseimbangan antara muatan rohaniah dan jasmaniah, antara
ilmu murni dan terapan, antara teori dan praktek, antara nilai yang menyangkut
akidah, syariah dan akhlak.
Ketiga, prinsip persamaan dan kebebasan. Prinsip ini dikembangkan dari
nilai tauhid bahwa Tuhan adalah Esa, oleh karenanya setiap individu bahkan
semua makhluk adalah dari pencipta yang sama.
Keempat, prinsip kontinuitas dan berkelanjutan. Dari prinsip ini dikenal
konsep pendidikan seumur hidup (life long education). Sebab dalam Islam
belajar adalah suatu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir.
Sebagaimana ulama salaf berkata (H.A.M.Khon, 2014: 145) :
“Carilah ilmu dari ayunan sampai lubang kubur”.
Kelima, prinsip kemaslahatan dan keumatan. Ruh tauhid apabila menyebar
dalam sistem moral, akhlak kepada Allah dengan kebersihan hati dan
kepercayaan yang jauh dari kotoran, akan memiliki daya juang untuk membela
hal-hal yang maslahah atau berguna bagi kehidupan.
6. Materi Pendidikan Profetik
Materi pelajaran, kurikulum dan silabus dalam pendidikan profetik yang
diberikan pendidik harus ditata dan disusun sesuai dengan jenjang, jenis dan
66
jalur pendidikan. Sebagai software, materi yang termuat dalam silabi
merupakan bentuk operasional yang menjabarkan konsep pendidikan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.
Minimal
ada
tiga
prinsip
dalam
merancang
materi;
pertama,
pengembangan pendekatan religius kepada dan meliputi semua cabang ilmu
pengetahuan; kedua, isi pelajaran yang bersifat religius seharusnya bebas dari
ide dan materi yang jumud dan tak bermakna; dan ketiga, perencanaan dengan
memperhitungkan setiap komponen yang oleh Tylor disebut sebagai tiga
prinsip: kontinuitas/kesinambungan, sekuensi dan integrasi.
Tujuan yang jelas mempermudah mengambil langkah operasional dalam
proses kependidikan termasuk penentuan materi. Dalam perspektif pendidikan
profetik unsur religius yang transendental, humanis dan liberal harus
berintegrasi dengan setiap cabang ilmu. Dalam pengembangan materi yang
terdapat pada kurikulum diperlukan satu pendekatan yang proporsional. Hal ini
menurut Noeng Muhadjir, pendekatan proporsional tersebut diharapkan ada
integrasi pendekatan dalam penetapan suatu materi yang melibatkan
pendekatan akademik, humanistik dan teknologi secara proporsional.
Rekomendasi Konferensi Internasional Pendidikan Islam II menuangkan
suatu pengorganisasian materi menjadi pengetahuan: a. perential dan b.
acquired, dua istilah yang dalam klasifikasi ilmu pengetahuan klasik dikenal
sebagai „ulum naqliyyah dan „ulum „aqliyah (muktasabat). Rekomendasi ini
selengkapnya dilampirkan oleh Syed Ali Ashraf (Moh.Roqib, 2011:128).
67
Khusus mengenai pengorganisasian itu adalah sebagai berikut : Kelompok
I : perenial (meliputi ilmu-ilmu abadi) meliputi: 1. al-Qur‟an; a) membaca
(qira‟at); menghafal (hifz);interpretasi (tafsir), b) sunnah, c) sirah Nabi, d)
tauhid, e) Ushul Fiqh dan Fiqh, f) bahasa Arab; 2. Materi tambahan meliputi a)
filsafat Islam, b) perbandingan agama, c) Kebudayaan Islam.
Kelompok II: Asquired (muktasabat; ilmu-ilmu hasil pencarian manusia);
1. Imajinatif; a) Seni Islam dan Arsitektur, b) Bahasa dan Sastra. 2. Ilmu-ilmu
Intelektual, a) Studi Sosial, b) filsafat, c) ekonomi, d) ilmu politik, e) sejarah, f)
peradaban Islam, g) ilmu bahasa, h) Geografi, i) sosiologi, j) Psikologi, dan i)
antopologi. 3. Ilmu-Ilmu pengetahuan Alam (Teoritik): a) Filsafat Ilmu, b)
Matematik, c) Statistik, d) fisika, e) Kimia, dan lain-lain. 4. Ilmu-ilmu terapan:
a) Rekayasa dan Teknologi, b) Kedokteran, c) Pertanian, dan d) Kehutanan. 5.
Ilmu-ilmu Praktik: a) Perdagangan, b) Ilmu Administrasi, c) Ilmu Perpustakaan,
d) Ilmu Komunikasi.
Sebagian masalah penting yang dihadapi dalam menetapkan materi adalah
masalah keusangan (absolescence). Keusangan menjadi persoalan dalam kaitan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan keusangan
lebih banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu pada kelompok kedua, yakni ilmu hasil
pencarian manusia (acquired knowledges) (Moh.Roqib ,2011:130).
Persoalan penting yang perlu digaris bawahi dalam menetapkan materi dan
meyusun buku teks adalah bahwa ilmu-ilmu perenial (abadi) pada kelompok
pertama itu tetap menjadi inti kurikulum yang disusun dengan gradasi dan
sekuensi yang sesuai untuk masing-masing tingkat pendidikan. Hal lain yang
68
perlu diperhatikan adalah al-Qur‟an bukanlah teks sains, melainkan kitab suci
yang menuntun manusia pada segala aspek kehidupannya. Al-Qur‟an berfungsi
sebagai prinsip dasar dan motivator ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an dan Hadist
Nabi juga merupakan prinsip-prinsip pendidikan Islam. Hal ini untuk
menghindarkan dari persoalan dikotomik ilmu pengetahuan yang muncul
dalam kurikulum termasuk dalam proses belajar mengajar.
Mengakhiri tentang materi dalam paradigma profetik perlu dikemukakan
tentang nilai strategis, membaca. Materi untuk tingkat dasar adalah mengenal
huruf dan membaca teks. Untuk tingkat menengah dapat dikembangkan materi
yang terkait dengan keterampilan atau strategi membaca cepat dan kreativitas
menulis. Selanjutnya di perguruan tinggi dikembangkan materi teknik
memanfaatkan bahasa dan baca tulis untuk berkomunikasi efektif dan lobi.
7. Pendidik Pendidikan Profetik
Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan,
karena ia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah
ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat
komprehensif.
Al-Ghozali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti,
al-mulim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik) dan al- walid
(orang tua). Dalam Islamm orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik.
Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal : Pertama,
karena kodarat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya.
69
Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu oranag yang berkepentingan
terhadap kemajuan perkembangan anaknya (Khoiron Rosyadi, 2004:172).
Proses pembelajaran memposisikan pendidik berperan besar dan strategis.
Karena itu corak dan kualitas pendidikan profetik secara umum dapat diukur
dengan kualitas pendidiknya, sebab dengan pendidik yang memiliki kualifikasi
tinggi diharapkan dapat menciptakan dan mendesain materi yang lebih dinamis
dan konstruktif, mengatasi kelemahan materi dan subjek didiknya diantaranya
dengan menciptakan suasana yang kondusif dan strategi pembelajaran aktif
yang baik. Dengan pendidik yang memiliki kualitas tinggi, kompetensi lulusan
(output) pendidikan dapat dijamin sehingga mereka mampu mengelola potensi
diri, mengembangkan kemandirian untuk menatap masa depan gemilang yang
sehat dan prospektif (Moh.Roqib, 2011:132).
Secara umum, tugas pendidik ialah mengupayakan perkembangan seluruh
potensi subjek didik. Pendidik bukan saja bertugas mentransfer ilmu tetapi ia
juga yang lebih tinggi dari itu adalah mentransfer nilai-nilai ajaran Islam itu
sendiri dengan semangat profetik. Pendidik memiliki kedudukan sangat
terhormat, karena tanggungjawabnya yang berat dan mulia.
Seorang Pendidik membawa amanah Illahiyah untuk mencerdaskan
kehidupan umat dan membawanya taat beribadah dan berakhlak mulia. Karena
tanggung jawabnya yang tinggi ia dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu.
Syarat terpenting pendidik menurut Zakiah Daradjat, adalah kepribadian utama
yang haus dimiliki oleh pendidik tersebut. Kepribadian yang utuh meliputi
tingkah laku maupun tata bahasanya. Sebab, kepribadian pendidik akan mudah
70
diperhatikan dan ditiru oleh peserta didiknya, termasuk budi bahasanya. Oleh
karena itu, pendidik menurut Imam Zarnuji, seharusnya seorang yang „alim,
wara‟ dan lebih tua usia (dan kedewasaanya).
Beberapa syarat kepribadian, secara lengkap yang harus dimiliki oleh
pendidik agar ia bisa menjadi pendidik yang baik adalah: 1) zuhud dan ikhlas,
2) bersih lajir dan batin, 3) pemaaf, sabar, dan mampu mengendalikan diri, 4)
bersifat kebapakan dan keibuan, 5) mengenal peserta didik dengan baik (baik
secara individual maupun kolektif). Pendidik ideal adalah pendidik yang pada
saat bersamaan siap menjadi peserta didik yang baik (Muh.Roqib, 2011:134).
Sesuai dengan kedudukannya sebagai waratsatul ambiya‟ , seorang
pendidik harus yang baik, shaleh, yang merasa bahwa menjadi tanggung
jawabnyalah melatih para muridnya agar menjadi orang-orang Muslim yang
baik, yang akan menjalani kehidupan mereka sesuai dengan etika yang
diajarkan Islam, yang perbuatannya akan dijadikan teladan anak didiknya. Prof
DR. Hadari Nawawi (1983) mengatakan bahwa seorang pendidik harus mampu
mengadakan sentuhan pendidikan dengan subyek (anak) didik dalam setiap
relasinya. Jika antara keduanya tidak terjadi sentuhan pendidikan dalam
kebersamaannya, maka yang terjadi hanyalah pergaulan biasa dan bukan situasi
pendidikan.
Untuk menjadi seorang pendidik yang sukses, seorang guru dianjurkan
untuk mempraktikkan hal-hal berikut (Muhammad jameel, 2005:43):
a. Mengucapkan salam
71
b. Seorang guru tidak diperkenankan meminta muridnya berdiri pada saat ia
masuk kelas
Menunjukkan wajah yang penuh senyum. Sebagaimana seperti yang
diajarkan Rosulullah SAW : “Senyummu di depan saudaramu adalah
sedekah” (HR At-Tirmidzi)
c. Seorang guru dianjurkan untuk memulai pelajaran dengan mengatakan
kalimat pembuka.
d. Seorang guru harus menggunakan kata-kata yang baik pada muridmuridnya.
e. Seorang guru sebisa mungkin menghindari ucapan yang dapat melukai
muridnya
f. Seorang guru hendaknya memperingatkan murudnya yang menyibukkan
diri dengan hal lain yang menggangu jalannya pelajaran.
g. Seorang guru hendaknya mengatur pertanyaan yang diajukan para murid
saat mengikuti pelajaran.
h. Seorang guru hendaknya mempraktikkan etika Islam dengan tujuan untuk
mengajari para siswanya.
i.
Seorang guru hendaknya menjaga kebersihan pakaiannya.
Syarat-syarat menjadi pendidik sukses sebaiknya guru dapat :
1) Menguasai bidang pelajaran yang diasuh
2) Menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan
3) Mampu mengamalkan apa-apa yang diajarkan
4) Berperan sebagai pelanjut perjuangan para nabi
72
5) Memiliki keluhuran akhlak dan tingakt pendidikan dan kecerdasannya
6) Salaing membantu dengan sesama pendidik
7) Mengakui suatu kebenaran sebagai hal yang utama
8) Senantiasa berlaku jujur dalam bertutur
9) Berhias diri dengan sifat sabar dalam setiap hal
Menurut Al-Abrasyi sifat-sifat pendidik dalam Islam sebagai berikut:
a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
keridloaan Allah semata
b. Kebersihan
Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan,
bersih jiwa dan terhindar dari dosa besar.
c. Ikhlas dalam pekerjaan
d. Pemaaf
e. Harus mengetahui tabiat murid
8. Peserta didik Pendidikan Profetik
Peserta didik sebagai komponen pendidikan yang tidak bisa terlepas dari
sistem kependidikan, sehingga ada aliran pendidikan yang menempatkan
peserta didik sebagai pusat segala usaha pendidikan (Khoiron Rosyadi,
2004:192). Peserta didik dalam pendidikan profetik selalu terkait dengan
pandangan wahyu tentang hakikat manusia. Secara substantif manusia
memiliki dua dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniyah). Manusia
sebagai makhluk allah di muka bumi diberi kelebihan-kelebihan dan
keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk lain.
73
Potensi yang dimiliki manusia bersifat kompleks yang pada pokoknya
terdiri dari: ruh (roh), qalb (hati), „aql (akal), dan nafs (jiwa). Potensi-potensi
itu bersifat rohaniyah dan mental-psikis. Di samping itu manusia juga dibekali
potensi fisik-sensual berupa seperangkat panca indera yang berfungsi sebagai
instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungannya. Semua potensi tersebut bersifat mendidik, dapat dan harus
dididik agar berkembang aktual (Moh.Roqib, 2011:134).
Selain itu perkembangan kepribadian peserta didik di samping ditentukan
oleh aspek dasar juga dipengaruhi oleh pengaruh ajar (lingkungan).
Interdependensi antara dasar dan ajar dalam visi profetik, tetap mengakui
eksistensi masing-masing dalam perkembangan kepribadian peserta didik. Di
satu sisi fitrah merupakan konsep dasar lingkungan (pendidikan) dalam
membentuk corak kepribadian peserta didik.
Dalam konteks pendidikan profetik setiap anak memiliki potensi positif
(fitrah) sebagai dasar perkembangan manusia. Allah telah menetapkan fitrah
setiap manusia sejak penciptaannya dan tidak ada perubahan pada fitrah Allah
itu. Setiap manusia yang dilahirkan dalam fitrahnya dan akan lestari dan
berkembang jika diasah dan diasuh oleh lingkungan edukasinya.
Fitrah yang dibawa anak sejak lahir memiliki sifat potensial, memeelukan
upaya-upaya manusia itu sendiri untuk mengembang-tumbuhkannya menjadi
faktual dan aktual. Upaya memberikan prinsip-prinsip nilai amat penting untuk
membimbing dan mengarahkan pertumbuhan potensi manusia. Peserta didik
harus terus mengembangkan potensi fitrahnya tersebut seumur hidup (life long
74
education). Bagi Noeng Muhadjir ilmu itu tetap berproses dan merupakan amal
yang tidak terputus walaupun seseorang sudah meninggal dunia. Sebab dalam
Islam pendidikan bernilai transendental, tidak hanya berproses di dunia tetapi
tetap ada maknanya di akhirat.
Hidup itu belajar. Karena belajar manusia bermakna dalam hidupnya.
Pendidik dalam mengajar terlebih dahulu harus mengenal subjek didik dengan
baik sehingga tidak ada pemaksaan kepadanya. Pelajaran agar menarik peserta
didik harus disesuaikan dengan: a. kebutuhan jasmaniyah, b. kebutuhan sosial,
c. kebutuhan intelektual, dan d. kebutuhan religius. Di samping itu juga
penciptaan lingkungan yang kondusif sangat penting artinya bagi proses
pendidikan sehingga anak dapat pelajar di mana dan kapan saja.
9. Metode Pendidikan Profetik
Metode secara bahasa berearti cara yang telah teratur dan terpikir baikbaik untuk mencapai suatu maksud, atau cara mengajar dan lain sebagainya
dapat juga diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dengan
menggunakan bentuk tertentu seperti ceramah, diskusi, penugasan dan lainnya.
Metode pendidikan Profetik adalah prosedur umum dalam penyampaian materi
untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang
hakikat pendidikan profetik sebagai suprasistem (Moh.Roqib, 2011:138).
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana dalam
menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Metode yang
tepat guna apabila mengandung nilai-nilai yang intrinsik dan ekstriksik sejalan
75
dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk
merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.
Menurut ilmu pendidikan Islam suatu metode yang baik bila memiliki watak
dan relefansi yang senada dengan tujuan pendidikan Islam (H.M Arifin,
2011:144).
Ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang
hendak direalisasikan melalui metode yang mengandung watak dan relevansi
tersebut:
a.
Membentuk anak didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadaNya
semata.
b.
Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk alqur‟an.
c.
Berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai ajaran alqur‟an yang
disebut pahala dan siksaan.
Dalam hubungannya dengan watak dan relevansinya, ketiga aspek tersebut
merupakan dasar timbulnya pola pemikiran model-model proses belajar
mengajar. Penelusuran yang analitis dalam alqur‟an akan menemukan
berbagai corak hubungan guru-murid yang berprinsip sebagai berikut:
1) Pendidikan Islam mengakui kebenaran adanya fitrah sebagai kemampuan
dasar yang dikaruniakan Allah dalam tiap diri manusia.
2) Keyakinan pendidikan Islam tentang potensi fitrah itu mendorong guru
untuk berikhtiar sebaik mungkin dengan pemilihan metode-metode
kependidikan efektif san efisies.
76
3) Pendidikan Islam mendorong guru untuk berikhtiar menghindarkan
pengaruh-pengaruh neatif terhadap perkembangan fitrah melalui programprogram kegiatan kependidikan yang berarah tujuan kepada cita-cita
Islami.
4) Pendidikan Islam mengupayakan harmonisasi, keserasian, dan keselarasan
antara masukan instrumental dengan masukan environmental (pengaruh
lingkungan) dalam proses mancapai tujuan, sehingga produk pendidikan
benar-benar sesuai dengan idealitas Islami.
5) Pendidikan Islam mengusahakan terciptanya model-model proses belajar
mengajar yang bersifat fleksibel terhadap tuntutan kebutuhan hidup anak
didik.
6) Pendidikan Islam, dalam segala ikhtiarnya senantiasa berpegang teguh
pada pola pengembangan hidup manusia yang berorientasi pda potensi
keimanan dan ilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam hidup
pribadi manusia muslim.
Teknik berarti cara atau kepandaian membuat atau melakukan sesuatu,
sedang secara etimologi dapat didefinisikan sebagai cara yang lebih khusus
atau spesifik yang digunakan untuk mengajar (atau menguji) suatu kemahiran
atau aspek dalam wujud aktivitas, strategi atau taktik dan bahan atau alat yang
terkait dengan pendukungnya. Teknik merupakan cara operasional yang
diterapkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran, misalnya pembelajaran
aktif dengan teknik problem solving, demonstrasi dan lainnya.
77
Teknik Pendidikan Profetik adalah langkah-langkah kongkret pada waktu
seorang pendidik melaksanakan pendidikan di kelas. Teknik merupakan
pengejawantahan dari metode. Sedang metode merupakan penjabaran dari
asumsi-asumsi dasar dari pendekatan materi Pendidikan Profetik.
Tujuan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar
berdayaguna dan berhasil dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk
mengamalkan ajaran Islam melalui teknik motivasi yang menggairahkan
belajar peserta didik secara mantap sehingga proses pembelajaran menjadi
efektif dan efisien.
Tugas utama metode pendidikan Profetik adalah mengadakan aplikasi
prinsip-prinsip psikologis dan pedagogis sebagai kegiatan antar hubungan
pendidikan
dan
terealisasinya
melalui
penyampaian
keterangan
dan
pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini
materi serta meningkatkan keterampilan olah pikir dan membuat perubahan
dalam sikap dan minat serta memenuhi nilai dan norma.
Hal-hal yang penting untuk diperhatikan sebagai dasar penggunaan
metode pendidikan Islam adalah dasar agamis, biologis, dan psikologis. Pada
dasarnya tidak ada perbedaan antara metode pendidikan Profetik dengan
pendidikan lain. Pembedanya hanya pada nilai spiritual dan mental yang
menyertai pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekkan. Prinsip
dasar penggunaan metode pendidikan Profetik adalah:
a. Niat dan orientasinya untuk mendekatkan hubungan antara manusia
dengan Allah dan sesama makhluk.
78
b. Keterpaduan (integrative, tauhid)
c. Bertumpu pada kebenaran
d. Kejujuran (sidq dan amanah)
e. Keteladanan pendidik. Ada kesatuan ilmu dan amal.
f. Berdasar pada nilai dan tetap berdasarkan pada al-akhlaq al-karimah,
budi utama.
g. Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak
h. Sesuai dengan kebutuhan peserta didik
i.
Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian.
j.
Proporsional dalam memberikan janji yang menggembirakan dan
ancaman untuk mendidik kedisiplinan.
Pendidika Profetik juga dapat menggunakan metode yang disebut dengan
edutainment plus atau pendidikan yang menyenangkan dengan tanpa
meninggalkan hukuman jika dibutuhkan. Edutainment plus merupakan
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat
dan menikmati proses pembelajaran dalam suasana yang kondusif dengan
proses pembelajaran yang rileks, menyenangkan dan bebas dari tekanan baik
fisik maupun psikis (Khoiron Rosyadi, 2004:143).
Metode yang dipilih dan dilakasanakan oleh pendidik secara transenden
dibarengi dengan rasa tulus ikhlas sehingga peserta didik tergugah semangat
dan gerak edukatifnyadengan rasa senang dan nyaman. Siraman nilai spiritual
yang berdimensi liberasi dan humanis akan memberikan sisi sentuh yang kuat
untuk berbuat demi kemanfaatan mereka dan lingkungannya.
79
10. Media Pendidikan Profetik
Alat-alat pendidikan seringkali disebut dengan peralatan pendidikan yang
terkadang rancu dengan media pendidikan. Alat (device), bisa disebut dengan
istilah hardware atau perangkat keras, digunakan untuk menyampaikan pesan.
Bahan atau software, perangkat lunak di dalamnya terkandung pesan-pesan
yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji atau tanpa alat penyaji.
Kedua-duanya ini, bahan dan alat atau hardware dan software tidak lain adalah
media pendidikan (Moh.Roqib, 2011:146).
Secara definitif media ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan dari si pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa demikian rupa
sehingga proses belajar terjadi. Sumber belajar tidak hanya guru tetapi bisa
juga jenis pesan yaitu ajaran atau informasi yang akan dipelajari atau diterima
oleh siswa/peserta latihan. Pesan-pesan yang dituangkan oleh guru terdapat
dalam simbol-simbol komunikasi verbal (kata-kata lesan atau tertulis) mauoun
non verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol
komunikasi itu disebut encoding. Sedang proses penafsiran simbol-simbol
komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding.
Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat
menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hambatan psikologis, fisik,
kultural dan lingkungan. Dalam pendidikan profetik, secara historis telah
diketahui bahwa alat belajar tulis dan baca telah lama ada pada masa nabi dan
diajarkan dikalangan sahabat dan sudah pula memakai peralatan dan media
80
pendidikan dengan sederhana sesuai dengan zamannya. Pada masa sekarang
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, sudah terasa
sangat mendesak dalam pengajaran perlu menggunakan dan memanfaatkan
kemajuan itu.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information and
communication technology) atau ICT dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
pendidik dalam melakukan proses pendidikan. Tetapi apabila alat pendidikan
diperankan lebih dominan dari guru atau guru telah kalah pengaruh dalam
membentuk kepribadian subjek didik, maka tidak mustahil sifat teknologi yang
statis dan rutin tidak berjiwa dan beradab akan masuk membentuk kepribadian
subjek didik. Semua media dikembangkan guna kemaslahatan, kebaikan dan
kelestarian alam semesta, memanfaatkan media untuk kemaslahatan umat juga
merupakan Ijtihad (Moh.Roqib, 2011:148-149).
11. Evaluasi Pendidikan Profetik
Dalam proses pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang
hendak dicapai dalam program dan proses dalam produk kependidikan Islam
atau output kependidikan Islam. Dengan memperhatikan kekhususan tugas
pendidikan Islam yang meletakkan faktor pengembangan fitrah anak didik,
nilai-nilai Agama dijadikan landasan kepribadian anak didik yang dibentuk
melalui proses itu maka idealitas Islam yang telah terbentuk dan menjiwai
pribadi anak didik tidak dapat diketahui oleh pendidik muslim, tanpa melalui
proses evaluasi (H.M Arifin, 2011:162).
81
Evaluasi pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap
tingkah laku anak didik berdasarkan perhitungan yang bersifat komprehensif
dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-psikologis.
Sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besar meliputi empat
kemampuan dasar anak didik yaitu :
a. Sikap dan pengalaman pribadinya, hubungannya dengan Tuhan;
b. Sikap dan pengalaman dirinya, hubunganya dengan masyarakat;
c. Sikap dan pengalaman kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar;
d. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan
selaku anggota masyarakat, serta selaku Kholifah di muka bumi.
Evaluasi diperlukan untuk mengukur proses dan hasil pendidikan. Dari
aspek proses, apakah prosesnya sesuai dengan konsep pendidikan profetik yang
meliputi apresiasi terhadap tujuan, muatan materi, perilaku dan kualitas
pendidik, pandangan dan perlakuan terhadap peserta didik, penggunaan metode
dan media pembelajaran.
Dari sisi hasil, sandar keberhasilan pendidikan terletak pada pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok, menengah dan akhir. Tujuan
jangka pendek berupa kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan tujuan
jangka panjang yaitu kebahagiaan di akhirat. Kedua tujuan tersebut dapat
dilihat dari penguasaan keterampilan dan akhlak yang mulia. Tolak ukur yang
mudah diketahui adalah perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku keseharian ini disebut dengan akhlak. Misi kenabian adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Evaluasi pendidikan profetik selain
82
mengukur dan menilai tentang kualitas pemahaman, penguasaan, kecerdasan
dan keterampilan, juga mengukur dan menilai nilai moral dan akhlak peserta
didik. Akhlak yang berdimensi Tauhid, hubungan kepada Allah (hablu min
Allah), hubungan terhadap sesama manusia (hablun min an-nas), dan
hubungan dengan alam untuk memberikan rahmat bagi alam semesta
(rahmatan li al-„alamin) sebagai pemakmur bumi (khalifah fi al-ard). Menjaga
hubungan kepada Tuhan dengan taat beribadah sekaligus menghormati orang
lain beribadah sesuai dengan agamanya merupaka akhlak profetik (Moh.Roqib,
2011:150).
Proses dan hasil yang beragam menuntut bentuk evaluasi yang berbeda
baik dengan menggunakan tes maupun non tes. Akhlak selain bisa dievaluasi
melalui tes juga non tes seperti dari catatan harian yang memuat ibadah,
pergaulan peserta didik dalam keluarga, dengan tetangga dan masyarakat, juga
aktivitas lain yang positif untuk kemaslahatan umum dan kemanusiaan.
C. KONTEKSTUALISASI PENDIDIKAN PROFETIK
1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoir Ummah)
Pemikiran pendidikan dalam paradigma profetik dengan ketiga pilar yang
telah
disebutkan
sebelumnya,
diharapkan
bisa
diartikulasikan
dan
aktualisasikan dalam praktik pengembangan Pendidikan Islam. Untuk
memberikan gambaran akan praktik yang diharapkan diperlukan desain
terlebih dahulu tentang model “komunitas ideal” yang dalam bahasa Al-Qur‟an
disebut “khoiru al-ummah”.
83
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa pendidikan profetik dengan dasar
tradisi atau sunnah baik dengan pilar transendensi, humanisasi dan liberalisasi
secara otomatis membangun peserta didik, anggota masyarakat secara kolektif
bukan hanya sebagai individu-individu. Tentang khoir al-ummah disebutkan
dalam al-Qur‟an surat Ali Imron ayat 110 dan ayat ini menjadi rujukan untuk
pendidikan profetik.
.
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah.” Q.S. Ali Imron (3) : 110
Khoir al-Ummah juga berarti kelompok atau komunitas terbaik dan
manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. Umat secara umum menunjuk
pada semua mahkluk, sedang kata umat ideal adalah komunitas sosial yang
dinamis yang bergerak sesuai dengan orientasi dan visi yang jelas di bawah
kepemimpinan yang bijaksana. Kata Khoir al-Ummah yang diikuti tiga kata
dibelangkangnya yaitu amar ma‟ruf (humanisasi), nahi mungkar (liberasi) dan
iman kepada Allah (transendgvbensi). Jika dikaitkan dengan hal tersebut maka
pendidikan profetik harus dibangun berdasarkan empat syarat dan tiga pilar.
Yaitu komunitas, visi, gerak dinamis dan kepemimpinan (Muh. Roqib,
2011:155).
2. Pendidikan Profetik untuk pengembangan kebudayaan
84
Desain
dari
pendidikan
profetik
ini
juga
memanfaatkan
dasar
pengembangan kebudayaan yang digerakkan melalui penguatan pada aspekaspek subjektif atau objektif budaya. Penguatan dapat dilakukan dengan
memberikan stimulasi. Setelah lebih jelas tentang format dan desain
pendidikan profetik dengan empat syarat dasar dan pilarnya serta aksi yang
didasarkan pada pemanfaatan tradisi dan budaya yang dikembangkan
diharapkan konsep pendidikan ini mampu mengilhami perkembangan pola
pendidikan baru sebagai alternatif.
3. Paradigma Pendidikan Profetik dalam model pendidikan
Diantara beberapa model pendidikan yang memiliki potensi kuat untuk
dikembangkan dengan paradigma pendidikan profetik ini adalah :
a. Pendidikan Sosial-kebudayaan: Homeschooling
Khair al-ummah, komunitas ideal tidak akan terwujud tanpa
pemerataan pendidikan. Sebagaimana yang banyak disebutkan, pernyataan
“orang miskin dilarang sekolah” atau “orang miskin dilarang sakit”
merupakan identitas sosial yang harus segera digeser dan dirubah dengan
pendidikan profetik. Pendidikan profetik dalam artian ini adalah
pendidikan kerakyatan.
Agar program ini faktual dan aktual maka program pendidikan
yang dilakukan harus memanfaatkan potensi lokal. Jika mendasarkan
pemikiran pada pencarian potensi lokal yang bisa dimanfaatkan dalam
pengembangan pendidikan profetik, homeschooling menjadi alternatif
jawabannya. Persekolahan di rumah merupakan model pendidikan tertua
85
di nusantara. Fokus dalam pendidikan sebaiknya difokuskan pada
pengembangan potensi dasar
yang
memungkinkan anak
mampu
mengembangkannya secara mandiri lebih baik dan manusiawi. Fokus itu
terutama adalah kemampuan bahasa, metode perfikir, dan pembentukan
kepribadian.
Jika fokus ini yang menjadi orientasi dasar pendidikan maka setiap
lembaga atau komunitas terkecil kependidikan bisa berkompetensi secara
terbuka. Pada wilayah kebijakan seperti ini homeschooling memiliki posisi
yang setara dengan pendidikan lain. Persekolahan di rumah merupakan
pendidikan alternatif yang ditawarkan setelah mencerna bahwa pendidikan
saat ini diakui kurang efektif dan efisien.
Homeschooling
adalah
sebuah
sekolah
alternatif
yang
menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara
at home. Dengan pendekatan ini, anak akan merasa nyaman, bisa belajar
sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing kapan dan di mana saja.
Pengembangan persekolahan di rumah ini bisa menunjang pelaksanaan
konsep pendidikan seumur hidup, life long education. Pendidikan dari
masa
kanak-kanak
sampai
masa
tua.
Terlepas
dari pendidikan
persekolahan tersebut, pendidikan dalam keluarga memiliki fungsi
strategis untuk pengembangan potensial secara utuh.
Homeschooling yang didesain dalam perspektif pendidikan
profetik di antaranya harus memperhatikan tentang :
86
1) Tujuan pendidikan yang dikembangkan hendaknya menyiapkan
peserta didik agar memiliki kemandirian dan potensi kreatif dalam
hidupnya;
2) Memperhatikan potensi dan bakat anak
3) Pemikiran filosofis yang disampaikan kepada anak berparadigma
profetik yang bertumpu pada gerak dan tindakan;
4) Orang tua yang berfungsi sebagai guru harus memberikan penekanan
terhadap pemahaman keagamaan yang integratif dan komprehensif
5) Budaya, tradisi, dan gaya hidup dalam keluarga dikondisikan agar
anak sebagai peserta didik.
b. Pendidikan Profetik : Inklusif-multikultural
Pendidikan multikultural dapat dikembangkan dengan pemanfaatan
potensi seni dan budaya lokal. Islam harus dihayati sampai kepada makna
dan ruhnya. Penghayatan sampai makna seperti ini menuntu sebuah
perombakan kurikulum dalam pendidikan. Sebab, pendidikan yang berhasi
mencapai tujuan diantaranya adalah menghasilkan lulusan yang mampu
menghargai keberbadaan dan keragaman kultur (multikultural).
Pendidikan
multikultural
dikembangkan
untuk
menjawab
kegelisahan terhadap pemahaman mengenai pluralitas yang sempit.
Kaitanya dengan soal pluralisme, penting untuk digaris bawahi bahwa
multikuturalisme itu berbeda dengan pluralisme. Pluralisme hanya sebuah
pengakuan terhadap keberagaman tentang kemajemukan atau kebhinekaan.
Sonia Neito mengartikan pendidikan multikulturalisme lebih praktis dalam
87
karyanya Language, Culture dan Teaching (2002). Ia mendefinisikan
pendidikan multikulturalisme sebagai proses pendidikan yang menentang
bentuk diskriminasi di sekolah dan masyarakat bisa diterapkan oleh
peserta didik, komunitas mereka dan para pendidik. Pendidikan
multikultural di indonesia, menurut Anita Lie, menghadapi tiga tantangan
yaitu pertama fenomena homogenisasi dunia pendidikan akibat tarik ulur
keunggulan dan keterjangkauan. Yang kedua, kurikulum. Ketiga,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran multikultural (Muh.
Roqib, 2011:174).
Fokus dari pendidikan multikultural adalah pada kecerdasan siswa
yang menguasai ilmu dan menyelesaikan masalah, tetapi dengan dasar
moral yang menghargai diri sendiri dan orang lain dari berbagai latar
belakang yang berbeda. Pendidikan multikulturalisme dalam paradigma
profetik menempatkan dasar transendensi, humanisasi dan liberasi untuk
menjadi pilar yang mencerminkan adanya kebersatuan dan kesamaan
secara teologis di hadapan Tuhan, saling menghargai sebagai sesama
manusia dan saling membangun kebersamaan dalam menegakkan keadilan
melawan diskriminasi dalam bentuk apapun.
c. Pendidikan Profetik : Integratif-interkonektif
Kebutuhan hidup manusia amat banyak dan beragam. Pengetahuan
saja tidak cukup untuk membuat hidup manusia menjadi tentram dan
bahagia. Pemahaman akan hukum alam, sosial dan teologis memerlukan
paket materi pelajaran yang holistik dan komprehensif. Ika Dewi Ana
88
dengan mengutip berbagai sumber mengungkapkan tentang krisis kearifan
dalam pendidikan diantaranya karena perlakuan lembaga pendidikan tidak
tepat terhadap ilmu pengetahuan (Muh. Roqib, 2011:179).
Pendidikan intregratif merupakan bagian dari aplikasi pendidikan
profetik, dalam artian pendidikan profetik tidak akan berjalan tanpa
membangun pendidikan yang integratif. Integratif dalam teori, desain,
sistem, pelaksanaan dan integratif dalam kelembagaan. Integratif dalam
arti
jejaring
antar
lembaga
adalah
berwujud
kerjasama
untuk
melaksanakan program bersama untuk menyiapkan media pendidikan dan
pelayanan prima tanpa pembebanan pada peserta didik secara sosial dan
ekonomi. Dari aspek kelembagaan, konsep pendidikan profetik adalah
mengintegrasikan ilmu (kurikulum), kebijakan dan kelembagaannya.
d. Pendidikan Profetik : berdasarkan Filsafat Gerak-Kreatif
Filsafat profetik dalam rangka pemikiran Iqbal didasari oleh filsafat
gerak. Tuhan mewajibkan hambanya untuk beribadah berarti ada
keniscayaan baginya untuk bergerak dinamis sebagaimana hukum alam
yang selalu bergerak sesuai kehendak-Nya. Dalam sifat Nabi ada sifat
fatanah, kecerdasan; yaitu gerak kreatif yang dimiliki oleh seseorang
untuk merespon secara proaktif kondisi alam dan manusia untuk mengatasi
berbagai problem dan untuk meningkatkan peradaban umat manusia.
Kreativitas ini adalah kelanjutan dari keimanan dan peribadatan
kepada Allah yang selanjutnya adalah melakukan upaya agar kebutuhan
primer seperti makan dan keamanan bisa dipenuhi dan kemudian
89
ditingkatkan menjadi kesejahteraan dan ketenangan hidup. Menurut Noeng
Muhadjir, kreativitas bagi manusia berfungsi sebagai unsur pembeda dari
makhluk lainya dan merupakan fungsi pendidikan yaitu menumbuhkan
kreativitas, meyiapkan tenaga produktif, pelestarian dan pengembangan
nilai. Terkait dengan ini, Noeng merincinya menjadi lima, yaitu kreativitas
rasional, kreativitas rekayasa, kreativitas estetik, kreativitas moral dan
kreativitas sosial. Daya gerak dan perbaikan nilai kemanusiaan tidak akan
tercapai
tanpa
pengembangan
kreativitas.
Pendidikan
progresif
menyediakan ruang kreativitas yang menyenangkan dan humanis.
Kreativitas dalam konteks profetik menjadi bagian dari aktualisasi amal
Shalih (Muh. Roqib, 2011:184).
e. Pendidikan Pofetik: Menyenangkan-mendisiplinkan (Edutainment
Plus)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tradisi pendidikan
profetik harus melibatkan metode yang positif dan sesuai dengan kondisi
peserta didik. Bagaimana pendidikan dapar memberikan peluang bagi
peserta didik untuk “gandrung ilmu” dan terus mengulang proses
pencarian ilmu karena metode yang dilakukan oleh pendidik begitu
menarik dan menyenangkan (Moh.Roqib , 2011:186).
Pendidikan profetik yang menyenangkan adalah pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati
proses pembelajaran dalam suasana yang kondusif dengan pembelajaran
yang menyenangkan dan tidak memberikan tekanan fisik maupun psikis.
90
Sisi manfaat penggunaan desain pembelajaran yang berprespektif
edutainment Plus adalah :
1) Membuat peserta didik gembira dan membuat belajar menjadi terasa
lebih mudah.
2) Mendesai pembelajaran dengan selipan humor dan permainan edukatif
untuk memperkuat pemahaman materi.
3) Komunikasi menjadi efektif dan penuh dengan keakraban.
4) Penyampaian
materi
pelajaran
pada
yang
dibutuhkan
dan
bermanfaatkan.
5) Penyampaian materi sesuai dengan kemampuan peserta didik.
6) Memberikan Reward dan hadiah sebagai motivasi untuk peserta didik.
7) Pemberian sanksi atau hukuman secara edukatif dan proporsional jika
diperlukan untuk memantapkan kedisiplinan peserta didik.
Penerapan edutainment puls dalam perspektif profetik, sekali lagi
tetap tidak meninggalkan sama sekali terhadap hukuman jika diperlukan
untuk mendisiplinkan peserta didik.
D. PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Penerapan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam menjadikan
nilai plus tersendiri pada proses pendidikan Islam. Dengan adanya pemahaman
yang benr terhadap Islam maka akan menghasilkan paradigma Islam yang
integralistik atau menyeluruh. Pendidikan agama Islam yang berparadigma
profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu metodologi
integralisasi dan objektifikasi (Kuntowijoyo, 2007:49). Berangkat dari nilai-
91
nilai yang sama dan dari sumber yang sama. Integrasi terhadap terhadap Islam
dan ilmu akan semakin memperkuat keduanya. Islam adalah ilmu dan ilmu
merupakan keharusan di dalam Islam. Melalui pengintegrasian Islam dan ilmu
diharapkan adanya penyatuan antara wahyu tuhan dan pikiran manusia.
Terdapat beberapa model dan paradigma pendidikan di Indonesia,
diantaranya
adalah
model
pendidikan
tradisional
dengan
paradigma
“Islam”nya dan pendidikan modern dengan paradigma sekulernya. Tentu saja
masing-masing model pendidikan tersebut, dengan paradigmanya masingmasing, memiliki muatan kurikulum dan orientasi yang juga berbeda.
Referensi yang digunakan serta sikap yang dihasilkannya pun berbeda. Model
pendidikan tradisional cenderung meletakkan agama dan akhirat sebagai
kurikulum dan orientasinya. Pendidikan modern lebih kepada ilmu-ilmu umum
dan keduniawian sebagai muatan kurikulum dan orientasinya. Eksklusif lebih
menjadi sikap pilihan model pendidikan tradisional, jika dibandingkan liberal
yang menjadi sikap pendidikan modern. Melalui pendidikan Islam profetik,
masing-masing perbedaan yang terkesan berseberangan tersebut coba untuk
diintegrasikan sehingga menghasilkan model pendidikan yang berparadigma
integralistik serta lebih mengacu kepada wahyu Tuhan dan akal manusia
sebagai referensinya (Kuntowijoyo, 2007:55). Dengan demikian orientasinya
tentu saja mengarah tidak hanya yang bersifat duniawi, namun juga ukhrawi.
Kurikulum yang dibangun adalah kurikulum ilmu-ilmu agama dan umum,
sehingga melahirkan sikap inklusif (Kuntowijoyo, 2007:58).
92
Dalam upaya menciptakan masyarakat utama, pendidikan menjadi salah
satu pilar utama di dalamnya.
Selain pendidikan yang merupakan integrasi
antara Islam dan ilmu, sehingga melahirkan pendidikan yang bermutu, maka ia
juga harus diinternalisasikan sekaligus diobjektifikasikan. Kaitan antara
objektifikasi dan internalisasi adalah bahwa objektifikasi harus berangkat dari
internalisasi yang diinternalisasikan adalah nilai, yaitu nilai-nilai Islam
(Kuntowijoyo, 2007:61).
Pendidikan Islam profetik mensyaratkan adanya objektifikasi, bukan
sekularisasi. Objektifikasi menghendaki terhindarnya masyarakat dari dominasi.
Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam profetik, objektifikasi menghendaki
juga ketiadaan dominasi Islam terhadap masyarakat. Melalui objektifikasi ini,
masyarakat dari kelas manapun, agama apapun, kelompok manapun, akan
dapat menerima konsep, sistem dan mekanisme serta kurikulum pendidikan
Islam profetik yang dijalankan sebagai hal yang “wajar”. Hasil-hasil yang
dilahirkan
selama
proses
di
dalam
pendidikan,
yaitu
penggalian,
pengakumulasian, koleksi, serta transformasi akan pengetahuan, dianggap
sebagai aktualisasi terhadap nilai-nilai agama (ilmu agama) sekaligus nilai-nilai
dunia (ilmu dunia) secara wajar. Objektifikasi adalah perbuatan dalam
merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perbuatan yang juga
bersifat rasional, sehingga orang lain pun dapat menikmatinya tanpa harus
menyetujui nilai-nilai asalnya (Kuntowijoyo, 2007:63). Dalam konteks
pendidikan dapat dicontohkan melalui misalnya, di dalam Islam, orang yang
malas mencari ilmu adalah orang yang tidak disukai oleh Tuhan, orang yang
93
membiarkan orang lain tetap berada di bawah penindasan orang lain adalah
musuh Tuhan, maka hal itu dapat diobjektifikasikan melalui model dan
kurikulum pendidikan yang mengarahkan orang kepada perolehan ilmu
pengetahuan. Ilmu yang dimiliki itu dapat menjadi alat baginya untuk melawan
penindasan yang selama ini terjadi kepadanya. Pendidikan yang membebaskan
tersebut adalah objektifikasi dari ajaran Islam yang terkandung dalam AlQur‟an Surat Ali-Imran, ayat 110.
Letak perbedaan antara pendidikan profetik dan pendidikan Islam selama
ini adalah pada objektifikasinya. Pendidikan Islam yang ada selama ini lebih
kepada Islamisasi atau doktrinisasi, tetapi pendidikan Islam profetik lebih
kepada objektifikasinya atau mengenai keadaan yang sebenarnya. Dalam
pendidikan Islam profetik misalnya, ajaran tentang menyantuni orang miskin
dan anak yatim tidak hanya berlaku bagi orang Islam saja, namun juga orang di
luar Islam. Orang Islam dapat mempelajari itu, orang di luar Islam pun sama.
Wujud akhir yang nyata dari aktualisasi atau pelaksanaan terhadap nilai-nilai
Islam harus bisa dianggap wajar dan diterima oleh umum, demikian halnya
dengan pendidikan Islam. Jika pendidikan Islam, dalam bentuk akhir dari
aktualisasinya dapat juga diterima oleh masyarakat secara keseluruhan, itulah
pendidikan yang dibutuhkan, pendidikan Islam profetik.
Tujuan Pendidikan Agama Islam dan pendidikan Profetik tidak jauh beda
yaitu bersumber pada nilai-nilai al-Qur‟an dan as-Sunnah. Di dalam pendidikan
profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu metodologi
integralisasi dan objektifikasi. Pendidikan agama Islam yang ada selama ini
94
lebih kepada Islamisasi atau doktrinasi, sedangkan profetik lebih pada
objektifikasinya. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang sebenarnnya.
Pendidikan profetik berbicara mengenai Idealita, Realita dan Metode dalam
pendidikan. Pendidikan profetik mencoba melakukan format pendidikan yang
bisa menggeser paradigma pendidikan yang kompetitif menjadi spirit
bersinergi contohnya saling melengkapi akan kebutuhan hidup masing-masing.
Berbicara mengenai profetik adalah berbicara mengenai manusia, tokoh, idola,
dan panutan. Tapi tidak sekedar itu, berbicara model yang menjadi panutan
untuk diikuti bukan karena kelebihan yang dimiliki model itu dan kemudian
melahirkan “kebanggaan pasif” bagi yang mengetahuinya. Makna profetik
lebih dari pada penilalian total akan setiap perbuatan dan tingkah laku yang
dilakukannya. Pendidikan yang dikembangkan oleh Nabi dilakukan secara
menyeluruh, terhadap semua aspek kehidupan manusia. tugas nabi yang
mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional, akhlak
dan amal sholeh atau bekerja secara profesional. Sebagai pendidikan yang
bersifat utuh dan komprehensif, maka pendidikan profetik dilakukan secara
utuh pula, yaitu selain mengembangkan nalar juga mengembangkan potensi
hati dengan cara banyak berdzikir, atau ingat Allah, melakukan kegiatan ritual,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Yollanda Vusvita Sari dalam kajian Education Center BEM UNY 2010
menulis bahwa pendidikan profetik tidak meniadakan akan suatu perbedaan.
Namun, yang dipermasalahkan adalah paham yang mengakui kebebasan dalam
berpendapat tanpa ada batas. Konsep pendidikan profetik dalam pendidikan
95
agama Islam mengiyakan perbedaan akan tetapi harus ada keyakinan atau nilai
universal yang disepakati bersama. Berbicara profetik adalah berbicara
orangnya (person) sedangkan ketika nilai ini menjadi kolektivitas sosial maka
akan menjadi masyarakat madani (Ummat). Pada dasarnya, tidak ada
perbedaan antara metode pendidikan profetik dengan pendidikan agama Islam.
Pembedannya hanya pada nilai spiritual dan mental yang menyertai pada saat
metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekan. Metode yang dipilih dan
dilaksanakan oleh pendidik secara transenden dibarengi dengan rasa tulus
ikhlas dan cinta kasih sehingga peserta didik tergugah semangat dan gerak
edukatifnya. Dalam media pendidikan profetik dan pendidikan agama Islam
yang digunakan masih sama secara penggunaan dan pemanfaatannya. Yang
mana media ataupun alat yang diperankan jangan sampai lebih dominan dari
guru, karena tidak mustahil sifat media pendidikan dan perkembangan
teknologi yang statis dan tidak berjiwa dan beradab akan masuk membentuk
kepribadian subjek didik. Pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam
bisa dilakukan dengan mendekatkan peserta didik pada tiga hal penting, yaitu
Pendekatan pada kitab suci, tempat ibadah dan para ulama‟nya.
Dalam konsep pendidikan profetik evaluasi tidak hanya untuk mengetahui
dan mengukur pemahaman maupun penguasaan peserta didik terhadap materi
pelajaran tetapi juga terhadap tujuan, muatan materi, kualitas pendidik dan
menilai serta mengukur moral dan akhlak dari peserta didik itu sendiri.
Evaluasi yang dilakukan tidak hanya dimonitoring oleh pendidik tetapi seluruh
tenaga kependidikan serta orang tua siswa yang bersama-sama mengevaluasi
96
perkembangan peserta didik. Dalam mengimplementasikan pendidikan profetik
dalam pendidikan agama Islam di sekolah adalah mengubah mindset bagi
semua pihak. Tidak hanya guru pendidikan agama Islam atau guru agama saja,
kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya juga berperan yaitu
sebagai Uswatun Hasanah tatkala sedang dimana saja. Selain itu perlu
membenahi Niat. Dalam pendidikan profetik, niat memiliki posisi yang
strategis. Sekalipun, misalnya delapan standar pendidikan telah dipenuhi oleh
lembaga pendidikan, manakala niat para pelaku pendidikan tidak benar, maka
hasil pendidikan juga tidak akan maksimal. Bahkan hasil pendidikan,
sebenarnya lebih banyak tergantung pada niat itu. Oleh karena itu, ada dua hal
yang harus diperbaharui, yaitu mindset atau cara pandang tentang pendidikan
dan niat sebagai dasar dalam menunaikan tugas-tugasnya sebagai pelaku
tenaga kependidikan. Pendidikan harus dikembalikan pada watak aslinya, yaitu
untuk mengantarkan peserta didik menjadi anak bangsa yang meraih derajat
unggul dalam aspek intelektual, spiritual, jiwa dan raganya, serta akhlaknya.
Dengan demikian mengimplementasikan pendidikan profetik dalam
pendidikan agama Islam bukan hanya terletak pada tanggung jawab guru
agama atau guru budi pekerti, melainkan meupakan tanggung jawab semua
pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.
97
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Salatiga
Dari hasil penelitian yang dilakukan olehg peneliti, diperoleh data serta
dokumen-dokumen dari tata usaha SMP Negeri 4 Salatiga disebutkan bahwa
SMP Negeri 4 salatiga adalah lembaga pendidikan yang didirikan di kota
salatiga pada tahun 1979.
Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga, pada awal pendiriannya memiliki 2
lokal gedung terpisah. Satu gedung berada di Jl. Veteran, sedang satunya
lagi berada di Jl. Sumardi. Adanya gedung yang terpisah membuat kegiatan
belajar mengajar tidak efektif. Kemudian pada tahun 2007 karena telah
habisnya hak guna bangunan tanah milik pemerintah kota salatiga di
samping SMP Negeri 4 salatiga, maka tanah tersebut kemudian dihibahkan
kepada SMP Negeri 4 salatiga yang saat ini telah berdiri bangunan baru.
Maka dari itulah pada bulan November 2007 SMPN 4 salatiga baru
melokalisasikan sekolah menjadi satu tempat yakni di jl. Patimura 47
Salatiga Telp. (0298) 32678.
2. Letak Geografis
a. Alamat sekolah
SMPN 4 salatiga beralamat di Jl. Patimura 47 Salatiga, telepon/fax
(0298) 326785.
b. Luas tanah
98
Luas tanah yang dimiliki SMPN 4 salatiga adalah sebesar 3883m² dan
tealah bersertifikat IMB
3. Visi dan Misi SMPN 4 Salatiga
a. Visi
Unggul Prestasi, santun berbudi, tangguh berkompetisi, Sadar
bertaqwa.
1) Terlaksananya proses pembelajaran yang berkualitas (efektif, efisien
dan inovatif sesuai kurikulum mutakhir)
2) Terwujudnya keseimbangan Prestasi Akademik dan Iman Taqwa
3) Terwujudnya profile sekolah sebagai SMP favorit
4) Terwujudnya penataan sarana prasarana sekolah kondusif dan asri
5) Terlaksananya program program SCS ( Study Club In School ) siswa
dan guru
6) Terlaksananya program life skill lewat berbagai kegiatan wira usaha
7) Terbentuknya pribadi-pribadi siswa yang santun, etis dan berbudi
luhur.
8) Terlaksananya program apresiasi bakat dan potensi siswa.
9) Terlaksananya
program
keorganisasian,
kepemimpinan,
dan
perkaderan siswa
b. Misi
1) Meningkatkan disiplin belajar mengajar dan etos kerja
2) Menerapkan model pembelajaran intensif meliputi pembelajaran
interaktif, aplikasi dan akselerasi.
99
3) Mengaktulaisasikan semangat belajar mengajar dengan pendapatan
iman dan taqwa
4) Membudayakan sikap sportifitas dalam berkompetensi meraih prestasi.
5) Melaksanakan program penataan sarana prasarana sesuai dengan site
plan jangka pendek, menengah dan jangka panjang
6) Membiasakan percakapan bahasa inggris bagi seluruh warga sekolah
lewat kegiatan ekstrakurikuler.
7) Mempraktikan berbagai kegiatan dan peluang wira usaha bagi siswa.
8) Membudayakan santun dalam bicara, cipta, rasa dan karsa
9) Menyalurkan bakat dan potensi dengan barbagai kegiatan apresiasi
dan kompetisi
10) Menginsentifkan kegiatan organisasi, kepemimpinan dan kader siswa.
c. Slogan
HEBAT
Harmoni – Etika – Bestari – Aktif – Taqwa
4. Struktur Organisasi Sekolah SMPN 4 Salatiga
SMPN 4 salatiga sebuah lembaga pendidikan, juga memiliki struktur
organisasi sebagai sistem penggerak dalam rangka mewujudkan visi dan
misi SMPN 4 Salatiga. Di bawah ini adalah struktur organisasi SMPN 4
Salatiga :
100
Tabel 3.1
Struktur personalia SMP N 4 Salatiga
Tahun Ajaran 2015/2016
NO
NAMA
JABATAN
1.
Drs.H.M. Munadzir, M.Si
Kepala Sekolah
2.
Isty Roostikawati, Amd,Pd
Wakil Kepala Sekolah I
3.
Abdul Rahman Yusuf
Wakil Kepala Sekolah II
4.
Muslimah, S.Pd
Bendahara Rutin
5.
Subiyati, Amd.Pd
Bendahara Taktis dan PMM
6.
SR.Apto Riani,S.Pd
Urusan Kurikulum
7.
Dwi Hartati,S Si, M.Pd
Urusan Kesiswaan
8.
Tony Adriyanto,S.Pd
Urusan Humas
9.
M. Budi Wibowo,S.Pd
Urusan Sapra/Perencanaan Sekolah
10
Saliyo,S.Pd
Urusan Bimbingan dan Konseling
11
Nurchani,S.Pd
Urusan tim simpati Guru
12
Bawonowati
Urusan Stabilitas 8 Standar
13
Patmawati Ilyas,S.Pd
Koord. Perpustakaan
14
Yasinta D.H, S.Pd
Laboratorium Bahasa
15
Rini Kusumadewi,S.Pd
Laboratorium IPA
16
M. Solehfudin,S.Kom
Laboratorium Komputer
17
Dwi Setyawati
Laboratorium ICT
18
Sri Mardiyastuti,S.Pd
Koperasi Sekolah
19
Sumiyati
Koord. TU/Umum
20
Salimin
Office Boy/bel/telepon/tamu
21
Dian Aprilia, A.Md
Kepegawaian/inventaris/Kesekretariatan
22
Eka Sulistyawati
Agenda/pemungut/umum
23
Agus Widodo
Urusan Rumah Tangga/Sapras/Umum
24
Sutrisno
Satpam/umum
101
Tabel 3.2
Struktur Organisasi SMP N 4 Salatiga
Tahun Ajaran 2015/2016
KEPALA SEKOLAH
KOMITE SEKOLAH
Drs.H.M. Munadzir, M.SI
NIP.19611022.198903.1.005
Mayor Purn.Ashuri
KA. TATA USAHA
SUMIYATI
WAKIL KEPALA
SEKOLAH
1. Abdul Rahman Yusuf
2. SR. Sapto Riani
KURIKULUM
1. Dwi Hartati.M.Pd
2. Wiwik Ambar,S.Pd
3. Dwi Setyowati, S.Pd
4. Eny Sudaryanti
5. Ira Kusuma, S.Pd
6. Rosmawati Y A, S.Pd
1
2
3
4
1
2
3
4
Isty Roostikawati, A.Md, Pd
Didik Widiatmoko, SPd
Dwi Partatmoko
Agus Prihananto ,SPd
WALI KELAS
KELAS 7
1
2
3
4
5
6
KELAS 8
7
8
9
10
11
12
13
KELAS 9
14
15
16
17
18
19
SARPRAS
KESISWAAN
Rini Kusuma D, S.Pd
Tony Adriyanto, S.Pd
Markuwati,S.Pd
Yenny Deswita, S.Pd
Nurchani,S.Pd
Agus Prihananto ,SPd
Dwi Hartati, S.Si, M.Pd
Sri Mardyastuti, S.Pd
Nur Rozi,S.Pd
Anisa Fathonah, S.Pd
Muji Lestari, S.Pd
Sutinah,S.Pd
Didik Widiyatmoko, S.Pd
Isty Roostikawati,A.Md, Pd
Wiwik Ambar W, S.Pd
Drs.SB Hariyanto
Ira Kusumawardani, S.Si
Dewi Indah, S.Pd
Satiman, S.Pd
HUMAS
1
2
3
4
LABORAN
BP/BK
1
2
3
4
M.Budi Wibowo,S.Pd
Nur Rozi,S.Pd
Satiman, S.Pd
Drs. Agus Triyanta
1. Rini Kusuma W, S.Pd
2. Anisa Fathonah
Drs. SB Hariyanto
Dyah Respati, TAP, S.Pd
Istrini, SPd
Sutinah,S.Pd
PERPUSTAKAAN
1 Wiji Peni Tri Hastuti, S.Pd
2 Sri Iriyanti
MY.Wardhani, BA
M.Budi Wibowo,S.Pd
Saliyo, BA
Dra. Endang Susanti
TATA USAHA
GURU
1 Drs.H.M Munadzir, M.Si
2 Drs. SB Hariyanto
24 Dwi Setyawati, SH
25 Muslimin, SPd
3 Yasinta DH, SPd
26 Drs.Agus Triyanta
4 Istrini, SPd
27 Tony Adriyanto
28 Didik Widyatmoko, SPd
7 A. Rahman Yusuf
29 Sutinah, SPd
30 Eny Sudaryanti, SPd
8 Sri Mardyastuti,SPd
31 Muji Lestari, SPd
9 Dewi Indah,S.Pd
32 Supeni Sri L, S.Pd
10 Wiwik Ambar W,S.Pd
33 Rosmawati Y.A, S.Pd
11 Subiyati
34 Markuwati, SPd
12 Nur Rozi, SPd
35 Pamuji Wiyana, S.S
13 Yeny Deswita,S.Pd
36 Wiji Peni
14 Indah Wahyuningsih
37 Satiman, SPd
Sumiyati
Idayati Hartini
Saimin
Agus widodo
Sri Iriyanti
Rejo
Eka Sulistyawati
Murniati
Rubiyanto
Nuzul Lusy
Anggraeni
11. Tri Budi Setyawan
12. Sutrisno
15 Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd
38 Krisminiatun
13. Agus Riyadi
16 Isty Roostikawati,A.Md.Pd
39 Bawonowati
17 Ira Kusumawardhani, S.Si
40 Dwi Partatmoko
18 Anisa Fatonah, S.Pd
41 Endang Retno H
19 Agus Prihananto ,SPd
42 Ika Nurratri,S.Pd
20 Rini Kusuma D, S.Pd
43 Yusuf Haryadi, S.Pd
21 SR Sapto Riani, S.Pd
44 Siswanta, S.Ag
22 Dyah Respati TAP, SPd
45 Debora Wahjuni,S.Th
23 Endang Wahyuningsih,SPd
45 Imam Muthohar
5 Nurchani,SPd
6 Muslimah, SPd
46 Imam Sujarwo
102
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa SMPN 4 Salatiga
a. Keadaan Siswa SMPN 4 Salatiga
Secara keseluruhan jumlah siswa SMPN 4 Salatiga pada
tahun ajaran 2015/2016 berjumlah 655 di bawah ini adalah data
siswa SMPN 4 Salatiga tahun ajaran 2015/2016 :
Tabel 3.3
Data siswa SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
jenis
kelamin
No Kelas L
P
1 VII A
14
22
2 VII B
11
25
3 VII C
20
16
4 VII D
15
21
5 VII E
19
17
6 VII F
25
11
Jumlah
104 112
8 VIII A
8
24
9 VIII B
11
21
10 VIII C
18
14
11 VIII D
14
18
12 VIII E
16
14
13 VIII F
23
7
14 VIII G
25
4
Jumlah
115 102
15 IX A
6
26
16 IX B
8
24
17 IX C
9
23
18 IX D
12
20
19 IX E
9
23
20 IX F
20
12
21 IX G
20
10
Jumlah
84 138
Jumlah Keseluruhan
islam Kristen
32
4
31
2
31
4
33
3
36
0
34
1
197
14
29
3
26
4
30
2
28
3
25
5
29
1
29
0
196
18
28
2
29
1
24
7
28
4
31
1
25
6
28
2
193
23
586
55
103
Agama
jumlah
Katolik Budha Hindu kelas
0
0
0
36
2
1
0
36
1
0
0
36
0
0
0
36
0
0
0
36
0
1
0
36
3
2
0
216
0
0
0
32
2
0
0
32
0
0
0
32
1
0
0
32
0
0
0
30
0
0
0
30
0
0
0
29
3
0
0
217
1
1
0
32
2
0
0
32
1
0
0
32
0
0
0
32
0
0
0
32
0
1
0
32
0
0
0
30
4
2
0
222
10
4
0
655
b. Keadaan Guru SMPN 4 Salatiga
Guru-guru SMPN 4 Salatiga merupakan tenaga pendidik
professional, mereka mengajar sesuai dengan bidangnya masingmasing. Sebagian besar adalah lulusan Strata 1 (S1), bahkan ada
dari beberapa mereka telah bergelar Strata 2 (S2). Adapaun rincian
dari keadaan guru SMPN 4 Salatiga adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4
Data Guru SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
Status
No
Guru
1
PNS
2
GT
3
GTT
Jumlah Total
Agama
Islam Kristen Katolik Budha Hindu
27
5
4
0
0
9
3
2
1
0
3
1
0
0
0
39
9
6
1
0
Jumlah
Guru
36
15
4
55
Tabel 3.5
Data Kualifikasi Pendidikan Guru SMPN 4 Salatiga
Tahun Ajaran 2015/2016
No Kualifikasi
Guru Tetap
Guru tidak tetap Jumlah Guru
1.
Strata 1
41
3
44
2.
Strata 2
2
0
2
3.
Diploma 3
2
0
2
4.
Diploma 2
0
0
0
5.
SMA/SPG
7
0
7
52
3
55
Jumlah Total
104
c. Keadaan Karyawan SMPN 4 Salatiga
Untuk membantu Kelancaran dalam segala kegiatan, di
SMPN 4 Salatiga dibantu oleh tenaga non-akademik atau karyawan
yang berjumlah 43. Karyawan-karyawan tersebut mempunyai
tugas membantu semua kegiatan yang ada di SMPN 4 Salatiga
sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga segalanya dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Berikut ini adalah tabel daftar
karyawan di SMPN 4 Salatiga :
Tabel 3.6
Daftar Karyawan SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Tugas
Koord. Administrasi
Tata Usaha
Perpustakaan
Lab. Komputer
Lab IPA
Lab. Bahasa
Lab. ICT
bel/telepon/tamu
Petugas Kebersihan
Sopir
Satpam
Urusan Rumah Tangga
kepegawaian/
inventaris/
kesekretariatan
Agenda/Umum
Jumlah
Jumlah
2
8
5
2
2
2
2
1
6
0
5
2
3
PNS
2
4
2
1
2
2
2
1
0
0
0
0
1
3
43
1
18
105
Keterangan
CPNS
PTT
0
0
0
4
2
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
5
0
2
1
1
0
4
2
21
HL
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan :
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
CPNS
: Calon Pegawai Negeri Sipil
PTT
: Pegawai Tidak Tetap
HL
: Harian Lepas
d. Sarana dan Prasarana SMPN 4 Salatiga
Dalam proses kegiatan belajar mengajar di SMPN 4 Salatiga
didukung adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai
sebagai salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) unggulan di
salatiga. Adapun sarana yang dimiliki SMPN 4 Salatiga adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.7
Data Sarana SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sarana/Bidang
Ruang Kelas
Lab. IPA
Lab. Bahasa
Lab. Ketrampilan
Lab. Komputer
R. Perpustakaan
R. Serbaguna
R. UKS
R. BK
R. Kepala Sekolah
R. Wakil Kepala Sekolah
R. Guru
Ruang TU
Ruang Kurikulum
Ruang OSIS
106
Jumlah
20
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Luas/m²
56
56
112
56
56
70
16
12
112
40
30
168
56
30
20
Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
kurang baik
Baik
Baik
Baik
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Ruang Dapur
Ruang Penjaga/Satpam
R.ibadah/Mushola
Gudang
kamar mandi/WC Guru
kamar mandi/WC Siswa
koperasi
Lapangan Basket
Lapangan Bola volly
Lapangan Upacara
Area Parkir
Taman/kebun Sekolah
1
1
1
1
2
6
1
1
1
1
1
4
20
6
112
56
12
54
112
400
350
750
21
24
kurang Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Terawat
Adapun prasarana yang dimiliki SMPN
Salatiga adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.8
Data Prasarana SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jenis Barang
Buku Pegangan Guru Untuk Tiap Mapel
Buku Teks Siswa untuk Tiap Mapel
Buku Penunjang untuk Tiap mapel
Komputer
Laptop
Mesin Ketik
Mesin Hitung
Brankas
Filling Kabinet
Almari
Rak Buku
Meja Guru
Meja Siswa
Kursi Guru
Kursi Siswa
107
Jumlah
153
3270
51
48
2
5
2
1
2
15
9
86
328
86
670
Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
e. Situasi dan Kondisi SMPN 4 Salatiga
SMPN 4 Salatiga merupakan sekolah umum lanjutan tingkat
pertama di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional.
Sekolah tersebut terletak di pusat Kota Salatiga dengan warga
sekolahnya berasal dari berbagai latar belakang status yang
berbeda baik status sosial, ekonomi maupun agamanya. Sekolah
bercorak plural ini memiliki situasi dan kondisi sekolah yang
sangat beragam, hal ini terlihat dari begitu variasinya agama yang
dipeluk oleh setiap warga sekolah baik guru, karyawan maupun
dari
siswanya
sebagaimana
diuraikan
dalam
tabel-tabel
sebelumnya.
Lingkungan sekolahnya merupakan lingkungan agamis, karena
di dekat sekolah tersebut berdiri sebuah masjid dan sebuah gereja
sehingga memungkinkan warga sekolah dapat beribadah ke tempat
ibadah tersebut setiap saat. Dalam event tertentu seperti ketika hala
bihala, idhul Adha dan Natal, sekolah tersebut sering mengadakan
kegiatan untuk memeriahkannya.
Dengan situasi dan kondisi pluralitas di lingkungan sekolah
tersebut, peraturan dan kebijakan sekolah juga dibuat berazaskan
pada prinsip persamaan tanpa adanya diskriminasi. Semua warga
sekolah diberikan kesempatan dan kebebasan yang sama sesuai
dengan kewajiban dan haknya asalkan tidak bertentangan dengan
peraturan yang telah ditetapkan sekolah dan peraturan dari
pemerintah, contohnya penempatan siswa di kelas disama ratakan
108
sesuai kemampuan intelligence tanpa memandang status baik
sosial, ekonomi maupun agamanya.
f. Ekstra Kurikuler
Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pokok/wajib yang
harus diikuti oleh setiap siswa. Kegiatan ini diwujudkan dalam
proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, dimana di
dalamnya terjadi hubungan interaksi antara pendidik dan peserta
didik.
Adapun kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan
dan waktu pelaksanaanya di luar jam belajar, sehingga tidak
mengganggu kegiatan belajar mengajar yang bersifat intrakurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler di SMPN 4 Salatiga bertujuan untuk
menambah wawasan pengalaman para
siswa
serta
usaha
mengembangkan bakat sesuai dengan minatnya masing-masing.
Terdapat satu program ekstrakurikuler yang diwajibkan yaitu
pramuka bagi kelas VII dengan harapan dapat melatih siswa hidup
secara mandiri, disiplin dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat.
Berikut
ini
adalah
tabel
kegiatan
intrakurikuler
ekstrakurikuler di SMPN 4 Salatiga tahun ajaran 2015/2016 :
109
dan
Tabel 3.9
Kegiatan Intrakurikuler SMPN 4 Salatiga
No
Intrakurikuler
1
Pendidikan kewarganegaraan
2
Pendidikan Agama Islam
3
P. Agama katholik
4
P. Agama Protestan
5
P. Agama Budha
6
P. Agama Hindu
7
Bahasa Indonesia
8
Bahasa Inggris
9
Bahasa jawa
10
Matematika
11
IPA
12
IPS
13
Olah raga
14
Seni Budaya
15
Tataboga
16
Elektronika
17
TIK
18
Bimbingan Konseling
Jumlah
Guru Pengampu
4
3
1
2
1
0
5
5
2
5
6
8
2
3
1
1
2
4
54
Tabel 3.10
Kegiatan Ekstrakurikuler SMPN 4 Salatiga
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ekstra kurikuler
Pramuka
Karya Ilmiah Remaja
Drum Band
PMR
Paskibra
PKS
Mading
Vokal Group
Olimpiade Sains
Olimpiade Olah Raga
110
Guru Pengampu
6
3
3
5
3
3
3
1
4
3
11
BTQ/Tartil
12
Seni Tari
13
Seni Lukis
14
Broadcasting
15
Sie Kerohanian Islam (SKI)
Jumlah
2
1
2
2
2
43
B. Temuan Penelitian
Berdasarkan temuan peneliti di lapangan di SMP Negeri 4 Salatiga
tentang Implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan
agama islam di sekolah tersebut, ada beberapa garis besar yang dapat
tergambarkan sebagai berikut:
1.
Hasil Penelitian
a) Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 4 salatiga oleh
peneliti, ada beberapa implementasi pendidikan tradisi Profetik
dalam
Pembelajaran
pendidikan
agama
Islam
beberapa
diantaranya dikemukakan oleh responden, yaitu sebagai berikut :
Implementasi
Pendidikan
tradisi
profetik
dalam
pembelajaran pendidikan agama islam di sekolahnya menurut
kepala sekolah yaitu MN adalah :
“Dalam penerapan tradisi profetik atau nilai-nilai kenabian
perlu adannya keteladanan yang dilakukan di lingkungan
sekolah. Selain dari pembelajaran pendidikan agama islam
keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah
merupakan salah satu penerapan pendidikan profetik yang
111
penting untuk dilakukan. Pelaksanaan nilai-nilai profetik
atau kenabian yang di ajarkan melalui pembelajaran
maupun praktek merupakan proses tranformasi pendidikan
dan
pengajaran.
Dengan
adanya
keteladanan
dan
penananman nilai-nilai kenabian dapat membentuk pribadi
siswa yang berakhlakul karimah dan menjadi Khairul
Ummah. Didukung adanya kajian-kajian sie kerohanian
islam yang dilakukan pada setiap hari Jum‟at juga dapat
menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman pada diri
peserta
didik.
Penanaman
nilai-nilai
kenabian
atau
keislaman juga kami terapkan dengan mengajak peserta
didik untuk saling tolong menolong antar sesama dengan
cara
menyantuni
anak
yatim
dan
warga
miskin. ”(Wawancara, MN.10/09/15).
Dari apa yang telah peneliti amati bahwa penanaman
pendidikan tradisi profetik kepada peserta didik dilakukan dengan
cara pembiasaan dan keteladanan, seperti pembiasaan bersalaman
dengan guru saat siswa masuk gerbang sekolah pada pagi hari,
shalat dhuhur berjamaah, dan memberi keteladanan peserta didik
dengan saling menghormati, tolong menolong dan toleran. Di
setiap bulan Ramadhan siswa diajarkan untuk berzakat dan
bershodaqoh di sekolah, yang mana perbuatan tersebut dapat
menumbuhkan rasa kepedulian peserta didik serta penanaman
nilai-nilai keagamaan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi
setiap muslim.
112
Seperti apa yang diungkapkan kepala sekolah di atas, HR
selaku Guru PAI senior di SMP Negeri 4 beliau dalam
mengimplementasikan pendidikan tradisi profetik melalui model
pembelajaran dan sistem evaluasinya :
“Dalam penerapannya saya
menekankan keteladanan
kepada peserta didik dalam penanaman Nilai-nilai kenabian
di lingkungan sekolah yang selalu rutin dilakukan,
contohnya ketika memasuki gerbang sekolah maupun saat
masuk kelas untuk kegiatan belajar mengajar peserta didik
diwajibkan untuk bermusafahah dahulu kepada gurunya.
Hal ini menjadikan peserta didik dapat berlaku hormat
kepada yang lebih tua. Sebelum mulai pembelajaran
dibiasakan membaca Asmaul Husna bersama-sama. Serta
adanya pembiasaan Sholat Dhuhur dan Jum‟at berjamaah di
sekolah dapat menanamkan nilai-nilai keislaman kepada
siswa. Dalam beberapa pembelajaran peserta didik untuk
belajar langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika
ada materi tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya
dan mencari pengetahuan mengenai haji kepada tokoh
agama atau masyarakat yang sudah menunaikannya.
Sehingga dengan begitu siswa akan lebih mengetahui dan
memahami materi karena mencari langsung dari sumbernya.
Pembiasaan serta keteladanan nilai-nilai profetik yang
dilakukan di lingkungan sekolah dapat menanamkan dan
membangun akhlak dan moral peserta didik”(Wawancara,
HR 11/09/15).
Penerapan pendidikan tadisi profetik juga tercermin dalam
sistem evaluasinya :
113
“Dalam mengevaluasi setiap pembelajaran yang telah
berlangsung baik tes maupun nontes kami selalu menekan
pada segi afektif dan psikomotoriknya bukan berarti segi
kognitif tidak penting. Setiap perilaku yang dilakukan di
dalam kelas, sekolah maupun di luar sekolah pun menjadi
evaluasi bagi kami. Dengan observasi maupun pengamatan
terhadap perilaku siswa menjadi peranan dalam evaluasi
pembelajaran, tidak hanya itu kami juga berkoordinasi
dengan seluruh tenaga kependidikan untuk bersama-sama
dalam melakukan evaluasi. Selain menggunakan evaluasi
dengan tes, evaluasi secara praktek langsung seperti saat
materi sholat atau wudhu dapat di lakukan ketika sholat
Dhuhur dan Jum‟at
bersama. Orang tua siswa juga
melakukan evaluasi di luar sekolah yang mana setiap akhir
semester dilaporkan kepada kami. Evaluasi yang dilakukan
tidak hanya untuk mengetahui pemahaman dan pengamalan
peserta didik terhadap pembelajaran, tetapi untuk menilai
dan
mengukur
moral
menyempurnakan
dan
akhlakul
akhlak
serta
karimah
untuk
peserta
didik”(Wawancara, HR.11/09/15).
Bapak
WD
juga
mengatakan
bahwa
implementasi
pendidikan tradisi profetik secara tidak langsung telah diterapkan
dalam proses pembelajaran :
“Dalam pemberian materi pembelajaran biasanya siswa
akan diberikan materi yang berkaitan dengan peristiwa apa
yang sedang terjadi ataupun keadaan sesungguhnya.
Dengan menggunakan metode pembiasaan keteladan juga
dapat menanamkan nilai-nilai keislaman yang dapat
membentuk akhlak dan moral siswa. Melalui observasi
114
yang dilakukan oleh peserta didik langsung dan kemudian
dipadukan di kelas menjadikan peserta didik mudah
memahami
dan
menghayati
materi
yang
dipelajari.
Penghayatan nilai-nilai kenabian yang ditanamkan melalui
praktek langsung dalam proses pembelajarannya dapat
mengukur moral dan akhlak, seperti contohnya ketika
pembelajaran praktek BTQ, menerapkan sifat-sifat nabi di
dalam perilaku keseharian semisal dengan guru memberi
amanah kepada siswa dan kemudian apakah siswa
menjalankan amanah yang diberikan oleh guru tersebut atau
tidak. Proses kegiatan belajar mengajar yang kami lakukan
ditekankan pada penanaman dan penghayatan nilai-nilai
kenabian
dan
penggunaan
keislaman
metode
yang
dan
mana
media
dalam
setiap
pembelajaran
mengusahakan agar bagaimana siswa mampu memahami
dan menghayati secara langsung tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Evaluasi secara nontes menjadi alat ukur
bagaimana penanaman dan pembentukan pribadi siswa,
perilaku keseharian siswa di lingkungan sekolah dan di
rumah menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi hasil
pembelajar. Maka tidak hanya guru Agama islam saja yang
membimbing maupun memberikan teladan, tetapi seluruh
tenaga kependidikan serta orang tua siswa juga menjadi
bahan
ajar
ataupun
evaluasi
secara
bersama-
sama”(Wawancara, WD.12/09/15).
Penggunaan studi kasus di lapangan yang digunakan dalam
beberapa
proses
pembelajaran
dapat
menumbuhkan
menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman.
dan
Misalnya
observasi langsung dengan para tokoh agama dan pelaku haji
115
dalam mengetahui dan memahami tentang haji, dari syarat rukun
dan lainnya. Pembiasaan membaca Asmaul Husna yang dilakukan
setiap pagi sebelum memulai pembelajaran dapat menumbuhkan
rasa cinta kepada Sang Pencipta (Observasi, 09/09/15).
b) Problematika dalam Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik
dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan
masih ada beberapa hambatan dalam implementasinya yakni
masih kurangnya keteladanan dari guru, sarana prasarana,
kurangnya motivasi belajar tentang keagamaan dan kurangnya
dukungan dari pihak orang tua siswa. Adapun solusi yang mereka
berikan adalah keteladanan dari seluruh tenagan pendidik maupun
kependidikan di sekolah, peningkatan keilmuan atau wawasan
keagamaan, peningkatan sarana dan prasarana, buku penilaian
moral dan akhlak serta peningkatan mutu kualitas guru.
Menurut kepala sekolah MN bahwa hambatan yang terjadi
dalam implementasi pendidikan tradisi profetik adalah :
“Kurangnya sarana prasarana yang mendukung untuk
penanaman
pendidikan
profetik
menjadi
salah
satu
hambatannya, seperti alat ibadah ataupun tempat ibadah.
Kemudian masih lemahnya keteladanan dari guru maupun
tenaga kependidikan, seperti masih ada yang merokok di
lingkungan sekolah yang masih dapat dilihat oleh siswa”
(Wawancara, MN.10/09/15).
116
MN mengatakan bahwa perlu adanya solusi untuk
menanggapi hal tersebut :
“Perlunya peningkatan sarana prasarana sekolah dalam
menunjang
penanaman
pendidikan
profetik,
dengan
penambahan area tempat ibadah maupun tempat khusus
untuk kegiatan keagamaan. Perlunya kesadaran diri untuk
memberikan suri tauladan yang bagi peserta didik serta
menjaga perilaku” (Wawancara, MN.10/09/15).
Tidak jauh beda seperti apa yang dikemukakan oleh kepala
sekolah, menurut HR hambatan yang terjadi ialah :
“Masih
kurangnya
keteladanan
dari
seluruh
tenaga
kependidikan di sekolah dan lemahnya monitoring terhadap
siswa yang mana belum adanya kerjasama yang baik antar
guru maupun tenaga kependidikan untuk bersama-sama
memberikan teladan dan monitoring guna mengevaluasi
perkembangan
peserta
didik.
Dalam
hal
evaluasi
ketidakjujuran orang tua siswa dalam melaporkan perilaku
siswa ke guru yang bahkan membela siswa atau menutupi
kesalahannya menjadikan proses evaluasi kurang maksimal
dalam mengukur peserta didik. Lemahnya motivasi belajar
tentang nilai-nilai kenabian dan keislaman menjadi salah
satu penghambat penanaman dan pembangunan moral dan
akhlak siswa. Kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai
agama di sekolah maupun di rumah menjadi hambatan
dalam
penanaman
dan
pembentukan
akhlakul
karimah”(Wawancara, HR.11/09/15).
HR mengungkapkan bahwa ada beberapa solusi dalam
mengatasi hambatan tersebut :
117
“Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru maupun
tenaga kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan nilainilai kenabian terhadap diri siswa secara tidak langsung.
Perlunya peran orang tua dalam pemberian pendidikan
keagamaan serta pembiasaan ibadah di rumah yang mana
akan meningkatkan motivasi belajar keagamaan siswa.
Perlunya perhatian lebih terhadap nilai-nilai agama dan
kenabian di lingkungan sekolah. Perlu adannya evaluasi
tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa yang dilakukan
oleh guru, tenaga kependidikan maupun orang tua yang
mana nanti pada setiap akhir semester akan ada pelaporan.
Dengan
pemberian
reward
and
punishment
akan
menjadikan peserta didik menjadi termotivasi dalam
menghayati serta mengamalkan apa yang telah diajarkan
sehingga proses pembangunan dan pembentukan akhlak
peserta didik lebih mudah tertanam dalam pribadi peserta
didik. Pemberian tugas rumah atau pun studi kasus terhadap
lingkungan di sekelilingnya juga menjadikan peserta didik
lebih mengetahui, memahami, menghayati materi yang
diberikan
yang
mana
secara
tidak
langsung
akan
membentuk diri peserta didik” (Wawancara, HR.11/09/15).
Dari hasil observasi yang telah dilakukan masih ada
beberapa guru dan tenaga pendidik yang belum memberikan
keteladanan yang baik. Masih seringnya bercanda antar guru atau
guyonan, ada beberapa guru yang masih merokok di lingkungan
sekolah sehingga dilihat oleh peserta didik. Ditambah kurangnya
motivasi belajar siswa dalam hal pendidikan keagamaan. Maka
adannya kajian-kajian keislaman yang dilakukan Sie Kerohanian
118
Islam setiap jum‟atnya dapat menambah Hasanah Islamiyah pada
peserta didik dan menumbuhkan tingkat keagamaan siswa.
Pembiasaan keteladanan yang dilakukan di lingkungan sekolah
seperti bersalaman dengan guru setiap masuk gerbang sekolah,
membaca Asmaul Husna sebelum mulai pembelajaran dan sholat
dhuhur dan jum‟at berjamaah (Observasi, 11/09/15).
Pendapat senada juga disampaikan oleh Bapak WD bahwa
hambatan selama ini adalah :
“Implementasi pendidikan tradisi profetik akan menjadi
sulit manakala hanya guru PAI saja yang memberikan
teladan ataupun bimbingan. Tradisi profetik yang mana
menanamkan
dan
membentuk
peserta
didik
agar
mempunyai nilai-nilai kenabian dan keislaman perlu
didukung tidak hanya dari pembelajaran PAI saja tetapi
lingkungan sekolah serta seluruh tenaga kependidikan ikut
serta dalam pengimplementasiannya. Masih adanya guru
laki-laki
yang saling bercanda (guyonan) dengan guru
perempuan di depan siswa, masih ada tenaga kependidikan
yang merokok di depan siswa, hal inilah yang menjadi
hambatan dalam proses penanaman pendidikan profetik.
Kurangnya kelimuan atau wawasan keagamaan yag dimiliki
oleh guru juga menjadi salah satu hambatannya. Belum
maksimalnya monitoring atau evaluasi yang diberikan oleh
guru maupun orang tua siswa menjadikan kurangnya
penghayatan dan pengejawantahan terhadap nilai-nilai
profetik
dalam
WD.12/09/15).
119
kehidupan
sehari-hari”(Wawancara,
Dari adannya problematika tersebut maka solusi yang
diberikan oleh Bapak WD adalah :
“Pembiasaan praktek-praktek sifat kenabian seperti bersifat
jujur dan amanah. Penambahan keilmuan atau wawasan
keagamaan serta khasanah islamiyah dengan melakukan
kajian-kajian keislaman untuk para tenaga pendidik serta
tenega kependidikan lainnya. Evaluasi secara langsung atau
mendadak perlu dilakukan untuk mengevaluasi moral dan
akhlak siswa, seperti ditanya “hari ini perbuatan baik apa
yang sudah kalian lakukan?”. Pengevaluasian secara
bersama dari guru dan orang tua dalam memonitoring
perkembangan peserta didik dengan dibuat buku atau
laporan moral dan akhlak”(Wawancara, WD.12/09/15).
c) Hasil
implementasi
pendidikan
tradisi
profetik
dalam
pembelajaran pendidikan agama islam
Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik menurut
Bapak MN adalah :
“Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang
terlihat saat ini adalah terciptanya kedisiplinan peserta didik
serta terbentuknya moral dan akhlak peserta didik. Seperti
menghormati guru dan sesama teman. Berkurangnya
kenakalan perilaku siswa yang terjadi karena suda tertanam
nilai-nilai kenabian dan keislaman pada diri peserta didik.
Muncul pembiasaan yang baik yaitu ketika waktu dhuhur
tiba beserta siap-siap ambil wudhu dan menempatkan diri
untuk sholat berjamaah” (Wawancara, MN.10/09/15).
Dari apa yang telah peneliti amati bahwa peserta didik
mempunyai rasa menghormati dan disiplin pada dirinya. Ketika
120
ada pembelajaran kosong para peserta didik mencari guru tersebut.
Ketika masuk ke ruang guru pun sudah membiasakan salam, saat
sholat dhuhur tiba siswa sudah menempatkan diri untuk
mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk sholat berjamaah
(Observasi, 14/09/15).
HR mengungkapkan bahwa implementasi pendidikan
tradisi profetik dalam pembelajaran PAI adalah :
“Menumbuhkan tingkat keagamaan peserta didik serta
motivasi belajar keislaman. Membawa hikmah bagi peserta
didik yang mana secara bertahap moral dan akhlakul
karimah mulai tertanam dan terbentuk pada diri peserta
didik, hal itu tercermin dalam proses pembelajaran di kelas.
Menumbuhkan sifat saling menghormati, menghargai dan
menolong. Menumbuhkan rasa cinta untuk beribadah pada
diri peserta didik” (Wawancara, HR.11/09/15).
Senada
dengan
apa
yang
diungkapkan
HR
hasil
implementasi pendidikan tradisi profetik menurut Bapak WD
adalah :
“Pembentukan sikap dan prilaku siswa lebih baik,
terciptanya kedisiplinan pada diri peserta didik serta
berkurangnya kenakalan atau pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh siswa. Tumbuhya kesadaran siswa
untuk beribadah dan berbuat baik. Menjadikan siswa suka
untuk ke tempat ibadah. Menumbuhkan sikap toleransi dan
menghormati antar sesama. Dengan adanya pembiasaan
keteladanan baik yang dilakukan menjadikan siswa akan
121
mengikuti hal tersebut dan akan berhati-hati dalam setiap
perilaku yang dilakukaannya”(Wawancara, WD.12/09/15).
122
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan proses penelitian
secara
keseluruhan
implementasi
di
lapangan.
pendididikan
tradisi
Penulis
profetik
dapat
yang
menyimpulkan
terdapat
dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 di Salatiga
diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan di lingkungan
sekolah. Penggunaan metode pembiasaan, keteladanan, demonstrasi, studi
kasus di lapangan yang digunakan guru pendidikan agama Islam dan
observasi langsung yang dilakukan oleh peserta didik dalam memahami
dan menghayati materi yang disampaikan membangun nilai-nilai profetik
dan keIslaman yang menginternal dalam individu peserta didik yang
terkatualisasi secara kehidupan sosial sehari-hari. Seperti apa yang
diungkapkan Bapak Hari guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4
Salatiga dalam wawancaranya pada hari Jum‟at, 11 September 2015 di
ruang guru.
Pendidikan tradisi profetik yang penekanannya pada penggunaan
metodologi objektifikasi dan integralisasi (Kuntowijoyo, 2007:49).
Penananam nilai-nilai kenabian dan keIslaman kepada peserta didik
123
tercermin dari metode pengajaran dan sistem evaluasi yang dipakai serta
lingkungan sekolah
yang
mendukung.
Penanaman
nilai tersebut
diharapkan dapat membentuk dan membangun moral dan akhlak siswa
sebagai Hamba Allah dan khoirul ummah. Pembiasaan keteladanan dan
demonstrasi atau praktek langsung yang dilakukan oleh peserta didik,
dengan begitu akan menumbuhkan sikap menghormati dan menghargai.
Adannya integrasi terhadap Islam dan ilmu yang dilakukan dilakukan
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam menjadikan masing-masing
perbedaan yang ada menjadi menyatu dan menyeluruh karena orientasinya
tidak hanya mengarah hal yang bersifat duniawi namun juga ukhrawi.
Adanya merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perbuatan
yang juga bersifat, orang lain dapat menikmatinya tanpa harus menyetujui
nilai-nilai aslinya. Misalnya, di dalam Islam orang yang malas mencari
ilmu adalah orang yang tidak disukai oleh Tuhan, orang yang membiarkan
orang lain tetap berada di bawah penindasan adalah orang yang tidak
disukai Tuhan. Dengan adannya keteladanan dan pembiasaan tersebut
maka penanaman nilai-nilai kenabian akan mudah tertanam dalam diri
peserta didik.
Hal tersebut senada seperti yang dikemukakan Kepala Sekolah
SMP Negeri 4 salatiga dan guru PAI SMP Negeri 4 Salatiga, mengutip
dari hasil wawancara dengan MN dan HR yaitu dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam dilakukan pembiasaan keteladanan yaitu
bersalam sebelum masuk kelas dan membaca asmaul husna sebelum mulai
124
pelajaran. Penggunaan metode studi kasus ataupun peserta didik meneliti
dan mencari sendiri materi yang diajarkan, contohnya ketika materi Haji
peserta didik observasi dan wawancara langsung kepada pelaku haji.
Adanya integrasi dan objektifikasi ini menjadikan siswa lebih memahami
dan menghayati apa yang dipelajari. Tidak hanya dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam saja dalam menanamkan nilai-nilai kenabian dan
keIslaman, dalam lingkungan sekolah juga menanamkan nilai-nilai
tersebut dengan pembiasaan keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan
yang ada. Dalam evaluasi yang dilakukan ditekankan pada moral dan
penyempurnaan akhlak atau pada sisi afektif dan psikomotoriknya dengan
tidak meninggalkan sisi kognitifnya. Laporan evaluasi dari orang tua siswa
setiap akhir semester juga dapat membantu proses penanaman nilai-nilai
kenabian dan keIslaman.
Hal yang diungkapkan oleh responden mengenai implementasi
pendidikan tradisi profetik dengan adanya pembiasaan keteladanan di
lingkungan sekolah serta metode observasi ataupun demonstrasi yang
menjadikan siswa dapat lebih menghayati dan mengamalkan apa yang
dipelajarinya dan adanya evaluasi proses pembentukan moral, akhlak serta
penanaman nilai-nilai kenabian dan keIslaman seperti apa yang
dikonsepkan Moh Roqib, pendidikan profetik sebagaimana nabi dimulai
dengan keteladanan diri dan bangunan keluarga ideal. Pendidikan profetik
bertujuan untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam pencapaian
125
yang menginternal dalam individu dan yang teraktualisasikan secara sosial
atau dalam kehidupan sehari-hari (Moh.Roqib, 2011:88).
Perilaku keteladan kolektif yang diberikan di lingkungan sekolah
adalah seperti ketika guru masuk kelas mengucapkan salam, begitu juga
ketika masuk ke ruang guru dan TU. Dari hasil observasi peneliti bahwa
dalam hal keteladanan yang diberikan adanya sikap saling membantu dan
toleran dari Kepala sekolah dengan karyawan dan tukang kebun, pendidik
yang muda menghormati yang pendidik yang lebih tua, para pendidik
berpenampilan rapi dan selalu memberikan contoh untuk datang tepat
waktu ketika saat pembelajaran. Hal ini yang kemudian bisa dilihat dan
ditiru oleh para siswa. Pendidik dan tenaga kependidikan lainya
memberikan contok keteladanan dalam berbicara, bersikap dan berperilaku.
Dalam pendidikan profetik tidak hanya cenderung pada hal yang
bersifat duniawi, namun juga ukhrawinya. Model pendidikan yang
berparadigma integralistik yang mengacu pada wahyu Tuhan dan akal
manusia tidak semata-mata hanya Islamisasi atau doktrinasi tetapi melalui
proses penghayatan yang menyeluruh dan perbuatan dalam merasionalkan
nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perilaku sehingga bukan karena
paksaan atau persetujuan yang diharuskan (Kuntowijoyo, 2007:63).
Kesadaran yang timbul pada perilaku dan perbuatan peserta didik dalam
kehidupan dan secara sosial.seperti apa yang diungkapkan Bapak Wildan
dan Bapak Munadzir dalam wawancaranya pada hari Sabtu, 12 September
bahwa :
126
“Dalam penerapannya saya menekankan pembiasaan kepada
peserta didik dalam penanaman Nilai-nilai kenabian di lingkungan
sekolah yang selalu rutin dilakukan. Sebelum masuk kelas dan
memulai pelajaran murid bersalaman dengan guru terlebih dahulu
kemudian membaca Asmaul Husna bersama-sama. Peserta didik
kemudian menerapkan salah satu makna Asmaul Husna dalam
kehidupan sehari-harinya. Ketika waktu Sholat Dhuhur tiba peserta
didik dengan sedirinya sudah bersiap-siap mengambil wudhu dan
menempatkan diri untuk sholat berjamaah”
Dalam konsep pendidikan profetik evaluasi tidak hanya untuk
mengetahui dan mengukur pemahaman maupun penguasaan peserta didik
terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan, muatan materi,
kualitas pendidik dan menilai serta mengukur moral dan akhlak dari
peserta didik itu sendiri. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya
dimonitoring oleh pendidik tetapi seluruh tenaga kependidikan serta orang
tua siswa yang bersama-sama mengevaluasi perkembangan peserta didik.
Dalam mengimplementasikan pendidikan profetik dalam pendidikan
agama Islam di sekolah adalah mengubah mindset bagi semua pihak.
Tidak hanya guru pendidikan agama Islam atau guru agama saja, kepala
sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya juga berperan yaitu sebagai
Uswatun Hasanah tatkala sedang dimana saja (Yolanda, 2010).
Seperti apa yang diungkapkan HR dalam hasil wawancara pada
Jumat, 11 September 2015 mengatakan bahwa :
127
“Dalam evaluasi yang telah berlangsung kami lakukan dalam
bentuk tes dan non tes. Setiap perilaku yang dilakukan di kelas,
sekolah maupun di luar sekolah kami lakukan evaluasi. Kami guru
PAI dengan seluruh tenaga kependidikan dan semua pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan bekerja sama dalam melakukan
evaluasi. Orang tua siswa juga melakukan evaluasi ketika di luar
sekolah yang mana setiap semester dilaporkan kepada kami”.
Jadi dalam pengimplementasian pendidikan profetik dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam terdapat pada tujuan pembelajaran
yang digunakan, model pembelajaran, inovasi pembelajaran dan evaluasi
pembelajarannya. Pendidikan profetik menekan penggunaan metodologi
objektifikasi dan integralisasi bukan Islamisasi atau doktrinasi. Tidak
hanya dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, melainkan
penerapan pendidikan profetik juga diaktualisasikan dalam proses
pendidikan yang dilakukan di sekolah. Sehingga pengimplementasian
pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam
bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama atau guru budi pekerti,
melainkan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam
proses pendidikan di SMP Negeri 4 Salatiga.
B. Problematika Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
1. Hambatan implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pendidikan
agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
128
Problematika yang terjadi dalam implementasi pendidikan tradisi
profetik ini adalah masih belum relevannya konsep pendidikan profetik
dalam era transformatif seperti sekarang ini. Model pendidikan tradisional
yang cenderung meletakkan akhirat saja sebagai orientasinya dan masih
ekslusif (Kuntowijoyo, 2007:55). Kurangnya tanggung jawab pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan juga menjadikan hasil pendidikan kurang
maksimal. Strategi pendidikan profetik yang dimulai dari keteladanan
kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan
profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Jika hal itu belum terlaksana akan menjadi
hambatan
dalam
pengimplementasian
pendidikan
profetik
dalam
pendidikan agama Islam khususnya.
Sebagaimana yang diungkapkan responden HR dan WD dalam
wawancara yang peniliti lakukan masih terdapat hambatan dalam
implementasi pendidikan tradisi profetik :
“Masih kurangnya keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di
sekolah dan lemahnya monitoring terhadap siswa yang mana belum
adanya kerjasama
yang baik antar
guru maupun tenaga
kependidikan untuk bersama-sama memberikan teladan dan
monitoring guna mengevaluasi perkembangan peserta didik. Masih
adanya guru laki-laki yang saling bercanda (guyonan) dengan guru
perempuan di depan siswa, masih ada tenaga kependidikan yang
merokok di depan siswa, hal inilah yang menjadi hambatan dalam
proses penanaman pendidikan profetik. Kurangnya kelimuan atau
129
wawasan keagamaan dan Hasanah keIslaman yang dimiliki oleh
guru juga menjadi salah satu hambatannya. Kurangnnya perhatian
terhadap nilai-nilai agama di sekolah maupun di rumah menjadi
hambatan dalam penanaman dan pembentukan akhlakul karimah”.
Hal itulah yang menjadikan hambatan dalam implementasi
pendidikan profetik. Pendidikan Islam selama ini hanya menekankan
doktrinasi, sehingga peserta didik seakan-akan dipaksa dan harus
mengikuti. Seharusnya dengan pembiasan dan keteladanan kolektif serta
kontinu dapat membangun dan membentuk nilai-nilai pofetik dan akhlakul
karimah pada internal pribadi peserta didik. Masih kurangnya perhatian
terhadap nilai-nilai keagamaan serta masih minimnya keilmuan dan
hasanah keIslaman yang dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan lainya
di sekolah menjadikan minimnya keteladanan dan nilai-nilai profetik yang
tertanam pada diri setiap peserta didik dalam proses pembelajaran
pendidikan agama Islam.
Nilai-nilai profetik yang diaktualisasikan pada peserta didik tidak
hanya sebagai doktrinasi tetapi objektifikasi, yang mana bisa dianggap
wajar dan diterima oleh umum. Maksudnya adalah mengenai keadaan
yang sebenarnya. Karena pendidikan profetik berbicara mengenai idealita
dan realita dalam pendidikan.
Kurangnya hasil evaluasi yang dilakukan terhadap apa yang telah
diajarkan dan terlalu menekankan pada hasil kognitifnya membuat
penerapan pendidikan profetik kurang maksimal. Nilai-nilai kenabian dan
130
keIslaman yang terbangun dan terbentuk dalam moral dan akhlak peserta
didik belum terevaluasi. Karena evaluasi pendidikan profetik tidak hanya
untuk mengukur dan mengetahui pemahaman maupun penguasaan peserta
didik terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan muatan materi,
kualitas pendidik dan peserta didik serta mengukur moral dan akhlak dari
peserta didik itu sendiri (Moh. Roqib, 2011:1150).
Seperti apa yang dikatakan guru PAI dalam wawancara bahwa
dalam hal evaluasi masih belum maksimal dalam mengukur ataupun
menilai moral dan akhlak yang terbentuk pada peserta didik. Hal ini terjadi
karena kurangnya peran tenaga pendidik lainya serta peran orang tua siswa
dalam memonitoring dan mengevaluasi peserta didik (Wawancara,
11/09/15).
2. Solusi implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pendidikan agama
Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
Strategi pendidikan tradisi profetik yang dimulai dari keteladanan
kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan
profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Maka hal itu menjadi tanggung jawab
guru agama serta semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.
Pendidikan tradisi profetik bukanlah Islamisasi atau doktrinasi, tetapi lebih
kepada objektifikasinya atau mengenai keadaan yang sebenarnya.
Dalam wawancara dengan HR beliau mengungkapkan bahwa :
“Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru maupun tenaga
kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kenabian
131
terhadap diri siswa secara tidak langsung. Perlunya peran orang tua
dalam pemberian pendidikan keagamaan serta pembiasaan ibadah
di rumah yang mana akan meningkatkan motivasi belajar
keagamaan siswa. Perlunya perhatian lebih terhadap nilai-nilai
agama dan kenabian di lingkungan sekolah. Perlu adannya evaluasi
tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa yang dilakukan oleh
guru, tenaga kependidikan maupun orang tua yang mana nanti pada
setiap akhir semester akan ada pelaporan. Serta perlu adanya buku
akhlak/moral.”
Pendidikan tradisi profetik mensyaratkan adanya objektifikasi
bukan sekularisasi ataupun doktrinasi. Maksudnya adalah perbuatan yang
merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan dalam perbuatannya juga
bersifat rasional, sehingga orang lain pun dapat menikimatinya tanpa harus
menyetujui nilai asalnya dan perbuatan yang dilakukannya bukanlah
paksaan. Pengajaran mengenai keadaan sebenarnya, yaitu idealita dan
realita
dalam
pendidikan.
Penanaman
nilai-nilai
kenabian
yang
menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan untuk mengembangkan
manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional akhlak dan amal
sholeh.
Seperti apa yang diungkapkan guru PAI SMP Negeri 4 bahwa :
“Pemberian tugas rumah atau pun studi kasus terhadap lingkungan
di sekelilingnya juga menjadikan peserta didik lebih mengetahui,
memahami, menghayati materi yang diberikan yang mana secara
132
tidak langsung akan membentuk diri peserta didik. Memberikan
pembelajaran langsung kepada peserta didik untuk studi kasus
langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika ada materi
tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya dan mencari
pengetahuan mengenai haji kepada tokoh agama atau masyarakat
yang sudah menunaikannya. Sehingga dengan begitu siswa akan
lebih mengetahui dan memahami materi karena mencari langsung
dari sumbernya”.
Sebagaimana observasi yang dilakukan peneliti bahwa pembiasaan
dan keteladan yang diberikan dapat mengembangkan dan membangun
emosional, akhlak dan moral anak. Dalam materi wudhu dan sholat
contohnya, murid akan memahaminya dan akan tertanam dalam diri
peserta didik karena sudah ada pembiasaan dan keteladanan yaitu adannya
sholat dhuhur dan shalat Jum‟at berjamaah di sekolahan. Dengan begitu
misi kenabian untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dapat tercapai.
Dalam hal proses dan hasil menuntut bentuk evaluasi yang berbeda
baik tes maupu non tes. Maka seperti hasil wawancara dengan responden
mengungkapkan perlunya evaluasi dalam bentuk praktek langsung
ataupun penilaian dengan adanya buku akhlak. Evaluasi yang dilakukan
tidak hanya tanggung jawab guru agama atau guru budi pekerti melainkan
merupakan tanggung jawab seluruh pihak yang terlibat dalam proses
pendidikan. Dengan begitu penanaman misi dan nilai-nilai kenabian dapat
terbentuk pada diri peserta didik.
133
C. Hasil Implementasi pendidikan tradisi Profetik Profetik dalam
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
Dengan adanya pendidikan tradisi profetik dapat membangun dan
membentuk moral dan akhlak peserta didik. Penerapan pendidikan
profetik dalam pendidikan agama Islam menjadikan nilai plus tersendiri
dalam proses pendidikan Islam. Di dalam pendidik profetik dalam
penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu integralisasi dan
objektifikasi. Pendidikan yang selama ini cenderung kepada Islamisasi
atau
doktrinasi,
sedangkan
pendidikan
profetik
lebih
kepada
objektifikasinya. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang sebenarnnya.
Strategi pendidikan tradisi profetik yang dimulai dari keteladanan
kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan
profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Maka dengan adanya pembiasaan dan
keteladaan kolektif akan membentuk moral dan akhlak siswa. Penanaman
misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang tercermin dalam pembelajaran
serta keteladanan dapat tumbuh dalam diri peserta didik.
Sebagaiamana yang diungkapkan Kepala Sekolah SMP Negeri 4
dalam wawancaranya :
“Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang jelas terlihat
adalah terciptannya kedisiplinan dan terbangunnya akhlakul
karimah pada peserta didik. Tumbuhnya tingkat keagamaan atau
cinta akan ibadah pada peserta didik”.
134
Pendidikan profetik membawa misi dan nilai-nilai kenabian untuk
mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional,
akhlak dan amal sholeh. Pendidikan profetik lebih dari pada penilaian total
akan setiap perbuatan dan tingkah laku yang dilakukannya. Maka adanya
pembiasaan dan keteladan kolektif yang dilakukan dapat membangun dan
membentuk moral dan akhlak siswa. Dalam proses pembelajaran pun
ditekankan pada aspek afektif dan psikomotoriknya, sehingga siswa tidak
hanya mengetahui atau memahaminya saja tetapi menghayati dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Senada dengan apa yang diungkapkan HR dalam wawancaranya
bahwa :
“Dalam pembelajaran PAI lebih kami tekankan pada pembangunan
dan pembentukan moral dan akhlak peserta didik. Dalam beberapa
pembelajaran peserta didik kami beri tugas untuk mencari materi
langsung di masyarakat, seperti ketika materi haji atau qurban.
Peserta didik diminta untuk bertanya langsung dengan pelaku atau
tokoh agama setempat mengenai materi yang diberikan. Sehingga
dengan begitu peserta didik akan lebih mengetahui, mamahami dan
menghayati karena mencari materi langsung dari sumbernya”.
Dari pengamatan yang peneliti alami hal tersebut juga tercermin
dalam hal ibadah ketika wudhu dan shalat dhuhur berjamaah. Peserta didik
sudah mempunyai kesadaran beribadah. Ketika waktu shalat tiba peserta
135
sudah mempersiapkan diri untuk mengambil wudhu dan melaksanakan
shalat dhuhur berjamaah di sekolahan.
Dari hal tersebut
dapat
disimpulkan bahwa hasil dalam
implementasi pendidikan tradisi profetik yang terjadi di SMP Negeri 4
Salatiga dapat menumbuhkan tingkat keagaaman dan kesadaran diri akan
cinta ibadah, yang mana hal ini tercermin pada perilaku peserta didik
dimana
disaat
waktu
shalat
dhuhur
tiba
peserta
didik
sudah
mempersiapkan diri untuk mengambil air wudhu dan menempatkan diri
untuk melakukan Shalat Dhuhur berjamaah di lapangan sekolah.
Adannya keteladanan kolektif yang diberikan oleh guru dan
tenaga kependidikan lainya di lingkungan sekolah akan dapat membentuk
dan mengembangkan akhlak dan moral siswa. Hasil dari keteladanan
tersebut adalah terbentuknya sikap menghormati dan toleran pada diri
siswa juga tercermin ketika siswa bertemu dengan gurunya, setiap pagi
para siswa bersalaman dengan kepala sekolah dan guru. Sikap saling
menghargai antar siswa yang berbeda agama terlihat ketika para siswa
bergaul dan saing menghormati ketika para siswa muslim sedang
melaksanakan
shalat
dhuhur
berjamaah
begitu
pula
sebaliknya.
Terbentuknya moral dan akhlak siswa merupakan hasil penanaman misi
kenabian dan nilai-nilai kenabian yang dapat mengembangkan intelektual,
emosional, akhlak dan moral peserta didik secara utuh. Walaupun masih
terdapat hambatan-hambatan dalam penerapannya, guru agama atau guru
budi pekerti serta semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan tetap
136
berusaha secara bersama-sama untuk mendidik, membangun dan
membentuk siswa yang berakhlakul karimah.
137
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca menelaah data dan membaca teori tentang
implementasi
pendidikan
profetik,
problematikan
implementasi
pendidikan tradisi profetik dan hasil implementasi pendidikan tradisi
profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 4
Salatiga, maka peneliti menyimpulkan beberapa hal yang penting sebagai
berikut :
1. Berdasarkan dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan
berkaitan tentang implementasi pendidikan tradisi profetik dalam
pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negri 4 Salatiga bahwa
penerapan pendidikan profetik terdapat dalam proses pembelajaran
dengan objektifikasi bukan doktrinasi, pembiasaan dan keteladanan
kolektif, inovasi penggunaan metode dan sistem evaluasi.
2. Implementasi pendidikan profetik belum bisa maksimal mengingat
masih ada beberapa hambatan dalam penerapannya, diantaranya yaitu
belum adanya relevansi konsep pendidikan profetik dalam era
transformatif, kurangnya inovasi metode dan evaluasi yang digunakan
oleh pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan profetik.
Walaupun ada beberapa hambatan, terdapat beberapa solusi yang
dilakukan dalam meminimalkan hambatan tersebut yaitu dengan
melakukan pembiasaan dan keteladanan kolektif. Lebih menekankan
138
pada objektifikasi atau keadaan yang sebenarnya dalam metodologi
pembelajarannya bukan doktrinasi.
3. Hasil
dari
implementasi
pendidikan
tradisi
profetik
dalam
pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 4 salatiga
diantaranya adalah dapat menumbuhkan tingkat keagaaman dan
kesadaran diri akan cinta ibadah, terbentuknya sikap menghormati dan
toleran pada diri siswa, membangun moral dan akhlak siswa,
penanaman misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang dapat
mengembangkan intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta
didik secara utuh.
B. Saran
Berdasarkan
uraian
kesimpulan
di
atas,
maka
penulis
mengajukan beberapa saran-saran yang mungkin bisa diterapkan atau
menjadi proyeksi kedepan dalam perkembangan pembelajaran
pendidikan
agama
islam,
bahwa
pendidikan
sekarang
perlu
menekankan pembangunan dan pembentukan moral dan akhlak peserta
didik. Melihat kondisi masih lemahnya moral dan akhlak pada era
modern saat ini. Maka salah satu upaya untuk mencegah hal tersebut
dan membentuk moral dan akhlakul karimah salah satunya dengan
pendidikan tradisi profetik. Maka, kami mamberikan saran sebagai
berikut :
1. Perlu adanya satu konsep pendidikan tradisi profetik yang lebih
jelas dan relevan pada era transformatif saat ini, jika perlu
139
dirancang dan dibuat kurikulum yang berbasis pada misi
kenabian dan nilai-nilai kenabian. Model pendidikan agama
islam yang selama ini ada masih tradisional yang cenderung
meletakkan agama dan akhirat sebagai kurikulum dan
orientasinya. Dan biasanya lebih eksklusif. Perlunya model
pendidikan
yang
berparadigma
integralistik
serta
lebih
mengacu kepada wahyu Tuhan dan akal manusia sebagai
referensinya.
Dengan
demikian
orientasinya
tentu
saja
mengarah tidak hanya bersifat duniawi, namun juga ukhrawi.
2. Perlunya inovasi-inovasi baru pada model pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran dalam penanaman misi dan nilai-nilai
kenabian. Adanya penekanan lebih pada aspek afektif dan
psikomotorik yang dapat membangun dan membentuk moral
serta akhlak peserta didik. Karena yang terjadi saat ini hanya
lebih menekankan pada aspek kognitif saja.
3. Untuk para guru dan tenaga kependidikan lainya harus mampu
memberikan pembiasaan dan keteladanan yang baik di
lingkungan sekolah, karena guru merupakan ujung tombak
dalam pembentukan moral dan akhlak serta keberhasilan proses
belajar anak. Dalam proses pendidikan profetik yang dilakukan
harus mengutamakan kepentingan pembentukan moral dan
akhlak
peserta didik dengan berlandaskan Al-Qur‟an dan
Hadist.
140
4. Peran serta dari orang tua dalam proses belajar dan
pembentukan akhlak serta emosional peserta didik sangat
dibutuhkan. Sekolah seyogyanya melibatkan orang tua dalam
proses pendidikan. Maka diperlukan hubungan kemitraan
antara sekolah, orang tua dan masyarakat yang diharapkan
mampu menjamin keberhasilan pendidikan tradisi profetik pada
peserta didik
5. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama harus mampu
mengakomodir, serta mampu membentuk tim khusus yang
fokus pada ranah pendidikan profetik. Sehingga konsep
pendidikan
profetik
diimplementasikan.
141
dan
misi
kenabian
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzakiey, H. Bakran. 2005. Propethic intelligence : menumbuhkan potensi
hakiki insani melalui pengembangan kesehatan nurani. Yogyakarta :
Islamika
Arief, Armai.2007. Reformasi Pendidikan Islam. Ciputat: CRSD Press
Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan praktis
berdasarkan pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara
Burhanudin, Jajat dan Dina Afriyanti. 2006. Mencetak Muslim Modern, peta
Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Darajat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.2006. Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta : Departemen Agama RI
Education Center. 2008. Pendidikan karakter Kebangsaan. Yogyakarta: BEM
REMA UNY
Fathi, Muhammad. 2007. Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar. Jakarta
Timur: Pustaka Al Kausar
H, P. Novianto.2004. kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surakarta: Bringin 55
Kementrian Agama RI. 2010. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya. Jakarta : PT.
Sygma Examedia Arkan Leema
Kuntowijoyo.2007. islam sebagai Ilmu : Epistemologi, Metodologi dan Etika.
Yogyakarta: Tiara Wacan
Majid, abdul dan Dian Andatani.2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda karya
Meleong, L.j. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda karya
Muhaimin. 2003. Wacana pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya : Pustaka
Pelajar
Muhaimin. 2008. Paradigma Pendidikan Islam : Upaya mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung : Remaja Rosda Karya
Mujib, Abdul & Yusuf Mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media
Mulkhan, A.Munir. 2002. Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi problem filosofis
Pendidikan Islam). Yogyakarta: PT Tiara Wacana
142
Nadhirin.2008.Landasan Profetik Pendidikan Islam.(Online).diakses di
http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/landasan-profetik-pendidikanislam.html.pada Selasa, 06 Januari 2015
Natta, Abuddin. 2007. Manajemen Pendidikan: mengatasi kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Priyo.2010. Pendidikan Islam Profetik : IntegrasiI slam dan Ilmu menuju
pendidikan yang Humanis Liberatif dan Transendentif Iman Ilmu
Amal.(Online).http://PendidikanIslamProfetikIntegrasiIslamdanIlmumenuj
upendidikanyangHumanisLiberatifdanTransendentifImanIlmuAmal.html.
Diakses pada Selasa, 03 Februari 2015
Rahman, Abdul. 2012. Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam, Tinjauan
Epistemologi dan isi-materi. Jurnal Eksis. (Online). Volume.8. No.1.
(http://www.karyailmiah.polnes.ac.id) (diakses pada jumat 21 Agustus
2015)
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan Pendidikan Integratif
di sekolah Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta : PT.LkiS
Roqib, Moh. 2011. Prophetic Education: Kontektualisasi Filsafat dan Budaya
Profetik dalam Pendidikan. Purwokerto: STAIN Press
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Roziqin, M. Zainur. 2007. Moral Pendidikan di era Global (pergeseran pola
interaksi guru-murid di era global). Malang: AVERROES Press
Roziqin, M.Khoirur.2008. Format Pendidikan Profetik di tengah transfomasi
Sosial Budaya (Telaah Kritis Pemikiran Kuntowijoyo). Skripsi.
Yogyakarta: UIN SUNAN KALIJAGA
Shafiq, Muhammad. 2000. Mendidik Generasi Baru Muslim : ide dasar, karya
dan obsesi Al Faruqi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Shofan, Moh. 2004. Pendidikan berperadigma Profetik : upaa konstruktif
membongkar dikotomi sistem pendidikan islam. Yogyakarta: IriSoD
Sholeh, Asrorun Niam. 2004. Reorientasi Pendidikan Islam : mengurai relevansi
Al Ghazali dalam konteks kekinian. Jakarta : ELSAS
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: ALFABETA
Sutardi.2012. Pendekatan profetik dalam penerapan pendidikan
karakter.(Online).diakses di http://sutardicool.wordpress.com
143
Zeeno, M. Jameel.2005. Resep menjadi pendidik sukses berdasarkan Al-Qur‟an
dan teladan nabi. Jakarta: Hikmah PT.Mizan
144
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
METODE
PENGUMPULAN
DATA
SUMBER
DATA
JENIS DATA
Kepala sekolah
Wawancara
Wakil ketua
kesiswaan
Guru Agama
Observasi
Lingkungan
Pembelajaran
Dokumen
Sekolah
Sejarah Pendirian sekolah
Visi dan misi sekolah
Pandangan tentang pendidikan tradisi
profetik
Pandangan Tentang Impelementasi
pendidikan tradisi Profetik
1. Implementasi pendidikan
tradisi profetik dalam
pembelajaran pendidikan
agama islam
2. Hambatan implementasi
pendidikan dalam profetik
3. Solusi implementasi
pendidikan tradisi profetik
4. Hasil iplementasi pendidikan
profetik
Proses pelaksanaan bimbingan
pendidikan islam pada siswa yang
mengacu pada pendidikan profetik
Hambatan dalam implementasi
pendidikan profetik dan solusinya
Kegiatan pendidikan profetik
yangdilakukan siswa sehari-hari
Prose KBM Pendidikan profetik
dalam pembelajaran pendidikan
agama islam
Hambatan pendidikan profetik dalam
pendidikan agama islam
Solusi pendidikan profetik dalam
pendidikan agama islam
Hasil Pendidikan profetik dalam
pembelajaran pendidikan agama islam
Situasi dan kondisi sekolah
Ruang kelas
Mushola
Penataan Lingkungan Sekolah
Proses KBM
Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan keagamaan
Letak geografis
145
Data Guru dan Karyawan
Data Siswa
Data Sarana Prasarana
Data intrakulikuler dan
Ekstrakulikuler
146
CACATAN OBSERVASI
Hari/Tanggal : Jum‟at, 11 September 2015
Waktu
: 06.30-14.00 WIB
Sumber Data : Lingkungan dan Pembelajaran
Jenis Data
: situasi dan kondisi Sekolah
: kegiatan keagamaan
Jumat pada Jam 06.30 sampai jam 07.00 pagi para siswa berangkat dan
masuk ke sekolahan. Di depan gerbang sudah ada beberapa guru yang berdiri
yang kemudian para siswa bersalaman saat memasuki gerbang sekolahan menuju
ruang kelas masing-masing. Setelah memasuki kelas para siswa dan guru
membaca Asmaul Husna bersama-sama sebelum memulai pembelajaran. Pada
saat waktu menunggu di ruang tata usaha peneliti masih melihat beberapa guru
yang merokok di lingkungan sekolah bahkan ada yang di depan kelas. Ada
beberapa guru yang saling bergurau di ruang guru dan di depan kelas yang mana
itu dapat terlihat oleh para siswa ketika sedang istirahat. Pada jam 09.00 peneliti
melihat ada materi praktek mengenai shalat dhuha yang dilaksanakan di mushola
sekolah. Ketika jam 11.15 bel berbunyi menandakan jam kegiatan belajar
mengajar telah selesai, tetapi para siswa tidak langsung beranjak pulang. Kelas
yang mendapat jadwal untuk menata karpet dan tikar untuk shalat berjamaah
segera mengambilnya dan mempersiapkannya di lapangan sekolah untuk sholat
jumat berjamaah. Para siswa muslim dan guru-guru muslim mempersiapkan diri
untuk mengambil wudlu dan melaksanakan shalat jumah. Sedangkan yang non
muslim berada di kelas dan melakukan ibadah keagamaan sesuai agamanya yang
dibimbing bersama guru agamanya. Setelah shalat jumat selesai, kelas yang
mendapat jadwal untuk mengembalikan karpet dan tikar segera merapikan dan
membereskan tikar untuk dikembalikan ke mushola. Setelah itu para siswa
kembali ke kelas dan bersiap untuk pulang. Siswa yang ikut Sie Keronian islam
(SKI) pada jam 13.00 berkumpul di mushola untuk mengadakan kajian dan BTQ
yang didampingi oleh guru pendidikan agama islam. Di mushola para siswa yang
147
ingin belajar BTQ di bimbing oleh guru agama dan kemudian para siswa bersamasama mengikuti kajian keislaman yang diisi oleh guru agama islam.
Kajian
tersebut selesai pada jam 14.00, kemudian para siswa pulang ke rumah masingmasing.
148
CATATAN WAWANCARA
Hari/Tanggal
Tempat
Waktu
Narasumber
Jenis Data
: Kamis, 10 September 2015
: Ruang Kepala Sekolah
: 09.00 WIB
: Drs. H. Munadzir, M.Si (MN)
: Sejarah Sekolah
Peneliti
Narasumber
Peneliti
: Asslamualaikum selamat pagi pak
: Waalaikumsalam, selamat pagi bagaimana dek?
: maaf pak sebelumnya kalau saya mengganggu, mau minta waktu
bapak buat wawancara ?
: oo... yang dari STAIN Kemarin ya silahkan, mau bertanya
tentang apa?
: saya mau bertanya mengenai sejarah SMP Negeri 4 Salatiga ini
Narasumber
Peneliti
pak?
Narasumber
Peneliti
Narasumber
peneliti
Narasumber
Peneliti
narasumber
: sepengetahuan saya, SMP ini sudah ada sejak tahun 1979,
dulunya ada 2 gedung yang terpisah yaitu di jl.Veteran dan
Jl.Sumardi. Tapi sekitar Tahun 2007 kita sudah mendapatkan
tempat ini sekarang, di Jl. Patimura 47.
: bagaimana inovasi pendidikan agama islam di SMP Negeri 4
ini?
: inovasi pendidikan agama islam yang dilakukan di sekolah ini
lebih kami tekankan pada praktek-praktek pendidikan yang
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah
maupun di rumah.
: bagaimana menurut bapak pendidikan kenabian itu?
: pendidikan menurut saya itu adalah pendidikan dengan
keteladanan, karena Nabi merupakan suri tauladan sehingga
dengan pendidikan kenabian dapat menanamkan nilai-nilai
kenabian dan keislaman di lingkungan sekolah.
: bagaimana implementasi pendidikan tradisi profetik dalam
pembelajaran PAI di sekolah ini pak ?
: adanya keteladanan yang dilakukan guru saat melakukan proses
pembelajaran. Selain dari pembelajaran pendidikan agama islam
keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah
merupakan salah satu penerapan pendidikan profetik yang penting
untuk dilakukan. Pelaksanaan nilai-nilai profetik atau kenabian
yang di ajarkan melalui pembelajaran maupun praktek merupakan
proses tranformasi pendidikan dan pengajaran. Dengan adanya
keteladanan dan penananman nilai-nilai kenabian dapat
membentuk pribadi siswa yang berakhlakul karimah dan menjadi
Khairul Ummah. Didukung adanya kajian-kajian sie kerohanian
islam yang dilakukan pada setiap hari Jum‟at juga dapat
menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman pada diri peserta
149
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
didik. Penanaman nilai-nilai kenabian atau keislaman juga kami
terapkan dengan mengajak peserta didik untuk saling tolong
menolong antar sesama dengan cara menyantuni anak yatim dan
warga miskin.
: adakah hambatan dalam pengimplementasiannya pak?
: masih Kurangnya sarana prasarana yang mendukung untuk
penanaman pendidikan profetik menjadi salah satu hambatannya,
seperti alat ibadah ataupun tempat ibadah. Kemudian masih
lemahnya keteladanan dari guru maupun tenaga kependidikan,
seperti masih ada yang merokok di lingkungan sekolah yang masih
dapat dilihat oleh siswa.
: bagaimana solusi yang bapak berikan?
: Perlunya adanya peningkatan sarana prasarana sekolah dalam
menunjang penanaman pendidikan profetik, dengan penambahan
area tempat ibadah maupun tempat khusus untuk kegiatan
keagamaan. Perlunya kesadaran diri untuk memberikan suri
tauladan yang bagi peserta didik serta menjaga perilaku
: bagaimana hasil dari implementasi pendidikan tradisi profetik?
: Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang terlihat saat
ini adalah terciptanya kedisiplinan peserta didik serta terbentuknya
moral dan akhlak peserta didik. Seperti menghormati guru dan
sesama teman. Berkurangnya kenakalan perilaku siswa yang terjadi
karena suda tertanam nilai-nilai kenabian dan keislaman pada diri
peserta didik. Muncul pembiasaan yang baik yaitu ketika waktu
dhuhur tiba beserta siap-siap ambil wudhu dan menempatkan diri
untuk sholat berjamaah.
: jadi kira-kira pendidikan profetik menurut bapak penting untuk
diterapkan apa tidak?
: ya penting, harus itu dek, agar misi kenabian serta nilai-nilai
kenabian dapat tertanam dalam diri siswa untuk membentuk moral
dan akhlak mereka.
: terima kasih pak sebelumnya atas waktunya.
: ya, sama-sama
150
CATATAN WAWANCARA
Hari/Tanggal : Jum‟at, 11 September 2015
Tempat
: Ruang Guru
Waktu
: 10.00 WIB
Narasumber : Drs. S.B Hariyanto (HR)
Jenis Data
: Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam pembelajaran
pendidikan agama islam
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
: Assalamualaikum pak?
: waalaikumsalam, bagaimana dek, ada yang bisa saya bantu?
: saya minta maaf sebelumnya pak kalau sudah mengganggu
waktunya, Saya mau tanya mengenai pembelajaran pendidikan
agama islam di SMP Negeri 4 ini pak?
: tidak apa-apa, saya selaku guru agama islam lebih menekankan
pada pendidikan moral dan akhlak dalam pembelajarannya. Karena
sekarang perlu adanya penekanan dalam afektif dan psikomotorik
siswa.
: bagaimana penerapan pendidikan profetik dalam pembelajaran
yang bapak lakukan?
: dalam penerapannya saya menekankan keteladanan kepada
peserta didik dan penanaman nilai-nilai kenabian di lingkungan
sekolah, biasanya sebelum mulai pembelajaran dibiasakan
membaca Asmaul Husna. Dalam keseharian di sekolah diberikan
pembiasaan sholat Dhuhur dan jumat berjamah.
: bagaimana dalam model pembelajarannya pak?
: beberapa pembelajaran peserta didik diajak untuk belajar
langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika ada materi
tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya dan mencari
pengetahuan mengenai haji kepada tokoh agama atau masyarakat
yang sudah menunaikannya. Sehingga dengan begitu siswa akan
lebih mengetahui dan memahami materi karena mencari langsung
dari sumbernya. Pembiasaan serta keteladanan nilai-nilai profetik
yang dilakukan di lingkungan sekolah dapat menanamkan dan
membangun akhlak dan moral peserta didik
: bagaimana dalam sistem evaluasinya?
: Dalam mengevaluasi setiap pembelajaran yang telah berlangsung
baik tes maupun nontes kami selalu menekan pada segi afektif
dan psikomotoriknya bukan berarti segi kognitif tidak penting.
Setiap perilaku yang dilakukan di dalam kelas, sekolah maupun di
luar sekolah pun menjadi evaluasi bagi kami. Dengan observasi
maupun pengamatan terhadap perilaku siswa menjadi peranan
dalam evaluasi pembelajaran, tidak hanya itu kami juga
berkoordinasi dengan seluruh tenaga kependidikan untuk bersamasama dalam melakukan evaluasi. Selain menggunakan evaluasi
dengan tes, evaluasi secara praktek langsung seperti saat materi
151
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
sholat atau wudhu dapat di lakukan ketika sholat Dhuhur dan
Jum‟at bersama.
: adakah hambatan dalam mengimplementasikanya?
: masih ada beberapa hambatan dalam penerapan pendidikan tradisi
Profetik, seperti Masih kurangnya keteladanan dari seluruh tenaga
kependidikan di sekolah. Lemahnya motivasi belajar tentang nilainilai kenabian dan keislaman menjadi salah satu penghambat
penanaman dan pembangunan moral dan akhlak siswa.
Kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai agama di sekolah
maupun di rumah menjadi hambatan dalam penanaman dan
pembentukan akhlakul karimah
: apakah ada hambatan dalam evaluasinya?
: masih ada, lemahnya monitoring terhadap siswa yang mana
belum adanya kerjasama yang baik antar guru maupun tenaga
kependidikan untuk bersama-sama memberikan teladan dan
monitoring guna mengevaluasi perkembangan peserta didik.
Dalam hal evaluasi ketidakjujuran orang tua siswa dalam
melaporkan perilaku siswa ke guru yang bahkan membela siswa
atau menutupi kesalahannya menjadikan proses evaluasi kurang
maksimal dalam mengukur peserta didik.
: bagaimana solusi yang bapak lakukan untuk meminimalkan
hambatanTersebut?
: adanya Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru
maupun tenaga kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan
nilai-nilai kenabian terhadap diri siswa secara tidak langsung.
Perlunya peran orang tua dalam pemberian pendidikan keagamaan
serta pembiasaan ibadah di rumah yang mana akan meningkatkan
motivasi belajar keagamaan siswa. Perlunya perhatian lebih
terhadap nilai-nilai agama dan kenabian di lingkungan sekolah.
Perlu adannya evaluasi tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa
yang dilakukan oleh guru, tenaga kependidikan maupun orang tua
yang mana nanti pada setiap akhir semester akan ada pelaporan.
Dengan pemberian reward and punishment akan menjadikan
peserta didik menjadi termotivasi dalam menghayati serta
mengamalkan apa yang telah diajarkan sehingga proses
pembangunan dan pembentukan akhlak peserta didik lebih mudah
tertanam dalam pribadi peserta didik. Pemberian tugas rumah atau
pun studi kasus terhadap lingkungan di sekelilingnya juga
menjadikan peserta didik lebih mengetahui, memahami,
menghayati materi yang diberikan yang mana secara tidak
langsung akan membentuk diri peserta didik.
: bagaimana hasil implementasi pendidikan tradisi profetik?
: hasilnya yang terlihat adalah tumbuhnya tingkat keagamaan
peserta didik serta motivasi belajar keislaman. Membawa hikmah
bagi peserta didik yang mana secara bertahap moral dan akhlakul
karimah mulai tertanam dan terbentuk pada diri peserta didik, hal
152
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
itu tercermin dalam proses pembelajaran di kelas. Menumbuhkan
sifat saling menghormati, menghargai dan menolong.
Menumbuhkan rasa cinta untuk beribadah pada diri peserta didik.
: jadi pendidikan profetik itu perlu untuk diterapkan ya pak?
: ya memang harus, dengan kita mencontoh dan meneladani nabi
maka secara perlahan dapat membentuk moral dan akhlak siswa
menjadi lebih baik
: terima kasih pak sebelumnya, sudah mau meluangkan waktunya?
: tidak apa-apa sama-sama, kok saya rasa seperti pernah ketemu
ya?
: iya pak, dulu yang sering ngisi pesantren kilat di sini pak.
: oh.... iya
153
CATATAN WAWANCARA
Hari/Tanggal : Sabtu, 12 September 2015
Tempat
: Mushola
Waktu
: 10.00 WIB
Narasumber : Wildan Mustofa S. S.Ag (WD)
Jenis Data
: Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam pembelajaran
pendidikan agama islam
Peneliti
Narasumber
Penelitian
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
kristen
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
: Assalamualaikum pak, maaf mengganggu?
: waalaikumsalam, ya bagaimana?
: saya mau wawancara dengan bapak?
: oh.. ya, tentang apa?
: tentang penerapan pendidikan profetik atau pendidikan kenabian
pak?
: ya udah, kita ke mushola saja ya
: ya pak
: di sini saja ya mas, gak enak di samping saya tadi guru agama
: tidak apa-apa pak
Saya mau bertanya mengenai bagaimana pembelajaran pendidikan
agama islam di sekolah ini pak?
: ya pembelajaran agama islam disini mengikuti pembelajaran
sekolah, yang mana sudah ada KD yang ditentukan disitu yang
mengacu pada K13. Terdapat pembelajaran berupa praktek-praktek
langsung seperti sholat dhuha.
: saya mau bertanya mengenai pendidikan tradisi profetik dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP ini?
: ya, pembelajaran PAI di sekolah ini sudah berjalan dengan baik,
mengikuti apa yang sekolah sudah atur, dan adanya pembelajaran
yang
Mengacu pada penekanan pembentukan moral siswa dan
emosional siswa. Dalam pemberian materi pembelajaran biasanya
siswa akan diberikan materi yang berkaitan dengan peristiwa apa
yang sedang terjadi ataupun keadaan sesungguhnya. Dengan
menggunakan metode pembiasaan keteladan juga dapat
menanamkan nilai-nilai keislaman yang dapat membentuk akhlak
dan moral siswa. Melalui observasi yang dilakukan oleh peserta
didik langsung dan kemudian dipadukan di kelas menjadikan
peserta didik mudah memahami dan menghayati materi yang
dipelajari. Penghayatan nilai-nilai kenabian yang ditanamkan
melalui praktek langsung dalam proses pembelajarannya dapat
mengukur moral dan akhlak, seperti contohnya ketika
pembelajaran praktek BTQ, menerapkan sifat-sifat nabi di dalam
perilaku keseharian semisal dengan guru memberi amanah kepada
siswa dan kemudian apakah siswa menjalankan amanah yang
154
Peneliti
Narasumber
peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
diberikan oleh guru tersebut atau tidak. Proses kegiatan belajar
mengajar yang kami lakukan ditekankan pada penanaman dan
penghayatan nilai-nilai kenabian dan keislaman yang mana dalam
setiap penggunaan metode dan media pembelajaran mengusahakan
agar bagaimana siswa mampu memahami dan menghayati secara
langsung tujuan pembelajaran yang diinginkan.
: bagaimana dengan sistem evaluasinya?
: Evaluasi secara nontes menjadi alat ukur bagaimana penanaman
dan pembentukan pribadi siswa, perilaku keseharian siswa di
lingkungan sekolah dan di rumah menjadi pertimbangan dalam
mengevaluasi hasil pembelajar. Maka tidak hanya guru Agama
islam saja yang membimbing maupun memberikan teladan, tetapi
seluruh tenaga kependidikan serta orang tua siswa juga menjadi
bahan ajar ataupun evaluasi secara bersama-sama
: adakah hambatan selama ini dalam penerapan pendidikan tradisi
profetik?
: masih terdapat beberapa hambatan dalam mengimplementasikan
pendidikan profetik, salah satunya adalah masih kurangnya
kesadaran siswa dalam beribadah. Masih adanya guru laki-laki
yang saling bercanda (guyonan) dengan guru perempuan di depan
siswa, masih ada tenaga kependidikan yang merokok di depan
siswa. Kemudian
masih Kurangnya kelimuan atau wawasan keagamaan yag dimiliki
oleh guru juga menjadi salah satu hambatannya. Belum
maksimalnya monitoring atau evaluasi yang diberikan oleh guru
maupun orang tua siswa menjadikan kurangnya penghayatan dan
pengejawantahan terhadap nilai-nilai profetik dalam kehidupan
sehari-hari. Serta masih adanya penekanan hanya pada aspek
kognitif saja.
: bagaimana solusi yang bapak lakukan?
: saya memberikan pembiasaan praktek-praktek sifat kenabian
seperti bersifat jujur dan amanah. Perlunya penambahan keilmuan
atau wawasan keagamaan serta khasanah islamiyah dengan
melakukan kajian-kajian keislaman untuk para tenaga pendidik
serta tenega kependidikan lainnya.Dalam Evaluasi saya lakukan
secara langsung atau mendadak untuk mengevaluasi moral dan
akhlak siswa, seperti ditanya “hari ini perbuatan baik apa yang
sudah kalian lakukan?”. Pengevaluasian secara bersama dari guru
dan orang tua dalam memonitoring perkembangan peserta didik
dengan dibuat buku atau laporan moral dan akhlak.
: bagaimana hasil implementasi pendidikan tradisi profetik di SMP
ini?
: adanya Pembentukan sikap dan prilaku siswa lebih baik,
terciptanya kedisiplinan pada diri peserta didik serta berkurangnya
kenakalan atau pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
siswa. Tumbuhya kesadaran siswa untuk beribadah dan berbuat
155
Peneliti
Narasumber
Penelti
Narasumber
Peneliti
Narasumber
baik. Menjadikan siswa suka untuk ke tempat ibadah.
Menumbuhkan sikap toleransi dan menghormati antar sesama.
Dengan adanya pembiasaan keteladanan baik yang dilakukan
menjadikan siswa akan mengikuti hal tersebut dan akan berhatihati dalam setiap perilaku yang dilakukaannya
: maaf sebelumnya pak, boleh tahu biografinya pak wildan?
: Nama Wildan Mustofa Setiawan. S.Ag. 26 februari 1978
: bapak mengajar di sini dari tahun berapa pak?
: saya mengajar di sini dari tahun 2010.
: terima kasih atas waktunya pak
: iya sama-sama
156
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Struktur Personalia SMP Negeri 4 Salatiga
Struktur personalia SMP N 4 Salatiga
Tahun Ajaran 2015/2016
NO
NAMA
JABATAN
1.
Drs.H.M. Munadzir, M.Si
Kepala Sekolah
2.
Isty Roostikawati, Amd,Pd
Wakil Kepala Sekolah I
3.
Abdul Rahman Yusuf
Wakil Kepala Sekolah II
4.
Muslimah, S.Pd
Bendahara Rutin
5.
Subiyati, Amd.Pd
Bendahara Taktis dan PMM
6.
SR.Apto Riani,S.Pd
Urusan Kurikulum
7.
Dwi Hartati,S Si, M.Pd
Urusan Kesiswaan
8.
Tony Adriyanto,S.Pd
Urusan Humas
9.
M. Budi Wibowo,S.Pd
Urusan Sapra/Perencanaan Sekolah
10
Saliyo,S.Pd
Urusan Bimbingan dan Konseling
11
Nurchani,S.Pd
Urusan tim simpati Guru
12
Bawonowati
Urusan Stabilitas 8 Standar
13
Patmawati Ilyas,S.Pd
Koord. Perpustakaan
14
Yasinta D.H, S.Pd
Laboratorium Bahasa
15
Rini Kusumadewi,S.Pd
Laboratorium IPA
16
M. Solehfudin,S.Kom
Laboratorium Komputer
17
Dwi Setyawati
Laboratorium ICT
18
Sri Mardiyastuti,S.Pd
Koperasi Sekolah
19
Sumiyati
Koord. TU/Umum
20
Salimin
Office Boy/bel/telepon/tamu
21
Dian Aprilia, A.Md
Kepegawaian/inventaris/Kesekretariatan
22
Eka Sulistyawati
Agenda/pemungut/umum
23
Agus Widodo
Urusan Rumah Tangga/Sapras/Umum
24
Sutrisno
Satpam/umum
157
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: data siswa SMP Negeri 4 Salatiga
Data siswa SMPN 4 Salatiga
jenis
kelamin
No Kelas L
P
1 VII A
14
22
2 VII B
11
25
3 VII C
20
16
4 VII D
15
21
5 VII E
19
17
6 VII F
25
11
Jumlah
104 112
8 VIII A
8
24
9 VIII B
11
21
10 VIII C
18
14
11 VIII D
14
18
12 VIII E
16
14
13 VIII F
23
7
14 VIII G
25
4
Jumlah
115 102
15 IX A
6
26
16 IX B
8
24
17 IX C
9
23
18 IX D
12
20
19 IX E
9
23
20 IX F
20
12
21 IX G
20
10
Jumlah
84 138
Jumlah Keseluruhan
islam Kristen
32
4
31
2
31
4
33
3
36
0
34
1
197
14
29
3
26
4
30
2
28
3
25
5
29
1
29
0
196
18
28
2
29
1
24
7
28
4
31
1
25
6
28
2
193
23
586
55
158
Agama
jumlah
Katolik Budha Hindu kelas
0
0
0
36
2
1
0
36
1
0
0
36
0
0
0
36
0
0
0
36
0
1
0
36
3
2
0
216
0
0
0
32
2
0
0
32
0
0
0
32
1
0
0
32
0
0
0
30
0
0
0
30
0
0
0
29
3
0
0
217
1
1
0
32
2
0
0
32
1
0
0
32
0
0
0
32
0
0
0
32
0
1
0
32
0
0
0
30
4
2
0
222
10
4
0
655
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: data Guru dan Kualifikasi pendidikan Guru SMP
Negeri
4 Salatiga
Data Guru SMPN 4
Status
No
Guru
1
PNS
2
GT
3
GTT
Jumlah Total
Islam Kristen
27
5
9
3
3
1
39
9
Agama
Katolik Budha Hindu
4
0
0
2
1
0
0
0
0
6
1
0
Jumlah
Guru
36
15
4
55
Data Kualifikasi Pendidikan Guru
No Kualifikasi
Guru Tetap
Guru tidak tetap Jumlah Guru
1.
Strata 1
41
3
44
2.
Strata 2
2
0
2
3.
Diploma 3
2
0
2
4.
Diploma 2
0
0
0
5.
SMA/SPG
7
0
7
52
3
55
Jumlah Total
159
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Daftar Karyawan SMP Negeri 4 Salatiga
Daftar Karyawan SMPN 4
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Tugas
Koord. Administrasi
Tata Usaha
Perpustakaan
Lab. Komputer
Lab IPA
Lab. Bahasa
Lab. ICT
bel/telepon/tamu
Petugas Kebersihan
Sopir
Satpam
Urusan Rumah Tangga
kepegawaian/
inventaris/
kesekretariatan
Agenda/Umum
Jumlah
Jumlah
2
8
5
2
2
2
2
1
6
0
5
2
3
PNS
2
4
2
1
2
2
2
1
0
0
0
0
1
3
43
1
18
Keterangan :
PNS
: Pegawai Negeri Sipil
CPNS
: Calon Pegawai Negeri Sipil
PTT
: Pegawai Tidak Tetap
HL
: Harian Lepas
160
Keterangan
CPNS
PTT
0
0
0
4
2
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
5
0
2
1
1
0
4
2
21
HL
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Daftar Sarana SMP Negeri 4 Salatiga
Data Sarana SMPN 4 Salatiga
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Sarana/Bidang
Ruang Kelas
Lab. IPA
Lab. Bahasa
Lab. Ketrampilan
Lab. Komputer
R. Perpustakaan
R. Serbaguna
R. UKS
R. BK
R. Kepala Sekolah
R. Wakil Kepala Sekolah
R. Guru
Ruang TU
Ruang Kurikulum
Ruang OSIS
Ruang Dapur
Ruang Penjaga/Satpam
R.ibadah/Mushola
Gudang
kamar mandi/WC Guru
kamar mandi/WC Siswa
koperasi
Lapangan Basket
Lapangan Bola volly
Lapangan Upacara
Area Parkir
Taman/kebun Sekolah
161
Jumlah
20
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
6
1
1
1
1
1
4
Luas/m²
56
56
112
56
56
70
16
12
112
40
30
168
56
30
20
20
6
112
56
12
54
112
400
350
750
21
24
Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
kurang baik
Baik
Baik
Baik
kurang Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Terawat
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Daftar Prasarana SMP Negeri 4 Salatiga
Data Prasarana SMPN 4 Salatiga
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Jenis Barang
Buku Pegangan Guru Untuk Tiap Mapel
Buku Teks Siswa untuk Tiap Mapel
Buku Penunjang untuk Tiap mapel
Komputer
Laptop
Mesin Ketik
Mesin Hitung
Brankas
Filling Kabinet
Almari
Rak Buku
Meja Guru
Meja Siswa
Kursi Guru
Kursi Siswa
162
Jumlah
153
3270
51
48
2
5
2
1
2
15
9
86
328
86
670
Kondisi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Kegiatan Intrakurikuler SMP Negeri 4 Salatiga
Kegiatan Intrakurikuler SMPN 4 Salatiga
No
Intrakurikuler
1
Pendidikan kewarganegaraan
2
Pendidikan Agama Islam
3
P. Agama katholik
4
P. Agama Protestan
5
P. Agama Budha
6
P. Agama Hindu
7
Bahasa Indonesia
8
Bahasa Inggris
9
Bahasa jawa
10
Matematika
11
IPA
12
IPS
13
Olah raga
14
Seni Budaya
15
Tataboga
16
Elektronika
17
TIK
18
Bimbingan Konseling
Jumlah
163
Guru Pengampu
4
3
1
2
1
0
5
5
2
5
6
8
2
3
1
1
2
4
54
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Kegiatan Ekstrakurikuler SMP Negeri 4 Salatiga
Kegiatan Ekstrakurikuler SMPN 4 Salatiga
No
Ekstra kurikuler
1
Pramuka
2
Karya Ilmiah Remaja
3
Drum Band
4
PMR
5
Paskibra
6
PKS
7
Mading
8
Vokal Group
9
Olimpiade Sains
10
Olimpiade Olah Raga
11
BTQ/Tartil
12
Seni Tari
13
Seni Lukis
14
Broadcasting
15
Sie Kerohanian Islam (SKI)
Jumlah
164
Guru Pengampu
6
3
3
5
3
3
3
1
4
3
2
1
2
2
2
43
DOKUMENTASI
Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015
Jenis data
: Struktur Organisasi SMP Negeri 4 Salatiga
KEPALA SEKOLAH
KOMITE SEKOLAH
Drs.H.M. Munadzir, M.SI
NIP.19611022.198903.1.005
Mayor Purn.Ashuri
KA. TATA USAHA
SUMIYATI
WAKIL KEPALA
SEKOLAH
1. Abdul Rahman Yusuf
2. SR. Sapto Riani
KURIKULUM
1. Dwi Hartati.M.Pd
2. Wiwik Ambar,S.Pd
3. Dwi Setyowati, S.Pd
4. Eny Sudaryanti
5. Ira Kusuma, S.Pd
6. Rosmawati Y A, S.Pd
1
2
3
4
Isty Roostikawati, A.Md, Pd
Didik Widiatmoko, SPd
Dwi Partatmoko
Agus Prihananto ,SPd
WALI KELAS
KELAS 7
1
2
3
4
5
6
KELAS 8
7
8
9
10
11
12
13
KELAS 9
14
15
16
17
18
19
SARPRAS
KESISWAAN
1
2
3
4
Rini Kusuma D, S.Pd
Tony Adriyanto, S.Pd
Markuwati,S.Pd
Yenny Deswita, S.Pd
Nurchani,S.Pd
Agus Prihananto ,SPd
Dwi Hartati, S.Si, M.Pd
Sri Mardyastuti, S.Pd
Nur Rozi,S.Pd
Anisa Fathonah, S.Pd
Muji Lestari, S.Pd
Sutinah,S.Pd
Didik Widiyatmoko, S.Pd
Isty Roostikawati,A.Md, Pd
Wiwik Ambar W, S.Pd
Drs.SB Hariyanto
Ira Kusumawardani, S.Si
Dewi Indah, S.Pd
Satiman, S.Pd
HUMAS
1
2
3
4
LABORAN
BP/BK
1
2
3
4
M.Budi Wibowo,S.Pd
Nur Rozi,S.Pd
Satiman, S.Pd
Drs. Agus Triyanta
1. Rini Kusuma W, S.Pd
2. Anisa Fathonah
Drs. SB Hariyanto
Dyah Respati, TAP, S.Pd
Istrini, SPd
Sutinah,S.Pd
PERPUSTAKAAN
1 Wiji Peni Tri Hastuti, S.Pd
2 Sri Iriyanti
MY.Wardhani, BA
M.Budi Wibowo,S.Pd
Saliyo, BA
Dra. Endang Susanti
TATA USAHA
GURU
1 Drs.H.M Munadzir, M.Si
2 Drs. SB Hariyanto
24 Dwi Setyawati, SH
25 Muslimin, SPd
3 Yasinta DH, SPd
26 Drs.Agus Triyanta
4 Istrini, SPd
27 Tony Adriyanto
28 Didik Widyatmoko, SPd
5 Nurchani,SPd
6 Muslimah, SPd
7 A. Rahman Yusuf
29 Sutinah, SPd
30 Eny Sudaryanti, SPd
8 Sri Mardyastuti,SPd
31 Muji Lestari, SPd
9 Dewi Indah,S.Pd
32 Supeni Sri L, S.Pd
10 Wiwik Ambar W,S.Pd
33 Rosmawati Y.A, S.Pd
11 Subiyati
34 Markuwati, SPd
12 Nur Rozi, SPd
35 Pamuji Wiyana, S.S
13 Yeny Deswita,S.Pd
36 Wiji Peni
14 Indah Wahyuningsih
37 Satiman, SPd
15 Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd
38 Krisminiatun
16 Isty Roostikawati,A.Md.Pd
39 Bawonowati
17 Ira Kusumawardhani, S.Si
40 Dwi Partatmoko
18 Anisa Fatonah, S.Pd
41 Endang Retno H
19 Agus Prihananto ,SPd
42 Ika Nurratri,S.Pd
20 Rini Kusuma D, S.Pd
43 Yusuf Haryadi, S.Pd
21 SR Sapto Riani, S.Pd
44 Siswanta, S.Ag
22 Dyah Respati TAP, SPd
45 Debora Wahjuni,S.Th
23 Endang Wahyuningsih,SPd
45 Imam Muthohar
46 Imam Sujarwo
165
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Sumiyati
Idayati Hartini
Saimin
Agus widodo
Sri Iriyanti
Rejo
Eka Sulistyawati
Murniati
Rubiyanto
Nuzul Lusy
Anggraeni
25. Tri Budi Setyawan
26. Sutrisno
27. Agus Riyadi
166
167
168
DAFTAR NILAI SKK
NO
1.
2.
3.
4.
Nama
NIM
: Syaifullah Godi Ismail
: 11109106
Progdi
: PAI
Jurusan
: Tarbiyah
Nama Kegiatan
Orientasi Program Studi Dan
Pengenalan Kampus (OPSPEK)
DEMA STAIN Salatiga
Pelatihan Emotional Spritiual
Quotient (Esiq) Stain Salatiga
Sertifikat UPT Perpustakaan User
Education STAIN Salatiga
Diskusi Panel Dengan Tema
“Aktualisasi Bahasa Arab Dan
Bahasa Inggris Dalam Dakwah
Islam”
Tanggal
Keterangan
18-20 Agustus 2009
Peserta
21 Agustus 2009
Peserta
25-29 Agustus 2009
Peserta
5 September 2009
Peserta
Nilai
3
2
2
2
5.
Diskusi Dan Buka Bersama Di
Secretariat HMI Cabang Salatiga
10 September 2009
6.
English Friendship Camp
17-18 November
2009
7.
Basic Training (Lk 1)
“Menjalin Hubungan
Intrapersonal Dikalangan
Mahasiswa Denagnbasic Islam
Dan Ke-Hmi-An Menuju Insan
Cita”
Hmi Cabang Salatiga
Bedah Buku “Jalan Cinta Para
Pejuang” Karya Salim A. Fillah
Public Hearing Dengan Tema
“Membangun Demikrasi Kampus
Yang Harmonis”
Seminar Lingkungan Hidup
MITAPASA
Akhirussanah Ma‟had STAIN
2
Peserta
8.
9.
10.
11.
2
Peserta
2
25-28 Maret 2010
Peserta
24 April 2010
2
Peserta
15 Mei 2010
2
Peserta
24 Mei 2010
Peserta
2
29 Juli 2010
Peserta
2
169
Salatiga
12.
13.
14.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
Dan Karnoto Zarkasyi Dengan
Tema “ Membangun Pola
Idealitas Mahasiswa Ditengah
Pergolakan Arus Global Guna
Mencapai Insane Yang Militant
Dan Bernafaskan Islam”
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
Dengan Tema “Mewujudkan
Mahasiswa Islami Yang Ideal
Demi Terwujudnya Kader Yang
Militan”
Surat Keterangan Lulus
Praktikum BTA Program Studi
Pendidikan Agama Islam STAIN
Salatiga
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
Dengan Tema “ Implementasi
Nilai Kehmian Dalam Diri
Mahasiswa Demi Terbentuknya
Insan Yang Intelektualitas Dan
Bernafaskan Islam”
Public Hearing Dengan Tema
“Meningkat Tatanan Birokrasi
Kampus Yang Berbasis Pada
Prinsip-Prinsip Integritas”
13 Oktober 2010
Pemateri
4
22-24 Oktober 2010
Panitia
3
2 November 2010
Peserta
2
16-19 Maret 2011
Panita
3
25 Juni 2011
Peserta
2
Praktikum Kepramukaan Jurusan
Tarbiyah STAIN Salatiga
Penginapan Peserta Orientasi
Pengenalan Akademika Dan
Kemahasiswaan STAIN Salatiga
2011 Dengan Tema “Merajut Tali
Ukhuwah Islamiyah Bersama
Keluarga Besar Himpunan
Mahasiswa Islam”
22-27 Juli 2011
Peserta
2
19-21 Agustus 2011 Panitia
3
Seminar Keperempuanan Korp
HMI-Wati Dengan Tema “Jilbab
Perspektif Agama Dan Social”
Senior Course (SC) Se Jateng
04 November 2011
Panitia
3
15-20 Februari 2012 Peserta
4
170
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
DIY Dengan Tema
“ Transformasi Nilai-Nilai
Pengkaderan Menuju Kompetensi
Pendidik Yang Berkualitas”
Public Hearing Dengan Tema
“Meningkatkan Kepekaan Dan
Transparansi Kinerja Lembaga
Menuju Kampus Yang Amanah”
Seminar Nasional SEMA STAIN
Salatiga Dengan Tema
“Berpolitik Untuk Kesejahteraan
Indonesia,Reorientasi Gerakan
Mahasiswa Pasca Reformasi”
Seminar Nasional Dengan Tema
“Mewaspadai Gerakan Islam
Garis Keras Di Perguruan Tinggi”
Grand Launching FGMPS Dan
Diksusi Public Dengan Tema
“Peran Generasi Muda Terhadap
Fenomena HIV/AIDS Di Kota
Salatiga”
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
Dengan Tema “Membangun
Paradigm Mahasiswa Yang
Berintelektual Dan Berjiwa
Nasionalis Religious”
27 Maret 2012
Peserta
2
15 Mei 2012
Peserta
8
23 Juni 2012
Peserta
8
12 Juli 2012
Peserta
2
29 November - 2
Desember 2012
Peserta
2
Seminar Pendidikan Dengan
Tema”Menuju Pendidikan
Indonesia Yang Ideal”
Surat Keputusan Ketua STAIN
Salatiga Tentang Pengangkatan
Pengurus Senat Mahasiswa
(SEMA) STAIN Salatiga 2013
28 Desember 2012
Peserta
2
31 Januari 2013
Anggota
4
Diskusi Dan Perayaan Dies
Natalis HMI Ke 66 Dengan Tema
“ 66 Tahun Hmi Untuk Islam Dan
Negara Indonesia”
Kajian Dan Follow Up Dengan
Tema “Membangun Kader HMI
Yang Militan”
Bedah Buku Berjudul “Sholat
Ngebut Bikin Benjut”
05 Februari 2013
Peserta
2
18 Februari 2013
Peserta
2
11 Mei 2013
Peserta
2
171
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Latihan Kader I (Basic Training)
HMI Cabang Salatiga Dengan
Tema “Empowering Komitmen
Keislaman, Kemahasiswaan Dan
Keindonesiaan Untuk Kader
Militant”
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
Dengan Tema “ Ijtihad
Mahasiswa: Revivalisasi
Pemikiran Dan Gerakan
Mahasiswa Islam Di Era
Tranparansi Informasi”
Sarasehan Akbar HMI Komisariat
Walisongo “Merajut Ukhuwah
Memperkokoh Kebersamaan”
Bedah Buku Berjudul ” Ketika
Cinta Bertasbih”
Bedah Film Tanah Surga Katanya
31 Mei 2013
Pemateri
4
19-21 September
2013
Pemateri
4
10 Oktober 2013
Peserta
2
11 Desember 2013
Peserta
2
29 Desember 2013
Peserta
2
Basic Training LK1 HMI “Ijtihad
Mahasiswa: Revivalisasi
Pemikiran Dan Gerakan
Mahasiswa Islam Di Era
Transparansi Informasi”
Seminar Regional Dengan Tema
“Mempertegas Peran Pendidikan
Dalam Mencerahkan Masa Depan
Anak Bangsa”
Latihan Kader I HMI Cabang
Salatiga Dengan Tema
“Membangun Pola Idealitas
Mahasiswa Ditengah Pergolakan
Arus Global Guna Mencapai
Insane Yang Militant Dan
Bernafaskan Islam”
20 September 2014
Pemateri
4
19 November 2014
Peserta
4
13 Oktober 2010
Panitia
3
172
173
174
Download