IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) Oleh SYAIFULLAH GODI ISMAIL NIM 111 09 106 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015 2 3 4 MOTTO 5 Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21) PERSEMBAHAN 6 Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Keluarga besarku terutama pada ayahku Bapak Kardiyanto Godi Ismail dan Ibuku tercinta Sakdiyah yang selalu memberi nasihat, kasih sayang, bimbingan dan motivasi serta dukungan materi. 2. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yaitu Pak Fegi, Anita, Said, Pras, bang Imtihan, bang ini, Iman, Takul, dan keluarga besar HMI Cabarg Salatiga lainnya yang selalu memberikanku semangat berjuang dalam berorganisasi serta memberikan banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat. 3. Teman-temanku Kampus kelas PAI D angkatan tahun 2009 yaitu Agus, Rozak, Juliono, dan yang lainya 4. Teman-teman kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN Salatiga. KATA PENGANTAR 7 Asslamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 3. Bapak Fatchurrahman,S.Ag.,M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 4. Ibu Dr.Muna Erawati,M.Si selaku pembimbing akademik. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 8 6. Kepala sekolah, guru, dan siswa SMP Negeri 4 Salatiga yang telah memberikan izin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di sekolah tersebut. 7. Kepada orang tuaku tercinta Bapak kardiyanto godi ismail dan Ibu Sakdiyah serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan membantu dalam bentuk moril maupun materiil untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 8. Kepada kawan-kawan seperjuangan keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga (pras, anita, said, sahal, takul, istad, bang imtihan, bang indi, fegi dan yang lainnya) yang tak akan pernah putus mencari ilmu dan selalu yakin usaha sampai. 9. Kepada teman-temanku tercinta PAI D 2009 (agus, rozaq, anwar, fegi, faisal) serta teman-teman yang saya kenal dan yang mengenal saya, yang tak mungkin dapat saya sebutkan semuanya yang telah memberikan saran do‟a serta motivasinya 10. Generasi muslim, pemuda pemudi penerus cita-cita bangsa. Oleh karenanya, penulis tak kan berarti apa-apa tanpa mereka semua, kami ucapkan banyak terimakasih. Semoga amal perbuatan yang diberikan dengan ikhlas, akan dihitung oleh Allah serta memperoleh balasan kebaikan dan mendapatkan Ridho Allah SWT. Amin. 9 10 ABSTRAK Ismail, G. Syaifullah. 2015 Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Fatchurrahman,S.Ag, M.Pd Kata kunci: Implementasi dan pendidikan profetik. Latar belakang penelitian ini bertolak pada keadaan di Indonesia saat ini yang krisis moral karena masih kurangnya akan pendidikan moral dan akhlak dalam membentuk dan membangun moral serta akhlak para peserta didik. Disadari atau tidak pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada dimensi kognitif yang hanya mencetak manusia cerdas dan terampil, maka tidak heran jika terjadi krisis moral dan akhlak. Dalam pendidikan Islam pendidikan karakter merupakan pendidikan akhlak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pendidikan karakter atau pembentukan moral dan akhlak seperti konsep pendidikan yang di ajarkan Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan pendidik yang paling berhasil dan menjadi suri tauladan. Dengan meneladani dan meniru pendidikan yang digunakan nabi diharapkan dapat membentuk dan membangun moral serta akhlakul karimah. Maka salah satu caranya dengan mengimplementasikan pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran agama Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; 1) Bagaimana Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 2) Bagaimana problematika Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 3) Bagaimana hasil Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?. Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Sesuai dengan tema yang peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan ( field research). Yaitu peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah. Pengumpulan data menggunakan wawancara/interview, dokumen dan observasi. Lokasi Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711 dan subjek penelitian adalah pendidik, tenaga kependidikan dan siswa. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga diterapkan dalam model pembelajaran dengan pembiasaan dan keteledanan kolektif, penanaman misi dan nilai-nilai kenabian pada peserta didik melalui materi pembelajaran, metode dan evaluasi pembelajarannya. Terdapat beberapa problematika dalam implementasi pendidikan profetik, ada beberapa hambatan dan solusi yang ditawarkan. Hasil dari implementasi pendidikan profetik dapat 11 membangun dan membentuk akhlak serta moral peserta didik, sehingga peserta didik mempunyai sikap menghormati, menghargai dan toleran. Menumbuhkan tingkat keagamaan dan motivasi ibadah siswa. Sehingga intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik dapat berkembang secara utuh. 12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................... i LEMBAR BERLOGO........................................................................ ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................... v MOTTO............................................................................................... vi PERSEMBAHAN............................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................... viii ABSTRAK.......................................................................................... xi DAFTAR ISI..................................................................................... xiii DAFTAR TABEL.............................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian ................................................................... 10 D. Landasan Teori ....................................................................... 11 E. Manfaat Penelitian ................................................................. 14 F. Metode Penelitian ................................................................... 15 G. Sistematika Pembahasan ........................................................ 21 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 22 A. Pendidikan dalam Islam ....................................................... 22 1. Pengertian Pendidikan ..................................................... 22 2. Pendidikan dalam Islam .................................................. 23 3. Dasar-dasar Pendidikan Islam .......................................... 30 4. Tujuan Pendidikan Islam .................................................. 34 B. Pendidikan Profetik ................................................................ 39 1. Pengertian Profetik ........................................................... 39 2. Filsafat Profetik ................................................................ 41 3. Filsafat Pendidikan Profetik ............................................. 41 4. Pengertian Pendidikan Profetik ........................................ 45 5. Tujuan Pendidikan Profetik .............................................. 46 6. Materi pendidikan Profetik .............................................. 47 7. Pendidik Pendidikan Profetik ........................................... 50 8. Peserta didik Pendidikan Profetik .................................... 54 9. Metode Pendidikan Profetik ............................................. 56 10. Media Pendidikan profetik ............................................... 60 11. Evaluasi Pendidikan Profetik ........................................... 62 C. Kontekstualisasi Pendidikan Profetik .................................... 64 1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoirul 64 Ummah) ........................................................................... 2. Pendidikan Profetik untuk Pengembangan Kebudayaan . 65 3. Paradigma Pendidikan Profetik dalam model pendidikan 66 14 D. Pendidikan Profetik dalam Pendidikan Agama Islam 72 BAB III HASIL PENELITIAN.......................................................... 79 A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian ..................... 79 1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga ....................... 79 2. Letak Geografi ................................................................. 79 3. Visi dan misi SMP Negeri 4 salatiga .............................. 80 4. Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ..................... 81 5. Guru, karyawan dan Siswa Struktur Personalia SMP 84 Negeri 4 salatiga ............................................................... 6. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 4 salatiga ..................... 89 7. Ekstrakurikuler ................................................................ 90 B. Temuan Penelitian ................................................................. 92 1. Hasil Penelitian .............................................................. 92 a. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam 92 Pembelajaran pendidikan agama Islam ............................ b. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik 97 dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ................ c. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam 101 Pembelajaran pendidikan agama Islam ........................... BAB IV PEMBAHASAN ............................................................... A. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam 15 105 105 Pembelajaran pendidikan agama Islam ................................. B. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik 110 dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ..................... C. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam 115 Pembelajaran pendidikan agama Islam .................................. BAB V PENUTUP.............................................................................. 119 A. Kesimpulan ............................................................................. 119 B. Saran ....................................................................................... 121 DAFTAR PUSTAKA 123 LAMPIRAN-LAMPIRAN 16 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga ............................. 82 Tabel 3.2 Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ............................ 83 Tabel 3.3 Data siswa SMP Negeri 4 salatiga .......................................... 84 Tabel 3.4 Data Guru SMP Negeri 4 salatiga .......................................... 85 Tabel 3.5 Data kualifikasi pendidikan guru SMP Negeri 4 Salatiga ...... 85 Tabel 3.6 Data Karyawan SMP Negeri 4 salatiga ................................... 86 Tabel 3.7 Data sarana SMP Negeri 4 salatiga ......................................... 87 Tabel 3.8 Data Prasarana SMP Negeri 4 salatiga ................................... 88 Tabel 3.9 Kegiatan Intrakulikuler SMP Negeri 4 salatiga ...................... 91 Tabel 3.10 Kegiatan Ekstrakuliker SMP Negeri 4 salatiga .................... 91 17 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan manusia. Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan, yang diharapkan akan dapat bermanfaat bagi diri pribadi maupun kepentingan orang banyak. Selain itu pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai penting dan strategis bagi peradaban manusia. Hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai suatu hal terpenting dan utama dalam membangun suatu bangsa dan negara. Di Indonesia sendiri hal ini jelas sudah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu melalui pendidikan. Serta dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Menurut Ahmad Makki dalam bukunya karya Jamal Ma‟mur Asmani mengatakan bahwa jika pendidikan dalam sebuah bangsa sudah maju , niscaya 18 akan maju pula bangsa itu. Sebaliknya, ketika pendidikan disuatu bangsa tidak berkembang, maka dapat dipastikan bangsanya akan terbelakang. Pendidikan di Indonesia sudah berjalan sekian puluh tahun sejak kemerdekaannya dan selama itu pula terdapat perkembangan pendidikan di Indonesia. Tetapi jika disadari pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada dimensi kognitif yang mencetak manusia-manusia yang cerdas, terampil dan mahir yang melahirkan manusia yang berkepribadian dan integritas. Kurangnya pengejawantahan dimensi afektif dan psikomotorik dalam sistem pendidikan menjadikan krisis identitas serta hilangnya Nilai-nilai luhur yang melekat pada bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan, kesopanan, hormat pada orang lain , religius dan kebersamaan. Hal ini menjadi keprihatinan kita semua sebagai warga negara Indonesia. Masifikasi gelombang modernitas telah membawa siapapun termasuk dunia pendidikan untuk hanyut mengikuti mainstream dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar tidak teraleniasi. Dalam keadaan seperti ini hegemoni konsep-konsep pendidikan ala barat sulit untuk dihindari, yang mana memarginalkan konsep-konsep dan ajaran lokal yang syarat akan nilai-nilai moral. Adanya problematika internal dalam sektor pendidikan serta hilangnya orientasi untuk memberikan pencerahan dan membentuk jati diri bangsa menjadikan kesinambungan program-program pendidikan belum bisa berjalan mulus. Ditambah dengan perubahan politik di negara ini karena adanya kebijakan-kebijakan baru pada setiap pergantian menterinya. Munculnya realitas pendidikan saat ini yang lebih sibuk melayani golongan sosial tertentu 19 menjadikan adanya materialisasi pendidikan yang sudah mulai menggejala dan menggeser ideologi pendidikan yang telah dicita-citakan bangsa Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membedakan status sosial. Kurikulum seakan disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan pekerjaan yang dibungkus dengan baju modernitas. Kemudian adanya dikotomi ilmu pendidikan antara ilmu pengetahuan umum dan agama memunculkan problematika tersendiri. Hal itu menjadikan pembagian dalam hal pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu umum dan agama sehingga dalam mengembangkan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya menjadi kurang maksimal. Dunia pendidikan dituntut perannya untuk kembali memurnikan arah perjalanan bangsa. Dunia pendidikan akan berada pada kondisi dilematiskontradiktif karena adanya tuntutan modernitas sekaligus sebagai tuntutan peran untuk selalu menjaga nilai-nilai moral. Sementara dunia pendidikan berada dalam paradoks, disuatu sisi ingin menanamkan dan mengajarkan nilainilai moral namun pada sisi lain justru institusi atau lembaga pendidikan mencerminkan praktek-praktek pendidikan yang menyimpang dari niliai-nilai moral dan identitas bangsa. Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia dan pengembangan potensi serta bakat yang harus diubah orientasinya untuk memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berkembang dalam tiga ranah yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Pendidikan haruslah menanamkan dan mengembangkan karakter individu dan nilai-nilai kemanusian. Pendidikan juga diarahkan dalam menanamkan integritas, etik dan 20 akhlak serta mengembalikan makna “pendidikan” bukan hanya sekedar “pengajaran”. Penggunaan metode-metode pendidikan yang mengedepankan keteladanan dan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengaktualisasikan nilai-nilai yang diajarkan. Pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Dengan adanya penanaman dan pengembangan karakter bagi setiap peseta didik atau individu dalam sistem pendidikan maka diharapkan akan menciptakan manusia yang berkualitas yang mampu beradaptasi dengan zaman. Dengan berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah pendidikan karakter. Pada hakikatnya pendidikan karakter adalah sebuah perjuangan bagi setiap individu untuk menghayati kebebasan dalam hubungan mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga menjadikan dirinya sebagai pribadi 21 yang unik dan khas serta memiliki integritas moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan tiga matra pendidikan yaitu pendidikan individual, pendidikan sosial dan pendidikan moral. Melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi dinamis dari struktur antropologi individu. Pendidikan karakter dalam arti demikian itu menurut Amin dalam Etika (1989) adalah pendidikan yang sejak lama telah diperjuangkan oleh para filusuf, bahkan para rosul utusan Tuhan. Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, holistik, dinamis, komprehensif dan terus menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina seluruh potensi dirinya serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk mengekspresikannya dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk mewujudkan visi misi dan tujuan tersebut pendidikan karakter membutuhkan dukungan salah satunya dari pendidikan agama. Dalam pada itu pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dan berperan penting dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas tertinggi yaitu Tuhan Sang Pencipta. Pendidikan karakter yang ditopang salah satunya oleh pendidikan agama membantu peserta didik untuk tumbuh secara lebih matang dan lebih baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Namun hal tersebut juga harus didukung dengan upaya yang disertai dengan keteladanan dari seluruh komponen yang terlibat dalam pendidikan (terutama guru), lingkungan dan atmosfer pendidikan yang kondusif. 22 Pendidikan karakter di dalam pendidikan Islam disebut juga dengan pendidikan akhlak mulia. Secara normatif-teologis merupakan sebuah agenda dan misi utama bagi setiap agama. Secara yuridis ajaran akhlak mulia secara eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika dilihat secara historis pendidikan akhlak mulia merupakan respon terhadap adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat. Lahirnya agama Islam di mekkah dan berkembang di madinah merupakan sampling yang representative tentang perlunya agama ini membentuk akhlak masyarakat. Hal itu terjadi karena keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam menetapkan kebijakan, strategi, taktik dan hal lainnya (Abuddin , 2012: 210). Pendidikan Islam sendiri merupakan sebuah pembentukan kepribadian seorang muslim. Pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan. Disegi lain pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis yang mana pendidikan Islam mengajarkan pendidikan iman dan amal. Secara historis Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudia disebarkan ke mekkah atau Islam diajarkan di mekkah, yang tadinya menyembah berhala, musyrik, dan sombong dengan usaha dan kegiatan Nabi mengajarkan Islam kepada mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin, muslim dan menghormati orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin sebagaimana yang dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus menjadi pendidik yang berhasil. Islam sebagai agama yang universal, yang 23 oleh pemeluknya diakui sebagai pandangan hidup dalam aktivitas sehari-hari, mensejajarkan pendidikan pada posisi yang sangat strategis. Pendidikan versi Islam tidak hanya sebagai penentu segala-galanya bagi vested interested (kepentingan) manusia di dunia, melainkan menjangkau kepentingan manusia masa depan yang esensial di akhirat kelak. Di dalam Islam dan dalam pendidikan Islam khususnya, secara tidak langsung telah berupaya untuk mengajarkan dan menanamkan pendidikan karakter atau akhlak mulia yaitu membentuk kepribadian seorang muslim sebagaimana cita-cita Islam yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur‟an dan sunnah yang berdialoq secara kontinu dengan tradisi dan budaya setempat. Pendidikan karakter atau pendidikan akhlak mulia merupakan bagian dari pendidikan Islam yang sudah ada sejak 15 abad yang lalu. Ajaran Islam yang berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semua orang yang bertugas mendidik adalah para nabi dan rosul, selanjutnya para ulama dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka (Zakiah Darajat, 2012: 20). Telah disebutkan sebelumnya bahwa Nabi Muhammad merupakan pendidikan yang paling berhasil dan menjadi suri tauladan (QS.33:21). 24 Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21) Maka perlunya pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan karakter atau akhlak untuk filter dan tameng bagi adanya kemajuan teknologi khususnya teknologi komunikasi dan informasi yang dikuasai barat yang menjadikan kekalahan beruntun secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya, komunitas muslim merasa kelimpungan dengan reaksi yang beragam. Diakui bahwa hal ini disebabkan karena masih ada beberapa hambatan dalam pendidikan agama Islam. Karena terjadinya pengadopsian pendidikan barat untuk mengembangkan pendidikan muslim. Yang terjadi adalah pendidikan modern (barat) plus pendidikan agama Islam untuk peserta didik muslim dan bukan yang dikonstruk berdasarkan nilai-nilai Islam yang dikembangkan dalam teori dan keilmuan Islam. Pendidikan akhlah mulia yang terdapat dalam pendidikan agama Islam saat ini telah terdikotomi oleh pendidikan nasional. Terlebih yang terdapat di lembaga pendidikan umum (SD, SMP dan SMA). Mengamati pendidikan agama Islam di Indonesia dari masa ke masa, tergambar jelas bahwa pendidikan agama Islam merupakan bagian yang terpisah dari sistem pendidikan nasional. Bahkan saat ini pendidikan Islam di Indonesia sedang menghadapi berbagai persoalan dan hambatan dalam berbagai aspek, terutama masalah orientasi pendidikan itu sendiri, dengan kata lain masih belum jelasnya konsep pendidikan yang dibawa serta bagaimana implementasi yang 25 berbentuk pembelajaran sebagai upaya menciptakan manusia yang mandiri dan profesional. Mengingat bahwa pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan dasar bagi setiap muslim, maka pendidikan agama Islam harus selalu ditumbuh kembangkan secara sistematis oleh setiap umat Islam dimanapun. Berangkat dari karangka ini, pendidikan agama Islam haruslah selalu senantiasa mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi logis dari perubahan. Kurangnya pembelajaran pendidikan agama Islam dalam lembaga pendidikan umum menghambat pembentukan manusia ideal (seorang muslim) yang siap dengan agenda globalisasi dan modernisasi yang terjadi. Lembaga pendidikan umum tidak berfokus kepada pendidikan agama, hal ini berbeda dengan lembaga pendidikan agama yang fokus pendidikannya adalah keagamaan. Kurangnya jam pembelajaran pendidikan agama Islam dalam pendidikan umum misalnya yang hanya 3 jam setiap minggu, maka perlu adanya strategi untuk memberikan bekal tentang pendidikan agama di pendidikan umum. Strategi dalam sistem pembelajarannya, metodenya, maupun dalam hal konsep pembelajarannya. Seperti penggunaan pendidikan profetik, yaitu dengan proses pengetahuan dan nilai yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Dengan adanya strategi dalam hal pembelajaran pendidikan agama Islam maka mampu untuk mencetak manusia-manusia keseimbangan dalam pandangan hidupnya serta memiliki penguasaan atau pengetahuan keagaaman untuk bekal individu dalam kehidupan sehari-hari. 26 Ditetapkanya SMP Negeri 4 Salatiga sebagai tempat penelitian, karena adanya strategi dan upaya-upaya yang digunakan Sekolah Menengah Pertama ini dalam hal menumbuhkan pendidikan keagamaan Islam terhadap peserta didiknya. Secara geografis yang terletak di pusat kota Salatiga, berada pada pusat jalur ekonomi Salatiga. Dalam hal pendidikan keteladanan yang ditumbuhkan oleh pihak sekolah dalam kesehariannya di lingkungan sekolah, seperti adanya sholat berjama‟ah dan kegiatan keIslaman untuk peserta didik. Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam penelitian ini adalah: “ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Di SMP NEGERI 4 SALATIGA PADA TAHUN PELAJARAN 2014-2015”. B. RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan judul skripsi diatas, maka ada sejumlah permasalahan yang penulis ajukan untuk dicari jawabannya. Sejumlah masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga? 2. Apa problematika yang muncul dalam implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga? 3. Bagaimana hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga? 27 C. TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga 2. Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga 3. Untuk mengetahui hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga D. LANDASAN TEORI 1. Pendidikan Profetik Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anakanak untuk membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak 28 dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakatnya.” Sedangkan Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan nabi. Kata dari bahasa inggris ini berasal dari bahasa yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya disebut rasul (messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi (Prophet). Nabi (Prophet) yang menjadi acuan dalam pendidikan profetik adalah Nabi Muhammad SAW yang mana sebagai suri tauladan dan sebagai pendidik yang hebat. Nabi Muhammad SAW menyebarkan dan mengajarkan islam di mekkah yang tadinya kondisi mereka menyembah berhala, musyrik, dan sombong, maka dengan usaha dan kegiatan Nabi mengajarkan Islam kepada mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin, muslim dan menghormati orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin sebagaimana yang dicitacitakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus menjadi pendidik yang berhasil. Di dalam kehidupannya nabi SAW selalu memberikan 29 ketauladanan kepada ummatnya. Hal inilah yang menjadikan nabi Muhammad menjadi acuan Profetik atau kenabian dalam hal pendidikan. Jadi, Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak, moral serta mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul ummah). Serta tercapainya intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik yang dapat berkembang secara utuh. 2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, kebiasaan dan tingkah laku, belajar juga diartikan sebagai pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi (Syaiful Bahri, 2002:22). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik (santri). Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran tersebut ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mengapai hasil pembelajaran yang diinginkan dalam kondisi tertentu (Muhaimin, 2003:82). Menurut Muhammad Fadhil Al Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga 30 terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008: 35). Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan hadist (Abdul Majid & Dian Andatani, 2004: 7). Jadi pengertian pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah upaya membelajarkan siswa secara sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan berdasarkan kondisi pembelajaran yang ada. 3. Implementasi pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Jadi, penerapan pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Maka, pendidikan dibangun dan dikembangkan dalam keluarga dan masyarakat memiliki tradisi dan budaya akademik yang kondusif dalam keluarga dan lingkungan sosial. Tradisi dan budaya edukatif atau akademik ini secara otomatis akan bergerak sesuai dengan hukum budaya yang mewakili 31 simbol-simbol agama dalam mentransfer ilmu, teknologi dan seni kepada siapapun. Tradisi dan budaya profetik yang sudah terbangun kokoh bahkan diluar kesadaran akan menggulirkan semangat keilmuan yang tinggi. Komitmen profetik yang berlangsung lama akan membetuk tradisi dan dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pilar pendidikan profetik yang akan menghasilkan tradisi dan lingkungan yang sehat. E. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberi tawaran dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan pendidikan di Indonesia dalam mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang siap untuk menghadapi tantangan zaman dan modernisasi, dan juga dengan ini diharapkan dapat membentuk individu berkarakter yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai. Serta memberikan konsep pendidikan Islam dalam membentuk dan mengembangkan potensi intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara utuh. Sedangkan secara dimensi praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menemukan sebuah pola pendidikan Islam sebagai pengembangan diri manusia dalam membentuk manusia sempurna menurut Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan Alam sekaligus untuk memahaminya. Hal tersebut menjadi kerangka acuan dalam pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang dikemas dalam konsep pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan Islam, karena 32 adanya dikotomi pendidikan yang terjadi dalam pendidikan umum dan pendidikan agama. F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitiannya lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. metode ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat induksi/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi(Sugiyono, 2014:13). Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (2003) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (J. Moeleong, 2003:3). Penulis menggunakan pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa pertimbangan yang pertama, karena dari judul skripsi ini hanya mengandung satu variabel. Kedua, dari rumusan masalah yang penulis angkat dalam skripsi ini menuntut penulis untuk terjun langsung mengadakan penelitian. Ketiga, 33 metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. Dengan demikian, peneliti dapat memilah – milah sesuai dengan fokus penelitian yang telah tersusun dan dapat mengenal lebih dekat menjalin hubungan dengan Subjek penelitian ( Responden ) serta berusaha memahami keadaan Subjek dalam penggalian info atau data yang diperlukan. Maka Penelitian ini penulis arahkan untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga tersebut. Sesuai dengan tema yang peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan ( field research). Yaitu peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah ( (J. Moeleong, 2006:26). Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian ini adalah peneliti bermaksud untuk melakukan analisis secara mendalam dibantu dengan data empiris yang diperoleh di lapangan sesuai dengan teori yang relevan yang pada akhirnya bisa melakukan simpulan. 2. Lokasi dan Subjek penelitian Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711. Adapun Subjek penelitian adalah komponen pendidikan meliputi : kepala sekolah, pengajar, karyawan dan siswa. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Partisipan 34 Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu dakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Marshal (1995) menyatakan bahwa, melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut( Sugiyono, 2014:309). Susan Stainback (1988) menyatakan, dalam observasi partisipatif peneliti mengamati apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Dengan observasi kita dapat secara langsung terjun kedalam objek penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan KBM, situasi di sekolah dan pendidik. Dalam observasi di SMP Negeri 04 Salatiga selain melakukan pengamatan juga ikut ambil bagian dalam melaksanakan aktifitas pendidikan di lingkungan sekolahan. Selain itu juga berpartisipasi dalam pembelajaran, seperti : ikut mengajar dan mengikuti proses pembelajaran pendidikan Islam. b. Pengumpulan data dengan wawancara/interview 35 Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara semi terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan lebih terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. (Sugiyono, 2014:318). c. Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dalam penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh adanya dokumen. Pengumpulan dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu berupa buku sejarah, buku profil sekolah, pajangaan struktur, buku informasi pendataan siswa dan guru, kurikulum pelajaran dan perangkat pembelajaran. 36 d. Triangulasi Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Triangulasi berguna untuk mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2014:327). Pengumpulan data diambil dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Adanya observasi, kemudian dilanjutkan dengan wawancara yang mendalam serta pengumpulan dokumentasi untuk sumber data yang sama dan melakukan wawancara atau pengumpulan data pada beberapa sumber data yang berbeda. 4. Teknis Analisi Data Bogdan menyatakan tentang analisis data kualitatif sebagai proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Susan Stainback, mengemukakan bahwa analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data 37 sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi (Sugiyono, 2014:332). Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono, 2014:333). Peneliti melakukan analisis data terlebih dahulu sebelum memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder untuk menentukan fokus penelitian. Fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam wakttu tertentu. Pada saat wawancara analisis sudah dilakukan terhadap jawaban dari hasil wawancara. Setelah data diperoleh cukup banyak dan dicatat secara teliti dan rinci, maka dilanjutkan dengan mereduksi data. Dengan merangkum memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah penyajian data atau mendisplaykan data yang menjadikan data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data menggunakan teks bersifat naratif (Sugiyono, 2014:333). Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih 38 bersifat sementara dan bisa berubah. Apabila pengumpulan data valid dan konsisten maka kesimpulannya kredibel. G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) BAB, yaitu : BAB I : Bab I ini, berisi pendahuluan yang didalamnnya akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II : Dalam Bab II, berisi kajian teori yang didalamnya akan dipaparkan tentang pengertian Pendidikan Profetik, Sistem Pendidikan Profetik dan Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. BAB III : Bab III berisi laporan hasil penelitian yang didalamnya akan diuraikan tentang gambaran umum SMP Negeri 4 Salatiga, gambaran pembelajaran Pendidikan Islam di SMP Negeri 4 Salatiga, Konsep Pendidikan Profetik yang diterapkan di SMP Negeri 4 Salatiga. Dan implementasi pendidikan Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga. BAB IV : Bab IV berisi Hasil penelitian yang berupa deskripsi hasil penelitian, temuan hipotesis dari penelitian dan hasil pengujian Hipotesis mengenai implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga. 39 BAB V : Bab V berisi penutup yang di dalamnya akan dipaparkan mengenai kesimpulan dan saran-saran. 40 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENDIDIKAN DALAM ISLAM 1. Pengertian pendidikan Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anakanak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakatnya.” John Dewey mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi Nasional Pendidikan mendefinisikan pendidikan adalah usaha nyata menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan akhir pendidikan. 41 Meski berawal dari akar kata yang sama, tetapi pemberian makna terhadap istilah pendidikan begitu beragam. Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setip masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografis, apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang bercorak teoritis dan praktis (Armai, 2007:16). 2. Pendidikan dalam Islam Dari sudut pandang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam kehidupan. Sosiologi Emile Durkheim dalam karyanya, Education and Sociology (1956) mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW bersabda : “Didiklah anakmu-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, dan bukan untuk zamanmu”. Jadi pendidikan harus berorientasi masa depan dan futuristik (Khoiron Rosyadi, 2004:137). Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai program bimbingan sunyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. 42 Menurut Muyazin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembengannya ( Armai, 2007:18). Secara estimologis, pengertian pendidikan Islam digali dari Al-Qur‟an dan Hadist sebagai sumber pendidikan Islam. Menurut Muhammad Fadhil Al Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008:35) Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberikan motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya 43 “ „allama”. Pendidikan dan Pengajaran dalam bahasa arabnya “Tarbiyah wa ta‟lim”, sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah” (Zakiyah Daradjat, 2012:25). Dalam konteks pendidikan Islam, kita mengenal terminologi pendidikan Islam sebagai Al-Ta‟dib, Al-Ta‟lim dan Al-Tarbiyah. Sejak dekade 1970-an, sering terjadi diskusi berkepanjangan berkenaan dengan persoalan apakah Islam itu memiliki konsep pendidikan atau tidak. Dalam bahasan berikut kita akan menjernihkan dan mencoba mempertajam ketiga istilah tersebut sebagai terminologi pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:138). a. Al-Ta‟dib Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruhaniah, pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud ditata secara hirarkis sesuai denagn berbagai tingkat dan derajat. Bagi Al-Attas konsep ta‟dib untuk pendidikan Islam adalah lebih tepat dari at-Tarbiyah dan at-Ta‟lim. Sementara Dr.Fatah Abdul Jalal beranggapan sebaliknya karena yang lebih sesuai menurutnya justru al-Ta‟lim. Menurut AlAttas, pendidikan adalah beban masyarakat. Penekanan pada adab yang mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam masyarakat. Pendidikan dalam kenyataannya adalah ta‟dib karena adab, 44 sebagaimana didefinisikan disini, sudah mencakup ilmu dan amal. Simaklah sabda Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut : “dari ibnu mas‟ud: Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik (HR.Ibnu Mas‟ud) (Al-Suyuthi, jamius Shaghir I:14) Terjemahan addaba dalam hadist di atas sebagai “ mendidik” yang menurut Ibnu Manzhur merupakan padanan kata „allama, dan yang oleh al-Zajjaz dikatakan sebagi cara Tuhan mengajar NabiNya. Mashdar addaba adalah Ta‟dib yang diterjemahkan sebagai “pendidikan” dan dapat rekanan konseptualnya di dalam istilah Ta‟lim. Dengan jelas dan sistematik, Al-Attas menurunkan penjelasan sebagai berikut : 1) Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta‟dib mengandung tiga unsur: pembangunan iman, ilmu dan amal. 2) Dalam hadis Nabi SAW terdahulu secara eksplisit dipakai istilah ta‟dib dari addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna. 3) Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti : ilmu, pengetahuan dan pengasuhan yang baik. 4) Dan akhirnya,Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama, sopan-santun, adab dan semacamnya, atau secara tegas, akhlak yang terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta‟dib. b. Al-Ta‟lim 45 Menurut Abdul Fatah Jalal, proses ta‟lim justru lebih universal dibandingkan proses tarbiyah. Untuk menjelaskan pendapat ini, jalal memulai uraiannya dengan menjelaskan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam Islam. Ia mengutip Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 30-34. Menurut jalal, dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa kata ta‟lim jangkauannya lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal mengutip ayat 151 surah Al-Baqarah, yang menurut jalal berdasarkan ayat itu dapat diketahui bahwa proses ta‟lim lebih universal dibandingkan dengan proses tarbiyah. Sebab ketika mengajar bacaan Al-Qur‟an kepada kaum muslimin, Rosul SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab dan amanah. Jadi, berdasarkan analisis di atas itu Jala menyimpulkan bahwa menurut AlQur‟an, ta‟lim lebih luas dari tarbiyah. Berbeda dengan Al-Attas, Jalal tidak membandingkan dengan ta‟dib. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta‟lim tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak sampai pada pengetahuan taklid. Akan tetapi ta‟lim mencakup pula pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan dan meyeluruh melaksanakan pengetahuan itu. Ta‟lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan, juga ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku. c. Al-Tarbiyah Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, At-Tarbiyah adalah lebih tepat digunakan dalam terminologi pendidikan Islam. An-Nahlawi mencoba 46 menguraikan secara sistematik semantik, lafal at-Tarbiyah yang (dianggap) berasal dari tiga kata sebagai berikut : 1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur‟an surah Al-Rum ayat 39. 2) Rabiya-yarbu denagn wazan, Khafiya-yakhfa yang berarti, menjadi besar. 3) Rabba-yarabbu dengan wazan madda-yamuddu, berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. Imam Al-Baidhawi mengatakan, makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Al-Raghib Al-Asfahani menyatakan, makna asal al-Rabb adalah al-tarbiyah, yaitu memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Dari ketiga istilah tersebut, Abdurrahman an-Nahwali, menyimpulkan bahwa pendidikan (al-tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam. Ketiga, mengarahkan keseluruhan fitrah dan potendi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya. Dan keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Baidhawi dan Al-Raghib, dengan sedikit demi sedikit hingga sempurna. Tumpang tindih pemakaian dan pemahaman istilah di atas sebenarnya tidak perlu terjadi, jika konsep yang dikandung ketiga istilah tersebut diaplikasikan dalam kegiatan praksis proses edukatif kependidikan. Terdapat kelebihan dan 47 kekurangan dalam masing-masing istilah yang kemudian perlu dirumuskan dan diantisipasikan untuk lebih mencerminkan konsep dan aktivitas pendidikan Islam, sehingga dalam lapangan praksis operasional akan menjadi sebagai berikut : 1) Istilah tarbiyah kirannya bisa disepakati untuk dikembangkan mengingat kandungan istilah tersebut lebih mencakup dan lebih luas dibanding kedua istilah lainnya. 2) Dalam interaksi edukatif, konsep ta‟lim bagaimanapun juga tidak bisa diabaikan, mengingat salah satu metode mancapai tujuan tarbiyah adalah dengan melalui proses ta‟lim, dan, 3) Keduanya, baik tarbiyah maupun ta‟lim, harus lebih mengacu pada konsep ta‟dib dalam perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak sekedar dirumuskan dengan kata-kata singkat “fadilah”, tetapi rumusan tujuan pendidikan Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada pertumbuhan dan pembinaan keimanan, keIslaman dan keihsanan, disamping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan intelektual peserta didik. Jadi, antara ta‟dib, ta‟lim, dan tarbiyah adalah mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling mengisi kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan yang lain. Hal demikian sangat terlihat bila pendidikan kita bicarakan dalam bingkai lapangan praksis dalam interaksi edukatif. Maka dari tiga hal di ataslah lahir terminologi-definitif dalam pendidikan Islam. 48 3. Dasar-dasar Pendidikan Islam Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar. Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul, memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang mendasar. Ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu : a) AlQur‟an b) Al-Sunnah, c) Al-Kaun, dan d) Ijtihad. a) Al-Qur‟an Al-Qur‟an diakui oleh orang-orang Islam sebagai firman Allah SWT, dan karenanya ia merupakan dasar hukum bagi mereka. Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi kaum muslimin dari waktu ke waktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan yang terjadi. Al-Qur‟an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan manusia. Segala persoalan terdapat hal pokoknya di dalam Al-Qur‟an serta berisi tentang aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu. Al-Qur‟an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum. Juga merupakan kitab pendidikan secara khusus, pendidikan sosial, moral dan spiritual. di dalam al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah lukman mengajari anaknya dalam surat 49 Lukman ayat 21-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan. Maka Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktivitas manusia dalam setiap sendi kehidupannya, yang akan mengantarkan manusia mampu berdialog secara ramah dengan dirinya sendiri, dengan alam sekitar, dan dengan Tuhannya, maka al-Qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan keparipurnaan hidup manusia secara hakiki. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:155). b) As-Sunnah As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Dijadikannya as-sunnah sebagai dasar pendidikan Islam tidak terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap Al-Qur‟an. Yaitu : Sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang bersifat umum. Maka dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan, - Sunnah mengkhidmati al-Qur‟an. Memang as-sunnah menjelaskan mujmal al-Qur‟an, menerangkan musykilnya dan memanjangkan keringkasannya. Al-Qur‟an menekankan bahwa Rosul 50 SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-fiman Allah (QS.16:44). Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya al-sunnah fi makanatiha wa fi Tarikhiha, menulis bahwa as-sunna mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur‟an dan fungsi berkaitan dengan pembinaan hukum syara‟. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an. Sunnah berisi tentang petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspekny, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan manusia muslim dalam setiap sendi kehidupannya. c) Al-Kaun Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah melalui perantara malaikat jibril dan kepada umat manusia nabi-nabiNya, ia juga membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta dengan segala macam partikel dan heteroginitas berbagai entitas yang ada di dalamnya: langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya, laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan, gunung-gunung, berbagai macam binatang dan sebagainya. Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, beberapa ayat di dalam alQur‟an menyatakan dengan gamblang dalam surah Ar-Ra‟d ayat 3 dan AlJatsiyah. Alam semesta selain sebagai ayat-ayat kauniyah yang merupakan jejak-jejak keagunganNya, ia juga merupakan himpunan-himpunan teks 51 secara konkret yang tidak henti-hentinya mengajarkan kepada manusia secara mondial begaimana bersikap dan berperilaku mulia. Ditilik dari wacana pedagogis, hal itu amatlah berarti bagi berlangsungnya proses pendidikan demi tercapainya (setidaknya) dan hal bagus; bukan hanya tumpukan ilmu dan kepandaian, tapi juga sikap arif dan kedewasaan jiwa. d) Ijtihad Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan sayri‟at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam halhal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan sunnah (Zakiyah Daradjat, 2012:21). Ijtihad sebagai langkah untuk memperbaharui interpretasi dan pelembagaan ajaran Islam dalam kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan Islami. Ijtihad yang diarahkan pada interpretasi wahyu dan al-kaun akan menghasilkan kemajuan menggembirakan. ilmu pengetahuan dan teknologi Sebab interpretasi manusia yang atas wahyu akan menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual. Orang yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid senantiasa menggunakan akal budinya untuk memecahkan problematika kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan akal budinya oleh Al-Qur‟an disebut sebagai ulul-albab (Khoiron Rosyadi, 2004:159). 52 Menurut Al-Qur‟an ulul-albab adalah sekelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistemewaannya adalah mereka diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan yang diperoleh secara empiris (QS.2:269). Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur‟an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah adalah bersifat pokokpokok dan prinsip-prinsip saja (Zakiyah Daradjat, 2012:22). 4. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan ialah apa yang dicanangkan oleh manusia, atau sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha serta kegiatan selesai. Ketika berbicara mengenai tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita untuk berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab, pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oelh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Al-Syaibany menampilkan definisi tujuan sebagai perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau upaya yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya, maupun pada kehidupan masyarakat dan alam sekitar. Jadi, tujuan-tujuan pendidikan jika mengikuti definisi ini maka ada perubahan yang diinginkan dalam tiga bidang,yaitu : a.) 53 tujuan-tujuan individual, b.) tujuan-tujuan sosial dan c.) tujuan-tujuan profesional (Khoiron Rosyadi, 2004:161). Dilihat dari segi UU No.23 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan nasional dalam Bab II dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3, maka tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ada beberapa tujuan pendidikan Islam. a. Tujuan Umum pendidikan Islam 1) Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam menyimpulkan bahwa tujuan umum yang asasi bagi pendidikan Islam, yaitu : a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. c) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. d) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan untuk mengetahui (co-riosity). e) Menyiapkan pelajar dari segi profesional 2) Prof. Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, Dasar-dasar Pendidikan Islam dan Metode-metode pengajarannya, tujuan umum yang ditampilkan, yaitu : 54 a) Pendidikan akal dan Persiapan pikiran. b) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak. c) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda. d) Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan kesediaan-kesediaan manusia. 3) Menurut Muhammad Quthb, tujuan umum pendidikan Islam adalah manusia yang taqwa, itulah manusia yang baik menurutnya. Sungguh yang paling mulia di antara kalian menurut pandangan Allah ialah yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya (QS. Al-Hujurat (49):13). 4) Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia Hamba Allah. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia sebagai makhluk yang menghambakan diri kepada Allah(beribadah kepadaNya). Karena sesuai dengan pesan Al-Qur‟an bahwa Allah menciptakan jin dan manusia supaya mereka beribadah kepadaNya (QS.al-Dzariyat (51):56). Tujuan umum pendidikan Islam diberi perhatian dan tidak terkena perubahan dari waktu ke waktu. Finalitas kenabian secara implisit menyatakan finalitas cita-cita yang diajarkan Nabi SAW kepada sekalian manusia. Jadi, tujuan umum pendidikan Islam adalah tujuan yang berada jauh dari masa sekarang, sebuah hasil pencapaian yang tidak dapat terlaksana melalui kerja. Taqwa kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam, ia sebagai ultimate goal dari serangkaian tujuan yang ditampilkan di atas, dan 55 masing-masing tujuan tersebut mempunyai hubungan sistematik satu sama lainnya yang tak dapat terpisahkan (Khoiron Rosyadi, 2004:170). b. Tujuan khusus Pendidikan Islam Adapun tujuan khusus yang dimaksud adalah perubahan-perubahan yang diingini yang bersifat atau bagian yang termasuk di bawah tujuan umum pendidikan. Dengan kata lain, gabungan pengetahuan, ketrampilan, pola-pola tingkah laku, sikap, nilai-nilai, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang terkandung dalam tujuan umum bagi pendidikan, yang tanpa terlaksananya, tujuan umum juga tidak akan terlaksana dengan sempurna. Contoh, tujuan umum “ untuk menumbuhkan semangat agama dan akhlak”, maka pada tujuan khusus sebagai berikut : 1) Memperkenalkan akidah-akidah Islam kepada generasi muda. 2) Menumbuhkan kesadaran pada diri terhadap agama. 3) Menambah keimanan kepada Allah Sang Pencipta. 4) Menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai, tolong menolong, dan berkorban. 5) Mendidik naluri, motivasi, keinginan generasi muda dan membentengi mereka menahan motivasinya dan membimbingnya dengan baik. 6) Membersihkan hati mereka dari dengki, iri hati, benci, egoisme, khianat, perpecahan dan perselisihan. 56 c. Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah Surat Ali Imron ayat 102 : ( Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran Islam).” (QS. Ali Imron (3):102). Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari akwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam (Zakiyah Daradjat, 2012:31). B. PENDIDIKAN PROFETIK 57 1. Pengertian Profetik Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan nabi. Kata dari bahasa Inggris ini berasal dari bahasa yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru, dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya disebut rasul (messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi (Prophet) (Moh.Roqib, 2011:49). Kenabian dari kata arab “nabiy” dan kemudian membentuk kata nubuwwah yang berarti kenabian. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an, nabi adalah hamba Allah yang ideal secara fisik (berbadan sehat dengan fungsi optimal) dan psikis (berjiwa bersih dan cerdas) yang telah berintegrasi dengan Allah dan malaikatNya, diberi kitab suci dan hikmah bersamaan dengan itu dia mampu mengimplementasikan dalam kehidupan dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada sesama manusia. Sedang kenabian mengandung makna segala ihwal yang berhubungan dengan seorang yang telah memperoleh potensi kenabian. Potensi kenabian dapta menginternal dalam individu setelah ia melakukan proses edukasi yang didasarkan oleh nilai-nilai kenabian dalam Al-qur‟an, Sunnah dan Ijtihad dengan berbagai upaya melakukan pemikiran sehingga dapat menemukan kebenaran normatif dan faktual. Pemikiran filosofis ini kemudian disebut dengan filsafat profetik atau filsafat kenabian. 58 Dengan potensi tersebut nabi mampu menyampaikan risalah dan membangun umat dan bangsa sejahtera lahir batin. Agar tugas-tugas kenabian tercapai, setiap nabi diberikan sifat-sifat mulia yaitu: a. Jujur (al-sidq), b. Amanah (al-amanah), c. Komunikatif (al-tablig) dalam arti selalu menyampaikan ajaran dan kebenaran; dan d. Cerdas (alfatanah). Setiap Nabi memiliki misi utama yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh ulama sebagai pewaris para nabi. Misi kenabian tersebut dalam bingkai mengembangkan kitab suci yaitu: a. menjelaskan ajaranajaranNya, b. menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan sesuai dengan perintahNya, c. memutuskan perkara atau problem yang dihadapi masyarakat; dan d. memberikan contoh pengamalan. Keempat tugas dan misi ini jika dimaknai dalam konteks pendidikan, nabi memiliki tugas pertama adalah memahami Al-Qur‟an berarti nabi harus menguasai ilmu (ilahiyah) yang akan menjadi materi dan dijelaskan kepada peserta didik, kedua menyampaikan materi (ajaran) tersebut kepada umat (peserta didik), ketiga melakukan kontrol dan evaluasi dan jika terjadi penyelewengan dilakukan pendisiplinan diri agar tujuan pendidikan (ajaran) dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Terakhir, nabi memberikan contoh dan model ideal personal dan sosial lewat pribadi nabi yang menjadi rasul dan manusia biasa (Moh.Roqib, 2011:49). Seorang nabi yang memiliki potensi sempurna yang diberikan Tuhan yang merupakan model utama moral utama yang patut dicontoh dalam kehidupan 59 termasuk dalam dunia pendidikan, bagaimana potret pendidikan kenabian dan bagaimana potret itu dapat menjadi faktual saat ini. 2. Filsafat profetik Filsafat profetik atau filsafat kenabian adalah pemikiran filosofis yang didasarkan pada nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur‟an dan Sunnah dengan berbagai upaya pemikiran reflektif-spekulatif sampai pada penelitian empirik sehingga menemukan kebenaran normatif dan faktual aplikatif yang memiliki daya sebagai penggerak umat sehingga terbentuk khaira ummah atau komunitas ideal. Secara teologis filsafat profetik ini diambil dari pemikiran sufi yang membincang tentang bentuk kemanunggalan (ittihad) Tuhan yang Esa (tauhid) yang transenden dengan manusia yang relatif dan plural. Filsafat profetik atau filsafat kenabian sebagai upaya mendialogkan manusia, Tuhan dan alam dapat dimaknai sebagai filsafat yang mengkaji tentang hakikat kebenaran dengan mendasarkan pada wahyu yang masuk dan menginternal dalam diri manusia agung (an-nabiy) kemudian dikomunikasikan pada manusia dan keseluruhan alam agar kebenaran tersebut menjadi mungkin untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia sehingga tercipta manusia terbaik (khaira ummah) dengan kehidupan yang sejahtera (Moh.Roqib, 2011:53). 3. Filsafat pendidikan profetik Berdasarkan pada pemahaman terhadap filsafat profetik, sebagaimana telah disebutkan, filsafat pendidikan profetik adalah pemikiran filosofis kependidikan yang mendasarkan pada pemahaman terhadap alam dan hukum 60 dialektikanya yang bermuara pada hubungan antara tuhan dan manusia yang menyatu (tauhid) tanpa menghilangkan keEsaan Tuhan dan tidak pula melebut eksistensi manusia sehingga manusia yang percaya terhadap yang profon akan bertindak sebagai manifestasi kepercayaan kepada Allah sekaligus memahami keterbatasan dan kelemahan memahami realitas hukum dan alam Tuhan (Moh.Roqib ,2011:86). Filsafat pendidikan profetik merupakan proses transfer pengetahuan dan nilai untuk pengEsaan terhadap Allah yang dilakukan secara kontinu dan dinamis disertai pemahaman bahwa dalam diri ada kelebihan dan kelemahan yang menunjukkan adanya campur tangan Tuhan (yang transenden). Islam merupakan agama yang abadi karenanya menuntut perubahan yang permanen yang disertai dengan cita-cita mengenai tujuan (a sense of goal) yaitu membuat manusia lebih dekat dengan Tuhan. Untuk memberi arah ke mana transformasi tersebut akan dibawa maka dibutuhkan ilmu sosial profetik untuk memberikan petunjuk kearah transformasi yang dilakukan. Perubahan yang didasarkan pada cita-cita Humanisasi, emansipasi, Liberasi, dan Transendensi yang mengkarakteristikkan pendidikan profetik. Humanisasi, Liberasi dan Transendensi merupakan dasar cita-cita profetik dalam pendidikan. Tiga muatan itulah yang mengkarakteristikkan pendidikan profetik dengan berdasarkan Al-Qur‟an surat Ali Imron ayat 110 : . 61 110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron : 110) a. Transendensi Transendensi berasal dari bahasa Latin “transcendere” yang berarti naik ke atas; dalam bahasa inggris “to transcend” berarti menembus, melewati, melampui, artinya perjalanan di atas atau di luar. “transcend” berarti melebihi, lebih penting dari, “transcendent” berarti sangat, teramat, atau sukar dipahamkan, atau diluar pengertian dan pengalaman biasa. Transendensi bisa diartikan Hablun min Allah, ikatan spiritual yang mengikatkan antara manusia dan Tuhan. Transendensi dalam teologi Islam berarti percaya kepada Allah, kitab Allah dan yang ghaib (Moh.Roqib ,2011:78). Berdasarkan pada filsafat profetik indikator transendensi dapat dirumuskan: 1) mengakui adanya kekuatan supranatural,Allah. 2) melakukan upaya mendekatkan diri kepada Allah. 3) berusaha untuk memperoleh kebaikan Tuhan sebagai tempat bergantung. 4) memahami suatu kejadian dengan pendekatan mistik (kegaiban), mengembalikan sesuatu kepada kemahakuasaanNya. 5) mengaitkan perilaku, tindakan dan kejadian dengan ajaran kitab suci. 6) melakukan sesuatu disertai harapan untuk kebahagiaan hari akhir (kiamat). 7) menerima masalah atau problem hidup dengan rasa tulus dan dengan 62 harapan agar mendapat balasan di akhirat untuk itu kerja keras selalu dilakukan untuk meraih anugerahNya. b. Liberasi Liberasi dari bahasa Latin “liberare” berarti memerdekakan atau pembebasan. Liberation dari kata “liberal” yang berarti bebas. Liberation berarti membebaskan atau tindakan memerdekakan. Artinya pembebasan terhadap semua yang berkonotasi dengan signifikasi sosial seperti mencegah bernarkoba, memberantas judi, membela nasib buruh dan mengusir penjajah (Moh.Roqib ,2011:82). Dari definisi dan pemahaman terhadap filsafat profetik dapat dirumuskan indikator ilberasi yaitu: 1) memihak kepada kepentingan rakyat, wong cilik dan kelompok mustad‟afin. 2) menegakkan keadilan dan kebenaran. 3) memberantas kebodohan dan keterbelakangan sosial-ekonomi. 4) menghilangkan penindasan dan kekerasan. c. Humanisasi Humanisasi berasal dari kata Yunani, humanitas berarti makhluk manusia menjadi manusia. Dalam bahasa inggris human berarti manusia, bersifat manusia, humane berarti peramah, orang penyayang, humanism berarti peri kemanusiaan. Humanisasi (insaniyyah) artinya memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia (Moh.Roqib, 2011:84). 63 Indikator Humanisasi: 1) menjaga persaudaraan meski berbeda agama, kayakinan, status sosial dan tradisi. 2) memandang seseorang secara total. 3) menghilangkan berbagai bentuk kekerasan. 4) membuang jauh sifat kebencian terhadap sesama. Ketiganya disebut visi profetik. Untuk filsafat pendidikan profetik. Unsurunsur profetik tersebut harus menjadi tema pendidikan Islam. Setiap pendidikan Islam harus menyertakan unsur transendensi. Humanisasi plus transendensi, liberasi plus transendensi, karena transendensi begitu sentral. 4. Pengertian Pendidikan Profetik Pendidikan profetik adalah proses transfer pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul ummah). Pendidikan profetik peserta didiknya dipersiapkan sebagai individu sekaligus komunitas untuk itu standar keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan capaian yang menginternal dalam individu dan yang teraktualisasi secara sosial (Moh.Roqib, 2011: 88). Pendidikan profetik merupakan upaya sadar dalam proses transfer pengetahuan dan nilai-nilai kenabian yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara utuh dengan berlandaskan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Strategi pendidikan profetik sebagaimana Nabi, dimulai keteladanan diri dan bangunan keluarga ideal (maslahah). Pendidikan dalam perspektif profetik memiliki dasar tradisi akademik dan kondusif, sebagaimana Nabi membangun 64 tradisi Madinah (sunnah madaniyyah) atau sunnah nabawiyyah yang memiliki daya kolektif untuk terus bergerak progresif secara kontinu dengan pilar transendensi yang kuat berpengaruh pada seluruh dimensi dan sistem kependidikan yang dalam kegiatan riilnya dibarengi dengan pilar humanisasi atau membangun nilai kemanusiaan dan liberasi, memupus berbagai hal yang merusak kepribadian. Kompetensi pendidik atau guru dalam pendidikan profetik meliputi empat hal yaitu kejujuran (sidq), tanggung jawab (amanah), komunikatif (tabliq), dan cerdas (fatanah). Pendidikan Profetik secara faktual berusaha menghadirkan nilai kenabian dalam konteks kekinian. Secara skematis bagaimana epistemologi, model integrasi dan koneksitas, serta pola bangunan profetik. 5. Tujuan Pendidikan Profetik Tujuan pendidikan ada tujuan akhir, ultimate goals, immediate goals dan tujuan khusus. Semua tujuan tersebut harus berjalan dan berhubungan dengan berbagai sistem sebab akibat, hukum-hukum material dan keharmonisan kehidupan praktis duniawi. Di dalam pendidikan Islam tujuannya adalah membentuk kepribadian muslim paripurna (kaffah) yang memiliki indikator kemandirian, multi kecerdasan dan kratif dinamis sehingga mampu memberi rahmat bagi alam. Tujuan pendidikan profetik sesungguhnya tidak lepas dari prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur‟an dan as-Sunnah. Pertama, prinsip integrasi (tauhid) yang memandang adanya wujud kesatuan dunia- 65 akhirat. Karena itu pendidikan akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus akhirat. Kedua, prinsip keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip integrasi. Keseimbangan antara muatan rohaniah dan jasmaniah, antara ilmu murni dan terapan, antara teori dan praktek, antara nilai yang menyangkut akidah, syariah dan akhlak. Ketiga, prinsip persamaan dan kebebasan. Prinsip ini dikembangkan dari nilai tauhid bahwa Tuhan adalah Esa, oleh karenanya setiap individu bahkan semua makhluk adalah dari pencipta yang sama. Keempat, prinsip kontinuitas dan berkelanjutan. Dari prinsip ini dikenal konsep pendidikan seumur hidup (life long education). Sebab dalam Islam belajar adalah suatu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Sebagaimana ulama salaf berkata (H.A.M.Khon, 2014: 145) : “Carilah ilmu dari ayunan sampai lubang kubur”. Kelima, prinsip kemaslahatan dan keumatan. Ruh tauhid apabila menyebar dalam sistem moral, akhlak kepada Allah dengan kebersihan hati dan kepercayaan yang jauh dari kotoran, akan memiliki daya juang untuk membela hal-hal yang maslahah atau berguna bagi kehidupan. 6. Materi Pendidikan Profetik Materi pelajaran, kurikulum dan silabus dalam pendidikan profetik yang diberikan pendidik harus ditata dan disusun sesuai dengan jenjang, jenis dan 66 jalur pendidikan. Sebagai software, materi yang termuat dalam silabi merupakan bentuk operasional yang menjabarkan konsep pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Minimal ada tiga prinsip dalam merancang materi; pertama, pengembangan pendekatan religius kepada dan meliputi semua cabang ilmu pengetahuan; kedua, isi pelajaran yang bersifat religius seharusnya bebas dari ide dan materi yang jumud dan tak bermakna; dan ketiga, perencanaan dengan memperhitungkan setiap komponen yang oleh Tylor disebut sebagai tiga prinsip: kontinuitas/kesinambungan, sekuensi dan integrasi. Tujuan yang jelas mempermudah mengambil langkah operasional dalam proses kependidikan termasuk penentuan materi. Dalam perspektif pendidikan profetik unsur religius yang transendental, humanis dan liberal harus berintegrasi dengan setiap cabang ilmu. Dalam pengembangan materi yang terdapat pada kurikulum diperlukan satu pendekatan yang proporsional. Hal ini menurut Noeng Muhadjir, pendekatan proporsional tersebut diharapkan ada integrasi pendekatan dalam penetapan suatu materi yang melibatkan pendekatan akademik, humanistik dan teknologi secara proporsional. Rekomendasi Konferensi Internasional Pendidikan Islam II menuangkan suatu pengorganisasian materi menjadi pengetahuan: a. perential dan b. acquired, dua istilah yang dalam klasifikasi ilmu pengetahuan klasik dikenal sebagai „ulum naqliyyah dan „ulum „aqliyah (muktasabat). Rekomendasi ini selengkapnya dilampirkan oleh Syed Ali Ashraf (Moh.Roqib, 2011:128). 67 Khusus mengenai pengorganisasian itu adalah sebagai berikut : Kelompok I : perenial (meliputi ilmu-ilmu abadi) meliputi: 1. al-Qur‟an; a) membaca (qira‟at); menghafal (hifz);interpretasi (tafsir), b) sunnah, c) sirah Nabi, d) tauhid, e) Ushul Fiqh dan Fiqh, f) bahasa Arab; 2. Materi tambahan meliputi a) filsafat Islam, b) perbandingan agama, c) Kebudayaan Islam. Kelompok II: Asquired (muktasabat; ilmu-ilmu hasil pencarian manusia); 1. Imajinatif; a) Seni Islam dan Arsitektur, b) Bahasa dan Sastra. 2. Ilmu-ilmu Intelektual, a) Studi Sosial, b) filsafat, c) ekonomi, d) ilmu politik, e) sejarah, f) peradaban Islam, g) ilmu bahasa, h) Geografi, i) sosiologi, j) Psikologi, dan i) antopologi. 3. Ilmu-Ilmu pengetahuan Alam (Teoritik): a) Filsafat Ilmu, b) Matematik, c) Statistik, d) fisika, e) Kimia, dan lain-lain. 4. Ilmu-ilmu terapan: a) Rekayasa dan Teknologi, b) Kedokteran, c) Pertanian, dan d) Kehutanan. 5. Ilmu-ilmu Praktik: a) Perdagangan, b) Ilmu Administrasi, c) Ilmu Perpustakaan, d) Ilmu Komunikasi. Sebagian masalah penting yang dihadapi dalam menetapkan materi adalah masalah keusangan (absolescence). Keusangan menjadi persoalan dalam kaitan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan keusangan lebih banyak dijumpai dalam ilmu-ilmu pada kelompok kedua, yakni ilmu hasil pencarian manusia (acquired knowledges) (Moh.Roqib ,2011:130). Persoalan penting yang perlu digaris bawahi dalam menetapkan materi dan meyusun buku teks adalah bahwa ilmu-ilmu perenial (abadi) pada kelompok pertama itu tetap menjadi inti kurikulum yang disusun dengan gradasi dan sekuensi yang sesuai untuk masing-masing tingkat pendidikan. Hal lain yang 68 perlu diperhatikan adalah al-Qur‟an bukanlah teks sains, melainkan kitab suci yang menuntun manusia pada segala aspek kehidupannya. Al-Qur‟an berfungsi sebagai prinsip dasar dan motivator ilmu pengetahuan. Al-Qur‟an dan Hadist Nabi juga merupakan prinsip-prinsip pendidikan Islam. Hal ini untuk menghindarkan dari persoalan dikotomik ilmu pengetahuan yang muncul dalam kurikulum termasuk dalam proses belajar mengajar. Mengakhiri tentang materi dalam paradigma profetik perlu dikemukakan tentang nilai strategis, membaca. Materi untuk tingkat dasar adalah mengenal huruf dan membaca teks. Untuk tingkat menengah dapat dikembangkan materi yang terkait dengan keterampilan atau strategi membaca cepat dan kreativitas menulis. Selanjutnya di perguruan tinggi dikembangkan materi teknik memanfaatkan bahasa dan baca tulis untuk berkomunikasi efektif dan lobi. 7. Pendidik Pendidikan Profetik Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, karena ia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat komprehensif. Al-Ghozali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mulim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik) dan al- walid (orang tua). Dalam Islamm orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal : Pertama, karena kodarat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya. 69 Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu oranag yang berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya (Khoiron Rosyadi, 2004:172). Proses pembelajaran memposisikan pendidik berperan besar dan strategis. Karena itu corak dan kualitas pendidikan profetik secara umum dapat diukur dengan kualitas pendidiknya, sebab dengan pendidik yang memiliki kualifikasi tinggi diharapkan dapat menciptakan dan mendesain materi yang lebih dinamis dan konstruktif, mengatasi kelemahan materi dan subjek didiknya diantaranya dengan menciptakan suasana yang kondusif dan strategi pembelajaran aktif yang baik. Dengan pendidik yang memiliki kualitas tinggi, kompetensi lulusan (output) pendidikan dapat dijamin sehingga mereka mampu mengelola potensi diri, mengembangkan kemandirian untuk menatap masa depan gemilang yang sehat dan prospektif (Moh.Roqib, 2011:132). Secara umum, tugas pendidik ialah mengupayakan perkembangan seluruh potensi subjek didik. Pendidik bukan saja bertugas mentransfer ilmu tetapi ia juga yang lebih tinggi dari itu adalah mentransfer nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri dengan semangat profetik. Pendidik memiliki kedudukan sangat terhormat, karena tanggungjawabnya yang berat dan mulia. Seorang Pendidik membawa amanah Illahiyah untuk mencerdaskan kehidupan umat dan membawanya taat beribadah dan berakhlak mulia. Karena tanggung jawabnya yang tinggi ia dituntut untuk memiliki persyaratan tertentu. Syarat terpenting pendidik menurut Zakiah Daradjat, adalah kepribadian utama yang haus dimiliki oleh pendidik tersebut. Kepribadian yang utuh meliputi tingkah laku maupun tata bahasanya. Sebab, kepribadian pendidik akan mudah 70 diperhatikan dan ditiru oleh peserta didiknya, termasuk budi bahasanya. Oleh karena itu, pendidik menurut Imam Zarnuji, seharusnya seorang yang „alim, wara‟ dan lebih tua usia (dan kedewasaanya). Beberapa syarat kepribadian, secara lengkap yang harus dimiliki oleh pendidik agar ia bisa menjadi pendidik yang baik adalah: 1) zuhud dan ikhlas, 2) bersih lajir dan batin, 3) pemaaf, sabar, dan mampu mengendalikan diri, 4) bersifat kebapakan dan keibuan, 5) mengenal peserta didik dengan baik (baik secara individual maupun kolektif). Pendidik ideal adalah pendidik yang pada saat bersamaan siap menjadi peserta didik yang baik (Muh.Roqib, 2011:134). Sesuai dengan kedudukannya sebagai waratsatul ambiya‟ , seorang pendidik harus yang baik, shaleh, yang merasa bahwa menjadi tanggung jawabnyalah melatih para muridnya agar menjadi orang-orang Muslim yang baik, yang akan menjalani kehidupan mereka sesuai dengan etika yang diajarkan Islam, yang perbuatannya akan dijadikan teladan anak didiknya. Prof DR. Hadari Nawawi (1983) mengatakan bahwa seorang pendidik harus mampu mengadakan sentuhan pendidikan dengan subyek (anak) didik dalam setiap relasinya. Jika antara keduanya tidak terjadi sentuhan pendidikan dalam kebersamaannya, maka yang terjadi hanyalah pergaulan biasa dan bukan situasi pendidikan. Untuk menjadi seorang pendidik yang sukses, seorang guru dianjurkan untuk mempraktikkan hal-hal berikut (Muhammad jameel, 2005:43): a. Mengucapkan salam 71 b. Seorang guru tidak diperkenankan meminta muridnya berdiri pada saat ia masuk kelas Menunjukkan wajah yang penuh senyum. Sebagaimana seperti yang diajarkan Rosulullah SAW : “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah” (HR At-Tirmidzi) c. Seorang guru dianjurkan untuk memulai pelajaran dengan mengatakan kalimat pembuka. d. Seorang guru harus menggunakan kata-kata yang baik pada muridmuridnya. e. Seorang guru sebisa mungkin menghindari ucapan yang dapat melukai muridnya f. Seorang guru hendaknya memperingatkan murudnya yang menyibukkan diri dengan hal lain yang menggangu jalannya pelajaran. g. Seorang guru hendaknya mengatur pertanyaan yang diajukan para murid saat mengikuti pelajaran. h. Seorang guru hendaknya mempraktikkan etika Islam dengan tujuan untuk mengajari para siswanya. i. Seorang guru hendaknya menjaga kebersihan pakaiannya. Syarat-syarat menjadi pendidik sukses sebaiknya guru dapat : 1) Menguasai bidang pelajaran yang diasuh 2) Menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan 3) Mampu mengamalkan apa-apa yang diajarkan 4) Berperan sebagai pelanjut perjuangan para nabi 72 5) Memiliki keluhuran akhlak dan tingakt pendidikan dan kecerdasannya 6) Salaing membantu dengan sesama pendidik 7) Mengakui suatu kebenaran sebagai hal yang utama 8) Senantiasa berlaku jujur dalam bertutur 9) Berhias diri dengan sifat sabar dalam setiap hal Menurut Al-Abrasyi sifat-sifat pendidik dalam Islam sebagai berikut: a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridloaan Allah semata b. Kebersihan Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa dan terhindar dari dosa besar. c. Ikhlas dalam pekerjaan d. Pemaaf e. Harus mengetahui tabiat murid 8. Peserta didik Pendidikan Profetik Peserta didik sebagai komponen pendidikan yang tidak bisa terlepas dari sistem kependidikan, sehingga ada aliran pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai pusat segala usaha pendidikan (Khoiron Rosyadi, 2004:192). Peserta didik dalam pendidikan profetik selalu terkait dengan pandangan wahyu tentang hakikat manusia. Secara substantif manusia memiliki dua dimensi, lahir (jasmaniah) dan batin (ruhaniyah). Manusia sebagai makhluk allah di muka bumi diberi kelebihan-kelebihan dan keistimewaan yang tidak diberikan kepada makhluk lain. 73 Potensi yang dimiliki manusia bersifat kompleks yang pada pokoknya terdiri dari: ruh (roh), qalb (hati), „aql (akal), dan nafs (jiwa). Potensi-potensi itu bersifat rohaniyah dan mental-psikis. Di samping itu manusia juga dibekali potensi fisik-sensual berupa seperangkat panca indera yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami alam luar dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Semua potensi tersebut bersifat mendidik, dapat dan harus dididik agar berkembang aktual (Moh.Roqib, 2011:134). Selain itu perkembangan kepribadian peserta didik di samping ditentukan oleh aspek dasar juga dipengaruhi oleh pengaruh ajar (lingkungan). Interdependensi antara dasar dan ajar dalam visi profetik, tetap mengakui eksistensi masing-masing dalam perkembangan kepribadian peserta didik. Di satu sisi fitrah merupakan konsep dasar lingkungan (pendidikan) dalam membentuk corak kepribadian peserta didik. Dalam konteks pendidikan profetik setiap anak memiliki potensi positif (fitrah) sebagai dasar perkembangan manusia. Allah telah menetapkan fitrah setiap manusia sejak penciptaannya dan tidak ada perubahan pada fitrah Allah itu. Setiap manusia yang dilahirkan dalam fitrahnya dan akan lestari dan berkembang jika diasah dan diasuh oleh lingkungan edukasinya. Fitrah yang dibawa anak sejak lahir memiliki sifat potensial, memeelukan upaya-upaya manusia itu sendiri untuk mengembang-tumbuhkannya menjadi faktual dan aktual. Upaya memberikan prinsip-prinsip nilai amat penting untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan potensi manusia. Peserta didik harus terus mengembangkan potensi fitrahnya tersebut seumur hidup (life long 74 education). Bagi Noeng Muhadjir ilmu itu tetap berproses dan merupakan amal yang tidak terputus walaupun seseorang sudah meninggal dunia. Sebab dalam Islam pendidikan bernilai transendental, tidak hanya berproses di dunia tetapi tetap ada maknanya di akhirat. Hidup itu belajar. Karena belajar manusia bermakna dalam hidupnya. Pendidik dalam mengajar terlebih dahulu harus mengenal subjek didik dengan baik sehingga tidak ada pemaksaan kepadanya. Pelajaran agar menarik peserta didik harus disesuaikan dengan: a. kebutuhan jasmaniyah, b. kebutuhan sosial, c. kebutuhan intelektual, dan d. kebutuhan religius. Di samping itu juga penciptaan lingkungan yang kondusif sangat penting artinya bagi proses pendidikan sehingga anak dapat pelajar di mana dan kapan saja. 9. Metode Pendidikan Profetik Metode secara bahasa berearti cara yang telah teratur dan terpikir baikbaik untuk mencapai suatu maksud, atau cara mengajar dan lain sebagainya dapat juga diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dengan menggunakan bentuk tertentu seperti ceramah, diskusi, penugasan dan lainnya. Metode pendidikan Profetik adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat pendidikan profetik sebagai suprasistem (Moh.Roqib, 2011:138). Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Metode yang tepat guna apabila mengandung nilai-nilai yang intrinsik dan ekstriksik sejalan 75 dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Menurut ilmu pendidikan Islam suatu metode yang baik bila memiliki watak dan relefansi yang senada dengan tujuan pendidikan Islam (H.M Arifin, 2011:144). Ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yang mengandung watak dan relevansi tersebut: a. Membentuk anak didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadaNya semata. b. Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk alqur‟an. c. Berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai ajaran alqur‟an yang disebut pahala dan siksaan. Dalam hubungannya dengan watak dan relevansinya, ketiga aspek tersebut merupakan dasar timbulnya pola pemikiran model-model proses belajar mengajar. Penelusuran yang analitis dalam alqur‟an akan menemukan berbagai corak hubungan guru-murid yang berprinsip sebagai berikut: 1) Pendidikan Islam mengakui kebenaran adanya fitrah sebagai kemampuan dasar yang dikaruniakan Allah dalam tiap diri manusia. 2) Keyakinan pendidikan Islam tentang potensi fitrah itu mendorong guru untuk berikhtiar sebaik mungkin dengan pemilihan metode-metode kependidikan efektif san efisies. 76 3) Pendidikan Islam mendorong guru untuk berikhtiar menghindarkan pengaruh-pengaruh neatif terhadap perkembangan fitrah melalui programprogram kegiatan kependidikan yang berarah tujuan kepada cita-cita Islami. 4) Pendidikan Islam mengupayakan harmonisasi, keserasian, dan keselarasan antara masukan instrumental dengan masukan environmental (pengaruh lingkungan) dalam proses mancapai tujuan, sehingga produk pendidikan benar-benar sesuai dengan idealitas Islami. 5) Pendidikan Islam mengusahakan terciptanya model-model proses belajar mengajar yang bersifat fleksibel terhadap tuntutan kebutuhan hidup anak didik. 6) Pendidikan Islam, dalam segala ikhtiarnya senantiasa berpegang teguh pada pola pengembangan hidup manusia yang berorientasi pda potensi keimanan dan ilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalam hidup pribadi manusia muslim. Teknik berarti cara atau kepandaian membuat atau melakukan sesuatu, sedang secara etimologi dapat didefinisikan sebagai cara yang lebih khusus atau spesifik yang digunakan untuk mengajar (atau menguji) suatu kemahiran atau aspek dalam wujud aktivitas, strategi atau taktik dan bahan atau alat yang terkait dengan pendukungnya. Teknik merupakan cara operasional yang diterapkan oleh pendidik dalam proses pembelajaran, misalnya pembelajaran aktif dengan teknik problem solving, demonstrasi dan lainnya. 77 Teknik Pendidikan Profetik adalah langkah-langkah kongkret pada waktu seorang pendidik melaksanakan pendidikan di kelas. Teknik merupakan pengejawantahan dari metode. Sedang metode merupakan penjabaran dari asumsi-asumsi dasar dari pendekatan materi Pendidikan Profetik. Tujuan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar berdayaguna dan berhasil dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ajaran Islam melalui teknik motivasi yang menggairahkan belajar peserta didik secara mantap sehingga proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Tugas utama metode pendidikan Profetik adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan pedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan dan terealisasinya melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar siswa mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi serta meningkatkan keterampilan olah pikir dan membuat perubahan dalam sikap dan minat serta memenuhi nilai dan norma. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan sebagai dasar penggunaan metode pendidikan Islam adalah dasar agamis, biologis, dan psikologis. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara metode pendidikan Profetik dengan pendidikan lain. Pembedanya hanya pada nilai spiritual dan mental yang menyertai pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekkan. Prinsip dasar penggunaan metode pendidikan Profetik adalah: a. Niat dan orientasinya untuk mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah dan sesama makhluk. 78 b. Keterpaduan (integrative, tauhid) c. Bertumpu pada kebenaran d. Kejujuran (sidq dan amanah) e. Keteladanan pendidik. Ada kesatuan ilmu dan amal. f. Berdasar pada nilai dan tetap berdasarkan pada al-akhlaq al-karimah, budi utama. g. Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak h. Sesuai dengan kebutuhan peserta didik i. Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian. j. Proporsional dalam memberikan janji yang menggembirakan dan ancaman untuk mendidik kedisiplinan. Pendidika Profetik juga dapat menggunakan metode yang disebut dengan edutainment plus atau pendidikan yang menyenangkan dengan tanpa meninggalkan hukuman jika dibutuhkan. Edutainment plus merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses pembelajaran dalam suasana yang kondusif dengan proses pembelajaran yang rileks, menyenangkan dan bebas dari tekanan baik fisik maupun psikis (Khoiron Rosyadi, 2004:143). Metode yang dipilih dan dilakasanakan oleh pendidik secara transenden dibarengi dengan rasa tulus ikhlas sehingga peserta didik tergugah semangat dan gerak edukatifnyadengan rasa senang dan nyaman. Siraman nilai spiritual yang berdimensi liberasi dan humanis akan memberikan sisi sentuh yang kuat untuk berbuat demi kemanfaatan mereka dan lingkungannya. 79 10. Media Pendidikan Profetik Alat-alat pendidikan seringkali disebut dengan peralatan pendidikan yang terkadang rancu dengan media pendidikan. Alat (device), bisa disebut dengan istilah hardware atau perangkat keras, digunakan untuk menyampaikan pesan. Bahan atau software, perangkat lunak di dalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji atau tanpa alat penyaji. Kedua-duanya ini, bahan dan alat atau hardware dan software tidak lain adalah media pendidikan (Moh.Roqib, 2011:146). Secara definitif media ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari si pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa demikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Sumber belajar tidak hanya guru tetapi bisa juga jenis pesan yaitu ajaran atau informasi yang akan dipelajari atau diterima oleh siswa/peserta latihan. Pesan-pesan yang dituangkan oleh guru terdapat dalam simbol-simbol komunikasi verbal (kata-kata lesan atau tertulis) mauoun non verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi itu disebut encoding. Sedang proses penafsiran simbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding. Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hambatan psikologis, fisik, kultural dan lingkungan. Dalam pendidikan profetik, secara historis telah diketahui bahwa alat belajar tulis dan baca telah lama ada pada masa nabi dan diajarkan dikalangan sahabat dan sudah pula memakai peralatan dan media 80 pendidikan dengan sederhana sesuai dengan zamannya. Pada masa sekarang dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, sudah terasa sangat mendesak dalam pengajaran perlu menggunakan dan memanfaatkan kemajuan itu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology) atau ICT dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pendidik dalam melakukan proses pendidikan. Tetapi apabila alat pendidikan diperankan lebih dominan dari guru atau guru telah kalah pengaruh dalam membentuk kepribadian subjek didik, maka tidak mustahil sifat teknologi yang statis dan rutin tidak berjiwa dan beradab akan masuk membentuk kepribadian subjek didik. Semua media dikembangkan guna kemaslahatan, kebaikan dan kelestarian alam semesta, memanfaatkan media untuk kemaslahatan umat juga merupakan Ijtihad (Moh.Roqib, 2011:148-149). 11. Evaluasi Pendidikan Profetik Dalam proses pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai dalam program dan proses dalam produk kependidikan Islam atau output kependidikan Islam. Dengan memperhatikan kekhususan tugas pendidikan Islam yang meletakkan faktor pengembangan fitrah anak didik, nilai-nilai Agama dijadikan landasan kepribadian anak didik yang dibentuk melalui proses itu maka idealitas Islam yang telah terbentuk dan menjiwai pribadi anak didik tidak dapat diketahui oleh pendidik muslim, tanpa melalui proses evaluasi (H.M Arifin, 2011:162). 81 Evaluasi pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-psikologis. Sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besar meliputi empat kemampuan dasar anak didik yaitu : a. Sikap dan pengalaman pribadinya, hubungannya dengan Tuhan; b. Sikap dan pengalaman dirinya, hubunganya dengan masyarakat; c. Sikap dan pengalaman kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar; d. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat, serta selaku Kholifah di muka bumi. Evaluasi diperlukan untuk mengukur proses dan hasil pendidikan. Dari aspek proses, apakah prosesnya sesuai dengan konsep pendidikan profetik yang meliputi apresiasi terhadap tujuan, muatan materi, perilaku dan kualitas pendidik, pandangan dan perlakuan terhadap peserta didik, penggunaan metode dan media pembelajaran. Dari sisi hasil, sandar keberhasilan pendidikan terletak pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok, menengah dan akhir. Tujuan jangka pendek berupa kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan tujuan jangka panjang yaitu kebahagiaan di akhirat. Kedua tujuan tersebut dapat dilihat dari penguasaan keterampilan dan akhlak yang mulia. Tolak ukur yang mudah diketahui adalah perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku keseharian ini disebut dengan akhlak. Misi kenabian adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Evaluasi pendidikan profetik selain 82 mengukur dan menilai tentang kualitas pemahaman, penguasaan, kecerdasan dan keterampilan, juga mengukur dan menilai nilai moral dan akhlak peserta didik. Akhlak yang berdimensi Tauhid, hubungan kepada Allah (hablu min Allah), hubungan terhadap sesama manusia (hablun min an-nas), dan hubungan dengan alam untuk memberikan rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-„alamin) sebagai pemakmur bumi (khalifah fi al-ard). Menjaga hubungan kepada Tuhan dengan taat beribadah sekaligus menghormati orang lain beribadah sesuai dengan agamanya merupaka akhlak profetik (Moh.Roqib, 2011:150). Proses dan hasil yang beragam menuntut bentuk evaluasi yang berbeda baik dengan menggunakan tes maupun non tes. Akhlak selain bisa dievaluasi melalui tes juga non tes seperti dari catatan harian yang memuat ibadah, pergaulan peserta didik dalam keluarga, dengan tetangga dan masyarakat, juga aktivitas lain yang positif untuk kemaslahatan umum dan kemanusiaan. C. KONTEKSTUALISASI PENDIDIKAN PROFETIK 1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoir Ummah) Pemikiran pendidikan dalam paradigma profetik dengan ketiga pilar yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan bisa diartikulasikan dan aktualisasikan dalam praktik pengembangan Pendidikan Islam. Untuk memberikan gambaran akan praktik yang diharapkan diperlukan desain terlebih dahulu tentang model “komunitas ideal” yang dalam bahasa Al-Qur‟an disebut “khoiru al-ummah”. 83 Sebagaimana telah disebutkan, bahwa pendidikan profetik dengan dasar tradisi atau sunnah baik dengan pilar transendensi, humanisasi dan liberalisasi secara otomatis membangun peserta didik, anggota masyarakat secara kolektif bukan hanya sebagai individu-individu. Tentang khoir al-ummah disebutkan dalam al-Qur‟an surat Ali Imron ayat 110 dan ayat ini menjadi rujukan untuk pendidikan profetik. . Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” Q.S. Ali Imron (3) : 110 Khoir al-Ummah juga berarti kelompok atau komunitas terbaik dan manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain. Umat secara umum menunjuk pada semua mahkluk, sedang kata umat ideal adalah komunitas sosial yang dinamis yang bergerak sesuai dengan orientasi dan visi yang jelas di bawah kepemimpinan yang bijaksana. Kata Khoir al-Ummah yang diikuti tiga kata dibelangkangnya yaitu amar ma‟ruf (humanisasi), nahi mungkar (liberasi) dan iman kepada Allah (transendgvbensi). Jika dikaitkan dengan hal tersebut maka pendidikan profetik harus dibangun berdasarkan empat syarat dan tiga pilar. Yaitu komunitas, visi, gerak dinamis dan kepemimpinan (Muh. Roqib, 2011:155). 2. Pendidikan Profetik untuk pengembangan kebudayaan 84 Desain dari pendidikan profetik ini juga memanfaatkan dasar pengembangan kebudayaan yang digerakkan melalui penguatan pada aspekaspek subjektif atau objektif budaya. Penguatan dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi. Setelah lebih jelas tentang format dan desain pendidikan profetik dengan empat syarat dasar dan pilarnya serta aksi yang didasarkan pada pemanfaatan tradisi dan budaya yang dikembangkan diharapkan konsep pendidikan ini mampu mengilhami perkembangan pola pendidikan baru sebagai alternatif. 3. Paradigma Pendidikan Profetik dalam model pendidikan Diantara beberapa model pendidikan yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan dengan paradigma pendidikan profetik ini adalah : a. Pendidikan Sosial-kebudayaan: Homeschooling Khair al-ummah, komunitas ideal tidak akan terwujud tanpa pemerataan pendidikan. Sebagaimana yang banyak disebutkan, pernyataan “orang miskin dilarang sekolah” atau “orang miskin dilarang sakit” merupakan identitas sosial yang harus segera digeser dan dirubah dengan pendidikan profetik. Pendidikan profetik dalam artian ini adalah pendidikan kerakyatan. Agar program ini faktual dan aktual maka program pendidikan yang dilakukan harus memanfaatkan potensi lokal. Jika mendasarkan pemikiran pada pencarian potensi lokal yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan pendidikan profetik, homeschooling menjadi alternatif jawabannya. Persekolahan di rumah merupakan model pendidikan tertua 85 di nusantara. Fokus dalam pendidikan sebaiknya difokuskan pada pengembangan potensi dasar yang memungkinkan anak mampu mengembangkannya secara mandiri lebih baik dan manusiawi. Fokus itu terutama adalah kemampuan bahasa, metode perfikir, dan pembentukan kepribadian. Jika fokus ini yang menjadi orientasi dasar pendidikan maka setiap lembaga atau komunitas terkecil kependidikan bisa berkompetensi secara terbuka. Pada wilayah kebijakan seperti ini homeschooling memiliki posisi yang setara dengan pendidikan lain. Persekolahan di rumah merupakan pendidikan alternatif yang ditawarkan setelah mencerna bahwa pendidikan saat ini diakui kurang efektif dan efisien. Homeschooling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home. Dengan pendekatan ini, anak akan merasa nyaman, bisa belajar sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing kapan dan di mana saja. Pengembangan persekolahan di rumah ini bisa menunjang pelaksanaan konsep pendidikan seumur hidup, life long education. Pendidikan dari masa kanak-kanak sampai masa tua. Terlepas dari pendidikan persekolahan tersebut, pendidikan dalam keluarga memiliki fungsi strategis untuk pengembangan potensial secara utuh. Homeschooling yang didesain dalam perspektif pendidikan profetik di antaranya harus memperhatikan tentang : 86 1) Tujuan pendidikan yang dikembangkan hendaknya menyiapkan peserta didik agar memiliki kemandirian dan potensi kreatif dalam hidupnya; 2) Memperhatikan potensi dan bakat anak 3) Pemikiran filosofis yang disampaikan kepada anak berparadigma profetik yang bertumpu pada gerak dan tindakan; 4) Orang tua yang berfungsi sebagai guru harus memberikan penekanan terhadap pemahaman keagamaan yang integratif dan komprehensif 5) Budaya, tradisi, dan gaya hidup dalam keluarga dikondisikan agar anak sebagai peserta didik. b. Pendidikan Profetik : Inklusif-multikultural Pendidikan multikultural dapat dikembangkan dengan pemanfaatan potensi seni dan budaya lokal. Islam harus dihayati sampai kepada makna dan ruhnya. Penghayatan sampai makna seperti ini menuntu sebuah perombakan kurikulum dalam pendidikan. Sebab, pendidikan yang berhasi mencapai tujuan diantaranya adalah menghasilkan lulusan yang mampu menghargai keberbadaan dan keragaman kultur (multikultural). Pendidikan multikultural dikembangkan untuk menjawab kegelisahan terhadap pemahaman mengenai pluralitas yang sempit. Kaitanya dengan soal pluralisme, penting untuk digaris bawahi bahwa multikuturalisme itu berbeda dengan pluralisme. Pluralisme hanya sebuah pengakuan terhadap keberagaman tentang kemajemukan atau kebhinekaan. Sonia Neito mengartikan pendidikan multikulturalisme lebih praktis dalam 87 karyanya Language, Culture dan Teaching (2002). Ia mendefinisikan pendidikan multikulturalisme sebagai proses pendidikan yang menentang bentuk diskriminasi di sekolah dan masyarakat bisa diterapkan oleh peserta didik, komunitas mereka dan para pendidik. Pendidikan multikultural di indonesia, menurut Anita Lie, menghadapi tiga tantangan yaitu pertama fenomena homogenisasi dunia pendidikan akibat tarik ulur keunggulan dan keterjangkauan. Yang kedua, kurikulum. Ketiga, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran multikultural (Muh. Roqib, 2011:174). Fokus dari pendidikan multikultural adalah pada kecerdasan siswa yang menguasai ilmu dan menyelesaikan masalah, tetapi dengan dasar moral yang menghargai diri sendiri dan orang lain dari berbagai latar belakang yang berbeda. Pendidikan multikulturalisme dalam paradigma profetik menempatkan dasar transendensi, humanisasi dan liberasi untuk menjadi pilar yang mencerminkan adanya kebersatuan dan kesamaan secara teologis di hadapan Tuhan, saling menghargai sebagai sesama manusia dan saling membangun kebersamaan dalam menegakkan keadilan melawan diskriminasi dalam bentuk apapun. c. Pendidikan Profetik : Integratif-interkonektif Kebutuhan hidup manusia amat banyak dan beragam. Pengetahuan saja tidak cukup untuk membuat hidup manusia menjadi tentram dan bahagia. Pemahaman akan hukum alam, sosial dan teologis memerlukan paket materi pelajaran yang holistik dan komprehensif. Ika Dewi Ana 88 dengan mengutip berbagai sumber mengungkapkan tentang krisis kearifan dalam pendidikan diantaranya karena perlakuan lembaga pendidikan tidak tepat terhadap ilmu pengetahuan (Muh. Roqib, 2011:179). Pendidikan intregratif merupakan bagian dari aplikasi pendidikan profetik, dalam artian pendidikan profetik tidak akan berjalan tanpa membangun pendidikan yang integratif. Integratif dalam teori, desain, sistem, pelaksanaan dan integratif dalam kelembagaan. Integratif dalam arti jejaring antar lembaga adalah berwujud kerjasama untuk melaksanakan program bersama untuk menyiapkan media pendidikan dan pelayanan prima tanpa pembebanan pada peserta didik secara sosial dan ekonomi. Dari aspek kelembagaan, konsep pendidikan profetik adalah mengintegrasikan ilmu (kurikulum), kebijakan dan kelembagaannya. d. Pendidikan Profetik : berdasarkan Filsafat Gerak-Kreatif Filsafat profetik dalam rangka pemikiran Iqbal didasari oleh filsafat gerak. Tuhan mewajibkan hambanya untuk beribadah berarti ada keniscayaan baginya untuk bergerak dinamis sebagaimana hukum alam yang selalu bergerak sesuai kehendak-Nya. Dalam sifat Nabi ada sifat fatanah, kecerdasan; yaitu gerak kreatif yang dimiliki oleh seseorang untuk merespon secara proaktif kondisi alam dan manusia untuk mengatasi berbagai problem dan untuk meningkatkan peradaban umat manusia. Kreativitas ini adalah kelanjutan dari keimanan dan peribadatan kepada Allah yang selanjutnya adalah melakukan upaya agar kebutuhan primer seperti makan dan keamanan bisa dipenuhi dan kemudian 89 ditingkatkan menjadi kesejahteraan dan ketenangan hidup. Menurut Noeng Muhadjir, kreativitas bagi manusia berfungsi sebagai unsur pembeda dari makhluk lainya dan merupakan fungsi pendidikan yaitu menumbuhkan kreativitas, meyiapkan tenaga produktif, pelestarian dan pengembangan nilai. Terkait dengan ini, Noeng merincinya menjadi lima, yaitu kreativitas rasional, kreativitas rekayasa, kreativitas estetik, kreativitas moral dan kreativitas sosial. Daya gerak dan perbaikan nilai kemanusiaan tidak akan tercapai tanpa pengembangan kreativitas. Pendidikan progresif menyediakan ruang kreativitas yang menyenangkan dan humanis. Kreativitas dalam konteks profetik menjadi bagian dari aktualisasi amal Shalih (Muh. Roqib, 2011:184). e. Pendidikan Pofetik: Menyenangkan-mendisiplinkan (Edutainment Plus) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tradisi pendidikan profetik harus melibatkan metode yang positif dan sesuai dengan kondisi peserta didik. Bagaimana pendidikan dapar memberikan peluang bagi peserta didik untuk “gandrung ilmu” dan terus mengulang proses pencarian ilmu karena metode yang dilakukan oleh pendidik begitu menarik dan menyenangkan (Moh.Roqib , 2011:186). Pendidikan profetik yang menyenangkan adalah pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dan menikmati proses pembelajaran dalam suasana yang kondusif dengan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak memberikan tekanan fisik maupun psikis. 90 Sisi manfaat penggunaan desain pembelajaran yang berprespektif edutainment Plus adalah : 1) Membuat peserta didik gembira dan membuat belajar menjadi terasa lebih mudah. 2) Mendesai pembelajaran dengan selipan humor dan permainan edukatif untuk memperkuat pemahaman materi. 3) Komunikasi menjadi efektif dan penuh dengan keakraban. 4) Penyampaian materi pelajaran pada yang dibutuhkan dan bermanfaatkan. 5) Penyampaian materi sesuai dengan kemampuan peserta didik. 6) Memberikan Reward dan hadiah sebagai motivasi untuk peserta didik. 7) Pemberian sanksi atau hukuman secara edukatif dan proporsional jika diperlukan untuk memantapkan kedisiplinan peserta didik. Penerapan edutainment puls dalam perspektif profetik, sekali lagi tetap tidak meninggalkan sama sekali terhadap hukuman jika diperlukan untuk mendisiplinkan peserta didik. D. PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam menjadikan nilai plus tersendiri pada proses pendidikan Islam. Dengan adanya pemahaman yang benr terhadap Islam maka akan menghasilkan paradigma Islam yang integralistik atau menyeluruh. Pendidikan agama Islam yang berparadigma profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu metodologi integralisasi dan objektifikasi (Kuntowijoyo, 2007:49). Berangkat dari nilai- 91 nilai yang sama dan dari sumber yang sama. Integrasi terhadap terhadap Islam dan ilmu akan semakin memperkuat keduanya. Islam adalah ilmu dan ilmu merupakan keharusan di dalam Islam. Melalui pengintegrasian Islam dan ilmu diharapkan adanya penyatuan antara wahyu tuhan dan pikiran manusia. Terdapat beberapa model dan paradigma pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah model pendidikan tradisional dengan paradigma “Islam”nya dan pendidikan modern dengan paradigma sekulernya. Tentu saja masing-masing model pendidikan tersebut, dengan paradigmanya masingmasing, memiliki muatan kurikulum dan orientasi yang juga berbeda. Referensi yang digunakan serta sikap yang dihasilkannya pun berbeda. Model pendidikan tradisional cenderung meletakkan agama dan akhirat sebagai kurikulum dan orientasinya. Pendidikan modern lebih kepada ilmu-ilmu umum dan keduniawian sebagai muatan kurikulum dan orientasinya. Eksklusif lebih menjadi sikap pilihan model pendidikan tradisional, jika dibandingkan liberal yang menjadi sikap pendidikan modern. Melalui pendidikan Islam profetik, masing-masing perbedaan yang terkesan berseberangan tersebut coba untuk diintegrasikan sehingga menghasilkan model pendidikan yang berparadigma integralistik serta lebih mengacu kepada wahyu Tuhan dan akal manusia sebagai referensinya (Kuntowijoyo, 2007:55). Dengan demikian orientasinya tentu saja mengarah tidak hanya yang bersifat duniawi, namun juga ukhrawi. Kurikulum yang dibangun adalah kurikulum ilmu-ilmu agama dan umum, sehingga melahirkan sikap inklusif (Kuntowijoyo, 2007:58). 92 Dalam upaya menciptakan masyarakat utama, pendidikan menjadi salah satu pilar utama di dalamnya. Selain pendidikan yang merupakan integrasi antara Islam dan ilmu, sehingga melahirkan pendidikan yang bermutu, maka ia juga harus diinternalisasikan sekaligus diobjektifikasikan. Kaitan antara objektifikasi dan internalisasi adalah bahwa objektifikasi harus berangkat dari internalisasi yang diinternalisasikan adalah nilai, yaitu nilai-nilai Islam (Kuntowijoyo, 2007:61). Pendidikan Islam profetik mensyaratkan adanya objektifikasi, bukan sekularisasi. Objektifikasi menghendaki terhindarnya masyarakat dari dominasi. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam profetik, objektifikasi menghendaki juga ketiadaan dominasi Islam terhadap masyarakat. Melalui objektifikasi ini, masyarakat dari kelas manapun, agama apapun, kelompok manapun, akan dapat menerima konsep, sistem dan mekanisme serta kurikulum pendidikan Islam profetik yang dijalankan sebagai hal yang “wajar”. Hasil-hasil yang dilahirkan selama proses di dalam pendidikan, yaitu penggalian, pengakumulasian, koleksi, serta transformasi akan pengetahuan, dianggap sebagai aktualisasi terhadap nilai-nilai agama (ilmu agama) sekaligus nilai-nilai dunia (ilmu dunia) secara wajar. Objektifikasi adalah perbuatan dalam merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perbuatan yang juga bersifat rasional, sehingga orang lain pun dapat menikmatinya tanpa harus menyetujui nilai-nilai asalnya (Kuntowijoyo, 2007:63). Dalam konteks pendidikan dapat dicontohkan melalui misalnya, di dalam Islam, orang yang malas mencari ilmu adalah orang yang tidak disukai oleh Tuhan, orang yang 93 membiarkan orang lain tetap berada di bawah penindasan orang lain adalah musuh Tuhan, maka hal itu dapat diobjektifikasikan melalui model dan kurikulum pendidikan yang mengarahkan orang kepada perolehan ilmu pengetahuan. Ilmu yang dimiliki itu dapat menjadi alat baginya untuk melawan penindasan yang selama ini terjadi kepadanya. Pendidikan yang membebaskan tersebut adalah objektifikasi dari ajaran Islam yang terkandung dalam AlQur‟an Surat Ali-Imran, ayat 110. Letak perbedaan antara pendidikan profetik dan pendidikan Islam selama ini adalah pada objektifikasinya. Pendidikan Islam yang ada selama ini lebih kepada Islamisasi atau doktrinisasi, tetapi pendidikan Islam profetik lebih kepada objektifikasinya atau mengenai keadaan yang sebenarnya. Dalam pendidikan Islam profetik misalnya, ajaran tentang menyantuni orang miskin dan anak yatim tidak hanya berlaku bagi orang Islam saja, namun juga orang di luar Islam. Orang Islam dapat mempelajari itu, orang di luar Islam pun sama. Wujud akhir yang nyata dari aktualisasi atau pelaksanaan terhadap nilai-nilai Islam harus bisa dianggap wajar dan diterima oleh umum, demikian halnya dengan pendidikan Islam. Jika pendidikan Islam, dalam bentuk akhir dari aktualisasinya dapat juga diterima oleh masyarakat secara keseluruhan, itulah pendidikan yang dibutuhkan, pendidikan Islam profetik. Tujuan Pendidikan Agama Islam dan pendidikan Profetik tidak jauh beda yaitu bersumber pada nilai-nilai al-Qur‟an dan as-Sunnah. Di dalam pendidikan profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu metodologi integralisasi dan objektifikasi. Pendidikan agama Islam yang ada selama ini 94 lebih kepada Islamisasi atau doktrinasi, sedangkan profetik lebih pada objektifikasinya. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang sebenarnnya. Pendidikan profetik berbicara mengenai Idealita, Realita dan Metode dalam pendidikan. Pendidikan profetik mencoba melakukan format pendidikan yang bisa menggeser paradigma pendidikan yang kompetitif menjadi spirit bersinergi contohnya saling melengkapi akan kebutuhan hidup masing-masing. Berbicara mengenai profetik adalah berbicara mengenai manusia, tokoh, idola, dan panutan. Tapi tidak sekedar itu, berbicara model yang menjadi panutan untuk diikuti bukan karena kelebihan yang dimiliki model itu dan kemudian melahirkan “kebanggaan pasif” bagi yang mengetahuinya. Makna profetik lebih dari pada penilalian total akan setiap perbuatan dan tingkah laku yang dilakukannya. Pendidikan yang dikembangkan oleh Nabi dilakukan secara menyeluruh, terhadap semua aspek kehidupan manusia. tugas nabi yang mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional, akhlak dan amal sholeh atau bekerja secara profesional. Sebagai pendidikan yang bersifat utuh dan komprehensif, maka pendidikan profetik dilakukan secara utuh pula, yaitu selain mengembangkan nalar juga mengembangkan potensi hati dengan cara banyak berdzikir, atau ingat Allah, melakukan kegiatan ritual, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Yollanda Vusvita Sari dalam kajian Education Center BEM UNY 2010 menulis bahwa pendidikan profetik tidak meniadakan akan suatu perbedaan. Namun, yang dipermasalahkan adalah paham yang mengakui kebebasan dalam berpendapat tanpa ada batas. Konsep pendidikan profetik dalam pendidikan 95 agama Islam mengiyakan perbedaan akan tetapi harus ada keyakinan atau nilai universal yang disepakati bersama. Berbicara profetik adalah berbicara orangnya (person) sedangkan ketika nilai ini menjadi kolektivitas sosial maka akan menjadi masyarakat madani (Ummat). Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara metode pendidikan profetik dengan pendidikan agama Islam. Pembedannya hanya pada nilai spiritual dan mental yang menyertai pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktekan. Metode yang dipilih dan dilaksanakan oleh pendidik secara transenden dibarengi dengan rasa tulus ikhlas dan cinta kasih sehingga peserta didik tergugah semangat dan gerak edukatifnya. Dalam media pendidikan profetik dan pendidikan agama Islam yang digunakan masih sama secara penggunaan dan pemanfaatannya. Yang mana media ataupun alat yang diperankan jangan sampai lebih dominan dari guru, karena tidak mustahil sifat media pendidikan dan perkembangan teknologi yang statis dan tidak berjiwa dan beradab akan masuk membentuk kepribadian subjek didik. Pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam bisa dilakukan dengan mendekatkan peserta didik pada tiga hal penting, yaitu Pendekatan pada kitab suci, tempat ibadah dan para ulama‟nya. Dalam konsep pendidikan profetik evaluasi tidak hanya untuk mengetahui dan mengukur pemahaman maupun penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan, muatan materi, kualitas pendidik dan menilai serta mengukur moral dan akhlak dari peserta didik itu sendiri. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya dimonitoring oleh pendidik tetapi seluruh tenaga kependidikan serta orang tua siswa yang bersama-sama mengevaluasi 96 perkembangan peserta didik. Dalam mengimplementasikan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam di sekolah adalah mengubah mindset bagi semua pihak. Tidak hanya guru pendidikan agama Islam atau guru agama saja, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya juga berperan yaitu sebagai Uswatun Hasanah tatkala sedang dimana saja. Selain itu perlu membenahi Niat. Dalam pendidikan profetik, niat memiliki posisi yang strategis. Sekalipun, misalnya delapan standar pendidikan telah dipenuhi oleh lembaga pendidikan, manakala niat para pelaku pendidikan tidak benar, maka hasil pendidikan juga tidak akan maksimal. Bahkan hasil pendidikan, sebenarnya lebih banyak tergantung pada niat itu. Oleh karena itu, ada dua hal yang harus diperbaharui, yaitu mindset atau cara pandang tentang pendidikan dan niat sebagai dasar dalam menunaikan tugas-tugasnya sebagai pelaku tenaga kependidikan. Pendidikan harus dikembalikan pada watak aslinya, yaitu untuk mengantarkan peserta didik menjadi anak bangsa yang meraih derajat unggul dalam aspek intelektual, spiritual, jiwa dan raganya, serta akhlaknya. Dengan demikian mengimplementasikan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam bukan hanya terletak pada tanggung jawab guru agama atau guru budi pekerti, melainkan meupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. 97 BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Salatiga Dari hasil penelitian yang dilakukan olehg peneliti, diperoleh data serta dokumen-dokumen dari tata usaha SMP Negeri 4 Salatiga disebutkan bahwa SMP Negeri 4 salatiga adalah lembaga pendidikan yang didirikan di kota salatiga pada tahun 1979. Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga, pada awal pendiriannya memiliki 2 lokal gedung terpisah. Satu gedung berada di Jl. Veteran, sedang satunya lagi berada di Jl. Sumardi. Adanya gedung yang terpisah membuat kegiatan belajar mengajar tidak efektif. Kemudian pada tahun 2007 karena telah habisnya hak guna bangunan tanah milik pemerintah kota salatiga di samping SMP Negeri 4 salatiga, maka tanah tersebut kemudian dihibahkan kepada SMP Negeri 4 salatiga yang saat ini telah berdiri bangunan baru. Maka dari itulah pada bulan November 2007 SMPN 4 salatiga baru melokalisasikan sekolah menjadi satu tempat yakni di jl. Patimura 47 Salatiga Telp. (0298) 32678. 2. Letak Geografis a. Alamat sekolah SMPN 4 salatiga beralamat di Jl. Patimura 47 Salatiga, telepon/fax (0298) 326785. b. Luas tanah 98 Luas tanah yang dimiliki SMPN 4 salatiga adalah sebesar 3883m² dan tealah bersertifikat IMB 3. Visi dan Misi SMPN 4 Salatiga a. Visi Unggul Prestasi, santun berbudi, tangguh berkompetisi, Sadar bertaqwa. 1) Terlaksananya proses pembelajaran yang berkualitas (efektif, efisien dan inovatif sesuai kurikulum mutakhir) 2) Terwujudnya keseimbangan Prestasi Akademik dan Iman Taqwa 3) Terwujudnya profile sekolah sebagai SMP favorit 4) Terwujudnya penataan sarana prasarana sekolah kondusif dan asri 5) Terlaksananya program program SCS ( Study Club In School ) siswa dan guru 6) Terlaksananya program life skill lewat berbagai kegiatan wira usaha 7) Terbentuknya pribadi-pribadi siswa yang santun, etis dan berbudi luhur. 8) Terlaksananya program apresiasi bakat dan potensi siswa. 9) Terlaksananya program keorganisasian, kepemimpinan, dan perkaderan siswa b. Misi 1) Meningkatkan disiplin belajar mengajar dan etos kerja 2) Menerapkan model pembelajaran intensif meliputi pembelajaran interaktif, aplikasi dan akselerasi. 99 3) Mengaktulaisasikan semangat belajar mengajar dengan pendapatan iman dan taqwa 4) Membudayakan sikap sportifitas dalam berkompetensi meraih prestasi. 5) Melaksanakan program penataan sarana prasarana sesuai dengan site plan jangka pendek, menengah dan jangka panjang 6) Membiasakan percakapan bahasa inggris bagi seluruh warga sekolah lewat kegiatan ekstrakurikuler. 7) Mempraktikan berbagai kegiatan dan peluang wira usaha bagi siswa. 8) Membudayakan santun dalam bicara, cipta, rasa dan karsa 9) Menyalurkan bakat dan potensi dengan barbagai kegiatan apresiasi dan kompetisi 10) Menginsentifkan kegiatan organisasi, kepemimpinan dan kader siswa. c. Slogan HEBAT Harmoni – Etika – Bestari – Aktif – Taqwa 4. Struktur Organisasi Sekolah SMPN 4 Salatiga SMPN 4 salatiga sebuah lembaga pendidikan, juga memiliki struktur organisasi sebagai sistem penggerak dalam rangka mewujudkan visi dan misi SMPN 4 Salatiga. Di bawah ini adalah struktur organisasi SMPN 4 Salatiga : 100 Tabel 3.1 Struktur personalia SMP N 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 NO NAMA JABATAN 1. Drs.H.M. Munadzir, M.Si Kepala Sekolah 2. Isty Roostikawati, Amd,Pd Wakil Kepala Sekolah I 3. Abdul Rahman Yusuf Wakil Kepala Sekolah II 4. Muslimah, S.Pd Bendahara Rutin 5. Subiyati, Amd.Pd Bendahara Taktis dan PMM 6. SR.Apto Riani,S.Pd Urusan Kurikulum 7. Dwi Hartati,S Si, M.Pd Urusan Kesiswaan 8. Tony Adriyanto,S.Pd Urusan Humas 9. M. Budi Wibowo,S.Pd Urusan Sapra/Perencanaan Sekolah 10 Saliyo,S.Pd Urusan Bimbingan dan Konseling 11 Nurchani,S.Pd Urusan tim simpati Guru 12 Bawonowati Urusan Stabilitas 8 Standar 13 Patmawati Ilyas,S.Pd Koord. Perpustakaan 14 Yasinta D.H, S.Pd Laboratorium Bahasa 15 Rini Kusumadewi,S.Pd Laboratorium IPA 16 M. Solehfudin,S.Kom Laboratorium Komputer 17 Dwi Setyawati Laboratorium ICT 18 Sri Mardiyastuti,S.Pd Koperasi Sekolah 19 Sumiyati Koord. TU/Umum 20 Salimin Office Boy/bel/telepon/tamu 21 Dian Aprilia, A.Md Kepegawaian/inventaris/Kesekretariatan 22 Eka Sulistyawati Agenda/pemungut/umum 23 Agus Widodo Urusan Rumah Tangga/Sapras/Umum 24 Sutrisno Satpam/umum 101 Tabel 3.2 Struktur Organisasi SMP N 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 KEPALA SEKOLAH KOMITE SEKOLAH Drs.H.M. Munadzir, M.SI NIP.19611022.198903.1.005 Mayor Purn.Ashuri KA. TATA USAHA SUMIYATI WAKIL KEPALA SEKOLAH 1. Abdul Rahman Yusuf 2. SR. Sapto Riani KURIKULUM 1. Dwi Hartati.M.Pd 2. Wiwik Ambar,S.Pd 3. Dwi Setyowati, S.Pd 4. Eny Sudaryanti 5. Ira Kusuma, S.Pd 6. Rosmawati Y A, S.Pd 1 2 3 4 1 2 3 4 Isty Roostikawati, A.Md, Pd Didik Widiatmoko, SPd Dwi Partatmoko Agus Prihananto ,SPd WALI KELAS KELAS 7 1 2 3 4 5 6 KELAS 8 7 8 9 10 11 12 13 KELAS 9 14 15 16 17 18 19 SARPRAS KESISWAAN Rini Kusuma D, S.Pd Tony Adriyanto, S.Pd Markuwati,S.Pd Yenny Deswita, S.Pd Nurchani,S.Pd Agus Prihananto ,SPd Dwi Hartati, S.Si, M.Pd Sri Mardyastuti, S.Pd Nur Rozi,S.Pd Anisa Fathonah, S.Pd Muji Lestari, S.Pd Sutinah,S.Pd Didik Widiyatmoko, S.Pd Isty Roostikawati,A.Md, Pd Wiwik Ambar W, S.Pd Drs.SB Hariyanto Ira Kusumawardani, S.Si Dewi Indah, S.Pd Satiman, S.Pd HUMAS 1 2 3 4 LABORAN BP/BK 1 2 3 4 M.Budi Wibowo,S.Pd Nur Rozi,S.Pd Satiman, S.Pd Drs. Agus Triyanta 1. Rini Kusuma W, S.Pd 2. Anisa Fathonah Drs. SB Hariyanto Dyah Respati, TAP, S.Pd Istrini, SPd Sutinah,S.Pd PERPUSTAKAAN 1 Wiji Peni Tri Hastuti, S.Pd 2 Sri Iriyanti MY.Wardhani, BA M.Budi Wibowo,S.Pd Saliyo, BA Dra. Endang Susanti TATA USAHA GURU 1 Drs.H.M Munadzir, M.Si 2 Drs. SB Hariyanto 24 Dwi Setyawati, SH 25 Muslimin, SPd 3 Yasinta DH, SPd 26 Drs.Agus Triyanta 4 Istrini, SPd 27 Tony Adriyanto 28 Didik Widyatmoko, SPd 7 A. Rahman Yusuf 29 Sutinah, SPd 30 Eny Sudaryanti, SPd 8 Sri Mardyastuti,SPd 31 Muji Lestari, SPd 9 Dewi Indah,S.Pd 32 Supeni Sri L, S.Pd 10 Wiwik Ambar W,S.Pd 33 Rosmawati Y.A, S.Pd 11 Subiyati 34 Markuwati, SPd 12 Nur Rozi, SPd 35 Pamuji Wiyana, S.S 13 Yeny Deswita,S.Pd 36 Wiji Peni 14 Indah Wahyuningsih 37 Satiman, SPd Sumiyati Idayati Hartini Saimin Agus widodo Sri Iriyanti Rejo Eka Sulistyawati Murniati Rubiyanto Nuzul Lusy Anggraeni 11. Tri Budi Setyawan 12. Sutrisno 15 Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd 38 Krisminiatun 13. Agus Riyadi 16 Isty Roostikawati,A.Md.Pd 39 Bawonowati 17 Ira Kusumawardhani, S.Si 40 Dwi Partatmoko 18 Anisa Fatonah, S.Pd 41 Endang Retno H 19 Agus Prihananto ,SPd 42 Ika Nurratri,S.Pd 20 Rini Kusuma D, S.Pd 43 Yusuf Haryadi, S.Pd 21 SR Sapto Riani, S.Pd 44 Siswanta, S.Ag 22 Dyah Respati TAP, SPd 45 Debora Wahjuni,S.Th 23 Endang Wahyuningsih,SPd 45 Imam Muthohar 5 Nurchani,SPd 6 Muslimah, SPd 46 Imam Sujarwo 102 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa SMPN 4 Salatiga a. Keadaan Siswa SMPN 4 Salatiga Secara keseluruhan jumlah siswa SMPN 4 Salatiga pada tahun ajaran 2015/2016 berjumlah 655 di bawah ini adalah data siswa SMPN 4 Salatiga tahun ajaran 2015/2016 : Tabel 3.3 Data siswa SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 jenis kelamin No Kelas L P 1 VII A 14 22 2 VII B 11 25 3 VII C 20 16 4 VII D 15 21 5 VII E 19 17 6 VII F 25 11 Jumlah 104 112 8 VIII A 8 24 9 VIII B 11 21 10 VIII C 18 14 11 VIII D 14 18 12 VIII E 16 14 13 VIII F 23 7 14 VIII G 25 4 Jumlah 115 102 15 IX A 6 26 16 IX B 8 24 17 IX C 9 23 18 IX D 12 20 19 IX E 9 23 20 IX F 20 12 21 IX G 20 10 Jumlah 84 138 Jumlah Keseluruhan islam Kristen 32 4 31 2 31 4 33 3 36 0 34 1 197 14 29 3 26 4 30 2 28 3 25 5 29 1 29 0 196 18 28 2 29 1 24 7 28 4 31 1 25 6 28 2 193 23 586 55 103 Agama jumlah Katolik Budha Hindu kelas 0 0 0 36 2 1 0 36 1 0 0 36 0 0 0 36 0 0 0 36 0 1 0 36 3 2 0 216 0 0 0 32 2 0 0 32 0 0 0 32 1 0 0 32 0 0 0 30 0 0 0 30 0 0 0 29 3 0 0 217 1 1 0 32 2 0 0 32 1 0 0 32 0 0 0 32 0 0 0 32 0 1 0 32 0 0 0 30 4 2 0 222 10 4 0 655 b. Keadaan Guru SMPN 4 Salatiga Guru-guru SMPN 4 Salatiga merupakan tenaga pendidik professional, mereka mengajar sesuai dengan bidangnya masingmasing. Sebagian besar adalah lulusan Strata 1 (S1), bahkan ada dari beberapa mereka telah bergelar Strata 2 (S2). Adapaun rincian dari keadaan guru SMPN 4 Salatiga adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Data Guru SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 Status No Guru 1 PNS 2 GT 3 GTT Jumlah Total Agama Islam Kristen Katolik Budha Hindu 27 5 4 0 0 9 3 2 1 0 3 1 0 0 0 39 9 6 1 0 Jumlah Guru 36 15 4 55 Tabel 3.5 Data Kualifikasi Pendidikan Guru SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 No Kualifikasi Guru Tetap Guru tidak tetap Jumlah Guru 1. Strata 1 41 3 44 2. Strata 2 2 0 2 3. Diploma 3 2 0 2 4. Diploma 2 0 0 0 5. SMA/SPG 7 0 7 52 3 55 Jumlah Total 104 c. Keadaan Karyawan SMPN 4 Salatiga Untuk membantu Kelancaran dalam segala kegiatan, di SMPN 4 Salatiga dibantu oleh tenaga non-akademik atau karyawan yang berjumlah 43. Karyawan-karyawan tersebut mempunyai tugas membantu semua kegiatan yang ada di SMPN 4 Salatiga sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga segalanya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Berikut ini adalah tabel daftar karyawan di SMPN 4 Salatiga : Tabel 3.6 Daftar Karyawan SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tugas Koord. Administrasi Tata Usaha Perpustakaan Lab. Komputer Lab IPA Lab. Bahasa Lab. ICT bel/telepon/tamu Petugas Kebersihan Sopir Satpam Urusan Rumah Tangga kepegawaian/ inventaris/ kesekretariatan Agenda/Umum Jumlah Jumlah 2 8 5 2 2 2 2 1 6 0 5 2 3 PNS 2 4 2 1 2 2 2 1 0 0 0 0 1 3 43 1 18 105 Keterangan CPNS PTT 0 0 0 4 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 5 0 2 1 1 0 4 2 21 HL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan : PNS : Pegawai Negeri Sipil CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil PTT : Pegawai Tidak Tetap HL : Harian Lepas d. Sarana dan Prasarana SMPN 4 Salatiga Dalam proses kegiatan belajar mengajar di SMPN 4 Salatiga didukung adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai sebagai salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) unggulan di salatiga. Adapun sarana yang dimiliki SMPN 4 Salatiga adalah sebagai berikut : Tabel 3.7 Data Sarana SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sarana/Bidang Ruang Kelas Lab. IPA Lab. Bahasa Lab. Ketrampilan Lab. Komputer R. Perpustakaan R. Serbaguna R. UKS R. BK R. Kepala Sekolah R. Wakil Kepala Sekolah R. Guru Ruang TU Ruang Kurikulum Ruang OSIS 106 Jumlah 20 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Luas/m² 56 56 112 56 56 70 16 12 112 40 30 168 56 30 20 Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik kurang baik Baik Baik Baik 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Ruang Dapur Ruang Penjaga/Satpam R.ibadah/Mushola Gudang kamar mandi/WC Guru kamar mandi/WC Siswa koperasi Lapangan Basket Lapangan Bola volly Lapangan Upacara Area Parkir Taman/kebun Sekolah 1 1 1 1 2 6 1 1 1 1 1 4 20 6 112 56 12 54 112 400 350 750 21 24 kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Terawat Adapun prasarana yang dimiliki SMPN Salatiga adalah sebagai berikut : Tabel 3.8 Data Prasarana SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jenis Barang Buku Pegangan Guru Untuk Tiap Mapel Buku Teks Siswa untuk Tiap Mapel Buku Penunjang untuk Tiap mapel Komputer Laptop Mesin Ketik Mesin Hitung Brankas Filling Kabinet Almari Rak Buku Meja Guru Meja Siswa Kursi Guru Kursi Siswa 107 Jumlah 153 3270 51 48 2 5 2 1 2 15 9 86 328 86 670 Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik e. Situasi dan Kondisi SMPN 4 Salatiga SMPN 4 Salatiga merupakan sekolah umum lanjutan tingkat pertama di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional. Sekolah tersebut terletak di pusat Kota Salatiga dengan warga sekolahnya berasal dari berbagai latar belakang status yang berbeda baik status sosial, ekonomi maupun agamanya. Sekolah bercorak plural ini memiliki situasi dan kondisi sekolah yang sangat beragam, hal ini terlihat dari begitu variasinya agama yang dipeluk oleh setiap warga sekolah baik guru, karyawan maupun dari siswanya sebagaimana diuraikan dalam tabel-tabel sebelumnya. Lingkungan sekolahnya merupakan lingkungan agamis, karena di dekat sekolah tersebut berdiri sebuah masjid dan sebuah gereja sehingga memungkinkan warga sekolah dapat beribadah ke tempat ibadah tersebut setiap saat. Dalam event tertentu seperti ketika hala bihala, idhul Adha dan Natal, sekolah tersebut sering mengadakan kegiatan untuk memeriahkannya. Dengan situasi dan kondisi pluralitas di lingkungan sekolah tersebut, peraturan dan kebijakan sekolah juga dibuat berazaskan pada prinsip persamaan tanpa adanya diskriminasi. Semua warga sekolah diberikan kesempatan dan kebebasan yang sama sesuai dengan kewajiban dan haknya asalkan tidak bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan sekolah dan peraturan dari pemerintah, contohnya penempatan siswa di kelas disama ratakan 108 sesuai kemampuan intelligence tanpa memandang status baik sosial, ekonomi maupun agamanya. f. Ekstra Kurikuler Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pokok/wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa. Kegiatan ini diwujudkan dalam proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, dimana di dalamnya terjadi hubungan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Adapun kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan dan waktu pelaksanaanya di luar jam belajar, sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar yang bersifat intrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler di SMPN 4 Salatiga bertujuan untuk menambah wawasan pengalaman para siswa serta usaha mengembangkan bakat sesuai dengan minatnya masing-masing. Terdapat satu program ekstrakurikuler yang diwajibkan yaitu pramuka bagi kelas VII dengan harapan dapat melatih siswa hidup secara mandiri, disiplin dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Berikut ini adalah tabel kegiatan intrakurikuler ekstrakurikuler di SMPN 4 Salatiga tahun ajaran 2015/2016 : 109 dan Tabel 3.9 Kegiatan Intrakurikuler SMPN 4 Salatiga No Intrakurikuler 1 Pendidikan kewarganegaraan 2 Pendidikan Agama Islam 3 P. Agama katholik 4 P. Agama Protestan 5 P. Agama Budha 6 P. Agama Hindu 7 Bahasa Indonesia 8 Bahasa Inggris 9 Bahasa jawa 10 Matematika 11 IPA 12 IPS 13 Olah raga 14 Seni Budaya 15 Tataboga 16 Elektronika 17 TIK 18 Bimbingan Konseling Jumlah Guru Pengampu 4 3 1 2 1 0 5 5 2 5 6 8 2 3 1 1 2 4 54 Tabel 3.10 Kegiatan Ekstrakurikuler SMPN 4 Salatiga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ekstra kurikuler Pramuka Karya Ilmiah Remaja Drum Band PMR Paskibra PKS Mading Vokal Group Olimpiade Sains Olimpiade Olah Raga 110 Guru Pengampu 6 3 3 5 3 3 3 1 4 3 11 BTQ/Tartil 12 Seni Tari 13 Seni Lukis 14 Broadcasting 15 Sie Kerohanian Islam (SKI) Jumlah 2 1 2 2 2 43 B. Temuan Penelitian Berdasarkan temuan peneliti di lapangan di SMP Negeri 4 Salatiga tentang Implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah tersebut, ada beberapa garis besar yang dapat tergambarkan sebagai berikut: 1. Hasil Penelitian a) Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 4 salatiga oleh peneliti, ada beberapa implementasi pendidikan tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam beberapa diantaranya dikemukakan oleh responden, yaitu sebagai berikut : Implementasi Pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di sekolahnya menurut kepala sekolah yaitu MN adalah : “Dalam penerapan tradisi profetik atau nilai-nilai kenabian perlu adannya keteladanan yang dilakukan di lingkungan sekolah. Selain dari pembelajaran pendidikan agama islam keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah merupakan salah satu penerapan pendidikan profetik yang 111 penting untuk dilakukan. Pelaksanaan nilai-nilai profetik atau kenabian yang di ajarkan melalui pembelajaran maupun praktek merupakan proses tranformasi pendidikan dan pengajaran. Dengan adanya keteladanan dan penananman nilai-nilai kenabian dapat membentuk pribadi siswa yang berakhlakul karimah dan menjadi Khairul Ummah. Didukung adanya kajian-kajian sie kerohanian islam yang dilakukan pada setiap hari Jum‟at juga dapat menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman pada diri peserta didik. Penanaman nilai-nilai kenabian atau keislaman juga kami terapkan dengan mengajak peserta didik untuk saling tolong menolong antar sesama dengan cara menyantuni anak yatim dan warga miskin. ”(Wawancara, MN.10/09/15). Dari apa yang telah peneliti amati bahwa penanaman pendidikan tradisi profetik kepada peserta didik dilakukan dengan cara pembiasaan dan keteladanan, seperti pembiasaan bersalaman dengan guru saat siswa masuk gerbang sekolah pada pagi hari, shalat dhuhur berjamaah, dan memberi keteladanan peserta didik dengan saling menghormati, tolong menolong dan toleran. Di setiap bulan Ramadhan siswa diajarkan untuk berzakat dan bershodaqoh di sekolah, yang mana perbuatan tersebut dapat menumbuhkan rasa kepedulian peserta didik serta penanaman nilai-nilai keagamaan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim. 112 Seperti apa yang diungkapkan kepala sekolah di atas, HR selaku Guru PAI senior di SMP Negeri 4 beliau dalam mengimplementasikan pendidikan tradisi profetik melalui model pembelajaran dan sistem evaluasinya : “Dalam penerapannya saya menekankan keteladanan kepada peserta didik dalam penanaman Nilai-nilai kenabian di lingkungan sekolah yang selalu rutin dilakukan, contohnya ketika memasuki gerbang sekolah maupun saat masuk kelas untuk kegiatan belajar mengajar peserta didik diwajibkan untuk bermusafahah dahulu kepada gurunya. Hal ini menjadikan peserta didik dapat berlaku hormat kepada yang lebih tua. Sebelum mulai pembelajaran dibiasakan membaca Asmaul Husna bersama-sama. Serta adanya pembiasaan Sholat Dhuhur dan Jum‟at berjamaah di sekolah dapat menanamkan nilai-nilai keislaman kepada siswa. Dalam beberapa pembelajaran peserta didik untuk belajar langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika ada materi tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya dan mencari pengetahuan mengenai haji kepada tokoh agama atau masyarakat yang sudah menunaikannya. Sehingga dengan begitu siswa akan lebih mengetahui dan memahami materi karena mencari langsung dari sumbernya. Pembiasaan serta keteladanan nilai-nilai profetik yang dilakukan di lingkungan sekolah dapat menanamkan dan membangun akhlak dan moral peserta didik”(Wawancara, HR 11/09/15). Penerapan pendidikan tadisi profetik juga tercermin dalam sistem evaluasinya : 113 “Dalam mengevaluasi setiap pembelajaran yang telah berlangsung baik tes maupun nontes kami selalu menekan pada segi afektif dan psikomotoriknya bukan berarti segi kognitif tidak penting. Setiap perilaku yang dilakukan di dalam kelas, sekolah maupun di luar sekolah pun menjadi evaluasi bagi kami. Dengan observasi maupun pengamatan terhadap perilaku siswa menjadi peranan dalam evaluasi pembelajaran, tidak hanya itu kami juga berkoordinasi dengan seluruh tenaga kependidikan untuk bersama-sama dalam melakukan evaluasi. Selain menggunakan evaluasi dengan tes, evaluasi secara praktek langsung seperti saat materi sholat atau wudhu dapat di lakukan ketika sholat Dhuhur dan Jum‟at bersama. Orang tua siswa juga melakukan evaluasi di luar sekolah yang mana setiap akhir semester dilaporkan kepada kami. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya untuk mengetahui pemahaman dan pengamalan peserta didik terhadap pembelajaran, tetapi untuk menilai dan mengukur moral menyempurnakan dan akhlakul akhlak serta karimah untuk peserta didik”(Wawancara, HR.11/09/15). Bapak WD juga mengatakan bahwa implementasi pendidikan tradisi profetik secara tidak langsung telah diterapkan dalam proses pembelajaran : “Dalam pemberian materi pembelajaran biasanya siswa akan diberikan materi yang berkaitan dengan peristiwa apa yang sedang terjadi ataupun keadaan sesungguhnya. Dengan menggunakan metode pembiasaan keteladan juga dapat menanamkan nilai-nilai keislaman yang dapat membentuk akhlak dan moral siswa. Melalui observasi 114 yang dilakukan oleh peserta didik langsung dan kemudian dipadukan di kelas menjadikan peserta didik mudah memahami dan menghayati materi yang dipelajari. Penghayatan nilai-nilai kenabian yang ditanamkan melalui praktek langsung dalam proses pembelajarannya dapat mengukur moral dan akhlak, seperti contohnya ketika pembelajaran praktek BTQ, menerapkan sifat-sifat nabi di dalam perilaku keseharian semisal dengan guru memberi amanah kepada siswa dan kemudian apakah siswa menjalankan amanah yang diberikan oleh guru tersebut atau tidak. Proses kegiatan belajar mengajar yang kami lakukan ditekankan pada penanaman dan penghayatan nilai-nilai kenabian dan penggunaan keislaman metode yang dan mana media dalam setiap pembelajaran mengusahakan agar bagaimana siswa mampu memahami dan menghayati secara langsung tujuan pembelajaran yang diinginkan. Evaluasi secara nontes menjadi alat ukur bagaimana penanaman dan pembentukan pribadi siswa, perilaku keseharian siswa di lingkungan sekolah dan di rumah menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi hasil pembelajar. Maka tidak hanya guru Agama islam saja yang membimbing maupun memberikan teladan, tetapi seluruh tenaga kependidikan serta orang tua siswa juga menjadi bahan ajar ataupun evaluasi secara bersama- sama”(Wawancara, WD.12/09/15). Penggunaan studi kasus di lapangan yang digunakan dalam beberapa proses pembelajaran dapat menumbuhkan menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman. dan Misalnya observasi langsung dengan para tokoh agama dan pelaku haji 115 dalam mengetahui dan memahami tentang haji, dari syarat rukun dan lainnya. Pembiasaan membaca Asmaul Husna yang dilakukan setiap pagi sebelum memulai pembelajaran dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Sang Pencipta (Observasi, 09/09/15). b) Problematika dalam Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan masih ada beberapa hambatan dalam implementasinya yakni masih kurangnya keteladanan dari guru, sarana prasarana, kurangnya motivasi belajar tentang keagamaan dan kurangnya dukungan dari pihak orang tua siswa. Adapun solusi yang mereka berikan adalah keteladanan dari seluruh tenagan pendidik maupun kependidikan di sekolah, peningkatan keilmuan atau wawasan keagamaan, peningkatan sarana dan prasarana, buku penilaian moral dan akhlak serta peningkatan mutu kualitas guru. Menurut kepala sekolah MN bahwa hambatan yang terjadi dalam implementasi pendidikan tradisi profetik adalah : “Kurangnya sarana prasarana yang mendukung untuk penanaman pendidikan profetik menjadi salah satu hambatannya, seperti alat ibadah ataupun tempat ibadah. Kemudian masih lemahnya keteladanan dari guru maupun tenaga kependidikan, seperti masih ada yang merokok di lingkungan sekolah yang masih dapat dilihat oleh siswa” (Wawancara, MN.10/09/15). 116 MN mengatakan bahwa perlu adanya solusi untuk menanggapi hal tersebut : “Perlunya peningkatan sarana prasarana sekolah dalam menunjang penanaman pendidikan profetik, dengan penambahan area tempat ibadah maupun tempat khusus untuk kegiatan keagamaan. Perlunya kesadaran diri untuk memberikan suri tauladan yang bagi peserta didik serta menjaga perilaku” (Wawancara, MN.10/09/15). Tidak jauh beda seperti apa yang dikemukakan oleh kepala sekolah, menurut HR hambatan yang terjadi ialah : “Masih kurangnya keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan lemahnya monitoring terhadap siswa yang mana belum adanya kerjasama yang baik antar guru maupun tenaga kependidikan untuk bersama-sama memberikan teladan dan monitoring guna mengevaluasi perkembangan peserta didik. Dalam hal evaluasi ketidakjujuran orang tua siswa dalam melaporkan perilaku siswa ke guru yang bahkan membela siswa atau menutupi kesalahannya menjadikan proses evaluasi kurang maksimal dalam mengukur peserta didik. Lemahnya motivasi belajar tentang nilai-nilai kenabian dan keislaman menjadi salah satu penghambat penanaman dan pembangunan moral dan akhlak siswa. Kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai agama di sekolah maupun di rumah menjadi hambatan dalam penanaman dan pembentukan akhlakul karimah”(Wawancara, HR.11/09/15). HR mengungkapkan bahwa ada beberapa solusi dalam mengatasi hambatan tersebut : 117 “Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru maupun tenaga kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan nilainilai kenabian terhadap diri siswa secara tidak langsung. Perlunya peran orang tua dalam pemberian pendidikan keagamaan serta pembiasaan ibadah di rumah yang mana akan meningkatkan motivasi belajar keagamaan siswa. Perlunya perhatian lebih terhadap nilai-nilai agama dan kenabian di lingkungan sekolah. Perlu adannya evaluasi tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa yang dilakukan oleh guru, tenaga kependidikan maupun orang tua yang mana nanti pada setiap akhir semester akan ada pelaporan. Dengan pemberian reward and punishment akan menjadikan peserta didik menjadi termotivasi dalam menghayati serta mengamalkan apa yang telah diajarkan sehingga proses pembangunan dan pembentukan akhlak peserta didik lebih mudah tertanam dalam pribadi peserta didik. Pemberian tugas rumah atau pun studi kasus terhadap lingkungan di sekelilingnya juga menjadikan peserta didik lebih mengetahui, memahami, menghayati materi yang diberikan yang mana secara tidak langsung akan membentuk diri peserta didik” (Wawancara, HR.11/09/15). Dari hasil observasi yang telah dilakukan masih ada beberapa guru dan tenaga pendidik yang belum memberikan keteladanan yang baik. Masih seringnya bercanda antar guru atau guyonan, ada beberapa guru yang masih merokok di lingkungan sekolah sehingga dilihat oleh peserta didik. Ditambah kurangnya motivasi belajar siswa dalam hal pendidikan keagamaan. Maka adannya kajian-kajian keislaman yang dilakukan Sie Kerohanian 118 Islam setiap jum‟atnya dapat menambah Hasanah Islamiyah pada peserta didik dan menumbuhkan tingkat keagamaan siswa. Pembiasaan keteladanan yang dilakukan di lingkungan sekolah seperti bersalaman dengan guru setiap masuk gerbang sekolah, membaca Asmaul Husna sebelum mulai pembelajaran dan sholat dhuhur dan jum‟at berjamaah (Observasi, 11/09/15). Pendapat senada juga disampaikan oleh Bapak WD bahwa hambatan selama ini adalah : “Implementasi pendidikan tradisi profetik akan menjadi sulit manakala hanya guru PAI saja yang memberikan teladan ataupun bimbingan. Tradisi profetik yang mana menanamkan dan membentuk peserta didik agar mempunyai nilai-nilai kenabian dan keislaman perlu didukung tidak hanya dari pembelajaran PAI saja tetapi lingkungan sekolah serta seluruh tenaga kependidikan ikut serta dalam pengimplementasiannya. Masih adanya guru laki-laki yang saling bercanda (guyonan) dengan guru perempuan di depan siswa, masih ada tenaga kependidikan yang merokok di depan siswa, hal inilah yang menjadi hambatan dalam proses penanaman pendidikan profetik. Kurangnya kelimuan atau wawasan keagamaan yag dimiliki oleh guru juga menjadi salah satu hambatannya. Belum maksimalnya monitoring atau evaluasi yang diberikan oleh guru maupun orang tua siswa menjadikan kurangnya penghayatan dan pengejawantahan terhadap nilai-nilai profetik dalam WD.12/09/15). 119 kehidupan sehari-hari”(Wawancara, Dari adannya problematika tersebut maka solusi yang diberikan oleh Bapak WD adalah : “Pembiasaan praktek-praktek sifat kenabian seperti bersifat jujur dan amanah. Penambahan keilmuan atau wawasan keagamaan serta khasanah islamiyah dengan melakukan kajian-kajian keislaman untuk para tenaga pendidik serta tenega kependidikan lainnya. Evaluasi secara langsung atau mendadak perlu dilakukan untuk mengevaluasi moral dan akhlak siswa, seperti ditanya “hari ini perbuatan baik apa yang sudah kalian lakukan?”. Pengevaluasian secara bersama dari guru dan orang tua dalam memonitoring perkembangan peserta didik dengan dibuat buku atau laporan moral dan akhlak”(Wawancara, WD.12/09/15). c) Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik menurut Bapak MN adalah : “Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang terlihat saat ini adalah terciptanya kedisiplinan peserta didik serta terbentuknya moral dan akhlak peserta didik. Seperti menghormati guru dan sesama teman. Berkurangnya kenakalan perilaku siswa yang terjadi karena suda tertanam nilai-nilai kenabian dan keislaman pada diri peserta didik. Muncul pembiasaan yang baik yaitu ketika waktu dhuhur tiba beserta siap-siap ambil wudhu dan menempatkan diri untuk sholat berjamaah” (Wawancara, MN.10/09/15). Dari apa yang telah peneliti amati bahwa peserta didik mempunyai rasa menghormati dan disiplin pada dirinya. Ketika 120 ada pembelajaran kosong para peserta didik mencari guru tersebut. Ketika masuk ke ruang guru pun sudah membiasakan salam, saat sholat dhuhur tiba siswa sudah menempatkan diri untuk mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk sholat berjamaah (Observasi, 14/09/15). HR mengungkapkan bahwa implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran PAI adalah : “Menumbuhkan tingkat keagamaan peserta didik serta motivasi belajar keislaman. Membawa hikmah bagi peserta didik yang mana secara bertahap moral dan akhlakul karimah mulai tertanam dan terbentuk pada diri peserta didik, hal itu tercermin dalam proses pembelajaran di kelas. Menumbuhkan sifat saling menghormati, menghargai dan menolong. Menumbuhkan rasa cinta untuk beribadah pada diri peserta didik” (Wawancara, HR.11/09/15). Senada dengan apa yang diungkapkan HR hasil implementasi pendidikan tradisi profetik menurut Bapak WD adalah : “Pembentukan sikap dan prilaku siswa lebih baik, terciptanya kedisiplinan pada diri peserta didik serta berkurangnya kenakalan atau pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Tumbuhya kesadaran siswa untuk beribadah dan berbuat baik. Menjadikan siswa suka untuk ke tempat ibadah. Menumbuhkan sikap toleransi dan menghormati antar sesama. Dengan adanya pembiasaan keteladanan baik yang dilakukan menjadikan siswa akan 121 mengikuti hal tersebut dan akan berhati-hati dalam setiap perilaku yang dilakukaannya”(Wawancara, WD.12/09/15). 122 BAB IV PEMBAHASAN A. Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan proses penelitian secara keseluruhan implementasi di lapangan. pendididikan tradisi Penulis profetik dapat yang menyimpulkan terdapat dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 di Salatiga diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan di lingkungan sekolah. Penggunaan metode pembiasaan, keteladanan, demonstrasi, studi kasus di lapangan yang digunakan guru pendidikan agama Islam dan observasi langsung yang dilakukan oleh peserta didik dalam memahami dan menghayati materi yang disampaikan membangun nilai-nilai profetik dan keIslaman yang menginternal dalam individu peserta didik yang terkatualisasi secara kehidupan sosial sehari-hari. Seperti apa yang diungkapkan Bapak Hari guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga dalam wawancaranya pada hari Jum‟at, 11 September 2015 di ruang guru. Pendidikan tradisi profetik yang penekanannya pada penggunaan metodologi objektifikasi dan integralisasi (Kuntowijoyo, 2007:49). Penananam nilai-nilai kenabian dan keIslaman kepada peserta didik 123 tercermin dari metode pengajaran dan sistem evaluasi yang dipakai serta lingkungan sekolah yang mendukung. Penanaman nilai tersebut diharapkan dapat membentuk dan membangun moral dan akhlak siswa sebagai Hamba Allah dan khoirul ummah. Pembiasaan keteladanan dan demonstrasi atau praktek langsung yang dilakukan oleh peserta didik, dengan begitu akan menumbuhkan sikap menghormati dan menghargai. Adannya integrasi terhadap Islam dan ilmu yang dilakukan dilakukan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam menjadikan masing-masing perbedaan yang ada menjadi menyatu dan menyeluruh karena orientasinya tidak hanya mengarah hal yang bersifat duniawi namun juga ukhrawi. Adanya merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perbuatan yang juga bersifat, orang lain dapat menikmatinya tanpa harus menyetujui nilai-nilai aslinya. Misalnya, di dalam Islam orang yang malas mencari ilmu adalah orang yang tidak disukai oleh Tuhan, orang yang membiarkan orang lain tetap berada di bawah penindasan adalah orang yang tidak disukai Tuhan. Dengan adannya keteladanan dan pembiasaan tersebut maka penanaman nilai-nilai kenabian akan mudah tertanam dalam diri peserta didik. Hal tersebut senada seperti yang dikemukakan Kepala Sekolah SMP Negeri 4 salatiga dan guru PAI SMP Negeri 4 Salatiga, mengutip dari hasil wawancara dengan MN dan HR yaitu dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dilakukan pembiasaan keteladanan yaitu bersalam sebelum masuk kelas dan membaca asmaul husna sebelum mulai 124 pelajaran. Penggunaan metode studi kasus ataupun peserta didik meneliti dan mencari sendiri materi yang diajarkan, contohnya ketika materi Haji peserta didik observasi dan wawancara langsung kepada pelaku haji. Adanya integrasi dan objektifikasi ini menjadikan siswa lebih memahami dan menghayati apa yang dipelajari. Tidak hanya dalam pembelajaran pendidikan agama Islam saja dalam menanamkan nilai-nilai kenabian dan keIslaman, dalam lingkungan sekolah juga menanamkan nilai-nilai tersebut dengan pembiasaan keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan yang ada. Dalam evaluasi yang dilakukan ditekankan pada moral dan penyempurnaan akhlak atau pada sisi afektif dan psikomotoriknya dengan tidak meninggalkan sisi kognitifnya. Laporan evaluasi dari orang tua siswa setiap akhir semester juga dapat membantu proses penanaman nilai-nilai kenabian dan keIslaman. Hal yang diungkapkan oleh responden mengenai implementasi pendidikan tradisi profetik dengan adanya pembiasaan keteladanan di lingkungan sekolah serta metode observasi ataupun demonstrasi yang menjadikan siswa dapat lebih menghayati dan mengamalkan apa yang dipelajarinya dan adanya evaluasi proses pembentukan moral, akhlak serta penanaman nilai-nilai kenabian dan keIslaman seperti apa yang dikonsepkan Moh Roqib, pendidikan profetik sebagaimana nabi dimulai dengan keteladanan diri dan bangunan keluarga ideal. Pendidikan profetik bertujuan untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam pencapaian 125 yang menginternal dalam individu dan yang teraktualisasikan secara sosial atau dalam kehidupan sehari-hari (Moh.Roqib, 2011:88). Perilaku keteladan kolektif yang diberikan di lingkungan sekolah adalah seperti ketika guru masuk kelas mengucapkan salam, begitu juga ketika masuk ke ruang guru dan TU. Dari hasil observasi peneliti bahwa dalam hal keteladanan yang diberikan adanya sikap saling membantu dan toleran dari Kepala sekolah dengan karyawan dan tukang kebun, pendidik yang muda menghormati yang pendidik yang lebih tua, para pendidik berpenampilan rapi dan selalu memberikan contoh untuk datang tepat waktu ketika saat pembelajaran. Hal ini yang kemudian bisa dilihat dan ditiru oleh para siswa. Pendidik dan tenaga kependidikan lainya memberikan contok keteladanan dalam berbicara, bersikap dan berperilaku. Dalam pendidikan profetik tidak hanya cenderung pada hal yang bersifat duniawi, namun juga ukhrawinya. Model pendidikan yang berparadigma integralistik yang mengacu pada wahyu Tuhan dan akal manusia tidak semata-mata hanya Islamisasi atau doktrinasi tetapi melalui proses penghayatan yang menyeluruh dan perbuatan dalam merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam perilaku sehingga bukan karena paksaan atau persetujuan yang diharuskan (Kuntowijoyo, 2007:63). Kesadaran yang timbul pada perilaku dan perbuatan peserta didik dalam kehidupan dan secara sosial.seperti apa yang diungkapkan Bapak Wildan dan Bapak Munadzir dalam wawancaranya pada hari Sabtu, 12 September bahwa : 126 “Dalam penerapannya saya menekankan pembiasaan kepada peserta didik dalam penanaman Nilai-nilai kenabian di lingkungan sekolah yang selalu rutin dilakukan. Sebelum masuk kelas dan memulai pelajaran murid bersalaman dengan guru terlebih dahulu kemudian membaca Asmaul Husna bersama-sama. Peserta didik kemudian menerapkan salah satu makna Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika waktu Sholat Dhuhur tiba peserta didik dengan sedirinya sudah bersiap-siap mengambil wudhu dan menempatkan diri untuk sholat berjamaah” Dalam konsep pendidikan profetik evaluasi tidak hanya untuk mengetahui dan mengukur pemahaman maupun penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan, muatan materi, kualitas pendidik dan menilai serta mengukur moral dan akhlak dari peserta didik itu sendiri. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya dimonitoring oleh pendidik tetapi seluruh tenaga kependidikan serta orang tua siswa yang bersama-sama mengevaluasi perkembangan peserta didik. Dalam mengimplementasikan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam di sekolah adalah mengubah mindset bagi semua pihak. Tidak hanya guru pendidikan agama Islam atau guru agama saja, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainya juga berperan yaitu sebagai Uswatun Hasanah tatkala sedang dimana saja (Yolanda, 2010). Seperti apa yang diungkapkan HR dalam hasil wawancara pada Jumat, 11 September 2015 mengatakan bahwa : 127 “Dalam evaluasi yang telah berlangsung kami lakukan dalam bentuk tes dan non tes. Setiap perilaku yang dilakukan di kelas, sekolah maupun di luar sekolah kami lakukan evaluasi. Kami guru PAI dengan seluruh tenaga kependidikan dan semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan bekerja sama dalam melakukan evaluasi. Orang tua siswa juga melakukan evaluasi ketika di luar sekolah yang mana setiap semester dilaporkan kepada kami”. Jadi dalam pengimplementasian pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam terdapat pada tujuan pembelajaran yang digunakan, model pembelajaran, inovasi pembelajaran dan evaluasi pembelajarannya. Pendidikan profetik menekan penggunaan metodologi objektifikasi dan integralisasi bukan Islamisasi atau doktrinasi. Tidak hanya dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam, melainkan penerapan pendidikan profetik juga diaktualisasikan dalam proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Sehingga pengimplementasian pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama atau guru budi pekerti, melainkan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan di SMP Negeri 4 Salatiga. B. Problematika Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga 1. Hambatan implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga 128 Problematika yang terjadi dalam implementasi pendidikan tradisi profetik ini adalah masih belum relevannya konsep pendidikan profetik dalam era transformatif seperti sekarang ini. Model pendidikan tradisional yang cenderung meletakkan akhirat saja sebagai orientasinya dan masih ekslusif (Kuntowijoyo, 2007:55). Kurangnya tanggung jawab pihak yang terlibat dalam proses pendidikan juga menjadikan hasil pendidikan kurang maksimal. Strategi pendidikan profetik yang dimulai dari keteladanan kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Jika hal itu belum terlaksana akan menjadi hambatan dalam pengimplementasian pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam khususnya. Sebagaimana yang diungkapkan responden HR dan WD dalam wawancara yang peniliti lakukan masih terdapat hambatan dalam implementasi pendidikan tradisi profetik : “Masih kurangnya keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan lemahnya monitoring terhadap siswa yang mana belum adanya kerjasama yang baik antar guru maupun tenaga kependidikan untuk bersama-sama memberikan teladan dan monitoring guna mengevaluasi perkembangan peserta didik. Masih adanya guru laki-laki yang saling bercanda (guyonan) dengan guru perempuan di depan siswa, masih ada tenaga kependidikan yang merokok di depan siswa, hal inilah yang menjadi hambatan dalam proses penanaman pendidikan profetik. Kurangnya kelimuan atau 129 wawasan keagamaan dan Hasanah keIslaman yang dimiliki oleh guru juga menjadi salah satu hambatannya. Kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai agama di sekolah maupun di rumah menjadi hambatan dalam penanaman dan pembentukan akhlakul karimah”. Hal itulah yang menjadikan hambatan dalam implementasi pendidikan profetik. Pendidikan Islam selama ini hanya menekankan doktrinasi, sehingga peserta didik seakan-akan dipaksa dan harus mengikuti. Seharusnya dengan pembiasan dan keteladanan kolektif serta kontinu dapat membangun dan membentuk nilai-nilai pofetik dan akhlakul karimah pada internal pribadi peserta didik. Masih kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai keagamaan serta masih minimnya keilmuan dan hasanah keIslaman yang dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan lainya di sekolah menjadikan minimnya keteladanan dan nilai-nilai profetik yang tertanam pada diri setiap peserta didik dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Nilai-nilai profetik yang diaktualisasikan pada peserta didik tidak hanya sebagai doktrinasi tetapi objektifikasi, yang mana bisa dianggap wajar dan diterima oleh umum. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang sebenarnya. Karena pendidikan profetik berbicara mengenai idealita dan realita dalam pendidikan. Kurangnya hasil evaluasi yang dilakukan terhadap apa yang telah diajarkan dan terlalu menekankan pada hasil kognitifnya membuat penerapan pendidikan profetik kurang maksimal. Nilai-nilai kenabian dan 130 keIslaman yang terbangun dan terbentuk dalam moral dan akhlak peserta didik belum terevaluasi. Karena evaluasi pendidikan profetik tidak hanya untuk mengukur dan mengetahui pemahaman maupun penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan muatan materi, kualitas pendidik dan peserta didik serta mengukur moral dan akhlak dari peserta didik itu sendiri (Moh. Roqib, 2011:1150). Seperti apa yang dikatakan guru PAI dalam wawancara bahwa dalam hal evaluasi masih belum maksimal dalam mengukur ataupun menilai moral dan akhlak yang terbentuk pada peserta didik. Hal ini terjadi karena kurangnya peran tenaga pendidik lainya serta peran orang tua siswa dalam memonitoring dan mengevaluasi peserta didik (Wawancara, 11/09/15). 2. Solusi implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Strategi pendidikan tradisi profetik yang dimulai dari keteladanan kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Maka hal itu menjadi tanggung jawab guru agama serta semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Pendidikan tradisi profetik bukanlah Islamisasi atau doktrinasi, tetapi lebih kepada objektifikasinya atau mengenai keadaan yang sebenarnya. Dalam wawancara dengan HR beliau mengungkapkan bahwa : “Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru maupun tenaga kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kenabian 131 terhadap diri siswa secara tidak langsung. Perlunya peran orang tua dalam pemberian pendidikan keagamaan serta pembiasaan ibadah di rumah yang mana akan meningkatkan motivasi belajar keagamaan siswa. Perlunya perhatian lebih terhadap nilai-nilai agama dan kenabian di lingkungan sekolah. Perlu adannya evaluasi tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa yang dilakukan oleh guru, tenaga kependidikan maupun orang tua yang mana nanti pada setiap akhir semester akan ada pelaporan. Serta perlu adanya buku akhlak/moral.” Pendidikan tradisi profetik mensyaratkan adanya objektifikasi bukan sekularisasi ataupun doktrinasi. Maksudnya adalah perbuatan yang merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan dalam perbuatannya juga bersifat rasional, sehingga orang lain pun dapat menikimatinya tanpa harus menyetujui nilai asalnya dan perbuatan yang dilakukannya bukanlah paksaan. Pengajaran mengenai keadaan sebenarnya, yaitu idealita dan realita dalam pendidikan. Penanaman nilai-nilai kenabian yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan untuk mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional akhlak dan amal sholeh. Seperti apa yang diungkapkan guru PAI SMP Negeri 4 bahwa : “Pemberian tugas rumah atau pun studi kasus terhadap lingkungan di sekelilingnya juga menjadikan peserta didik lebih mengetahui, memahami, menghayati materi yang diberikan yang mana secara 132 tidak langsung akan membentuk diri peserta didik. Memberikan pembelajaran langsung kepada peserta didik untuk studi kasus langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika ada materi tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya dan mencari pengetahuan mengenai haji kepada tokoh agama atau masyarakat yang sudah menunaikannya. Sehingga dengan begitu siswa akan lebih mengetahui dan memahami materi karena mencari langsung dari sumbernya”. Sebagaimana observasi yang dilakukan peneliti bahwa pembiasaan dan keteladan yang diberikan dapat mengembangkan dan membangun emosional, akhlak dan moral anak. Dalam materi wudhu dan sholat contohnya, murid akan memahaminya dan akan tertanam dalam diri peserta didik karena sudah ada pembiasaan dan keteladanan yaitu adannya sholat dhuhur dan shalat Jum‟at berjamaah di sekolahan. Dengan begitu misi kenabian untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dapat tercapai. Dalam hal proses dan hasil menuntut bentuk evaluasi yang berbeda baik tes maupu non tes. Maka seperti hasil wawancara dengan responden mengungkapkan perlunya evaluasi dalam bentuk praktek langsung ataupun penilaian dengan adanya buku akhlak. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya tanggung jawab guru agama atau guru budi pekerti melainkan merupakan tanggung jawab seluruh pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Dengan begitu penanaman misi dan nilai-nilai kenabian dapat terbentuk pada diri peserta didik. 133 C. Hasil Implementasi pendidikan tradisi Profetik Profetik dalam Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Dengan adanya pendidikan tradisi profetik dapat membangun dan membentuk moral dan akhlak peserta didik. Penerapan pendidikan profetik dalam pendidikan agama Islam menjadikan nilai plus tersendiri dalam proses pendidikan Islam. Di dalam pendidik profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi baru yaitu integralisasi dan objektifikasi. Pendidikan yang selama ini cenderung kepada Islamisasi atau doktrinasi, sedangkan pendidikan profetik lebih kepada objektifikasinya. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang sebenarnnya. Strategi pendidikan tradisi profetik yang dimulai dari keteladanan kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan profetik (Moh.Roqib, 2011:88). Maka dengan adanya pembiasaan dan keteladaan kolektif akan membentuk moral dan akhlak siswa. Penanaman misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang tercermin dalam pembelajaran serta keteladanan dapat tumbuh dalam diri peserta didik. Sebagaiamana yang diungkapkan Kepala Sekolah SMP Negeri 4 dalam wawancaranya : “Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang jelas terlihat adalah terciptannya kedisiplinan dan terbangunnya akhlakul karimah pada peserta didik. Tumbuhnya tingkat keagamaan atau cinta akan ibadah pada peserta didik”. 134 Pendidikan profetik membawa misi dan nilai-nilai kenabian untuk mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional, akhlak dan amal sholeh. Pendidikan profetik lebih dari pada penilaian total akan setiap perbuatan dan tingkah laku yang dilakukannya. Maka adanya pembiasaan dan keteladan kolektif yang dilakukan dapat membangun dan membentuk moral dan akhlak siswa. Dalam proses pembelajaran pun ditekankan pada aspek afektif dan psikomotoriknya, sehingga siswa tidak hanya mengetahui atau memahaminya saja tetapi menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan apa yang diungkapkan HR dalam wawancaranya bahwa : “Dalam pembelajaran PAI lebih kami tekankan pada pembangunan dan pembentukan moral dan akhlak peserta didik. Dalam beberapa pembelajaran peserta didik kami beri tugas untuk mencari materi langsung di masyarakat, seperti ketika materi haji atau qurban. Peserta didik diminta untuk bertanya langsung dengan pelaku atau tokoh agama setempat mengenai materi yang diberikan. Sehingga dengan begitu peserta didik akan lebih mengetahui, mamahami dan menghayati karena mencari materi langsung dari sumbernya”. Dari pengamatan yang peneliti alami hal tersebut juga tercermin dalam hal ibadah ketika wudhu dan shalat dhuhur berjamaah. Peserta didik sudah mempunyai kesadaran beribadah. Ketika waktu shalat tiba peserta 135 sudah mempersiapkan diri untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat dhuhur berjamaah di sekolahan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil dalam implementasi pendidikan tradisi profetik yang terjadi di SMP Negeri 4 Salatiga dapat menumbuhkan tingkat keagaaman dan kesadaran diri akan cinta ibadah, yang mana hal ini tercermin pada perilaku peserta didik dimana disaat waktu shalat dhuhur tiba peserta didik sudah mempersiapkan diri untuk mengambil air wudhu dan menempatkan diri untuk melakukan Shalat Dhuhur berjamaah di lapangan sekolah. Adannya keteladanan kolektif yang diberikan oleh guru dan tenaga kependidikan lainya di lingkungan sekolah akan dapat membentuk dan mengembangkan akhlak dan moral siswa. Hasil dari keteladanan tersebut adalah terbentuknya sikap menghormati dan toleran pada diri siswa juga tercermin ketika siswa bertemu dengan gurunya, setiap pagi para siswa bersalaman dengan kepala sekolah dan guru. Sikap saling menghargai antar siswa yang berbeda agama terlihat ketika para siswa bergaul dan saing menghormati ketika para siswa muslim sedang melaksanakan shalat dhuhur berjamaah begitu pula sebaliknya. Terbentuknya moral dan akhlak siswa merupakan hasil penanaman misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang dapat mengembangkan intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik secara utuh. Walaupun masih terdapat hambatan-hambatan dalam penerapannya, guru agama atau guru budi pekerti serta semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan tetap 136 berusaha secara bersama-sama untuk mendidik, membangun dan membentuk siswa yang berakhlakul karimah. 137 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah membaca menelaah data dan membaca teori tentang implementasi pendidikan profetik, problematikan implementasi pendidikan tradisi profetik dan hasil implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 4 Salatiga, maka peneliti menyimpulkan beberapa hal yang penting sebagai berikut : 1. Berdasarkan dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan berkaitan tentang implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negri 4 Salatiga bahwa penerapan pendidikan profetik terdapat dalam proses pembelajaran dengan objektifikasi bukan doktrinasi, pembiasaan dan keteladanan kolektif, inovasi penggunaan metode dan sistem evaluasi. 2. Implementasi pendidikan profetik belum bisa maksimal mengingat masih ada beberapa hambatan dalam penerapannya, diantaranya yaitu belum adanya relevansi konsep pendidikan profetik dalam era transformatif, kurangnya inovasi metode dan evaluasi yang digunakan oleh pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan profetik. Walaupun ada beberapa hambatan, terdapat beberapa solusi yang dilakukan dalam meminimalkan hambatan tersebut yaitu dengan melakukan pembiasaan dan keteladanan kolektif. Lebih menekankan 138 pada objektifikasi atau keadaan yang sebenarnya dalam metodologi pembelajarannya bukan doktrinasi. 3. Hasil dari implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 4 salatiga diantaranya adalah dapat menumbuhkan tingkat keagaaman dan kesadaran diri akan cinta ibadah, terbentuknya sikap menghormati dan toleran pada diri siswa, membangun moral dan akhlak siswa, penanaman misi kenabian dan nilai-nilai kenabian yang dapat mengembangkan intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik secara utuh. B. Saran Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran-saran yang mungkin bisa diterapkan atau menjadi proyeksi kedepan dalam perkembangan pembelajaran pendidikan agama islam, bahwa pendidikan sekarang perlu menekankan pembangunan dan pembentukan moral dan akhlak peserta didik. Melihat kondisi masih lemahnya moral dan akhlak pada era modern saat ini. Maka salah satu upaya untuk mencegah hal tersebut dan membentuk moral dan akhlakul karimah salah satunya dengan pendidikan tradisi profetik. Maka, kami mamberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu adanya satu konsep pendidikan tradisi profetik yang lebih jelas dan relevan pada era transformatif saat ini, jika perlu 139 dirancang dan dibuat kurikulum yang berbasis pada misi kenabian dan nilai-nilai kenabian. Model pendidikan agama islam yang selama ini ada masih tradisional yang cenderung meletakkan agama dan akhirat sebagai kurikulum dan orientasinya. Dan biasanya lebih eksklusif. Perlunya model pendidikan yang berparadigma integralistik serta lebih mengacu kepada wahyu Tuhan dan akal manusia sebagai referensinya. Dengan demikian orientasinya tentu saja mengarah tidak hanya bersifat duniawi, namun juga ukhrawi. 2. Perlunya inovasi-inovasi baru pada model pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dalam penanaman misi dan nilai-nilai kenabian. Adanya penekanan lebih pada aspek afektif dan psikomotorik yang dapat membangun dan membentuk moral serta akhlak peserta didik. Karena yang terjadi saat ini hanya lebih menekankan pada aspek kognitif saja. 3. Untuk para guru dan tenaga kependidikan lainya harus mampu memberikan pembiasaan dan keteladanan yang baik di lingkungan sekolah, karena guru merupakan ujung tombak dalam pembentukan moral dan akhlak serta keberhasilan proses belajar anak. Dalam proses pendidikan profetik yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan pembentukan moral dan akhlak peserta didik dengan berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadist. 140 4. Peran serta dari orang tua dalam proses belajar dan pembentukan akhlak serta emosional peserta didik sangat dibutuhkan. Sekolah seyogyanya melibatkan orang tua dalam proses pendidikan. Maka diperlukan hubungan kemitraan antara sekolah, orang tua dan masyarakat yang diharapkan mampu menjamin keberhasilan pendidikan tradisi profetik pada peserta didik 5. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama harus mampu mengakomodir, serta mampu membentuk tim khusus yang fokus pada ranah pendidikan profetik. Sehingga konsep pendidikan profetik diimplementasikan. 141 dan misi kenabian dapat DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzakiey, H. Bakran. 2005. Propethic intelligence : menumbuhkan potensi hakiki insani melalui pengembangan kesehatan nurani. Yogyakarta : Islamika Arief, Armai.2007. Reformasi Pendidikan Islam. Ciputat: CRSD Press Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara Burhanudin, Jajat dan Dina Afriyanti. 2006. Mencetak Muslim Modern, peta Pendidikan Islam Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Darajat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta : Departemen Agama RI Education Center. 2008. Pendidikan karakter Kebangsaan. Yogyakarta: BEM REMA UNY Fathi, Muhammad. 2007. Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar. Jakarta Timur: Pustaka Al Kausar H, P. Novianto.2004. kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surakarta: Bringin 55 Kementrian Agama RI. 2010. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya. Jakarta : PT. Sygma Examedia Arkan Leema Kuntowijoyo.2007. islam sebagai Ilmu : Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacan Majid, abdul dan Dian Andatani.2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda karya Meleong, L.j. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda karya Muhaimin. 2003. Wacana pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya : Pustaka Pelajar Muhaimin. 2008. Paradigma Pendidikan Islam : Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung : Remaja Rosda Karya Mujib, Abdul & Yusuf Mudzakir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Mulkhan, A.Munir. 2002. Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi problem filosofis Pendidikan Islam). Yogyakarta: PT Tiara Wacana 142 Nadhirin.2008.Landasan Profetik Pendidikan Islam.(Online).diakses di http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/landasan-profetik-pendidikanislam.html.pada Selasa, 06 Januari 2015 Natta, Abuddin. 2007. Manajemen Pendidikan: mengatasi kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Priyo.2010. Pendidikan Islam Profetik : IntegrasiI slam dan Ilmu menuju pendidikan yang Humanis Liberatif dan Transendentif Iman Ilmu Amal.(Online).http://PendidikanIslamProfetikIntegrasiIslamdanIlmumenuj upendidikanyangHumanisLiberatifdanTransendentifImanIlmuAmal.html. Diakses pada Selasa, 03 Februari 2015 Rahman, Abdul. 2012. Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam, Tinjauan Epistemologi dan isi-materi. Jurnal Eksis. (Online). Volume.8. No.1. (http://www.karyailmiah.polnes.ac.id) (diakses pada jumat 21 Agustus 2015) Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan Pendidikan Integratif di sekolah Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta : PT.LkiS Roqib, Moh. 2011. Prophetic Education: Kontektualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan. Purwokerto: STAIN Press Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Roziqin, M. Zainur. 2007. Moral Pendidikan di era Global (pergeseran pola interaksi guru-murid di era global). Malang: AVERROES Press Roziqin, M.Khoirur.2008. Format Pendidikan Profetik di tengah transfomasi Sosial Budaya (Telaah Kritis Pemikiran Kuntowijoyo). Skripsi. Yogyakarta: UIN SUNAN KALIJAGA Shafiq, Muhammad. 2000. Mendidik Generasi Baru Muslim : ide dasar, karya dan obsesi Al Faruqi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Shofan, Moh. 2004. Pendidikan berperadigma Profetik : upaa konstruktif membongkar dikotomi sistem pendidikan islam. Yogyakarta: IriSoD Sholeh, Asrorun Niam. 2004. Reorientasi Pendidikan Islam : mengurai relevansi Al Ghazali dalam konteks kekinian. Jakarta : ELSAS Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: ALFABETA Sutardi.2012. Pendekatan profetik dalam penerapan pendidikan karakter.(Online).diakses di http://sutardicool.wordpress.com 143 Zeeno, M. Jameel.2005. Resep menjadi pendidik sukses berdasarkan Al-Qur‟an dan teladan nabi. Jakarta: Hikmah PT.Mizan 144 INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA METODE PENGUMPULAN DATA SUMBER DATA JENIS DATA Kepala sekolah Wawancara Wakil ketua kesiswaan Guru Agama Observasi Lingkungan Pembelajaran Dokumen Sekolah Sejarah Pendirian sekolah Visi dan misi sekolah Pandangan tentang pendidikan tradisi profetik Pandangan Tentang Impelementasi pendidikan tradisi Profetik 1. Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam 2. Hambatan implementasi pendidikan dalam profetik 3. Solusi implementasi pendidikan tradisi profetik 4. Hasil iplementasi pendidikan profetik Proses pelaksanaan bimbingan pendidikan islam pada siswa yang mengacu pada pendidikan profetik Hambatan dalam implementasi pendidikan profetik dan solusinya Kegiatan pendidikan profetik yangdilakukan siswa sehari-hari Prose KBM Pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam Hambatan pendidikan profetik dalam pendidikan agama islam Solusi pendidikan profetik dalam pendidikan agama islam Hasil Pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam Situasi dan kondisi sekolah Ruang kelas Mushola Penataan Lingkungan Sekolah Proses KBM Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan keagamaan Letak geografis 145 Data Guru dan Karyawan Data Siswa Data Sarana Prasarana Data intrakulikuler dan Ekstrakulikuler 146 CACATAN OBSERVASI Hari/Tanggal : Jum‟at, 11 September 2015 Waktu : 06.30-14.00 WIB Sumber Data : Lingkungan dan Pembelajaran Jenis Data : situasi dan kondisi Sekolah : kegiatan keagamaan Jumat pada Jam 06.30 sampai jam 07.00 pagi para siswa berangkat dan masuk ke sekolahan. Di depan gerbang sudah ada beberapa guru yang berdiri yang kemudian para siswa bersalaman saat memasuki gerbang sekolahan menuju ruang kelas masing-masing. Setelah memasuki kelas para siswa dan guru membaca Asmaul Husna bersama-sama sebelum memulai pembelajaran. Pada saat waktu menunggu di ruang tata usaha peneliti masih melihat beberapa guru yang merokok di lingkungan sekolah bahkan ada yang di depan kelas. Ada beberapa guru yang saling bergurau di ruang guru dan di depan kelas yang mana itu dapat terlihat oleh para siswa ketika sedang istirahat. Pada jam 09.00 peneliti melihat ada materi praktek mengenai shalat dhuha yang dilaksanakan di mushola sekolah. Ketika jam 11.15 bel berbunyi menandakan jam kegiatan belajar mengajar telah selesai, tetapi para siswa tidak langsung beranjak pulang. Kelas yang mendapat jadwal untuk menata karpet dan tikar untuk shalat berjamaah segera mengambilnya dan mempersiapkannya di lapangan sekolah untuk sholat jumat berjamaah. Para siswa muslim dan guru-guru muslim mempersiapkan diri untuk mengambil wudlu dan melaksanakan shalat jumah. Sedangkan yang non muslim berada di kelas dan melakukan ibadah keagamaan sesuai agamanya yang dibimbing bersama guru agamanya. Setelah shalat jumat selesai, kelas yang mendapat jadwal untuk mengembalikan karpet dan tikar segera merapikan dan membereskan tikar untuk dikembalikan ke mushola. Setelah itu para siswa kembali ke kelas dan bersiap untuk pulang. Siswa yang ikut Sie Keronian islam (SKI) pada jam 13.00 berkumpul di mushola untuk mengadakan kajian dan BTQ yang didampingi oleh guru pendidikan agama islam. Di mushola para siswa yang 147 ingin belajar BTQ di bimbing oleh guru agama dan kemudian para siswa bersamasama mengikuti kajian keislaman yang diisi oleh guru agama islam. Kajian tersebut selesai pada jam 14.00, kemudian para siswa pulang ke rumah masingmasing. 148 CATATAN WAWANCARA Hari/Tanggal Tempat Waktu Narasumber Jenis Data : Kamis, 10 September 2015 : Ruang Kepala Sekolah : 09.00 WIB : Drs. H. Munadzir, M.Si (MN) : Sejarah Sekolah Peneliti Narasumber Peneliti : Asslamualaikum selamat pagi pak : Waalaikumsalam, selamat pagi bagaimana dek? : maaf pak sebelumnya kalau saya mengganggu, mau minta waktu bapak buat wawancara ? : oo... yang dari STAIN Kemarin ya silahkan, mau bertanya tentang apa? : saya mau bertanya mengenai sejarah SMP Negeri 4 Salatiga ini Narasumber Peneliti pak? Narasumber Peneliti Narasumber peneliti Narasumber Peneliti narasumber : sepengetahuan saya, SMP ini sudah ada sejak tahun 1979, dulunya ada 2 gedung yang terpisah yaitu di jl.Veteran dan Jl.Sumardi. Tapi sekitar Tahun 2007 kita sudah mendapatkan tempat ini sekarang, di Jl. Patimura 47. : bagaimana inovasi pendidikan agama islam di SMP Negeri 4 ini? : inovasi pendidikan agama islam yang dilakukan di sekolah ini lebih kami tekankan pada praktek-praktek pendidikan yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. : bagaimana menurut bapak pendidikan kenabian itu? : pendidikan menurut saya itu adalah pendidikan dengan keteladanan, karena Nabi merupakan suri tauladan sehingga dengan pendidikan kenabian dapat menanamkan nilai-nilai kenabian dan keislaman di lingkungan sekolah. : bagaimana implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran PAI di sekolah ini pak ? : adanya keteladanan yang dilakukan guru saat melakukan proses pembelajaran. Selain dari pembelajaran pendidikan agama islam keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah merupakan salah satu penerapan pendidikan profetik yang penting untuk dilakukan. Pelaksanaan nilai-nilai profetik atau kenabian yang di ajarkan melalui pembelajaran maupun praktek merupakan proses tranformasi pendidikan dan pengajaran. Dengan adanya keteladanan dan penananman nilai-nilai kenabian dapat membentuk pribadi siswa yang berakhlakul karimah dan menjadi Khairul Ummah. Didukung adanya kajian-kajian sie kerohanian islam yang dilakukan pada setiap hari Jum‟at juga dapat menanamkan nilai-nilai profetik dan keislaman pada diri peserta 149 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber didik. Penanaman nilai-nilai kenabian atau keislaman juga kami terapkan dengan mengajak peserta didik untuk saling tolong menolong antar sesama dengan cara menyantuni anak yatim dan warga miskin. : adakah hambatan dalam pengimplementasiannya pak? : masih Kurangnya sarana prasarana yang mendukung untuk penanaman pendidikan profetik menjadi salah satu hambatannya, seperti alat ibadah ataupun tempat ibadah. Kemudian masih lemahnya keteladanan dari guru maupun tenaga kependidikan, seperti masih ada yang merokok di lingkungan sekolah yang masih dapat dilihat oleh siswa. : bagaimana solusi yang bapak berikan? : Perlunya adanya peningkatan sarana prasarana sekolah dalam menunjang penanaman pendidikan profetik, dengan penambahan area tempat ibadah maupun tempat khusus untuk kegiatan keagamaan. Perlunya kesadaran diri untuk memberikan suri tauladan yang bagi peserta didik serta menjaga perilaku : bagaimana hasil dari implementasi pendidikan tradisi profetik? : Hasil implementasi pendidikan tradisi profetik yang terlihat saat ini adalah terciptanya kedisiplinan peserta didik serta terbentuknya moral dan akhlak peserta didik. Seperti menghormati guru dan sesama teman. Berkurangnya kenakalan perilaku siswa yang terjadi karena suda tertanam nilai-nilai kenabian dan keislaman pada diri peserta didik. Muncul pembiasaan yang baik yaitu ketika waktu dhuhur tiba beserta siap-siap ambil wudhu dan menempatkan diri untuk sholat berjamaah. : jadi kira-kira pendidikan profetik menurut bapak penting untuk diterapkan apa tidak? : ya penting, harus itu dek, agar misi kenabian serta nilai-nilai kenabian dapat tertanam dalam diri siswa untuk membentuk moral dan akhlak mereka. : terima kasih pak sebelumnya atas waktunya. : ya, sama-sama 150 CATATAN WAWANCARA Hari/Tanggal : Jum‟at, 11 September 2015 Tempat : Ruang Guru Waktu : 10.00 WIB Narasumber : Drs. S.B Hariyanto (HR) Jenis Data : Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Assalamualaikum pak? : waalaikumsalam, bagaimana dek, ada yang bisa saya bantu? : saya minta maaf sebelumnya pak kalau sudah mengganggu waktunya, Saya mau tanya mengenai pembelajaran pendidikan agama islam di SMP Negeri 4 ini pak? : tidak apa-apa, saya selaku guru agama islam lebih menekankan pada pendidikan moral dan akhlak dalam pembelajarannya. Karena sekarang perlu adanya penekanan dalam afektif dan psikomotorik siswa. : bagaimana penerapan pendidikan profetik dalam pembelajaran yang bapak lakukan? : dalam penerapannya saya menekankan keteladanan kepada peserta didik dan penanaman nilai-nilai kenabian di lingkungan sekolah, biasanya sebelum mulai pembelajaran dibiasakan membaca Asmaul Husna. Dalam keseharian di sekolah diberikan pembiasaan sholat Dhuhur dan jumat berjamah. : bagaimana dalam model pembelajarannya pak? : beberapa pembelajaran peserta didik diajak untuk belajar langsung di masyarakat, seperti contohnya ketika ada materi tentang haji peserta didik diminta untuk bertanya dan mencari pengetahuan mengenai haji kepada tokoh agama atau masyarakat yang sudah menunaikannya. Sehingga dengan begitu siswa akan lebih mengetahui dan memahami materi karena mencari langsung dari sumbernya. Pembiasaan serta keteladanan nilai-nilai profetik yang dilakukan di lingkungan sekolah dapat menanamkan dan membangun akhlak dan moral peserta didik : bagaimana dalam sistem evaluasinya? : Dalam mengevaluasi setiap pembelajaran yang telah berlangsung baik tes maupun nontes kami selalu menekan pada segi afektif dan psikomotoriknya bukan berarti segi kognitif tidak penting. Setiap perilaku yang dilakukan di dalam kelas, sekolah maupun di luar sekolah pun menjadi evaluasi bagi kami. Dengan observasi maupun pengamatan terhadap perilaku siswa menjadi peranan dalam evaluasi pembelajaran, tidak hanya itu kami juga berkoordinasi dengan seluruh tenaga kependidikan untuk bersamasama dalam melakukan evaluasi. Selain menggunakan evaluasi dengan tes, evaluasi secara praktek langsung seperti saat materi 151 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber sholat atau wudhu dapat di lakukan ketika sholat Dhuhur dan Jum‟at bersama. : adakah hambatan dalam mengimplementasikanya? : masih ada beberapa hambatan dalam penerapan pendidikan tradisi Profetik, seperti Masih kurangnya keteladanan dari seluruh tenaga kependidikan di sekolah. Lemahnya motivasi belajar tentang nilainilai kenabian dan keislaman menjadi salah satu penghambat penanaman dan pembangunan moral dan akhlak siswa. Kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai agama di sekolah maupun di rumah menjadi hambatan dalam penanaman dan pembentukan akhlakul karimah : apakah ada hambatan dalam evaluasinya? : masih ada, lemahnya monitoring terhadap siswa yang mana belum adanya kerjasama yang baik antar guru maupun tenaga kependidikan untuk bersama-sama memberikan teladan dan monitoring guna mengevaluasi perkembangan peserta didik. Dalam hal evaluasi ketidakjujuran orang tua siswa dalam melaporkan perilaku siswa ke guru yang bahkan membela siswa atau menutupi kesalahannya menjadikan proses evaluasi kurang maksimal dalam mengukur peserta didik. : bagaimana solusi yang bapak lakukan untuk meminimalkan hambatanTersebut? : adanya Pembiasaan keteladanan yang dilakukan oleh guru maupun tenaga kependidikan lainya juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kenabian terhadap diri siswa secara tidak langsung. Perlunya peran orang tua dalam pemberian pendidikan keagamaan serta pembiasaan ibadah di rumah yang mana akan meningkatkan motivasi belajar keagamaan siswa. Perlunya perhatian lebih terhadap nilai-nilai agama dan kenabian di lingkungan sekolah. Perlu adannya evaluasi tersendiri mengenai moral dan akhlak siswa yang dilakukan oleh guru, tenaga kependidikan maupun orang tua yang mana nanti pada setiap akhir semester akan ada pelaporan. Dengan pemberian reward and punishment akan menjadikan peserta didik menjadi termotivasi dalam menghayati serta mengamalkan apa yang telah diajarkan sehingga proses pembangunan dan pembentukan akhlak peserta didik lebih mudah tertanam dalam pribadi peserta didik. Pemberian tugas rumah atau pun studi kasus terhadap lingkungan di sekelilingnya juga menjadikan peserta didik lebih mengetahui, memahami, menghayati materi yang diberikan yang mana secara tidak langsung akan membentuk diri peserta didik. : bagaimana hasil implementasi pendidikan tradisi profetik? : hasilnya yang terlihat adalah tumbuhnya tingkat keagamaan peserta didik serta motivasi belajar keislaman. Membawa hikmah bagi peserta didik yang mana secara bertahap moral dan akhlakul karimah mulai tertanam dan terbentuk pada diri peserta didik, hal 152 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber itu tercermin dalam proses pembelajaran di kelas. Menumbuhkan sifat saling menghormati, menghargai dan menolong. Menumbuhkan rasa cinta untuk beribadah pada diri peserta didik. : jadi pendidikan profetik itu perlu untuk diterapkan ya pak? : ya memang harus, dengan kita mencontoh dan meneladani nabi maka secara perlahan dapat membentuk moral dan akhlak siswa menjadi lebih baik : terima kasih pak sebelumnya, sudah mau meluangkan waktunya? : tidak apa-apa sama-sama, kok saya rasa seperti pernah ketemu ya? : iya pak, dulu yang sering ngisi pesantren kilat di sini pak. : oh.... iya 153 CATATAN WAWANCARA Hari/Tanggal : Sabtu, 12 September 2015 Tempat : Mushola Waktu : 10.00 WIB Narasumber : Wildan Mustofa S. S.Ag (WD) Jenis Data : Implementasi Pendidikan Tradisi Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama islam Peneliti Narasumber Penelitian Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber kristen Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Assalamualaikum pak, maaf mengganggu? : waalaikumsalam, ya bagaimana? : saya mau wawancara dengan bapak? : oh.. ya, tentang apa? : tentang penerapan pendidikan profetik atau pendidikan kenabian pak? : ya udah, kita ke mushola saja ya : ya pak : di sini saja ya mas, gak enak di samping saya tadi guru agama : tidak apa-apa pak Saya mau bertanya mengenai bagaimana pembelajaran pendidikan agama islam di sekolah ini pak? : ya pembelajaran agama islam disini mengikuti pembelajaran sekolah, yang mana sudah ada KD yang ditentukan disitu yang mengacu pada K13. Terdapat pembelajaran berupa praktek-praktek langsung seperti sholat dhuha. : saya mau bertanya mengenai pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP ini? : ya, pembelajaran PAI di sekolah ini sudah berjalan dengan baik, mengikuti apa yang sekolah sudah atur, dan adanya pembelajaran yang Mengacu pada penekanan pembentukan moral siswa dan emosional siswa. Dalam pemberian materi pembelajaran biasanya siswa akan diberikan materi yang berkaitan dengan peristiwa apa yang sedang terjadi ataupun keadaan sesungguhnya. Dengan menggunakan metode pembiasaan keteladan juga dapat menanamkan nilai-nilai keislaman yang dapat membentuk akhlak dan moral siswa. Melalui observasi yang dilakukan oleh peserta didik langsung dan kemudian dipadukan di kelas menjadikan peserta didik mudah memahami dan menghayati materi yang dipelajari. Penghayatan nilai-nilai kenabian yang ditanamkan melalui praktek langsung dalam proses pembelajarannya dapat mengukur moral dan akhlak, seperti contohnya ketika pembelajaran praktek BTQ, menerapkan sifat-sifat nabi di dalam perilaku keseharian semisal dengan guru memberi amanah kepada siswa dan kemudian apakah siswa menjalankan amanah yang 154 Peneliti Narasumber peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber diberikan oleh guru tersebut atau tidak. Proses kegiatan belajar mengajar yang kami lakukan ditekankan pada penanaman dan penghayatan nilai-nilai kenabian dan keislaman yang mana dalam setiap penggunaan metode dan media pembelajaran mengusahakan agar bagaimana siswa mampu memahami dan menghayati secara langsung tujuan pembelajaran yang diinginkan. : bagaimana dengan sistem evaluasinya? : Evaluasi secara nontes menjadi alat ukur bagaimana penanaman dan pembentukan pribadi siswa, perilaku keseharian siswa di lingkungan sekolah dan di rumah menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi hasil pembelajar. Maka tidak hanya guru Agama islam saja yang membimbing maupun memberikan teladan, tetapi seluruh tenaga kependidikan serta orang tua siswa juga menjadi bahan ajar ataupun evaluasi secara bersama-sama : adakah hambatan selama ini dalam penerapan pendidikan tradisi profetik? : masih terdapat beberapa hambatan dalam mengimplementasikan pendidikan profetik, salah satunya adalah masih kurangnya kesadaran siswa dalam beribadah. Masih adanya guru laki-laki yang saling bercanda (guyonan) dengan guru perempuan di depan siswa, masih ada tenaga kependidikan yang merokok di depan siswa. Kemudian masih Kurangnya kelimuan atau wawasan keagamaan yag dimiliki oleh guru juga menjadi salah satu hambatannya. Belum maksimalnya monitoring atau evaluasi yang diberikan oleh guru maupun orang tua siswa menjadikan kurangnya penghayatan dan pengejawantahan terhadap nilai-nilai profetik dalam kehidupan sehari-hari. Serta masih adanya penekanan hanya pada aspek kognitif saja. : bagaimana solusi yang bapak lakukan? : saya memberikan pembiasaan praktek-praktek sifat kenabian seperti bersifat jujur dan amanah. Perlunya penambahan keilmuan atau wawasan keagamaan serta khasanah islamiyah dengan melakukan kajian-kajian keislaman untuk para tenaga pendidik serta tenega kependidikan lainnya.Dalam Evaluasi saya lakukan secara langsung atau mendadak untuk mengevaluasi moral dan akhlak siswa, seperti ditanya “hari ini perbuatan baik apa yang sudah kalian lakukan?”. Pengevaluasian secara bersama dari guru dan orang tua dalam memonitoring perkembangan peserta didik dengan dibuat buku atau laporan moral dan akhlak. : bagaimana hasil implementasi pendidikan tradisi profetik di SMP ini? : adanya Pembentukan sikap dan prilaku siswa lebih baik, terciptanya kedisiplinan pada diri peserta didik serta berkurangnya kenakalan atau pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Tumbuhya kesadaran siswa untuk beribadah dan berbuat 155 Peneliti Narasumber Penelti Narasumber Peneliti Narasumber baik. Menjadikan siswa suka untuk ke tempat ibadah. Menumbuhkan sikap toleransi dan menghormati antar sesama. Dengan adanya pembiasaan keteladanan baik yang dilakukan menjadikan siswa akan mengikuti hal tersebut dan akan berhatihati dalam setiap perilaku yang dilakukaannya : maaf sebelumnya pak, boleh tahu biografinya pak wildan? : Nama Wildan Mustofa Setiawan. S.Ag. 26 februari 1978 : bapak mengajar di sini dari tahun berapa pak? : saya mengajar di sini dari tahun 2010. : terima kasih atas waktunya pak : iya sama-sama 156 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Struktur Personalia SMP Negeri 4 Salatiga Struktur personalia SMP N 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 NO NAMA JABATAN 1. Drs.H.M. Munadzir, M.Si Kepala Sekolah 2. Isty Roostikawati, Amd,Pd Wakil Kepala Sekolah I 3. Abdul Rahman Yusuf Wakil Kepala Sekolah II 4. Muslimah, S.Pd Bendahara Rutin 5. Subiyati, Amd.Pd Bendahara Taktis dan PMM 6. SR.Apto Riani,S.Pd Urusan Kurikulum 7. Dwi Hartati,S Si, M.Pd Urusan Kesiswaan 8. Tony Adriyanto,S.Pd Urusan Humas 9. M. Budi Wibowo,S.Pd Urusan Sapra/Perencanaan Sekolah 10 Saliyo,S.Pd Urusan Bimbingan dan Konseling 11 Nurchani,S.Pd Urusan tim simpati Guru 12 Bawonowati Urusan Stabilitas 8 Standar 13 Patmawati Ilyas,S.Pd Koord. Perpustakaan 14 Yasinta D.H, S.Pd Laboratorium Bahasa 15 Rini Kusumadewi,S.Pd Laboratorium IPA 16 M. Solehfudin,S.Kom Laboratorium Komputer 17 Dwi Setyawati Laboratorium ICT 18 Sri Mardiyastuti,S.Pd Koperasi Sekolah 19 Sumiyati Koord. TU/Umum 20 Salimin Office Boy/bel/telepon/tamu 21 Dian Aprilia, A.Md Kepegawaian/inventaris/Kesekretariatan 22 Eka Sulistyawati Agenda/pemungut/umum 23 Agus Widodo Urusan Rumah Tangga/Sapras/Umum 24 Sutrisno Satpam/umum 157 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : data siswa SMP Negeri 4 Salatiga Data siswa SMPN 4 Salatiga jenis kelamin No Kelas L P 1 VII A 14 22 2 VII B 11 25 3 VII C 20 16 4 VII D 15 21 5 VII E 19 17 6 VII F 25 11 Jumlah 104 112 8 VIII A 8 24 9 VIII B 11 21 10 VIII C 18 14 11 VIII D 14 18 12 VIII E 16 14 13 VIII F 23 7 14 VIII G 25 4 Jumlah 115 102 15 IX A 6 26 16 IX B 8 24 17 IX C 9 23 18 IX D 12 20 19 IX E 9 23 20 IX F 20 12 21 IX G 20 10 Jumlah 84 138 Jumlah Keseluruhan islam Kristen 32 4 31 2 31 4 33 3 36 0 34 1 197 14 29 3 26 4 30 2 28 3 25 5 29 1 29 0 196 18 28 2 29 1 24 7 28 4 31 1 25 6 28 2 193 23 586 55 158 Agama jumlah Katolik Budha Hindu kelas 0 0 0 36 2 1 0 36 1 0 0 36 0 0 0 36 0 0 0 36 0 1 0 36 3 2 0 216 0 0 0 32 2 0 0 32 0 0 0 32 1 0 0 32 0 0 0 30 0 0 0 30 0 0 0 29 3 0 0 217 1 1 0 32 2 0 0 32 1 0 0 32 0 0 0 32 0 0 0 32 0 1 0 32 0 0 0 30 4 2 0 222 10 4 0 655 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : data Guru dan Kualifikasi pendidikan Guru SMP Negeri 4 Salatiga Data Guru SMPN 4 Status No Guru 1 PNS 2 GT 3 GTT Jumlah Total Islam Kristen 27 5 9 3 3 1 39 9 Agama Katolik Budha Hindu 4 0 0 2 1 0 0 0 0 6 1 0 Jumlah Guru 36 15 4 55 Data Kualifikasi Pendidikan Guru No Kualifikasi Guru Tetap Guru tidak tetap Jumlah Guru 1. Strata 1 41 3 44 2. Strata 2 2 0 2 3. Diploma 3 2 0 2 4. Diploma 2 0 0 0 5. SMA/SPG 7 0 7 52 3 55 Jumlah Total 159 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Daftar Karyawan SMP Negeri 4 Salatiga Daftar Karyawan SMPN 4 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tugas Koord. Administrasi Tata Usaha Perpustakaan Lab. Komputer Lab IPA Lab. Bahasa Lab. ICT bel/telepon/tamu Petugas Kebersihan Sopir Satpam Urusan Rumah Tangga kepegawaian/ inventaris/ kesekretariatan Agenda/Umum Jumlah Jumlah 2 8 5 2 2 2 2 1 6 0 5 2 3 PNS 2 4 2 1 2 2 2 1 0 0 0 0 1 3 43 1 18 Keterangan : PNS : Pegawai Negeri Sipil CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil PTT : Pegawai Tidak Tetap HL : Harian Lepas 160 Keterangan CPNS PTT 0 0 0 4 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 5 0 2 1 1 0 4 2 21 HL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Daftar Sarana SMP Negeri 4 Salatiga Data Sarana SMPN 4 Salatiga No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Sarana/Bidang Ruang Kelas Lab. IPA Lab. Bahasa Lab. Ketrampilan Lab. Komputer R. Perpustakaan R. Serbaguna R. UKS R. BK R. Kepala Sekolah R. Wakil Kepala Sekolah R. Guru Ruang TU Ruang Kurikulum Ruang OSIS Ruang Dapur Ruang Penjaga/Satpam R.ibadah/Mushola Gudang kamar mandi/WC Guru kamar mandi/WC Siswa koperasi Lapangan Basket Lapangan Bola volly Lapangan Upacara Area Parkir Taman/kebun Sekolah 161 Jumlah 20 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 6 1 1 1 1 1 4 Luas/m² 56 56 112 56 56 70 16 12 112 40 30 168 56 30 20 20 6 112 56 12 54 112 400 350 750 21 24 Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik kurang baik Baik Baik Baik kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Terawat DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Daftar Prasarana SMP Negeri 4 Salatiga Data Prasarana SMPN 4 Salatiga No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jenis Barang Buku Pegangan Guru Untuk Tiap Mapel Buku Teks Siswa untuk Tiap Mapel Buku Penunjang untuk Tiap mapel Komputer Laptop Mesin Ketik Mesin Hitung Brankas Filling Kabinet Almari Rak Buku Meja Guru Meja Siswa Kursi Guru Kursi Siswa 162 Jumlah 153 3270 51 48 2 5 2 1 2 15 9 86 328 86 670 Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Kegiatan Intrakurikuler SMP Negeri 4 Salatiga Kegiatan Intrakurikuler SMPN 4 Salatiga No Intrakurikuler 1 Pendidikan kewarganegaraan 2 Pendidikan Agama Islam 3 P. Agama katholik 4 P. Agama Protestan 5 P. Agama Budha 6 P. Agama Hindu 7 Bahasa Indonesia 8 Bahasa Inggris 9 Bahasa jawa 10 Matematika 11 IPA 12 IPS 13 Olah raga 14 Seni Budaya 15 Tataboga 16 Elektronika 17 TIK 18 Bimbingan Konseling Jumlah 163 Guru Pengampu 4 3 1 2 1 0 5 5 2 5 6 8 2 3 1 1 2 4 54 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Kegiatan Ekstrakurikuler SMP Negeri 4 Salatiga Kegiatan Ekstrakurikuler SMPN 4 Salatiga No Ekstra kurikuler 1 Pramuka 2 Karya Ilmiah Remaja 3 Drum Band 4 PMR 5 Paskibra 6 PKS 7 Mading 8 Vokal Group 9 Olimpiade Sains 10 Olimpiade Olah Raga 11 BTQ/Tartil 12 Seni Tari 13 Seni Lukis 14 Broadcasting 15 Sie Kerohanian Islam (SKI) Jumlah 164 Guru Pengampu 6 3 3 5 3 3 3 1 4 3 2 1 2 2 2 43 DOKUMENTASI Observasi Dokumentasi pada : jum‟at, 11 September 2015 Jenis data : Struktur Organisasi SMP Negeri 4 Salatiga KEPALA SEKOLAH KOMITE SEKOLAH Drs.H.M. Munadzir, M.SI NIP.19611022.198903.1.005 Mayor Purn.Ashuri KA. TATA USAHA SUMIYATI WAKIL KEPALA SEKOLAH 1. Abdul Rahman Yusuf 2. SR. Sapto Riani KURIKULUM 1. Dwi Hartati.M.Pd 2. Wiwik Ambar,S.Pd 3. Dwi Setyowati, S.Pd 4. Eny Sudaryanti 5. Ira Kusuma, S.Pd 6. Rosmawati Y A, S.Pd 1 2 3 4 Isty Roostikawati, A.Md, Pd Didik Widiatmoko, SPd Dwi Partatmoko Agus Prihananto ,SPd WALI KELAS KELAS 7 1 2 3 4 5 6 KELAS 8 7 8 9 10 11 12 13 KELAS 9 14 15 16 17 18 19 SARPRAS KESISWAAN 1 2 3 4 Rini Kusuma D, S.Pd Tony Adriyanto, S.Pd Markuwati,S.Pd Yenny Deswita, S.Pd Nurchani,S.Pd Agus Prihananto ,SPd Dwi Hartati, S.Si, M.Pd Sri Mardyastuti, S.Pd Nur Rozi,S.Pd Anisa Fathonah, S.Pd Muji Lestari, S.Pd Sutinah,S.Pd Didik Widiyatmoko, S.Pd Isty Roostikawati,A.Md, Pd Wiwik Ambar W, S.Pd Drs.SB Hariyanto Ira Kusumawardani, S.Si Dewi Indah, S.Pd Satiman, S.Pd HUMAS 1 2 3 4 LABORAN BP/BK 1 2 3 4 M.Budi Wibowo,S.Pd Nur Rozi,S.Pd Satiman, S.Pd Drs. Agus Triyanta 1. Rini Kusuma W, S.Pd 2. Anisa Fathonah Drs. SB Hariyanto Dyah Respati, TAP, S.Pd Istrini, SPd Sutinah,S.Pd PERPUSTAKAAN 1 Wiji Peni Tri Hastuti, S.Pd 2 Sri Iriyanti MY.Wardhani, BA M.Budi Wibowo,S.Pd Saliyo, BA Dra. Endang Susanti TATA USAHA GURU 1 Drs.H.M Munadzir, M.Si 2 Drs. SB Hariyanto 24 Dwi Setyawati, SH 25 Muslimin, SPd 3 Yasinta DH, SPd 26 Drs.Agus Triyanta 4 Istrini, SPd 27 Tony Adriyanto 28 Didik Widyatmoko, SPd 5 Nurchani,SPd 6 Muslimah, SPd 7 A. Rahman Yusuf 29 Sutinah, SPd 30 Eny Sudaryanti, SPd 8 Sri Mardyastuti,SPd 31 Muji Lestari, SPd 9 Dewi Indah,S.Pd 32 Supeni Sri L, S.Pd 10 Wiwik Ambar W,S.Pd 33 Rosmawati Y.A, S.Pd 11 Subiyati 34 Markuwati, SPd 12 Nur Rozi, SPd 35 Pamuji Wiyana, S.S 13 Yeny Deswita,S.Pd 36 Wiji Peni 14 Indah Wahyuningsih 37 Satiman, SPd 15 Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd 38 Krisminiatun 16 Isty Roostikawati,A.Md.Pd 39 Bawonowati 17 Ira Kusumawardhani, S.Si 40 Dwi Partatmoko 18 Anisa Fatonah, S.Pd 41 Endang Retno H 19 Agus Prihananto ,SPd 42 Ika Nurratri,S.Pd 20 Rini Kusuma D, S.Pd 43 Yusuf Haryadi, S.Pd 21 SR Sapto Riani, S.Pd 44 Siswanta, S.Ag 22 Dyah Respati TAP, SPd 45 Debora Wahjuni,S.Th 23 Endang Wahyuningsih,SPd 45 Imam Muthohar 46 Imam Sujarwo 165 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Sumiyati Idayati Hartini Saimin Agus widodo Sri Iriyanti Rejo Eka Sulistyawati Murniati Rubiyanto Nuzul Lusy Anggraeni 25. Tri Budi Setyawan 26. Sutrisno 27. Agus Riyadi 166 167 168 DAFTAR NILAI SKK NO 1. 2. 3. 4. Nama NIM : Syaifullah Godi Ismail : 11109106 Progdi : PAI Jurusan : Tarbiyah Nama Kegiatan Orientasi Program Studi Dan Pengenalan Kampus (OPSPEK) DEMA STAIN Salatiga Pelatihan Emotional Spritiual Quotient (Esiq) Stain Salatiga Sertifikat UPT Perpustakaan User Education STAIN Salatiga Diskusi Panel Dengan Tema “Aktualisasi Bahasa Arab Dan Bahasa Inggris Dalam Dakwah Islam” Tanggal Keterangan 18-20 Agustus 2009 Peserta 21 Agustus 2009 Peserta 25-29 Agustus 2009 Peserta 5 September 2009 Peserta Nilai 3 2 2 2 5. Diskusi Dan Buka Bersama Di Secretariat HMI Cabang Salatiga 10 September 2009 6. English Friendship Camp 17-18 November 2009 7. Basic Training (Lk 1) “Menjalin Hubungan Intrapersonal Dikalangan Mahasiswa Denagnbasic Islam Dan Ke-Hmi-An Menuju Insan Cita” Hmi Cabang Salatiga Bedah Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Public Hearing Dengan Tema “Membangun Demikrasi Kampus Yang Harmonis” Seminar Lingkungan Hidup MITAPASA Akhirussanah Ma‟had STAIN 2 Peserta 8. 9. 10. 11. 2 Peserta 2 25-28 Maret 2010 Peserta 24 April 2010 2 Peserta 15 Mei 2010 2 Peserta 24 Mei 2010 Peserta 2 29 Juli 2010 Peserta 2 169 Salatiga 12. 13. 14. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo Dan Karnoto Zarkasyi Dengan Tema “ Membangun Pola Idealitas Mahasiswa Ditengah Pergolakan Arus Global Guna Mencapai Insane Yang Militant Dan Bernafaskan Islam” Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo Dengan Tema “Mewujudkan Mahasiswa Islami Yang Ideal Demi Terwujudnya Kader Yang Militan” Surat Keterangan Lulus Praktikum BTA Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo Dengan Tema “ Implementasi Nilai Kehmian Dalam Diri Mahasiswa Demi Terbentuknya Insan Yang Intelektualitas Dan Bernafaskan Islam” Public Hearing Dengan Tema “Meningkat Tatanan Birokrasi Kampus Yang Berbasis Pada Prinsip-Prinsip Integritas” 13 Oktober 2010 Pemateri 4 22-24 Oktober 2010 Panitia 3 2 November 2010 Peserta 2 16-19 Maret 2011 Panita 3 25 Juni 2011 Peserta 2 Praktikum Kepramukaan Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga Penginapan Peserta Orientasi Pengenalan Akademika Dan Kemahasiswaan STAIN Salatiga 2011 Dengan Tema “Merajut Tali Ukhuwah Islamiyah Bersama Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam” 22-27 Juli 2011 Peserta 2 19-21 Agustus 2011 Panitia 3 Seminar Keperempuanan Korp HMI-Wati Dengan Tema “Jilbab Perspektif Agama Dan Social” Senior Course (SC) Se Jateng 04 November 2011 Panitia 3 15-20 Februari 2012 Peserta 4 170 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. DIY Dengan Tema “ Transformasi Nilai-Nilai Pengkaderan Menuju Kompetensi Pendidik Yang Berkualitas” Public Hearing Dengan Tema “Meningkatkan Kepekaan Dan Transparansi Kinerja Lembaga Menuju Kampus Yang Amanah” Seminar Nasional SEMA STAIN Salatiga Dengan Tema “Berpolitik Untuk Kesejahteraan Indonesia,Reorientasi Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi” Seminar Nasional Dengan Tema “Mewaspadai Gerakan Islam Garis Keras Di Perguruan Tinggi” Grand Launching FGMPS Dan Diksusi Public Dengan Tema “Peran Generasi Muda Terhadap Fenomena HIV/AIDS Di Kota Salatiga” Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo Dengan Tema “Membangun Paradigm Mahasiswa Yang Berintelektual Dan Berjiwa Nasionalis Religious” 27 Maret 2012 Peserta 2 15 Mei 2012 Peserta 8 23 Juni 2012 Peserta 8 12 Juli 2012 Peserta 2 29 November - 2 Desember 2012 Peserta 2 Seminar Pendidikan Dengan Tema”Menuju Pendidikan Indonesia Yang Ideal” Surat Keputusan Ketua STAIN Salatiga Tentang Pengangkatan Pengurus Senat Mahasiswa (SEMA) STAIN Salatiga 2013 28 Desember 2012 Peserta 2 31 Januari 2013 Anggota 4 Diskusi Dan Perayaan Dies Natalis HMI Ke 66 Dengan Tema “ 66 Tahun Hmi Untuk Islam Dan Negara Indonesia” Kajian Dan Follow Up Dengan Tema “Membangun Kader HMI Yang Militan” Bedah Buku Berjudul “Sholat Ngebut Bikin Benjut” 05 Februari 2013 Peserta 2 18 Februari 2013 Peserta 2 11 Mei 2013 Peserta 2 171 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. Latihan Kader I (Basic Training) HMI Cabang Salatiga Dengan Tema “Empowering Komitmen Keislaman, Kemahasiswaan Dan Keindonesiaan Untuk Kader Militant” Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo Dengan Tema “ Ijtihad Mahasiswa: Revivalisasi Pemikiran Dan Gerakan Mahasiswa Islam Di Era Tranparansi Informasi” Sarasehan Akbar HMI Komisariat Walisongo “Merajut Ukhuwah Memperkokoh Kebersamaan” Bedah Buku Berjudul ” Ketika Cinta Bertasbih” Bedah Film Tanah Surga Katanya 31 Mei 2013 Pemateri 4 19-21 September 2013 Pemateri 4 10 Oktober 2013 Peserta 2 11 Desember 2013 Peserta 2 29 Desember 2013 Peserta 2 Basic Training LK1 HMI “Ijtihad Mahasiswa: Revivalisasi Pemikiran Dan Gerakan Mahasiswa Islam Di Era Transparansi Informasi” Seminar Regional Dengan Tema “Mempertegas Peran Pendidikan Dalam Mencerahkan Masa Depan Anak Bangsa” Latihan Kader I HMI Cabang Salatiga Dengan Tema “Membangun Pola Idealitas Mahasiswa Ditengah Pergolakan Arus Global Guna Mencapai Insane Yang Militant Dan Bernafaskan Islam” 20 September 2014 Pemateri 4 19 November 2014 Peserta 4 13 Oktober 2010 Panitia 3 172 173 174