HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW OLEH GUSTAF FIRDAUS 80 2009 051 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 ii iii iv v HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW Gustaf Firdaus Berta E.A. Prasetya., M.A Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 vi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dalam penelitian ini harga diri sebagai variabel bebas dan perilaku asertif sebagai variabel tergantung. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan aktif Fakultas Psikologi yaitu 2011, 2012, 2013 dan 2014, dalam pelaksanaan penelitian subjek mengambil subjek sebanyak 100 subjek. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-pearson didapatkan hubungan sebesar 0,602 dengan sig 0,000 (p < 0,05) hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dalam penelitian ini dimana harga diri memiliki sumbangan sebesar 36,24% terhadap munculnya perilaku asertif yang sisanya adalah faktor lain. Kata kunci : Harga Diri,Perilaku Asertif, Mahasiswa vii Abstract This quantitative study aimed to investigate the relationship between self-esteem and assertive behavior in students of the Faculty of Psychology. As for the self-esteem acts as the independent variable while assertive behavior as a dependent variable. The hypothesis of this study is that there is a positive relationship between self-esteem and assertive behavior in students of the Faculty of Psychology. Subjects in this study were 100 active students of the Faculty of Psychology, which are students from class of 2011, 2012, 2013 and 2014. Based on the results of test product moment-Pearson, there is a correlation of 0.602 with sig 0.000 (p <0.05). It indicates a significant positive correlation between self-esteem and assertive behavior in students of the Faculty of Psychology. this study, self-esteem contributed by 36.24% on the emergence of assertive behavior, while the rest are from other factors. Keywords : Self-esteem, Assertive Behaviour, Students 1 Pendahuluan Mahasiswa berada di tingkat akhir dalam dunia pendidikan dimana diharapkan memunculkan calon–calon SDM yang bermutu dan berkualitas, calon kompetitor yang akan menghadapi tingkat persaingan yang tinggi nantinya, oleh karena itu mahasiswa dituntut untuk lebih aktif dalam dunia perkuliahan. Ketika duduk di bangku perkuliahan. Individu harus bisa lebih mandiri dalam pembelajaran, dan salah satu bentuk kemandirian dari mahasiswa itu sendiri adalah perilaku asertif. Menurut Jay (2007), asertivitas merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur, tidak menyakiti orang lain dan menyakiti diri sendiri serta kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Pengertian lain juga dinyatakan oleh Alberti dan Emmons (2002) bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak- hak pribadi kita tanpa menyangkal hak- hak orang lain. Menurut Rosita (2007) jika mahasiswa berperilaku asertif, maka bisa menyatakan kebutuhan secara jujur, langsung, dan berusaha menghargai hak pribadi dan orang lain. Penelitian Husetya (2010) menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki asertifitas cenderung dapat bekerja sama dan dapat berkembang untuk mencapai tujuan yang lebih baik, tingkat sensivitas yang dimiliki cukup tinggi, sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya dan memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktifitasnya secara strategis, terarah dan terkendali. Menurut Hasanah, Supriono, Herani, dan Lestari (2012) perilaku asertif bagi mahasiswa sangatlah penting karena beberapa alasan sebagai berikut : pertama, sikap perilaku asertif akan memudahkan remaja atau mahasiswa tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan secara efektif. Kedua, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dinginkannya secara langsung dan terus tera ng maka para mahasiswa dapat menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan memiliki sikap asertif, maka para mahasiswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara lebih efektif. Keempat, asertifitas 2 akan membantu para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentan lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya. Menurut Marini dan Andriani (2005) menambahkan bahwa salah satu penyebab remaja terjerumus pada seks bebas adalah kepribadian yang lemah. Adapun ciri kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan terhadap tekanan dan tegangan rendah, harga diri yang rendah, kurang bisa mengekspresikan diri, menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargau hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresi serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik. Ciri dari kepribadian yang lemah ini berhubungan dengan ketidak mampuan remaja untuk bersikap asertif. Kasus-kasus yang berhubungan dengan asertifitas juga sering dijumpai dalam dunia pendidikan Indonesia. Faktor penghambat proses pembelajaran di kelas adalah ket idak percayaan diri siswa dalam menyampaikan pendapat atau bahkan mengajukan pertanyaan, yang pada akhirnya siswa lebih memilih diam dari pada membuka dialog dengan guru atau teman-temannya. Mahasiswa yang mempunyai hambatan untuk menyatakan pendapat, mahasiswa tersebut menjadi pasif, baik dalam perkuliahan maupun di dalam pergaulan sehari hari. (Ningsih dan Kusmayadi 2008). Mahasiswa yang tidak tegas atau takut menolak teman yang ingin mencontek, biasanya mahasiswa yang mengalami situasi tersebut merasa takut, malu atau sungkan mengemukakan keinginan atau pendapatnya secara terbuka, tidak percaya diri, takut dijauhi, dan disepelekan oleh teman-teman (Rosita, 2007). Karena itu, remaja juga diharapkan dapat memiliki Asertivitas dari proses belajar dilingkungan barunya. Menurut Widjaja dan Wulan (dlm Marini & Andriani ,2005) Remaja perlu juga berperilaku asertif agar dapat mengurangi stres ataupun konflik yang dialami sehingga tidak melarikan diri ke hal- hal negatif. Asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.. Menurut Rathus (dalam Rosita, 2007) munculya asertivitas pada remaja karena adanya penghargaan diri yang positif (Self Esteem) yang positif terhadap dirinya yang dapat 3 menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu sangat berhargadan apa yang diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya apabila remaja tidak asertif justru tidak mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan keyakinan akan dirinya karena mereka c enderung tidak mampu keluar dari masalah mereka dan di dalam dunia pendidikan agar semua tujuan dapat tercapai. Harga diri itu sering disebut sebagai self-esteem dan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi asertivitas yaitu: jenis kelamin, harga diri (Self-esteem), kebudayaan, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan situasi tertentu lingkungan sekitar Rathus & Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004). Harga diri (Self-esteem) merupakan evaluasi individu tentang dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya, penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya sendiri apa adanya (Santrock, 1998). Hal senada juga diungkapkan oleh Baron dan Byrne (1994) yang mendefinisikan harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain yang menjadi seimbang, sementara menurut Frey dan Carlock (dlm Anindyajati dan Karima, 2004) harga diri merupakan penilaian baik itu penilaian positif, negatif, netral, maupun ambigu terhadap diri sendiri. Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012) menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan Melalui hasil wawancara tidak terstruktur dengan tiga mahasiswa UKSW Fakultas Psikologi, mengatakan ketika didalam perkuliahan sering terjadi mahasiswa yang kurang dalam hal bertanya ketika diadakan sesi tanya jawab yang berlangsung di tengah perkuliahan, banyak mahasiswa yang kurang asertif dan lebih banyak memilih berdiam diri. Narasumber yang saya wawancarai juga mengakui bahwa dia sendiri kurang dalam hal ingin bertanya ketika sedang mengikuti perkuliahan dan memilih memendam apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan di kehidupan sehari harinya juga dia tidak mempunyai rasa ingin bertanya karena narasumber hanya berdiam ketika melihat temannya terlihat sedang 4 mendapat masalah, tetapi narasumber hanya berdiam saja, dan dari mahasiswa yang lain ketika saya wawancara dia juga kurang asertif di dalam perkuliahan dan hanya memilih berdiam diri saja karena dia berfikiran pasti akan ada yang akan bertanya sehingga mahasiswa tersebut berfikir bahwa tidak perlu untuk bertanya, namun narasumber yang lain mengatakan bahwa mahasiwa tersebut lebih ingin tau, namun pada mahasiswa lain mengatakan hal yang bertolak belakang bahwa di dalam perkuliahan mahasiswa tersebut kurang dalam hal bertanya ketika di dalam kelas namun pada kenyataannya mahasiswa tersebut memiliki harga diri yang tinggi hal itu ditunjukan dengan prestasi belajar yang baik. Pada penelitian (Yasdiananda, 2013) mendapatkan hasil adanya hubungan positif antara Self Esteem dengan Asertivitas. Penelitian Rosita (2007) mendapatkan hasil adanya hubungan positif, sedangkan menurut (Anindyajati dan Karima, 2004) terdapat hubungan antara harga diri dengan Asertifitas. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan menunjukan hasil yang positif antara harga diri (self-esteem) dengan perilaku asertif sedangkan dari hasil wawancara tidak dapat menunjukan apakah ada hubungan antara harga diri dengan asertif. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang hubungan harga diri (self-esteem) dengan perilaku asertif pada mahasiswa fakultas psikologi uksw. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Asertif Menurut Sumintarja (dlm Tagela, 2013) kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau pendapatnya. Perilaku asertif adalah perilaku yang menampilkan keberanian untuk 5 secara jujur dalam menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, tanpa menyakiti orang lain. Willis & Daisley (dalam Marini & Andriani, 2005) menyebutkan bahwa asertif sebagai bentuk perilaku dan bukan merupakan sifat kepribadian seseorang yang dibawa sejak lahir, sehingga dapat dipelajari meskipun pola kebiasaan seseorang mempengaruhi proses pembelajaran tersebut. “Assertive behavior involves the expression of one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate rights, and refusing unreasonable requests. It means resisting undue social infl uences, disobeying arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary group standards”. (Rathus, 2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka me nyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Menurut Rimm & Master (dalam Rakos, 1991) asertif berarti perilaku jujur dan cenderung mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan terus terang, dapat diterima secara sosial di mana perasaan dan kesejahteraan orang lain diperhitungkan. Menurut Rini (dlm Rosita, 2007) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak- hak serta perasaan orang lain. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya Alberti dan Emmons (dalam Abidin, 2011) menyatakan bahwa perilaku asertif dapat mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan individu untuk bertindak menurut kepentingannya sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman serta untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkali hak- hak orang lain. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pengertian dari Rathus. Asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan 6 kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pe rilaku Asertif Menurut Rathus & Nevid (1983) mengklasifikasikan beberapa faktor yang dapat memengaruhi perilaku asertif yaitu: a. Jenis kelamin: wanita pada umumnya lebih sulit bertingkah laku asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki- laki. Wanita diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan pikiran dan perasaannya bila dibandingkan dengan laki- laki, artinya pengkondisian budaya untuk wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit mengembangkan asertivitasnya. b. Harga diri: harga diri seseorang turut mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki harga diri yang tinggi, memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga ia mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merugikan dirinya maupun orang lain. c. Kebudayaan: tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan perilaku masing- masing anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, status sosial seseorang. d. Tingkat pendidikan: semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin luas wawasan berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. e. Situasi-situasi tertentu disekitarnya : kondisi dan situasi dalam arti luas misalnya posisi kerja antara bawahan terhadap atasannya, ketakutan yang tidak perlu (takut dinilai kurang mampu), situasi-situasi seperti kekhawatiran mengganggu dalam keadaan konflik. 7 Aspek Dari Asertif Sementara itu Rathus & Nevid (1983) mengemukakan 10 aspek dari asertivitas yaitu: 1. Bicara asertif, Tingkah laku ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu rectifying statement (mengemukakan hak-hak dan berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi) dan commendatory statement (memberikan pujian untuk menghargai orang lain dan memberi umpan balik positif). 2. Kemampuan mengungkapkan perasaan Mengungkapkan perasaan kepada orang lain dan pengungkapan perasaan ini dengan suatu tingkat spontanitas yang tidak berlebihan. 3. Menyapa atau memberi salam kepada orang lain. Menyapa atau memberi salam kepada orang-orang yang ingin ditemui, termasuk orang baru dikenal dan membuat suatu pembicaraan. 4. Ketidak sepakatan menampilkan cara yang efektif dan jujur untuk menyatakan rasa tidak setuju. 5. Menanyakan alasan Menanyakan alasannya bila diminta untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak langsung menyanggupi atau menolak begitu saja. 6. Berbicara mengenai diri sendiri Membicarakan diri sendiri mengenai pengalaman-pengalaman dengan cara yang menarik, dan merasa yakin bahwa orang akan lebih berespon terhadap perilakunya daripada menunjukkan perilaku menjauh atau menarik diri. 7. Menghargai pujian dari orang lain Menghargai pujian dari orang lain dengan cara yang sesuai. 8. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat. Mengakhiri percakapan yang bertele tele dengan orang yang memaksakan pendapatnya. 9. Menatap lawan bicara. Ketika berbicara atau diajak bicara, menatap lawan bicaranya. 10. Respon melawan rasa takut. Menampilkan perilaku yang biasanya melawan rasa cemas, biasanya kecemasan sosia 8 Harga Diri Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana, 2012) menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan, sedangkan menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya. Menurut Townsend (dalam Fadlulloh, 2014) Harga diri mengacu pada tingkat perhatian atau penghormatan yang dimiliki setiap individu terhadap diri mereka sendiri dan merupakan suatu ukuran hasil penilaian terhadap kemampuan atas keberadaan mereka. Menurut Chaney (dalam Fadlulloh, 2014) harga diri berkaitan dengan evaluasi individu terhadap keefektifan tentang kompetensi seseorang dalam melakukan berbagai tugas di sekolah atau tempat kerja, di dalam keluarga, dan dalam lingkungan social. Khera (dalam Nurmalasari, 2007) menyebutkan beberapa manfaat dari harga diri yang tinggi, yaitu membentuk pendirian yang kuat, membangkitkan kemauan untuk menerima tanggung jawab, membentuk sikap optimistik, meningkatkan hubungan dan hidup lebih berarti, membuat seseorang lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan mengembangkan sikap saling mengasihi, memotivasi diri dan berambisi, membuat seseorang bersikap terbuka terhadap peluang dan tantangan baru, memperbaiki kinerja dan meningkatkan kemampuan mengambil resiko, membantu seseorang dalam memberi dan menerima kritik dan penghargaan dengan bijaksana dan mudah. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pengertian dari Coopersmith (dalam Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012) menyebutkan bahwa Self esteem merupakan evaluasi yang dibuta individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Penelitian Cohen (dlm Hapsari, 2007) menemukan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung lebih percaya diri dalam hidupnya dibandingkan orang yang mempunyai harga diri yang rendah, Master dan Johnson (dalam Ismail, 2005:13) mengatakan harga diri berpengaruh terhadap 9 sikap seseorang terhadap statusnya sebagai remaja. Seseorang remaja yang memiliki harga diri yang positif, maka dia tidak akan terbawa godaan yang banyak ditawarkan oleh lingkungan dan dapat mengutarakan serta mengambil sikap apa yang sebenarnya ingin dilakukan, yang pada akhirnya akan menghindari perilaku-perilaku negatif. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Harga diri Faktor faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Coopersmith (dlm Sulistyani, 2012) 1. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. 2. Pola asuh Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. 3. Lingkungan Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungannya yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. 4. Sosial ekonomi Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari hari. 10 Aspek Aspek Self Esteem Aspek Aspek harga diri menurut Coopersmith (dalam Subowo & Martiarini, 2009) adalah: 1. Proses Belajar. Proses belajar merupakan istilah yang digunakan oleh coopersmith untuk menggambarkan bagaimana individ menilai keadaan dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang diamatinya. 2. Penghargaan. Harga diri mempunyai hubungan dengan bagaimana cora dasar remaja dalam menghadapi lingkungan. 3. Penerimaan. Keluarga merupaka tempat sosialisasi pertama bagi anak penerimaan keluarga yang positif akan sangat berpengaruh pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak dan cara orang tua memperlakukan anak sangat mempengaruhi pembentukan harga diri 4. Interaksi dengan Lingkungan. Remaja dengan harga diri yang tinggu memiliki sejumlah karakteristik kepribadian yang dapat mengarah pada kemandirian sosial dan kreativitas yang tinggi. Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Asertif Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Hendriyanto, Sriati dan Firtria, 2013) adalah merupakan insan- insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual yang berkualitas dan berguna di lingkungan masyarakat. Sebagai mahasiswa, seorang individu akan dituntut untuk bisa menjadi lebih mandiri, lebih inisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berpikir dan berperilaku. Kemandirian, inisiatif, kedewasaan serta kematangan dalam berpikir dan berperilaku dapat dicapai jika individu tersebut bisa berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Untuk menciptakan interaksi yang baik dan harmonis diperlukan sikap asertif (Rosita, 2007). Rathus & Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak 11 pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Rathus & Nevid mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif ialah harga diri. Harga diri menurut Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012) menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan evaluasi individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan, sedangkan menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya. Cohen (dalam Hapsari, 2006) menemukan bahwa seorang yang memiliki Self Esteem yang tinggi cenderung lebih percaya diri dalam hidupnya dibandingkan orang yang mempunyai Self Esteem yang rendah. Menurut Rathus (dlm Yasdiananda, 2013) munculnya asertivitas pada remaja karena adanya penghargaan diri (Self Esteem) yang positif terhadap dirinya yang dapat menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu sangat berharga dan apa yang diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya apabila remaja tidak asertif justru tidak mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan keyakinan akan dirinya karena mereka cenderung tidak mampu keluar dari masalah mereka. Dalam dunia pendidikan agar semua tujuan dapat tercapai maka salah satu hal yang sangat perlu di kembangkan terkait dengan Self Esteem yang tinggi adalah asertivitas. Di dalam dunia pendidikan remaja yang tidak tegas atau takut menolak teman yang ingin mencontek biasanya siswa yang mengalami situasi tersebut merasa takut, malu atau sungkan mengemukakakn keinginan atau pedapatnya secara terbuka, tidak percaya diri, takut dijauhi, dan disepelekan oleh teman teman (Rosita, 2007). 12 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Artinya, semakin semakin tinggi harga diri yang dimiliki mahasiswa, maka semakin tinggi perilaku asertif mahasiswa, dan sebaliknya semakin rendah harga diri yang dimiliki mahasiswa, maka semakin rendah perilaku asertif mahasiswa. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitan ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Variable dependent pada penelitian ini adalah Perilaku Asertif, sedangkan variabel independent pada penelitian ini adalah Harga diri. Populasi dan Sample Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Fakultas Psikologi UKSW yang terdiri dari 4 angkatan aktif mulai dari angkatan 2011-2014. Angkatan 2011 berjumlah 136, angkatan 2012 berjumlah 134, angkatan 2013 berjumlah 177, dan angkatan 2014 berjumlah 219. Jika di total dari semua angkatan aktif berjumlah 666 mahasiswa. Pengambilan sampel mengacu pada rumus yang digunakan dalam penarikan sampel agar representatif dan hasilnya dapat digeneralisasi.untuk memenuhi persyaratan tersebut penulis menggunakan rumus Yamane (dalan Sukandarrumidi, 2006) Yaitu : Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi d= presisi Setelah di lakukan perhitungan menggunakan rumus di atas dari masing masing angkatan aktif mulai dari angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 peneliti mendapatkan hasil 13 standart sebanyak 87 subjek yang harus di ambil tetapi dalam pelaksanaan peneliti mengambil subjek sebanyak 100 subjek. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan peneliti dalam pengambilan sampel adalah Nonprobality Sampling. Dalam Nonprobality Sampling kemungkinan sesuatu untuk terpilih menjadi anggota sampel tidak diketahui, cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara Accidental sampling (pengambilan sampel secara kebetulan) dapat disebut pula sebagai Convenience Sampling yaitu anggota sampel yang didapatkan tidak direncanakan terlebih dahulu tetapi didapatkan/dijumpai secara tiba tiba. Sampel yang akan di ambil peneliti adalah 100 sampel yang di bagi menjadi 4 dikarenakan peneliti mengambil sampel dari 4 angkatan mahasiswa aktif yang terdiri 40 sampel angkatan 2014 sedangkan 2013,2012,2011 sebanyak 20 sampel. Untuk pengumpulan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan 2 skala: 1. Skala Asertif Peneliti menggunakan skala Self Assessment milik Rathus yaitu The Rathus Assertivness Schedule yang peneliti gunakan untuk mengukur perilaku asertif,perilaku asertif sendiri menurut rathus adalah “Assertive behavior involves the expression of one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate rights, and refusing unreasonable requests. It means resisting undue social infl uences, disobeying arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary group standards”. (Rathus, 2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok, Skala perilaku Asertif yang kemudian diadaptasi oleh peneliti. Pada skala perilaku Asertif item yang ada berjumlah 30 item, dalam penelitian ini Self Assessment akan adaptasi dan di dalam 14 bahasa Indonesia, di dalam skala ini terdapat 11 item favourable dan 19 item Unfavourable yang jika di total berjumlah 30 item. Uji coba pada penelitian ini menggunakan tryout terpakai. Melalui uji daya beda item yang sudah dilakukan, muncul item item yang gugur atau tidak layak untuk di gunakan karena item tidak mencapai 0,25. Pada skala perilaku asertif terdapat 9 item yang tidak memenuhi standart minimal setelah dilakukan 2 putaran pengujian, sehingga total item yang layak digunakan berjumlah 21 item dan didapatkan hasil reliabilitas Alpha Cronbach 0,835 yang artinya Self Assessment memiliki reliabilitas yang tinggi (Sugiyono, 2010) 2. Skala Harga Diri Untuk mengukur harga diri peneliti menggunakan Self-Esteem Iventory milik Coopersmith (1987) menurut Coopersmith Self-Esteem harga diri sendiri adalah evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Self-Esteem Iventory kemudian adaptasi oleh peneleti, dalam skala Self-Esteem Iventory terdapat 58 item, Untuk kepentingan penelitian peneliti akan me ngadaptasi Self-Esteem Iventory dan akan menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia, di dalam skala ini terdapat 28 item favourable dan 30 item Unfavourable yang jika di jumlah terdapat 58 item. Setelah dilakukan uji beda item untuk skala harga diri di lakukan uji beda item sebanyak 2 putaran dan mendapatkan hasil 22 item yang tidak memenuhi standart minimal sehingga item yang layak digunakan sebanyak 36 item dan mendapatkan hasil reliabilitas Alpha Cronbach 0,902 yang artinya reabilitas Self-Esteem Iventory sempurna (Sugiyono, 2010). 15 HASIL PENELITIAN Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Dari hasil penghitungan melalui Kolmogorov-Smirnov SPSS 16.00, di dapatkan bahwa koefisien K-S-Z Perilaku Asertif 0,259 (p>0,05) sedangkan koefisien K-S-Z Harga diri 0,809 (p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel dapat dikatakan berdistribusi normal. Tabel 1 Variabel Harga Diri dengan Perilaku Asertif One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Asertif N HargaDiri 100 100 Mean 52.82 103.39 Std. Deviation 8.056 12.282 Absolute .101 .064 Positive .101 .064 Negative -.085 -.060 Kolmogorov-Smirnov Z 1.011 .639 Asymp. Sig. (2-tailed) .259 .809 Normal Parameters a Most Extreme Differences a. Test distribution is Normal. 2. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel memiliki hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda 1,401 dan nilai signifikansi sebesar 0,12 (p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan Perilaku Asertif dengan Harga Diri menunjukkan garis yang sejajar atau linear 16 Tabel 2 ANOVA Table Mean Sum of Squares Asertif * Between HargaDiri Groups df Square F Sig. (Combined) 4255.470 39 109.115 3.018 .000 Linearity 2330.971 1 2330.971 64.472 .000 1924.498 38 50.645 1.401 .120 Within Groups 2169.290 60 36.155 Total 6424.760 99 Deviation from Linearity Analisis Deskriptif Perilaku Asertif Tabel 3 Hasil analisis deskriptif skor Perilaku Asertif No Interval 1. 71,4 ≤ x ≤ 84 2. 3. 4. 5. 58,8 ≤ x < 7 ,4 46, ≤ x < 58,8 33,6 ≤ x < 46, ≤ x < 33,6 Kateg ori Frekuensi Persentase Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah 2 0,02% 19 64 14 1 0,19% 0,64% 0,14% 0,01% Mean Standar Devi asi 52,82 8,05 Data di atas menunjukkan tingkat perilaku asertif dari 100 subjek yang berbedabeda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati prosentase sebesar 0,01% dengan frekuensi 1 mahasiswa, kategori rendah 0,14% dengan frekuensi 14 mahasiswa, kategori sedang 0,64% dengan frekuensi 64 mahasiswa, kategori tinggi sebesar 0,19 % dengan frekuensi 19 mahasiswa, dan kategori sangat tinggi sebesar 0,02% dengan frekuensi 2 mahasiswa. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 52,82 17 dengan standar deviasi sebesar 8,05.Maka secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku asertif pada mahasiswa berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Fakultas Psikologi UKSW ini berada pada tingkat yang sedang. Tabel 4 Hasil Analisis Deskriptif skor harga diri No 1. 2. 3. 4. 5. Interval 122,4 ≤ x ≤ 144 00,8 ≤ x < ,4 79, ≤ x < 00,8 57,6 ≤ x < 79, 36 ≤ x < 57,6 Kateg ori Frekuen si Persentase Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah 5 0,05% 54 39 2 0 0,54% 0,39% 0,02% 0% Mean Standar Devi asi 103,39 12,28 Data di atas menunjukkan tingkat harga diridari 100 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati prosentase sebesar 0% dengan frekuensi 0 mahasiswa ,kategori rendah 0,02% dengan frekuensi 2 mahasiswa,kategori sedang 0,39% dengan frekuensi 39 mahasiswa, kategori tinggi sebesar 0,54 % dengan frekuensi 54 mahasiswa, dan kategori sangat tinggi sebesar 0,05% dengan frekuensi 5 mahasiswa. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 103,39 dengan standar deviasi sebesar 12,28.Maka secara umum dapat dikatakan bahwa harga diri pada mahasiswa berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Fakultas Psikologi UKSW ini berada pada tingkat yang tinggi 18 Uji korelasi Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar 0,602 dengan sig. = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Nilai koefisiensi determinasi (r2 ) pada penelitian ini adalah 36,24%, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa pola harga diri memiliki sumbangan sebesar 36,24% terhadap munculnya perilaku asertif. Correlations Asertif Asertif Pearson Correlation HargaDiri 1 Sig. (2-tailed) N HargaDiri Pearson Correlation .602 ** .000 100 100 .602 ** 1 Sig. (2-tailed) .000 N 100 100 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Pembahasan Dari hasil perhitungan uji korelasi antara harga diri dengan perilaku asertif, didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW maka akan semakin tinggi pula perilaku asertif yang dimilikinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi maka akan semakin rendah juga perilaku asert if yang akan dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil yang sesuai dengan perkiraan pada awal penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini menerima Hi dan H0 ditolak, sehingga terbukti ada korelasi positif signifikan yang berarti semakin tinggi harga 19 diri maka semakin tinggi perilaku asertif mahasiswa, begitu juga sebaliknya semakin rendah harga diri yang dimiliki mahasiswa, maka semakin rendah perilaku asertif mahasiswa. Dari hal ini berarti menjawab bahwa harga diri mempunyai hubunga n yang signifikan dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasdiananda (2013) yang mendapatkan hasil ada hubungan positif antara Self Esteem dengan Asertivitas. Pada Penelitian (Rosita ,2007) juga mendapatkan hasil ada hubungan positif, sedangkan menurut (Anindyajati dan Karima, 2004) terdapat hubungan antara harga diri dengan Asertifitas. Dari penelitian ini mendapatkan hasil seperti penelitan penelitian sebelumnya yaitu ada hubungan yang positif antara harga diri dengan perilaku asertif. Definisi perilaku asertif sendiri menurut rathus adalah “Assertive behavior involves the expression of one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate rights, and refusing unreasonable requests. It means resisting undue social infl uences, disobeying arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary group standards”. (Rathus, 2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Menurut Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana, 2012) menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Menurut Rathus (dlm Rosita, 2008) munculya asertivitas pada remaja disebabkan adanya penghargaan diri (Self Esteem) yang positif terhadap dirinya yang dapat menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu sangat berhargadan apa yang diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Apabila remaja tidak asertif justru tidak mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan keyakina n akan dirinya, karena mereka cenderung tidak mampu keluar dari masalah mereka dan di dalam dunia pendidikan a gar semua tujuan dapat tercapai, maka dari itu sebaiknya ada upaya peningkatan perilaku 20 asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dari perhitungan di dapatkan bahwa perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada pada tingkat sedang, agar dalam kehidupan sehari harinya maupun ketika di dalam perkuliahan dia bisa lebih aktif lagi, karena menurut Hasanah, Supriono, Herani, dan Les tari (2012) sikap dan perilaku asertif bagi mahasiswa sangatlah penting karena pertama, sikap perilaku asertif akan memudahkan remaja atau mahasiswa tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan secara efektif. Kedua, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan dinginkannya secara langsung dan terus terang maka para mahasiswa dapat menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan memilik i sikap asertif, maka para mahasiswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara lebih efektif. Keempat, asertifitas akan membantu para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentan lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya. Maka dari itu jika mahasiswa memiliki perilaku asertif yang baik akan sangat membantu dalam kehidupan sehari harinya baik di dalam keluarga, lingkungan, dan di dalam perkuliahan. Menurut Lazzarus (dlm Yasdiananda, 2013) bahwa pembentukan asertivitas tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat tinggal, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar. Pada saat lingkungan memberika n kesempatan bagi individu untuk memunculkan asertivitasnya, maka individu tersebut akan mampu mengembangkan asertivitasnya, maka dari itu perilaku asertif sendiri harus di kembangkan dengan lingkungan yang baik juga dan dari individu itu sendiri. Selain itu, dari perhitungan uji korelasi juga ditemukan bahwa harga diri memiliki sumbangan sebesar 36,24% terhadap munculnya perilaku asertif, maka sisanya yaitu 63,76%.penyebab munculnya perilaku asertif dapat disebabkan oleh faktor- faktor lain seperti faktor jenis kelamin, kebudayaan, tingkat pendidikan dan situasi situasi tertentu disekitarnya (Rathus & Nevid 1983). Faktor Jenis kelamin: wanita pada umumnya lebih sulit bertingkah laku asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki- laki. Wanita diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan pikiran dan perasaannya bila dibandingkan dengan laki- laki, artinya pengkondisian budaya 21 untuk wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit mengembangkan asertivitasnya. Faktor kebudayaan tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan perilaku masing- masing anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, status sosial seseorang. Untuk faktor tingkat pendidikan semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin luas wawasan berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. Untuk Situasi-situasi tertentu disekitarnya kondisi dan situasi dalam arti luas misalnya posisi kerja antara bawahan terhadap atasannya, ketakutan yang tidak perlu (takut dinilai kurang mampu), situasi-situasi seperti kekhawatiran mengganggu dalam keadaan konflik. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimplan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW 2. Harga diri yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai mean sebesar 103,39 yang termasuk dalam kategori tinggi 3. Perilaku asertif yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai mean sebesar 52,82 yang termasuk dalam kategori sedang Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya keterbasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Saran bagi Fakultas Psikologi UKSW Pihak fakultas mengupayakan pelatihan atau mengadakan seminar untuk meningkatkan harga diri mahasiswa agar mahasiswa bisa lebih mempunyai perilaku asertif yang baik di kelas maupun di luar kelas. 22 2. Saran bagi Dosen Fakultas Psikologi UKSW Para mahasiswa tentunya tidak lepas dari peran para Dosen ketika di kelas berlangsung, harga diri mahasiswa sendiri juga dapat dilatih ketika para dosen mengajar dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berpendapat dan bertanya tanpa menjatuhkan harga diri dari mahasiswa tersebut dengan begitu tentunya perilaku asertif dari mahasiswa itu sendiri akan dapat meningkat dengan sendirinya. 3. Saran bagi mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan disimpulkan, penelitian ini menghimbau kepada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW agar mampu meningkatkan lagi harga diri dengan tujuan bisa meningkatkan perilaku asertif baik dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari hari. 4. Saran bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini masih terbatas karena hanya meneliti hubungan antar harga diri dengan perilaku asertif. Dengan demikian masih ada variabel lain yang turut memberikan pengaruh pada perilaku asertif seseorang yang belum dijelaskan dan diteliti, maka dari itu direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan faktor faktor yang lain selain harga diri seperti jenis kelamin, kebudayaan, tingkat pendidikan dan situasi-situasi tertentu. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak hanya di fakultas dan universitas yang sama sehingga bila penelitian ini dilakukan pada subjek yang berbeda akan menambah kualitas penelitian tersebut. 23 Daftar Pustaka Abidin, Z. (2011). Pengaruh Pelatihan Resiliensi Terhadap Perilaku Asertif Pada Remaja. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://lppm.trunojoyo.ac.id/upload/penelitian/penerbitan_jurnal/04_Pamator%20v4% 20n2%20Okt%202011.pdf Alberti, R & Emmons, M. (2002). Your perfect right, hidup lebih bahagia dengan menggunakan hak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://papers.gunadarma.ac.id/index.php/psychology/article/download/230/209 Andarini, S., Susandari., & Rosiana, D. (2012). Hubungan Antara “Self Esteem” Dengan Derajat Stres Pada Siswa Akselerasi SDN Banjarsari 1 Bandung. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/229 Anindyajati, M., & Karima, M, C. (2004). Peran Harga Diri Terhadap Asertivitas Remaja Penyalahguna Narkoba (Penelitian Pada Remaja Penyalahguna Narkoba Di Tempat-Tempat Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba). Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=62957&val=4564 Baron, R.A., & Byrne, P., (1994). Social Psychology: Understanding Human Interaction. Boston: Allyn and Bacon Inc.Beliefs Tradisional & Liberal. Damayanti, S. E., & Purnamasari, A. (2011). Berpikir Positif dan Harga Diri Pada Wanita Yang Mengalami Masa Premenopause. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=124107 Fadlulloh, F, S. (2014). Hubungan Tingkat Ketergantungan Dalam Pemenuhan Aktifitas Kehidupan Sehari- hari (AKS) Dengan Harga Diri Penderitas Stroke Di Poliklinik Syaraf RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto. Skripsi. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/Siti%20Fathimah%20Fadlulloh_G1 D010051.pdf Hapsari, M, R. (2007). Sumbangan Perilaku Asertif Terhadap Harga Diri Pada Karyawan. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/276 Hasanah, N., Supriyono, Y., Herani, I,. & Lestari, S. (2012). Peningkatan Kepercayaan Diri Mahasiswa Melalui Pelatihan Asertifitas. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://interaktif.ub.ac.id/index.php/interaktif/article/view/115/114 24 Hendriyanto., B., Sriati, A., & Fitria, N. (2013). Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Angkatan 2011 . Hidayat, K. (2013). Pengaruh Harga Diri dan Penalaran Moral Terhadap Perilaku Seksual Remaja Berpacaran Di SMK Negeri 5 Samarinda. Diakses pada tanggal 24 agustus 2014.http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/04/Journal-Khafri%20Hidayat%20(04-10-13-05-30-16).doc Husetiya, Y.(2010). Hubungan Asertivitas Dengan Prokastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://eprints.undip.ac.id/24780/ Ismail. (2005). Harga Diri dan Aktualisasi Diri dengan Partisipasi Mahasiswa Dalam Gerakan Sosial. Jurnal.(Vol 1 No 1 Desember 2005). Diakses pada tanggal 21 agustus 2014. http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/602/361 Jay, R. (2007). How To Manage Your Boss (Bagaimana Menyikapi Bos Anda) Membangun Kerja Yang Sempurna. Alih bahasa: Sigit Purwanto. Jakarta: Erlangga. Jeffrey, S., & Nevid. (2009). Psychology and the Challenges of Life 11th EditionSpencer A. Rathus, Psychology Concepts And Connections Tenth Edition. Marini, L., & Andriani, E. (2005). Perbedaan Asertivitas Remaja ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Psikologia. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15714/1/psi-des2005%20%281%29.pdf Mayasari, F., & Hadjam, R, N, M. (2000). Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Diakses Pada Tanggal 22 agustus 2014. http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/138/129 Ningsih, S, W., & Kusmayadi, D. (2008). Hubungan Antara Minat Berorganisasi Dengan Asertifitas Pada Mahasiswa. Diakses Pada tanggal 22 agustus 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=94975&val=1228 Nurmalasari, Y. (2007). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diri Pada Remaja Penderita Penyakit Lupus. Skripsi. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10502263-skripsi_fpsi.pdf Rakos, R, F. (1991). Assertive Behaviour Theory, Recearch, and Training. New York Roultladge, Chapman & Hall Inc. Rathus, S.A. dan Nevid, J.S. (1983). Adjustment and Growth: The Challenges of Life (2nd ed). New York: CBS College Publising. 25 Rosita, H. (2007) . Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa. Diakses pada tanggal 20 agustus 2014. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Artikel_1050 2099.pdf Santrock, J. W. (1998). Adolescence. Ed 7. Boston: McGraw Hill, Inc. Sert, G, A. (2003). The Effect Of An Assertiveness Training On The Assertiveness And Self Esteem Level Of 5th Grade Children.Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://etd.lib.metu.edu.tr/upload/1217686/index.pdf Subowo, E., & Martiarini, N. (2009). Hubungan Antara Harga Diri Remaja Dengan Motivasi Berprestasi Pada Siswa SMK Yosonegoro Magetan. Diakses pada tanggal 21 agustus 2014. http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=64064&idc=45 Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafindo. Sulistyani, E. (2012). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Harga Diri Pada Siswa Kelas XF Jurusan Penjualan SMK PGRI 2 Salatiga. Diakses pada tanggal 21 agustus 2014. http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/1796/1/T1_132007077_Judul.pdf Tagela, U. (2013). Perbedaan Perilaku Asertif Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Kelas II Semester II Tahun Ajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang, diakses pada tanggal 22 agustus 2014. .http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/3229/5/LAPPEN_Umbu%20T agela_%20Perbedaan%20Perilaku%20Asertif%20Remaja_Bab%20IV.pdf Timorora, S. P., Hartanti, S., & Fauziah, N. (2012). Hubungan Antara Self Esteem Dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa Tahun Pertama SMA Krista Mitra Semarang. Diakses pada tanggal 23 agustus 2014. http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=75038 Tjalla, A., & Novianti, C, M. (2012). Perilaku Asertif Pada Remaja Awal. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_1050 3107.pdf Wulan, D. K. (1997). Perbandingan Harga Diri Suami yang Memiliki Sex Role Yasdiananda, W. E. (2013). Hubungan Antara Sef Esteem dengan Asertivitas Pada Siswa Kelas X SMAN 5 Merangin. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014. http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/602/361