Hubungan Harga Diri dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa

advertisement
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU
ASERTIF PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW
OLEH
GUSTAF FIRDAUS
80 2009 051
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU
ASERTIF PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI UKSW
Gustaf Firdaus
Berta E.A. Prasetya., M.A
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
vi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan perilaku asertif
pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dalam penelitian ini harga diri sebagai variabel
bebas dan perilaku asertif
sebagai variabel tergantung. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah adanya hubungan yang positif antara harga diri dengan perilaku asertif
pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa
angkatan aktif Fakultas Psikologi yaitu 2011, 2012, 2013 dan 2014, dalam pelaksanaan
penelitian subjek mengambil subjek sebanyak 100 subjek. Berdasarkan hasil perhitungan uji
korelasi product moment-pearson didapatkan hubungan sebesar 0,602 dengan sig 0,000 (p <
0,05) hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara
harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dalam
penelitian ini dimana harga diri memiliki sumbangan sebesar 36,24% terhadap munculnya
perilaku asertif yang sisanya adalah faktor lain.
Kata kunci : Harga Diri,Perilaku Asertif, Mahasiswa
vii
Abstract
This quantitative study aimed to investigate the relationship between self-esteem and
assertive behavior in students of the Faculty of Psychology. As for the self-esteem acts as the
independent variable while assertive behavior as a dependent variable. The hypothesis of this
study is that there is a positive relationship between self-esteem and assertive behavior in
students of the Faculty of Psychology. Subjects in this study were 100 active students of the
Faculty of Psychology, which are students from class of 2011, 2012, 2013 and 2014. Based
on the results of test product moment-Pearson, there is a correlation of 0.602 with sig 0.000
(p <0.05). It indicates a significant positive correlation between self-esteem and assertive
behavior in students of the Faculty of Psychology. this study, self-esteem contributed by
36.24% on the emergence of assertive behavior, while the rest are from other factors.
Keywords : Self-esteem, Assertive Behaviour, Students
1
Pendahuluan
Mahasiswa berada di tingkat akhir dalam dunia pendidikan dimana diharapkan
memunculkan calon–calon SDM yang bermutu dan berkualitas, calon kompetitor yang
akan menghadapi tingkat persaingan yang tinggi nantinya, oleh karena itu mahasiswa
dituntut untuk lebih aktif dalam dunia perkuliahan. Ketika duduk di bangku perkuliahan.
Individu harus bisa lebih mandiri dalam pembelajaran, dan salah satu bentuk kemandirian
dari mahasiswa itu sendiri adalah perilaku asertif. Menurut Jay (2007), asertivitas
merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur, tidak
menyakiti orang lain dan menyakiti diri sendiri serta kita mendapatkan apa yang kita
inginkan. Pengertian lain juga dinyatakan oleh Alberti dan Emmons (2002) bahwa perilaku
yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan
kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa
kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan
nyaman, untuk menerapkan hak- hak pribadi kita tanpa menyangkal hak- hak orang lain.
Menurut Rosita (2007) jika mahasiswa berperilaku asertif, maka bisa menyatakan
kebutuhan secara jujur, langsung, dan berusaha menghargai hak pribadi dan orang lain.
Penelitian Husetya (2010) menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki asertifitas
cenderung dapat bekerja sama dan dapat berkembang untuk mencapai tujuan yang lebih
baik, tingkat sensivitas yang dimiliki cukup tinggi, sehingga dapat membaca situasi yang
terjadi di sekelilingnya dan memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan
aktifitasnya secara strategis, terarah dan terkendali.
Menurut Hasanah, Supriono, Herani, dan Lestari (2012) perilaku asertif bagi mahasiswa
sangatlah penting karena beberapa alasan sebagai berikut : pertama, sikap perilaku asertif
akan memudahkan remaja atau mahasiswa tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan
dengan lingkungan secara efektif. Kedua, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa
yang dirasakan dan dinginkannya secara langsung dan terus tera ng maka para mahasiswa
dapat menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan
menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan memiliki sikap asertif, maka
para mahasiswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai
kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara lebih efektif. Keempat, asertifitas
2
akan membantu para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas
wawasannya tentan lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak
diketahuinya. Menurut Marini dan Andriani (2005) menambahkan bahwa salah satu
penyebab remaja terjerumus pada seks bebas adalah kepribadian yang lemah. Adapun ciri
kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan terhadap tekanan dan tegangan
rendah, harga diri yang rendah, kurang bisa mengekspresikan diri, menerima umpan balik,
menyampaikan kritik, menghargau hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi
dan agresi serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik. Ciri dari
kepribadian yang lemah ini berhubungan dengan ketidak mampuan remaja untuk bersikap
asertif.
Kasus-kasus yang berhubungan dengan asertifitas juga sering dijumpai dalam dunia
pendidikan Indonesia. Faktor penghambat proses pembelajaran di kelas adalah ket idak
percayaan diri siswa dalam menyampaikan pendapat atau bahkan mengajukan pertanyaan,
yang pada akhirnya siswa lebih memilih diam dari pada membuka dialog dengan guru atau
teman-temannya. Mahasiswa yang mempunyai hambatan untuk menyatakan pendapat,
mahasiswa tersebut menjadi pasif, baik dalam perkuliahan maupun di dalam pergaulan
sehari hari. (Ningsih dan Kusmayadi 2008). Mahasiswa yang tidak tegas atau takut
menolak teman yang ingin mencontek, biasanya mahasiswa yang mengalami situasi
tersebut merasa takut, malu atau sungkan mengemukakan keinginan atau pendapatnya
secara terbuka, tidak percaya diri, takut dijauhi, dan disepelekan oleh teman-teman (Rosita,
2007). Karena itu, remaja juga diharapkan dapat memiliki Asertivitas dari proses belajar
dilingkungan barunya. Menurut Widjaja dan Wulan (dlm Marini & Andriani ,2005) Remaja
perlu juga berperilaku asertif agar dapat mengurangi stres ataupun konflik yang dialami
sehingga tidak melarikan diri ke hal- hal negatif.
Asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan
terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan
hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk
tekanan yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu
kelompok.. Menurut Rathus (dalam Rosita, 2007) munculya asertivitas pada remaja karena
adanya penghargaan diri yang positif (Self Esteem) yang positif terhadap dirinya yang dapat
3
menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu sangat berhargadan apa yang
diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang
dimilikinya apabila remaja tidak asertif justru tidak mampu mengungkapkan pikiran,
perasaan dan keyakinan akan dirinya karena mereka c enderung tidak mampu keluar dari
masalah mereka dan di dalam dunia pendidikan agar semua tujuan dapat tercapai. Harga
diri itu sering disebut sebagai self-esteem dan terdapat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi asertivitas yaitu: jenis kelamin, harga diri (Self-esteem), kebudayaan, tingkat
pendidikan, tipe kepribadian dan situasi tertentu lingkungan sekitar Rathus & Nevid (dalam
Anindyajati & Karima, 2004).
Harga diri (Self-esteem) merupakan evaluasi individu tentang dirinya sendiri secara
positif atau negatif. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya
sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya, penilaian
tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya
sendiri apa adanya (Santrock, 1998). Hal senada juga diungkapkan oleh Baron dan Byrne
(1994) yang mendefinisikan harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat
individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain yang menjadi
seimbang, sementara menurut Frey dan Carlock (dlm Anindyajati dan Karima, 2004) harga
diri merupakan penilaian baik itu penilaian positif, negatif, netral, maupun ambigu terhadap
diri sendiri. Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012) menyebutkan
bahwa Self Esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang
dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya
kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan
Melalui hasil wawancara tidak terstruktur dengan tiga mahasiswa UKSW Fakultas
Psikologi, mengatakan ketika didalam perkuliahan sering terjadi mahasiswa yang kurang
dalam hal bertanya ketika diadakan sesi tanya jawab yang berlangsung di tengah
perkuliahan, banyak mahasiswa yang kurang asertif dan lebih banyak memilih berdiam diri.
Narasumber yang saya wawancarai juga mengakui bahwa dia sendiri kurang dalam hal
ingin bertanya ketika sedang mengikuti perkuliahan dan memilih memendam apa yang
sebenarnya ingin dia sampaikan di kehidupan sehari harinya juga dia tidak mempunyai rasa
ingin bertanya karena narasumber hanya berdiam ketika melihat temannya terlihat sedang
4
mendapat masalah, tetapi narasumber hanya berdiam saja, dan dari mahasiswa yang lain
ketika saya wawancara dia juga kurang asertif di dalam perkuliahan dan hanya memilih
berdiam diri saja karena dia berfikiran pasti akan ada yang akan bertanya sehingga
mahasiswa tersebut berfikir bahwa tidak perlu untuk bertanya, namun narasumber yang lain
mengatakan bahwa mahasiwa tersebut lebih ingin tau, namun pada mahasiswa lain
mengatakan hal yang bertolak belakang bahwa di dalam perkuliahan mahasiswa tersebut
kurang dalam hal bertanya ketika di dalam kelas namun pada kenyataannya mahasiswa
tersebut memiliki harga diri yang tinggi hal itu ditunjukan dengan prestasi belajar yang
baik.
Pada penelitian (Yasdiananda, 2013) mendapatkan hasil adanya hubungan positif
antara Self Esteem dengan Asertivitas. Penelitian Rosita (2007) mendapatkan hasil adanya
hubungan positif, sedangkan menurut (Anindyajati dan Karima, 2004) terdapat hubungan
antara harga diri dengan Asertifitas. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah
dilakukan menunjukan hasil yang positif antara harga diri (self-esteem) dengan perilaku
asertif sedangkan dari hasil wawancara tidak dapat menunjukan apakah ada hubungan
antara harga diri dengan asertif. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
tentang hubungan harga diri (self-esteem) dengan perilaku asertif pada mahasiswa fakultas
psikologi uksw.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan
perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW.
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Asertif
Menurut Sumintarja (dlm Tagela, 2013) kata asertif berasal dari bahasa Inggris
assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya
atau pendapatnya. Perilaku asertif adalah perilaku yang menampilkan keberanian untuk
5
secara jujur dalam menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, tanpa
menyakiti orang lain.
Willis & Daisley (dalam Marini & Andriani, 2005) menyebutkan bahwa asertif
sebagai bentuk perilaku dan bukan merupakan sifat kepribadian seseorang yang dibawa
sejak lahir, sehingga dapat dipelajari meskipun pola kebiasaan seseorang mempengaruhi
proses pembelajaran tersebut.
“Assertive behavior involves the expression of one’s genuine feelings, standing up for
one’s legitimate rights, and refusing unreasonable requests. It means resisting undue social
infl uences, disobeying arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary
group standards”. (Rathus, 2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku
yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka me nyatakan kebutuhan,
perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak
permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur
otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Menurut Rimm & Master (dalam Rakos, 1991) asertif berarti perilaku jujur dan
cenderung mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan terus terang, dapat diterima
secara sosial di mana perasaan dan kesejahteraan orang lain diperhitungkan.
Menurut Rini (dlm Rosita, 2007) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain
namun tetap menjaga dan menghargai hak- hak serta perasaan orang lain. Dalam bersikap
asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur dalam mengekspresikan
perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk
memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya
Alberti dan Emmons (dalam Abidin, 2011) menyatakan bahwa perilaku asertif dapat
mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan individu untuk
bertindak menurut kepentingannya sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan
yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman serta
untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkali hak- hak orang lain.
Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pengertian dari Rathus. Asertif adalah
tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan
6
kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi,
serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang
dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok..
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pe rilaku Asertif
Menurut Rathus & Nevid (1983) mengklasifikasikan beberapa faktor yang dapat
memengaruhi perilaku asertif yaitu:
a. Jenis kelamin: wanita pada umumnya lebih sulit bertingkah laku asertif seperti
mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki- laki. Wanita
diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan pikiran dan
perasaannya bila dibandingkan dengan laki- laki, artinya pengkondisian budaya
untuk wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit mengembangkan
asertivitasnya.
b. Harga diri: harga diri seseorang turut mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki
harga diri yang tinggi, memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga ia
mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya tanpa merugikan dirinya
maupun orang lain.
c. Kebudayaan: tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan perilaku
masing- masing anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, status
sosial seseorang.
d. Tingkat pendidikan: semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin
luas wawasan berpikirnya sehingga kemampuan untuk mengembangkan diri
lebih terbuka.
e. Situasi-situasi tertentu disekitarnya : kondisi dan situasi dalam arti luas
misalnya posisi kerja antara bawahan terhadap atasannya, ketakutan yang tidak
perlu (takut dinilai kurang mampu), situasi-situasi seperti kekhawatiran
mengganggu dalam keadaan konflik.
7
Aspek Dari Asertif
Sementara itu Rathus & Nevid (1983) mengemukakan 10 aspek dari asertivitas
yaitu:
1. Bicara asertif, Tingkah laku ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu rectifying
statement (mengemukakan hak-hak dan berusaha mencapai tujuan tertentu
dalam suatu situasi) dan commendatory statement (memberikan pujian untuk
menghargai orang lain dan memberi umpan balik positif).
2. Kemampuan mengungkapkan perasaan Mengungkapkan perasaan kepada
orang lain dan pengungkapan perasaan ini dengan suatu tingkat spontanitas
yang tidak berlebihan.
3. Menyapa atau memberi salam kepada orang lain. Menyapa atau memberi
salam kepada orang-orang yang ingin ditemui, termasuk orang baru dikenal
dan membuat suatu pembicaraan.
4. Ketidak sepakatan menampilkan cara yang efektif dan jujur untuk
menyatakan rasa tidak setuju.
5. Menanyakan alasan Menanyakan alasannya bila diminta untuk melakukan
sesuatu, tetapi tidak langsung menyanggupi atau menolak begitu saja.
6. Berbicara mengenai diri sendiri Membicarakan diri sendiri mengenai
pengalaman-pengalaman dengan cara yang menarik, dan merasa yakin bahwa
orang akan lebih berespon terhadap perilakunya daripada menunjukkan
perilaku menjauh atau menarik diri.
7. Menghargai pujian dari orang lain Menghargai pujian dari orang lain dengan
cara yang sesuai.
8. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat.
Mengakhiri percakapan yang bertele tele dengan orang yang memaksakan
pendapatnya.
9. Menatap lawan bicara. Ketika berbicara atau diajak bicara, menatap lawan
bicaranya.
10. Respon melawan rasa takut. Menampilkan perilaku yang biasanya melawan
rasa cemas, biasanya kecemasan sosia
8
Harga Diri
Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana, 2012) menyebutkan bahwa Self
Esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya
terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan
Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan, sedangkan
menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri adalah penilaian seseorang terhadap
dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya.
Menurut Townsend (dalam Fadlulloh, 2014) Harga diri mengacu pada tingkat
perhatian atau penghormatan yang dimiliki setiap individu terhadap diri mereka sendiri dan
merupakan suatu ukuran hasil penilaian terhadap kemampuan atas keberadaan mereka.
Menurut Chaney (dalam Fadlulloh, 2014) harga diri berkaitan dengan evaluasi individu
terhadap keefektifan tentang kompetensi seseorang dalam melakukan berbagai tugas di
sekolah atau tempat kerja, di dalam keluarga, dan dalam lingkungan social.
Khera (dalam Nurmalasari, 2007) menyebutkan beberapa manfaat dari harga diri
yang tinggi, yaitu membentuk pendirian yang kuat, membangkitkan kemauan untuk
menerima tanggung jawab, membentuk sikap optimistik, meningkatkan hubungan dan
hidup lebih berarti, membuat seseorang lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan
mengembangkan sikap saling mengasihi, memotivasi diri dan berambisi, membuat
seseorang bersikap terbuka terhadap peluang dan tantangan baru, memperbaiki kinerja dan
meningkatkan kemampuan mengambil resiko, membantu seseorang dalam memberi dan
menerima kritik dan penghargaan dengan bijaksana dan mudah.
Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pengertian dari Coopersmith (dalam
Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012) menyebutkan bahwa Self esteem merupakan
evaluasi yang dibuta individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap
menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap
kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Penelitian Cohen (dlm Hapsari,
2007) menemukan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung lebih
percaya diri dalam hidupnya dibandingkan orang yang mempunyai harga diri yang rendah,
Master dan Johnson (dalam Ismail, 2005:13) mengatakan harga diri berpengaruh terhadap
9
sikap seseorang terhadap statusnya sebagai remaja. Seseorang remaja yang memiliki harga
diri yang positif, maka dia tidak akan terbawa godaan yang banyak ditawarkan oleh
lingkungan dan dapat mengutarakan serta mengambil sikap apa yang sebenarnya ingin
dilakukan, yang pada akhirnya akan menghindari perilaku-perilaku negatif.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Harga diri
Faktor faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Coopersmith (dlm Sulistyani, 2012)
1. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang
pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam
hidup individu.
2. Pola asuh
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak anaknya yang
meliputi cara orang tua memberikan aturan aturan, hadiah maupun hukuman, cara
orang tua menunjukan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatiannya
serta tanggapan terhadap anaknya.
3. Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungannya yang
baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar sehingga
menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya.
4. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk
memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh
pada kebutuhan hidup sehari hari.
10
Aspek Aspek Self Esteem
Aspek Aspek harga diri menurut Coopersmith (dalam Subowo & Martiarini, 2009)
adalah:
1. Proses Belajar. Proses belajar merupakan istilah yang digunakan oleh
coopersmith untuk menggambarkan bagaimana individ menilai keadaan
dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang diamatinya.
2. Penghargaan. Harga diri mempunyai hubungan dengan bagaimana cora dasar
remaja dalam menghadapi lingkungan.
3. Penerimaan. Keluarga merupaka tempat sosialisasi pertama bagi anak
penerimaan
keluarga
yang
positif
akan
sangat
berpengaruh
pada
perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak dan cara orang tua
memperlakukan anak sangat mempengaruhi pembentukan harga diri
4. Interaksi dengan Lingkungan. Remaja dengan harga diri yang tinggu memiliki
sejumlah karakteristik kepribadian yang dapat mengarah pada kemandirian
sosial dan kreativitas yang tinggi.
Hubungan antara Harga Diri dengan Perilaku Asertif
Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Hendriyanto, Sriati dan Firtria, 2013)
adalah merupakan insan- insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan
tinggi, dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual yang berkualitas dan
berguna di lingkungan masyarakat. Sebagai mahasiswa, seorang individu akan dituntut
untuk bisa menjadi lebih mandiri, lebih inisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam
berpikir dan berperilaku. Kemandirian, inisiatif, kedewasaan serta kematangan dalam
berpikir dan berperilaku dapat dicapai jika individu tersebut bisa berinteraksi secara baik
dengan lingkungannya. Untuk menciptakan interaksi yang baik dan harmonis diperlukan
sikap asertif (Rosita, 2007).
Rathus & Nevid (dalam Anindyajati & Karima, 2004) mengatakan bahwa perilaku
asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka
menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak
11
pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan
yang datang dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Rathus & Nevid mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku asertif
ialah harga diri.
Harga diri menurut Coopersmith (dlm Andarini, Susandari, dan Rosiana 2012)
menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan evaluasi individu dan kebiasaan memandang
dirinya terutama mengenai sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya
kepercayaan Individu terhadap kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan,
sedangkan menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri adalah penilaian seseorang
terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya.
Cohen (dalam Hapsari, 2006) menemukan bahwa seorang yang memiliki Self Esteem yang
tinggi cenderung lebih percaya diri dalam hidupnya dibandingkan orang yang mempunyai
Self Esteem yang rendah.
Menurut Rathus (dlm Yasdiananda, 2013) munculnya asertivitas pada remaja karena
adanya penghargaan diri (Self Esteem) yang positif terhadap dirinya yang dapat
menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan itu sangat berharga dan apa yang
diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan yang
dimilikinya apabila remaja tidak asertif justru tidak mampu mengungkapkan pikiran,
perasaan dan keyakinan akan dirinya karena mereka cenderung tidak mampu keluar dari
masalah mereka. Dalam dunia pendidikan agar semua tujuan dapat tercapai maka salah satu
hal yang sangat perlu di kembangkan terkait dengan Self Esteem yang tinggi adalah
asertivitas.
Di dalam dunia pendidikan remaja yang tidak tegas atau takut menolak teman yang
ingin mencontek biasanya siswa yang mengalami situasi tersebut merasa takut, malu atau
sungkan mengemukakakn keinginan atau pedapatnya secara terbuka, tidak percaya diri,
takut dijauhi, dan disepelekan oleh teman teman (Rosita, 2007).
12
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif
harga diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana. Artinya, semakin semakin tinggi harga diri yang dimiliki mahasiswa, maka
semakin tinggi perilaku asertif mahasiswa, dan sebaliknya semakin rendah harga diri yang
dimiliki mahasiswa, maka semakin rendah perilaku asertif mahasiswa.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitan ini merupakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional.
Variable dependent pada penelitian ini adalah Perilaku Asertif, sedangkan variabel
independent pada penelitian ini adalah Harga diri.
Populasi dan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Fakultas Psikologi UKSW
yang terdiri dari 4 angkatan aktif mulai dari angkatan 2011-2014. Angkatan 2011
berjumlah 136, angkatan 2012 berjumlah 134, angkatan 2013 berjumlah 177, dan angkatan
2014 berjumlah 219. Jika di total dari semua angkatan aktif berjumlah 666 mahasiswa.
Pengambilan sampel mengacu pada rumus yang digunakan dalam penarikan sampel agar
representatif dan hasilnya dapat digeneralisasi.untuk memenuhi persyaratan tersebut
penulis menggunakan rumus Yamane (dalan Sukandarrumidi, 2006) Yaitu :
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d= presisi
Setelah di lakukan perhitungan menggunakan rumus di atas dari masing masing
angkatan aktif mulai dari angkatan 2011, 2012, 2013 dan 2014 peneliti mendapatkan hasil
13
standart sebanyak 87 subjek yang harus di ambil tetapi dalam pelaksanaan peneliti
mengambil subjek sebanyak 100 subjek.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan peneliti dalam pengambilan sampel adalah Nonprobality
Sampling. Dalam Nonprobality Sampling kemungkinan sesuatu untuk terpilih menjadi
anggota sampel tidak diketahui, cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Accidental sampling (pengambilan sampel secara kebetulan) dapat disebut pula sebagai
Convenience Sampling yaitu anggota sampel yang didapatkan tidak direncanakan terlebih
dahulu tetapi didapatkan/dijumpai secara tiba tiba. Sampel yang akan di ambil peneliti
adalah 100 sampel yang di bagi menjadi 4 dikarenakan peneliti mengambil sampel dari 4
angkatan
mahasiswa aktif
yang
terdiri 40
sampel angkatan 2014
sedangkan
2013,2012,2011 sebanyak 20 sampel.
Untuk pengumpulan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan 2 skala:
1. Skala Asertif
Peneliti menggunakan skala Self Assessment milik Rathus yaitu The Rathus
Assertivness Schedule yang peneliti gunakan untuk mengukur perilaku asertif,perilaku
asertif sendiri menurut rathus adalah “Assertive behavior involves the expression of
one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate rights, and refusing
unreasonable requests. It means resisting undue social infl uences, disobeying arbitrary
authority figures, and resisting conformity to arbitrary group standards”. (Rathus,
2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku yang menampilkan
keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan
pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak
permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur
otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok, Skala perilaku Asertif
yang kemudian diadaptasi oleh peneliti. Pada skala perilaku Asertif item yang ada
berjumlah 30 item, dalam penelitian ini Self Assessment akan adaptasi dan di dalam
14
bahasa Indonesia, di dalam skala ini terdapat 11 item favourable dan 19 item
Unfavourable yang jika di total berjumlah 30 item. Uji coba pada penelitian ini
menggunakan tryout terpakai. Melalui uji daya beda item yang sudah dilakukan,
muncul item item yang gugur atau tidak layak untuk di gunakan karena item tidak
mencapai 0,25. Pada skala perilaku asertif terdapat 9 item yang tidak memenuhi
standart minimal setelah dilakukan 2 putaran pengujian, sehingga total item yang layak
digunakan berjumlah 21 item dan didapatkan hasil reliabilitas Alpha Cronbach 0,835
yang artinya Self Assessment memiliki reliabilitas yang tinggi (Sugiyono, 2010)
2. Skala Harga Diri
Untuk mengukur harga diri peneliti menggunakan Self-Esteem Iventory milik
Coopersmith (1987) menurut Coopersmith Self-Esteem harga diri sendiri adalah
evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai
sikap menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap
kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Self-Esteem Iventory
kemudian adaptasi oleh peneleti, dalam skala Self-Esteem Iventory terdapat 58 item,
Untuk kepentingan penelitian peneliti akan me ngadaptasi Self-Esteem Iventory dan
akan menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia, di dalam skala ini terdapat 28 item
favourable dan 30 item Unfavourable yang jika di jumlah terdapat 58 item. Setelah
dilakukan uji beda item untuk skala harga diri di lakukan uji beda item sebanyak 2
putaran dan mendapatkan hasil 22 item yang tidak memenuhi standart minimal
sehingga item yang layak digunakan sebanyak 36 item dan mendapatkan hasil
reliabilitas Alpha Cronbach 0,902 yang artinya reabilitas Self-Esteem Iventory
sempurna (Sugiyono, 2010).
15
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Dari hasil penghitungan melalui Kolmogorov-Smirnov SPSS 16.00, di dapatkan
bahwa koefisien K-S-Z Perilaku Asertif 0,259 (p>0,05) sedangkan koefisien K-S-Z Harga
diri 0,809 (p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel dapat dikatakan
berdistribusi normal.
Tabel 1
Variabel Harga Diri dengan Perilaku Asertif
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Asertif
N
HargaDiri
100
100
Mean
52.82
103.39
Std. Deviation
8.056
12.282
Absolute
.101
.064
Positive
.101
.064
Negative
-.085
-.060
Kolmogorov-Smirnov Z
1.011
.639
Asymp. Sig. (2-tailed)
.259
.809
Normal Parameters a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel memiliki hubungan
secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang dilakukan dengan
menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda 1,401 dan nilai
signifikansi sebesar 0,12 (p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan
Perilaku Asertif dengan Harga Diri menunjukkan garis yang sejajar atau linear
16
Tabel 2
ANOVA Table
Mean
Sum of Squares
Asertif *
Between
HargaDiri
Groups
df
Square
F
Sig.
(Combined)
4255.470
39
109.115
3.018
.000
Linearity
2330.971
1
2330.971
64.472
.000
1924.498
38
50.645
1.401
.120
Within Groups
2169.290
60
36.155
Total
6424.760
99
Deviation from
Linearity
Analisis Deskriptif
Perilaku Asertif
Tabel 3
Hasil analisis deskriptif
skor Perilaku Asertif
No
Interval
1.
71,4 ≤ x ≤ 84
2.
3.
4.
5.
58,8 ≤ x < 7 ,4
46, ≤ x < 58,8
33,6 ≤ x < 46,
≤ x < 33,6
Kateg ori
Frekuensi
Persentase
Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah
2
0,02%
19
64
14
1
0,19%
0,64%
0,14%
0,01%
Mean
Standar
Devi asi
52,82
8,05
Data di atas menunjukkan tingkat perilaku asertif dari 100 subjek yang berbedabeda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati
prosentase sebesar 0,01% dengan frekuensi 1 mahasiswa, kategori rendah 0,14% dengan
frekuensi 14 mahasiswa, kategori sedang 0,64% dengan frekuensi 64 mahasiswa, kategori
tinggi sebesar 0,19 % dengan frekuensi 19 mahasiswa, dan kategori sangat tinggi sebesar
0,02% dengan frekuensi 2 mahasiswa. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 52,82
17
dengan standar deviasi sebesar 8,05.Maka secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku
asertif pada mahasiswa berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Fakultas Psikologi
UKSW ini berada pada tingkat yang sedang.
Tabel 4
Hasil Analisis Deskriptif
skor harga diri
No
1.
2.
3.
4.
5.
Interval
122,4 ≤ x ≤ 144
00,8 ≤ x <
,4
79, ≤ x < 00,8
57,6 ≤ x < 79,
36 ≤ x < 57,6
Kateg ori
Frekuen
si
Persentase
Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah
5
0,05%
54
39
2
0
0,54%
0,39%
0,02%
0%
Mean
Standar
Devi asi
103,39
12,28
Data di atas menunjukkan tingkat harga diridari 100 subjek yang berbeda-beda,
mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati
prosentase sebesar 0% dengan frekuensi 0 mahasiswa ,kategori rendah 0,02% dengan
frekuensi 2 mahasiswa,kategori sedang 0,39% dengan frekuensi 39 mahasiswa, kategori
tinggi sebesar 0,54 % dengan frekuensi 54 mahasiswa, dan kategori sangat tinggi sebesar
0,05% dengan frekuensi 5 mahasiswa. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 103,39
dengan standar deviasi sebesar 12,28.Maka secara umum dapat dikatakan bahwa harga diri
pada mahasiswa berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Fakultas Psikologi UKSW ini
berada pada tingkat yang tinggi
18
Uji korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan
bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar 0,602 dengan sig. = 0,000 (p < 0,05).
Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara harga
diri dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Nilai
koefisiensi determinasi (r2 ) pada penelitian ini adalah 36,24%, dimana hasil tersebut
menunjukkan bahwa pola harga diri memiliki sumbangan sebesar 36,24% terhadap
munculnya perilaku asertif.
Correlations
Asertif
Asertif
Pearson Correlation
HargaDiri
1
Sig. (2-tailed)
N
HargaDiri
Pearson Correlation
.602 **
.000
100
100
.602 **
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
100
100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pembahasan
Dari hasil perhitungan uji korelasi antara harga diri dengan perilaku asertif,
didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara kedua variabel tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi harga diri yang
dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW maka akan semakin tinggi pula
perilaku asertif yang dimilikinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah harga diri yang
dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Psikologi maka akan semakin rendah juga perilaku asert if
yang akan dimilikinya. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil yang sesuai dengan
perkiraan pada awal penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini menerima Hi dan H0
ditolak, sehingga terbukti ada korelasi positif signifikan yang berarti semakin tinggi harga
19
diri maka semakin tinggi perilaku asertif mahasiswa, begitu juga sebaliknya semakin
rendah harga diri yang dimiliki mahasiswa, maka semakin rendah perilaku asertif
mahasiswa. Dari hal ini berarti menjawab bahwa harga diri mempunyai hubunga n yang
signifikan dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasdiananda (2013) yang mendapatkan hasil
ada hubungan positif antara Self Esteem dengan Asertivitas. Pada Penelitian (Rosita ,2007)
juga mendapatkan hasil ada hubungan positif, sedangkan menurut (Anindyajati dan
Karima, 2004) terdapat hubungan antara harga diri dengan Asertifitas. Dari penelitian ini
mendapatkan hasil seperti penelitan penelitian sebelumnya yaitu ada hubungan yang positif
antara harga diri dengan perilaku asertif.
Definisi perilaku asertif sendiri menurut rathus adalah “Assertive behavior involves
the expression of one’s genuine feelings, standing up for one’s legitimate rights, and
refusing unreasonable requests. It means resisting undue social infl uences, disobeying
arbitrary authority figures, and resisting conformity to arbitrary group standards”.
(Rathus, 2009) berdasarkan pengertian di atas asertif adalah tingkah laku yang
menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan
dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak
permintaan-permintaan yang tidak masuk akal termasuk tekanan yang datang dari figur
otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Menurut Coopersmith (dlm
Andarini, Susandari, dan Rosiana, 2012) menyebutkan bahwa Self Esteem merupakan
evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap
menerima dan menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan Individu terhadap
kemampuannya, keberartian kesuksesan dan keberhargaan. Menurut Rathus (dlm Rosita,
2008) munculya asertivitas pada remaja disebabkan adanya penghargaan diri (Self Esteem)
yang positif terhadap dirinya yang dapat menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang
dilakukan itu sangat berhargadan apa yang diharapkan oleh remaja dapat dipenuhi dengan
cara mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Apabila remaja tidak asertif justru
tidak mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan keyakina n akan dirinya, karena mereka
cenderung tidak mampu keluar dari masalah mereka dan di dalam dunia pendidikan a gar
semua tujuan dapat tercapai, maka dari itu sebaiknya ada upaya peningkatan perilaku
20
asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dari perhitungan di dapatkan bahwa
perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada pada tingkat sedang,
agar dalam kehidupan sehari harinya maupun ketika di dalam perkuliahan dia bisa lebih
aktif lagi, karena menurut Hasanah, Supriono, Herani, dan Les tari (2012) sikap dan
perilaku asertif bagi mahasiswa sangatlah penting karena pertama, sikap perilaku asertif
akan memudahkan remaja atau mahasiswa tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan
dengan lingkungan secara efektif. Kedua, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa
yang dirasakan dan dinginkannya secara langsung dan terus terang maka para mahasiswa
dapat menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan
menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan memilik i sikap asertif, maka
para mahasiswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai
kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara lebih efektif. Keempat, asertifitas
akan membantu para mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas
wawasannya tentan lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak
diketahuinya. Maka dari itu jika mahasiswa memiliki perilaku asertif yang baik akan sangat
membantu dalam kehidupan sehari harinya baik di dalam keluarga, lingkungan, dan di
dalam perkuliahan. Menurut Lazzarus (dlm Yasdiananda, 2013) bahwa pembentukan
asertivitas tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat tinggal, baik itu lingkungan
keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar. Pada saat lingkungan memberika n
kesempatan bagi individu untuk memunculkan asertivitasnya, maka individu tersebut akan
mampu mengembangkan asertivitasnya, maka dari itu perilaku asertif sendiri harus di
kembangkan dengan lingkungan yang baik juga dan dari individu itu sendiri.
Selain itu, dari perhitungan uji korelasi juga ditemukan bahwa harga diri memiliki
sumbangan sebesar 36,24% terhadap munculnya perilaku asertif, maka sisanya yaitu
63,76%.penyebab munculnya perilaku asertif dapat disebabkan oleh faktor- faktor lain
seperti faktor jenis kelamin, kebudayaan, tingkat pendidikan dan situasi situasi tertentu
disekitarnya (Rathus & Nevid 1983). Faktor Jenis kelamin: wanita pada umumnya lebih
sulit bertingkah laku asertif seperti mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan
dengan laki- laki. Wanita diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan
pikiran dan perasaannya bila dibandingkan dengan laki- laki, artinya pengkondisian budaya
21
untuk
wanita cenderung membuat wanita menjadi lebih sulit mengembangkan
asertivitasnya. Faktor kebudayaan tuntutan lingkungan menentukan batasan-batasan
perilaku masing- masing anggota masyarakat sesuai dengan umur, jenis kelamin, status
sosial seseorang. Untuk faktor tingkat pendidikan semakin tinggi tingkat pendidikan
individu maka semakin
luas wawasan berpikirnya sehingga kemampuan untuk
mengembangkan diri lebih terbuka. Untuk Situasi-situasi tertentu disekitarnya kondisi dan
situasi dalam arti luas misalnya posisi kerja antara bawahan terhadap atasannya, ketakutan
yang tidak perlu (takut dinilai kurang mampu), situasi-situasi seperti kekhawatiran
mengganggu dalam keadaan konflik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik
kesimplan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan perilaku asertif
pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
2. Harga diri yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai mean
sebesar 103,39 yang termasuk dalam kategori tinggi
3. Perilaku asertif yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW mempunyai
mean sebesar 52,82 yang termasuk dalam kategori sedang
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya
keterbasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran bagi Fakultas Psikologi UKSW
Pihak
fakultas mengupayakan pelatihan atau mengadakan seminar untuk
meningkatkan harga diri mahasiswa agar mahasiswa bisa lebih mempunyai perilaku
asertif yang baik di kelas maupun di luar kelas.
22
2. Saran bagi Dosen Fakultas Psikologi UKSW
Para mahasiswa tentunya tidak lepas dari peran para Dosen ketika di kelas
berlangsung, harga diri mahasiswa sendiri juga dapat dilatih ketika para dosen
mengajar dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
berpendapat dan bertanya tanpa menjatuhkan harga diri dari mahasiswa tersebut
dengan begitu tentunya perilaku asertif dari mahasiswa itu sendiri akan dapat
meningkat dengan sendirinya.
3. Saran bagi mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan disimpulkan, penelitian ini
menghimbau kepada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW agar mampu
meningkatkan lagi harga diri dengan tujuan bisa meningkatkan perilaku asertif baik
dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari hari.
4. Saran bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini masih terbatas karena hanya meneliti hubungan antar harga diri
dengan perilaku asertif. Dengan demikian masih ada variabel lain yang turut
memberikan pengaruh pada perilaku asertif seseorang yang belum dijelaskan dan
diteliti, maka dari itu direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya bisa
menggunakan faktor faktor yang lain selain harga diri seperti jenis kelamin,
kebudayaan,
tingkat pendidikan dan situasi-situasi tertentu.
Bagi peneliti
selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak hanya di fakultas dan
universitas yang sama sehingga bila penelitian ini dilakukan pada subjek yang
berbeda akan menambah kualitas penelitian tersebut.
23
Daftar Pustaka
Abidin, Z. (2011). Pengaruh Pelatihan Resiliensi Terhadap Perilaku Asertif Pada Remaja.
Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://lppm.trunojoyo.ac.id/upload/penelitian/penerbitan_jurnal/04_Pamator%20v4%
20n2%20Okt%202011.pdf
Alberti, R & Emmons, M. (2002). Your perfect right, hidup lebih bahagia dengan
menggunakan hak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Diakses pada tanggal 22
agustus 2014.
http://papers.gunadarma.ac.id/index.php/psychology/article/download/230/209
Andarini, S., Susandari., & Rosiana, D. (2012). Hubungan Antara “Self Esteem” Dengan
Derajat Stres Pada Siswa Akselerasi SDN Banjarsari 1 Bandung. Diakses pada
tanggal 22 agustus 2014.
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/view/229
Anindyajati, M., & Karima, M, C. (2004). Peran Harga Diri Terhadap Asertivitas Remaja
Penyalahguna Narkoba (Penelitian Pada Remaja Penyalahguna Narkoba Di
Tempat-Tempat Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba). Diakses pada tanggal 22
agustus 2014. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=62957&val=4564
Baron, R.A., & Byrne, P., (1994). Social Psychology: Understanding Human Interaction.
Boston: Allyn and Bacon Inc.Beliefs Tradisional & Liberal.
Damayanti, S. E., & Purnamasari, A. (2011). Berpikir Positif dan Harga Diri Pada Wanita
Yang Mengalami Masa Premenopause. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=124107
Fadlulloh, F, S. (2014). Hubungan Tingkat Ketergantungan Dalam Pemenuhan Aktifitas
Kehidupan Sehari- hari (AKS) Dengan Harga Diri Penderitas Stroke Di Poliklinik
Syaraf RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto. Skripsi. Diakses pada tanggal
22 agustus 2014.
http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/Siti%20Fathimah%20Fadlulloh_G1
D010051.pdf
Hapsari, M, R. (2007). Sumbangan Perilaku Asertif Terhadap Harga Diri Pada Karyawan.
Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/276
Hasanah, N., Supriyono, Y., Herani, I,. & Lestari, S. (2012). Peningkatan Kepercayaan
Diri Mahasiswa Melalui Pelatihan Asertifitas. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://interaktif.ub.ac.id/index.php/interaktif/article/view/115/114
24
Hendriyanto., B., Sriati, A., & Fitria, N. (2013). Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Tingkat Stres
Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran Angkatan 2011 .
Hidayat, K. (2013). Pengaruh Harga Diri dan Penalaran Moral Terhadap Perilaku
Seksual Remaja Berpacaran Di SMK Negeri 5 Samarinda. Diakses pada tanggal 24
agustus 2014.http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/04/Journal-Khafri%20Hidayat%20(04-10-13-05-30-16).doc
Husetiya, Y.(2010). Hubungan Asertivitas Dengan Prokastinasi Akademik Pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Diakses pada
tanggal 22 agustus 2014. http://eprints.undip.ac.id/24780/
Ismail. (2005). Harga Diri dan Aktualisasi Diri dengan Partisipasi Mahasiswa Dalam Gerakan
Sosial. Jurnal.(Vol 1 No 1 Desember 2005). Diakses pada tanggal 21 agustus 2014.
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/602/361
Jay, R. (2007). How To Manage Your Boss (Bagaimana Menyikapi Bos Anda) Membangun
Kerja Yang Sempurna. Alih bahasa: Sigit Purwanto. Jakarta: Erlangga.
Jeffrey, S., & Nevid. (2009). Psychology and the Challenges of Life 11th EditionSpencer A.
Rathus, Psychology Concepts And Connections Tenth Edition.
Marini, L., & Andriani, E. (2005). Perbedaan Asertivitas Remaja ditinjau dari Pola Asuh
Orang Tua. Psikologia. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15714/1/psi-des2005%20%281%29.pdf
Mayasari, F., & Hadjam, R, N, M. (2000). Perilaku Seksual Remaja Dalam Berpacaran
Ditinjau Dari Harga Diri Berdasarkan Jenis Kelamin. Diakses Pada Tanggal 22
agustus 2014. http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/138/129
Ningsih, S, W., & Kusmayadi, D. (2008). Hubungan Antara Minat Berorganisasi Dengan
Asertifitas Pada Mahasiswa. Diakses Pada tanggal 22 agustus 2014.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=94975&val=1228
Nurmalasari, Y. (2007). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diri Pada
Remaja Penderita Penyakit Lupus. Skripsi. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://www.gunadarma.ac.id/library/abstract/gunadarma_10502263-skripsi_fpsi.pdf
Rakos, R, F. (1991). Assertive Behaviour Theory, Recearch, and Training. New York
Roultladge, Chapman & Hall Inc.
Rathus, S.A. dan Nevid, J.S. (1983). Adjustment and Growth: The Challenges of Life (2nd
ed). New York: CBS College Publising.
25
Rosita, H. (2007) . Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Kepercayaan Diri Pada
Mahasiswa.
Diakses
pada
tanggal
20
agustus
2014.
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Artikel_1050
2099.pdf
Santrock, J. W. (1998). Adolescence. Ed 7. Boston: McGraw Hill, Inc.
Sert, G, A. (2003). The Effect Of An Assertiveness Training On The Assertiveness And Self
Esteem Level Of 5th Grade Children.Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://etd.lib.metu.edu.tr/upload/1217686/index.pdf
Subowo, E., & Martiarini, N. (2009). Hubungan Antara Harga Diri Remaja Dengan
Motivasi Berprestasi Pada Siswa SMK Yosonegoro Magetan. Diakses pada tanggal
21 agustus 2014.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=64064&idc=45
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafindo.
Sulistyani, E. (2012). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Harga Diri Pada Siswa Kelas XF Jurusan Penjualan SMK PGRI 2 Salatiga. Diakses pada tanggal 21 agustus 2014.
http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/1796/1/T1_132007077_Judul.pdf
Tagela, U. (2013). Perbedaan Perilaku Asertif Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa
Kelas II Semester II Tahun Ajaran 2012/2013 SMA Negeri 1 Pabelan Kabupaten
Semarang, diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
.http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/3229/5/LAPPEN_Umbu%20T
agela_%20Perbedaan%20Perilaku%20Asertif%20Remaja_Bab%20IV.pdf
Timorora, S. P., Hartanti, S., & Fauziah, N. (2012). Hubungan Antara Self Esteem Dengan
Penyesuaian Diri Pada Siswa Tahun Pertama SMA Krista Mitra Semarang. Diakses
pada tanggal 23 agustus 2014.
http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=75038
Tjalla, A., & Novianti, C, M. (2012). Perilaku Asertif Pada Remaja Awal. Diakses pada
tanggal 22 agustus 2014.
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_1050
3107.pdf
Wulan, D. K. (1997). Perbandingan Harga Diri Suami yang Memiliki Sex Role
Yasdiananda, W. E. (2013). Hubungan Antara Sef Esteem dengan Asertivitas Pada Siswa
Kelas X SMAN 5 Merangin. Diakses pada tanggal 22 agustus 2014.
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/psi/article/download/602/361
Download