12 Edisi Minggu Bisnis Indonesia 3 Oktober 2010 SPIRITUAL LEADERSHIP Mendidik (calon) pemimpin S eorang pemimpin itu apakah memang terlahir untuk menjadi pemimpin ataukah seseorang dapat menjadi pemimpin melalui proses pembelajaran. Bila dicermati sosok pemimpin yang ada pada masa lampau dan saat ini, ternyata muncul dari kalangankalangan yang merupakan keluarga pekerja keras dan banyak pula tokoh atau pemimpin tersebut berawal dari perjuangan yang cukup berat dilaluinya. Hal ini menunjukkan bahwa membentuk sosok individu untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Mendidik untuk menjadi seorang pemimpin akan melalui Sangat alamiah dan wajar bila proses panjang dan berbagai seorang pemimpin sekalipun melibatkan aspek sehingga mengakui kelemahannya. diharapkan kelak mampu menunjangnya menjadi sosok yang diharapkan. Mulai dari pola asuh yang dibentuk dalam keluarga, pendidikan yang ditanamkan kepadanya (termasuk di dalamnya nilai-nilai kepemimpinan), hingga interaksinya dengan lingkungan tempat dia hidup dan bersosialisasi. Kesemua aspek kehidupannya itu yang kelak membuatnya menjadi panutan untuk orangorang yang ada di sekitarnya. Sebagai seorang yang nantinya akan menjadi panutan, dia juga memiliki kemampuan untuk memberikan layanan kepada lingkungannya. Untuk menjadi seseorang yang mampu melayani orang lain maka diperlukan proses pembelajaran dan juga sosok panutan yang kelak akan menuntunnya. Namun, apa hendak dikata bila dalam prosesnya tidak ditemui sosok yang mampu menjadikan teladan, apa yang akan terjadi selanjutnya. Tanpa adanya proses pembentukan dan pendidikan sudah dapat dipastikan dia akan menjadi pemimpin yang tidak terdidik, tidak bertanggung jawab dan mungkin akan membawa orang yang dipimpinnya melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma dan aturan. Oleh karena itu, untuk mendidik seorang pemimpin diperlukan kedisplinan agar pemimpin dapat menyesuaikan keinginan dirinya dan juga tindakannya terhadap FATCHIAH E. KERTAMUDA lingkungannya. Bob Anderson, pendiri dan Dosen Psikologi CEO the Leadership Circle, menuliskan dalam Universitas Paramadina artikel berjudul Mastering Leadership bahwa terdapat dua disiplin yang dapat memajukan dan mengembangkan agar menjadi pemimpin yang sesungguhnya yaitu inner disciplines dan action disciplines. Inner disciplines merupakan suatu ketaatan dan ketertiban yang terdapat dalam diri seorang. Untuk membentuk hal tersebut, seorang calon pemimpin tentunya sudah mempelajarinya melalui pengalaman, Pertanyaan, saran, pendidikan dan juga pembelajaran yang kritik, dan komentar dapat disampaikan ke diterimanya diberbagai situasi. redaksi melalui: Proses dalam mendisiplinkan diri tersebut [email protected], akan membawanya memiliki tujuan personal, www.bisnis.com, dan kejelasan visi, menentukan pilihan, fatchiah.kertamuda@p kemampuan untuk mengatasi hambatan yang aramadina.ac.id ada dalam diri serta mampu menyeimbangkan antara akal dan intuisi. Adapun, action disciplines adalah bagaimana ketaatan seorang dalam menunjukkan kemampuan melalui perilaku dan tindakannya. Oleh karena itu, setiap tindakan yang dilakukan harus dapat dipertanggung jawabkan. Dalam action disciplines, seorang pemimpin harus belajar untuk mampu berfikir secara sistematis dan juga mampu untuk merancang sistem baru yang diperlukan untuk kepentingan organisasinya. Selain itu juga tindakan yang penting dimiliki oleh pemimpin adalah keberanian, ketegasan serta mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan untuk orang lain dan juga masyarakat kelak. Kedua disiplin tersebut patut dimiliki calon pemimpin agar dapat seimbang antara disiplin diri dan tindakan yang dilakukan. Selain memiliki kedisplinan tersebut seorang pemimpin juga perlu memiliki kemampuan secara emosional. Mawas diri Daniel Goleman (1998) dalam tulisannya berjudul What Makes a Leader? menyebutkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin diperlukan emotional intelligence yang terdiri dari self-awareness, self-regulation, motivation, empathy, dan social skill. Self-awareness merupakan awal dari terbentuknya emotional intelligence. Melalui kesadaran terhadap dirinya, seorang diharapkan belajar memahami kelemahan dan juga kelebihan yang ada dalam dirinya. Meskipun seseorang sadar hal tersebut, tetapi tidak semua orang mau mengakui kelemahan yang dimilikinya. Sehingga terkadang dengan sengaja menutupi kelemahan dirinya dengan melakukan suatu tindakan yang tidak rasional. Kelemahan yang dimiliki seseorang tidak berarti menjadikan seseorang gagal. Justru dengan menyadari dan mengatakan kelemahan yang ada dalam dirinya maka orang-orang yang di sekitarnya dapat membantunya. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga sangat alamiah dan wajar bila seorang pemimpin sekalipun mengakui kelemahannya. Pemimpin bukan manusia sempurna. Self-regulation bagi seorang pemimpin merupakan hal yang penting. Dengan kemampuannya mengatur diri maka dapat membantunya berpikir secara sistematis dan juga mampu mengontrol setiap tindakan yang akan dilakukannya. Melalui pola pengaturan diri yang baik, seorang pemimpin akan belajar untuk mampu melakukan sesuatu atau tugas secara sadar dan bertanggung jawab. Motivasi merupakan faktor penting dalam membentuk seseorang untuk menjadi pemimpin. Karena dengan motivasi yang tinggi yang dimiliki seorang pemimpin dapat menularkan virus positif kepada setiap orang BISNIS/ADI PURDIYANTO yang ditemuinya baik itu dalam kaitan dengan pekerjaan maupun dalam kehidupannya sehari-hari. Motivasi ditunjukkan dengan adanya semangat dalam menjalani setiap tugas yang menjadi kewajibannya dan juga hubungan interpersonalnya dengan sesama. Empathy merupakan faktor yang terkait dengan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Mendidik menjadi seorang pemimpin berarti juga mampu untuk membuat seseorang memahami orang lain. Tidak hanya memahami namun juga turut merasakan apa yang sedang dan dialami oleh orang yang ada di sekitarnya. Dengan kemampun berempati maka dia telah menjadi teladan dan contoh bagaimana mengerti kebutuhan-kebutuhan orang lain. Social skill sangat diperlukan oleh seorang pemimpin. Kemampuan ini akan membawa seorang pemimpin mampu untuk bekerja sama dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Kegagalan yang dihadapi oleh pemimpin dalam kemampuan sosial dapat memengaruhi hubungannya dengan orang lain. Hal ini dikarenakan status pemimpin yang disandangnya membuat dia merasa harus menjaga jarak dengan orang yang memiliki level di bawahnya. Sehingga yang terjadi adalah keterbatasan, keterikatan dan ketidakleluasaan dalam berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, agar seorang pemimpin dapat menciptakan relasi dengan orang lain dan lingkungannya perlu menjaga dan meningkatkan kemampuan sosialnya. Menjadi seorang pemimpin merupakan hal yang dapat dipelajari meskipun dengan proses yang panjang. Agar dapat menjadi role model bagi orang lain maka diperlukan kedisiplinan dan emotional intelligence yang secara alamiah dimiliki melalui proses pembelajaran. Secara terus-menerus dan konsisten mengembangkan dirinya hingga dia memiliki kekuatan yang sangat berperan dalam kepemimpinannya.