Sakdanur, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Survey di SLTP Riau Daratan Provinsi Riau Sakdanur* Abstrak: Obyek penelitian ini adalah studi hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepala sekolah. Kajian dilakukan pada sekolah lanjutan tingkat pertama di Propinsi Riau dengan 70 kepala sekolah lanjutan tingkat pertama sebagai sampel dengan teknik sampling acak sederhana. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan positip antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepala sekolah. Oleh karena itu kinerja kepala sekolah dapat diperbaiki dengan meningkatkan kecerdasan emosional. Abstract: The objective of the research is to study the relationship between Emotional Intelligence and Principals Performance. The study was conducted at Junior High School in Province of Riau with 70 Principals of Junior High School as sample selected by using simple random sampling. The research concludes that there is positive correllation between Emotional Intelligence and Principals Performance.. Therefore Principals performance can be improved by improving emotional intelligence. Kata Kunci : kecerdasan emosional, kinerja kepala sekolah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah akan memberi peluang pada sekolah untuk mengatur dan mengurus dirinya sesuai dengan kebutuhan anak didiknya dan permintaan pasar di mana sekolah itu berada. Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi sekolah untuk memperlihatkan kemampuannya dalam mengelola sekolah secara mandiri. Pengelolaan secara mandiri merupakan suatu hal yang baru bagi kepemimpinan kepala sekolah, karena kebiasaan selama ini kebijakan dalam mengelola sekolah lebih banyak bersifat top down atau instruksi dan kebijakan dari atas. Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan kinerja sekolah. Bila kinerja kepala sekolah baik maka kinerja sekolah akan baik yang berimplikasi pada tingkat keberhasilan pendidikan secara keseluruhan akan baik atau tinggi. Kemungkinan yang dapat mempengaruhi kinerja kepala sekolah dapat dibedakan atas tiga dimensi, yaitu: (1) dimensi individual yang berkaitan dengan kemampuan mental dan fisik, seperti: kecerdasan intelektual dan emosional, keterampilan, ketahanan fisik (2) dimensi psikologis berkaitan dengan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi, dan (3) dimensi organisasi berkaitan dengan sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan, dan lain-lain (Depdikbud, 1993). Kinerja ditinjau dari perilaku didefinisikan dengan penyelesaian pekerjaan yang diharapkan, spesifik atau bersifat formal oleh masing-masing anggota organisasi (Lindsay, 1997). Dalam suatu organisasi yang terdiri dari berbagai tanggung jawab, kinerja didefinisikan sebagai apa yang harus dilakukan oleh seseorang, bukan apa yang dihasilkan. Aspek kinerja yang terkait di antaranya: (1) komunikasi tertulis dan lisan, (2) upaya yang ditunjukkan secara konsisten dan sering, (3) disiplin pribadi, (4) pemberian kemudahan seperti memberi dukungan, dan bertindak sebagai model peran yang baik, (5) penyeliaan dan kepemimpinan (6) manajemen dan administrasi (Schuler, 1999). Pendapat lain mendefiniskan kinerja adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan atau *Dosen FKIP Universitas Riau, PPs UIN Pekanbaru. 47 JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 6, NO. 1, 2005: 1 - 60 tindakan sadar yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau target yang hendak dicapai (Kusnadi, 2002). Kemudian Griffin dan Moorhead mengemukakan bahwa kinerja merupakan suatu kumpulan total dari perilaku kerja yang ada pada pekerja (Grifin, 1986). Pengertian kinerja dalam arti kuantitatif dan kualitatif didefinisikan sebagai ekspresi potensi seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi, pameran umum keterampilan (Whitmore, 1997). Sejalan dengan pendapat ini, Wahjosumidjo (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam suatu unit kerja. Apabila dilihat evaluasi kinerja maka kinerja dapat diartikan sebagai hasil tugas individual, perilaku, dan ciri. Hasil tugas seperti jumlah yang dihasilkan, jumlah sumber daya yang digunakan, biaya perunit, volume penjualan, kenaikan penjualan, pertambahan rekening. Perilaku seperti cara melayani, kepemimpinan, cuti sakit kehadiran, dan ciri seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dan kooperatif (Robbin, 1996). Berdasarkan penjelasan dan batasan beberapa pengertian di atas, maka yang dipakai sebagai konsep kinerja dalam penelitian ini adalah perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya yang dapat diukur dengan tingkat intensitas seseorang dalam melakukan tugasnya. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa kinerja kepala sekolah adalah intensitas pelaksanaan tugasnya sebagai kepala sekolah yang dapat ditunjukkan dalam sering tidaknya ia melaksanakan kegiatan sebagai pendidik, manajer, administrator, supervisor, pemimpin, dan motivator. Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan menge-lola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Kecerdasan emosional adalah kekuatan di balik singgasana kemampuan intelektual sebagai dasar pembentukan emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan: menunda kepuasan dan mengendalikan impuls-impuls, tetap optimis, menyalurkan emosi-emosi yang kuat secara efektif, memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani kelemahan-kelemahan pribadi, menunjukkan rasa empati kepada orang lain, membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi. Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak atau hasil yang positif terhadap kita ataupun orang lain (Bahaudin,1999). Untuk mengendalikan emosi sehingga mempunyai dampak terhadap pekerjaan, kecerdasan emosional dapat dibagi kepada empat cabang yaitu: pengelolaan dan pengaturan emosi, pengertian dan pertimbangan mengenai emosi, dasar penerimaan pengalaman emosional, dan perasaan dan penilaian emosi (Langley, 2000). Pendapat lain mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kecerdasan menggunakan emosi: secara sengaja membuat emosi kerja dengan menggunakannya membantu membimbing tingkah laku dan berpikir anda dalam mengarahkan dalam hal mempertinggi hasil yang anda capai (Weisinger, 1998). Apabila diperhatikan definisi yang dikemukakan para ahli di atas, maka pada hakikatnya kajian kecerdasan emosional berkaitan dengan bagaimana menggunakan kemampuan emosional untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri serta memahami orang lain. Hal demikian sejalan dengan pemikiran yang mengkaji kecerdasan emosional hanya dari dua sisi, pertama, peningkatan kecerdasan emosional melalui pengembangan kesadaran diri, mengatur emosi dan motivasi diri, kedua, menggunakan kecerdasan emosional untuk berhubungan dengan orang lain seperti: klient, teman sekerja, manajer dan pelanggan (Weisinger, 1998). Demikian juga Goleman yang membahas kecerdasan emosional dari dua sisi yaitu : kecakapan pribadi yang terdiri dari kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi, dan kecakapan sosial terdiri empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional merupakan faktor suskses menentukan dalam karier dan organisasi, termasuk: (1) membuat keputusan (2) kepemimpinan (3) terobosan teknis dan strategis (4) komunikasi yang terbuka dan jujur (5) teamwork dan hubungan saling percaya (6) loyalitas konsumen (7) kreativitas dan inovasi (Cooper, 1999). Dengan kesadaran emosi orang akan: (1) tahu emosi mana yang sedang mereka rasakan dan mengapa demikian (2) menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan, perbuat dan katakan (3) mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja 48 Sakdanur, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (4) mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran mereka (Cooper, 1999). Hakikat kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah kecenderungan perilaku seseorang dalam mengelola diri sendiri dan memahami orang lain sehingga dapat mengendalikan pemikiran dan perilaku dalam melaksanakan tugas, yang dapat ditunjukkan oleh keseringan memikirkan dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengendalikan, mengatur dan memotivasi diri, serta memahami dan mengenali perasaan orang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kinerja, kecerdasan emosional kepala sekolah SLTP di Riau daratan serta mempelajari hubungan antara kinerja dan kecerdasan emosional tersebut. Metode Penelitian Ditinjau dari pendekatannya, penelitian ini termasuk jenis penelitian survei dengan teknik korelasional. Penelitian survei dilakukan untuk mengambil generalisasi yang berlaku umum bagi populasi. Penelitian survei dalam penelitian ini dipakai untuk tujuan deskriptif, yaitu menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya. Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama di Riau Daratan. Populasi penelitian adalah seluruh kepala SLTP di Riau Daratan. Sedangkan populasi terjangkau sebanyak 144 orang kepala SLTP. Teknik pengambilan sampel dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama diambil sampel kepala sekolah di 5 kabupaten dengan acak rumpun (cluster random sampling), dan tahap kedua dipilih 70 orang kepala sekolah dari kerangka sampel dengan teknik sampling acak sederhana. Untuk mengumpulkan data empiris dari tiga variabel penelitian dipergunakan seperangkat instrumen berbentuk kuesioner. Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai keadaan masing-masing variabel, yaitu kinerja kepala sekolah dan kecerdasan emosional. Persyaratan analisis yang harus dipenuhi untuk keperluan prediksi maupun untuk pengujian hipotesis (1) uji normalitas, (2) uji homogenitas varians, dan (3) uji kelinearan regresi. Pengujian persyaratan normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors dan pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji Bartlett. Hasil dan Pembahasan Data penelitian yang akan disajikan pada bagian ini terdiri variabel terikat yaitu kinerja kepala sekolah (Y) kecerdasan emosional (X). Secara teoretik variabel kinerja kepala sekolah pada aspek memahami dan mengendalikan guru, staf dan siswa, mempunyai rentang skor antara 49 dan 196, artinya secara teoretik skor minimum 49 dan skor maksimum 196. Sedangkan secara empiris diperoleh skor terendah 134 dan tertinggi 187 dengan rata-rata 163,6, median 166, modus 145 dan simpangan baku 14,45. Tabel 1. Daftar Distribusi Frekuensi Skor Kinerja NO 1 2 3 4 5 6 7 Frekuensi Kelas 134 - 141 142 - 149 150 - 157 158 - 165 166 - 173 174 - 181 182 - 189 Jumlah Absolut 5 7 15 8 14 13 8 70 Relatif 7,14% 10,00 % 21,43% 11,43 % 20,00 % 18,57 % 11,43 % 100 % 49 JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 6, NO. 1, 2005: 1 - 60 Data pada tabel di atas menunjukkan 50 % responden mempunyai skor melebihi rata-rata atau memiliki kinerja tinggi, 11,43 % mempunyai skor berada pada kelompok rata-rata dan 38,57 % responden mempunyai skor di bawah rata-rata atau memiliki kinerja rendah. Frekwensi Untuk lebih jelasnya penyebaran (distribusi) skor kinerja kepala sekolah secara visual digambarkan dalam bentuk histogram pada grafik 4.1. berikut: 16 14 12 10 8 6 4 2 0 137.5 145.5 153.5 161.5 169.5 177.5 185.5 Skor Kinerja Grafik 1. Histogram Kinerja Kepala Sekolah Kemudian variabel kecerdasan emosional kepala sekolah berupa penerapan pergaulan tanpa diskriminasi, banyak melakukan komunikasi interpersonil, meningkatkan disiplin kerja dan pelatihan tentang peran kecerdasan emosional dalam kerja, secara teoretik mempunyai rentang skor antara 35 dan 140, artinya secara teoretik skor minimum 35 dan skor maksimum 140. Sedangkan secara empiris diperoleh skor terendah 95 dan tertinggi 137 dengan rata-rata 116,31, median 117,5, modus 118 dan simpangan baku 8,64. Tabel 2. Daftar Distribusi Frekuensi Skor Kecerdasan Emosional Frekuensi NO 1 2 3 4 5 6 7 Kelas 95 - 100 101 - 106 107 - 112 113 - 118 119 - 124 125 - 130 131 - 137 Jumlah Absolut 5 6 11 20 11 12 5 70 Relatif 7,15 % 8,57 % 15,71 % 28,57 % 15,71 % 17,14 % 7,15 % 100 % Data pada tabel di atas menunjukkan 40 % responden mempunyai skor melebihi ratarata atau memiliki kecerdasan emosional tinggi, 28,57 % mempunyai skor berada pada kelompok rata-rata dan 31,43 % responden mempunyai skor di bawah rata-rata atau memiliki kecerdasan emosional rendah. 50 Sakdanur, Hubungan Antara Kecerdasan Emosional 25 Frekwensi 20 15 10 5 0 97,5 103,5 109,5 115,5 121,5 127,5 133,5 Skor Kecerdasan Emosional Grafik 2. Histogram Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepala sekolah terlebih dipenuhi persyaratan uji analisis Product Moment dari Perason, yaitu uji normalitas, uians, dan uji lineritas data. Dari hasil perhitungan normalitas dengan uji Liliefors menhasilkan Lh = 0,0621 < Lt 0,05 = 0,1059, dengan demikian dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Perhitun2 2 gan homogenitas varians Y atas X dengan uji Bartlett menghasilkan χ hitung dk 32 0,05 =22,79 < χ tabel , 0,05 = 43,8, dengan dapat disimpulkan bahwa populasi memili ki varians yang homogen. Perhitungan analisis regresi menghasilkan bentuk hubungan antara kedua variabel yang dapat digambarkan oleh persamaan regresi Ŷ = 61,787 + 0,875X2. Karena Fhitung (35,26) > Ftab (7,01) dan Fhitung (0,97) < Ftabel (1,78) maka dapat disim-pulkan bahwa koefisien regresi yang signifikan dan linear. Regresi ini mengandung arti bahwa apabila skor kecerdasan emosional meningkat satu unit, maka akan diikuti oleh kenaikan skor kinerja sebesar 0,875 pada konstanta 61,787 Kekuatan hubungan antara variabel X1 dengan variabel Y dan uji signi-fikansinya dapat dilihat dari hasil perhitungan berikut: Tabel 3. Uji Signifikansi Koefisien Korelasi antara Kecerdasan Emosional (X) dengan Kinerja (Y) ttabel Korelasi r thitung α = 0,05 α = 0,01 ry1 0,585 5,89** 1,76 2,39 Keterangan: ** Sangat Signifikan Karena thitung 5,89> harga ttabel dengan dk 68 pada α 0,05=1,76 dan pada α 0,01 = 2,39, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepala sekolah sebesar 0,585 adalah sangat signifikan. Artinya makin tinggi tingkat kecerdasan emosional, maka makin tinggi kinerja kepala sekolah. Koefisien determinasi korelasi antara variabel X1 dengan Y yaitu sebesar r2y1 = 0.342, yang berarti bahwa 34,2 % variasi yang terjadi pada kecenderungan tinggi rendahnya kinerja kepala sekolah dapat dijelaskan oleh kecerdasan emosional. Prestasi seseorang dalam dunia kerja tidak hanya cukup ditopang oleh kemampuan intelektual dan keahlian saja. Sebab kemampuan intelektual atau kecerdasan intelektual akan sulit diaplikasikan kepada orang lain tanpa memahami dan mengenali orang lain. Apalagi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang dan mempunyai karakteristik yang unik, berbeda antara yang 51 JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 6, NO. 1, 2005: 1 - 60 satu dengan lainnya. Dalam keadaan demikian, kecerdasan emosional sebagai kecakapan pribadi yang dapat menjadikan seseorang lebih efektif dalam mencapai kinerja yang tinggi. Karena kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang berhubungan dengan orang banyak dan didasarkan kepada unsur kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial atau kecakapan membina hubungan dengan orang lain. Kinerja kepala sekolah dipengaruhi oleh kinerja semua orang yang terlibat di sekolah. Oleh karena itu untuk mencapai kinerja yang tinggi, kepala sekolah harus mampu memahami dan mengendalikan perilaku mereka sehingga dapat menunjang kinerja kepala sekolah. Kemampuan untuk memahami dan mengendalikan guru, staf dan siswa tersebut tergantung seberapa baik kecerdasan emosional yang dimiliki oleh kepala sekolah. Dengan kecerdasan emosional yang tinggi, seseorang akan mudah memahami keadaan orang lain dan akhirnya dapat mengajak kerjasama untuk melaksa-nakan tugas organisasi. Dengan demikian, patut diduga bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi kinerja yang akan dicapai, atau dapat dikatakan bahwa tingkat kecerdasan emosional seseorang berkorelasi positif dengan kinerja yang akan dicapai. Simpulan dan Saran Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja kepala sekolah. Tingkat kinerja kepala sekolah melebihi skor rata-rata atau memiliki kinerja yang tinggi dan kecerdasan emosional juga melebihi rata-rata atau memiliki kecerdasan emosional tinggi. Saran dari hasil penelitian ini adalah (1) Peningkatan kecerdasan emosional hendaknya dilakukan dengan menerapkan pergaulan tanpa diskriminasi, lebih banyak melakukan komunikasi interpersonal, meningkatkan disiplin kerja, dan pelatihan tentang peran kecerdasan emosional dalam bekerja, (2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan faktor-faktor lain yang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja kepala sekolah. Daftar Acuan Bahaudin, Taufik. 1999. Brainware Management: Generasi Kelima Manajemen Manusia. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Cooper, Robert K. dan Syawaf, Ayman. 1999. Excecutif EQ: Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisiasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Depdikbud. 1993. Kepemimpinan Sekolah. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksa-naan Wajib Belajar. Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Langley, Andrew. 2000. “Emotional Intelligence a new evaluation for management development”. Career Development International., MCB-University. Lindsay, William M, dan Petrick, Joseph A. 1997. Total Quality and Organization Deve-lopment, Delray Beach Florida: St. Lucie Press. Robbin, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep-Kontraversi-Perilaku, terjemahan Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: PT. Prenhallindo. Schuler, Randall S. Jackson, Susan E. 1999. Human Resources Management,. Edisi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Weisinger, Hendrie. 1998. Emotional Intelligence at Work. San Fransisco: Josse-Bass, Whitmore, John. 1997. Coaching Performance, Edisi Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 52