REGULASI DIRI PADA MAHASISWA YANG BEKERJA Disusun oleh : Oma Romadhon Sigit Wigan Purnama Nika Beno Hesni Nurmalia FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja semakin tahun semakin banyak jumlahnya. Salah satunya karena sempitnya lapangan pekerjaan. Bagi orangorang yang sudah bekerja dengan modal pendidikan minim menganggap bahwa hal itu tidaklah cukup untuk dapat sampai ke ‘zona aman’ apalagi harus sampai ke ‘zona nyaman’, karena di luar sana orang-orang yang berpendidikan lebih tinggi sudah mengantri untuk sewaktu-waktu menggantikan posisinya. Agar tak kalah bersaing, mereka rela di sela-sela waktu istirahat mereka gunakan untuk kuliah dengan segudang tugas-tugasnya yang harus mereka selesaikan. Waktu istirahat menjadi berkurang, moment bersama keluarga menjadi sangat sedikit dan masih banyak lagi hal lain yang mereka korbankan. Kesibukan pekerjaan di tempat kerja dengan kesibukan kuliah kadang bergesekan. Perlu pengaturan diri yang baik untuk dapat membuat sebuah keputusan-keputusan yang tepat. Kecermatan membuat prioritas juga sangat penting agar keduanya dapat berjalan dengan baik. Hal itu yang membuat peneliti ingin menggali lebih dalam regulasi diri pada seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran regulasi diri pada mahasiswa yang bekerja? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran regulasi diri pada mahasiswa yang bekerja. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Regulasi Diri (Self Regulation) Self-regulation atau pengaturan diri mengacu pada cara orang mengontrol dan mengarahkan tindakan sendiri (Taylor, 2009: 133). Orang memiliki banyak informasi tentang dirinya sendiri, termasuk karakterisitik personal dan keinginan serta konsep masa depan individu sendiri. Individu merumuskan tujuan dan mengejarnya, menggunakan keahlian sosial dan regulasi diri. Sejalan dengan itu, Zimmerman dan Schunk (dalam Schunk, 2012: 35) mengatakan bahwa pengaturan diri atau regulasi diri mengacu pada proses dimana individu secara sistematis mengarahkan pikiran – pikiran, perasaan – perasaan, dan tindakan – tindakan kepada pencapaian tujuan. Kemudian Schunk (2012: 35) juga mengatakan bahwa peneliti – peneliti dari tradisi teroritis yang berbeda mengasumsikan bahwa regulasi diri bermakna memiliki maksud dan tujuan, melakukan tindakan – tindakan yang diarahkan pada tujuan, dan memantau strategi – strategi dan tindakan – tindakan yang diarahkan pada tujuan, dan memastikan tercapainya keberhasilan. Selain itu, Alwisol (2009: 285) menyatakan regulasi diri adalah suatu kemampuan yang dimiliki manusia berupa kemampuan untuk berpikir dan dengan kemampuan itu individu dapat memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009: 285), akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan tersebut hampir tercapai, strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Seseorang akan memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa regulasi diri adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir, mengontrol, mengarahkan perasaan dan perilaku sehingga dapat memanipulasi lingkungan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulation Terdapat dua faktor yang mempengaruhi regulasi diri (self-regulation) yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Bandura (dalam Alwisol, 2009: 285) mengatakan bahwa, tingkah laku manusia dalam self-regulation adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dan faktor internal akan dijelaskan sebagai berikut: 2.3. Faktor Eksternal Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, yaitu: a. Standar Faktor standar memberikan standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh – pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, seseorang kemudian mengembangkan standar yang dipakai untuk menilai prestasi diri. b. Penguatan (Reinforcement) Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan. Hadiah intrinsik tidak selalu memberikan kepuasan, oran membutuhkan insentif atau penghargaan yang berasal dari lingkungan eksternal Ketika seseorang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, penguatan perlu dilakukan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi. 2.4. Faktor Internal Bandura (dalam Alwisol, 2009: 286) mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, antara lain: a. Observasi Diri (Self observation) Observasi diri dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Individu harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku lainya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung pada minat dan konsep dirinya. b. Proses Penilaian atau Mengadili Tingkah Laku (Judgmental process). Judgmental process adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. c. Reaksi Diri Afektif (Self response). Setelah melakukan pengamatan dan judgment itu, individu akan mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Namun, bisa jadi tidak muncul reaksi afektif ini, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual. 2.5. Aspek – Aspek Self-Regulation Menurut Taylor Taylor (2009: 134) mengatakan bahwa untuk memahami regulasi diri, ada lima aspek yang perlu diperhatikan: a. Konsep Diri yang Bekerja Konsep diri yang bekerja disini maksudnya adalah konsep diri individu yang sedang ditonjolkan relevan atau sejalan dengan situasi tertentu. Konsep diri yang bekerja ini penting karena ia didasarkan pada konsep diri keseluruhan namun memandu perilaku sosial kita dalam situasi spesifik, dan pada gilirannya dimodifikasi oleh apa – apa yang terjadi dalam situasi tersebut. b. Kompleksitas Diri Beberapa orang memandang diri mereka dengan satu atau dua cara yang mendominasi, sedangkan yang lainya melihat diri mereka berdasarkan berbagai macam kualitas. Jadi, seseorang bisa memandang dirinya hanya dalam satu peran saja, namun yang lainya bisa saja memandang dirinya dalam berbagai macam peran. c. Kecakapan Diri dan Kontrol Personal Psikolog percaya bahwa pengalaman diawal dengan keberhasilan dan kesuksesan akan menyebabkan orang mengembangkan konsep yang cukup stabil tentang kecakapan dirinya dalam domain kehidupan yang berbeda – beda (Bandura dalam Taylor, 2009: 136). Secara umum, perasaan bisa melakukan sesuatu akan membuat orang mampu menyusun rencana, mengatasi kemunduruan,dan melakukan proses regulasi diri dengan baik. d. Aktivasi dan Penghindaran Behavioral Regulasi diri melibatkan keputusan fundamental tentang aktivitas apa yang akan dilakukan dan apa yang mesti dihindari. e. Kesadaran Diri Seseorang juga mulai memikirkan dirinya bukan sebagai aktor dilingkungan, namun sebagai objek perhatian orang lain. Secara umum, kesadaran diri menyebabkan orang mengevaluasi perilakunya berdasarkan standard dan melakukan proses penyesuaian untuk memenuhi standar. 2.6. Aspek – Aspek Self-Regulation Menurut Zimmerman Zimmerman (dalam Ormrod, 2008: 30) mengungkapkan bahwa jika pemikiran dan tindakan kita berada dibawah kontrol kita, bukan dikontrol orang lain dan kondisi disekitar kita, kita dikatakan individu yang mengatur diri. Individu yang memiliki kemampuan self-regulation yaitu individu yang memiliki aspek dari self regulation, yaitu: a. Standar dan Tujuan yang Ditetapkan Sendiri Sebagaimana manusia yang mengatur diri, kita cenderung memiliki standarstandar yang umum bagi perilaku kita, standar yang menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa kita dalam situasi – situasi spesifik. Kita juga membuat tujuan – tujuan tertentu yang kita anggap bernilai dan yang menjadi arah dan sasaran perilaku kita. Memenuhi standar – standar dan tujuan tujuan kita memberi kita kepuasan (self-satisfaction), meningkatkan selfefficacy kita, memacu untuk meraih yang lebih besar lagi (Bandura, dalam Ormrod (2008: 30). b. Memonitor Diri (Self-monitoring) Memonitor diri adalah mengamati diri sendiri saat sedang melakukan sesuatu. Agar membuat kemajuan kearah tujuan – tujuan yang penting, kita harus sadar tentang seberapa baik yang sedang kita lakukan. Dan ketika kita melihat diri kita sendiri membuat kemajuan ke arah tujuan – tujuan kita, maka kita mungkin melanjutkan usaha – usaha kita (Schunk & Zimmerman, dalam Ormord, 2008: 34). Sejalan dengan itu, Mace et.al (dalam Schunk, 2012: 547) mengatakan bahwa pemantauan diri (self-monitoring) mengacu pada penekanan perhatian pada beberapa aspek perilaku seseorang dan sering dipadukan dengan pencatatan frekuensi atau intensitasnya. Orang yang tidak bisa mengatur tindakan mereka apabila mereka tidak sadar akan tindakan mereka. c. Evaluasi Diri Evaluasi diri adalah penilaian terhadap performa atau perilaku sendiri. Evaluasi diri terdiri dari penilaian diri atas kinerja terkini dengan membandingkan tujuan seseorang dan reaksi diri pada penilaian tersebut dengan mempertimbangkan kinerja yang tercatat, yang tidak diterima, dan sebagainya. Evaluasi diri yang positif membuat siswa merasa yakin untuk belajar dan memotivasi mereka untuk terus bekerja dengan rajin karena mereka percaya mereka mampu membuat kemajuan lebih jauh (Schunk, 2012: 561). d. Konsekuensi yang Ditetapkan Sendiri atas Kesuksesan atau Kegagalan Konsekuensi disini artinya adalah individu bisa memberikan penguatan ataupun hukuman atas perilaku yang mereka lakukan. Individu bisa memberikan penguatan pada diri mereka ketika berhasil menyelesaikan tujuan – tujuan mereka. Dan mereka juga bisa membuat konsekuensi hukuman pada diri mereka sendiri, ketika mereka melakukan sesuatu yang tidak memenuhi stnadar performa mereka sendiri. 2.7. Aspek Self-Regulation Menurut Schunk Schunk (2012: 547) menyebutkan ada tiga sub proses dari selfregulation, yaitu: a. Pemantauan Diri (self-monitoring) Pemantauan diri mengacu pada penekanan perhatian pada beberapa aspek perilaku seseorang dan sering dipadukan dengan pencatatan frekuensi dan intensitasnya (Mace et.al, dalam Schunk, 2012: 547). Lebih lanjut dijelaskan bahwa individu tidak akan bisa mengatur tindakan mereka, jika mereka tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Pemantauan terhadap diri sendiri membuat individu sadar dengan perilaku yang ada dan membantu mereka mengevaluasi dan memperbaiki perilaku tersebut. b. Pengajaran Diri (self-intruction) Pengajaran diri mengacu pada pembuatan stimulus pembeda yang mengatur kemunculan respon pengaturan diri yang membawa pada pelaksanaan (Mace et.al, dalam Schunk, 2012: 550). Dalam hal ini pengajaran diri tidak sama dengan pelatihan pengajaran diri (Meichenbaum, dalam Schunk, 2012: 550). c. Pendesak Diri (self-reinforcement) Pendesak diri mengacu pada proses dimana seseorang memaksa dirinya tergantung pada kinerja respon yang diinginkan, yang meningkatkan kecenderungan pada respon di masa mendatang (Mace, dalam Schunk, 2012: 551). 2.8. Pengertian Mahasiswa yang bekerja a. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia Online, kbbi.web.id) Menurut Siswoyo (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. b. Pengertian Bekerja Menurut Anoraga (dalam Benedictus, 2010) mendefinisikan kerja itu sesungguhnya adalah sebuah kegiatan social. Selain itu, Hegel (dalam Anoraga,1992) mengatakan inti pekerjaan adalah batasan manusia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat menyatakan diri secara obyektif ke dalam dunia ini, sehingga dia dan orang lain dapat memandang dan memahami keneradaan dirinya. Bekerja juga merupakan perwujudan yang konkrit bagi misi manusia di dunia (Frankl dalam Astuti, 2005). Frankl juga berpandangan bahwa bekerja merupakan kontribusi manusia memberikan tenaga, pikiran, waktu, kreativitasnya bagi lingkungan sekitarnya terutama yang berkaitan secara langsung dalam pekerjaan yang digelutinya. Selain itu, UU RI Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan pada Bab I ayat 3 (dalam Astuti, 2005) juga dijelaskan, pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. c. Pengertian Mahasiswa Yang Bekerja Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang mengandung 4 unsur, yaitu rasa kewajiban, pengeluaran energi, pengalaman mewujudkan atau menciptakan sesuatu, dan diterima atau disetujui oleh masyarakat menurut Powell (dalam Daulay, 2011). menjelang usia adolescence dan young adulthood, banyak para remaja yang sudah memikirkan tentang bagaimana mencari part-time job, mengembangkan kemampuannya dalam masalah personal, mengembangkan pendidikan, atau masuk dalam dunia pekerjaan, dan presentase remaja yang bekerja meningkat sampai pada usia 21 tahun (Powell, 1983). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang bekerja adalah individu yang menjalani aktivitas perkuliahannya sambil bekerja dalam suatu lembaga usaha baik bekerja secara part-time maupun secara full-time. Alasan umum individu bekerja adalah karena uang (Anoraga, 2001). Jadi keinginan untuk mempertahankan hidup merupakan salah satu sebab terkuat yang dapat menjelaskan mengapa individu bekerja. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang bekerja. Menurut Motte dan Schwartz (2009) alasan utama mahasiswa bekerja adalah untuk mendapatkan sumber penghasilan. Selain itu Motte dan Schwartz (2009) mengemukakan alasan lain mahasiswa bekerja yaitu: a. Bekerja untuk membantu orang tua dalam membiayai kuliah Motte dan Schwartz (2009) menyatakan bahwa alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah yang hanya mendapatkan sedikit dukungan finansial dari keluarganya sehingga tak mampu menutupi seluruh biaya perkuliahan. b. Bekerja untuk membayar aktivitas waktu luang, Alasan ini banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tujuan utama mereka bekerja adalah mendapatkan penghasilan tambahan untuk membayar segala aktivitas waktu luang mereka yang tidak berhubungan dengan biaya pendidikan. c. Bekerja sebagai suatu cara hidup mandiri, Alasan ini dikemukakan oleh mahasiswa yang bekerja untuk mendapatkan kemandirian ekonomis dan tidak ingin bergantung pada penghasilan orang tua meskipun orangtua masih mampu membiayai perkuliahan. d. Bekerja untuk mencari pengalaman, Mahasiswa bekerja untuk dapat merasakan langsung semua hal yang berhubungan dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan pengetahuan dan pengalaman langsung, mahasiswa akan lebih mudah memahami isi perkuliahan tersebut. Maka dapat disimpulkan, dengan bekerja, mahasiswa juga mendapatkan gaji atau pendapatan dari tempat bekerjanya. Dari segi esarnya gaji yang diberikan, biasanya tempat bekerja dari mahasiswa sudah mempunyaistandar khusus bagi pekerjanya yang masih kuliah. Dan memang gaji yang diberikan lebih rendah dari pada pekerja yang telah menyandang gelar sarjana. Ini wajar adanya, karena asumsinya, pekerja yang telah mempunyai gelar pasti mempunyai ilmu yang lebih tinggi dari pada mereka yang masih kuliah (Biecu, 2002). 2.9. Definisi Operasional Self Regulation Regulasi diri adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir, mengontrol, mengarahkan perasaan dan perilaku sehingga dapat memanipulasi lingkungan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa pendapat mengenai aspek-aspek self-regulation, yang digunakan sebagai aspek – aspek untuk mengukur kamampuan self-regulation seseorang dalam penelitian ini adalah aspek – aspek yang diungkapkan oleh Zimmerman yaitu: (1) standar dan tujuan yang ditetapkan sendiri, (2) memonitor diri (self monitoring), (3) evaluasi diri, (4) konsekuensi yang ditetapkan sendiri. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Perreault dan McCarthy (2006: 176) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang berusaha menggali informasi secara mendalam, serta terbuka terhadap segala tanggapan dan bukan hanya jawaban ya atau tidak. Penelitian ini mencoba untuk meminta orang-orang untuk mengungkapkan berbagai pikiran mereka tentang suatu topik tanpa memberi mereka banyak arahan atau pedoman bagaimana harus berkata apa. Menurut Moleong (2011: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penalitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, bahkan samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Penelitian kualitatif lebih menekan pada persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2009:56). Periset adalah bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi instrument riset yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian kualitatif bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik, bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset. Secara umum, riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Kriyantono, 2009: 57-58): 1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset adalah instrumen pokok riset. 2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatancatatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter. 3. Analisis data lapangan. 4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar-komentar. 5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang dinamis dan sebagai produk konstruksi sosial. 6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data. 7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah. 8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya. 9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth). 10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak berstruktur. 11. Hubungan antara teori, konsep, dan data: data memunculkan atau membentuk teori baru 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah cakupan wilayah yang menjadi basis penelitian. Dalam penelitian ini lokasi di kampus Universitas Mercu Buana Menteng kota Jakarta Pusat ditentukan secara sengaja (purposive), karena subjek penelitian ini adalah mahaiswa yang bekerja, maka kampus itulah yang paling cocok dengan penelitian ini. Sebab Kampus Mercu Buana Menteng adalah tempat bagi kebanyakan karyawan atau yang bekerja sambal berkuliah. 3.3 Subjek Penelitian dan Sumber Data 1. Subjek Penelitian Pemilihan informan didasarkan pada uniqness of the case (keunikan kasus). Menurut Miles dan Huberman (1994), pemilihan informan dipilih didasarkan hal berikut: Sampel harus menghasilkan deskripsi yang dapat dipercaya / penjelasan (dalam arti yang berlaku untuk kehidupan nyata). Salah satu aspek dari validitas penelitian kualitatif berkaitan dengan apakah ia menyediakan benar-benar meyakinkan penelitian dan penjelasan tentang apa yang diamati. Kriteria ini juga dapat mengangkat isu-isu reliabilitas dari sumber informasi, dalam arti apakah mereka lengkap, dan apakah mereka tunduk pada bias penting yang akan mempengaruhi jenis penjelasan yang dapat didasarkan atas mereka. Riset kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset. Hasil riset lebih bersifat kontekstual dan kausistik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu riset dilakukan, karena itu pada riset kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subjek riset, yaitu orang-orang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan riset. Disebut subjek riset, bukan objek, karena informan dianggap aktif mengkonstruksi realitas, bukan sekedar objek yang hanya mengisi kuesioner (Kriyantono, 2009: 163). Informan yang dijadikan sebagai subjek penelitian yaitu sebagai berikut : Mahasiswi Semester 7 UMB Fakultas Psikologi Usia 35 tahun Sudah menikah dan memiliki 3 anak Status sebagai mahasiswi, pekerja dan ibu rumah tangga 2. Sumber Data Sejalan dengan penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data primer. Sumber data primer didapatkan secara langsung dari responden dengan melakukan wawancara secara langsung yang dilakukan dengan seorang mahasiswi yang bekerja juga sebagai ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak. Dalam penelitian kualitatif, data utama diperoleh dari peneliti sendiri yang secara langsung mengumpulkan informasi yang didapat dari subjek penelitian yaitu mahasiswa yang bekerja dan ditambah dengan bantuan orang lain. Penelitian ini dilakukan secara intensif lewat wawancara dengan informan, serta penelaahan melalui literatur. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung masalah yang dihadapi (Kriyantono, 2009: 93). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : 1. Wawancara Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985: 186) dalam Moleong (2011: 186), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntunan, kepedulian, d-an lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatankebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memferivikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota. 2. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi menurut Arikunto (2006:72) ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumendokumen. Pada pelaksanaannya data dokumentasi merupakan data sekunder yaitu data informasi yang terkait dengan masalah penelitian yang diperoleh dari buku, internet, majalah, surat kabar, dan dokumen-dokumen yang terkait. 3.5 Teknik Analisa Data Dalam menganalisis data yang diperoleh dari data, baik primer maupun sekunder, metode penelitian yang dipergunakan adalah metode analisa deskriptif kualitatif dengan metode perbandingan tetap atau Constant Comparative Method, karena dalam analisa data, secara tetap membandingkan kategori dengan kategori lainnya. 1. Reduksi data a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya sesuatu yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah penelitian. b. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat koding. Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap “satuan”, agar supaya tetap dapat ditelusuri datanya/satuannya, berasal dari sumber mana. Perlu diketahui bahwa dalam pembuatan kode untuk analisis data dengan komputer cara kodingnya lain. 2. Kategorisasi Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang di susun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, kreteria tertentu. a. Mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam bagianbagian isi yang secara jelas berkaitan. b. Merumuskan aturan yang menetapkan inklusi setiap kartu pada kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data. c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan lainnya mengikuti prinsip taat asas. 3. Sintesisasi a. Mensintesiskan berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. b. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi nama/label lagi. 4. Menyusun Hipotesis Kerja Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang proporsional. Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori sustantif (yaitu teori yang berasal dan masih terkait dengan data), dan perlu diingat bahwa hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan sekaligus menjawab pertanyaan penelitian (Moleong, 2011: 288). Desain penelitian ini pada tahap pembahasan penelitian, akan berisi uraian– uraian tentang objek yang menjadi fokus penelitian yang ditinjau dari sisi–sisi teori yang relevan dengannya dan tidak menutup kemungkinan bahwa desain penelitian ini akan berubah sesuai dengan kondisi atau realita yang terjadi di lapangan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Penelitian Data Hasil penelitian diperoleh dari teknik wawancara. Wawancara dilakukan terhadap satu orang informan yang dianggap representatif terhadap obyek masalah dalam penelitian. Data yang diperoleh dari wawancara berupa jawaban informan atas pertanyaan yang diajukan oleh penelitian melalui panduan wawancara yang dilakukan secara tatap muka langsung dengan informan, yang kemudian data jawaban tersebut disajikan dalam bentuk kutipan hasil wawancara. Kutipan hasil wawancara tersebut memaparkan jawaban responden mengenai self-regulation yang mengacu pada empat aspek self-regulation menurut Zimmerman. Aspek pertama, Standar dan Tujuan yang Ditetapkan Sendiri Sebagaimana manusia yang mengatur diri, kita cenderung memiliki standarstandar yang umum bagi perilaku kita, standar yang menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa kita dalam situasi – situasi spesifik. Kita juga membuat tujuan – tujuan tertentu yang kita anggap bernilai dan yang menjadi arah dan sasaran perilaku kita. Memenuhi standar – standar dan tujuan tujuan kita memberi kita kepuasan (self-satisfaction), meningkatkan self-efficacy kita, memacu untuk meraih yang lebih besar lagi (Bandura, dalam Ormrod (2008: 30). Aspek kedua, Memonitor Diri (Self-monitoring) Memonitor diri adalah mengamati diri sendiri saat sedang melakukan sesuatu. Agar membuat kemajuan kearah tujuan – tujuan yang penting, kita harus sadar tentang seberapa baik yang sedang kita lakukan. Dan ketika kita melihat diri kita sendiri membuat kemajuan ke arah tujuan – tujuan kita, maka kita mungkin melanjutkan usaha – usaha kita (Schunk & Zimmerman, dalam Ormord, 2008: 34). Sejalan dengan itu, Mace et.al (dalam Schunk, 2012: 547) mengatakan bahwa pemantauan diri (self-monitoring) mengacu pada penekanan perhatian pada beberapa aspek perilaku seseorang dan sering dipadukan dengan pencatatan frekuensi atau intensitasnya. Orang yang tidak bisa mengatur tindakan mereka apabila mereka tidak sadar akan tindakan mereka. Aspek ketiga, Evaluasi Diri Evaluasi diri adalah penilaian terhadap performa atau perilaku sendiri. Evaluasi diri terdiri dari penilaian diri atas kinerja terkini dengan membandingkan tujuan seseorang dan reaksi diri pada penilaian tersebut dengan mempertimbangkan kinerja yang tercatat, yang tidak diterima, dan sebagainya. Evaluasi diri yang positif membuat siswa merasa yakin untuk belajar dan memotivasi mereka untuk terus bekerja dengan rajin karena mereka percaya mereka mampu membuat kemajuan lebih jauh (Schunk, 2012: 561). Aspek keempat, Konsekuensi yang Ditetapkan Sendiri atas Kesuksesan atau Kegagalan Konsekuensi disini artinya adalah individu bisa memberikan penguatan ataupun hukuman atas perilaku yang mereka lakukan. Individu bisa memberikan penguatan pada diri mereka ketika berhasil menyelesaikan tujuan – tujuan mereka. Dan mereka juga bisa membuat konsekuensi hukuman pada diri mereka sendiri, ketika mereka melakukan sesuatu yang tidak memenuhi stnadar performa mereka sendiri. Berikut ini adalah hasil kutipan jawaban dari informan/subjek terkait selfregulation pada mahasiswa yang bekerja yang sudah di kodekan sesuai dengan empat aspek Zimmerman di atas. Aspek-aspek self-regulation IRT (Ibu Tangga) Rumah Pekerja Standar dan “….saya ingin anakTujuan yang anak saya bisa lebih Ditetapkan dari saya, saya ingin Sendiri mereka sukses.” “…untuk membantu saya memenuhi kebutuhan tangga..” Mahasiswa ”impian saya saat suami ini bisa lulus kuliah dalam tepat waktu...” rumah Subjek ingin anakanaknya lebih baik dari dirinya dan ingin membuat anakanaknya menjadi sukses Subjek bertujuan untuk lulus kuliah Subjek bekerja tepat waktu untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, disamping untuk dapat membiayai kuliahnya sendiri “…menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga…” “...saya butuh ilmu yang lebih untuk mendidik anakanak saya..” Subjek memiliki tujuan menjadi istri yang baik bagi suaminya dan juga ibu yang baik bagi anak-anaknya Subjek memilih untuk berkuliah karena motivasinya dalam mencari ilmu sebagai bekal untuk mendidik anak-anaknya. Memonitor Diri (Self-monitoring) Evaluasi Diri “…kalau pekerjaan rumah sedikit-sedikit bisa ke pegang sambil momong anak.” Subjek mengevaluasi dirinya sebagai ibu yang mempu menyelesaikan pekerjaan rumah. walaupun sembari memomong “Kendalanya sulit mengatur waktu kalau anak-anak lagi rewel…” “Kendalanya sulit mengatur waktu kalau anak-anak lagi rewel…” Subjek mengakui bahwa dirinya merasa kesulitan mengatur waktu dan tidak bisa melakukan apapun ketika anaknya sedang rewel. Baik ketika dia harus bekerja ataupun Subjek mengakui bahwa dirinya merasa kesulitan mengatur waktu dan tidak bisa melakukan apapun ketika anaknya sedang rewel. Baik ketika dia harus bekerja ataupun anaknya ketika dia di kuliah. Subjek lebih rumah. memprioritaskan anak-anaknya dibandikangkan bekerja dan kuliah. kuliah. Subjek lebih memprioritaskan anak-anaknya dibandikangkan bekerja dan kuliah. “…tapi saya yakin, saya mampu menciptakan quality time di saat saya libur kerja dan kuliah.” Subjek merasa mampu dan opitimis dalam menciptakan quality time dengan anak-anak maupun keluarganya ketika dia libur bekerja atau kuliah. Konsekuensi yang Ditetapkan Sendiri atas Kesuksesan atau Kegagalan “…meskipun dengan “…saya ijin tidak “…Kalau anakresiko saya kalau masuk kerja..” anak lagi anteng ya ketemu anak-anak di saya kerjain tugas malam hari” kuliah…” Subjek kadang Subjek mengetahui harus melakukan resiko yang harus ijin, untuk tidak dia terima yaitu masuk kerja. hanya dapat bertemu anakanaknya saat malam hari ketika dia pulang bekerja atau kuliah “…Biasa nya kalau lagi ambil rapot/ ada kegiatan orang tua yang mengharuskan hadir, nah kadangkadang saya ga bisa Dapat mengerjakan tugas kuliah dirumah ketika anakanaknya sedang anteng. “…saya ijin tidak masuk kerja, kuliah juga terkadang begitu…” hadir, biasanya diwakilin bibi nya disini anak-anak komplen…” Subjek kadang tidak dapat hadir ketika perkuliahan Subjek mendapatkan komplainan dari anak-anaknya terkait dirinya sering tidak dapat hadir ketika pengambilan rapot di sekolah. “…Meskipun saya harus kehilangan quality time saya bersama keluarga…” Subjek mengalami kehilangan quality time dengan keluarganya. Dari hasil kodingan di atas tersebut, bila dikaitkan dengan teori ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi self-regulation pada mahasiswa yang bekerja. Berikut ulasannya dibawah ini : 1. Faktor Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara – cara motivasi yang mengacu pada sebab munculnya sebuah perilaku, seperti faktor – faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai kehendak untuk mencapai status, kekuasaan dan pengakuan yang lebih tinggi bagi setiap individu. Motivasi justru dapat dilihat sebagai basis untuk mencapai sukses pada berbagai segi kehidupan melalui peningkatan kemampuan dan kemauan. Selain itu motivasi dapat diartikan sebagai keadaan yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves, mengarah dan menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasaan atau mengurangi ketidakseimbangan. Sedangkan teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchical of Needs Thry) atau Teori motivasi Maslow mengartikan bahwa seorang berperilaku atau bekerja karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam – macam kebutuhan. kebutuhan yang diiinginkan seseorang berjenjang, artinya bila kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Dasar dari teori ini adalah : a) Manusia adalah makhluk yang berkeinginan, ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayat tiba; b) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator, dan; c) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang. Terkait dengan ini subjek memilih untuk kuliah walaupun perannya sebagai ibu rumah tangga dan pekerja lebih dominan karena subjek memiliki motivasi yang tinggi bila dilihat dari standar dan tujuan hidupnya yaitu untuk mencari ilmu sebagai bekal dirinya mendidik anak-anaknya juga sebagai bekal untuk meningkatkan kesejahteraan melalui gelar maupun ijazahnya yang akan menaikan harkat dan pangkat atau jabatannya pada suatu perusahaan sehingga memberikan efek kesejahteraan terhadap system pendapatan keluarga. Oleh karena itu, motivasi ini mempengaruhi regulasi diri terhadap seseorang dalam berhasil atau tidaknya seseorang itu dalam mencapai tujuannya. Apalagi, bila tingkat motivasi orang tersebut adalah motivasi tingkat dasar yang memberikan dorongan yang sangat kuat untuk melakukan sesuatu untuk terpenuhinya kebutuhan tersebut. “…untuk membantu suami saya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta jenjang karir…” “impian saya saat ini bisa lulus kuliah tepat waktu dan bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya”. “…saya butuh ilmu yang lebih untuk mendidik anak-anak saya…” 2. Faktor Manajemen Waktu Manajemen waktu sebagai suatu ilmu dan seni yang mengatur pemanfaatan waktu secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu melalui unsur-unsur yang ada didalamnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Lakein, ia mengatakan bahwa manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Waktu merupakan salah satu sumber daya yang harus dikelola secara efektif dan efisien untuk menunjang aktivitas. Faktor ini yaitu lebih kepada kemampuan seseorang dalam melakukan pemanfaatan waktu secara efektif dan efisien menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang agar dapat melakukan sesuatu untuk mencapai tujuannya. Terkait dengan subjek dalam penelitian ini, subjek mengakui kesulitan dalam melakukan pengaturan waktu disaat anak-anaknya sedang rewel. Hal ini dikarenakan subjek memiliki banyak peran selain sebagai mahasiswa dia juga adalah ibu rumah tangga dan pekerja. Subjek lebih dominan berperan sebagai ibu rumah tangga sehingga waktunya tak banyak untuk dibagi-bagi untuk usuran yang lain. Sebab ibu rumah tangga dalam mengurus anak adalah kewajiban. Maka resiko yang harus diterima adalah ketika mengurus anak membutuhkan lebih banyak waktu maka hal yang lain terabaikan. Tetapi, selain itu subjek melakukan hal yang lain ketika ada waktu seperti bekerja dan kulliah atau sekedar mengerjakan tugas kuliah. Karena itu adalah kegiatan yang subjek anggap sebagai jalannya menuju tujuannya. Yaitu sebagai ibu rumah tangga yang baik juga pintar dan dapat membantu suami dalam menambah penghasilan rumah tangganya. ” Kendalanya sulit mengatur waktu kalau anak-anak lagi rewel, mau ngapangapain jadi susah. Tapi solusinya sih kalao anak-anak lagi rewel saya tidak ijin tidak masuk kerja, kuliah juga terkadang begitu…” “Jadi kalau hari biasa saya kan kerja, biasanya sebelum berangkat kerja , pagipagi saya masak dulu buat sarapan terus mandiin anak yg kecil, terus anter anak ke nenek nya karena anak saya diasuh sama neneknya, setelah itu saya berangkat kerja, nah dikerjaan kalau ada waktu saya kerjakan tugas kuliah kalau ga ada waktu ya saya kerjakan tugas kuliahnya di rumah tunggu anakanak tidur…” 3. Faktor Prioritas Oxford Dictionary” mengartikan istilah prioritas sebagai keadaan di mana seseorang atau sesuatu dianggap atau diperlakukan lebih penting dari pada yang lainnya. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian prioritas adalah sesuatu yang didahulukan dan diutamakan dari pada hal yang yang lain. Adapula yang mendenisikan prioritas sebagai urutan kepentingan yang harus didahulukan dan mana kepentingan yang dapat menunggu. Prioritas juga dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dapat kita selesaikan dengan cepat dan menyisakan waktu yang cukup untuk mengerjakan hal yang lainnya. Selanjutnya, pengertian prioritas menurut Merriam Webster adalah sesuatu yang dirasa lebih penting daripada yang lain yang harus dikerjakan atau diselesaikan terlebih dahulu. Selain itu, Merriam Webster juga mengungkapkan denisi prioritas sebagai sesuatu yang dipedulikan oleh seseorang dan dianggap penting. Subjek memposisikan dirinya sebagai ibu rumah tangga, pekerja dan mahasiswa. Lalu, subjek memprioritaskan dari ketiga peran itu mana yang lebih penting dan mana yang tidak lebih penting. Subjek memprioritaskan peran Ibu Rumah Tangga sebagai prioritas utamanya, lalu setelah itu bekerja kemudian kuliahnya. Hal itu tergambar dalam kutipan jawabannya ketika diwawancara. ” Kendalanya sulit mengatur waktu kalau anak-anak lagi rewel, mau ngapangapain jadi susah. Tapi solusinya sih kalao anak-anak lagi rewel saya ijin tidak masuk kerja, kuliah juga terkadang begitu, kalau pekerjaan rumah sedikitsedikit bisa ke pegang sambil momong anak.” Terlihat bahwa subjek menjadikan anak-anaknya sebagai prioritas utamanya disbanding bekerja dan kuliah. Hal ini juga terkait dengan tujuannya bahwa dia ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik bagi suami maupun anakanak. Tak hanya itu, untuk memenuhi tujuannya itu subjek rela bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga. Lalu subjekpun tak ingin menjadi ibu yang tidak pintar yang tidak dapat mendidik anak-anaknya sehingga subjek memilih untuk kuliah. “saya butuh ilmu yang lebih untuk mendidik anak-anak saya, saya ingin anakanak saya bisa lebih dari saya, saya ingin mereka sukses.” “…alasan saya kerja karena saya juga butuh uang untuk membantu suami saya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta jenjang karir juga…” ”impian saya saat ini bisa lulus kuliah tepat waktu dan bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya”. 4. Fakror Opitmisme Chang (2002) mendefinisikan optimisme sebagai pengharapan individu akan terjadinya hal- hal baik, dengan kata lain individu optimis merupakan individu yang mengharapkan peristiwa baik akan terjadi dalam hidupnya dimasa depan. Optimisme mengharapkan hal baik akan terjadi dan masalah yang terjadi akan terselesaikan dengan hasil akhir yang baik. Individu optimis juga mempunyai area kepuasan hidup yang lebih luas (Srivasta, McGonigal, Richards, Butler & gross 2006 dalam Amilia 2014). Optimisme adalah salah satu komponen psikologi positif yang dihubungkan dengan emosi positif dan perilaku positif yang menimbulkan kesehatan, hidup yang bebas stress, hubungan sosial dan fungsi sosial yang baik (Daraei & Ghaderi, 2012). Terdapat dua pandangan utama mengenai optimisme, “the explanatory style”dan “the dispositional optimism view,” yang juga disebut sebagai “the direct belief view” (Caver, 2002). Subjek dalam hal ini memiliki Optimisme terhadap apa yang selama ini dia pilih adalah akan membuat dirinya menjadi pribadi yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan, juga meningkatkan mutu pola asuh didik untuk anak-anaknya sehingga menjadi anak-anak yang pintar yang menuntun mereka kepada kesuksesan. Bahkan bisa melebihi ibunya, seperti yang subjek katakan ketika wawancara. “…saya ingin anak-anak saya bisa lebih dari saya, saya ingin mereka sukses.” “…saya kerja karena saya juga butuh uang untuk membantu suami saya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta jenjang karir juga…” Dalam hal ini subjek dapat menjalani ketiga perannya dengan baik karena sikap optimisnya. Kepercayaannya terhadap masa depan begitu positif karena apa yang tengah dia perbuat akan melahirkan manfaat dimasa depan. Sikap optimisnya memunculkan perilaku-perilaku yang positif. Kerelaannya pun terhadap konsekuensi yang diterima akibat keputusan yang dia pilih sebagai pekerja dan mahasiswa sangat dia terima sebagai sebuah pengorbanan untuk mencapai apa yang diharapkan. Sikap ini membantu subjek dalam meregulasi dirinya. Terbukti subjek masih konsisten kuliah sampai saat ini di semerster VII. Bukan waktu yang sebentar untuk dapat berjuang sampai detik ini, disamping perannya yang begitu membutuhkan energi yang besar agar dapat melakukan semuanya dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press. Lampiran Panduan observasi dan wawancara REGULASI DIRI PADA MAHASISWA YANG BEKERJA I.I. Definisi Operasional Menurut Zimmerman, Regulasi diri adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir, mengontrol, mengarahkan perasaan dan perilaku sehingga dapat memanipulasi lingkungan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan. I.II. Aspek-aspek Self-Regulation Dari beberapa pendapat mengenai aspek-aspek self-regulation, yang digunakan sebagai aspek – aspek untuk mengukur kamampuan self-regulation seseorang dalam penelitian ini adalah aspek – aspek yang diungkapkan oleh Zimmerman (dalam Ormrod, 2008: 30) yaitu: (1) standar dan tujuan yang ditetapkan sendiri, (2) memonitor diri (self-monitoring), (3) evaluasi diri, (4) konsekuensi yang ditetapkan sendiri. 1. Standar dan Tujuan yang Ditetapkan Sendiri Sebagaimana manusia yang mengatur diri, kita cenderung memiliki standar-standar yang umum bagi perilaku kita, standar yang menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa kita dalam situasi – situasi spesifik. Kita juga membuat tujuan – tujuan tertentu yang kita anggap bernilai dan yang menjadi arah dan sasaran perilaku kita. Memenuhi standar – standar dan tujuan tujuan kita memberi kita kepuasan (self-satisfaction), meningkatkan self-efficacy kita, memacu untuk meraih yang lebih besar lagi (Bandura, dalam Ormrod (2008: 30). 2. Memonitor Diri (Self-monitoring) Memonitor diri adalah mengamati diri sendiri saat sedang melakukan sesuatu. Agar membuat kemajuan kearah tujuan – tujuan yang penting, kita harus sadar tentang seberapa baik yang sedang kita lakukan. Dan ketika kita melihat diri kita sendiri membuat kemajuan ke arah tujuan – tujuan kita, maka kita mungkin melanjutkan usaha – usaha kita. 3. Evaluasi Diri Evaluasi diri adalah penilaian terhadap performa atau perilaku sendiri. Evaluasi diri terdiri dari penilaian diri atas kinerja terkini dengan membandingkan tujuan seseorang dan reaksi diri pada penilaian tersebut dengan mempertimbangkan kinerja yang tercatat, yang tidak diterima, dan sebagainya. Evaluasi diri yang positif membuat siswa merasa yakin untuk belajar dan memotivasi mereka untuk terus bekerja dengan rajin karena mereka percaya mereka mampu membuat kemajuan lebih jauh (Schunk, 2012: 561). 4. Konsekuensi yang Ditetapkan Sendiri atas Kesuksesan atau Kegagalan Konsekuensi disini artinya adalah individu bisa memberikan penguatan ataupun hukuman atas perilaku yang mereka lakukan. Individu bisa memberikan penguatan pada diri mereka ketika berhasil menyelesaikan tujuan – tujuan mereka. Dan mereka juga bisa membuat konsekuensi hukuman pada diri mereka sendiri, ketika mereka melakukan sesuatu yang tidak memenuhi stnadar performa mereka sendiri. I.III. Metode wawancara Semi-structured Interviews Pelaksanaan wawancara ini lebih bebas jika dibandingkan wawancara terstruktur. tujuan wawancara jenis ini untuk menentukan permasalahan secara lebih terbuka. I.IV. Metode pencatatan observasi o Anecdotal records Pencatatan sederhana, singkat, deskrisi naratif terhadap perilaku individu yang dicatat setelah perilaku muncul. Dalam penelitian ini kami berupaya mengobservasi perilaku-perilaku yang di tunjukan oleh subyek penelitian terkait regulasi diri yang ditunjukan ketika dilingkungan kampus selama proses perkuliahan berlangsung. Dari mulai (1)ketepatan waktunya saat datang ke kelas, (2)bagaimana cara dia belajar dikelas (mendengarkan, memperhatikan, bertanya, mencatat dll), (3) Bagaimana reaksinya ketika mendapatkan tugas dari dosen & (4) Bagaimana ketepatan waktunya saat mengumpulkan tugas. I.V. Item-item No. Aspek 1 Standar dan Tujuan yang Item - Ditetapkan Sendiri Apakah standar dan tujuan yang ingin anda capai? - Bagaimana standar dan tujuan hidup anda? 2 Memonitor Diri (Self- - monitoring) Bagaimana cara anda menilai seberapa baik/burukah yang anda lakukan? - Bagaimana cara anda mengamati diri sendiri? 3 Evaluasi Diri - Bagaimana cara anda mengevaluasi diri? - Pengalaman apa saja yang membuat anda mengevaluasi diri? 4 Konsekuensi yang - Ditetapkan Sendiri Bagaimana menurut anda bila anda tidak dapat mencapai apa yang ingin anda capai? - Dan sebaliknya. Verbatim hasil wawancara Pertanyaan Jawaban Alasan kenapa memilih “Saya memilih status berperan ganda karna ganda memang kebutuhan . berperan saya butuh ilmu yang lebih untuk daripada jadi IRT ? mendidik anak-anak saya, saya ingin anakanak saya bisa lebih dari saya, saya ingin mereka sukses. alasan saya kerja karena saya juga butuh uang untuk membantu suami saya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta jenjang karir juga, meskipun dengan resiko saya kalau ketemu anak-anak di malam hari” Bagaimana cara - “saya membagi waktu kuliah, bekerja dan membagi waktu antara menyelesaikan kuliah, bekerja menyelasaikan pekerjaan rumah ?? pekerjaan rumah yaa dan berdasarkan situasi aja sih. Jadi kalau hari biasa saya kan kerja, biasanya sebelum berangkat kerja , pagi-pagi saya masak dulu buat sarapan terus mandiin anak yg kecil, terus anter anak ke nenek nya karena anak saya diasuh sama neneknya, setelah itu saya berangkat kerja, nah dikerjaan kalau ada waktu saya kerjakan tugas kuliah kalau ga ada waktu ya saya kerjakan tugas kuliahnya di rumah tunggu anak-anak tidur. Setelah pulang kerja saya mencuci piring dan beberes rumah terus ambil anak dirumah neneknya. Kalau anak-anak lagi anteng ya saya kerjain tugas kuliah. Gitu sih kurang lebihnya” Apakah sering ”ga ada sih, kalau mereka lagi ga cape ya anda anak/suami kadang-kadang bantuin saya, kalo lagi cape dibantu untuk ya saya kerjakan sendiri. Tetapi sih sering anda membereskan rumah ?? mereka bantuin saya dengan inisiatif mereka sendiri”. Tanggapan suami dan -”kalau suami sh mengijinkan aja terus anakanak memiliki anak sih tanggapannya kadang mengijinkan yang istri/ibu yang berperan saya buat kerja dan kuliah, kadang ya tidak mengijinkan juga. Biasa nya kalau lagi ambil ganda ? rapot/ ada kegiatan orang tua yang mengharuskan hadir, nah kadang-kadang saya ga bisa hadir, biasanya diwakilin bibi nya disini anak-anak komplen.” Kendala yang dialami ”Kendalanya sulit mengatur waktu kalau menjalankan anak-anak lagi rewel, mau ngapa-ngapain jadi selama status peran ganda dan susah. Tapi solusinya sih kalao anak-anak cara lagi rewel saya tidak ijin tidak masuk kerja, bagaimana kuliah juga terkadang begitu, kalau pekerjaan mengatasinya? rumah sedikit-sedikit bisa ke pegang sambil momong anak.” Apa yang anda lakukan ” kalau saya lagi kurang semangat biasanya ketika merasa saya cerita kesuami apa yang membuat saya anda tidak semangat, terus kadang- kadang juga sedang down ? cerita ketemen sih. bagi saya kalau masalah diceritakan dan diungkapkan itu rasanya udah plongg ga ada beban gitu” Apakah goal konsekuensi anda ? dan ”impian saya saat ini bisa lulus kuliah tepat terbesar waktu dan bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarga saya”. Meskipun saya harus kehilangan quality time saya bersama keluarga dihari-hari biasa tapi saya yakin, saya mampu menciptakan quality time di saat saya libur kerja dan kuliah.”